Case Report Dislokasi Bahu
Case Report Dislokasi Bahu
PENDAHULUAN
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi dan tidak lagi bersentuhan (Apley, 1995). Dislokasi menyebabkan
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi bisa mengenai
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya. Dislokasi yang sering terjadi adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul. Sendi Bahu merupakan salah satu sendi besar yang paling sering berdislokasi. Ini
disebabkan karena banyaknya rentang gerakan sendi bahu,mangkuk sendi glenoid yang
dangkal serta adanya kelonggaran ligament. Dislokasi bahu dapat terjadi pada bagian
anterior (paling sering, ditemukan pada 95% kasus), posterior atau errecta. Dislokasi
anterior terjadi biasanya pada posisi sendi bahu abduksi dan external rotasi. Dislokasi sendi
bahu sering ditemukan pada orang dewasa, jarang ditemukan pada anak-anak (Apley,1995)
Tingkat kejadian dislokasi bahu adalah sekitar 24 per 100.000 orang per tahun di
dunia. Dan sementara ini telah dilaporkan terdapat peningkatan angka kejadian lebih dari
dua kali lipat dari tingkat sebelumnya untuk dislokasi bahu pada populasi umum di Amerika
Serikat, dibandingkan dengan angka kejadian cedera muskuloskeletal yang lainnya yang
umum didapati di ruang gawat darurat, seperti luka pada lutut, punggung bawah dan kaki.
(Owens, 2010)
Dari sebuah studi pada penderita dislokasi yakni didapatkan dari 71,8 persen laki-
laki yang mengalami dislokasi , 46.8 persen penderita berusia antara 15-29 tahun; 48,3
persen terjadi akibat kegiatan olahraga, dan 37 persen dari semua cedera olahraga yaitu pada
olahraga sepakbola dan basket. Pada wanita, tingkat dislokasi yang lebih tinggi terlihat di
antara penderita yang berusia > 60 tahun. Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh
kejadian terjatuh di rumah (Owens, 2010)
Tanda-tanda dislokasi sendi bahu yaitu, sendi bahu tidak dapat digerakakkan;
penderita mengendong tangan yang sakit dengan tangan yang lainnya; penderita tidak bisa
memegang bahu yang berlawanan; kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada
tempatnya; lengkung bahu hilang; tidak dapat digerak-gerakkan; lengan atas sedikit abduksi;
lengan bawah sedikit supinasi (Ardi, 2011)
1.2 Tujuan
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN:
Nama: Kusnadi
Jenis Kelamin:Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir: Magelang, 20 Oktober 1972
Umur: 42 tahun
Alamat: Waled
Agama: Islam
Pekerjaan: Petani
II. ANAMNESIS
Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat ke dokter, hanya minum obat Amoxillin dengan
tujuan agar tidak terkena infeksi
1. Status Generalis
Vital sign :
Tekanandarah: 110/70mmHg
Nadi: 68x/menit
Suhu: 36.3˚C
Pernafasan: 22x/menit
Thorax
Paru :
I : simetris kanandan kiri, retraksi (-)
P : gerakan nafas hemithorax kanandan kiri simetris
P : perkusi paru sonor kanan dan kiri
A : suara nafas dasar vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung :
I: iktus kordis tidak terlihat
P: iktus kordis terabadan kuat angkat
P: batas jantung dalam batas normal
A:bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : soefl
A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : timpani
Ekstremitas
Atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, jejas -/-, memar -/-, luka -/-
Bawah : Akral hangat +/+. Oedem -/-, jejas -/-, memar -/-, luka -/-
Look
Tampak deformitas pada sendi bahu, bahu kanan terlihat lebih rendah
dari bahu kiri
Feel
Tenderness (+), hangat (-), CRT <2”, pulsasi arteri radialis ++/++
Move
Terbatas akibat nyeri
Kekuatan motorik :
- 33 55
55 55
7
Hitung jenis:
Basofil 1 0-2%
Eosinofil 6 0-5%
Batang 0 2-6%
Segmen 46 47-80%
Limfosit 29 13-40%
Monosit 8 2-11%
LED 9 <10
Hemostasis
APTT 42,2 27-42
PT 14,6 12-19
Kimia darah
GDS 79 <140
Fungsi hati
SGOT 13 10-35 U/L
SGPT 6 9-43 U/L
Albumin 4,05 4,0-5,2
Fungsi ginjal
Kreatinin 0,7 0,5-1,5
Ureum 10 17-43
Elektrolit
Na 134 135-147mmol/L
K 3,3 3,5-5,0 mmol/L
Cl 106 96-108 mmol/L
V. RESUME
Bahu kanan sulit digerakkan sejak ± 1 bulan yang lalu. Ketika digerakkan, lengan atas
dan bahu terasa nyeri sehingga gerakan terbatas. Selain itu pasien juga mengeluhkan
adanya kelainan bentuk pada bahu sebelah kanan. Bahu kanan sulit digerakkan setelah
8
jatuh dan terkena gagang pacul. Pasien mengaku tidak didapatkan luka terbuka akibat
kejadian terserbut. Sesaat setelah kejadian, pasien mengeluhkan adanya nyeri. Sehari
setelah kejadian pasien langsung membawa diri ke tukang urut. Namun, sampai sekarang
tidak ada perubahan. Os meyangkal adanya bengkak pada sendi bahunya, demam(-),
mual (- ) muntah (-).Pasien juga mengaku mengkonsumsi obat Amoxicillin dengan
maksud supaya tidak terjadi infeksi. Setelah pasien merasakan adanya keterbatasan gerak
pada bahu sebelah kanan, pasien membawa diri ke RSUD Waled.
Look
Tampak deformitas pada sendi bahu, bahu kanan terlihat lebih
rendah dari bahu kiri
Feel
Tenderness (+), hangat (-), CRT <2”, pulsasi arteri radialis ++/++
Move
Terbatas akibat nyeri
Kekuatan motorik :
- 33 55
55 55
9
VI. DIAGNOSIS KERJA
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Hypobac 2x 200mg
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1) Shoulder Joint
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah
sendi yang saling berhubungan erat, misalnya sendi kostovertebral atas, sendi
akromioklavikular, sendi sternoklavikular, permukaan pergeseran skapulotorakal
dan sendi glenohumeral atau sendi bahu. Gangguan gerakan didalam sendi bahu
sering mempunyai konsekuensi untuk sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan
sebaliknya (Spalteholz, 2000)
Sendi bahu dibentuk oleh kepala tulang humerus dan mangkok sendi,
disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini menghasilkan gerakan fungsional sehari-hari
seperti menyisir, menggaruk kepala, mengambil dompet dan sebagainya atas kerja
sama yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi lainnya.
Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat
11
melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas glenoidalis yang
pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian dan kepala tulang sendinya
yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut tidak stabil namun
paling luas gerakannya.
2) Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan (Haagenars)
a) Kapsul Sinovial
lapisan bagian dalam dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen
agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah.Fungsinya
menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai transformator makanan ke
tulang rawan sendi. Bila ada gangguan pada sendi yang ringan saja, maka
yang pertama kali mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi
karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa
nyeri apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis sendi (Spalteholz, 2000)
b) Kapsul Fibrosa
12
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf reseptor
dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabititas sendi,
memelihara regenerasi kapsul sendi, Sehingga dapat merasakan posisi sendi
dan merasakan nyeri bila rangsangan tersebut sudah sampai di kapsul fibrosa.
(Spalteholz, 2000)
3) Kartilago
Kartilago atau ujung tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan sendi,
sehingga tidak nyeri sewaktu penderita berjalau. Namun demikian pada
gerakan tertentu sendi dapat nyeri akibat gangguan yang dikenal dengan
degenerasi kartilago. (Spalteholz, 2000)
14
Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang
frontal dari 00 ke 1800 Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari abduksi yaitu
gerak lengan menuju garis tengah tubuh. Tigafase gerakan abduksi, fase I,
abduksi 00 – 900 merupakangerakan start abduksi dari sendi bahu. Otot-otot yang
terlibat yaitu deltoid middle dan supraspinatus. Pada akhir abduksi 900 , shoulder
mengunci sebagai hasil greater tuberosity menyentuh superior margin dari
glenoid. Fase II, abduksi 900 –1500 , ketika abduksi 900, disertai fleksi sehingga
dapat aduksi sampai 1200 shoulder mengunci dan abduksi hanya dapat maju
dengan disertai gerakan shoulder girdle. Gerakan ini adalah ayunan dari skapula
dengan rotasi tanpa mengunci, sehingga kavitas glenoidalis menghadap agak
keatas dengan luas gerakan 600 Aksial rotasi pada sendi sternoklavikularis dan
akromioklavikularis, setiap sendi membantu gerakan 300. otot- otot yang terlibat
ialah trapezius atas dan bawah dan seratus anterior. Pada gerakan 1500 , yang
dihasilkan oleh rotasi skapula diketahui dengan adanya tahanan peregangan dari
otot-otot abduktor yaitu latissimus dorsi dan pektoralis mayor. Fase III, abduksi
1500 – 1800 dalam fase ini, abduksi mencapai posisi vertikal dan disertai gerakan
spinal kolumn . Bila gerakan hanya satu tangan disertai pemelesetan kelateral dari
spinal kolumn yang dihasilkan oleh otot spinal lawannya. Jika kedua lengan
abduksi bersama-sama sampai 1800 akan terjadi lumbar lordosis yang dipimpin
oleh otot spinal. (Nordin, 1989)
15
Rotasi dengan lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila lengan bawah digerakkan
menjauhi garis tengah tubuh disebut eksorotasi, bila lengan bawah digerakkan menuju
garis tengah tubuh disebut endorotasi. Luas geraknya 900 .
Rotasi dengan lengan dalam abduksi 900 dan telapak tangan menghadap kebawah, bila
lengan diputar kearah kranial disebut eksorotasi dan bila kearah kaudal disebut
endorotasi. Luas geraknya 900 . ( Nordin, 1989)
Pada sendi bahu meliputi :
1) Pada gerakan endorotasi caput humeris roll searah dengan gerakan endorotasi
dan slidenya ke posterior.
2) Pada gerakan abduksi caput humeris roll searah dengan gerakan abduksi dan
slidenya ke caudal.
3) Pada gerakan eksorotasi caput humeris roll searah gerak eksorotasi dan slide
ventral agak medial
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi. Dislokasi ditandai dengan keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi
atau keluarnya kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya sebagian yang bergeser
disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi. Dikatakan Recurrent apabila
terjadi suatu dislokasi berulang sedangkan Habitual apabila dislokasi dapat
diprofokasikan sendiri oleh penderitanya, keadaan ini bersifat kongenital atau akibat
injeksi berkali-kali (biasanya antibiotika) ke dalam otot (Apley, 1995).
Sendi Bahu merupakan salah satu sendi besar yang paling sering berdislokasi. Ini
disebabkan karena beberapa faktor, dangkalnya mangkuk sendi glenoid; besarnya rentang
gerakan; keadaan yang mendasari misalnya ligamentosa yang longgar atau displasia
glenoid; dan mudahnya sendi itu terserang selama aktivitas yang penuh tekanan pada
tungkai atas (Apley, 1995)
16
3.3 Etiologi dislokasi
3.6 Diagnosis
Diagnosis kasus dislokasi bahu anterior ditegakkan melalui anamnesis
(autoanamnesis atau alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis dapat memberikan informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya
trauma tersebut, sehingga dapat lebih membantu menegakkan diagnosis dan
mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada dan yang dapat muncul
kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai riwayat penyakit pasien dan
riwayat trauma sebelumnya, untuk mempertimbangkan penanganan yang akan
diambil. (Crenshaw, 1992; Rasjad, 2007)
18
Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri,
terdapat tonjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi – eksorotasi, tepi
bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2
tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu anterior ini yaitu sumbu humerus yang
tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah akromion
kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu
menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain
dan ia tidak dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang
daripada normal, bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah
berotasi kearah interna. Posisi badan penderita miring kearah sisi yang sakit.
Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula bergerak pada dadanya namun tidak
akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak
menggerakka bahunya , maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat
diraba dibawah prosesus korakoideus (Crenshaw, 1992).
Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu anterior ini dapat
menggunakan tanda cemas (apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara mengangkat lengan kedalam abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara
hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring. Pada saat kritis pasien akan merasa
bahwa kaput humerus seperti akan telepas kebagian anterior dan tubuhnya menegang
karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana
dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif
(Rasjad, 2007)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu
anteroposterior (AP) dan lateral. Rontgen bagian AP akan memperlihatkan bayangan
yang tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput biasanya terletak
di bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang diarahkan pada daun
skapula akan memperlihatkan kaput humerus keluar mangkuk sendi (Apley, 2010).
Selain itu juga dianjurkan melakukan pemeriksaan pandangan oblik agar dapat
dipastikan tidak terdapat dislokasi posterior kasus.Diagnosis banding dari kasus
dislokasi anterior ini juga dapat disingkirkan dengan pemeriksaan pandangan
19
oblik.Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih
mudah diintepretasi (Sufitmi, 2004)
3.8 Penanganan
Penanganan Umum
Penanganan umum untuk semua pasien trauma tetap berpegang pada prinsip
ATLS (Advanced Trauma Life Support) yakni selalu menangani hal-hal yang mengancam
nyawa terlebih dahulu meliputi airway, breathing dan circulation. Pada dislokasi akut
jarang diperlukan tindakan terbuka, meskipun demikian tindakan yang dilakukan dengan
paksa harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang lebih berat ataupun komplikasi fraktur. Yang perlu diingat adalah dapat terjadi
interposisi jaringan lunak yang menghalangi usaha reposisi kita yang sering kali
memaksa kita untuk melakukan tindakan terbuka ( Crenshaw, 1992)
Closed reduction
Reduksi dislokasi harus segera dilakukan untuk kasus dislokasi anterior bahu yang baru
terjadi. Reduksi segera ini dapat dilakukan dengan 2 metode (Crenshaw, 1992 ; Rasjad,
2007) :
1. Metode Stimson
Metode ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan anestesi .Penderita diminta tidur
telungkup dengan lengan yang terkena dibiarkan menggantung ke bawah dengan
memberikan beban tergantung dari kekuatan otot si penderita yang diikatkan pada
pergelangan tangan. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi, diharapkan terjadi
reposisi akibat berat lengan yang tergantung disamping tempat tidur tersebut. Metode
ini dilakukan selama 10-15 menit (Wibowo, 1995)
21
Cara reposisi dislokasi bahu dengan metode Stimson
2. Metode Hippocrates
Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam waktu 15
menit. Reposisi dilakukan dalam keadaan anestesi umum. Lengan pasien ditarik
kearah distal punggung dengan sedikit abduksi, sementara kaki penolong berada
diketiak pasien untuk mengungkit kaput humerus kearah lateral dan posterior. Setelah
reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada
selama paling sedikit 3 minggu.
22
Untuk kedua metode ini, pasien diminta mengabduksikan lengannnya secara lembut
kemudian lakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada saraf aksilaris atau
muskulokutaneus yang cedera. Lakukan kembali pemeriksaan Rontgen untuk
konfirmasi.
Indikasi
Bila hasil reposisi tidak stabil. Biasanya bila ada fragment tulang (fraktur
dilokasi)
Adanya cedera vascular sebelum reposisi dan masih tetap terjadi setelah reposisi
Kasus lama (neglected case). Operasi dilakukan dengan metode Bristow. labium
glenoid dan kapsul yang robek dan metode Putti-Platt untuk memendekkan
kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan tumpang tindih. Metode
operasi lain yang dilakukan adalah metode Bankart untuk memperbaiki.
Komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi anterior adalah timbulnya dislokasi
kambuhan, lesi pleksus brakialis dan nervus aksilaris, serta interposisi tendo bisep
kaput longum. Robekan arteri aksilaris jug dapat terjadi. Langkah antisipatif yang
dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan melakukan penekanan kuat pada
aksila. Komplikasi lanjut dapat berupa kaku sendi dan dislokasi rekurens. Dislokasi
rekuren anterior terjadi karena pengobatan awal (immobilisasi) yang tidak adekuat
sehingga terjadi dislokasi. Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah pada selaput
sendi disebelah depan dan terjadi karena trauma yang ringan. Dislokasi rekuren dapat
mudah terjadi apabila lengan dalam keadaan abduksi, ekstensi dan lateral rotasi
(Appley, 1995)
23
3.10 Prognosa (Rasjad, 2007)
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dislokasi bahu anterior merupakan kondisi dimana keluarnya caput humeri dari
cavitas artikulare sendi bahu yang dangkal. Dislokasi sendi bahu anterior biasanya terjadi
setelah cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, berotasi eksterna dan ekstensi
sendi bahu.
Anamnesa
Kasus Teori
1. Pasien mengeluhkan nyeri dan Gejala klinis pada dislokasi bahu
24
keterbatasan pada bahu kanan. anterior yang biasanya didapatkan pada
2. Bahu kanan sulit digerakkan sejak anamnesa:
± 1 bulan yang lalu. Bahu kanan 1. Pasien datang dengan suatu trauma
sulit digerakkan setelah jatuh dan atau terdapat riwayat trauma.
terkena gagang pacul. Terdapat 2. Didapatkan nyeri yang hebat serta
keterbatasan gerak pada lengan gangguan pergerakan sendi bahu.
kanan atas dan pasien selalu 3. Daerah yang mengalami dislokasi
memegangnya untuk menopang akan ditopang dengan lengan
agar tidak terlalu nyeri . lainnya untuk mengurangi
pergerakan dan nyeri yang muncul.
Pemeriksaan Fisik
Kasus Teori
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Pada pemeriksaan fisik:
Regio Shoulder Dextra Inspeksi:
Look : Terdapat perubahan posisi
Deformitas (+), edema (-), luka (-) anggota gerak, dimana terdapat
Feel : tonjolan pada bagian depan
Nyeri Tekan (+), krepitasi (-), a. bahu akibat humerus yang
Radialis (+), capillary refill time < bergeser ke arah anterior
2’ Ekspresi wajah terlihat
Move : kesakitan akibat menahan nyeri
Sendi bahu : ekstensi (+) terbatas, Tidak terdapat luka pada daerah
fleksi (+) terbatas, internal rotasi trauma
(+) terbatas, eksternal rotasi (+) Didapatkan lengan dalam
terbatas. keadaan abduksi – eksorotasi,
Sendi siku : ekstensi (+) normal, tepi bahu tampak menyudut,
fleksi (+) normal, supinasi (+) nyeri tekan, dan adanya
normal, pronasi (+) normal. gangguan gerak sendi bahu
Palpasi:
25
Nyeri tekan (+)
Krepitasi (-)
Pergerakan:
Setiap pergerakan akan
menyebabkan nyeri. Penderita
tidak mampu menggerakkan
lengannya dan lengan yang
cedera ditopang oleh tangan
sebelah lain dan ia tidak dapat
menyetuh dadanya.
Ada
keterbatasan/ketidakmampuan
dalam melakukan suatu gerakan.
Pemeriksaan Penunjang
Kasus Teori
Rontgen Shoulder Dextra AP Pada pemeriksaan penunjang
(terdapat dislokasi anterior) didapatkan:
Laboratorium Darah Pemeriksaan Radiologis
Leukosit : 11.800 K/µL (membantu dalam hal penegakkan
Hemoglobin : 11,1 g/dl jenis dan letak dislokasi) yang
Hematokrit : 35,9 % umumnya diambil pada dua sisi
Trombosit : 120.000 K/µL proyeksi yakni AP dan Lateral.
BT : 2’ Pemeriksaan Laboratorium
CT : 8’ Pemeriksaan darah
GDS : 101 mg/dl lengkap
HBs Ag : negatif
Ab HIV : negatif
Penatalakasanaan
26
Kasus Teori
IVFD RL 20 tpm Penanganan pasien dengan trauma
Drip tramadol 1 ampul tetap memperhatikan prinsip ATLS
Konsul PPDS OT, advice : yakni ABC
1. MRS Penatalaksanaan kasus dislokasi
2. Pasang spalk dan perban elastis anterior bahu dapat dilakukan secara
3. Direncanakan reposisi lengan konservatif dan operatif
dengan general anestesi malam Pilihan terapi konservatif berupa
ini jam 22.00 reposisi tertutup dengan manuver
Kocher dilanjutkan immobilisasi
Laporan Operasi : dengan verban Velpeau atau collar
a. Dilakukan reposisi secara reduksi cuff selama lebih kurang 3 minggu.
tertutup (manuver Kocher) dengan Dilakukan reduksi secara terbuka
menggunakan general anestesi. apabila reposisi secara tertutup
b. Dilakukan balutan perban elastis gagal dilakukan ataupun karena
secara “Velpeauw Bandage”. sebab lain.
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien pria Tn. K dengan usia 47 tahun dengan keluhan utama
bahu kanan sulit digerakkan. Dari hasil pemeriksaan fisik pada regio shoulder dextra
tampak deformitas, bahu kanan lebih rendah daripada bahu kiri, tidak tampak edema,
adanya nyeri tekan, dan pergerakan ekstensi, fleksi, internal rotasi, serta eksternal rotasi
terbatas. Kemudian dilakukan pemeriksaan radiologi yang didapatkan adanya dislokasi
anterior regio shoulder dextra. Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
27
penujang ditegakkan diagnosa sebagai dislokasi shouder anterior sinistra dan dilakukan
tindakan close reduction.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A Graham & Solomon, Louis. 1995. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley.
Jakarta : Widya Medika.
2. Brett Owens, MD, study co-author. March, 2010. Studies show high rates of shoulder
dislocation in young men and elderly women an orthopedic surgeon at the Keller
28
Army Hospital at West Point, New York and Associate Professor at the Uniformed
Services University of Health Sciences
4. Eko Ardi P, M.Subhan Zuhdi, Tony Wahyu P, Satrio Yudi Er.2011. Dislokasi Pada
Sendi Bahu. Digitasl Library USU.
9. Werner Spalteholz, 2000. Hand atlas of human anatomy, seven edition in English. JB
Lippincott Company
29