PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi merupakan bagian terpenting dalam rongga mulut, karena
adanya fungsi gigi yang tidak tergantikan, antara lain untuk mengunyah
makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk
menunjang penampilan. Karies gigi merupakan salah satu penyakit gigi dan
mulut yang paling sering dijumpai di masyarakat. Proses terjadinya karies gigi
dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa
makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah
menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5)
yang menyebabkan demineralisasi email, dan akan berlanjut menjadi karies
gigi. Pada awalnya, lesi karies berwarna putih akibat dekalsifikasi,
berkembang menjadi lubang berwarna coklat atau hitam yang mengikis gigi
(Herdiyati dan Sasmita, 2010).
Ada beberapa nutrisi yang berhubungan dengan kesehatan gigi
yaitu: karbohidrat, kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Fluor termasuk
golongan mikromineral yang berperan dalam proses mineralisasi dan
pengerasan email gigi. Pada saat gigi dibentuk, yang pertama kali terbentuk
adalah hidroksiapatit yang terdiri dari kalsium dan fosfor. Tahap berikutnya
adalah fluor akan menggantikan gugus hidroksi (OH) pada kristal tersebut dan
membentuk fluoroapatit yang menjadikan gigi tahan terhadap kerusakan.
Paparan fluor dalam dosis rendah yang terjadi terus-menerus akan mencegah
terjadinya kerusakan atau karies gigi (Herdiyati dan Sasmita, 2010).
Restorasi gigi diselesaikan sebelum dipasang di dalam rongga
mulut untuk mendapatkan tiga manfaat dari perawatan gigi : kesehatan mulut,
fungsi, dan estetika. Restorasi dengan kontur dan pemolesan yang baik akan
meningkatkan kesehatan mulut dengan jalan mencegah akumulasi sisa
makanan dan bakteri patogen. Ini diperoleh melalui reduksi daerah permukaan
total dan mengurangi kekasaran permukaan restorasi. Permukaan yang lebih
mulus akan lebih mudah dijaga kebersihannya dengan tindakan pembersihan
preventif yang biasa dilakukan sehari-hari karena benang gigi dan sikat gigi
1
akan mendapat jalan masuk yang lebih baik ke semua permukaan dan daerah
tepi (Annusavice,2004).
Dengan beberapa bahan gigi tertentu, aktivitas karat dan korosi
dapat dikurangi cukup besar jika seluruh restorasi dipoles dengan baik. Fungsi
rongga mulut akan meningkat jika restorasi dipoles dengan baik karena
makanan akan meluncur lebih bebas pada permukaan oklusal dan embrasur
selama mastikasi. Yang lebih penting lagi, daerah kontak restorasi yang halus
akan mengurangi tingkat keausan pada gigi tetangga maupun antagonisnya.
Ini khususnya berlaku untuk bahan restorasi seperti keramik yang
mengandung fase yang lebih keras daripada email gigi dan dentin. Permukaan
yang kasar menyebabkan terjadinya tekanan kontak yang tinggi yang dapat
menimbulkan hilangnya kontak fungsional dan stabilisasi antara gigi-gigi.
Akhirnya, kebutuhan estetik dapat membuat dokter gigi menangani
permukaan restorasi yang tampak jelas dengan cara berbeda daripada
permukaan yang sulit dijangkau. engan beberapa bahan gigi tertentu, aktivitas
karat dan korosi dapat dikurangi cukup besar jika seluruh restorasi dipoles
dengan baik. Fungsi rongga mulut akan meningkat jika restorasi dipoles
dengan baik karena makanan akan meluncur dengan bebas padapermukaan
oklusal dan embrasure selama mastikasi. Yang lebih penting lagi, daerah
kontak restorasi yang halus akan mengurangi keausan pada gigi sebelahnya
atau gigi antagonisnya. Permukaan yang kasar akan mengakibatkan tekanan
kontak yang tinggi yang menimbulkan hilangnya kontak fungsional dan
stabilitas antara gigi-gigi. Proses penyelesaian, pemotongan, pengasahan dan
pemolesan masih kurangdibedakan di kedokteran gigi. Untuk itu kelompok
kami akan mencoba membahas materi tentang abrasif,polishing dan finishing
ini (Finn,2003).
2
b. Mengetahui apakah pengaplikasian bahan abrasif dan polishing dapat
menjaga kestabilan kesehatan rongga mulut
c. Mengetahui apakah aplikasi fluoride dapat mengambat karies pada gigi
1.4 Hipotesa
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
4
terjadinya tekanan kontak yang tinggi yang dapat menimbulkan
hilangnya kontak fungsional dan stabilisasi antara gigi-gigi. Akhirnya,
kebutuhan estetik dapat membuat dokter gigi menangani permukaan
restorasi yang tampak jelas dengan cara berbeda daripada permukaan
yang sulit dijangkau. Walaupun pemolesan yang mirip cermin
diinginkan demi alasan di atas, jenis permukaan ini mungkin secara
estetik kurang baik karena tidak cocok dengan gigi-gigi di sebelahnya
bila berada di daerah yang mudah kelihatan seperti permukaan labial
dari gigi-gigi aterior atas. Meskipun demikian, permukaan ini tidak
terkena tekanan kontak yang tinggi dan mudah dibersihkan. Ciri dan
corak anatomi yang samar dapat ditambahkan pada daerah ini tanpa
mempengaruhi kesehatan maupun fungsi rongga mulut (Naibaho,
2004).
Ada beberapa jenis bahan abrasif yang tersedia tetapi hanya yang umum
yang digunakan dalam kedokteran gigi. Abrasif alamiah mencakup batu
Arkansas, kapur, korundum, intan, akik, pumis dll. Abrasif buatan
pabrik adalah bahan disintesa yang umumnya lebih disukai karena
mempunyai sifat fisik yang lebih dapat ditebak (Naibaho, 2004).
1. Batu Arkansas.
2. Kapur.
Salah satu bentuk mineral dari calcite disebut kapur. Kapur
adalah abrasif putih yang terdiri atas kalsium karbonat.
3. Korundum.
Bentuk mineral dari oksida aluminium yang biasanya berwarna
putih. Sifat fisiknya lebih rendah daripada oksida alfa-
5
aluminium, yang sudah banyak menggantikan korundum dalam
aplikasi dental.
4. Intan.
Intan adalah mineral tidak berwarna, transparan yang terdiri atas
karbon. Ini adalah senyawa yang paling keras. Intan disebut
super abrasif karena kemampuannya untuk mengasah substansi
apapun.
5. Amril
Abrasif ini berupa korundum berwarna hitam keabuan yang
dibuat dalam bentuk butiran halus. Amril digunakan khususnya
dalam bentuk disk abrasif dan tersedia dalam berbagai ukuran
kekasaran.
6. Akik.
Istilah akik mencakup sejumlah bahan yang berbeda yang
mempunyai sifat fisik dan kristalin yang sama. Mineral ini
adalah silika dari aluminium, kobalt, besi, magnesium, dan
mangan.
7. Pumis.
Aktivitas gunung berapi menghasilkan bahan silica berwarna
abu-abu muda. Digunakan terutama dalam bentuk pasir tetapi
juga dapat ditemukan pada abrasif karet.
B. Bahan Abrasif Buatan
Bahan Abrasif Buatan menurut Anusavice tahun 2004 yaitu :
1. Silikon karbid
Abrasif yang sangat keras dan merupakan abrasif sintetik yang
pertama kali dibuat. Silikon tersebut sangat keras dan rapuh.
Partikel-partikelnya tajam dan mudah pecah untuk membentuk
partikel baru yang tajam. Ini menghasilkan efesiensi
pemotongan yang sangat tinggi untuk berbagai bahan termasuk,
keramik, dan bahan plastik. Silikon karbid tersedia sebagai
bahan abrasif pada disk dan instrumen bonding vitraus serta
karet.
2. Oksida Alumunium
6
Abrasif sintetik kedua yang dikembangkan sesudah silikon
karbid. Oksida aluminium sintetik ( alumina) dibuat berupa
bubuk berwarna putih. Dapat lebih keras daripada korundum
(alumina alami) karena kemurnianya. Oksida ini dipakai untuk
oksida bonding, abrasif berbentuk lapisan. White stone dibuat
dari oksida aliminium yang disintering untu merapikan email
gigi, logam campur, maupun bahan keramik.
3. Rouge
Oksida besi adalah senyawa abrasif yang halus dan berwarna
merah dalam rouge, bahan ini dipadukan seperti tripoli, dengan
berbagai pengikat lunak menjadi bentuk bedak. Digunakan
untuk memoles logam campur mulia yang berkadar tinggi.
4. Oksida timah
Abrasif yang sangat halus ini digunakan sebagai bahan pemoles
untuk gigi dan restorasi logam di dalam mlut. Bahan ini
dicampur dengan air, alkohol, atau gliserin untuk membentuk
pasta abrasif ringan.
5. Abrasif intan sintetik
Intan buatan digunakan khusus sebagai bahan abrasif yang
memiliki lima kali tingkat abrasif dibandingkan intan alami.
Digunakan pada gergaji intan, bur intan(Anusavice, 2004).
7
yang lebih kecil dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi
membantu untuk menambah kekentalan pasta gigi.
8
Meskipun gigi bagian terkeras, tapi gigi juga rentan terhadap
kekuatan lemah yang dilakukan secara konstan.
2. Faktor Intraoral
1. Kelebihan :
a. Ekonomis
b. Mudah digunakan
c. Estetika baik
d. Kesehatan oral
2. Kekurangan :
9
2.1.6 Kegunaan Bahan Abrasif
1. Pasta Propilaksis
2. Dentrifices
1. Batu Arkansas
2. Pasir
10
Dapat dilapiskan pada disk kertas untuk mengasah logam
campur dan bahan plastik.
3. Pumis
1. Intan
11
Tipe I (konvensional) sebagai bahan perekat restorasi. Tipe II
sebagai bahan restorasi
2.2 Flouride
12
2.2.4 Aplikasi Flouride
13
pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yangterutama disusun oleh
mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena penurunan pH
plaksampai mencapai pH kritis (pH 5) oleh bakteri yang menghasilkan
asam.
Zat fluor seperti juga zat kimia lainnya, dapat dipakai sebagai zat
makanan,obat atau racun tergantung pada dosisnya, karena zat fluor ini
biasanya dipakai sebagai racun untuk mematikan tikus, maka banyak
penelitian diadakan untuk mengetahui sampai dimana fluor ini dapat
dipergunakan dengan tidak merugikan kesehatan manusia.
2.3 Finishing
14
c. Meningkatkan kesehatan mulut dengan menolak dan
mengurangi akumulasi sisa makanan dan bakteri patogen
(Naibaho,2004).
2.4 Polishing
15
2.4.3 Bahan Untuk Polishing
Alat dan bahan yang digunakan dalam Polishing di bidang
Kedokteran Gigi
1. Alat
Straight dan Contra (Hand piece), Polishing Machine
Material mata bur :
a. Logam
16
d. Batu apung diperoleh dari batu gunung berapi.
Dipergunakan dalam bentuk suspensi dalam air,
terutama pada penghalusan resin akrilik.
e. Tripoli adalah batu gunung yang berpori yang
dihaluskan, dicampur dengan malam untuk
mendapatkan bahan seperti bata.
f. Pumice
g. Tin Oxide
h. Zirconium Oxide
i. Garnet
j. Kieselguhr (Anusavice, 2003).
C. Instrument
Diantara bahan abrasif yang diketahui sebagai instrumen
polishing anatara lain :
a. Diamond adalah bahan yang terkeras partikelnya dapat
ditanam dalam bahan pengikat keramik atau logam,
seperti halnya pada bur gigi.
b. Tungsten karbid dipergunakan terutama untuk
pembuatan bur dan roda abrasif
c. Emery adalah campuran alumina dan besi
d. Batu akik adalah bahan abrasif yang relatif lebih
lunak, mengandung magnesium aluminium silikat, dan
dipergunakan sebagai pelapis untuk lempeng kertas.
e. Cuttle-fish bone kegunaannya sama dengan batu akik
(Annusavice, 2004).
17
c. Besar partikel bahan abrasif; partikel yang lebih besar sanggup
menghasilkan goresan yang lebih dalam.
d. Sifat-sifat mekanis bahan abrasif; bila bahan abrasif pecah,
hendaknya dihasilkan tepi baru yang tajam. Jadi kerapuhan
suatu bahan abrasif dapat merupakan suatu keberuntungan.
e. Kecepatan gerakan menggosok; gerakan partikel abrasif yang
perlahan menghasilkan goresan yang lebih dalam.
f. Tekanan yang diberikan sewaktu menggosok, tekanan yang
terlalu besar dapat membuat partikel abrasif pecah dan
meningkatkan panas yang timbul karena gesekan.
g. Sifat-sifat bahan yang hendak digosok; bahan yang rapuh dapat
digosok dengan cepat, sedangkan bahan yang lunak dan kenyal
(misalnya, emas murni) akan mengalir dan bukannya terasah
oleh abrasif (Syafiar, 2011).
18
BAB III
KONSEP MAPPING
Karies Gigi
Pembersihan Karang
Gigi
Skaller Finishing
Elektrik
dan Polishing
Bahan
Pumis
Abrasif
Alami Sintetis
Pumis Rounge
Akik Dll
Dll
Topikal
flouride
Penggunaan Rutin
Pasta Gigi
Pencegahan
Karies Gigi
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
tumbuhan dan juga didaging hewan. Fluoride dalam dunia kedokteran
digunakan sebagai bahan yang dipercaya dapat mengurangi tingkat karies
gigi. Fluoride dapat diaplikasikan dengan dua cara yaitu penggunaan
sistemik dan juga penggunaan topikal baik dalam bentuk gel, foam,
maupun liquid. Dalam dunia kedokteran gigi fluoride yang sering
digunakan adalah NaF (sodium fluoride) karena fluoride jenis ini dapat di
pakai dan disimpan dalam jangka waktu yang lama.
21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Finn, S.B. 2003. Clinical Pedodonic 4th edition. W.B Saunders Company :
Philadhelpia
Syafiar, L. 2011. Bahan Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi 1
st ed Medan : USU Press
Vanable, E.D dan Lopresti, L.R. 2004. Using Dental Material. Pearson
Prentice Hall, New Jersey : 80-85
23