Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi merupakan bagian terpenting dalam rongga mulut, karena
adanya fungsi gigi yang tidak tergantikan, antara lain untuk mengunyah
makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk
menunjang penampilan. Karies gigi merupakan salah satu penyakit gigi dan
mulut yang paling sering dijumpai di masyarakat. Proses terjadinya karies gigi
dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa
makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah
menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5)
yang menyebabkan demineralisasi email, dan akan berlanjut menjadi karies
gigi. Pada awalnya, lesi karies berwarna putih akibat dekalsifikasi,
berkembang menjadi lubang berwarna coklat atau hitam yang mengikis gigi
(Herdiyati dan Sasmita, 2010).
Ada beberapa nutrisi yang berhubungan dengan kesehatan gigi
yaitu: karbohidrat, kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Fluor termasuk
golongan mikromineral yang berperan dalam proses mineralisasi dan
pengerasan email gigi. Pada saat gigi dibentuk, yang pertama kali terbentuk
adalah hidroksiapatit yang terdiri dari kalsium dan fosfor. Tahap berikutnya
adalah fluor akan menggantikan gugus hidroksi (OH) pada kristal tersebut dan
membentuk fluoroapatit yang menjadikan gigi tahan terhadap kerusakan.
Paparan fluor dalam dosis rendah yang terjadi terus-menerus akan mencegah
terjadinya kerusakan atau karies gigi (Herdiyati dan Sasmita, 2010).
Restorasi gigi diselesaikan sebelum dipasang di dalam rongga
mulut untuk mendapatkan tiga manfaat dari perawatan gigi : kesehatan mulut,
fungsi, dan estetika. Restorasi dengan kontur dan pemolesan yang baik akan
meningkatkan kesehatan mulut dengan jalan mencegah akumulasi sisa
makanan dan bakteri patogen. Ini diperoleh melalui reduksi daerah permukaan
total dan mengurangi kekasaran permukaan restorasi. Permukaan yang lebih
mulus akan lebih mudah dijaga kebersihannya dengan tindakan pembersihan
preventif yang biasa dilakukan sehari-hari karena benang gigi dan sikat gigi

1
akan mendapat jalan masuk yang lebih baik ke semua permukaan dan daerah
tepi (Annusavice,2004).
Dengan beberapa bahan gigi tertentu, aktivitas karat dan korosi
dapat dikurangi cukup besar jika seluruh restorasi dipoles dengan baik. Fungsi
rongga mulut akan meningkat jika restorasi dipoles dengan baik karena
makanan akan meluncur lebih bebas pada permukaan oklusal dan embrasur
selama mastikasi. Yang lebih penting lagi, daerah kontak restorasi yang halus
akan mengurangi tingkat keausan pada gigi tetangga maupun antagonisnya.
Ini khususnya berlaku untuk bahan restorasi seperti keramik yang
mengandung fase yang lebih keras daripada email gigi dan dentin. Permukaan
yang kasar menyebabkan terjadinya tekanan kontak yang tinggi yang dapat
menimbulkan hilangnya kontak fungsional dan stabilisasi antara gigi-gigi.
Akhirnya, kebutuhan estetik dapat membuat dokter gigi menangani
permukaan restorasi yang tampak jelas dengan cara berbeda daripada
permukaan yang sulit dijangkau. engan beberapa bahan gigi tertentu, aktivitas
karat dan korosi dapat dikurangi cukup besar jika seluruh restorasi dipoles
dengan baik. Fungsi rongga mulut akan meningkat jika restorasi dipoles
dengan baik karena makanan akan meluncur dengan bebas padapermukaan
oklusal dan embrasure selama mastikasi. Yang lebih penting lagi, daerah
kontak restorasi yang halus akan mengurangi keausan pada gigi sebelahnya
atau gigi antagonisnya. Permukaan yang kasar akan mengakibatkan tekanan
kontak yang tinggi yang menimbulkan hilangnya kontak fungsional dan
stabilitas antara gigi-gigi. Proses penyelesaian, pemotongan, pengasahan dan
pemolesan masih kurangdibedakan di kedokteran gigi. Untuk itu kelompok
kami akan mencoba membahas materi tentang abrasif,polishing dan finishing
ini (Finn,2003).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah bahan abrasif dan fluoride yang tepat berpengaruh terhadap
perawatan terhadap pembersihan karang gigi dan pencegahan terjadinya karies
gigi ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui apakah perbedaan antara polishing dan finishing

2
b. Mengetahui apakah pengaplikasian bahan abrasif dan polishing dapat
menjaga kestabilan kesehatan rongga mulut
c. Mengetahui apakah aplikasi fluoride dapat mengambat karies pada gigi

1.4 Hipotesa

Bahan abrasif dan fluoride yang tepat berpengaruh terhadap perawatan


terhadap pembersihan karang gigi dan pencegahan terjadinya karies gigi

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bahan Abrasif

2.1.1 Definisi Bahan Abrasif

Abrasi adalah suatu proses untuk pelepasan suatu bahan yang


dikenakan pada permukaan suatu bahan oleh bahan yang lain dengan
penggosokan, pencungkilan, pemahatan, pengasahan atau dengan cara
mekanis lainnya secara berulang ulang oleh suatu gesekan (Anusavice,
2004). Bahan Abrasi adalah bahan yang meyebabkan abrasi, bahan
yang digunakan untuk mengikis, mengasah dan menggosok suatu
permukaan (Anusavice,2004).

2.1.2 Manfaat Bahan Abrasif

Restorasi gigi diselesaikan sebelum dipasang di dalam


rongga mulut untuk mendapatkan tiga manfaat dari perawatan gigi
yakni: kesehatan mulut,fungsi, dan estetika. Restorasi dengan kontur
dan pemolesan yang baik akan meningkatkan kesehatan mulut dengan
jalan mencegah akumulasi sisa makanan dan bakteri patogen. Ini
diperoleh melalui reduksi daerah permukaan total dan mengurangi
kekasaran permukaan restorasi. Permukaan yang lebih mulus akan lebih
mudah dijaga kebersihannya dengan tindakan pembersihan preventif
yang biasa dilakukan sehari-hari karena benang gigi dan sikat gigi akan
mendapat jalan masuk yang lebih baik ke semua permukaan dan daerah
tepi. Dengan beberapa bahan gigi tertentu, aktivitas karat dan korosi
dapat dikurangi cukup besar jika seluruh restorasi dipoles dengan baik.
Fungsi rongga mulut akan meningkat jika restorasi dipoles dengan baik
karena makanan akan meluncur lebih bebas pada permukaan oklusal
dan embrasur selama mastikasi. Yang lebih penting lagi, daerah kontak
restorasi yang halus akan mengurangi tingkat keausan pada gigi
tetangga maupun antagonisnya. Ini khususnya berlaku untuk bahan
restorasi seperti keramik yang mengandung fase yang lebih keras
daripada email gigi dan dentin. Permukaan yang kasar menyebabkan

4
terjadinya tekanan kontak yang tinggi yang dapat menimbulkan
hilangnya kontak fungsional dan stabilisasi antara gigi-gigi. Akhirnya,
kebutuhan estetik dapat membuat dokter gigi menangani permukaan
restorasi yang tampak jelas dengan cara berbeda daripada permukaan
yang sulit dijangkau. Walaupun pemolesan yang mirip cermin
diinginkan demi alasan di atas, jenis permukaan ini mungkin secara
estetik kurang baik karena tidak cocok dengan gigi-gigi di sebelahnya
bila berada di daerah yang mudah kelihatan seperti permukaan labial
dari gigi-gigi aterior atas. Meskipun demikian, permukaan ini tidak
terkena tekanan kontak yang tinggi dan mudah dibersihkan. Ciri dan
corak anatomi yang samar dapat ditambahkan pada daerah ini tanpa
mempengaruhi kesehatan maupun fungsi rongga mulut (Naibaho,
2004).

2.1.3 Macam-Macam Bahan Abrasif

Ada beberapa jenis bahan abrasif yang tersedia tetapi hanya yang umum
yang digunakan dalam kedokteran gigi. Abrasif alamiah mencakup batu
Arkansas, kapur, korundum, intan, akik, pumis dll. Abrasif buatan
pabrik adalah bahan disintesa yang umumnya lebih disukai karena
mempunyai sifat fisik yang lebih dapat ditebak (Naibaho, 2004).

A. Bahan Abrasif Alami

Bahan Abrasif Alami menurut Anusavice tahun 2004 yaitu :

1. Batu Arkansas.

Batu Arkansas adalah batu endapan silika yang berwarna abu-


abu muda dan semi transluler yang ditambang di Arkansas.

2. Kapur.
Salah satu bentuk mineral dari calcite disebut kapur. Kapur
adalah abrasif putih yang terdiri atas kalsium karbonat.
3. Korundum.
Bentuk mineral dari oksida aluminium yang biasanya berwarna
putih. Sifat fisiknya lebih rendah daripada oksida alfa-

5
aluminium, yang sudah banyak menggantikan korundum dalam
aplikasi dental.
4. Intan.
Intan adalah mineral tidak berwarna, transparan yang terdiri atas
karbon. Ini adalah senyawa yang paling keras. Intan disebut
super abrasif karena kemampuannya untuk mengasah substansi
apapun.
5. Amril
Abrasif ini berupa korundum berwarna hitam keabuan yang
dibuat dalam bentuk butiran halus. Amril digunakan khususnya
dalam bentuk disk abrasif dan tersedia dalam berbagai ukuran
kekasaran.
6. Akik.
Istilah akik mencakup sejumlah bahan yang berbeda yang
mempunyai sifat fisik dan kristalin yang sama. Mineral ini
adalah silika dari aluminium, kobalt, besi, magnesium, dan
mangan.
7. Pumis.
Aktivitas gunung berapi menghasilkan bahan silica berwarna
abu-abu muda. Digunakan terutama dalam bentuk pasir tetapi
juga dapat ditemukan pada abrasif karet.
B. Bahan Abrasif Buatan
Bahan Abrasif Buatan menurut Anusavice tahun 2004 yaitu :
1. Silikon karbid
Abrasif yang sangat keras dan merupakan abrasif sintetik yang
pertama kali dibuat. Silikon tersebut sangat keras dan rapuh.
Partikel-partikelnya tajam dan mudah pecah untuk membentuk
partikel baru yang tajam. Ini menghasilkan efesiensi
pemotongan yang sangat tinggi untuk berbagai bahan termasuk,
keramik, dan bahan plastik. Silikon karbid tersedia sebagai
bahan abrasif pada disk dan instrumen bonding vitraus serta
karet.
2. Oksida Alumunium

6
Abrasif sintetik kedua yang dikembangkan sesudah silikon
karbid. Oksida aluminium sintetik ( alumina) dibuat berupa
bubuk berwarna putih. Dapat lebih keras daripada korundum
(alumina alami) karena kemurnianya. Oksida ini dipakai untuk
oksida bonding, abrasif berbentuk lapisan. White stone dibuat
dari oksida aliminium yang disintering untu merapikan email
gigi, logam campur, maupun bahan keramik.
3. Rouge
Oksida besi adalah senyawa abrasif yang halus dan berwarna
merah dalam rouge, bahan ini dipadukan seperti tripoli, dengan
berbagai pengikat lunak menjadi bentuk bedak. Digunakan
untuk memoles logam campur mulia yang berkadar tinggi.
4. Oksida timah
Abrasif yang sangat halus ini digunakan sebagai bahan pemoles
untuk gigi dan restorasi logam di dalam mlut. Bahan ini
dicampur dengan air, alkohol, atau gliserin untuk membentuk
pasta abrasif ringan.
5. Abrasif intan sintetik
Intan buatan digunakan khusus sebagai bahan abrasif yang
memiliki lima kali tingkat abrasif dibandingkan intan alami.
Digunakan pada gergaji intan, bur intan(Anusavice, 2004).

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Bahan Abrasif

Menurut Anusavice tahun 2004 faktor- faktor yang mempengaruhi


daya abrasi pembersih gigi yaitu :

1. Faktor- Fakor Ekstraoral

a. Jenis,Ukuran, dan Jumlah partikel pada pembersih gigi.

Jenis partikel bahan abrasif yang mempunyai tepi tajam akan


lebih efisien daripada partikel yang bersudut tumpul,ukuran
partikel bahan abrasif lebih besar atau lebih lebar akan
menghasilkan goresan yang lebih dalam daripada bahan abrasif

7
yang lebih kecil dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi
membantu untuk menambah kekentalan pasta gigi.

b. Jumlah pembersih yang digunakan

Pembersih yang banyak digunakan adalah pasta dan pasta gigi,


ini disebabkan karena konsentrasi bahan abrasif pada pasta dan
pasta gigi berbentuk gel adalah 50-75 % lebih rendah daripada
bubuk.Oleh karena itu,bubuk lebih jarang digunakan karena
lebih memungkinkan terjadinya abrasi dentin dan sensitivitas
pulpa.

c. Jenis sikat gigi

Jenis sikat gigi yang mempunyai bulu-bulu lebih lentur akan


lebih mudah menekuk dan membawa lebih banyak partikel
abrasif untuk berkontak dengan struktur gigi dengan tekanan
yang relatif lebih ringan daripada jenis sikat gigi yang lebih
kasar.

d. Metode penyikatan gigi dan tekanan yang digunakan selama


penyikatan

Kecepatan gerakan menggosok selama penyikatan partikel


abrasif yang perlahan menghasilkan goresan yang lebih dalam
dan tekanan yang diberikan selama penyikatan,tekanan yang
terlalu besar dapat membuat partikel abrasif pecah dan
meningkatkan panas yang timbul karena gesekan.

e. Frekuensi dan Lama penyikatan


Yang terpenting didalam penyikatan gigi tidak perlu kuat tetapi
lama minimal 2 menit setiap kali menyikat gigi,ini adalah salah
satu cara untuk mengurangi daya abrasi.
f. Kemampuan koordinasi pasien
Kemampuan koordinasi pasien misalnya dengan menghilangkan
kebiasaan buruk yang dapat mengikis email gigi, seperti
menggigit pensil pulpen atau korek gigi dan tusuk gigi,

8
Meskipun gigi bagian terkeras, tapi gigi juga rentan terhadap
kekuatan lemah yang dilakukan secara konstan.

2. Faktor Intraoral

a. Konsistensi saliva dan jumlahnya (variasi normal).


b. Xerostomia akibat obat, patologi kelenjar saliva, dan terapi radiasi.
c. Keberadaan, jumlah, dan kualitas deposit gigi yang ada (pelikel,
plak, kalkulus).
d. Permukaan akar gigi yang terbuka
e. Adanya bahan restorasi, protesa gigi, dan alat ortodonsi
(Anusavice,2004).

2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Bahan Abrasif

1. Kelebihan :

a. Ekonomis

b. Mudah digunakan

c. Estetika baik

d. Kesehatan oral

2. Kekurangan :

a. Tekanan yang berlebihan dapat menyebabkan potongan yang lebih


dalam pada area tersebut, menyebabkan kekasaran permukaan yang
berisiko menempelnya plak dan permukaan terlihat kusam
b. Menggunakan bahan abrasif yang lebih lunak dari pada permukaan
akan merusak bahan abrasif tersebut
c. Luka pada pulpa gigi dikarenakan menggosok material terlalu
cepat
d. Risiko silikosis pernapasan karena pemajanan kronis terhadap
partikel bahan ini yang ada di udara cukup besar karena itu
tindakan pencegahan harus selalu dilakukan. Misalnya: Kieselguhr,
karena bahan yang paling halus (Vanable dan Lopresti, 2004).

9
2.1.6 Kegunaan Bahan Abrasif

1. Pasta Propilaksis

Pasta yang difungsikan untuk tujuan profilaksis di rongga mulut. Pasta


ini berfunfsi untuk membuang stein, debris, pellikel, materia alba,
memberikan permukaan yang halus dan menghasilkan estetik yang
baik di rongga mulut

2. Dentrifices

Untuk mencegah terjadinya kelainan dalam rongga mulut, seperti


karies gigi dan penyakit peridontal, dengan cara mengendalikan
jumlak mikroorganisme dalam plak dan saliva, dengan cara berkumur
dengan obat kumur dan penggunaan pasta gigi

3. Bahan Pembersih Gigi Tiruan

Pembersih gigi tiraun dapat dilakukan dengan perendaman pada


larutan pembersih , dan dengan pemolisan ulang (Annusavice, 2004).

2.1.7 Pengaplikasian Bahan Abrasif

A. Aplikasi dan Bahan Abrasif pada Resin Akrilik menurut


Anusavice tahun 2004 yaitu :

1. Batu Arkansas

Batu endapan silika warna abu-abu muda dan semitranslusen


yang ditambang di Arkansas. Mengandung quartz mikrokristal.
Corak padat,keras, seragam. Potongan kecil dicekatkan pd
batang logam lalu ditruin keberbagai bentuk untuk mengasah
email gigi dan logam campur.

2. Pasir

Campuran partikel mineral kecil terutama silika. Berwarna-


warni sehingga punya penampilan yg khas. Bentuk bulat atau
angular.Diaplikasikan dengan tekanan udara untuk
menghilangkan bahan tanamdari logam campur pengecoran.

10
Dapat dilapiskan pada disk kertas untuk mengasah logam
campur dan bahan plastik.

3. Pumis

Silika abu-abu muda. Dalam bentuk pasir atau abrasif karet.


Untuk bahan plastik. Bubuknya adalah derivat batu vulkanik yg
sangat halus dari Italia dan digunakan memoles email, lempeng
emas, amalgam, dan resin akrilik.

B. Aplikasi dan Bahan Abrasif pada Resin Komposit menurut


Anusavice 2004 yaitu :

1. Intan

Mineral tidak berwarna, transparan yang terdiri atas karbon.


Senyawa paling keras, disebut super abrasif karena dapat
mengasah substansi apapun. Digunakan pada bahan keramik dan
resin komposit

2. Abrasif intan sintetik

Digunakan khusus sebagai abrasif dan dibuat 5 kali lebih besar


dari tingkat abrasif intan alami. Digunakan pada gergaji intan,
roda, dan bur intan. Blok yang ditanami partikel intan digunakan
untuk mengasah jenis abrasi yang lain. Pasta pemoles intan juga
dibuat dari partikel yang diameternya lebih kecil dari 5 um dan
digunakan untuk memoles bahan keramik. Abrasive intan
sintetik digunakan terutama untuk struktur gigi, bahan keramik,
dan bahan resin komposit.

3. Instrument Poles : abrasif karet, disk dengan partikel halus atau

amplas, dan pasta poles dengan partikel halus.

C. Aplikasi dan Bahan Abrasif dan Polish pada Tumpatan Semen


(GIC)
a. Klasifikasi :

11
Tipe I (konvensional) sebagai bahan perekat restorasi. Tipe II
sebagai bahan restorasi

Ada 4 macam : Ionomer Kaca konvensional, Ionomer Kaca

hybrid, Kaca tricure Ionomer, Kaca metal (Anusavice,2004).

2.2 Flouride

2.2.1 Definisi Fluoride

Fluoride merupakan salah satu bahan pasta gigi yang berfungsi


memberikan efek detergen sebagai pembersih sebagai pembersih
permukaan gigi rasa segar pada mulut (Annisavia,2004).

2.2.2 Manfaat Fluoride

a. Remineralisasi tulang dan gigi


b. Melindungi gigi
c. Menebalkan enamel gigi (Anusavice, 2004).

2.2.3 Macam-Macam Flouride

1. Fluoride yang terdapat di alam, diantaranya :

a. Air , contohnya : air sumur , air laut dan danau

b. Fluor yang terkandung dalam batu dan tanah

c. Fluor dalam bentuk makan dan minuman : sari protein ikan,


pisang, kentang, dan ubi

2. Fluor buatan , antaranya :

a. Fluor yang berbentuk larutan (snf2)

b. Fluor dalam pasta gigi

c. Fluor dalam bentuk tablet

d. Fluor dalam bentuk obat tetes (Anusavice.2004).

12
2.2.4 Aplikasi Flouride

Aplikasi fluoride secara topikal dapat diberikan dalam bentuk


foam, gel dan varnish. ketiga bentuk fluoride topikal tersebut
mempunyai indikasi masing-masing, yaitu bentuk gel lebih efektif
diberikan pada anak usia sekolah, bentuk foam lebih efektif diberikan
pada gigi susu atau gigi molar pertama yang baru erupsi, sedangkan
bentuk varnish efektif dalam mencegah karies pada anak-anak, dewasa,
dan individu dengan risiko karies tinggi. Dari ketiga bentuk fluoride
topikal tersebut, varnish memberikan kenyamanan yang lebih baik
kepada pasien dan juga waktu yang lebih singkat. Pemberian fluoride
topikal pada pasien dengan risiko karies rendah tidak akan berdampak
banyak terhadap penurunan angka karies dibandingkan dengan pasien
dengan risiko karies sedang dan tinggi. Penggunaan fluoride secara
topikal untuk pencegahan karies gigi pada anak-anak lebih disarankan
karena waktu aplikasi yang lebih singkat dan juga lebih nyaman bagi
pasien anak-anak. aplikasi fluoride topikal setiap enam bulan sekali
efektif dalam mencegah karies gigi baik pada gigi susu maupun
permanen. Oleh karena itu aplikasi fluoride topikal sangat disarankan
untuk menurunkan angka karies gigi terutama pada anak-anak yang
rentan terhadap karies gigi (Rugg-Gun, 2013)

2.2.5 Reaksi dan Interaksi Flouride Terhadap Gigi

Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak


yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil
apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan
terhadap pelarutan asam.
Reaksi kimia: Ca10(PO4)6(OH)2+F →Ca10(PO4)6(OHF)
menghasilkan enamel yang lebih tahan asam sehingga dapat
menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.
Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal hidroksiapatit
dengan cara penempatan mineral anorganik pada permukaan gigi yang
telah kehilangan mineral tersebut. Demineralisasi adalah proses

13
pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yangterutama disusun oleh
mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena penurunan pH
plaksampai mencapai pH kritis (pH 5) oleh bakteri yang menghasilkan
asam.

Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah dilakukan


sejak lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan
pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan
yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses
karies. Penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah erupsi,
dilakukan dengan beberapa cara

Zat fluor seperti juga zat kimia lainnya, dapat dipakai sebagai zat
makanan,obat atau racun tergantung pada dosisnya, karena zat fluor ini
biasanya dipakai sebagai racun untuk mematikan tikus, maka banyak
penelitian diadakan untuk mengetahui sampai dimana fluor ini dapat
dipergunakan dengan tidak merugikan kesehatan manusia.

Zat fluor ini bahayanya untuk manusia kalau sekaligus dimakan


250 mgr yaitu dapat menimbulkan gejala-gejala nausea dan muntah-
muntah sedangkan dosis lethal diperkirakan sekitar 1mg F/kg BB
(Herdiyati dan Sasmita, 2010).

2.3 Finishing

2.3.1 Definisi Finishing

Bahan abrasif yang umumnya keras, kasar yang digunakan


pada permulaan untuk menghasilkan suatu kontur/bentuk dari
sebuah restorasi atau preparasi gigi untuk membuang segala
komponen permukaan yang tidak teratur.Contoh:
Sand/pasir,carbides,zirconium silikat,emery (Naibaho,2004).

2.3.2 Manfaat Finishing

a. Untuk menghasilkan suatu kontur dari sebuah restorasi.


b. Untuk membuang semua komponen yang tidak teratur.

14
c. Meningkatkan kesehatan mulut dengan menolak dan
mengurangi akumulasi sisa makanan dan bakteri patogen
(Naibaho,2004).

2.4 Polishing

2.4.1 Definisi Polishing

Polishing merupakan rangkaian prosedur yang berfungsi


untuk mengurangi atau menghilangkan goresan-goresan yang
terjadi dari proses pekerjaan sebelumnya. Pekerjaan ini dilakukan
sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan permukaan
restoratif yang mengkilat (Dwitanti, 2011).

2.4.2 Manfaat Polishing


Restorasi dengan kontur dan pemolesan yang baik akan :
1. Meningkatkan kesehatan mulut dengan jalan mencegah
akumulasi sisa makanan dan bakteri patogen. Ini diperoleh
melalui reduksi daerah permukaan dan mengurangi kekasaran
permukaan restorasi. Permukaan yang lebih halus akan lebih
mudah dijaga kebersihannya dengan tindakan pembersihan
preventif yang biasa dilakukan sehari-hari karena dental flos
dan sikat gigi akan mendapat jalan masuk yang lebih baik ke
semua permukaan dan daerah tepi.
2. Fungsi rongga mulut akan meningkat jika restorasi dipolis
dengan baik sisa makanan tidak mudah melekat pada
permukaan restorasi selama proses mastikasi. Yang terpenting,
daerah kontak restorasi yang halus akan mengurangi tingkat
keausan pada gigi tetangga maupun antagonisnya. Hal ini
terjadi pada restorasi porselen yang mempunyai kekerasan
yang lebih dibanding email dan dentin.permukaan yang kasar
menyebabkan terjadinya tekanan yang tinggi pada gigi
sehingga dapat menimbulkan hilangnya kontak fungsional dan
stabilitas antar gigi (Dwitanti, 2011).

15
2.4.3 Bahan Untuk Polishing
Alat dan bahan yang digunakan dalam Polishing di bidang
Kedokteran Gigi
1. Alat
Straight dan Contra (Hand piece), Polishing Machine
Material mata bur :
a. Logam

Stainless steel Murah, mudah aus dan keropos, penggunaan


dengan kecepatan lebih dari 50.000 rpm dapat merusak bur.
b. Karbid wolfram
Dapat digunakan dengan kecepatan sangat tinggi dan
dengan material yang halus maupun kasar (untuk bur
laboratorium, pemotongan akrilik, presisi tinggi)
c. Almunium oksida
Keras seperti intan, tetapi lebih mudah untuk menggrinda
akrilik, matriks resin dari komposit dan logam, kurang baik
untuk porselen.
d. Intan
Dapat memotong hampir semua benda, menimbulkan panas
tinggi, dan dapat melelehkan beberapa material tertentu.
2. Bahan
A. Pasta
a. Tin Oxide
b. Zirkonium Oxide
B. Powder
a. Silikon carbide dapat tersedia dalam bentuk puder,
atau digabungkan dengan karet membentuk batu
(stone) atau wheel/lempeng yang dipergunakan di
laboratorium kedokteran gigi.
b. Alumina dipergunakan sama seperti silikon carbide.
c. Pasir (silika), ini dipergunakan sebagai ampelas

16
d. Batu apung diperoleh dari batu gunung berapi.
Dipergunakan dalam bentuk suspensi dalam air,
terutama pada penghalusan resin akrilik.
e. Tripoli adalah batu gunung yang berpori yang
dihaluskan, dicampur dengan malam untuk
mendapatkan bahan seperti bata.
f. Pumice
g. Tin Oxide
h. Zirconium Oxide
i. Garnet
j. Kieselguhr (Anusavice, 2003).
C. Instrument
Diantara bahan abrasif yang diketahui sebagai instrumen
polishing anatara lain :
a. Diamond adalah bahan yang terkeras partikelnya dapat
ditanam dalam bahan pengikat keramik atau logam,
seperti halnya pada bur gigi.
b. Tungsten karbid dipergunakan terutama untuk
pembuatan bur dan roda abrasif
c. Emery adalah campuran alumina dan besi
d. Batu akik adalah bahan abrasif yang relatif lebih
lunak, mengandung magnesium aluminium silikat, dan
dipergunakan sebagai pelapis untuk lempeng kertas.
e. Cuttle-fish bone kegunaannya sama dengan batu akik
(Annusavice, 2004).

2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Polishing


a. Kekerasan partikel abrasif; misalnya, diamond adalah bahan
yang paling keras, sedangkan batu apung, batu akik, dan lain-
lain relatif lebih lunak
b. Bentuk partikel bahan abrasif; partikel yang mempunyai tepi
tajam akan lebih efisien daripada partikel yang bersudut
tumpul.

17
c. Besar partikel bahan abrasif; partikel yang lebih besar sanggup
menghasilkan goresan yang lebih dalam.
d. Sifat-sifat mekanis bahan abrasif; bila bahan abrasif pecah,
hendaknya dihasilkan tepi baru yang tajam. Jadi kerapuhan
suatu bahan abrasif dapat merupakan suatu keberuntungan.
e. Kecepatan gerakan menggosok; gerakan partikel abrasif yang
perlahan menghasilkan goresan yang lebih dalam.
f. Tekanan yang diberikan sewaktu menggosok, tekanan yang
terlalu besar dapat membuat partikel abrasif pecah dan
meningkatkan panas yang timbul karena gesekan.
g. Sifat-sifat bahan yang hendak digosok; bahan yang rapuh dapat
digosok dengan cepat, sedangkan bahan yang lunak dan kenyal
(misalnya, emas murni) akan mengalir dan bukannya terasah
oleh abrasif (Syafiar, 2011).

18
BAB III

KONSEP MAPPING

Karies Gigi

Pembersihan Karang
Gigi
Skaller Finishing
Elektrik
dan Polishing
Bahan
Pumis
Abrasif

Alami Sintetis

Batu Arkansas Silikon karbid

Pumis Rounge

Kapur Oksida Timah

Akik Dll

Dll

Topikal
flouride

Penggunaan Rutin
Pasta Gigi

Pencegahan

Karies Gigi

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Bahan abrasif adalah suatu bahan yang dapat mengabrasi


permukaan suatu benda sehingga terbentuk permukaan yang diinginkan.
Abrasi adalah suatu proses untuk pelepasan suatu bahan yang dikenakan
pada permukaan suatu bahan oleh bahan yang lain dengan penggosokan,
pencungkilan, pemahatan, pengasahan atau dengan cara mekanis lainnya
secara berulang ulang oleh suatu gesekan. Bahan ini dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu abrasif alami dan abrasif buatan/sintetik, contoh
abrasif alami yaitu batu arkansas, kapur, korundum, intan, amril, akik,
pumis, quartz, pasir, tripoli, zirkonium silikat, cuttle, dan kieselguhr.
Sedangkan abrasif sintetis ada silikon karbid, oksida aluminium, oksida
timah, intan sintetk dan rouge. Bahan abrasif tersebut memiliki sifat
abrasif yang berbeda-beda, namun tujuan yang sama yaitu sebagai bahan
abrasif.

Bahan abarasif digunakan dalam proses finishing maupun proses


polishing. Finishing adalah tahapan dalam suatu pekerjaan restorasi, yang
merupakan tahapan penyelesaian guna membentuk suatu kontur
permukaan restorasi sesuai dengan yang dikehendaki, dalam hal ini adalah
sesuai dengan bentuk anatomi dan fungsi dari restorasi yang dibuat,
sedangkan polishing adalah tahapan setelah finishing agar menjadi halus
dan mengkilap. Dalam dunia kedokteran bahan abrasif juga diguanakan
sebagai penunjang penggunaan rutin setelah pembersihan karang gigi
dimana bahan abrasif terebut dapat ditemukan di dalam pasta gigi. Pasta
gigi yang dianjurkan juga memiliki kandungan fluoride disamping
memliki kandungan bahan abrasif.

Fluoride adalah mineral yang secara kimiawi tidak dapat


ditemukan dalam bentuk murni karena fluoride yang memiliki sifat ke
elektronegatifan yang tinggi, fluoride dapat ditemukan di tanah, air,

20
tumbuhan dan juga didaging hewan. Fluoride dalam dunia kedokteran
digunakan sebagai bahan yang dipercaya dapat mengurangi tingkat karies
gigi. Fluoride dapat diaplikasikan dengan dua cara yaitu penggunaan
sistemik dan juga penggunaan topikal baik dalam bentuk gel, foam,
maupun liquid. Dalam dunia kedokteran gigi fluoride yang sering
digunakan adalah NaF (sodium fluoride) karena fluoride jenis ini dapat di
pakai dan disimpan dalam jangka waktu yang lama.

Dalam hal ini penggunaan bahan abrasif sebagai finishing dan


polishing setelah pembersihan karang gigi dapat membantu maksimalnya
pengurangan tingkat karies, akan tetapi hal tersebut juga harus ditunjang
dengan penggunaan rutin fluoride baik sistemik maupun lokal, sehingga
karies gigi dapat dicegah.

21
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan antara


lain.Bahan abrasif merupakan suatu proses untuk pelepasan suatu
bahan yang dikenakan pada permukaan suatu bahan oleh bahan lainnya
dengan pengosokan , pencungkilan , pemahatan , pengesahan atau
dengan cara mekanis lainnya secara berulang - ulang oleh suatu
gesekan.Bahan abrasif pada umumnya memiliki kegunaan antara lain
pasta propilaksis , dentifrices dan bahan pembersih gigi tiruan.

5.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini kami dari penyusun menyadari,


masih banyak kekurangan dalam makalah kami . oleh karena itu ,
saran dan keritik dari pembaca sangat kami harapkan guna perbaikan
dalam pembuatan makalah kami selanjutnya . kami berharap makalah
ini dapat menjadi sumber ilmu bagi para pembaca .

22
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, K. J. 2003. Philips. Science of Dental Material 11th ed St. Louis


Mosby.

Anusavice, K. J. 2004. Philips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi.


Jakarta : EGC.

Dwitanti. 2011. Polish. Jakarta : Hipokrates

Finn, S.B. 2003. Clinical Pedodonic 4th edition. W.B Saunders Company :
Philadhelpia

Herdiyanti,Y dan Sasmita. 2010. Penggunaan fluor dalam kedokteran gigi.


Bandung : drg. Profesi fakultas kedokteran gigi padjajaran.

Naibaho. 2004. Proses abrasi dalam kedokteran gigi. Medan:Bagian ilmu


material dan TKS

Rugg-Gunn, A. 2013. Dental caries: strategies to control this preventable


disease. Acta Medica Academica 42(2):113-130

Syafiar, L. 2011. Bahan Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi 1
st ed Medan : USU Press

Vanable, E.D dan Lopresti, L.R. 2004. Using Dental Material. Pearson
Prentice Hall, New Jersey : 80-85

23

Anda mungkin juga menyukai