Laporan Sifat Fisik Dan Optik Batubara
Laporan Sifat Fisik Dan Optik Batubara
GEOLOGI BATUBARA
DisusunOleh:
Auzan Arasy DJ
21100116140088
hari :
tanggal :
pukul :
PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Melakukan pendeskripsian peraga batubata
Melakukan penamaan terhadap peraga batubara
Melakukan interpretasi lingkungan pengendapan peraga batubara
1.2. Tujuan
Dapat mengetahui penamaan batubara
Dapat menganalisa dengan cara pendeskripsian terhadap batubara
Dapat membuat interpretasi dari lingkungan pengdapan peraga batubara
PEMBAHASAN
Telah dilakukan praktikum Geologi Batubara dengan acara “Sifat Fisik dan
Optik Batubara” pada tanggal 28 september 2018 yang bertempat di Gedung
Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro ruang GS 202. Dilakukan
pendeskripsian terhadap 7 batuan batubara yang masing – masing memiliki ciri khas
yang berbeda-beda pada batubara tersebut. Batubara yang terdiri dari kode sample
A2, B2, C2, D2, E1, F1, dan G1. Berikut adalah pembahasan dari masing- masing
kode sample:
Pada peraga A2 ini, saat dideskripsi secara umum memiliki sifat fisiknya
sendiri.Dimana peraga A2 ini memiliki warna hitam, cerat yang dimiliki dari perga
A2 ini yaitu memiliki cerat berwarna abu-abu. Selain itu juga secara megaskopis
peraga A2 ini memiliki Kilap kaca Glassy, disebut Glassy dikarenakan kilap yang
dimiliki peraga ini yaitu seperti kilap kaca, peraga ini memiliki kilap kaca dikarenaka
pada peraga ini memiliki kandungan Lignin dan Celulosa, sehingga dimanakan
kilapnya Glassy. Pada pendeskripsiaan selanjutnya adanya pecahan yang dimilik dari
peraga A2 ini, dimana pecahan pada peraga ini yaitu Conchoidal, dinamakan
Conchoidal dikarenakan pecahan yang ditemukan pada peraga ini tidak beraturan,
dari tidak beraturan itu sehingga diinterpretasikan sudah melewati overburden yang
tinggi, sehingga disebut pecahannya Conchoidal. Pendeskripsian berikutnya pada
sifat fisik peraga ini secara umum yaitu ditemukan adanya kekerasan pada peraga A2
ini, dimana pada peraga A2 ini memiliki tingkat kekerasan yang kuat atau bisa
dibilang tidak rapuh. Pendeskripsian bagian akhir sifat fisik secara umum pada peraga
A2 ini yaitu zat pengotor pada batuan ini, akan tetapi pada peraga A2 ini tidak
ditemukannya zat pengotor pada peraga A2 ini.
Pada peraga ini, diinterpretasikan berasal dari tumbuhan yag mengalami
proses penggambutan di awal dengan fase biokimia yang meilputi diagenesis dengan
adanya juga dase geokimia dengan penambahan kandungan karbon dan pengurangan
hydrogen serta oksigen yang dipengaruhi oleh tekanan, temperature, serta waktu
pembentukan dan biasanya terjadi pada lingkungan pengedapan . Tidak
ditemukannya zat pengotor sehingga diinterpretasikan memiliki kualitas batuan yang
baik.
Dari data yang didapatkan pada peraga A2 ini yaitu tidak didapatkan adanya
zat pengotor pada peraga A2 ini sehingga diinterpretasikan bahwa peraga A2 ini
lingkungan pengendapannya terendapkann secara homogen di lingkuangan darat atau
bisa diesbut limnic.
Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga B2
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Vitrain menurut Stopes 1919.
Selain itu juga pada peraga B2 ini saat diinterpretasikan dan diambil datanya
saat pendeskripsian, tidak memiliki atau tidak adanya zat pengotor pada peraga B2
ini. Sehingga untuk lingkuangan pengendapannya diinterpretasikan terendaptkan
secara homogen di lingkuangan darat atau bisa disebut juga limnic.
Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga C2
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Durain menurut Stopes 1919.
Lingkungan pengendapan yang dimiliki peraga C2 ini yaitu diinterpretasikan
terendapkan di paralic (laut). Diinterpretasikan demikian dikarenakan pada peraga ini
ditemukannya zat pengotor berupa lempung, yang berarti sudah mengalami
transportasi dan tergolong kedalam pembentukan batubara jenisa drift dimana proses
pembutkannya menghasilkan kualitas batubara yang rendah atau kurang baik.
Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga D2
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Durain menurut Stopes 1919.
Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga E1
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Fusain menurut Stopes 1919.
Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga F1
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Durain menurut Stopes 1919
Dari hasil deskripsi yang sudah didapatkan dan diajabrkan diatas, peraga G1
ini memiliki nama batuan berdasarkan komposisi data yang sudah diinterpretasikan
dan didapat. Nama dari batuan ini yaitu Humic coal – Clarain menurut Stopes 1919
Peraga A2 ini memiliki warna hitam, dengan cerat yang dimilik peraga ini
yaitu abu-abu. Selain itu memiliki kilap berupa glassy (kaca), pecahan yang dimiliki
peraga ini yaitu conchoidal, dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat
kekerasannya berupa kera. Tidak ditemukannya zat pengotor pada peraga ini.
Diinterpretasikan lingkuangan pengendapannya di darat dan memiliki kualitas batuan
yang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu
coalball menurut komposisi yang diinterpretasikan batuan ini.
Peraga B2 ini memiliki warna hitam, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
abu-abu. Selain itu memiliki kilap berupa glassy (kaca), pecahan yang dimiliki peraga
ini yaitu conchoidal, dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat
kekerasannya berupa keras. Tidak ditemukannya zat pengotor pada peraga ini.
Diinterpretasikan lingkuangan pengendapannya di darat dan memiliki kualitas batuan
yang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic
Coal – Vitrain ( Stopes 1919 ).
Peraga C2 ini memiliki warna Abu- abu sampai hitam, dengan cerat yang
dimilik peraga ini yaitu coklat. Selain itu memiliki kilap berupa sutera (pertengahan
antara kilap tanah dan kilap kaca), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu kubus,balok.
Dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa lapuk.
Ditemukannya zat pengotor pada peraga ini, yaitu berupa lempung. Diinterpretasikan
lingkungan pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan yang kurang baik.
Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic Coal –
Clarain ( Stopes 1919 ).
Peraga D2 ini memiliki warna Abu- abu sampai hitam, dengan cerat yang
dimilik peraga ini yaitu coklat. Selain itu memiliki kilap berupa sutera (pertengahan
antara kilap tanah dan kilap kaca), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu kubus,balok
dibeberapa bagian dan di beberapa bagian berupa conchiodal. Dengan adanya
kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa sedang. Ditemukannya
zat pengotor pada peraga ini, yaitu berupa sulfur. Diinterpretasikan lingkungan
pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan yang kurang baik. Dari data yang
dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic Coal – Durain ( Stopes
1919 ).
Peraga E1 ini memiliki warna coklat, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
coklat. Selain itu memiliki kilap berupa tanah (Tidak ditemukannya lignin dan
celulosa), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu conchiodal. Dengan adanya kekerasan
pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa lapuk. Ditemukannya zat pengotor
pada peraga ini, yaitu berupa serat kayu dan material lain seperti jamur.
Diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan
yang kurang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu
Humic Coal – Fusain ( Stopes 1919 ).
Peraga F1 ini memiliki warna coklat, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
coklat. Selain itu memiliki kilap berupa tanah ( tidak ditemukannya celulosa dan
lignin), pecahan yang dimiliki peraga ini yaitu conchiodal. Dengan adanya kekerasan
pada peraga ini yaitu tingkat kekerasannya berupa keras. Ditemukannya zat pengotor
pada peraga ini, yaitu berupa lempung, pasir, dan kuarsa. Diinterpretasikan lingkungan
pengendapannya di laut dan memiliki kualitas batuan yang kurang baik. Dari data yang
dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan ini yaitu Humic Coal – Durain ( Stopes
1919 ).
Peraga G1 ini memiliki warna hitam, dengan cerat yang dimilik peraga ini yaitu
coklat. Selain itu memiliki kilap berupa Glassy ( kilap kaca), pecahan yang dimiliki
peraga ini yaitu Conchiodal. Dengan adanya kekerasan pada peraga ini yaitu tingkat
kekerasannya berupa keras Ditemukannya zat pengotor pada peraga ini, yaitu berupa
Pasir, Kuarsa, dan Sulfur. Selain itu juga ditemukannya cleat endogenetic pada peraga
G1 ini. Diinterpretasikan lingkungan pengendapannya di laut dan memiliki kualitas
batuan yang kurang baik. Dari data yang dimiliki diinterpretasikan penamaan batuan
ini yaitu Humic Coal – Clarain ( Stopes 1919 ).