Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOLOGI BATUBARA

SIFAT FISIK DAN OPTIK BATUBARA

DisusunOleh:
Auzan Arasy DJ
21100116140088

LABORATORIUM SUMBERDAYA MINERAL DAN


GEOLOGI BATUBARA
DAPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
OKTOBER 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Geologi Batubara, acara: sifat fisik dan optic batubara
yang disusun oleh Auzan Arasy Dj, yang disahkan pada:

hari :

tanggal :

pukul :

Sebagai tugas Laporan Praktikum mata kuliah Hidrogeologi.

Semarang, Oktober 2018

Asisten Acara, Praktikan,

Ayu Wijaya Kusuma Auzan Arasy DJ

NIM. 21100115140059 NIM.21100116140088


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud
 Melakukan pendeskripsian peraga batubata
 Melakukan penamaan terhadap peraga batubara
 Melakukan interpretasi lingkungan pengendapan peraga batubara

1.2. Tujuan
 Dapat mengetahui penamaan batubara
 Dapat menganalisa dengan cara pendeskripsian terhadap batubara
 Dapat membuat interpretasi dari lingkungan pengdapan peraga batubara

1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Hari / tanggal : Jumat, 28 September 2018

waktu : Pukul 18.30 - 21.00 WIB

tempat : Ruang 202 Teknik Geologi Universitas Diponegoro


BAB III

PEMBAHASAN

Telah dilakukan praktikum Geologi Batubara dengan acara “Sifat Fisik dan
Optik Batubara” pada tanggal 28 september 2018 yang bertempat di Gedung
Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro ruang GS 202. Dilakukan
pendeskripsian terhadap 7 batuan batubara yang masing – masing memiliki ciri khas
yang berbeda-beda pada batubara tersebut. Batubara yang terdiri dari kode sample
A2, B2, C2, D2, E1, F1, dan G1. Berikut adalah pembahasan dari masing- masing
kode sample:

3.1 Kode sample A2

Pada peraga A2 ini, saat dideskripsi secara umum memiliki sifat fisiknya
sendiri.Dimana peraga A2 ini memiliki warna hitam, cerat yang dimiliki dari perga
A2 ini yaitu memiliki cerat berwarna abu-abu. Selain itu juga secara megaskopis
peraga A2 ini memiliki Kilap kaca Glassy, disebut Glassy dikarenakan kilap yang
dimiliki peraga ini yaitu seperti kilap kaca, peraga ini memiliki kilap kaca dikarenaka
pada peraga ini memiliki kandungan Lignin dan Celulosa, sehingga dimanakan
kilapnya Glassy. Pada pendeskripsiaan selanjutnya adanya pecahan yang dimilik dari
peraga A2 ini, dimana pecahan pada peraga ini yaitu Conchoidal, dinamakan
Conchoidal dikarenakan pecahan yang ditemukan pada peraga ini tidak beraturan,
dari tidak beraturan itu sehingga diinterpretasikan sudah melewati overburden yang
tinggi, sehingga disebut pecahannya Conchoidal. Pendeskripsian berikutnya pada
sifat fisik peraga ini secara umum yaitu ditemukan adanya kekerasan pada peraga A2
ini, dimana pada peraga A2 ini memiliki tingkat kekerasan yang kuat atau bisa
dibilang tidak rapuh. Pendeskripsian bagian akhir sifat fisik secara umum pada peraga
A2 ini yaitu zat pengotor pada batuan ini, akan tetapi pada peraga A2 ini tidak
ditemukannya zat pengotor pada peraga A2 ini.
Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan yag mengalami
proses penggambutan di awal dengan fase biokimia yang meilputi diagenesis dengan
adanya juga dase geokimia dengan penambahan kandungan karbon dan pengurangan
hydrogen serta oksigen yang dipengaruhi oleh tekanan, temperature, serta waktu
pembentukan dan biasanya terjadi pada lingkungan pengedapan . Tidak
ditemukannya zat pengotor sehingga diinterpretasikan memiliki kualitas batuan yang
baik.

Berdasarkan kompisi yang didapatkan saat melakukan interpreasi pada peraga


A2 ini sehingga dapat diberikan penamaa pada batuan ini, dari warna yang hitam,
cerat yang dimiliki abu-abu, kilap glassy, pecahan conchoidal, kekerasan yang kuat,
dan tidak memiliki zat pengotor, sehingga batuanperaga ini mwmiliki nama batuan
CoalBall.

Dari data yang didapatkan pada peraga A2 ini yaitu tidak didapatkan adanya
zat pengotor pada peraga A2 ini sehingga diinterpretasikan bahwa peraga A2 ini
lingkungan pengendapannya terendapkann secara homogen di lingkuangan darat atau
bisa diesbut limnic.

3.2 Kode Sample B2

Saat dilakukannya pendeskripsian pada peraga B2 ini tentunya memiliki sifat


fisiknya secara umum, dimana sifat fisiknya secara umum yang paling pertama diliat
yaitu warnanya. Pada peraga B2 ini memiliki warna hitam, selain itu juga dapat
dikatahui sifat fisik umunya berupa cerat, dimana cerat yang dimiliki pada peraga B2
ini yaitu abu-abu. Selanjutnya adanya sifat fisik secara umum berupa kilap dan
pecahan, dimana kilap yang dimiliki pada peraga B2 ini yaitu Glassy, disebut Glassy
dikarenakan memiliki kilap seperti kaca, peraga ini memiliki kilap kaca dikarenakan
mengandung lignin dan juga celulosa, sehingga dinamakan kilanya Glassy. Untuk
pecahan yang dimiliki pada peraga ini yaitu conchoidal, dinamakan conchoidal
dikarenakan adanya bentukan pada peraga B2 ini tidak beraturan dan juga peraga B2
ini sudah mengalami Overburden yang tinggi, sehingga dinamakan conchoidal.
Selanjutnya sifat fisik secara umum yang dapat dilihat yaitu berupa kekerasan dan
juga zat pengotor pada peraga B2 ini, dimana saat pendeskripsian kekerasan pada
batuan ini yaitu memiliki tingkat kekerasan yang kuat. Dan pada zat pengotor untuk
peraga B2 ini yaitu tidak ditemukan adanya zat pengotor pada peraga B2 ini.

Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan juga yang


mengalalami proses penggambutan atau bias disebut peatification yang diawali
dengan fase biokimia yang meliputi diagenesis denga diikuti ase geokimia dengan
penambahan kandungan karbon dengan pengurangan hydrogen serta pksigen yang
dipengaruhi oleh tekanan, temperature, serta waktu pembentukannya yang biasanya
terjadi pada lingkuangan pengendapan barrier, Back Barrier serta Lower Delta Plain. .
Tidak ditemukannya zat pengotor sehingga diinterpretasikan memiliki kualitas batuan
yang baik.

Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga B2
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Vitrain menurut Stopes 1919.

Selain itu juga pada peraga B2 ini saat diinterpretasikan dan diambil datanya
saat pendeskripsian, tidak memiliki atau tidak adanya zat pengotor pada peraga B2
ini. Sehingga untuk lingkuangan pengendapannya diinterpretasikan terendaptkan
secara homogen di lingkuangan darat atau bisa disebut juga limnic.

3.3 Kode Sample C2

Pada kode sample C2 ini telah dilakukannya pendeskripsian secara umum


pada sifat fisiknya. Hal pertama yang dideskripsi sifat fisiknya secara umum yaitu
warnanya, dimana warna yang dimiliki peraga C2 ini yaitu abu-abu sampi hitam.
Setelah itu adanya juga cerat pada peraga C2 ini, saat dilakukan goresan pada kertas
lembar deskripsi yaitu memiliki warna cerat coklat. Selain itu juga dilakukannya
deskripsi secara umu sifat fisiknya brupa kilapnya, pecaha, kekerasan dan juga zat
pengototr yang ada pada peraga C2 ini. Kilap yang dimiliki pada peraga C2 ini yaitu
adanya kilap sutera, yang dimaksut kilap sutera ini dikarenakan tidak ditemukannya
lignin dan juga celulosa, akan tetapi tidak juga berkilap tanah, sehingga
diinterpretasikan memiliki kilap sutera ( pertengahan antara kilap tanah dan kilap
Glassy/kaca). Pecahan yang dimiliki peraga C2 ini yairu berupa kubus, balok.
Dikatakan demikian dikarenakan peraga C2 ini bentukan batuannya masih beraturan
sehingga diinterpretasikan tidak mengalami overburden yang tinggi, jadi dinamakan
pecahan untuk peraga C2 ini yaitu kubus, balok. Selain itu sifat fisik secara umum
berupa kekerasan, dimana kekerasan yang dimiliki pada peraga C2 ini yaitu
rapuh/lapuk dikarenakan peraga ini saat disentuh mudah hancur atau lapuk.
Pendeskripsian secara umum pada sifat fisik peraga C2 ini yang terakhir yaitu zat
pengotor yang dimiliki oleh peraga C2 ini, dimana peraga C2 ini memiliki zat
pengotor berupa Lempung.

Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan yang mengalami


proses penggambutan ataub bisa disebut juga dengan peatification yang dimana
diawali dengan fase biokimia yang meliputi diagenesis dengan adanya fase geokimia
dan juga penambahan kandungan karbon dan pengurangan hydrogen dan oksigen
yang dipengaruhi oleh tekanan, temperature, waktu pembentukannya dan biasanya
juga terjadi pada lingkungan pengendapan barrier, back barrier dan juga lower delta
plain. Ditemukan adanya mineral pengotor berupa lempung, sehingga
diinterpretasikan berasal dari detrial ataupun sekunder yg dimana kondisi kimia pada
tempat pengendapannya juga mempengaruhi tipe dari mineral lempung yg berasosiasi
dalam batubara.

Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga C2
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Durain menurut Stopes 1919.
Lingkungan pengendapan yang dimiliki peraga C2 ini yaitu diinterpretasikan
terendapkan di paralic (laut). Diinterpretasikan demikian dikarenakan pada peraga ini
ditemukannya zat pengotor berupa lempung, yang berarti sudah mengalami
transportasi dan tergolong kedalam pembentukan batubara jenisa drift dimana proses
pembutkannya menghasilkan kualitas batubara yang rendah atau kurang baik.

3.4 Kode Sample D4

Pada kode sample D2 ini telah dilakukannya pendeskripsian secara umum


pada sifat fisiknya. Hal pertama yang dideskripsi sifat fisiknya secara umum yaitu
warnanya, dimana warna yang dimiliki peraga D2 ini yaitu abu-abu sampi hitam.
Setelah itu adanya juga cerat pada peraga D2 ini, saat dilakukan goresan pada kertas
lembar deskripsi yaitu memiliki warna cerat coklat. Selain itu juga dilakukannya
deskripsi secara umu sifat fisiknya brupa kilapnya, pecaha, kekerasan dan juga zat
pengototr yang ada pada peraga D2 ini. Kilap yang dimiliki pada peraga D2 ini yaitu
adanya kilap sutera, yang dimaksut kilap sutera ini dikarenakan tidak ditemukannya
lignin dan juga celulosa, akan tetapi tidak juga berkilap tanah, sehingga
diinterpretasikan memiliki kilap sutera ( pertengahan antara kilap tanah dan kilap
Glassy/kaca).Pecahan yang dimiliki peraga D2 ini diinterpretasikan berupa
conchoidal-kubus, balok. Dikatakan demikian dikarekan bentukannya di beberapa
bagian tidak beraturan yang berarti conchoidal dan beberapa bagian bentukan pada
peraga ini masih bagu atau disebut kubus, yang berarti peraga D2 ini melewati
overburden akan tetapi tidak tinggi sehinga adanya 2 bagian pada pergaa ini yaitu
bagian conchoidal dan juga bagian kubus, balok pada pecahan peraga D2 ini. Selain
itu sifat fisik secara umum berupa kekerasan, dimana kekerasan yang dimiliki pada
peraga D2 ini yaitu sedang dikarenakan peraga ini saat disentuh ada bagian yang
tidak hancur akan tetapi beberapa bagian saat di sentuh mudah hancur atau lapuk.
Pendeskripsian secara umum pada sifat fisik peraga D2 ini yang terakhir yaitu zat
pengotor yang dimiliki oleh peraga D2 ini, dimana peraga D2 ini memiliki zat
pengotor berupa Sulfur.
Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan yang mengalami
proses penggambutan ataub bisa disebut juga dengan peatification yang dimana
diawali dengan fase biokimia yang meliputi diagenesis dengan adanya fase geokimia
dan juga penambahan kandungan karbon dan pengurangan hydrogen dan oksigen
yang dipengaruhi oleh tekanan, temperature, waktu pembentukannya dan biasanya
juga terjadi pada lingkungan pengendapan barrier, back barrier dan juga lower delta
plain. Ditemukan adanya mineral pengotor berupa lempung, sehingga
diinterpretasikan berasal dari detrial ataupun sekunder yg dimana kondisi kimia pada
tempat pengendapannya juga mempengaruhi tipe dari mineral lempung yg berasosiasi
dalam batubara.

Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga D2
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Durain menurut Stopes 1919.

Dikarenakan adanya zat pengotor pada peraga D2 ini, sehingga


diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di paralic (laut). Dikarenakannya juga
zat pengotornya berupa sulfur sehinggadiinterpretasikan adanya pengaruh air laut,
jadi air laut tersebut yang membentuk sulfur pada peraga D2 ini, dan juga
dikarenakan adanya zat pengotor pada peraga D2 ini sehingga kualitas batuannya
kurang baik.

3.5 Kode Sample E1

Pada kode sample E1 ini telah dilakukannya pendeskripsian secara umum


pada sifat fisiknya. Hal pertama yang dideskripsi sifat fisiknya secara umum yaitu
warnanya, dimana warna yang dimiliki peraga E1 ini yaitu cokelat. Setelah itu adanya
juga cerat pada peraga E1 ini, saat dilakukan goresan pada kertas lembar deskripsi
yaitu memiliki warna cerat coklat. Selain itu juga dilakukannya deskripsi secara umu
sifat fisiknya brupa kilapnya, pecahan, kekerasan dan juga zat pengototr yang ada
pada peraga E1 ini. Kilap yang dimiliki pada peraga E1 ini yaitu adanya kilap tanah,
yang dimaksut kilap tanah ini dikarenakan tidak ditemukannya lignin dan juga
celulosa, sehingga diinterpretasikan memiliki kilap tanah yang berarti tumbuhan
dulunya pada pergaa E1 ini yaitu tumbuhan tingkat rendah.Pecahan yang dimiliki
peraga E1 ini yaitu conchoidal, dikatakan demikian dikarenaka pada peraga E1 ini
memiliki bentukan yang tidak beraturan, yang dimana bentukan tidak beraturan
tersebut dikarenakan batuan ini mengalami overburden yang tinggi, sehingga
bantukannya yang tidak beraturan dan disebut conchoidal. Selain itu sifat fisik secara
umum berupa kekerasan, dimana kekerasan yang dimiliki pada peraga E1 ini yaitu
rapuh/lapuk dikarenakan peraga ini saat disentuh mudah hancur atau lapuk.
Pendeskripsian secara umum pada sifat fisik peraga E1 ini yang terakhir yaitu zat
pengotor yang dimiliki oleh peraga E1 ini, dimana peraga E1 ini memiliki zat
pengotor berupa serat kayu dan ada material lain yang agak mirip dengan jamur.

Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan yang mengalami


proses penggambutan ataub bisa disebut juga dengan peatification yang dimana
diawali dengan fase biokimia yang meliputi diagenesis dengan adanya fase geokimia
dan juga penambahan kandungan karbon dan pengurangan hydrogen dan oksigen
yang dipengaruhi oleh tekanan, temperature, waktu pembentukannya dan biasanya
juga terjadi pada lingkungan pengendapan barrier, back barrier dan juga lower delta
plain. Pada peraga ini ditemukan adanya serat kayu dan juga material lain seperti
jamur, sehingga diinterpretasikan ketika proses biokimia berlangsung tekanan dan
temperature tidak mendukung untuk proses penggambutan sehingga tingkat
kematangan seperti peat masih dalam proses penggambutan.

Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga E1
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Fusain menurut Stopes 1919.

Lingkungan pengendapan yang dimiliki peraga E1 ini yaitu diinterpretasikan


terendapkan di paralic (laut). Diinterpretasikan demikian dikarenakan pada peraga ini
ditemukannya zat pengotor berupa seray kayu dan material lain yang mirip dengan
jamur, yang berarti sudah mengalami transportasi dan tergolong kedalam
pembentukan batubara jenisa drift dimana proses pembutkannya menghasilkan
kualitas batubara yang rendah atau kurang baik.

3.6 Kode Sample F1

Pada kode sample F1 ini telah dilakukannya pendeskripsian secara umum


pada sifat fisiknya. Hal pertama yang dideskripsi sifat fisiknya secara umum yaitu
warnanya, dimana warna yang dimiliki peraga F1 ini yaitu cokelat. Setelah itu adanya
juga cerat pada peraga F1 ini, saat dilakukan goresan pada kertas lembar deskripsi
yaitu memiliki warna cerat coklat. Selain itu juga dilakukannya deskripsi secara
umum sifat fisiknya brupa kilapnya, pecahan, kekerasan dan juga zat pengototr yang
ada pada peraga F1 ini. Kilap yang dimiliki pada peraga E1 ini yaitu adanya kilap
tanah, yang dimaksut kilap tanah ini dikarenakan tidak ditemukannya lignin dan juga
celulosa, sehingga diinterpretasikan memiliki kilap tanah yang berarti tumbuhan
dulunya pada peragaa F1 ini yaitu tumbuhan tingkat rendah. Pecahan yang dimiliki
peraga F1 ini yaitu conchoidal, dikatakan demikian dikarenaka pada peraga F1 ini
memiliki bentukan yang tidak beraturan, yang dimana bentukan tidak beraturan
tersebut dikarenakan batuan ini mengalami overburden yang tinggi, sehingga
bantukannya yang tidak beraturan dan disebut conchoidal. Selain itu sifat fisik secara
umum berupa kekerasan, dimana kekerasan yang dimiliki pada peraga F1 ini yaitu
keras dikarenakan peraga ini saat disentuh tidak mudah hancur atau lapuk.
Pendeskripsian secara umum pada sifat fisik peraga F1 ini yang terakhir yaitu zat
pengotor yang dimiliki oleh peraga F1 ini, dimana peraga F1 ini memiliki zat
pengotor berupa Kuarsa, Pasir, dan juga Lempung.

Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan yang mengalami


proses penggambutan ataub bisa disebut juga dengan peatification yang dimana
diawali dengan fase biokimia yang meliputi diagenesis dengan adanya fase geokimia
dan juga penambahan kandungan karbon dan pengurangan hydrogen dan oksigen
yang dipengaruhi oleh tekanan, temperature, waktu pembentukannya dan biasanya
juga terjadi pada lingkungan pengendapan barrier, back barrier dan juga lower delta
plain. Didapatkannya zat pengotor pada peraga ini yaitu berupa kuarsa, pasir dan
lempung. Sehingga diinterpretasikan tertransportasi ke swamp atau tanah berlumpur
melalui media air, dan juga peraga ini lingkungan pengendapannya berada di laut dan
kualitas yang dimiliki kurang baik.

Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga F1
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Durain menurut Stopes 1919

Lingkungan pengendapan yang dimiliki peraga F1 ini yaitu diinterpretasikan


terendapkan di paralic (laut). Diinterpretasikan demikian dikarenakan pada peraga ini
ditemukannya zat pengotor berupa Kuarsa, Pasir dan Lempumg, yang berarti sudah
mengalami transportasi dan tergolong kedalam pembentukan batubara jenisa drift
dimana proses pembutkannya menghasilkan kualitas batubara yang rendah atau
kurang baik.

3.7 Kode Sample G1

Pada kode sample G1 ini telah dilakukannya pendeskripsian secara umum


pada sifat fisiknya. Hal pertama yang dideskripsi sifat fisiknya secara umum yaitu
warnanya, dimana warna yang dimiliki peraga G1 ini yaitu Hitam. Setelah itu adanya
juga cerat pada peraga G1 ini, saat dilakukan goresan pada kertas lembar deskripsi
yaitu memiliki warna cerat coklat. Selain itu juga dilakukannya deskripsi secara
umum sifat fisiknya brupa kilapnya, pecahan, kekerasan dan juga zat pengototr yang
ada pada peraga G1 ini. Kilap yang dimiliki pada peraga G1 ini yaitu adanya kilap
Glassy atau bisa juga disebut kilap kaca, dikatakan demikian dikarenakan pada
peraga G1 ini saat dilihat secara megaskopis seperti memiliki kilap kaca atau sifatnya
memantul sehingga diinterpretasikan memiliki celulosa dan lignin dan diberikan
penamaa kilap kaca tersebut Glass. Pecahan yang dimiliki peraga G1 ini yaitu
conchoidal, dikatakan demikian dikarenaka pada peraga G1 ini memiliki bentukan
yang tidak beraturan, yang dimana bentukan tidak beraturan tersebut dikarenakan
batuan ini mengalami overburden yang tinggi, sehingga bantukannya yang tidak
beraturan dan disebut conchoidal. Selain itu sifat fisik secara umum berupa
kekerasan, dimana kekerasan yang dimiliki pada peraga G1 ini yaitu keras
dikarenakan peraga ini saat disentuh tidak mudah hancur atau lapuk. Pendeskripsian
secara umum pada sifat fisik peraga G1 ini yang terakhir yaitu zat pengotor yang
dimiliki oleh peraga G1 ini, dimana peraga G1 ini memiliki zat pengotor berupa
sulfur, pasir, dan kuarsa. Dimana adanya cleat pada perga ini G1 ini yaitu adanya
endogenetic cleat, yang dimaksud dengan endogenetic ini yaitu adanya rekahan pada
peraga G1 ini, hal itu dikarenakan sifat dalam batuannya.

Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan yang mengalami


proses penggambutan ataub bisa disebut juga dengan peatification yang dimana
diawali dengan fase biokimia yang meliputi diagenesis dengan adanya fase geokimia
dan juga penambahan kandungan karbon dan pengurangan hydrogen dan oksigen
yang dipengaruhi oleh tekanan, temperature, waktu pembentukannya. Adanya zat
pengotor yang biasanya ada dalam fraksi organic pada batubara dalam mencirikan
lingkuangan pengendapan marin. Ditemukannya zat pengotor pada batuan ini yaitu
berupa sulfur, pasir dan juga kuarsa, yang berarti peraga ini sudah mengalami
transportasi dan mengendap di limnic (laut). Adanya cleat berupa endogenetic yaiitu
adanya rekahan pada peraga ini berdasarkan sifat peraga ini sendiri.

Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga G1
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Clarain menurut Stopes 1919

Lingkungan pengendapan dari peraga G1 ini yaitu diinterpretasikan sduah


mengalami transportasi dan banyaknya material yang cikal bakal minerlanya banyak
terendapkan berbarengan dengan peraga ini. Pada peraga ini ditemukannya zat
pengotor berupa sulfur sehingga diinterpretasikan adanya pengaruh air laut, jadi
adanya reaksi air laut yang membentuk sulfur. Sehingga diinterpretasikan peraga G1
ini terendapkan di Laut.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kode sample A2

Peraga A2 ini memiliki warna hitam, dengan cerat yang dimilik peraga ini
yaitu abu-abu. Selain itu memiliki kilap berupa glassy (kaca), pecahan yang dimiliki
peraga ini yaitu conchoidal, dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat
kekerasannya berupa kera. Tidak ditemukannya zat pengotor pada peraga ini.
Diinterpretasikan lingkuangan pengendapannya di darat dan memiliki kualitas batuan
yang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu
coalball menurut komposisi yang diinterpretasikan batuan ini.

4.2 Kode Sample B2

Peraga B2 ini memiliki warna hitam, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
abu-abu. Selain itu memiliki kilap berupa glassy (kaca), pecahan yang dimiliki peraga
ini yaitu conchoidal, dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat
kekerasannya berupa keras. Tidak ditemukannya zat pengotor pada peraga ini.
Diinterpretasikan lingkuangan pengendapannya di darat dan memiliki kualitas batuan
yang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic
Coal – Vitrain ( Stopes 1919 ).

4.3 Kode Sample C2

Peraga C2 ini memiliki warna Abu- abu sampai hitam, dengan cerat yang
dimilik peraga ini yaitu coklat. Selain itu memiliki kilap berupa sutera (pertengahan
antara kilap tanah dan kilap kaca), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu kubus,balok.
Dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa lapuk.
Ditemukannya zat pengotor pada peraga ini, yaitu berupa lempung. Diinterpretasikan
lingkungan pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan yang kurang baik.
Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic Coal –
Clarain ( Stopes 1919 ).

4.4 Kode Sample D2

Peraga D2 ini memiliki warna Abu- abu sampai hitam, dengan cerat yang
dimilik peraga ini yaitu coklat. Selain itu memiliki kilap berupa sutera (pertengahan
antara kilap tanah dan kilap kaca), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu kubus,balok
dibeberapa bagian dan di beberapa bagian berupa conchiodal. Dengan adanya
kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa sedang. Ditemukannya
zat pengotor pada peraga ini, yaitu berupa sulfur. Diinterpretasikan lingkungan
pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan yang kurang baik. Dari data yang
dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic Coal – Durain ( Stopes
1919 ).

4.5 Kode Sample E1

Peraga E1 ini memiliki warna coklat, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
coklat. Selain itu memiliki kilap berupa tanah (Tidak ditemukannya lignin dan
celulosa), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu conchiodal. Dengan adanya kekerasan
pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa lapuk. Ditemukannya zat pengotor
pada peraga ini, yaitu berupa serat kayu dan material lain seperti jamur.
Diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan
yang kurang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu
Humic Coal – Fusain ( Stopes 1919 ).

4.6 Kode Sample F1

Peraga F1 ini memiliki warna coklat, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
coklat. Selain itu memiliki kilap berupa tanah ( tidak ditemukannya celulosa dan
lignin), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu conchiodal. Dengan adanya kekerasan
pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa keras. Ditemukannya zat pengotor
pada peraga ini, yaitu berupa lempung, pasir, dan kuarsa. Diinterpretasikan lingkungan
pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan yang kurang baik. Dari data yang
dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic Coal – Durain ( Stopes
1919 ).

4.7 Kode Sample G1

Peraga G1 ini memiliki warna hitam, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
coklat. Selain itu memiliki kilap berupa Glassy ( kilap kaca), pecahan yang dimiliki
peraga ini yaitu Conchiodal. Dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat
kekerasannya berupa keras Ditemukannya zat pengotor pada peraga ini, yaitu berupa
Pasir, Kuarsa, dan Sulfur. Selain itu juga ditemukannya cleat endogenetic pada peraga
G1 ini. Diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di laut dan memiliki kualitas
batuan yang kurang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan
ini yaitu Humic Coal – Clarain ( Stopes 1919 ).

Anda mungkin juga menyukai