Anda di halaman 1dari 2

Enteritis merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya peradangan pada

mukosa usus yang menimbulkan gangguan fungsi usus dimana peristaltik dan sekresi usus
meningkat, namun fungsi dan absorpsi usus berkurang sehingga menimbulkan gejala klinis berupa
diare (Ettinger 2008). Enteritis biasanya dapat juga terjadi bersamaan dengan gastritis sehingga
disebut dengan gastroenteritis. Gejala klinis yang umum ditemukan pada enteritis adalah sakit pada
bagian abdomen, diare, dan terkadang dapat menyebabkan disentri. Diare akibat dari enteritis
dapat bersifat kataralis ataupun berdarah dan tergantung dari agen yang menginfeksi. Enteritis
yang terjadi dapat berlangsung akut atau kronis. Enteritis akut dapat berlangsung dalam 24 jam,
sedangkan enteritis kronis dapat berlangsung selama beberapa bulan. Pada enteritis akut ditandai
dengan gejala sakit pada abdomen, anoreksia, diare bentuk charlatanistic dengan konsistensi feses
lembek atau cair dan menghasilkan bau yang tidak enak. Pada enteritis kronis ditandai dengan
gejala diare mengandung darah dan sisa-sisa mukosa serta berlendir, nafsu makan biasanya sudah
normal tetapi rasa haus meningkat, dan rasa sakit pada abdomen jarang ditemukan.
Gejala lain yang ditemukan pada enteritis yaitu terdapat feses yang masih menempel di
sekitar anus, ekor sampai paha (Schaer 2008). Pada saat auskultasi abdomen menandakan
peningkatan motilitas dan fluiditas dari usus. Pada kasus yang berat, terjadi shock dengan denyut
jantung yang tidak beraturan, kadang-kadang terjadi demam, dan dehidrasi pada diare yang parah.
Intususepsio usus atau prolapsus rektum dapat terjadi pada kasus diare yang sangat berat. Enteritis
dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor penyebab dengan tingkat keparahan yang bervariasi
tergantung dari agen penyebab dan faktor dari inang yang terinfeksi seperti imunitas, stress,
kondisi gizi dan umur.
Virus yang dapat menyebabkan enteritis adalah virus rinderpest, bovine viral diarrhea,
virus enteritis, infectious bovine rhinotracheitis, blue tongue, canine parvovirus, canine distemper
virus dan canine coronavirus. Bakteri yang dapat menyebabkan enteritis adalah Escherichia coli,
Salmonella spp., Clostridium perferingen, dan Mycobacterium paratuberculosae. Protozoa yang
dapat menyebabkan enteritis adalah Eimeria sp., Giardia sp., Coccidia sp., Trichomonas sp.
Cacing usus yang termasuk dalam famili Strongylidae, Oesophagostomum sp., Trichostrongylus
sp., Cooperia sp., dan Nematodirus sp. sering menyebabkan kerusakan selaput lendir usus. Selain
dari agen infeksius di atas, enteritis juga dapat terjadi akibat keracunan bahan kimia, memakan
biji-bijian secara berlebihan, dan agen fisik lainnya (Soekotjo 1979).
Terapi yang seharusnya diberikan terhadap penderita diare yaitu memberikan antibiotik
spektrum luas, vitamin atau multivitamin untuk memperbaiki kondisi tubuh serta pemberian infus
atau cairan sebagai pengganti cairan tubuh akibat dehidrasi. Absobensia (Kaolin) dapat digunakan
untuk meningkatkan konsistensi feses serta antispasmodik untuk menurunkan gerakan peristaltik
usus. Rasa sakit akibat enteritis kataralis dapat diatasi dengan pemberian analgesika, seperti
antalgin dan aspirin (Subronto 1995). Apabila enteritis diakibatkan oleh keracunan makanan maka
dapat diberikan susu untuk menghentikan kerja racun. Selain itu, pemberian obat anthelmintik dan
antiprotozoa juga dianjurkan terutama bila didukung oleh hasil pemeriksaan feses. Hewan dengan
enteritis bakterial atau kerusakan mukosa usus (dicirikan dengan adanya darah dalam feses) harus
diobati menggunakan antibiotik berspektrum luas.

Daftar Pustaka
Ettinger SJ dan Feldman EC. 2004. Textbook of Veterinary Internal Medicine Edisi ke-6.
Philadelphia(US): Elsevier Saunders
Schaer M. 2008. Clinical Signs in Small Animal Medicine. Florida(US): Manson Publishing
Soekotjo W. 1979. Ilmu Penyakit Dalam Hewan Besar I. Bogor(ID): FKH IPB
Subronto. 1995. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai