Anda di halaman 1dari 8

PRE EKLAMPSIA BERAT

(PEB)

A. Pengertian
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan
neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat
bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru dan sianosis.
(Ilmu Kebidanan : 2005)

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori –
teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu
disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi
terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
- Spasmus arteriola
- Retensi Na dan air
- Koagulasi intravaskuler
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri
Patologi : 1984)
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia
plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian
dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang
menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali
sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).

C. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan
naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air
dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan
pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan
vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan perdarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung
akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam
ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).
2. Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya
. jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia
dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia
tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan
oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada
preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas
normal (Trijatmo,2005).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi
untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia
berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks
serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru2
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru
(Rustam, 1998).

D. Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
- Edema
- Hipertensi
- Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema
terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik >
15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada
trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia.
Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan
dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
- Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam). - Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan. - Nyeri
epigastrum dan ikterus. - Trombositopenia. - Pertumbuhan janin terhambat. - Mual muntah -
Nyeri epigastrium - Pusing - Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)

E. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang
telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang manfaat
istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat
tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat
badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera
merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan
kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

F. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
1. Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal
assesment (NST dan USG). Indikasi :
a. Ibu
• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu
setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b. Janin
• Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
• Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
c. Laboratorium
• Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)
2. Pengobatan mediastinal
Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella
setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
1. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20%
dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr
di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
2. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang
diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
3. Syarat-syarat pemberian MgSO4
• Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan
IV dalam 3 menit.
• Refleks patella positif kuat.
• Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
• Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4. MgSO4
dihentikan bila :
• Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung
terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-
7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter
dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
• Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
- Hentikan pemberian MgSO4
- Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit
- Berikan oksigen
- Lakukan pernapasan buatan
• MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan
(normotensi).
f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung
kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
g. Anti hipertensi diberikan bila :
1. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg.
Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
2. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5
ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara
sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)
b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya
loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat
kiri dan 4 gram pada pantat kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya
disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-
lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan
harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr
IV.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2
minggu).

G. Komplikasi
1. Stroke
2. Hipoxia janin
3. Gagal ginjal
4. Kebutaan
5. Gagal jangtung
6. Kejang
7. Hipertensi permanen
8. Distress fetal
9. Infark plasenta
10. Abruptio plasenta
11. Kematian janin

H. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia


1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.
2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai
kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.
3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.
4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin
untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)
5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomegali.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina

J. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali
normal
Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt
Intervensi :
a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan
c. Atur posisi pasien semi fowler
Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan
O2 terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis
Interensi :
a. Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan.
b. Awasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan klien.
c. Pantau BGA
Rasional : asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.
d. Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit
Rasional : meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat
terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan
Intervensi :
a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kelemahan
b. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi
Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang
/menghilang
Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai, tidak pusing
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui intensitas nyeri
b. Pertahankan tirah baring
Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi
c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya,
mengejan, batuk panjang
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit
d. Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi
Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam
Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.
5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil
Kriteria hasil : - Tidak ada destensi vena perifer dan edema
- Paru bersih dan BB stabil
Intervensi :
a. Obervasi input dan output
Rasional : Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan
b. Jelaskan tujuan pembatasan cairan / Na pada pasien
Rasional : Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah
c. Kolaborasi pemberian deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik (edecrin) sesuai
dengan indikasi.
Rasional : Menghambat reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan
d. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : diet pembatasan Na sesuai indikasi
6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami
trauma
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami cidera
Intervensi :
a. Hindarkan pasien dari benda-benda yang berbahaya bagi pasien
Rasional : Mencegah terjadinya injuri
b. Pertahankan tirah baring
Rasional : Meminimalkan pergerakan pasien
c. Pertahankan BEL di samping tempat tidur dan pagar tempat tidur tinggi
Rasional : Mencegah terjadinya injuri
d. Batasi aktivitas pasien
Rasional : Meminimalkan aktivitas yang dapat menimbulkan trauma pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta


Doengoes, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran.
EGC : Jakarta.
Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika : Jogjakarta
Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo :
Jakarta Pusat
Obstetri Patologi. 1984. Elstar Offset : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai