Anda di halaman 1dari 12

Mekanisme Penglihatan

Disusun oleh:
Kelompok E
Yudia Mahardika (102009028)
Nadia Dita (102009109)
Welmin Sorya Leatomu (102009146)
Mutiara Meilyn pane (102010149)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Terusan Arjuna No. 6, Kebun Jeruk
Jakarta Barat

1
Tujuan

1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco-Ingersoll yang
menirukan mata sebagai susunan optik .
2. Mendemonstrasikan pelbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model mata
Cenco-Ingersoll :
a. Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi.
b. Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi.
c. Mata miop serta tindakan koreksi.
d. Mata hipermetrop serta tindakan koreksi.
e. Mata astigmat serta tindakan koreksi.
3. Untuk melakukan pemeriksaan luas lapang pandang mata kiri dan kanan.
4. Untuk melakukan pemeriksaan buta warna.
5. Untuk melakukan pemeriksaan waktu reaksi.

A. Model Mata Cenco – Ingersoll


Alat yang digunakan :
a. Model mata Cenco-Ingersol dengan perlengkapannya
b. Optotip Snellen
c. Seperangkat lensa
d. Mistar
e. Gambar kipas Lancaster Regan
f. Keratoskop placido.

Cara kerja:

1. Mata sebagai susunan optik


Pelajari model mata Cenco – Ingersoll dengan perlengkapannya:
a. Sebuah bejana yang terisi air hampir penuh
b. Kornea
c. Retina yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda
d. Benda yang bercahaya ( lampu ).
e. Kotak yang berisi
a) Iris
b) 4 lensa sferis masing – masing berkekuatan + 2D , +7D , +20D,-1,75D.
c) 2 lensa silindris masing – masing berkekuatan + 1,75 D dan – 5,5 D.

1) Lebar Pupil dan Aberasi Sferis


a. Pasang lensa sferis + 7D di tempat lensa kristaline ( di L ).
b. Pasang retina di R.
c. Arahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 7 m atau lebih .Perhatikan
bayangan jendela yang terjadi pada lempeng retina.
d. Tempatkan sekarang iris di G1 dan perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.

Hasil Percobaaan

Keadaan Karakteristik bayangan


Tanpa Iris Terang dan agak buram

2
Dengan Iris Cukup terang dan lebih tajam

2) Hipermetropia
a. Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap gunakan sferis +7D sebagai
lensa kristalina.
b. Setelah diperoleh bayangan tegas (noA ad. 4) pindahkan retina ke Rh.Perhatikan
bayangan menjadi kabur lagi.
c. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai
kacamata sehingga bayangan menjadi tegas kembali.
d. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil percobaan

Jenis Lensa Kekuatan Lensa


+1,00 D Buram
+1,75 D Sedikit jelas
+2,00 D Jelas
+2,25 D Sangat jelas

3) Miopia
a. Tingkat lensa sferis positif dari S1 atau S2.Kembalikan retina ke R.Perhatikan
bayangan yang tetap tegas.
b. Pindahkan retina ke Rm.Perhatikan bayangan menjadi kabur.
c. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai
kacamata sehingga bayangan menjadi tegas.
d. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil percobaan (Miopia)

Jenis Lensa Kekuatan Lensa


-0,20 D Buram
-0,25 D Buram
-0,75 D Sedikit jelas
-1,00 D Sangat jelas

4) Astigmatisme
a. Angkat lensa sferis negatif dari S1 / S2 dan pindahkan retina ke R.
b. Letakkan lensa silindris – 5,5D di G2 .Perhatikan sebagian bayangan menjadi
kabur.
c. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2dan
mengatur arah sumbunya sehingga seluruh bayangan menjadi tegas.
d. Catat jenis kekuatan dan arah sumbu lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

3
Hasil percobaan

Jenis Lensa Kekuatan Lensa


-0,5 D Buram
-0,75 D Buram
-1,00 D Buram
+1,00 D Buram
+1,50 D Sedikit jelas
+1,75 D Jelas

5) Akomodasi
a. Angkat kedua lensa silindris yang dipasang di G2 dan S1 atau S2.
b. Tanpa mengubah keadaan model mata Cenco-Ingersoll tempatkan benda yang
bercahaya 25 cm di depan model mata tersebut. Perhatikan bayangannya yang
kabur.
c. Ganti lensa sferis +7D (lensa kristalina) dengan sebuah lensa sferis lainnya yang
memberikan bayangan yang tegas pada retina.
d. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan untuk mengganti lensa
kristalina (+7D).

Hasil percobaan

Dengan menyatukan lensa + 2D dan –2D maka bayangan akan terbentuk dengan
jelas.

6) Mata Afakia
a. Buat susunan seperti yang didapatkan pada A ad. 4.
b. Angkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata tanpa lensa
kristalina.
c. Perbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang
sebagai kaca mata di S1 atau S2 supaya bayangan menjadi lebih tajam.
d. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil percobaan

Dengan menggunakan lensa +2D maka bayangan yang terbentuk sudah jelas.

B. Perimetri

Alat yang digunakan :

a. Perimeter
b. Formulir pencatatan hasil

4
c. 5 buah batang lidi dengan warna pada ujungnya masing-masing putih, merah, biru,
hijau, dan kuning.

Cara kerja:

1) Suruh orang percobaan duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter.


2) Tutup mata kiri orang percobaan dengan sapu tangan.
3) Letakkan dagu orang percobaan di tempat sandaran dagu yang dapat diatur
tingginya, sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi atas batang vertikal
sandaran dagu.
4) Siapkan formulir.
5) Suruh orang percobaan memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di tengah
perimeter. Selama pemeriksaan, penglihatan orang percobaan harus tetap
dipusatkan pada titik fiksasi tersebut.
6) Gunakan benda yang dapat digeser (lidi yang ada bulatan berwarna-warni) pada
busur perimeter untuk pemeriksaan luas pandang. Pilih bulatan berwarna putih
dengan diameter sedang (± 5mm) pada benda tersebut.
7) Gerakkan perlahan-lahan bulatan putih menyusuri busur dari tepi kiri orang
percobaan ke tengah. Tepat pada saat orang percobaan melihat bulatan putih tersebut
penggeseran benda dihentikan.
8) Baca tempat penghentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat.
9) Ulangi tindakan no.7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi
busur.Ulangi tindakan no.7,8 dan 9 setelah busur tiap kali diputar 30 0 sesuai arah
jarum jam dari pemeriksa, sampai posisi busur vertikal.
10) Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula. Pada posisi ini tidak perlu
dilakukan pencatatan lagi.
11) Ulangi tindakan no.7,8 dan 9 setelah memutar busur tiap kali 30 0 berlawanan arah
jam dari pemeriksa, sampai tercapai posisi busur 600 dari bidang horizontal.
12) Periksa juga lapang pandang orang percobaan untuk berbagai warna lain: merah,
hijau, kuning dan biru, dengan cara yang sama seperti di atas.
13) Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri hanya dengan bulatan
berwarna putih.

Hasil percobaan

Lampiran hasil luas lapang pandang mata di halaman akhir.

5
Tabel 1: Hasil Perimetri Mata Kanan

Sudut
pandang
Putih (°) Merah (°) Biru (°) Kuning(°) Hijau (°)
mata kanan
(°)
T 180 62 50 55 56 56
N0 85 80 84 84 86
T 210 56 58 55 62 56
N 30 64 45 58 58 59
T 240 64 64 58 60 60
N 60 48 45 43 45 40
D 270 70 60 63 67 60
U 90 40 35 42 35 45
T 300 80 65 70 60 75
N 120 48 45 45 44 48
T 330 85 81 72 79 82
N 150 48 53 55 50 50

Tabel 2: Hasil Perimetri Mata Kiri

Sudut
pandang Putih (°)
mata kiri (°)
T 180 85
N0 55
T 210 83
N 30 57
T 240 80
N 60 52
D 270 66
U 90 45
N 300 55
T 120 58
N 330 49
T 150 78

Tabel 3: Batas minimal lapang pandang normal pada mata kanan

6
Warna
Putih Merah Biru Kuning Hijau
LapangPandang (°)
Temporal 95 78 75 70 62
Nasal 70 65 60 55 45
Temporal Bawah 88 , 5 83 , 5 85 83 , 5 75
Nasal Atas 66 , 5 67 61 59 49,5
Bawah 84 73 67 68 60
Atas 72 63 60 49 40
Nasal Bawah 72 64 65 63 59 , 5
Temporal Atas 72 , 5 64 60 , 5 52 , 5 44
Luas Lapang Pandang Total 620 , 5 557,5 533 , 5 500 435

Tabel 4: Batas minimal lapang pandang normal pada mata kiri

Warna
Putih
Lapang Pandang (°)
Temporal 180
Nasal 60
Temporal Bawah 93
Nasal Atas 85
Bawah 83
Atas 54
Nasal Bawah 60
Temporal Atas 80
Luas Lapang Pandang Total 695
C. Pemeriksaan Buta Warna

Alat yang digunakan:

a. Buku pseudosokromatik Ishihara.

Cara kerja:

1) Suruh orang percobaan mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku
pseudoisokramatik Ishihara.
2) Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia.

Hasil percobaan

Tabel 5: Hasil Pemeriksaan Buta Warna

No. Angka yang ditunjuk di buku Orang Percobaan

7
1. 12 12
2. 8 8
3. 5 5
4. 29 29
5. 74 74
6. 7 7
7. 45 45
8. 2 2
9. 16 16
10. Menghubungkan mampu
11. 35 35
12. 96 96
13. Mengikuti 2 garis mampu

Pada tabel diatas, terlihat bahwa OP dapat menyebutkan dan mengidentifikasikan


dengan benar semua angka dan bentuk atau garis yang ada pada buku ishihara
tersebut selayaknya orang dengan mata normal.

Pembahasan

Model Mata Cenco – Ingersoll

Pada percobaan dengan model mata tanpa iris, cahaya dapat masuk melalui sebagian
besar permukaan lensa.Cahaya yang memasuki bagian pinggir lensa menyebabkan bayangan
yang terbentuk tidak tajam.Efek ini disebut dengan aberasi sferis. Ketika dipasang iris, model
mata menghasilkan bayangan yang lebih redup namun tajam.Cahaya tidak dapat masuk
ruangan model mata melalui pinggir lensa.Hanya bagian tengah lensa yang dapat dilalui
cahaya.Oleh karena aberasi sferis dicegah oleh iris, maka terbentuk bayangan yang tajam.

Sinar berjalan lebih cepat melalui udara dari pada melalui mediatransparan lain
misalnya (yang sebaliknya juga berlaku). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai
permukaan medium baru dalam sudut yang tidak tegak lurus.Berbeloknya berkas sinar di
kenal sebagai refraksi (pembiasan).Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan
refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur
pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut masuk mata, berperan paling besar
dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada pertemuan
udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan dalam densitas antara lensa dan cairan
sekitarnya.1Gangguan refraksi antara lain adalah :

8
a. Tidak ada kelainan refraksi (emetropia)
Mata akan dianggap normal atau emetrop bila cahaya sejajar dari objek jauh
difokuskan di retina pada keadaan otot siliaris relaksasi total.Ini berarti bahwa mata
emetrop dapat melihat semua objek jauh secara jelas dengan otot siliaris yang
relaksasi. Namun untuk melihat objek dekat, otot siliaris harus berkontraksi agar mata
dapat berakomodasi dengan baik.
b. Hipermetropia
Hipermetropia dikenal pula sebagai penglihatan jauh, bisanya akibat bola mata terlalu
pendek atau kadang-kadang karena sisterm lensa terlalu lemah.Pada keadaan ini
cahaya sejajar kurang dibelokkan oleh sistem lensa sehingga tidak terfokus di retina.
Untuk mengatasi kelainan ini, otot siliaris berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan
lensa.Koreksi mata hipermetropia adalah dengan lensa sferis (+) yang sekuat-kuatnya
yang memberikan visus maksimal.
c. Gangguan penglihatan jauh (Miopia)
Pada miopia, sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari objek jauh difokuskan di
depan retina.Keadaan ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang atau kadang-
kadang karena daya bias sistem lensa terlalu kuat.Koreksi miopia dilakukan dengan
lensa sferis (-) yang selemah – lemahnya.
d. Astigmatisme
Astigma merupakan kelainan refraksi mata yang menyebabkan bayangan penglihatan
pada satu bidang difokuskan pada jarak yang berbeda dari bidang yang tegak lurus
terhadap bidang tersebut. Hal ini paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya
lengkung kornea pada salah satu bidang di mata.Koreksi astigma dilakukan dengan
lensa silindris dengan sifat – sifat yang khas:
a) Sinar dalam bidang sejajar dengan sumbu lensa tidak dibias.
b) Sinar dalam bidang tegak lurus dengan sumbu lensa akan dibias.
e. Akomodasi
Mengubah kelengkungan lensa mata berarti mengubah jarak titik fokus lensa. Untuk
mengubah kelengkungan lensa mata dilakukan oleh otot siliar. Hal ini dimaksudkan
agar bayangan yang dibentuk oleh lensa mata selalu jatuh di retina. Pada saat mata
melihat dekat lensa mata harus lebih cembung (otot-otot siliar menegang) dan pada
saat melihat jauh lensa harus lebih pipih (otot-otot siliar mengendor). Mencembung
dan menipisnya lensa mata ini lah yang disebut dengan akomodasi.
Kemampuan akomodasi mata akan meningkat bila mata melihat kabur dan pada
waktu melihat dekat. Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke
belakang retina. Akibat benda ini didekatkan penglihatan menjadi kabur, maka mata
akan berakomodasi dengan mencembungkan lensa. Semakin dekat benda yang akan

9
dilihat maka benda akan berakomodasi semakin kuat hingga batas maksimum.
Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan Dioptri (D), lensa 1 D mempunyai
titik fokus pada jarak 1 meter.
f. Afakia
Afakia adalah satu kondisi di mana mata telah kehilangan lensa kristalin yang asli
(tidak adanya lensa mata), baik melalui operasi disebabkan oleh katarak (lensa
kristalin berkabut) atau trauma. Kondisi ini juga dapat disebabkan sejak lahir, atau
bila bayi memiliki penyakit sistemik. Kebiasannya jika terdeteksi saat lahir, ia dikenal
sebagai katarak kongenital. Katarak kongenital merupakan opasti atau kekabutan pada
lensa kristalin yang dapat menghambat penglihatan. Ini bisa mengakibatkan
ketidakjelasan visi yang nyata ataupun secara total. Katarak kongenital biasanya
terjadi pada kedua mata (bilateral) sedangkan katarak yang disebabkan oleh trauma
sering terjadi pada satu mata (unilateral). Komplikasi penglihatan yang dapat terjadi
akibat pengurangan stimulus penglihatan di awal usia adalah ambliopia (mata malas),
nistagmus (mata bergetar) dan juling. Kacamata tidak sesuai dipakaikan kepada afakia
sepihak karena dapat menyebabkan persaingan dengan mata sebelah yang normal di
mana, kombinasi gambar sulit terjadi di antara mata baik yang melihat objek dengan
terang, dengan mata afakia yang melihat objek dengan jelas.2

Pemeriksaan Luas Lapang Pandang

Lapang pandang merupakan suatu area penglihatan yang dilihat oleh salah satu mata
pada suatu jarak tertentu.Area yang terlihat di bagian nasal disebut lapang pandang bagian
nasal dan area yang terlihat di sisi lateral disebut lapangan pandang bagi temporal. Pada
semua peta perimetri, suatu bintik buta yang disebabkan oleh sedikitnya sel batang dan
kerucut di retina di atas lempeng optik dijumpai kira – kira pada 15 derajat sebelah lateral
dari titik pusat penglihatan.2Pusat penglihatan manusia terletak di daerah occipital pada otak.
Informasi sensoris yang diterima akan disalurkan melalui jalur penglihatan yang disarafi dari
retina ke otak. Secara normal, lapang pandang pada satu mata terletak 90° temporal, 60°
medial, 60° atas,dan 75° bawah. Lesi pada lobus temporalis bila mengenai radiasio optika
dapat mengakibatkan defek lapang pandang bagian atas homonim.3

Pemeriksaan Buta Warna

10
Buta warna merupakan kelainan pada seseorang yang tidak dapat membedakan
warna. Kelainan ini dikendalikan oleh gen cb (colour blind) yang berada pada kromosom X
dan bersifat resesif. Buta warna merupakan penyakit genetis akibat rusaknya sel kerucut pada
retina. Buta warna yang umunya dikenal ada 2 jenis yaitu buta warna total dan buta warna
parsial (sebagian). Buta warna total hanya dapat membedakan warna hitam dan putih.
Umumnya, penderita buta warna yang diketahui ialah buta warna parsial, yaitu tidak dapat
membedakan sebagian warna, misalnya buta warna merah-hijau. Ketika seseorang
mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang
dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan normal.Bila mata tak mempunyai sekelompok sel
kerucut penerima warna, orang itu tidakakan dapat membedakan beberapa warna dari warna
lainnya.

Orang yang tidak mempunyai sel kerucut merah disebut protanopia. Seluruh spektrum
penglihatannya akan memendek secara nyata pada akhir panjang gelombang yang panjang
karena kurangnya sel kerucut merah ini.Penyandang buta warna yang tidak mempunyai sel
kerucut hijau disebut deuteranopia. Orang ini mempunyai lebar spektrum panjang gelombang
yang benar-benar normal sebab tersedia sel kerucut merah untuk mendeteksi panjang
gelombang warna merah yang panjang.Buta warna merah hijau adalah karakteristik gen
terikat X yang sudah dikenal dan bersifat resesif terhadap penglihatan normal.4

Kesimpulan
1. Efek aberasi sferis dapat diatasi dengan penempatan iris pada model mata dan
berbagai kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan lensa yang sesuai.

2. Rata-rata luas lapang pandang yang paling besar adalah pada warna putih, khususnya pada
pemeriksaan mata kiri. Sedangkan luas lapang pandang pada urutan kedua yaitu warna
kuning pada pemeriksaan mata kanan.
3. OP tidak buta warna karena dapat melihat perbedaan warna. Dalam percobaan ini, OP tidak
mengalami kesulitan dalam membaca angka maupun lambang yang ada pada buku ishihara
tersebut.
4. Waktu reaksi yang ditunjukkan OP semakin cepat dan stabil dengan rangsangan berulang
yang diberikan kepadanya.

Daftar Pustaka

11
1. Sherwood L.Fisiologi manusia. Edisi ke-6.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2011.h. 137-9.
2. Guyton,Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2007.h.250-4.
3. Weiner HL,Levitt LP. Buku saku neurologi. Edisi ke-5.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003.h.115.
4. Sloane E.Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2003.h.119.
5. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1995.h.221-3.

12

Anda mungkin juga menyukai