Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN – A


PEMERIKSAAN JAMUR PADA MAKANAN

Dosen Pembimbing:
Umi Rahayu, SKM. M.Kes

Disusun oleh:
1. Dinda Dwi Firmansyah (P27833315001)
2. Hafidah Destiani Putri (P27833315007)
3. Nevada Bilqis Patricia (P27833315013)
4. Aliyatur Rofi’a (P27833315037)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2017
BAB I

A. Judul
Pemeriksaan Jamur pada Makanan

B. Waktu dan Tempat


Hari, tanggal : Selasa, 18 April 2017
Pukul : 07.30 - selesai
Tempat : laboratorium penyehatan makanan minuman

C. Tujuan
1. Mengamati morfologi jamur secara mikroskopis
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan jamur pada makanan

D. Metode Pemeriksaan
Metode yang digunakan ialah metode biakan kultur yaitu metode
menumbuhkan mikroorganisme di laboratorium yang terdiri dari 1 macam
mikroorganisme

E. Dasar Teori
Fungi atau jamur merupakan organisme bersel tunggal atau bersel
banyak. Jamur merupakan organisme eukariotik dan tidak berklorofil. Sel
jamur memiliki dinding yang tersusun atas kitin. Oleh karena sifat-sifat itu,
jamur dikelompokkan dalam kingdom tersendiri yaitu kingdom fungi.
Cara hidup jamur terbagi menjadi 3 macam yaitu saprofit, parasit dan
mutualisme. Jamur bersifat saprofit karena mampu menguraikan makhluk
hidup yng sudah mati menjadi senyawa anorganik, seperti karbon dan
hydrogen. Jamur bersifat parasit karena, jamur menyerap makanan dari
organisme lain. Jamur bersifat mutualisme karena, dapat melakukan simbiosis
dengan organisme lain.
Jamur merupakan organisme yang memiliki peranan yang cukup
banyak bagi kehidupan sehari-hari. Peranan tersebut ada yang merugikan dan
ada yang menguntungkan. Jamur yang merugikan umumnya bersifat parasit
dan menyebabkan penyakit pada organisme lain. Berikut ini adalah beberapa
penyakit yang disebabkan oleh jamur.
1. Candidia albicans, menyebabkan penyakit kandidiasis
2. Filobasidiela neoformans, penyebab penyakit kriptokokosis
3. Histoplasmosis capsulatum, penyebab penyakit histoplasmotik
4. Blastomyces, penyebab penyakit blastomikosis
5. Coccidiodales immitis, penyebab penyakit koksidiodomikosis
Selain merugikan, ada pula jamur yang menguntungkan. Jamur yang
menguntungkan ini diiantaranya berperan sebagai bahan makanan, bahan
obat-obatan, dan juga sebagai decomposer di suatu ekosistem.
1. Sebagai bahan makanan
Jamur yang dapat dimakan umumnya dari divisi basidiomycota. Jamur
yang dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan contohnya jamur shitake
(Lentinulla adodes, jamur kuping (Auricularia polyricha), dan jamur
merang (Volvariella volvaceae).
2. Sebagai bahan obat-obatan
Jamur yang digunakan sebagai obat-obatan contohnya adalah Penicillium
notatum. Jamur Penicillium notatum dapat menghasilkan antibiotic
penisilium yang berfungsi membunuh virus atau bakteri yang ada di
dalam tubuh.
3. Sebagai decomposer
Peranan jamur sebagai decomposer mampu mempertahankan persediaan
nutrient organic yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Tanpa
adanya decomposer elemen-elemen penting bagi tumbuhan akan
diakumulasi dalam bangkai dan sampah organic sehingga tidak akan
tersedia mutrien organic bagi tumbuhan untuk tumbuh.
BAB II

A. Alat dan Bahan


1. Erlenmeyer 100 ml
2. Pipet volume
3. Pipiet tetes
4. Timbangan
5. Petridish
6. Mortar dan alu
7. Lampu Bunsen
8. Incubator
9. Waterbath
10. Autoklaf
11. Kertas coklat
12. Tali rami
13. Kertas timbang
14. Pisau steril
15. Kapas
16. Aluminium voil
17. Pipumb
18. Gelas ukur
19. Termometer
20. Jarum ose
21. Objek glass
22. Cover glass
23. Pisau steril
24. Sendok steril
25. etiket
26. Sampel makanan (pie susu)
27. Media pepton water
28. Media PDA
29. Aquades
30. Larutan PZ

B. Prosedur Kerja
Cara membuat media
1. Pepton water
a. Siapkan media pepton water dan hitung kebutuhannya. Misal untuk
kebutuhan 90 ml dan ketentuan 15 gram per 100 ml maka
perhitungannya:
15
x 90 = 1.35 gram pepton water
1000

Jadi , dibutuhkan 1.35 gram pepton water dalam 90 ml aquades


b. Larutkan pepton water ke dalam aquades pada erlenmeyer hingga
homogen.
c. Tutup erlenmeyer dengan kapas, tutup dengan aluminiumvoil dan ikat
dengan tali rami.
d. Sterilkan ke dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 15-20 menit.
2. PDA (Potato De nxtrose Agar)
a. Siapkan media pepton water dan hitung kebutuhannya. Misal untuk
kebutuhan 90 ml dan ketentuan 15 gram per 100 ml maka
perhitungannya:
15
x 90 = 1.35 gram pepton water
1000

Jadi , dibutuhkan 1.35 gram pepton water dalam 90 ml aquades


b. Larutkan pepton water ke dalam aquades pada erlenmeyer hingga
homogen.
c. Tutup erlenmeyer dengan kapas, tutup dengan aluminiumvoil dan ikat
dengan tali rami.
d. Sterilkan ke dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 15-20 menit.
e. Masukkan ke dalam water bath sampai suhunya 55-560C.
Langkah kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Sterilkan meja kerja, alat, dan tangan menggunakan alcohol 70%
3. Nyalakan lampu Bunsen
4. Timbang sampel sebanyak 10 gram secara steril
5. Haluskan sampel dengan mortal secara stteril
6. Tambahkan pepton water steril sebanyak 90 ml, ratakan dan masukkan
kembali ke erlenmeyer secara steril
7. Ambil 1 ml pepton water yang telah tercampur dengan sampel dan
masukkan kedalam petridish steril
8. Tuang media PDA yang bersuhu 55-560C sebanyak 20 ml
9. Putar petridish yang berisi campuran PDA, pepton water dan sampel
searah jarum jam dan biarkan membeku lalu beri etiket
10. Balik petridish, kemdian bungkus menggunakan kertas coklat dan ikat
dengan tali rami.
11. Eramkan pada incubator dengan suhu 370C selama 7 hari
12. Setelaj 7 hari, keluarkan media dari incubator
13. Amati pertumbuhan jamur secara makroskopis dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis.
14. Ambil jamur menggunakan skapel secara steril
15. Pindahkan pada objek glass
16. Tetesi dengan larutan PZ
17. Cacah dengan menggunakan skapel
18. Fiksasi sebanyak 3 kali
19. Tutup menggunakan cover glass
20. Periksa menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10-40x
21. Amati dan catat hasilnya

C. Hasil

No Hasil pengamatan dengan cara Keterangan

1 Makroskopis Positif ditemukan koloni jamur


Positif terdapat jamur jenis
2 Mikroskopis
Aspergillus sp dan Nigrospora sp

D. Analisa Hasil
Berdasarkan hasil analisa secara makroskopis yang dilihat langsung
dengan mata, terdapat pertumbuuhan koloni jamur pada pie susu. Dan pada
pemeriksaan secara mikroskopis, terdapat 2 jenis jamur yaitu Aspergillus sp
yang biasanya ditemui pada bahan pengempuk roti dan Nigrospora sp yang
biasa ditemui pada serealia.
BAB III

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis, sampel
pie susu yang telah diuji telah terbukti mengandung jamur.

B. Saran
Untuk para konsumen, hendaknya lebih selekti f dalam memilih
makanan dan senantiasa menjaga kebersihan makanan agar makanan yang
hendak dikonsumsi terbebas dari jamur, mikrobam dan bahan lainnya yang
berpotensi menyebabkan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan
manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Deden. 2008. Biologi: Buku Pelajaran Biologi Kelompok Pertanian


dan Kesehatan untuk Kelas X SMK. Bandung: Grafindo Media Pratama.
LAMPIRAN

Sampel pie susu Menimbang pie Menghaluskan pie Menambahkan 90


susu sebenyak 10 susu ml pepton water
gram

Memasukkan mengambil Memasukkan 1 ml Menambahkan 20


kembali campuran campuran sampel campuran pepton ml PDA ke dalam
sampel dan pepton dan pepton water water dan sampel petridish
water ke dalam sebanyak 1 ml ke dalam petridish
erlenmeyer steril

Memutar petridish Member etiket Membungkus Memasukkan alat


searah jarum jam petridish dengan dan media ke
kertas coklat dan dalam autoklaf
diikat dengan tali
rami
Memanaskan mata Mengambil jamur Menambahkan Mencacah PZ dan
ose (skapel) dengan jarum ose larutan PZ jamur

Pepton water dan


PDA

Menutup objek Mengamati Mensterilkan meja


glass dengan dengan mikroskop kerja
cover glass menggunakan
alkoho 70%

Nigrospora sp Aspergilus sp
LAPORAN PRAKTIKUM
PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN – A
UJI KUALITAS FISIK MAKANAN (UJI ORGANOLEPTIK)

Dosen Pembimbing:
Umi Rahayu, SKM. M.Kes

Disusun oleh:
1. Dinda Dwi Firmansyah (P27833315001)
2. Hafidah Destiani Putri (P27833315007)
3. Nevada Bilqis Patricia (P27833315013)
4. Aliyatur Rofi’a (P27833315037)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2017
BAB I

A. Judul
Uji Kualitas Fisik Makanan (Uji Organoleptik)

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari, Tanggal : Selasa, 18 April 2017
Pukul : 07.30 – Selesai
Tempat : Laboratorium Penyehatan Makanan dan Minuman

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan uji kualitas fisik makanan dengan uji
organoleptik.
2. Mahasiswa melakukan pemeriksaan kualitas, kenampakan, aroma, tekstur,
dan rasa/ taste makanan.

D. Metode Pemeriksaan
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah metode uji deskripsi
(descriptive test) yaitu metode uji yang digunakan untuk megidentifikasi
spesifikasi organoleptik/ sensori suatu produk dalam bentuk uraian pada
lembar penilaian serta menggunakan metode uji hedonik (hedonic test) yaitu
metode uji yang digunkan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk
dengan menggunakan lembar penilaian.

E. Dasar Teori
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis,
yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena
adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut.
Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut
pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif
karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau
yang melakukan pengukuran.

Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk


karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini
cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan
pengamatannya juga cepat diperoleh. Dengan demikian, uji organoleptik dapat
membantu analisis usaha untuk meningkatkan produksi atau pemasarannya.
Uji organoleptik juga memiliki kelemahan dan keterbatasan akibat
beberapa sifat indrawi tidak dapat dideskripsikan. Manusia merupakan panelis
yang kadang-kadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental,
sehingga panelis dapat menjadi jenuh dan menurun kepekaannya. Selain itu
dapat terjadi pula salah komunikasi antara manajer dan panelis. Persyaratan
Pelaksanaan Uji Organoleptik
1. Kondisi Pengujian
a. Ruangan
1) Laboratorium pengujian organoleptik/sensori terletak dilokasi yang
tenang dan bebas dari pencemaran yang dapat menganggu panelis.
2) Laboratorium pengujian organoleptik/sensori terbagi atas 2 bagian,
yaitu ruang pengujian yang terdiri dari bilik pencicip dan ruang
dapur pengujian yang mempunyai saluran pembuangan yang
memenuhi syarat sanitasi dan hygiene.
3) Bilik pencicip dibuat bersekat-sekat untuk mencegah hubungan
antar panelis baik secara langsung maupun tidak langsung. Bilik
pencicip berukuran panjang 60 cm-80 cm, lebar 45 cm-55 cm dan
tinggi sekat ± 75 cm dengan tinggi meja dari lantai ± 75 cm.
Bagian dinding bilik yang berhadapan dengan panelis dipasang
loket yang dapat dibuka dan ditutup berukuran 30 cm x 40 cm.
Laboratorium organoleptik/sensori minimal mempunyai 6 buah
bilik pencicip untuk 6 orang panelis.
4) Meja pengujian terbuat dari bahan yang keras, tahan panas dan
permukaannya mudah dibersihkan. Kursi yang bisa diatur
tingginya dan dapat berputar agar panelis bisa rilek.
5) Dinding dan lantai berwarna netral, tidak berbau, tidak
memantulkan cahaya dan mudah dibersihkan.
6) Ruangan pengujian dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan,
alat pengukur suhu dan kelembaban. Suhu ruangan 20oC-25oC.
Kelembaban 40%-60%.
7) Penerangan harus menyebar rata kesegala arah dengan intensitas
cahaya 70 footcandles–80 footcandles (fc) serta tidak
mempengaruhi kenampakkan produk yang diuji. Jika penilaian
lebih difokuskan terhadap kenampakan produk maka digunakan
intensitas cahaya lebih dari 100 fc.
b. Waktu Pengujian
Pelaksanaan uji organoleptik/sensori dilakukan pada saat panelis tidak
dalam kondisi lapar atau kenyang, yaitu sekitar pukul 09.00–11.00 dan
pukul 14.00–16.00 atau sesuai dengan kebiasaan waktu setempat.
2. Panelis
Jumlah minimal panelis standar dalam satu kali pengujian adalah 6 orang,
sedangkan untuk panelis non standar adalah 30 orang. Syarat-syarat
panelis adalah sebagai berikut :
a. Tertarik terhadap uji organoleptik sensori dan mau berpartisipasi
b. Konsisten dalam mengambil keputusan
c. Berbadan sehat, bebas dari penyakit THT, tidak buta warna serta
gangguan psikologis
d. Tidak menolak terhadap makanan yang akan diuji (tidak alergi)
e. Tidak melakukan uji 1 jam sesudah makan
f. Menunggu minimal 20 menit setelah merokok, makan permen karet,
makanan dan minuman ringan
g. Tidak melakukan uji pada saat sakit influenza dan sakit mata
h. Tidak memakan makanan yang sangat pedas pada saat makan siang,
jika pengujian dilakukan pada waktu siang hari
i. Tidak menggunakan kosmetik seperti parfum dan lipstik serta mencuci
tangan dengan sabun yang tidak berbau pada saat dilakukan uji bau.
Catatan Disarankan mencuci mulut dengan air putih pada saat
melakukan uji rasa.
Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam
penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau
kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan
kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Dalam
penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel
perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel
konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut
didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.
3. Penyajian contoh
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum penyajian contoh :
a. Produk olahan yang perlu dimasak dapat dilakukan dengan cara
perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan.
Pengukusan dilakukan pada suhu 100ºC dengan membungkus produk
dalam aluminium foil; penggorengan dilakukan pada suhu 140ºC
dengan menggoreng produk dalam minyak goreng non curah. Waktu
pemasakan sangat bervariasi sesuai dengan ukuran, jenis produk dan
peralatan yang digunakan. Pemasakan produk untuk uji rasa tidak
boleh mempengaruhi rasa khas produk.
b. Pelelehan terhadap produk beku dilakukan dengan menghindarkan
kontak langsung dengan air, misalnya membungkus produk dalam
plastik/aluminium foil.
c. Penyajian contoh mewakili produk yang akan diuji baik bentuk
meupun ukuran. Jumlah minimal contoh cairan 16ml dan padatan
28gram
d. Penyajian contoh dalam wadah yang sama baik ukuran, bentuk
maupun bahan
e. Pengujian contoh yang diuji pada suhu tertentu disiapkan sedemikian
rupa sehingga suhu produk yang diingkan tidak berubah pada saat
pengujian berlangsung.
f. Pengkodean terhadap contoh yang disajikan menggunakan angka
untuk menghilangkan dugaan oleh panelis terhadap mutu produk yang
akan diuji. Angka yang digunakan terdiri dari lima gidit dan diambil
secara acak.
4. Cara Penilaian contoh
Contoh yang telah siap diuji disajikan dalam bilik – bilik pencicipan. Uji
rasa dilengkapi dengan air sirup, air putih, tisu, dan peralatan lain yang
berhubungan dengan jenis contoh.
a. Uji deskripsi
Penilaian contoh yang diuji dideskripsikan dalam lembar penilaian,
umunya meliputi spesifikasi kenampakan, bau, rasa, tekstur/konsisten,
dan spesifikasi lain yang erat hubungannya dengan kondisi contoh.
Laporan hasil uji deskripsi dalam bentuk uraian spesifikasi dari produk
yang diuji.
b. Uji hedonik
Penilaian contoh yang diuji berdasarkan tingkat kesukaan panelis.
Jumlah tingkat kesukaan bervariasi tergantung dari rentangan mutu
yang ditentukan. Penilaian dapat diubah dalam bentuk angka dan
selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan
kesimpulan
Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan
ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap
panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval
nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan rumus sebagai berikut :
1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( )) ≅ 95%
√𝑛 √𝑛
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖
𝑥͞ =
𝑛
2
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑆 =
𝑛

∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠=√
𝑛
n= adalah banyaknya panelis;
S2 = adalah keragaman nilai mutu;
1,96= adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95 %;
͞x adalah nilai mutu rata-rata;
xi =adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n;
s= adalah simpangan baku nilai mutu.
Laporkan hasil uji hedonik dalam bentuk 1 angka di belakang
koma dan dikonversi ke tingkat kesukaan. Jika angka di belakang
koma kurang dari lima maka angka di depankoma tetap, tetapi apabila
angka di belakang koma lebih dari lima maka angka di depan koma
naik satu angka. Jika angka di belakang koma lima maka nilai tetap.
Contoh: 6,4 dibulatkan menjadi 6,0; 6.6 dibulatkan menjadi 7,0; 6.5
tetap 6.5.
c. Uji skor
Penilaian contoh yang diuji dilakukan dengan cara memberikan
nilai pada lembar penilaian sesuai dengan tingkatan mutu produk.
Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan
ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap
panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval
nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan rumus sebagai berikut :
1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( )) ≅ 95%
√𝑛 √𝑛
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖
𝑥͞ =
𝑛
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑆2 =
𝑛

∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠=√
𝑛

n= adalah banyaknya panelis;


S2 = adalah keragaman nilai mutu;
1,96= adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95 %;
͞x adalah nilai mutu rata-rata;
xi =adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n;
s= adalah simpangan baku nilai mutu.
Laporkan hasil uji skor dalam bentuk 1 angka di belakang koma.
Jika angka di belakang koma kurang dari lima maka angka di depan
koma tetap, tetapi apabila angka dibelakang koma lebih dari lima maka
angka di depan koma naik satu angka. Jika angka di belakang koma
lima maka nilai tetap. Contoh: 6,4 dibulatkan menjadi 6,0; 6.6
dibulatkan menjadi 7,0; 6.5 tetap 6.5.
BAB II

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Meja dan kursi untuk pengujian
b. Wastafel dan kran air yang dilengkapi dengan lap tangan dan sabun
pembersih yang tidak berbau
c. Tisu polos berwarna putih dan tidak berbau
d. Piring
e. Pisau
f. Sarung tangan
g. Alat tulis
h. Formulir penilaian
2. Bahan
a. Bahan makan mentah : Ikan Bawal
b. Bahan makan olahan setengah matang : Pentol/ Bakso sapi
c. Bahan makan jadi : Kue Wingko

B. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat praktikum
2. Mencuci tangan dengan menggunakan jas lab, dan sarung tangan
3. Menyiapkan sampel bahan makanan yang akan dinilai kualitas fisiknya
dan alat yang akan digunakan
4. Meletakkan sampel ke dalam piring yang telah disiapkan dan meletakkan
diatas meja
5. Menyiapkan alat tulis dan formulir penilaiannya
6. Masing – masing panelis duduk dan didepan 1 jenis sampel yang akan di
uji
7. Melakukan penilaian kenampakan fisik sampel yang ada didepan.
Praktikan bahan makanan dengan cara melihat / mengamati sampel
tersebut tampak segar, tampilan sampel meliputi : kesegaran, warna,
kebersihan
8. Memberikan nilai kenampakan fisik bahan makanan / makanan pada
formulir penilaian
9. Melakukan uji untuk penilaian aroma/ bau bahan makanan atau makanan
dengan cara mencium sampel makanan/ bahan makanan. Untk menilai
aroma bahan makanan/ makanan apakah aroma masih segar (normal),
sudah mengalami pembusukan atau mengalami pencemaran, kontaminasi
atau pemalsuan makanan
10. Memberikan penilaian aroma bahan makanan/ makanan pada formulir
penilaian
11. Melakukan penilaian kekenyalan/ konsistensi/ tekstur bahan makanan /
makanan dengan cara menekan makanan/ bahan makanan menggunakan
ujung jari
12. Memberikan nilai kekenyalan/ konsistensi tekstur sampel bahan makanan/
makanan apakah hasil uji bahan makanan/ makanan termasuk masih baik,
mengalami pembusukan atau kerusakan makanan
13. Melakukan uji untuk penilaian rasa/ taste / flavor makanan, khususnya
untuk makanan yang siap saji atau siap dimakan dengan mencicipi sampel
makanan siap saji
14. Memberikan penilaian rasa/ taste/ flavor makanan pada formulir penilaian
15. Merekap hasil penilaian Uji Organoleptik untuk masing – masing sampel
makanan
16. Membuat kesimpulan hasil penilaian Uji Organoleptik untuk masing –
masing sampel makanan
17. Membuat laporan hasil penilaian uji organoleptik

C. Hasil
1. Uji hedonik
a. Sampel : Ikan Bawal
Spesifikasi Kenampakan Aroma Tekstur
Nilai
Panelis 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Amat sangat suka 9
Sangat suka 8 ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
Suka 7 ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
Agak suka 6
Netral 5
Agak tidak suka 4
Tidak suka 3
Sangat tidak suka 2
Amat sangat tidak
1
suka
Jumlah 30 30 31

1) Kenampakan dan Bau


∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 30
𝑥͞ = = = 7,5
𝑛 4
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((7 − 7,5)2 × 2) + ((8 − 7,5)2 × 2)
𝑆2 = =
𝑛 4
0,5 + 0,5 1
= = = 0,25
4 4

∑𝑛 (𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠 = √ 𝑖=1 = √0,25 = 0,5
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛

1,96 × 0,5 1,96 × 0,5


𝑃 (7,5 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,5 + ( ))
2 2

𝑃(7,5 − 0,49) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,5 + 0,49)


𝑃(7,01) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,99)
2) Tekstur
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 31
𝑥͞ = = = 7,75
𝑛 4
2
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((7 − 7,75)2 × 1) + ((8 − 7,75)2 × 3)
𝑆 = =
𝑛 4
0,56 + 0,18 0,74
= = = 0,185
4 4

∑𝑛 (𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠 = √ 𝑖=1 = √0,185 = 0,43
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛
1,96 × 0,43 1,96 × 0,43
𝑃 (7,75 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,75 + ( ))
2 2
𝑃(7,75 − 0,42) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,75 + 0,42)
𝑃(7,33) ≤ 𝜇 ≤ ( 8,17)
b. Sampel : Pentol/ Bakso sapi
Spesifikasi Kenampakan Aroma Tekstur Rasa
Nilai
Panelis 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Amat sangat suka 9
Sangat suka 8
Suka 7 ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
Agak suka 6 ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
Netral 5
Agak tidak suka 4
Tidak suka 3
Sangat tidak suka 2
Amat sangat
1
tidak suka
Jumlah 26 24 26 25

1) Kenampakan dan Tekstur


∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 26
𝑥͞ = = = 6,5
𝑛 4
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((6 − 6,5)2 × 2) + ((7 − 6,5)2 × 2)
𝑆2 = =
𝑛 4
0,5 + 0,5 1
= = = 0,25
4 4

∑𝑛 (𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠 = √ 𝑖=1 = √0,25 = 0,5
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛

1,96 × 0,5 1,96 × 0,5


𝑃 (6,5 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ (6,5 + ( ))
2 2

𝑃(6,5 − 0,49) ≤ 𝜇 ≤ ( 6,5 + 0,49)


𝑃(6,01) ≤ 𝜇 ≤ ( 6,99)
2) Aroma
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 24
𝑥͞ = = =6
𝑛 4
2
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((6 − 6)2 × 4) 0
𝑆 = = = =0
𝑛 4 4

∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠= √ = √0 = 0
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛
1,96 × 0 1,96 × 0
𝑃 (6 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ (6 + ( ))
2 2
𝑃(6 − 0) ≤ 𝜇 ≤ ( 6 + 0)
𝑃(6)
3) Rasa
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 25
𝑥͞ = = = 6,25
𝑛 4
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((6 − 6,25)2 × 3) + ((7 − 6,25)2 × 1)
𝑆2 = =
𝑛 4
0,18 + 0,56 0,74
= = = 0,185
4 4

∑𝑛 (𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠 = √ 𝑖=1 = √0,185 = 0,43
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛
1,96 × 0,43 1,96 × 0,43
𝑃 (6,25 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ (6,25 + ( ))
2 2
𝑃(6,25 − 0,42) ≤ 𝜇 ≤ ( 6,25 + 0,42)
𝑃(5,83) ≤ 𝜇 ≤ ( 6,67)

c. Sampel : Kue Wingko


Spesifikasi Kenampakan Aroma Tekstur Rasa
Nilai
Panelis 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Amat sangat suka 9
Sangat suka 8 ˅ ˅ ˅
Suka 7 ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅ ˅
Agak suka 6 ˅ ˅
Netral 5
Agak tidak suka 4
Tidak suka 3
Sangat tidak suka 2
Amat sangat
1
tidak suka
Jumlah 29 28 28 28

1) Kenampakan
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 29
𝑥͞ = = = 7,25
𝑛 4
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((8 − 7,25)2 × 1) + ((7 − 7,25)2 × 3)
𝑆2 = =
𝑛 4
0,56 + 0,18 0,74
= = = 0,185
4 4

∑𝑛 (𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠 = √ 𝑖=1 = √0,185 = 0,43
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛
1,96 × 0,43 1,96 × 0,43
𝑃 (7,25 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ (7,25 + ( ))
2 2
𝑃(7,25 − 0,42) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,25 + 0,42)
𝑃(6,83) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,67)
2) Aroma dan Rasa
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 28
𝑥͞ = = =7
𝑛 4
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((7 − 7)2 × 4) 0
𝑆2 = = = =0
𝑛 4 4

∑𝑛 (𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠 = √ 𝑖=1 = √0 = 0
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛
1,96 × 0 1,96 × 0
𝑃 (7 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ (7 + ( ))
2 2
𝑃(7 − 0) ≤ 𝜇 ≤ ( 7 + 0)
𝑃(7)
3) Tekstur
∑𝑛𝑖=1 𝑥͞𝑖 28
𝑥͞ = = =7
𝑛 4
∑𝑛𝑖=1(𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2 ((6 − 7)2 × 2) + ((8 − 7)2 × 2) 2 + 2
𝑆2 = = = =1
𝑛 4 4

∑𝑛 (𝑥͞𝑖 − 𝑥͞)2
𝑠 = √ 𝑖=1 = √1 = 1
𝑛

1,96 × 𝑠 1,96 × 𝑠
𝑃 (𝑥͞ − ( )) ≤ 𝜇 ≤ ( 𝑥͞ + ( ))
√𝑛 √𝑛
1,96 × 1 1,96 × 1
𝑃 (7 − ( )) ≤ 𝜇 ≤ (7 + ( ))
2 2
𝑃(7 − 0,98) ≤ 𝜇 ≤ ( 7 + 0,98)
𝑃(6,02) ≤ 𝜇 ≤ ( 7,98)

Interval Penilaian

Keterangan Range
Tidak layak ≤ 6,5
Layak > 6,5

2. Uji deskriptif
a. Nama Panelis : Aliya Sampel : Ikan bawal
1) Kenampakan : utuh, tidak cacat, sedikit cemerlang, sisik kuat, mata
cekung, insang merah kecoklatan, dan sayatan daging agak putih
2) Bau : segar, spesifik ikan bawal, sedikit amis
3) Tekstur : kompak, padat, serta agak elastis
Sampel : Pentol/ Bakso sapi
1) Kenampakan : bentuk bulat, seragam, tidak berongga, warna pentol
putih pucat agak gelap
2) Bau : kurang spesifik pentol, bau antara tepung dengan sedikit
daging dan anyir
3) Tekstur : padat, tidak kenyal, keras
4) Rasa : tidak enak, rasa penyedap dominan
Sampel : Kue Wingko
1) Kenampakan : utuh, kurang menarik, tidak cerah, bentuk bulat
2) Bau : sedikit harum, bau sedikit spesifik wingko
3) Tekstur : kenyal dan lembek
4) Rasa : rasa kelapa kurang kuat, rasa asin pas, kurang gurih, sedikit
kurang manis.
b. Nama Panelis : Dinda Sampel : Ikan bawal
1) Kenampakan : utuh, tidak cacat, insang merah kecoklatan, mata
cekung, sisik sedikit, utuh
2) Bau : segar ikan
3) Tekstur : elastis, daging kompak
Sampel : Pentol/ Bakso sapi
1) Kenampakan : dari kenampakan terlihat warna yang tidak menarik
dan tidak seperti bakso pada semestinya
2) Bau : kurang spesifik bakso, kurang seperti bau daging sapi yang
gurih dan sedap
3) Tekstur : agak padat, kurang kenyal
4) Rasa : agak enak, rasa daging sapi kurang
Sampel : Kue Wingko
1) Kenampakan : kurang menarik, bulat tetapi kurang cerah, utuh
2) Bau : sedikit kurang harum khas wingko
3) Tekstur : cukup bagus, lembek dan tidak terlalu keras
4) Rasa : kurang enak tetapi manisnya pas
c. Nama Panelis : Desti Sampel : Ikan bawal
1) Kenampakan : masih terlihat segar, tetapi insang sudah mulai
mencoklat
2) Bau : bau ikan agak amis, sesuai khas ikan
3) Tekstur : kenyal, kurang elastis
Sampel : Pentol/ Bakso sapi
1) Kenampakan : seperti bakso biasa, bulat rata, tetapi warna
membuat kurang menarik
2) Bau : kurang spesifik seperti bakso
3) Tekstur : sedikit kenyal
4) Rasa : agak enak tetapi dominan rasa penyedap dominan
Sampel : Kue Wingko
1) Kenampakan : baik, sepeti wingko pada umunya tetapi kurang
menarik
2) Bau : kurang aroma kelapa, sedikit harum
3) Tekstur : kenyal, agak padat
4) Rasa : komposisi kelapa dan tepung sedikit dominan, tetapi kurang
manis.
d. Nama Panelis : Nevada Sampel : Ikan bawal
1) Kenampakan : tidak cacat, seperti ikan bawal pada umumnya, utuh,
insang mulai menuju coklat, mata cekung, dan sayatan daging agak
putih
2) Bau : segar, kurang amis
3) Tekstur : daging padat, agak elastis
Sampel : Pentol/ Bakso sapi
1) Kenampakan : seperti kurang menarik, warna tidak seperti bakso
sapi semestinya karena berwarna putih pucat agak gelap, tetapi
berbentuk bulat utuh
2) Bau : bau daging sapinya kurang karena justru baunya seperti
daging ayam
3) Tekstur : kenyal, agak rata
4) Rasa : kurang terasa daging dan dominan tepung, sedikit gurih
Sampel : Kue Wingko
1) Kenampakan : seperti wingko umumnya, namun kurang menarik
2) Bau : kurang harum seperti wingko pada umumnya
3) Tekstur : kenyal, tetapi terlalu banyak ketan (ketan lebih dominan)
4) Rasa : enak tetapi kurang manis dan kurang gurih

D. Analisa Hasil
1. Ikan Bawal
Hasil uji organoleptik pada sampel ikan bawal dengan metode uji
hedonik untuk spesifikasi bau dan kenampakan didapatkan range antara
(7,01) ≤ μ ≤ ( 7,99) serta untuk spesifikasi tekstur yaitu (7,33) ≤ μ ≤
( 8,17). Menurut SNI 01-2346-2006 tentang uji organoleptik, angka
dibulatkan serta diambil nilai yang terendah. Sehingga untuk kenampakan,
bau, dan tekstur sampel ikan didapatkan skor 7 yang diartikan panelis
menyukai kenampakan, bau, dan tekstur dari sampel ikan serta menurut
range yang ditentukan maka sampel termasuk kategori layak.
Untuk hasil uji organoleptik dengan metode uji deskripsi secara umum
kenampakan sampel ikan bawal utuh, tidak cacat, sedikit cemerlang, sisik
kuat, mata cekung, insang merah kecoklatan, dan sayatan daging agak
putih. Untuk spesifikasi bau secara umum sampel ikan bawal segar,
spesifik ikan bawal, sedikit amis. Serta untuk teksturnya kompak, padat,
serta agak elastis.
Menurut SNI 01-2346-2006, persyaratan ikan bawal segar
kenampakannya Utuh, tidak cacat, cemerlang, sisik sangat kuat, lendir
jernih, mata cembung, insang merah cerah, dan warna sayatan daging
putih. Untuk persyaratan baunya segar, dan spesifik jenis. Serta untuk
tekstur ikan bawal segar yaitu Elastis, sangat kompak, dan padat.
Sehingga secara umum sampel ikan bawal termasuk kategori layak
dimakan (digunakan).
2. Pentol/ Bakso sapi
Hasil uji organoleptik pada sampel bakso sapi dengan metode uji
hedonik untuk spesifikasi kenampakan dan tekstur didapatkan range antara
(6,01) ≤ 𝜇 ≤ ( 6,99). Untuk spesifikasi aroma yaitu (6). Serta untuk
spesifikasi rasa didapatkan range antara (5,83) ≤ 𝜇 ≤ ( 6,67). Menurut
SNI 01-2346-2006 tentang uji organoleptik, angka dibulatkan serta
diambil nilai yang terendah. Sehingga untuk kenampakan, bau, tekstur,
dan rasa sampel pentol/ bakso sapi didapatkan skor 6 yang diartikan
panelis agak suka terhadap kenampakan, bau, tekstur, dan rasa dari sampel
pentol/ bakso sapi serta menurut range yang ditentukan maka sampel
termasuk kategori tidak layak.
Untuk hasil uji organoleptik dengan metode uji deskripsi secara umum
kenampakan sampel bakso sapi bentuk bulat, seragam, tidak berongga,
warna pentol putih pucat agak gelap. Untuk spesifikasi bau secara umum
sampel bakso sapi kurang spesifik pentol, bau antara tepung dengan
sedikit daging. Untuk spesifikasi tekstur secara umum sampel bakso sapi
padat, tidak kenyal, keras. Serta untuk rasanya kurang enak, rasa penyedap
dominan.
Menurut peraturan, persyaratan bakso sapi kenampakannya berbentuk
bulat, seragam, tidak berongga, warna khas bakso. Untuk persyaratan
baunya khas daging, dan spesifik bakso daging sapi. Untuk teksturnya
yaitu padat, kompak, dan kenyal. Serta untuk rasa sampel bakso sapi ialah
enak serta dominan rasa daging sapi.
Sehingga secara umum sampel bakso sapi termasuk kategori tidak
layak dimakan (digunakan).
3. Kue Wingko
Hasil uji organoleptik pada sampel kue wingko dengan metode uji
hedonik untuk spesifikasi kenampakan didapatkan range antara (6,83) ≤
μ ≤ ( 7,67). Untuk spesifikasi aroma dan rasa yaitu (7). Serta untuk
spesifikasi tekstur didapatkan range antara (6,02) ≤ μ ≤ ( 7,98). Menurut
SNI 01-2346-2006 tentang uji organoleptik, angka dibulatkan serta
diambil nilai yang terendah. Sehingga untuk kenampakan, bau, dan rasa
sampel kue wingko didapatkan skor 7 yang diartikan panelis suka terhadap
kenampakan, bau, dan rasa dari sampel kue wingko. Sedangkan untuk
tekstur dari kue wingko didapatkan skor 6 yang diartikan panelis agak
suka terhadap tekstur kue wingko. Bila diambil secara keseluruhan
menurut range yang ditentukan maka sampel termasuk kategori layak.
Untuk hasil uji organoleptik dengan metode uji deskripsi secara umum
kenampakan sampel kue wingko utuh, berbentuk bulat, tetapi kurang
menarik dan kurang cerah. Untuk spesifikasi bau secara umum sampel kue
wingko memiliki bau sedikit harum, dan sedikit bau khas wingko. Untuk
spesifikasi tekstur secara umum sampel kue wingko kenyal dan lembek.
Serta untuk rasanya kurang kuat, kurang manis, dan kurang gurih.
Kriteria kualitas wingko yang baik ialah untuk kenampakan berbentuk
bulat, utuh, warna bagian luar berwarna cokelat dan tidak gosong, warna
bagian dalam berwarna cerah, dan menarik sesuai dengan wingko secara
umum. Untuk Aromanya khas wingko yang terbentuk dari adanya
perpaduan penggunaan kelapa parut sebagai salah satu komposisi wingko
dengan bahan lainnya sehingga saat dipanggang wingko mengeluarkan
bau harum (khas wingko). Untuk tekstur adalah kenyal, padat, dan berserat
kelapa. Sedangkan untuk rasa adalah perpaduan antara kelapa dan tepung
ketan yang gurih dan manisnya pas.
BAB III

A. Kesimpulan
Sampel ikan bawal setelah diuji secara organoleptik, didapatkan hasil jika
sampel layak digunakan (dimakan) serta memenuhi persyaratan SNI 01-2346-
2006 tentang uji organoleptik.
Sampel pentol/ bakso sapi setelah diuji secara organoleptik, didapatkan
hasil jika sampel tidak layak digunakan (dimakan) serta kurang memenuhi
persyaratan.
Sampel kue wingko setelah diuji secara organoleptik, didapatkan hasil jika
sampel layak digunakan (dimakan) serta memenuhi kriteria kualitas kue
wingko yang baik.

B. Saran
Untuk masyarakat diharapkan untuk mengetahui tentang kenampakan,
bau, tekstur, rasa pada suatu bahan makanan maupun makanan. Agar lebih
teliti dalam memilih suatu bahan makanan maupun produk makanan.
Sehingga dapat mengkonsumsi bahan maupun produk makanan yang layak
konsumsi, bergizi, dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Ayustaningwarno, Fitriono. 2014. Teknologi Pangan: Teori Praktis dan Aplikasi.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Rahayu, Umi. dkk. 2016. Modul Praktikum Penyehatan Makanan Minuman.


Surabaya: Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.

SNI 01-2346-2006 Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori.

https://id.wikipedia.org/wiki/Uji_organoleptik. Diakses pada tanggal 04 Maret


2017
LAMPIRAN

Sampel Ikan Sampel Bakso Sampel Kue Melakukan uji


Bawal Sapi Wingko fisik kenampakan

Melakukan uji Melakukan uji Melakukan Uji


fisik Aroma (Bau) fisik untuk tekstur fisik rasa
LAPORAN PRAKTIKUM
PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN – A
UJI KANDUNGAN FORMALIN PADA MAKANAN

Dosen Pembimbing:
Umi Rahayu, SKM. M.Kes

Disusun oleh:
1. Dinda Dwi Firmansyah (P27833315001)
2. Hafidah Destiani Putri (P27833315007)
3. Nevada Bilqis Patricia (P27833315013)
4. Aliyatur Rofi’a (P27833315037)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2017
BAB I

A. Judul
Uji Kandungan Formalin pada Makanan

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari/tanggal : Rabu, 19 April 2017


Pukul : 07.30 – selesai
Tempat : Laboratorium penyehatan makanan minuman

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui uji kuantitatif bahan pengawet makann yang
meliputi formalin
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan bahan pengawet formalin pada
makanan
3. Mahasiswa mampu menganalisis hasil pemeriksaan pada sampel makanan
dan minuman

D. Metode Pemeriksaan
Metode yang digunakan ialah metode food test kit yaitu test yang
digunkan berkaitan dengan penyalahgunaan bahan kimia dalam makanan yang
ditandai perubahan warna yang terjadi.

E. Dasar Teori
Bahan tamabahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud tekhnologi pada pembuatan,
pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepaka, pengemasan dan penyimpanan.
Peraturan pemerintah no 28 tahun 2008 tentang keamanan mutu, dan gizi
pangan pada bab I pasal I menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambah
pangan adalah bahan yang ditambhkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Tujuan penggunaan bahan makanan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpang,
membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua
golongan yaitu :
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut contoh pengawet,
pewarna dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan-
bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, akibat
perlakuan selama produksi, pengolahan dan pengemasan. Contoh residu
pestisida, antibiotik dan hidro karbon aromatic polisklis.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :


1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-maisng tujuan penggunaan dalam
pengolahan
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

Fromalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di
dalam formalin mengandung sekita 37% formaldehid dalam air, biasanya
ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai
bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri.
Penggunaan fromalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan
sebagai pembersih lantai, gedung, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan
serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan
bahan peledak. Bahaya formalin yaitu bila tertelan dan akibat yang diimbulkan
dapat berupa bahaya kanker pada manusia.
BAB II

A. Alat dan Bahan


Alat
1. Mortar dan alu
2. Tabung reaksi
3. Gelas ukur
4. Timbangan analitik
5. Kit pemeriksaan formaldehide/formalin
6. Tabung centrifuge
7. Pipet ukur

Bahan

1. Aquadest
2. Sampel makanan (ikan klotok)

B. Prosedur kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang sampel ikan klotok sebesar 25gr
3. Menghakuskan ikan klotok dengan menggunakan mortar alu
4. Menambahakan 50ml aquadest ke dalam beaker glass dan mencampurkan
sampel ikan klotok ke dalamnya
5. Memasukkan sampel dan aquadest yang telah dihomogenkan sebanyak
20ml ke dalam centrifuge
6. Mencentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500rpm
7. Mengambil 5ml supernatan dan memindahkan ke tabung yang lain
8. Menetesi supernatan dengan 10 tetes pereaksi formaldehide, lalu
mengocoknya
9. Memasukkan stick test ke dalam tabung reaksi selama 1 detik dan
membiarkan kering selama 1 menit sampait terjadi perubahan warna pada
stick test
10. Membandingkan perubahan warna yang ada pada stick test dengan
kemasan pembandingnya untuk mengetahui kadar dosisi dari
formaldehyde tersebut.

C. Hasil.
Sampel : ikan klotok
Asal sampel : pasar manyar
Hasil pengamatan : sampel postif (+) mengandung pengawet fromalin dengan
kosentrasi 10mg/L

D. Analisa Hasil
Hasil pemeriksaan sampel ikan klotok setelah ditambah pereaksi
formaldehyde dan dicocokan pada stick test, menunjukkan sampel ikan klotok
psoitif mrngandung pengawet formalin. Terbukti dengan sampel awalnya
berwarna coklat kehitaman berubah menjadi ungu muda. Setelah
dibandingkan dengan deret yang ada, didapatkan osentrasi formalin sebanyak
10mg/L.
Fermalin merupakan bahan tambahn kimia yang dilarang karena memiliki
efek karsinogen maupun efek kesehatan lainnya. Sehingga formalin tidak
seharusnya ditambahkan pada bahan makanan. Hal ini terdapat pada Paraturan
Menteri Kesehatan RI no. 722/MENKES/PER/IX/199 rtentang bahan
tambahan makanan.
BAB III

A. Kesimpulan

Pemeriksaan sampel ikan klotok menunjukkan bahwa sampel mengandung


fromalin dengan kosentrasi 10mg/L. Menurut bahan tambahan makanan,
menjelaskan bahwa fromalin merupakan bahan tambahn kimia yang dilarang
(bahan sintetis) yang membahayakan bagi kesehatan dan tidak seharusnya
sitambahkan pada makanan.

B. Saran

Sebaiknya masyarakat lebih berhati-hati dan selektif lagi dalam memilih


bahan makanan, makanan atau minuman. Serta menghindari makanan ataupun
bahan makanan yang tidak dihinggapi lalat karena hal tersebut biasanya
terindikasi dari prilaku lalat atau kucing yang mengetahui adanya formalin.
DAFTAR PUSTAKA

Bakri,Afriandi. 2011. Identifikasi Zart Pewarna Mkaan Pada Jelly Secara


Kromatologi Kertas. Sumatra Utara: Unversitas Sumatra Utara.
(repository.usu.ac.id)
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan AspekKesehatan Bahan Tmabahan Pangan.
Jakarta:Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no 722/Menkes/Per/VI/88 Tentang Bahan
Tambah Makanan.
Setyatomo, Wahyu. 2015. Penurunan Kadar Formalin pada Ikan Asin
Menggunakan Ekstrak Jeruk Nipis (Citrue aurantifolia) Berdasarkan Lama
Waktu Perendaman. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
LAMPIRAN

Sampel yang telah Ambil supernatan Teteskan pereaksi Memasukkan


di centrifuge sebanyak 5 ml Formaldehyde kertas stick test

Mencocokkan pada
deret warna
LAPORAN PRAKTIKUM
PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN – A
UJI KANDUNGAN RHODAMIN-B PADA MAKANAN

Dosen Pembimbing:
Umi Rahayu, SKM. M.Kes

Disusun oleh:
1. Dinda Dwi Firmansyah (P27833315001)
2. Hafidah Destiani Putri (P27833315007)
3. Nevada Bilqis Patricia (P27833315013)
4. Aliyatur Rofi’a (P27833315037)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2017
BAB I

A. Judul
Uji kandungan Rhodamin B pada makanan.

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari/Tanggal : Rabu, 19 April 2017
Pukul : 07.30-selesai
Tempat : Laboratorium penyehatan makanan minuman

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui uji kuantitatif bahan pewarna makanan yang
meliputi Rhodamin B
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan bahan pewarna Rhodamin B
pada makanan
3. Mahasiswa mampu menganalisis hasil pemeriksaan pada sampel
pemeriksaan makanan dan minuman.

D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan ialah metode food kittest yaitu test yang
digunakan berkaitan penyalahgunaan penggunaan bahan kimia dalam
makanan yang ditandai dengan perubahan warna yang terjadi.

E. Dasar Teori
Bahan tamabahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud tekhnologi pada pembuatan,
pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepaka, pengemasan dan penyimpanan.
Peraturan pemerintah no 28 tahun 2008 tentang keamanan mutu, dan gizi
pangan pada bab I pasal I menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambah
pangan adalah bahan yang ditambhkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Tujuan penggunaan bahan makanan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpang,
membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua
golongan yaitu :
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut contoh pengawet,
pewarna dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan-
bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, akibat
perlakuan selama produksi, pengolahan dan pengemasan. Contoh residu
pestisida, antibiotik dan hidro karbon aromatic polisklis.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :


1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-maisng tujuan penggunaan dalam
pengolahan
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehtan RI no 722/Menkes/ Per/


IX/1988, bahan tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (pewarna
merah) Methanyl Yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis buatan), dan
kalsium bromat (pengeras).
Rhodamin B adalah suatu pewarna sintetis yang bewarna merah,
biasanyan digunakan pada industri tekstil dan kertas untuk pewarna kain,
kosmetika, produk pembersih mulut dan sabun. Rhodamin B berbhaya bagi
kesehtan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Senyawa
ini dapat bersifat racun bagi tubuh, memiliki efek karsinogen, dalam jangka
panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala
pemberasanhati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan
fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.
BAB II

A. Alat dan Bahan


Alat
1. Mortar alu
2. Timbangan analitik
3. Kit pemeriksaan Rhodamin B ( 1 set)
4. Beaker glass
5. Batang pengaduk
6. Alat tulis
7. Sendok
8. Gelas ukur
Bahan
1. Aquadest
2. Sampel makanan sosis
3. Kertas timbang

B. Langkah kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang bahan makanan yang akan diuji yaitu sosis sebanyak 25gr
3. Menghaluskan sosis dengan menggunakan mortar alu
4. Memasukkan sampel sosis yang sudah dihaluskan ke beaker glass
5. Menambahkan 50ml aquadest, menghomogenkan
6. Menyiapkan tabung yang telah ada (1 set) pada kit pemeriksaan Rhodamin
B, memasukkan sampel sebanyak 5ml lalu menambahkan 3 tetes pereaksi
Rhodamin B ke tabung tersebut, diamkan beberapa saat
7. Menunggu beberapa saat hingga terjadi perubahan warna menjadi merah
kebiruan. Apabila Rhodamin B tidak pekat warna akan menjadi putih
kebirua, apabila pekat warna berubah menjadi merah kebiruan.
8. Membandingkan hasil sampel dengan deret standart warna Rhodamin B.

C. Hasil
Sampel : Sosis merah
Asal sampel : Pasar Manyar
Hasil pengamatan : Sampel positif (+) mengandung pewarna sintetis dengan
kosentrasi 40mg/L

D. Analisa Hasil
Hasil pemeriksaan sampel sosis merah setelah ditambahkan reagen
Rhodamin B menujukkan sampel sosis merah positif mengandung pewarna
sintetis Rhodamin B. Terbukti dengan sampel yang awalnya berwarna pink
berubah menjadi merah (pink menuju merah). Setelah dibandingkan dengan
deret standart warna Rhodamin B didapatkan kosentrasi Rhodamin B
sebnayak 40mg/L.
Rhodamin B merupakan bahan tambhan pangan yang sengaja
ditambhakan. Sedangkan menurut Peraturan Mneteri Kesehatan RI no 722/
Menkes/ Per/ IX/ 1988 Rhodamin B merupakan bahan tambahan kimia yang
dilarang karena memiliki efek karsinogen meupun efek kesehtan lainnya.
Sehingga Rhodamin B tidak seharusnya ditambahkan pada bahan makanan.
BAB III

A. Kesimpulan
Pemeriksaan pada sampel sosis merah menunjukkan bahwa sampel
sosis merah mengandung Rhodamin B dengan kosentrasi 40mg/L. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI no 722/ Menkes/Per/IX/ 1998 Tentang Bahan
Tambahan Makanan, menjelaksn bahwa Rhodamin B merupakan bahan
tambahan kimia yang dilarang (bahan sintetis) yang membahayakan bagi
kesehatan dan tidak seharusnya ditambahkan pada bahan makanan.

B. Saran
Sebaiknya masyarakat lebih berhati-harti dan selektif lagi dalam
memilih bahan makanan, makan ataupun minuman. Serta mneghindari
makann atau kinuman yang memiliki warna mencolok karena warna sintetis
biasanya terindikasi dari warna yang terlalu mencolok.
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Afriandi. 2011. Identifikasi Zat Pewarna Makanan Pada Jelly Secara
Kromatologi Kertas. Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara.
(repository.usu.ac.id)
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tmabahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no 722/Menkes/Per/VI/88 Tentang Bahan
Tambah Makanan.
Purnamasari, Ds. 2013. Rhodamin B. Semarang: Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN

Menaruh sampel di Tuangkan sampel Teteskan 3 tetes Diamkan


beaker glass sebanyak 5 ml reagen rodhaminB beberapa saat

Mencocokkan pada
deret warna
LAPORAN PRAKTIKUM
PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN – A
UJI KANDUNGAN RHODAMIN-B PADA MAKANAN

Dosen Pembimbing:
Umi Rahayu, SKM. M.Kes

Disusun oleh:
1. Dinda Dwi Firmansyah (P27833315001)
2. Hafidah Destiani Putri (P27833315007)
3. Nevada Bilqis Patricia (P27833315013)
4. Aliyatur Rofi’a (P27833315037)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
TAHUN 2017
BAB I

A. Judul
Uji kandungan Methanyl Yellow pada makanan.

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari/Tanggal : Rabu, 19 April 2017


Pukul : 07.30-selesai
Tempat : Laboratorium penyehatan makanan minuman

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui uji kuantitatif bahan pewarna makanan yang
meliputi Methanyl Yellow
2. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan bahan pewarna Methanyl
Yellowpada makanan
3. Mahasiswa mampu menganalisis hasil pemeriksaan pada sampel
pemeriksaan makanan dan minuman.

D. Metode Penelitian :
Metode yang digunakan ialah metode food kittest yaitu test yang
digunakan berkaitan penyalahgunaan penggunaan bahan kimia dalam
makanan yang ditandai dengan perubahan warna yang terjadi.

E. Dasar Teori ;
Bahan tamabahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud tekhnologi pada pembuatan,
pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepaka, pengemasan dan penyimpanan.
Peraturan pemerintah no 28 tahun 2008 tentang keamanan mutu, dan gizi
pangan pada bab I pasal I menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambah
pangan adalah bahan yang ditambhkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Tujuan penggunaan bahan makanan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpang,
membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua
golongan yaitu :
3. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut contoh pengawet,
pewarna dan pengeras.
4. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan-
bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, akibat
perlakuan selama produksi, pengolahan dan pengemasan. Contoh residu
pestisida, antibiotik dan hidro karbon aromatic polisklis.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :


5. Dimaksudkan untuk mencapai masing-maisng tujuan penggunaan dalam
pengolahan
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
7. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
8. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehtan RI no 722/Menkes/ Per/


IX/1988, bahan tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (pewarna
merah) Methanyl Yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis buatan), dan
kalsium bromat (pengeras).
Methanyl Yellow adalah pemberi warna kuning, yang digunakan untuk
industri tekstil dan cat. Bentuk nya bisa berupa serbuk, bisa pula berbentuk
padatan. Biasanyan digunakan secara illegal pada industri mia, kerupuk dan
jajanan bewarna kuning mencolok.
Ciri-ciri makanan yang mengandung pewarna kuning Methanyl Yellow
antara lain makanan bewarna kuning mencolok dan cenderung berpendar serta
banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen. Hal ini sangat
jelas berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat
pewarna tersebut.
Pemakaian bahan pewarna sintesis mempunyai dampak positif yaitu
membuat makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan
mengambalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama
pengolahannya
Damapak negatif dari pemakian pewarna methanyl yellow yaitu dapat
berupa iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata,
bahay kanker pada kandung kemih.
Apabila terlalu dapat menyababkan mual, muntah sakit perut, diare, panas
dan tekanan darah rendah.
BAB II

A. Alat dan Bahan


Alat
1. Mortar alu
2. Timbangan analitik
3. Kit pemeriksaan Methanyl Yellow ( 1 set)
4. Beaker glass
5. Batang pengaduk
6. Sendok
7. Gelas ukur

Bahan

1. Aquadest
2. Sampel makanan tahu kuning
3. Kertas timbang

B. Langkah kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang bahan makanan yang akan diuji yaitu sosis sebanyak 25gr
3. Menghaluskan tahu kuning dengan menggunakan mortar alu
4. Memasukkan sampel tahu yang sudah dihaluskan ke beaker glass
5. Menambahkan 50ml aquadest, menghomogenkan
6. Menyiapkan tabung yang telah ada (1 set) pada kit pemeriksaan Methanyl
Yellow, memasukkan sampel sebanyak 1ml lalu menambahkan 2 tetes
pereaksi Methanyl Yellow ke tabung tersebut, diamkan beberapa saat
7. Menunggu beberapa saat hingga terjadi perubahan warna menjadi merah
muda jika sampel positif menggunkan Methanyl Yellow.
8. Membandingkan hasil sampel dengan deret standart warna Methanyl
Yellow.
C. Hasil
Sampel : Tahu Kuning
Asal Sampel : Pasar Manyar
Hasil pengamatan : Sampel negatif (-) yang artinya tidak mengandung bahan
pewarna tambahan methanyl yellow

D. Analisa Hasil
Hasil pemeriksaan sampel tahu kuning setelah ditambahkan reagen
methanyl yellow menujukkan sampel tahu kuning negatif yang artinya tidak
mengandung bahan pewarna methanyl yellow. Setelah dibandingan dengan
deret standart waran methanyl yellow, didaptakan kosentrasi methanyl yellow
0mg/L dengan warna putih.
Methanyl yellow merupakan bahan tambahan pangan yang sengaja
ditambahkan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no 722/
Menkes/ Per/ IX/ 1988 Methanyl Yellow merupakan bahan tambahan kimia
yang dilarang karena memiliki efek karsinogen maupun efek kesehtan lainnya.
Sehingga methanyl yellow tidak seharusnya ditambahkan pada bahan
makanan.
BAB III

A. Kesimpulan

Pemeriksaan pada sampel tahu kuning menunjukkan bahwa sampel tahu


kuning tidak mengandung methanyl yellow dengan kosentrasi omg/L dan
bewarna putih. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no 722/ Menkes/
Per/ IX/ 1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, menjelaskan bahwa
Methanyl Yellow merupakan bahan tambahan kimia yang dilarang (bahan
sintetis) yang mebahayakan bagi kesehatan dan tidak seharusnya
ditambahakan pada bahan makanan.

B. Saran

Sebaiknya masyarakat lebih berhati-hati dan selektif lagi dalam memilih


bahan makanan, makanan atau minuman. Serta menghindari makanan atau
minuman yang memiliki warna mencolok karena memiliki sintetis biasanya
terindikasi dari warna yang terlalu mencolok.
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Afriandi. 2011. Identifikasi Zart Pewarna Mkaan Pada Jelly Secara
Kromatologi Kertas. Sumatra Utara: Unversitas Sumatra Utara.
(repository.usu.ac.id)
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan AspekKesehatan Bahan Tmabahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no 722/Menkes/Per/VI/88 Tentang Bahan
Tambah Makanan.
Florentina, Elizabeth. 2014. Pengaruh Pemberian Methanyl Yellow Peroral Dosis
Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histopatologi Esofagus
Mencitbal b/c. Semarang : Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN

Menumbuk Dipindahkan ke Teteskan pereaksi Tunggu beberapa


sampel beaker glass Methanyl Yellow saat dan cocokkan

Anda mungkin juga menyukai