Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan

Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk eklampsia di Eropa
dan Amerika Serikat. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada bstetric ia adalah
untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan
mortalitas maternal serta perinatal.

Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
pengobatan bstetric ia dan eklampsia di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri pengunaan
magnesium sulfat pada penderita bstetric ia dan eklampsia sudah cukup lama dan pada saat
KOGI VI tahun 1985 di Ujung Pandang oleh Satgas Gestosis POGI ditetapkan magnesium
sulfat merupakan satu-satunya obat yang dipakai untuk pengobatan bstetric ia dan
eklampsia8. Tujuan referat ini akan membahas farmakokinetik dan farmakodinamik ( bstetr
dan ekskresi, mekanisme kerja, interaksi obat dan efek samping, dosis dan cara pemberian)
pada kasus bstetric, serta pengaruh magnesium sulfat pada janin dan bayi baru lahir.1

BAB II

1
MgSO4

Rumus Kimia

Magnesium sulfat adalah senyawa kimia garam anorganik yang mengandung


magnesium, sulfur dan oksigen, dengan rumus kimia MgSO4. Di alam, terdapat dalam bentuk
mineral sulfat heptahidrat epsomit (MgSO4·7H2O), atau umumnya disebut garam Epsom.
Nama ini diambil dari sebuah air terjun mengandung saline yang terdapat di kota Epsom di
Surrey, Inggris. Garam epsom terdapat dialam sebagai mineral murni.2

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam cairan


intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh dan berfungsi penting
dalam transmisi neurokimiawi dan eksitabilitas otot. Kurangnya kation ini dapat
menyebabkan gangguan struktur dan fungsi dalam tubuh.

Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung kira-kira 2000 meq
magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45% merupakan kation
intraseluler dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler. Kadar dalam darah adalah 1,5 sampai
2,2 meq magnesium/liter atau 1,8 sampai 2,4 mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation
bebas dan 1/3 bagian terikat dengan plasma protein.

Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah, walaupun tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal dan preeklampsiaeklampsia.
Penurunan kadar magnesium dalam darah pada penderita preeklampsia dan eklampsia
mungkin dapat diterangkan atas dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan.1,2

Absorbsi dan Ekskresi

Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana hanya 1/3 bagian
diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses aktif yang berhubungan erat

2
dengan sistem transport kalsium. Bila penyerapan magnesium kurang akan menyebabkan
penyerapan kalsium meningkat dan sebaliknya.

Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan. Pemberian


magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel, sebagian ketulang dan
sebagian lagi segera melewati plasenta. Ekskresi magnesium terutama melalui ginjal, sedikit
melalui penapasan, air susu ibu, saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian
proksimal. Bila kadar magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal
menurun, sedangkan clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar
magnesium dalam darah dapat disebabkan karena pemberian yang berlebihan atau terlalu
lama dan karena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya insufisiensi atau
kerusakan ginjal.

Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh pembuluh darah
sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan GFR dan produksi urine
berkurang. Oleh karena itu mudah terjadi peninggian kadar magnesium dalam darah.
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, amonium klorida, furosemide,
asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan magnesium dapat disebabkan oleh karena
penurunan absorbsi misalnya pada sindroma malabsorbsi, by pass usus halus, malnutrisi,
alkholisme, diabetik ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare, hiperaldosteronisme,
hiperkalsiuri, hiperparatiroidisme.

Sekitar 50% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal pada 4 jam pertama setelah
pemberian bolus intravena, 75% setelah 20 jam dan 90% setelah 24 jam pemberian. Pitchard
mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal setelah 24 jam
pemberian intavena.1,2,3

Mekanisme Kerja

Magnesium menginduksi vasodilatasi

Magnesium merupakan antagonis kalsium yang unik, karena magnesium sulafat


bekerja pada sebagian besar calcium channel di otot polos vaksuler dan seperti yang
diharapkan mengurangi kalsium intraseluler. Salah satu efek penting dari berkurangnny
kalsium intraseluler adalah inaktivasi dari aktivitas calmodulin dependent myosin light chain
kinase dan sehingga mengurangi kontraksi, menyebapkan relaksasi arterial berefek
menurunkan resisten vascular perifer dan cerebral, menghilangkan vasospasme dan

3
menurunkan tekanan arterial. Efek vasodilator MgSO4 telah diinvestigasi pada berbagai
variasi pembuluh. Sebagai contoh pada in vivo dan in vitro studi binatang menunjukan
vasodilatasi arteri besar seperti aorta, termasuk juga pembuluh dengan resistensi lebih kecil
seperti arteri mesenterika, otot rangka, uterine, dan arteri cerebral. Namun, pentingnya
magnesium menginduksi vasodilatasi pada pengobatan dan pencegahan eklampsia masih
belum sepenuhnya dipahami.

Teori dari vasospasme cerebrovaskular sebagai etiologi dari eklampsia dibantu


dengan transcranial dopler yang diduga pengobatan MgSO4 menyebabkan dilatasi di
sirkulasi cerebral juga pada penelitian menggunakan binatang yang menggunakan arteri besar
otak. Walaupun begitu, vasodilator MgSO4 masih menjadi salah satu pengobatan paradox
untuk ensepalopati eklampsia. Penelitian menunjukan MgSO4 menyebabkan efek vasodilatasi
di sirkulasi otak dan arteri mesenterika. Namun, arteri mesenterika lebih sensitive pada
MgSO4 pada saat kehamilan. Penemuan efek vasodilatasi pada sirkulasi di otak konsisten
dengan penemuan lain dimana pengobatan MgSO4 tidak menyebapkan perubahan yang
berarti cerebelar blood flow, diameter arteri besar otak atau kecepatan arteri cereri media
diukur menggunakan MRI dan TCD. Berdasarkan hasil ini MgSO 4 sebagai pencegah kejang
lebih mengarah pada efeknya terhadap resistensi vaskuler perifer dan menurunkan tekanan
darah sistemik dibandingkan dengan efek langsungnya ke CBF.

Gambar 1. Mekanisme MgSO pada pembuluh darah.4

Magnesium adalah vasodilator yang potent untuk arteri uterine dan mesenterika dan
aorta namun memiliki efek minimal pada arteri cerebral. Di otot polos pembuluh darah,
magnesium berkompetisi dengan kalsium pada tempat mengikat voltage operated calcium
channels (VOCC). Berkurangnya aktivtas kanal kalsium menurunkan kalsiun intraseluler,
4
menyebapkan relaksasi dan vasodilatasi. Di endotel, magnesium telah menunjukan
pertambahan produksi prostaglandin I2 sehingga menurunkan agregasi platelet. Magnesium
juga meningkatkan produksi nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi.4

Antikonvulsi

Terdapat perhatian pada pengobatan dengan MgSO4 dapat mengakibatkan efek mask
dari gejala luar konvulsi melalui aktivitas pada neuromuscular junction tanpa mengobati dari
penyebab kejang di system saraf pusat. Depresi dari transmisi neuromuscular yang
bergantung dari dosis terjadi pada wanita yang mendapat pengobatan MgSO 4 tradisonal.
Penelitian menunjukan tidak ada perubahan electroencephalogram saat diterapi menggunkan
MgSO4 dan gejala depresi dari SSP pada yang normal maupun pasien yang eklampsi.
Pengujian klinis telah mendemonstasikan efikasi dari pengobatan MgSO 4 sebagai pengobatan
dan pencegahan dari kejang eklampsi dibandingkan dengan obat antikonvulsi tradisional
seperti diazepam dan fenitoin.

Aktivitas dari antikonvulsan yang mungkin pada magnesium berhubungan dengan


peranny sebagai reseptor antagonis N-metil-D-aspartat (NDMA). Kejang dipikirkan akibat
dari stimulasi reseptor glutamate seperti NDMA reseptor. Percobaan pada tikus, pengobatan
dengan magnesium menunjukan hasil berupa resisten terhadap kejang yang diakibatkan
stimulasi dengan listrik atau kejang hipoka mpus yang diinduksi NDMA. Terapi sistemik
dengan MgSO4 menyebabkan pengurangan yang banyak dari kapasitas reseptor NDMA di
otak. Penelitian terhdap hewan juga menunjukan MgSO 4 mengurangi aktivitas kejang
epilepsy, namun butuh control yang lebih adekuat.

Ion magnesium harus menembus sawar darah otak untuk menimbulkan efek
antikonvulsan. Telah di lakukan percobaan pada binatang menunjukan MgSO4 dapat
menembus sawar darah otak yang intak dan masuk ke SSP dengan kolerasi dengan level
hipermagnesemia serum. Menariknya, kejang meningkatkan pergerakan magnesium ke otak.
Penelitian pada manusia juga menunjukan peningkatan sedikit namun signifikan konsenrasi
MgSO4 pada CSF setelah pemberian sistemik. Hipertensi akut yang menyebabkan konvulsi
dan gangguan sawar darah otak menyebabkan MgSO4 dapat lewat masuk ke parenkim otak
dan bekerja sebagai antikonvulsan saat eklamsia.4

5
Gambar 2. Mekanisme antikonvulsi dari MgSO4.4

Tabel 1. Mekanisme antikonvulsi MgSO4.4

Cellular Target Mode of Action Possible Mechanism

N-Methyl-D -Aspartate (NMDA)


Receptor Antagonism

Neurons Increased Seizure Threshold
Decreased Effect of Glutamate,
Limiting Massive Neuronal
Depolarization

Efek pada Sawar darah otak dan formasi edema cerebral

Endotel pembuluh darah otak yang membentuk sawar darah otak mempunyai sifat
unik dibandingkan dengan endotel pembuluh darah perifer lainnya termasuk kurangnya
fenestrasi kapiler, tingkat basal yang rendah dari pinocytosis dan adanya persimpangan ketat
resisten terhadap listrik tegangan tinggi diantara endotel yang berdekatan. Gangguan dari
sawar darah otak dapat mengakibatkan pembentukan edema vasogenik dan merupakan
gambaran penting dari eklampsia. Penurunan permeabilitas dari sawar darah otak dengan
pengobatan MgSO4 telah dilaporkan dalam berbagai model hewan dengan gangguan dari
sawar darah otak seperti cedera kepala, septic ensepalopati, hipoglikemia dan injeksi manitol.
Belakangan ini dilaporkan pengoabtan MgSO4 dapat menurunkan permeabilitas sebagi
respon dari hipertensi akut pada akhir kehamilan. Beberapa penelitian juga menunjukan
MgSO4 mengurangi formasi edema otak setelah truma otak. Hal ini menunjukan MgSO 4
memberi perlindungan pada sawar darah otak dan mengurangi formasi edema otak.

6
Beberapa mekanisme aksi yang dapat menjelaskan efek neuroprotektif dari MgSO 4.
Magnesium adalah antagonis kalsium yang memiliki aksi pada intraseluler dan ektraseluler
dan dapat bertindak secara langsung pada endotel pembuluh darah otak. Mungkin saja
dengan bertindak sebagai antagonis kalsium pada tingkat sel aktin sitoskeleton endotel,
MgSO4 menghalangi pergerakan dari paraseluler melewati tight junction. Pinositosis dinduksi
oleh hipertensi akut dan dapat berkontribusi pada peningkatan permeabilitas sawar darah otak
saat meningkatnya tekanan darah. Pengobatan dengan MgSO4 dapat megnurangi pinositosis
menyebabkan hipertensi akut dan menghambat pergerakan air dan cairan ke otak dengan
transport transeluler dan mencegah formasi edema.4

Gambar 3. Mekanisme aksi MgSO pada sawar darah otak4

Tabel 2. Mekanisme aksi MgSO pada sawar darah otak.4

Cellular Target Mode of Action Possible Mechanism

Cerebral Decreased Blood-brain Barrier Calcium Antagonism


Endothelium (sawar darah otak) disruption ↓
↓ Decreased Cell Contraction
Limited Cerebral Edema ↓
Formation Via Paracellular Decreased Tight Junction
Transport Permeability

7
Cellular Target Mode of Action Possible Mechanism

Limited Transcellular Transport Decreased Pinocytosis

Decreased Aquaporin 4 (AQP4)


Astrocyte Limited Cerebral Edema
Expression

Sistem Enzym

Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian reaksi adenosin
fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian metabolisme fosfat. Juga berperan
penting dalam metabolisme intraseluler, misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam
ribosom.

Sistem neuromuskular

Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka. Kelebihan


magnesium dapat menyebabkan :

- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.

- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.

- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.

Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin. Akibat


kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi dengan pemberian
kalsium, asetilkolin dan fisostigmin. Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter
reflek tendon dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter.
Oleh karena itu selama pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks patella.

8
Sistem syaraf otonom Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat
digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah pelepasan
katekolamin sehingga dapat menurunkan kepekaan reseptor adrenergik alfa.1,2,5

Sistem Kardiovaskular

Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium. Kadar


magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan perpanjangan waktu
hantaran PR dan QRS interval pada EKG. Menurunkan frekuensi pengiriman infuls SA node
dan pada kadar lebih dari 15 meq/liter akan menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi
henti jantung yaitu pada kadar 30 meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung
terhadap otot jantung atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan. Kadar magnesium 2-
5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini terjadi karena pengaruh vasodilatasi
pembuluh darah, depresi otot jantung dan hambatan gangguan simpatis. Magnesium sulfat
dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan preeklampsia dan eklampsia,
wanita tidak hamil dengan tekanan darah tinggi serta pada anak-anak dengan tekanan darah
tinggi akibat penyakit glomerulonefritis akut.2,5

Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan darah arteri setelah


diberikan magnesium sulfat 4 gram secara intravena dan dalam waktu 15-20 menit normal
kembali. Sedangkan Thiagarajah dkk dalam penelitiannya tidak mendapatkan perubahan
yang bermakna baik penurunan tekanan darah, perubahan denyut jantung ataupun tahanan
perifer. Cotton dkk (1842), mengumpulkan data-data menggunakanan kateterisasi ateri
pulmonal dan radial. Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu 15
menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian magnesium menurunkan
tahanan vaskuler sistemik serta tekanan arteri rata-rata, dan secara bersamaan juga
meningkatkan curah jantung tanpa disertai depresi miokardium.5

System pernapasan

Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih dari 10


meq/liter bahkan dapat menyebapkan henti napas bila kadarnya mencapai 15 meq/liter. Pada
kadar tersebut didapatkan kelumpuhan otot pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran
maupun sensoris.

Sebagai pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi pernapasan


diberikan kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml dari larutan 10%) secara intravena

9
dalam waktu 3 menit dan dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas
sendiri. Pemeberian ini dapat dilanjutkan 50ml kalsium glukonas 10% yang dilarutkan dalam
dextrose 10% perinfus. Bila keadaan tidak dapat diatasi dianjurkan untuk hemodialisis atau
peritoneum dialysis.1,2

Uterus

Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak dipelajari oleh
para sarjana. Penelitian dari 32 penderita yang diberi 4 gram MgSO 4 secara intravena dan
mendapatkan adanya penurunan kontraksi uterus yang nyata pada 21 penderita, pada 7
penderita terdapat penurunan kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita malah
didaptkan penambahan kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya berlangsung
selama 3-15 menit dimana kadar magnesium meingkat 2 meq/liter menjadi 7-8 meq/liter dan
menurun kembali 5-6 meq/liter pada akhir menit ke-15. Lama dan derajat perubahan sangat
individual, bahkan diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.

Magnesium sulfat sudah cukup lama dikenal sebagai obat utama pada preeclampsia di
Amerika Serikat, namun kii telah diterima dan bahkan menjadi obat utama diberbagai pusat
layanan sebagai obat tokolitik. Tahun 1969 Vulpian pertama kali mendemonstrsikan adanya
aksi paralisis dari meganesium sulfat. Tahun 1982, Nan Dyke dan Hasting melihat bahwa
pada kondisi kadar yang berbeda memerikan respon yang berbeda pula. Tapi keadaan yang
berlawanan justru terjadi yakni adanya efek relaksasi uterus pada keadaan tidak adanya
magnesium maupun pada keadaan kadar magnesium yang tinggi. Bila kadar magnerium
sulfat berada dalam kadar menengah, nampaknya terjadi kontraksi miometrium.

Pada tahun 1959, hall melakukan penelitian invitro efek magnesium sulfat pada
miometrium. Pada penelitian ini meganesium sulfat menyebabkan relaksasi bila konsentrasi
magnesium 8-19 meq/liter, penghambatan sempurna dicapai bila konsentrasi magnesium 14-
30 meq/liter, pada penelitian invivo digunakan magnesium sulfat dengan kadar dalam darah
5-8 meq/liter. Toksisitas tampak bila kadar dalam darah mencapai kurang lebih 10 meq/liter.
Hall juga mendemonstrasikan perpanjangan proses persalinan pada penderita preeclampsia
yang diberikan pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama proses persalinan sebanding
dengan kadar magnesium sulfat dalam darah. Tahun 1966, pertama kali pemakaina
magnesium sulfat sebagai obat tokolitik dilaporkan oleh rusu dan tahun 1975, kiss dan Szoke
melaporkan penggunaan magnesium secara intravena untuk tokolitik. Pemberian magnesium
sulfat oleh beberapa ahli disebutkan dapat menurunkan angka kejadian cerebral palsy. Namun

10
grether dkk, tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna anatar pemberian
magnesium sulfat dengan resiko cerebral plasy ini. Pada penelitian lainnya Grether telah
membuktikan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pemberian magnesium sulfat
dengan resiko kematian neonatus.

Magnesium sulfat nampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat tokolitik yakni
dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan secara langsung berefek pada sel-
sel miometrium. Pertama, peningatan kadar magnesium menurunkan pelepasan asetilkolin
oleh motor end plate pada neuromuscular junction. Sebagai tambahan magnesium mencegah
masuknya kaslsium neuron dan efektif memblokir trnsmisi syaraf. Kedua, magnesium berfek
sebagai antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan dalam ruang ektraseluler.
Peningkatan kadar magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui penigkatan sekresi
hormon paratiroid dan melalui penignkatan pembuangan kalsium oleh ginjal. baik
magnesium dan kalsium direabsorbsi pada tubulus renalis. Pada sisi yang sama peningkatan
kadar magnesium mencegah reabsorbsi kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria. Disamping
menyebabkan hipoklasemia, peningkatan kadar magnesium juga berkompetisi dengan sisi
ikatan kalsium yang sama yang mengakibatkan penurunan kadar ATP (adenosine triphospate)
sampai pada kadar dimana sel tidak mengikat kalsium. Hal ini mencegah aktivasi dari
kompleks aktin myosin. Data klinik mendukung teori bahwa magnesium berefek sebagai
tokolitiknya melalui antagonis kalsium: pada keadaan hipokalsemia pada penderita yang
menerima magnesium sulfat kemudian diobati dengan pemnerian kalsium, terjadi
penginkatan aktivitas uterus.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efektivitas magnesium sulfat


sebagai tokolitik. Namun batasan saat pemberian tokolitik sulfat sangat bervariasi. Penelitian
magnesium sulfat efektif sebagai tokolitik dan mampu menghambat persalinan premature
selama 24 jam pada 96% penderita bila pembukaan serviks kurang dari 1 cm. Tetapi bila
pembukaan serviks 2-5 cm hanya 25 % yang berhasil. Para ahli berkesimpulan bahwa makin
cepat pemberian obat tokolitik merupakan kunci keberhasilan penundaan proses persalinan
premature. Tokolitik dengan magnesium sulfat secara kovensional dibatasi selama 72 jam.

Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada kadar 4-9 mg/dl.
Bila digunakan sebagai tokolitik, toksisitas magnesium sulfat sangat jarang meskipun
kecepatan pemberiaannya kurang lebih 4g/jam atau pasien penderita penyakit ginjal. reflex
patella akan menghilang bila kadar magnesium plasma 9-13 mg/dl, depresi pernapasan terjadi

11
pada kadar 14 mg/dl. Sebagai antidotum untuk toksiitas magnesium adalah 1g kalsium
glukonas yang diberikan secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara ketat
dan pemberian cairan secara intravena harus dibatasi untuk mencegah edema paru.

Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian magnesium sulfat
adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, pandangan kabur, mual,
muntah, nistagmus, letargi, hipotermi, retensi urine dan konstipasi. Laporan dari penelitian
menunjukan bahwa ternyata ada hubungan antara pemberian tokolitik magnesium sulfat dan
terjadinya kematian pada janin. Pada sebagian besar penderita efek samping ringan. Efek
samping yang jarang tetapi dampaknya serius adalah hipokalemia. Pada kadar kalsium
kurang adri 7 mg/dl dapat menyebabkan tegang.

Magnesium sulfat juga dapat menghambat kontraksi uterus yang diakibatkan


pemberian oksitosin. Sekitar 20-40 pasien nulipara dalam persalinannya membeutuhkan
oksitosin untuk augmentasi. Tetapi 7-33% berkembang menjadi hiperstimulasi uterus dan
perlu dihentikan. Percobaan dalam 5 menit setelah 4 gram magnesium sulfat intravena terjadi
peningkatan interval amplitudo kontraksi uterus.

Magnesium sulfat merupakan kalsium antagonis non spesifik. Efikasi dari magnesium
sulfat sebagai tokolisis dapat memperpanjang kehamilan 24-48 jam dengan efek samping
pada ibu minimal dan setara dengan golongan beta-mimetik seperti ritidrine.2,6,7,8,9

Interaksi Obat dan Efek Samping

Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral digunakan sebagai obat
anestesi. Pemberian secara intratekal menghasilkan anestesi yang baik, tetapi penggunaannya
sebagai obat anestesi tidak bertahan lama karena sempitnya waktu antara terjadinya anestesi
dan depresi pernapasan. Karena MGSO4 mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan
memperpanajng pengaruh dari obat-obat pelemas otot non depolarisasi (kurare) dan
depolarisasi suksinil kolin sehingga kerja obat-obat pelemas otot akan lebih kuat dan lebih
lama. Pemberian reversal pada akhir operasi akan lebih sulit atau memerlukan dosis yang
lebih tinggi. Karena itu dianjurkan 20-30 menit sebelum pemberian obat-obat pelemas otot,
sebaiknya pemberian MgSO4 dihentikan dan dosis obat-obat pelemas otot tersebut dikurangi
selama operasi. MgSO4 mempunyai pengaruh potensi dengan obat-obat penekan SSP.
Pemberian MgSO4 pada penderita yang sedang mendapat pengobatan digitalis harus dengan
hati-hati karena bila terjadi hipergmagnesia, pengobatan kalsium yang diberikan dapat

12
menyebabkan henti jantung. Pemberian dengan prometazine dapat menyebabkan hipotensi
yang hebat karena kedua obat tersebut menyebabkan vasoldilatasi. Gabungan MgSO4 dengan
oksitosin yang sering terdapat pada penderita preeklamsia berat, ternyata oksitosin tidak
mempengaruhi farmakokinetik, distribusi dan kadar magnesium.

Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang baik berupa panas di
daerah penyuntikan, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini segera timbul karena
kadar magnesium segera meningkat dan akan menghilang dengan menurunnya kadar
magnesium. Reaksai tidak didapatkan pada penyuntikan secara intramuscular walaupun
dengan dosis tinggi, karena peningkatan kadar magnesium secara perlahan-lahan. Rasa panas
di wajah dan muka merah akiibat dari vasodilatasi yang terjadi setelah pemberian magnesium
sulfat.2

Perbandingan MgSO4dengan Abat Antikejang Lainnya

Penggunaan magnesium sulfat dengan diazepam tidak ditemukan perbedaan


bermakna antara risiko stroke, gagal ginjal, gagal hepar, koagulopati, depresi napas, edema
paru, henti jantung dan pneumonia. Namun perbedaan bermakna pada kejadian kejang
berulang, kematian maternal, kejadian pneumonia, kebutuhan ventilator dan perawatan
intensif lebih sedikit pada penggunaan magnesium sulfat.

Perbandingan penggunaan magnesium sulfat dengan nimodipin yang merupakan


calcium channel bloker dengan efek vasodilatasi serebal. Dari hasil penelitian ini didapatkan
hasil yang bermakna pengurangan kejadian eklampsia pada kelompok magnesium sulfat.

Perbandingan magnesium sulfat dengan fenitoin, dari hasil penelitian didapatkan


magnesium sulfat mengurangi risiko eklampsia lenih baik dan mengurangi kejadian kejang
berulang namun meningkatkan risiko seksio sesarea. Bayi yang dilahirkan pun mendapat
apgar score <8 lebih sedikit, lama perawatan khusus lebih dari 7 hari lebih sedikit dan
menurunkan risiko kematian di ruang perawatan lebih dari 7 hari.10

Sediaan

Magnesium sulfat atau disebut juga garam Epson, banyak dipergunakan dalam bidang
kebidanan, merupakan sediaan yang dipakai untuk pengunaan parenteral. Apabila kita
menyebut magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa MgSO4. 7H2O USP
(United States Pharmacope) yang merupakan kristal berbentuk prisma dingin, pahit dan larut

13
dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini setara dengan 4,08 milimol atau 8,12 meq
magnesium. Larutan injeksi MgSO4. 7H2O USP terdapat dalam konsentrasi 20% dan 40%.10

Dosis dan Cara Pemberian

Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan dapat diberikan
melalui berbagi cara. Peroral ternayat magnesium sulfat sangat sedikit diserap dari aluran
pencernaan dan jumlah sedikit yang diserap tersebut segera dikeluarkan melalui urine,
sehingga kadar magnesium dalam serum hamper tidak dipengaruhi. Pemberian secara
parenteral barulah dapat menaikan kadar magnesium. Dalam sejarah penggunaannya, cara
pemberian parenteral sangat bervariasi dari mulai memberikan secara intrarektal, intraspinal,
hypodermal, subkutan, intramuscular, intravena sampai perinfus secara terus menerus.

Saat ini pemberian magnesium sulfat lebih sering digunakan dengan cara perinfus
secara kontinyu karena lebih nyaman dibandingkan suntikan pada intramuskuler yang sangat
nyeri walaupun sudah dicampur dengan procain. Suntikan intramuskuler berulang-ulang
dapat berakibat mialgia dan abses. Namun cara pemberian perinfus membutuhkan pengwasan
yang ketat karena bahay terjadi henti napas.

Penggunaan magnesium sulfat dijaman modern dipopulerkan oleh Eastman dan


sumbangan penting diberikan oleh CHesley, Pritchard dan Hall. Eastman menganjurkan cara
pemberian sebagai berikut, yaitu dosis awal 10 gram diikuti 5 gram setiam 6 jam, akan
memberikan kadar magnesium sebesar 3 sampai 6 mg per 100 ml dan tidak melebihi 7 mg,
sehingga kadar ini masih dalam batas aman.

Pritchard menggunakan dosis yang lebih tinggi daripada Eastman yaitu pada
eklampsia diberikan dosis 4 gram secara IV dan 10 gram secara IM, selanjutnya setiap 4 jam
diberikan 5 gram intramuskuer. Sehingga dosis total dalam 24 jam mencapai 39 gram. Kadar
magnesium serum yang diperoleh biasanya diantara 4-7 meq/liter atau 8-8,4 mg/100 ml.

Zuspan menggunakan cara infuse dengan dosis 1-20 gram magnesium sulfat
dilarutkan dalam larutan 1000 ml dextrose 5% diberikan pada kecepatan 1 gram/6 jam atau
16 tetes/menit. Untuk kasus eklapsia ditambahkan dosis awal sebanyak 4-6 gram secara IV
perlahan-lahan selama 5-10 menit. Apabila penderita sudah tidak kejang lagi dan dosis
pemeliharaanya tetap 1 gram/jam yang diberikan pompa infuse.

14
Gedekoh dkk menganjurkan pengobatan terpilih untuk penderita eklampsia dalah
pemberian magnesium sulfat dengan dosis awal 4 gram secara IV, diikuti infuse kontinyu
dengan dosis 1-2 gram/ jam.

Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi Dalam Kehamilan
di Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis magnesium sulfat sebagai berikut :

a. Preeklampsia berat

Dosis awal 4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena sebanyal 1 g/menit,
ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40% dalam 10
ml) Dosis pemeliharaan Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,
selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam

b. Eklampsia

Dosis awal 4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml intravena selam 4 menit,
disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan 10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong
kanan masing-masing 4 gram Dosis pemeliharaan Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram
intramuskuler Dosis tambahan Bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO 4 2gram
intravena 2 menit. Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir Dosis
tambahan 2 gram hanya diberikan sekali dalam 6 jam saja Bila setelah diberikan dosis
tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/KgBB secara intravena
perlahan-lahan.10,11,12

Gambar 4. Lokasi penyuntikan MgSO4 secara IM.12

Tabel 3. Regimen penggunaan MgSO4.11

15
Intoksikasi Magnesium Sulfat

Penggunaan dari magnesium sulfat harus diawasi sedemikian rupa karena dalam dosis
yang melebihi dari dosis terapi dapat menyebabkan intoksikasi. Kadar magnesium di dalam
serum darah yang cukup untuk antikonvulsi adalah 4 – 7 meq/L. Bila kadar magnesium
serum melebihi dari batas ini dapat menimbulkan gejala intoksikasi. Gejala dari intoksikasi
yang paling pertama kali muncul adalah menurunnya reflex hingga hilangnya reflex tendon
dan untuk mengetahuinya cara yang paling sederhana dengan melakukan reflex patella.
Apabila kadar magnesium di dalam serum meningkat lagi dapat menyebabkan depresi system
pernapasan dan dapat menjadi apneu. Gejala akhir dari intoksikasi magnesium adalah henti
jantung.

Kadar serum magnesium berdasarkan gejala intoksikasi

 8-12 meq/l: hilangnya reflex patella, flushing, panas, somnolen dan bicara tidak jelas
 15-17 meq/l : paralisis dari otot dan kesulitan bernapas
 30-35 meq/l: henti jantung.

Perlu dilakukan monitor tiap jam untuk pencegahan intoksikasi magnesium sulfat. Hentikan
atau tunda pemberian magnesium sulfat bila ditemukan salah satu dari gejala berikut:

1. Pernapasan <16 x/ menit (depresi pernapasan)


2. Hilangnya reflex patella (paresis otot)
3. Urine output <30 ml/jam dalam 4 jam (kegagalan fungsi ginjal)

16
Manajemen toksisitas MgSO4

Jika urine output <30ml/jam:

1. Tunda pemberian MgSO4


2. Pasang infuse ringer laktat 1000cc/ 8 jam
3. Monitor edema pulmonal

Jika terjadi henti napas:11,12

1. Lakukan ventilasi
2. Berikan antidotum: kalsium glukonas 1 gram (10% dari 10ml) iv perlahan dalam 10
menit.

Kontra Indikasi

1. Miastenia gravis
2. Blokade Jantung
3. Gangguan fungsi ginjal

Pengaruh MgSO4 pada janin dan bayi baru lahir

Magnesium dapat melewati plasenta dan segera masuk kejaringan janin. Seorang bayi
baru lahir dengan berat badan 3,5 kg mempunyai 600 meq magnesium dalam badan.
Cruickshank dkk. menyelidiki hubungan antara kadar magnesium dan kalsium dalam serum
ibu dan bayi setelah mendapatkan pengobatan magnesium sulfat. Ternyata kenaikan kadar
magnesium dalam serum ibu, juga diikuti dengan kenaikan kadar magnesium dalam darah
tali pusat janin tetapi sedikit lebih rendah.

Pengaruh magnesium sulfat terhadap variabilitas frekwensi dasar denyut jantung janin
masih diperdebatkan. Beberapa peneliti mengatakan tidak ada perubahan. Tetapi penulis lain
mendapatkan peningkatan variabilitas frekuensi dasar denyut jantung janin. Mengenai nilai
apgar pada bayi baru lahir dengan kadar rata-rata magnesium dalam serum 3,7 meq/l (2,0
meq/1 – 7,4 meq/1) ternyata terdapat 8 bayi diantara 118 bayi dengan nilai apgar menit
pertama kurang dari 5 dan 2 bayi meninggal karena berat badan lahir rendah. Sehingga
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar magnesium dalam
serum bayi dengan nilai apgar. Hipermagnesia pada ibu dapat menyebabkan keadaan yang
kurang baik bagi janin dan bayi yang baru lahir. Gejala hipermagnesia pada bayi adalah :
mengantuk, hambatan pada pernapasan sehingga diperlukan resusitasi atau ventilasi yang
baik, tidak dapat menangis atau lemah, tonus menurun dan refleks yang menurun. Lipsitz

17
melaporkan 16 bayi baru lahir dengan hipermagnesia dengan gejala kegagalan pernapasan
dan repleks yang menurun sehingga ia membuat suatu skor hipermagnesemik yang dinilai
dari menit pertama sampai menit ke 60 setelah bayi lahir. Tinggi skor tersebut
menggambarkan makin tingginya hipermagnesemia bayi. Savory dkk mendapatkan 2 bayi
baru lahir yang mengalami hipermagnesemia dengan kadar magnesium sulfat dalam darah 8-
10 meq/1 dari 92 kasus preeklampsia-eklampsia yang mendapatkan magnesium sulfat dengan
dosis awal (2 gram intravena dan 8 gram intramuskuler) dosis selanjutnya 4 gram/ 4 jam.
Penulis lain mendapat 2 bayi baru lahir dengan gejala perut kembung dan mekonium yang
tidak dapat dikeluarkan (sindroma aspirasi mekonium). Bayi pertama dengan kadar
magnesium dalam serum 9,0 meq/1 dan yang kedua 6,0 meq/1. diduga hepermagnesemia
menekan fungsi otot polos dari usus sehingga menyebabkan ileus. Peaceman dkk. melakukan
penelitian terhadap pengaruh magnesium sulfat pada tololisis terhadap profil biofisik janin.
Dari 22 responden didapatkan hasil 50% janin menunjukan NST nonreactive, 4 dari 22 (18%)
fetal breathing movement lemah. Sedangkan fetal tone, gross body movements dan cairan
ketuban tidak dipengaruhi. Sedangkan penelitian Carlan dkk. menunjukan menurunnya fetal
breathing activity pada bayi aterm.22 Suatu kontrol studi mengamati pengaruh magnesium
tokolisis terhadap abnormalitas tulang neonatus menunjukan bahwa pemberian magnesium
sulfas akan menimbulkan abnormalitas proses mineralisasi pada metapisis humerus.
Pengobatan hipermagnesemia pada bayi baru lahir :

1. Resusitasi dan bantuan pernapasan, bila perlu dengan intubasi dan alat resusitator.
2. Berikan kalsium glukonnas sebagai antagonis terhadap depresi susunan syaraf tepi
dan pusat dengan dosis 200-500 mg yang diencerkan dalam 10 ml NaCl dan diberikan
secara perlahan-lahan secara intravena dengan memonitor denyut jantung bayi.
3. Dekstrose 10% dengan dosis 65 ml/kg/hari dalam 24 jam pertama kemudian
dilanjutkan dengan dosis 85 ml/kg/hari dekstrose 10 dalam NaCl 0,2%. Pengobatan
ini bertujuan untuk balans elektrolit dan memperlancar diuresis.
4. Transfusi tukar darah.2,13

BAB III

Kesimpulan

MgSO4 merupakan kation terbanyak kedua di dalam tubuh dan merupakan zat yang
penting di dalam tubuh karena berfungsi sebagai neurotransmiter Hanya 1/3 bagian dari
magnesium yang diabsorbsi dari makanan dibagian proximal usus halus. Setelah diabsorbsi

18
magnesium langsung didistribusikan ke cairan ekstrasel, tulang dan plasenta. Ekskresi utama
melalui ginjal, sedikitt melalui pernapasa, ASI dan saliva. MgSO4 juga memiliki mekanisme
vasodilatasi pembuluh darah terutama aorta, a. mesenterika dan a. cerebralis, selain itu juga
memiliki efek proteksi sawar darah otak dan mencegah edema, efek antikonvulsi melalui
hambatan pada reseptor NDMA, dapat berfungsi sebagai tokolitik dan berefek pada sistem
tubuh lainnya seperti pernapasan, kardiovaskular dan enzim.

Magnesium sulfat dapat memperlama kerja obat pelumpuh otot dan juga berbahaya
bila digabungkan dengan obat vasodilator seperti prometazine dan obat untuk jantung seperti
digoxine. Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang baik berupa panas di
daerah penyuntikan, muka merah, mual-mual dan muntah. Magnesium sulfat terbukti
memiliki efek antikonvulsi yang lebih baik dibandingkan antikonvulsi lainnya seperti
diazepam dan fenitoin. Sediaan magnesium sulfat yang sering dipakai berupa MgSO4 dengan
kadar 20% dan 40%. Pemberian magnesium sulfat yang direkomendasikan POGI
menggunakan cara Pritchard dimana loading dose 4 g IV dilanjutkan 10 g IM dan dosis
pemeliharaan 5 g/4 jam IM.

Penting untuk diketahui bila terjadi tanda bahaya intoksikasi seperti pernapasan <16x/
menit, hilangnya reflex patella dan urine output <30/jam. Bila terjadi intoksikasi dapat
diberikan ca glukonas 1 gram (10% dari 10 ml) perlahan dalam 10 menit. Kontra indikasi
pemberian adalah miastenia gravis, blockade jantung dan gangguan fungsi ginjal.

Daftar Pustaka

1. Goodman and Gilman’s. The pharmacological bases of therapeutics. 7th edition. New
York : Mac Millian Publishing Co. Inc, 1985: 874-6
2. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical pharmacology
applied to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1998; 105: 260-8
19
3. Sibai BM, Villar MA, Bray E. Magnesium suplementation during pregnancy : a
double blind randomizid controlled clinical trial. Am J Obstet Gynecol 1989 ;
161:115-9
4. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NP. William obstetrics. Edisi 18. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC, 1995:805-9
5. Euser AG, Cipolla MJ. Magnesium sulfate treatment for the prevention of eclampsia:
A brief review. 2009. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2663594/.
Diunduh tanggal 6 Januari 2017.
6. Gordon MC, Iams JD. Magnesium sulfate. Clin Obstet Gynecol 1995: 38: 706-83
7. Mittendorf R, Pryde P, Khoshnood B, Lee KS. If tocolytic magnesium sulfate is
associated with excess total pediatric mortality, what is its imfact? Obstet Gynecol
1998; 92: 308-11
8. Grether JK, Hoogstrate J, Selvin S, Nelson KB. Magnesium sulfate tocolys and risk
of neonatal death. Am J Obstet Gynecol 1998; 178: 1-6
9. Dudley D, Gagnon D, varner M. Long term tocolysis with intravenous magnesium
sulfate. Obstet Gynecol 1989; 73: 373-8
10. POGI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran: Diagnosis dan tatalaksana
preeclampsia. 2016. Halaman 28-34.
11. Sibai BM, Lipshitz J, Anderson GD, Dilts PV. Reassessment of intravenous MgSO4
therapy in preeclampsia-eclampsia. 1981. Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7465124. Pada tanggal 4 janurari 2017.
12. Pritchard regimen (MgSO4) in PIH. 2016. Diunduh dari
http://epomedicine.com/emergency-medicine/pritchard-regimen-magnesium-sulphate/
13. Carlan SJ, O.brien WF. The effect of magnesium sulfate on the biophysical profile of
normal term fetuses. Obstet Gynecol. 1998; 92: 691-3

20

Anda mungkin juga menyukai