Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUMANIORA

“Metode Abduksi dan Deduksi”

Di susun Oleh :

Delima Trifena
Marfuah
Meri Juwita
Widya Anggar Sari

Kelompok 2

Dosen Pembimbing : Serilaila, SKM, MPH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KOTA BENGKULU
D IV KEBIDANAN ALIH JENJANG
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia dan izin-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Humaniora dengan tepat
waktu. Tugas ini diberikan guna memenuhi ketuntasan materi mata kuliah dan
standar kompetensi yang telah ditentukan oleh pihak kampus Poltekkes Kemenkes
Bengkulu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas ini banyak


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua, dosen
pembimbing, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu demi
kelancaran penyelesaian tugas ini.

Dalam pembuatan dan penyusunan tugas ini, tidak menutup kemungkinan


terdapat berbagai kesalahan yang mungkin saja disebabkan karena keterbatasan
sumber ataupun kurangnya pengetahuan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Penulis,

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan tidak akan diam begitu saja karena secara spontan rasa
ingin tahu manusia akan bergerak mencari yang belum diketahui. Hal tersebut
terjadi karena objek alam adalah misteri besaryang sedikit demi sedikit
disibakkan manusia dengan kegiatannya meneliti melalui pengamatan dan
analisis. Selain itu, dengan kreativitasnya setiap ilmu mempunyai bahasan
dan tujuan-tujuan tersendiri, melakukan pengetahuan sendiri dan “dihidupi”
oleh pemirsanya untuk memperoleh kebenaran-kebenaran lebih lanjut akan
apa yang diamato dan menjadi objeknya.
Metode ilmiah merupakan bagian yang paling penting dalam mempelajari
ilmu ilmiah. Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini tidak harus
selalu berurutan. Langkah demi langkah seperti contoh yang tercantum
berikut ini, yang penting ialah pemecahan masalah untuk mendapatkan
kesimpulan umum (generalisasi) yang didasarkan atas data dan uji dengan
data bukan oleh keinginan, prasangka, kepercayaan atau pertimbangan lain.
Seorang ilmuwan memulai penelitian dengan membuat pertanyaan atau
keraguan. Setiap pertanyaan atau keraguan membutuhkan penjelasan yang
dipercaya atau diandalkan. Tidak pernah ada pertanyaan retoris dalam ilmu
pengetahuan. Pertanyaan selalu merupakan pertanyaan yang real yang
menggugah ilmuwan untuk mencari solusi atau penjelasan. Solusi ilmiah
mengajak ilmuwan untuk mencoba menemukan the imagined action. Maka
dari itu, dalam solusi ilmiah diperlukan metode ilmiah yang akan dibahas
dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan metode abduksi?
2. Apa saja tujuan metode abduksi?
3. Apa saja ciri-ciri metode abduksi?
4. Bagaimana proses dari metode abduksi?
5. Apa saja syarat pemilihan hipotesis metode abduksi?
6. Apa saja nilai dari fase abduksi?
7. Apa yang dimaksud dengan metode deduksi?
8. Bagaimana proses dengan metode deduksi?
9. Apa yang dimaksud dengan metode berfikir deduksi?
10. Apa saja cir-ciri dengan metode deduksi?
11. Apa saja contoh dari dengan metode deduksi?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, dapat kita ambil
tujuan penulisan masalah ini adalah untuk mengetahui apa itu metode
diilmu pengetahuan dengan metode abduksi dan deduksi.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu membedakan dan memahami bagaimana metode di
ilmu pengetahuan dengan metode abduksi dan deduksi.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Metode Ilmiah
Kata “metode’’ berasal dari kata Yunani, meta yang berarti “sesudah’’ dan
hodos yang berarti “jalan’’. Metode adalah langkah-langkah berurutan yang
diambil untuk mencapai pengetahuan yang benar. Langkah-langkah tersebut
dapat berupa tatacara, tehnik, teori beserta urutannya, atau jalan yang telah
dirancang sebelumnya, maupun langkah-langkah baru yang ditemukan
dijalan. Pada kenyataannya penyimpangan dari langkah-langkah yang telah
ditentuka sangat mungkin terjadi karena ditemukannya fakta-fakta baru yang
mungkin lebih menarik dan bahkan bisa mngubah hipotesis sebelumnya.
Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan
melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk
menjelaskan fenomena alam. prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis
tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji
berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.Metode utama
dalam sains biasanya diwarnai pendekatan empiris. Hal ini disebabkan oleh
sejarah sains yang sangat berkembang karena adanya eksperimen-eksperimen
yang dilakukandi laboratorium untuk meniru ituasi dan kondisi alam. Dimulai
dengan aliran empiris John Locke dan David Hume, sains merupakan hasil
“permainan’’ berbagai variabel dan parameter buatan manusia.
Sains juga berkembang karena adanya kepentingan pragmatis dari
pengguna sains dan para pelaku teknologi. Untuk itu terciptalah berbagai
metode ilmiah baru yang berbeda dari metode sebelumnya yang telah dibahas
oleh Francis Bacon. Aliran positivisme menggunakan sains dan hasil-hasil
sains empiris untuk aplikasi ke semua bidang. Kaum positivisme zaman itu
dipelopori Auguste Comte dan John Stuart Mill yang sangat membantu
dengan rumusan-rumusan logikanya, membuat metode ilmiah meluas
penggunaannya untuk ilmu-ilmu lainnya termasuk ilmu sosial dan budaya,
antropologi, sejarah, ekonomi dan sebagainya.
Dalam proses pencarian yang dilakukan manusia, ada dua momen yang
melahirkan metode ilmiah. Momen yang pertama adalah momen kesadaran
akan adanya masalah. Momen yang kedua adalah proses berpikir baru untuk
mengusahakan pemecahan masalah. Dan proses yang terjadi di antara
kesadaran akan masalah dan pemecahan masalah ini merupakan penelitian
dimana di dalamnya digunakan metode. Jika diteliti lebih lanjut, momen-
momen kesadaran ini sangatlah rumit dinamikanya, dan banyak menarik
perhatian para pemikir di abad pertengahan.
Rene Descartes yang juga dijuluki Bapak Filsafat Modern pernah
merenungkan perihal pengetahuan dan kesadaran, dan hasil pemikiran
Descartes sanagat berpengaruh pada lahirnya metode-metode dalam ilmu
pengetahuan. “Kesadaran’’ dari subjek yang berpikir mendapat tempat
istimewa dalam penggalian pengetahuan menurut Descartes. Dalam salah satu
buku utamanya yaitu “Wacana Metode’’ (Discours de la Methode, 1637)
Descartes mengatakan bahwa beberapa kaidah pokok perihal metode adalah
sebagai berikut:
1) Jangan pernah menerima apapun sebagai benar kecuali jika
mengetahui secara jelas bahwa hal itu memang benar, artinya hindari
secara berhati-hati penyimpulan terlalu cepat prasangka; dan jangan
memasukkan apapun ke dalam pandangan Anda kecuali apa yang
ditampilkan sangat jelas dan gamblang di dalam nalar, sehingga tidak
akan ada kesempatan untuk meragukannya.
2) Memilah-milah satu per satu kesulitan yang akan ditelaah menjadi
bagian-bagian kecil sebanyak mungkin atau sejumlah yang
diperlukan, untuk lebih memudahkan menyelesaikannya.
3) Memikirkan secara runtut, mulai dari objek-objek yang paling
sederhana dan paling mudah dikenali, lalu meningkat setahap demi
setahap sampai ke masalah yang paling rumit, dan bahkan dengan
menata urutan objek-objek yang secara alami tidak beraturan.
4) Membuat perincian selengkap mungkin dan memeriksa secara
menyeluruh sampai yakin bahwa tidak ada yang terlupakan.
Komponen umum siklus empirik mencakup tahapan-tahapan :
1) Tahap I : Observasi
Ilmuwan bekerja lebih dari sekedar mengamati, melainkan
termasuk mengumpulkan data, mendaftar,
mengidentifikasi, memilah-milah, menggolongkan,
mengklasifikasi secara ilmiah, serta mengadakan evalusi
awal
2) Tahap II : Induksi awal
Induksi awal selalu dibantu oleh logika dan kadang-kadang
oleh matematika.
3) Tahap III : Deduksi Logis
Deduksi logis untuk mengolah lebih lanjut data empiris
awal tadi yang akan dirumuskan hipotesis.
4) Tahap IV : Verifikasi
Verifikasi adalah tahap pengukuhan dugaan sementara tadi
dengan memperlakukan eksperimen empiris terhadap objek
5) Tahap V: Klasifikasi Empirik
Hasil yang didapat akan diamati dan dianalisis,
yang merupakan tahap klarifikasi ilmiah, dimana hasil
analisis akan menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis
sebelumnya

2. Metode Abduksi
a) Pengertian Metode Abduksi
Menurut C. S. Pierce metode abduksi adalah semua proses yang
terdiri dari mencari dan merumuskan hipotesis terjadi dalam pemikiran
ilmuwan dan berkisar seputar hipotesis dan proses penyimpulan. Mula-
mula ia memandang abduksi sebagai suatu bentuk penyimpulan yang
terdiri dari tiga proposisi, yaitu, proposisi tentang suatu hukum (rule),
proposisi tentang suatu kasus (case), dan terakhir proposisi tentang
kesimpulan (result), yang dibentuk dalam suatu silogisme hipotesis yang
terdiri dari premis mayor, minor, dan kesimpulan :
Jika A, maka B
Dan A :
Maka B
Secara formal, abduksi sebenarnya merupakan suatu bentuk silogisme
yang bertolak dari fakta atau kasus.
b) Tujuan metode abduksi
Tujuan utama ilmu pengetahuan tidak berhenti dengan pengumpulan
data, melainkan lebih dari itu coba mencarikan dan menemukan penjelasan
atau eksplanasi atas data. Ilmuwan tidak pernah puas hanya dengan menerima
data begitu saja dan tidak merupakan sumber satu-satunya bagi pengatahuan
manusia. Ilmu pengetahaun merupakan suatu proses hidup yang dijalani oleh
ilmuwan dalam menemukan hipotesis untuk menjelaskan fenomena atau data.

c) Ciri-ciri abduksi yaitu :


a. Menawarkan suatu hepatitis yang memberikan eksplanasi yang
probable : hipotesis merupakan suatu kemungkinan penjelasan.
b. Memberikan eksplanasi terhadap fakta-fakta lain yang belum
dijelaskan dan bahkan tidak dapat diobservasi secara langsung.
c. Daya tarik metode abduksi yaitu untuk menjelaskan fakta yang
tampak maupun fakta yang tidak kelihatan di masa depan namun bisa
dinalar sejak sekarang. Seperti hipotesisKopernikus saat mengajukan
konsep heliosentris.
d) Proses metode abduksi
Proses metode abduksi ini diawali dengan pemikiran Pierce tentang
abduksi yang mengalami perkembangan panjang dan baru mencapai
kematangannya dalam karya-karyanya setelah tahun 1893. Mula-mula ia
memandang abduksi sebagai suatu bentuk penyimpulan yang terdiri dari
tiga proposisi, yaitu, proposisi tentang suatu hukum (rule), proposisi
tentang suatu kasus (case) dan terakhir proposisi tentang
kesimpulan (result). Dalam abduksi, hukum, kasus, dan kesimpulan
dibentuk dalam suatu silogisme hipotesis yang terdiri dari premis mayor,
minor, dan kesimpulan. Bentuk silogisme hipotesis bisa dilihhat sebagai
berikut:
Jika A, maka B
Dan A:
Maka B

Namun setelah tahun 1893, Peirce semakin sadar bahwa abduksi


lebih dari sekedar suatu bentuk logis. Abduksi merupakan tahap pertama
dari penelitian ilmiah. Minat penelitian ilmuan berawal dari keheranan
terhadap peristiwa atau fakta. Pengalaman ini membangkitkan keraguan,
pertanyaan dan karena itu ia coba mencari penjelasan atau hipotesis. Oleh
karena itu secara formal, abduksi sebenarnya merupakan suatu bentuk
silogisme yang bertolak dari fakta atau kasus. Dari fakta itu kita
merumuskan suatu hipotesis untuk menjelaskan kasus tersebut. Hipotesis
tersebut mengandung makna general atau universal.
Maka, abduksi pertama-tama berfungsi menawarkan suatu
hipotesis yang bisa memberikan penjelasan terhadap fakta-fakta itu. Ada
fakta, dan fakta itu harus dijelaskan dengan sebuah hipotesis. Oleh karena
itu silogisme abduksi selalu mulai dari fakta dan dari fakta itu dirumuskan
sebuah hipotesis untuk menjelaskan fakta tersebut. Sehubungan dengan
itu, Peirce merincikan dua ciri dari abduksi dalam hal ini. Pertama,
abduksi menawarkan suatu hipotesis yang memberikan eksplanasi yang
probable. Peirce dalam hal ini sengaja menggunakan istilah probable untuk
menegaskan bahwa hipotesis merupakan suatu kemungkinan penjelasan.
Hipotesis hanya berfungsi sebagai konjektur atau dugaan. Seorang
ilmuwan harus tahu bahwa jika penjelasannya benar, maka fakta-fakta
yang diobservasi akan dapat dijelaskan dengan benar. Kebenaran hipotesis
itu masih harus dibuktikan melalui proses verifikasi. Kedua, hipotesis itu
dapat memberikan eksplanasi terhadap fakta-fakta lain yang belum
dijelaskan dan bahkan tidak dapat diobservasi secara langsung. Peirce di
sini jelas-jelas anti-positivis yang beranggapan bahwa semua hipotesis
harus dapat secara langsung menjelaskan fakta. Setiap hipotesis memang
harus diverifikasi, namun hal itu tidak perlu dibuktikan dengan observasi
langsung. Cukup kalau hipotesis itu dapat menjelaskan fakta yang
diobsevasi dan ada kemungkinan untuk diverifikasikan melalui
pengalaman dimasa depan.
Alasan filosofis menjelaskan kenyataan ini bisa dillihat dari sudut
pandang tugas ilmu pengetahuan pada umumnya. Ilmu pengetahuan
sebagai kegiatan akal budi manusia, yang didukung oleh fakta-fakta
pengalaman, bertugas untuk memperkenalkan gagasan baru dalam bentuk
penjelasan tentang masalah tertentu. Pengalam merupakan satu segi dari
ilmu pengetahuan. Segi lainnya adalah pemikiran yang orisinil yang tidak
dapat dihasilkan melalui logika saja melainkan juga melakui imajinasi.
Kecintaan akan pengetahuan mendorong ilmuan untuk senantiasa
memikirkan kebenaran macam apa yang bisa dibayangkan. Imajinasi
ilmiah membawa ia kepada kebenaran. Peirce melihat imajinasi sebagai
faktor penting bagi temuan ilmiah atau hipotesis dan coba melukiskan
kemampuan ini sebagai suatu locatan; loncatan dari pengalaman dan data
kepada suatu plausibility, kemasukakalan, atas dasar dan pengalaman.
Maka, imajinasi mendapat tempat paling sentral dalam metode ilmiah.
Tetapi, imajinasi dapat mengacaukan kalau tidak diarahkan oleh
pengalaman karena hanya pengalaman atau obervasi yang mencetuskan
loncatan imajinasi.
Tetapi abduksi, dimana imajinasi yang brilian dan bebas menjadi
bagian yang tidak dapat diabaikan begitu saja, tidak menjalankan fungsi
kritis. Abduksi hanya menghasilkan hipotesis sebagai penjelasan
sementara. Abduksi hanya memberika suatu konjektur atau dugaan yang
masuk akal sebagai salah satu cara untuk memahami fakta. Maka,
hipotesis yang coba ditawarkan melaui abduksi tidak lebih dari suatu
vague ideas, yang masih harus dibuktikan melaui induksi dan deduksi.

e) Beberapa syarat dalam pemilihan hipotesis, sebagai berikut :


a. Suatu hipotesis yang baik adalah hipotesis yang terbuka dan
mendalam, dapat menjelaskan fenomena lain secara bersamaan (tentu
masih dalam lingkup ilmu yang bersangkutan).
b. Hipotesis yang baik adalah hipotesis yang bisa diuji, dan sekaligus
juga yang sangat membantu bagi perkembangan ilmu itu sendiri.
c. Kesimpulan : nilai teoretis fase abduksi
 Abduksi menghasilkan suatu proposisi yang mengandung
konsep universal (generalitas).
 Merupakan suatu proses yang tidak dapat dipatok dengan satu
jenis penalaran formal (reason) saja.
 Menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk
menangkap orisinalitas realitas.
 Interpretatif : abduksi yang berhasil mengandaikan keterlibatan
yang menyeluruh dan imajinasi yang bebas.
f) Nilai teoritis fase abduksi terdiri dari 4 macam, yaitu :

 Pertama abduksi menghasilkan suatu proposisi yang mengandung


konsep universal. Sudah dikatakan sebelumnya bahwa abduksi
adalah suatu proses penyimpulan dari kasus tertentu. Kesimpulan
dari proses itu adalah suatu proposisi yang menempatkan suatu
kasus khusus tertentu dalam suatu kelas atau kelompok. Maka
dengan cara ini, suatu hipotesis mempertegas bahwa suatu kasus
individu ditempatkan dalam suatu kelas yang lebih umum.
 Kedua, abduksi merupakan proses yang tidak dapat ditolak dengan
suatu jenis penalaran formal saja. Hipotesis abduksi dibentuk oleh
imajinasi, bukan oleh penalaran kritis. Lebih lagi seorang ilmuwan
akan menggunakan instingnya untuk membuat suatu pilihan yang
ekonomis dan berguna ketika menhadapi begitu banyak penjelasan
yang harus diuji. Hipotesis abduksi tidak muncul dari suatu prises
logis yang ketat, tetapi dari suatu kilatan insight, pengertian, atau
ide dibawah imajinasi dan diluar kemampuan penalaran kritis.
 Ketiga, prises abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu
berusaha untuk mengungkap irisinalitas realitas. Karena hipotesis
abduktif merupakan hasil dari kilatan ide imajinasi ilmiah,
hipotesis itu bagi ilmiwan dan bagi banyak orang merupakan suatu
yang baru. Peirce sangat yain bahwa abduksi merupakan satu-
satunya bentuk penalaran yang bisa menghasilkan ide bagi ilmu
pengetahuan. Abduksi berhentu dengan menawarkan suatu suatu
hipotesis yang yang harus diuji. Bahkan sesuatu yang sudah
diketahui kebenarannya.
 Keempat, adalah interpretatif. Abduksi yang berhasil
mengandaikan keterlibatan yang menyeluruh dan imajinasi yang
bebas. Oleh karena itu, ilmuwan yang berpengalaman biasanya
lebih berhasil dari yang tidakk berpengalaman. Ini berarti bahwa
abduksi merupakan suatu fase interpretasi. Interpretasi dalam arti
bahwa proposisi hipotesis yang berhasil dirumuskan itu tidak lain
dari cara pandang ilmuwan terhadap fakta atau pengalaman.

3. Metode Deduksi
a) Pengertian Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
umum ke khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara befikir
deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme ini
merupakan suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk
dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik. Di dalam proses berpikir
deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dilakukan secara umum pada kelas
tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi
pada setiap yang termasuk dalam kelas itu.
Deduksi berasal dari bahasa inggris deduction yang berarti penarikani
kesimpulan dari keadaan-keadaan umum, menemukan yang khusus dari
yang umum. (Kamus umum bahasa Indonesia hal. 273 W.J.S.
Poerwadarminta, Balai pustaka, 2006). Deduksi adalah cara berpikir
dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya
mempergunakan pola pikir silogisme yang secara sederhana digambarkan
sebagai penyusun dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pernyataan yang mendukung silogisme disebut premis yang kemudian
dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan
kedua premis tersebut.

b) Proses deduksi
Proses deduksi adalah proses menarik prediksi-prediksi dari suatu
hipotesis. Dengan kata lain, deduksi adalah usaha untuk menyingkapkan
konsekuensi-konsekuensi eksperiensial dari hipotesis eksplanatoris.
Tugasnya adalah mengeksplikasi hipotesis dengan cara menarik
konsekuensi eksperiensial dari suatu hipotesis. Dalam proses memikirkan
prediksi dari hipotesis, seorang ilmuwan dapat berkonsentrasi hanya pada
makna generalitas predikat dari hipotesis. Proses ini membuat hipotesis
menjadi semakin lama makin jelas dan mudah dipahami. Proses deduktif
dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi dalam bentuk jika-
maka. Ini berarti hasil dari pengujian tidak atau belum diketahui.

c) Metode berfikir deduktif


Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan
hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus. Pengujian atas hipotesis dapat dimulai
dengan memeriksa implikasi eksperiensial (virtual prediction) dari
hipotesis. Lalu menyimpulkan prediksi-prediksi eksperiensial dari
hipotesis itu, mencatat dan menyeleksi prediksi dan akhirnya mengamati
apakah prediksi itu terjadi atau tidak. Proses menarik prediksi-prediksi dari
suatu hipotesis disebut proses deduksi.
d) Ciri-ciri metode deduksi
 Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis
yang kemudian dapat dibedakan sebagai permis mayor dan
permis minor.
 Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari
penalaran deduktif berdasarkan kedua permis tersebut.
 Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk mencapai
kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah ini di
antara suatu kelompok barang sesuatu.
 Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran deduktif selalu
merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pertnyaan-
pertanyaan yang lebih dahulu diajukan.
 Pembahasan mengenai logika deduktif itu sangat luas dan
meliputi salah satu di antara persoalan-persoalan yang menarik

e) Contoh metode deduksi:


Contoh penarikan kesimpulan berdasarkan metode deduktif adalah
sebagai berikut :
1) Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan
hidup (premis mayor) Anton adalah seorang makhluk
hidup (premis minor) Jadi, Anton perlu makan untuk
mempertahankan hidupnya. (kesimpulan)
2) Semua anggota kelas B memiliki ciri X, Y, Z.
Peristiwa A merupakan anggota kelas B.
Karena itu peristiwa A seharusnya memiliki ciri X, Y, Z.

3) Semua makhluk hidup memerlukan udara (Premis mayor)

Dewi adalah makhluk hidup (Premis minor)

Jadi Dewi memerlukan udara (Kesimpulan)

Kesimpulan yang diambil bahwa si Dewi memerlukan


udara adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini
ditasrik secara logis dari dua permis yang mendukungnnya.
Pertanyaan apakah kesimpulan itu benar maka dapat dipastikan
bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin
saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar,
sekiranya cara penarikan kesimpulannya adalah tidak sah.

Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan


tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran
premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Proses
deduktif dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi
dalam bentuk jika-maka : hasil dari pengujian tidak atau belum
diketahui.

BAB III
KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan
Menurut C. S. Pierce metode abduksi adalah semua proses yang terdiri dari
mencari dan merumuskan hipotesis terjadi dalam pemikiran ilmuwan dan
berkisar seputar hipotesis dan proses penyimpulan. Deduksi adalah
pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke khusus.
Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara befikir deduksi ini ke dalam
suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme ini merupakan suatu bentuk
deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan
yang lebih baik.

B. Saran
Penulis mengharapkan agar mahasiswa dapat mengetahui dan memanfaatkan
makalah ini untuk menambah wawasan tentang metode abduksi dan deduksi.

DAFTAR PUSTAKA
Icka. 2015. https://ikamakoto.wordpress.com/kuliah-ku/filsafat-ilmu/c-penalaran-
logika-deduktif-induktif-dan-metode-ilmiah. Diaskes pada tanggal 3 Mei 2016.
Lisa. 2013. http://amalia-lisa.blogspot.co.id/2013/12/metode-ilmiah-metode-
abduksi-metode.html. Diaskes pada tanggal 2 Mei 2016.

Notoadmodjo Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi


Cetakan II. Jakarta : PT Asdi Mahasatya
Sonny, Keraf. Mikhael, Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofi.
Yogyakarta:Kanisius

Anda mungkin juga menyukai