Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Bibir sumbing adalah cacat lahir kraniofasial yang paling umum terjadi,
terjadinya bibir sumbing atau labioskisis merupakan kegagalan penyatuan
tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial, bisa terjadi unilateral atau medial.
Bila tonjolan hidung medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara
maksila gagal menyatu terjadi celah yang disebut palatoskisis.1,2
Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat lahir yang
masih menjadi masalah di tengah masyarakat. terutama penduduk dengan status
sosial ekonomi yang rendah. Akibatnya tindakan yang akan dilakukan
terlambat.1,2
Presentasi bibir sumbing bervariasi, anak dapat lahir dengan bibir sumbing
unialteral atau bilateral dengan langit-langit yang normal, sumbing (soft atau hard)
dengan bimbing normal, atau unilateral/bilateral dengan sumbing langit-langit.
Presentasi yang paling umum terjadi adalah bibir sumbing unilateral sisi kiri
dengan sumbing celah langi-langit. Kejadian ini juga lebih banyak terjadi pada
bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan. Sebagian besar bayi yang terkena
tidak mempunyai masalah kesehatan dan normal secara intelektual. Namun ,
terdapat kejadian 25% dengan anomali tambahan, termasuk neurologis dan
kelainan jantung serta club foot.
Insiden ini terjadi pada populasi Kaukasia adalah 1-1.5/1000 kelahiran
hidup, di Afrika dan Afrika-Amerika adalah <0.5/1000 kelahiran hidup, dan di
Asia dan Hispanik, 2-3/1000 kelahiran hidup.
Secara anatomik, kelainan ini mencakup organ-organ antara lain labium
oris, gnathum yang melibatkan gigi-geligi, palatum, nasal bahkan maksila.
Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor
genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor – faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia
ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn
saat hamil dan defisiensi asam folat.3-5

1
Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain
yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah gangguan bicara, gigi geligi dan
psikososial. Masalah -masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis
dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan
juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan
multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan dan sebaiknya
kontinyu sejak bayi lahir hingga remaja.4,5
Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain
terdiri atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti
perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan
membimbing kemampuan bicara.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi
Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah yang dibatasi di
sebelah cranial oleh lempeng neural, di cauda oleh pericardium, dan di lateral oleh
processus mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di tengah-
tengah daerah ini, terdapat cekungan ectoderm yang dikenal sebagai stomodeum.
Pada dasar cekungan terdapat membrane buccopharyngeal. Pada minggu keempat,
membrane buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan langsung
dengan usus depan (foregut).4,6,7
Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada menyatunya sejumlah
processus penting (teori fusi processus), yaitu processus frontonasalis, processus
maxillariss, dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis mulai sebagai
proliferasi mesenchym pada permukaan ventral otak yang sedang berkembang,
menuju ke arah stomodeum. Sementara itu, processus maxillaris tumbuh keluar
dari ujung atas arcus pertama dan berjalan ke medial, membentuk pinggiran
bawah orbita. Processus mandibularis arcus pertama kini saling mendekat satu
dengan yang lain di garis tengah, di bawah stomodeum dan bersatu membentuk
rahang bawah dan bibir bawah.6,7

Gambar 2.1 Embriogenesis wajah manusia usia 29 hari dalam kandungan

3
Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah
processus frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi processus
nasalis medialis dan processus nasalis lateralis. Dengan berlanjutnya
perkembangan, processus maxillaris tumbuh ke medial dan menyatu dengan
processus nasalis medialis. Processus nasalis medialis membentuk philtrum pada
bibir atas dan premaxilla. Processus maxillaris meluas ke medial, membentuk
rahang atas dan pipi, dan akhirnya menutupi premaxilla dan menyatu pada garis
tenggah. Berbagai processus yang membentuk wajah menyatu selama dua bulan
kedua.6,7
Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus
pharyngeus pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus
maxillaris saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan processus
nasalis medialis. Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh processus maxillaris,
dan bagian medial atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis dengan
bantuan processus maxillaries pada akhir minggu ke-6 sampai minggu ke-7.6,7

Gambar 2.2 Proses perkembangan wajah manusia

Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus pharyngeus


pertama masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah
stomodeum dan bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh bibir bawah.

4
Kulit yang menutupi processus frontonasalis dan derivatnya mendapat persarafan
sensoris dari divisi ophthalmica n. trigeminus, sedangkan divisi maxillaries n.
trigeminus mempersarafi kulit di daerah processus maxillaris. Kulit yang meliputi
processus mandibularis dipersarafi oleh divisi mandibularis n. trigeminus. Otot-
otot untuk ekspresi wajah berasal dari mesenchym arcus pharyngeus kedua. Saraf
yang menyuplai ini adalah saraf arcus pharyngeus kedua, yaitu nervus kranialis.6,7
Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu
pembentukan palatum primer yang diikuti dengan pembentukan palatum
sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kira-kira pada hari ke-35 kehamilan atau
minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan pembentukan processus fasialis.
Penyatuan prosesus nasalis medialis dengan prosesus maxillaris,
dilanjutkan dengan penyatuan prosesus nasalis lateralis dengan prosesus nasalis
medialis, menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau
kerusakan yang terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan
terbentuknya celah pada palatum primer.
Pembentukan palatum skunder dimulai setelah palatum primer terbentuk
sempurna, kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi
bilateral yang berkembang dari bagian medial dari prosesus maxilaris. Kemudian
kedua sisi ini akan bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi
tersebut berkembang ke arah superior, proses penyatuan ini dimulai. Kegagalan
penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada palatum sekunder.
Hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara
processus maksilaris dengan processus nasalis medialis dimana pertama terjadi
pendekatan masing – masing processus, setelah processus bertemu, terjadi regresi
lapisan epitel dan pada akhirnya mesoderm saling bertemu dan mengadakan
fusi.4,5,7
Teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah seb pada labioschizis,
perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan maksilaris sedangkan
pada palatoschizis yaitu kegagalan fusi antara 2 processus palatine

5
2.2 Anatomi Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah
bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum
keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar
ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang
membatasi rongga mulut

Gambar2.4 Anatomi rongga mulut

Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis
oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding
bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari
pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh
membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi.
Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun
di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir
pada bagian bibir

2.2.1 Anatomi Bibir dan Palatum


Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris

6
dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian
internal.
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas
dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada
bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas
dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari
bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke
bagian mandibula pada bagian inferior.
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis,
jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun
dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion
merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel-
epitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan
warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga
menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar
sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak
ditemukan pada bagian vermilion.

Gambar 2.4 Anatomi normal bibir

7
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan
dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di
bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat
melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otot-
otot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar makanan
berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga
memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara.

Gambar 2.5 Normal Palatum

Palatum membentuk atap mulut, dibedakan menjadi dua bagian, yaitu


palatum durum di depan (bagian dari rongga mulut) dan palatum molle di
belakang (bagian dari oropharynx). Palatum memisahkan rongga mulut dengan
rongga hidung dan sinus maksilaris.6,7
Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk
melalui foramen palitine mayor. Sedangkan a. Palatina minor dan m. Palatina
minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal dari
n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk pleksus yang menginervasi otot-
otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari nervus cranial VII
dan IX yang berjalan di sebelah posterior dari pleksus.
a. Palatum Durum
Palatum durum dibentuk oleh processus palatines ossis maxillae
dan lamina horizontalis ossis palatini. Dibatasi oleh arcus alveolaris, dan
di belakang berlanjut sebagai palatum molle. Palatum durum membentuk
dasar cavum nasi. Permukaan bawah palatum durum diliputi oleh

8
mucoperiosteum dan mempunyai rigi mediana. Membran mukosa di kanan
dan kiri rigi ini tampak berlipat-lipat.6,7
b. Palatum Molle
Palatum molle merupakan lipatan yang melekat pada pinggir
posterior palatum durum. Pada garis tenggah pinggir posteriornya terdapat
uvula. Pinggir - pinggir palatum molle dilanjutkan sebagai dinding lateral
pharynx. Palatum molle terdiri atas membran mukosa meliputi permukaan
atas dan bawah palatum molle dan aponeurosis palatina adalah lapisan
fibrosa yang melekat pada pinggir – pinggir posterior palatum durum dan
merupakan lanjutan dari tendo m. tensor veli palatini. Otot palatum molle
adalah m. tensor veli palatine, m. levator veli palatine, m. palatoglossus,
m. palatopharyngeus, dan m. uvulae.6,7
Secara fungsional, palatum molle berperan memisahkan
oropharynx dari nasopharynx selama menelan dan berbicara. Palatum
molle mendekat ke dinding posterior pharyngeal selama menelan untuk
mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama berbicara
untuk mencegah udara keluar dari hidung.6

2.3 Labiopalatoschizis
2.3.1 Definisi
Labioschizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Palatoschizis
adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi
untuk menyatu karena perkembangan embriotik.5,8

9
Gambar 2.6 Anak bibir normal dan labioschizis

Labioschizis dan labiopalatoschizis merupakan deformitas daerah mulut


berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Kegagalan penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung
medial akan menimbulkan labioschizis (bibir sumbing) yang terjadi unilateral
maupun bilateral. Bila tonjolan hidung medialis , bagian yang membentuk dua
segmen antara maksila, gagal menyatu, terjadi celah yang disebut palatoschizis
(celah langit - langit).4

2.3.2 Epidemiologi
Labioschizis / labiopalatoschizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian
depan serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan
sempurna. Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada
palatum. Kira – kira terdapat pada 1 : 600 kelahiran; insiden celah palatum saja
sekitar 1 : 1.000 kelahiran. Bibir sumbing lebih sering terjadi pada anak laki-laki.
Kemungkinan penyebabnya yaitu ibu yang terpajan obat, kompleks sindrom
malformasi, murni tidak diketahu atau genetik.2,4
Insiden tertinggi kelainan ini terdapat pada orang Asia dan terendah pada
orang kulit hitam. Insiden yang terkait dengan malformasi kongenital dan
gangguan dalam proses perkembangan meningkat pada anak – anak dengan cacat
celah, terutama pada mereka yang menderita cacat celah palatum saja. Penemuan

10
ini sebagian terjelaskan oleh adanya kenaikan insiden gangguan pendengaran
konduktif pada anak yang menderita celah palatum, sebagian disebabkan karena
infeksi berulang pada telinga tengah, juga oleh frekuensi cacat celah pada anak –
anak yang mempunyai kelainan kromosom.2,4

2.3.3 Etiologi
Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan
ilmuwan berpendapat bahwa labiopalatoschizis muncul akibat kombinasi dari
faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor penyebab yang diduga dapat
menyebabkannya yaitu :5,9,10
1. Genetik
Dia Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan
bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labiopalatoschizis
akan mengalami labiopalatoschizis. Kemungkinan seseorang bayi
dilahirkan dengan labiopalatoschizis meningkat bila keturunan garis
pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labiopalatoschizis.
Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga
jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal
seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan
gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun
kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi
yang lahir.
2. Faktor usia ibu
Semakin bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula
risiko ketidak sempurnaan pembelahan meiosis.
3. Faktor lingkungan
Zat kimia (rokok dan alkohol) karena zat toksik yang terkandung pada
rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama
masa embrional. Gangguan metabolik seperti diabetes mellitus dan

11
penyinaran radioaktif juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ
selama masa embrional.
4. Insufisiensi zat.
Untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal
kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi
asam folat, vitamin C dan Zn) serta penggunaan vitamin A dalam bentuk
13-cis-retinoic acid dapat menigkatkan risiko melahirkan anak dengan
labio / palatoschizis.
5. Zat Kimia.
Penggunaan obat teratologi termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin.
Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini
masih belum jelas. Kontrasepsi hormonal pada ibu hamil terutama
hormone estrogen yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi fetomaternal.
Pemberian aspirin, kortisol dan insulin pada masa kehamilan trimester
pertama dapat menyebabkan terjadinya celah. Obat – obatan seperti
thalidomide, kortikosteroid dan obat penenang (diazepam, phenytoin) serta
alkohol, kafein juga dapat menyebabkan kelainan ini.
6. Infeksi.
Terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia. Selain itu, Frases
mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, namun
hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
7. Trauma.
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stres yang timbul menyebabkan fungsi
korteks adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga
nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan
mengganggu pertumbuhan sehingga dapat menimbulkan celah, dengan
terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya ACTH
(adrenocorticotropic hormone).

12
2.3.4 Patogenesis
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, celah bibir dan
palatum nyata sekali berhubungan erat secara embriologis, fungsional dan genetik.
Prosesnya karena terdapat hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan
penyatuan prosesus nasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul
akibat terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau mefusikan lempeng
palatum.Cacat ini berupa celah pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai
ke gusi, rahang dan langitan, sehingga besarnya cacat bervariasi. Juga dapat
terjadi pada dua sisi. Diagnosis dalam bahasa latin tergantung dari cacatnya,
misalnya bila mengenai bibir, gusi dan rahang disebut
Labiognatopalatoschizis.2,9,11
Dua teori yang muncul tentang embryogenesis bibir sumbing :9-11
a. Teori klasik
Kegagalan fusi processus maksila dan processus nasalis medialis
selama interval waktu menghasilkan celah palatum primer.
b. Teori penetrasi mesodermal (dikemukakan oleh Stark)
Penutupan palatum didasari oleh penetrasi mesodermal, tanpa
migrasi dan penguatan oleh mesodermal ini, akan terjadi kerusakan epitel
dan bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah
kembali sehingga terjadi pemisahan yang berakibat adanya celah bibir /
palatum.

Masalah yang ditimbulkan cacat ini adaah psikis, fungsi dan estetik,
ketiganya saling berhubungan. Masalah psikis yang mengenai orang tua dapat
diatasi dengan penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit-
langit, bayi tak dapat menghisap. ASI harus dimanfaatkan dengan cara lain,
dipompa dulu dan diberikan per sendok atau dengan botol yang lubang dotnya
cukup besar. 9-11
Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak
sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Karena sfingter pada muara tuba
eustachii kurang normal maka lebih mudah terjadi infeksi di ruang telinga tengah.

13
Kemungkinan ini harus selalu diingat supaya tidak sampai terjadi otitis media
perforata. Mekanisme velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasikan
suara non asal dan sebagai modulator aliran udara dalam pembentukan fonem
lainnya yang membutuhkan nasal coupling.

2.3.5 Klasifikasi 2,4,12


Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/tidaknya celah yang
terbentuk:
1. Komplit : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung
2. Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/jumlah kelainan:
a. Unilateral : apabila celah sumbing terjadi hanya pada salah satu bibir
b. Bilateral : apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
Bisa tanpa atau disertai belah langit-langit.

Gambar 2.7 Klasifikasi labioschisis

14
Klasifikasi palatoschisis yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4
golongan:
a. Golongan I : Celah pada langit-langit lunak
b. Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras di belakang
foramen insisivum
c. Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi
d. Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada dua sisi

Gambar 2.8 Klasifikasi Palatoschisis

Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil
pada batas yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar
hidung.12 Biasanya disertai dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau
bahkan tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping hidung – bibir seringkali
disertai dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan
tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.
Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan
hanya uvula saja atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan
palatum durum sampai ke foramen incisivus. Apabila celah palatum ini terjadi

15
bersamaan dengan celah bibir (sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea mediana
palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi,
memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai celah palatum unilateral atau
bilateral.

2.3.6 Manifestasi Klinis


1. Labioschisis
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan
mengganggu pada waktu menyusui dan akan mempengaruhi pertumbuhan
normal rahang serta perkembangan bicara. Labioschizis selalu disertai dengan
hidung yang asimetrik karena gnatoschizis dan palatoschizis.4,9
2. Palatoschisis
Karena terdapat hubungan antara rongga mulut dan hidung pada
palatoschizis, anak pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau.
Koreksi sebaiknya dilakukan sebelum anak mulai bicara untuk mencegah
terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat
penting, terutama dalam cara memberikan minum agar gizi anak memadai
saat akan menjalani bedah rekonstruksi. Labiognatopalatoschizis merupakan
gabungan dari dua kelainan tersebut di atas. Koreksinya dapat dilakukan
bertahap maupun sekaligus.4,9
Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi pada labiopalatoschizis yaitu :
a. Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschizis.
Adanya kelainan ini memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan
hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschizis mungkin dapat juga meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflex menelan
pada bayi dengan laboschizis tidak sebaik pada bayi normal dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan
posisi tegak lurus dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk – nepuk
bayi secara berkala juga dapat membantu.

16
Gambar 2.9 The Haberman Feeder

Bayi yang hanya menderita labioschizis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan
labiopalatoschizis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus (cairan
dalam dot dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi
dengan labiopalatoschizis dan bayi dengan masalah pemberian makan /
asupan makanan tertentu serta mencegah aspirasi.2,4,9
b. Masalah dental
Anak yang lahir dengan labioschizis mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan malformasi dan malposisi dari
gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk. 2,4,9
c. Infeksi telinga
Anak dengan labiopalatoschizis lebih mudah untuk menderita infeksi
telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot – otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.2,9
d. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labiopalatoschizis biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot – otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum

17
mole tidak dapat menutup ruang / rongga nasal pada saat bicara, maka
didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality
of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot –
otot tersebut di atas untuk menutup ruang / rongga nasal pada saat bicara
mungkin tidak dapat lagi kembali sepenuhnya normal.
Anak mungkin mempunyai kesulitan berbicara atau memproduksi suara /
kata “p, b, d, t, h, k, g, s, sh dan ch” dan terapi bicara (speech therapy)
biasanya sangat membantu.2,4,9

Gambar 2.10 Palatum pada anak normal dan pada palatoschizis

2.3.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing maupun celah
palatum terlihat dari tampilan klinis anak tersebut dan dinilai apa saja bagian yang
mengalami defek. Sebanyak 86% anak dengan labioschizis bilateral disertai
dengan palatoschizis dan 68% labioschizis unilateral disertai palatoschizis.13
1. Labioschisis inkomplit / komplit
2. Labiognatho schisis
3. Labiognathopalatoschisis
4. Palatoschisis

18
Selain pemeriksaan fisik yang dapt dilakukan saat bayi lahir, Labioschizis
juga dapat dideteksi selama kehamilan dengan USG rutin.12

Gambar 2.11 Antenatal diagnosis pada labioschizis dengan USG

2.3.8 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami
labiopalatoschizis yaitu:2
a. Labioschizis dapat menyebabkan masalah kosmetik, serta susunan gigi
yang tidak beraturan
b. Palatoschizis dapat menyebabkan mudahnya mengalami penyakit ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) serta berbicara sengau
c. Otitis media berulang dan ketulian sering kali terjadi, jarang dijumpai
kasus karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila
terdapat kesalahan penempatan arkus maksilaris dan letak gigi geligi.
d. Cacat bicara bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara
anatomi telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang demikian
ditandai dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan
kualitas hipernasal jika mebuat suara tertentu. Baik sebelum dan sesudah
operasi palatum, cacat bicara disebabkan oleh fungsi otot – otot paltum
dan faring yang tidak adekuat. Selama proses menelan dan saat
mengeluarkan suara tertentu, otot – otot palatum mole dan dinding lateral
serta posterior nasofaring membentuk suatu katup yang memisahkan

19
nasofaring dan orofaring. Jika katup tersebut tidak berfungsi secara
adekuat, orang itu sukar mencipatkan tekanan yang cukup di dalam
mulutnya untuk membuat suara – sura tertentu. Kemungkinan terapi
wicara diperlukan setelah suatu operasi.

Komplikasi juga dapat dapat terjadi setelah operasi, yaitu berupa: 12,13
a. Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang berlebihan
dari tempat operasi.
b. Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih.
Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari
rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut
dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.
c. Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena
wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi
akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang
aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan
inflamasi local yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.
d. Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi
setelah operasi.
e. Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin
berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat
dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.
f. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir. Hal ini dapat dihindari dengan
pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting
lengkung.

2.3.9 Penatalaksanaan
Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi
dipasangi penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu pengendalian
cairan, memberikan bidang referensi untuk pengisapan dan menjaga stabilitas
segmen-segmen arkus lateral. Pertumbuhan arkus gigi yang cepat memerlukan

20
pengukuran alat penutup yang berulang-ulang setiap beberapa minggu. Putting
artificial lunak dengan lubang yang besar berguna pada penderita celah palatum.
Penderita dengan celah bibir (sumbing) murni mungkin dapat minum ASI.2
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir
sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu
bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau bedah
plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dan
giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan
bicara.4

a) Penatalaksanaan pada labioschisis


Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi 2,4,9
a. Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan
yang dicapai dan usia yang memadai tindakan operasi pertama
dikerjakan untuk menutup celah bibirnya, biasanya pada umur tiga
bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten yaitu, yaitu berat
badan minimal empat setengah kilo (10 pon), kadar hemoglobin 10
gram persen dan umur sekurang – kurangnya 10 minggu dan tidak ada
infeksi, leukosit dibawah 10.000.
b. Edukasi kepada orang tua
Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang
seharusnya diberikan kepada orang tua agar kelainan dan komplikasi
yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus
dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik, susu dapat memancar
keluar sendiri dengan jumlah optimal artinya tidak terlalu besar
sehingga membuat bayi tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga
membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang
khusus ini tidak tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan
dengan bantuan sendok secara perlahan dengan posisi setengah duduk

21
atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit – langit
yang terbelah.
c. Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non
alergenik.
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh
akibar proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi
kea rah depan (protrusion pre maksila) akibat dodorngan lidah
prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan koreksi pada saat
operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang
didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap
direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah
umur 3 bulan, ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan
yang memuaskan dan bebas dari infeksi oral, saluran nafas atau
sistemik.2,9
Tujuan pembedahan/operasi :2
Menyatukan bagian-bagian celah
Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas
Mengurangi regurgitasi hidung
Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila

1) Teknik operasi Labioplasty


Cara operasi yang umum dipakai adalah cara Millard yang caranya
memutar dan memajukan (rotation and advacement). Harus memenuhi
kriteria “rule of ten” (10 minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit <
10.000). Teknik operasinya yaitu : 2,9,12
1. Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris,
kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan dari
sisanya.

22
2. Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara
tajam, sampai kira – kira sulkus nasolabialis.
3. Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya,
secukupnya, kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga
terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot dan kulit.
4. Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C,
kemudian dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung.
5. Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan
gunting halus melengkung.
6. Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang
dipasang ke kulit.
7. Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang
hidung lebih simetris. Kolumela dan rangka tulang rawan dan
vomer yang miring dari depan ke belakang sulit diperbaiki,
sehingga masih miring.
8. Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa oral
mulai dari cranial, menghubungkan sulkus ginngivo labialis.
Jahitan diteruskan sampai ke dekat merah bibir.
9. Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari
titik yang perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan
ke atas dan ke mukosa bibir. Jaringan kulit atau mukosa yang
berlebihan dapat dibuang.
10. Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab selama
1 hari, untuk menyerap rembesan darah / serum yang masih akan
keluar. 1 hari sesudahnya, barulah luka dirawat terbuka dengan
pemberian salep antibiotik.

23
Gambar 2.12 Reparasi labioschizis unilateral (labioplasti)

Gambar 2.13 Reparasi labioschizis bilateral (labioplasti)

24
3. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah
Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat
dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida dan
salep antibiotika yang diberikan beberapa kali perhari. Jahitan dapat
diangkat pada hari ke 5-7. Kecurigaan infeksi merupakan kontraindikasi
operasi, jika gizi anak baik, cairan dan elektrolit seimbang, pemberian
makan dapat diijinkan pada hari ke enam pasca bedah. Selama waktu yang
singkat dalam masa pasca bedah, perawatan khusus sangat diperlukan.
Tindakan pengisapan nasofaring yang dilakukan secara lembut
mengurangi kemungkinan komplikasi yang lazim terjadi, sperti atelektasis
dan pneumonia.2
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah rumatan
kebersihan garis jahitan dan menghindari ketegangan pada jahitan,
karenanya bayi diberikan makan dengan penetes obat dan tangan diikat
manset siku. Diet cair atau setengah cair dipertahankan. selama 3 minggu
dan pemberian makanan dilakukan dengan tetesan atau sendok. Tangan
penderita dan mainan juga benda – benda asing harus dijauhkan dari
palatum. Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara
periodik terutama status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan
kemampuan berbicara, dan juga keadaan psikososial.2

b) Penatalaksanaan pada palatoschisis


Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, tidak ada
terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi komplikasi dari
palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan
napas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu
sebelum diperbaiki.
Terapi pembedahan bukanlah suatu yang emergensi, dilakukan
pada usia 12-18 bulan. Pada usa tersebut akan memberikan hasil fungsi
bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi
sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum

25
penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan
baik.
Jika operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal
kemampuan bicara atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau, sulit
di capai.4,12
Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :2,12
1. Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar teknik ini yaitu memisahkan celah palatum yag terpisah.
Pembedahan dan penjahitan otot merupakan prosedur untuk membuat
sling otot. Skematik palatoplasti Von Langenbeck, melibatkan flap
bipedikel mukoperiosteal untuk menutup celah patum durum dan
molle.

Gambar 2.14 Von Langenbeck Palatoplasty

26
2. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)
Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W – shaped incison.
Pembebasan mukoperiostal dari palatum disambung ke palatum durum
dan pembukaan tulang secara anterior dan lateral.

C D E

F G

Gambar 2.15 Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)

3. Bardach Two flap


Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan modifikasi dari
tehnik Von Langenbeck dimana dilakukan insisi di sepanjang tepi

27
celah palatum dan tepi alveolar. Penggabungan secara anterior ini,
untuk membebaskan penutupan mucoperiosteal. Palatum molle
diperbaiki pada jahitan garis lurus. Pemotongan dan rekonstruksi m.
levator veli palatine sebagai sling otot dinamakan intravelar
palatoplasty.

Gambar 2.16 Bardach Two flap

4. Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine
disambung oleh double opposing (menyilang) secara Z plasty. Operasi
plastik cara ini adalah teknik yang paling sering digunakan; garis
jahitan yang diatur berguna untuk memperkecil takik bibir akibat
retraksi jaringan parut.

28
Gambar 2.17 Double opposing Z-plasty

Karena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan


derajat kerusaknnya; penentuan waktu operasi koreksi seharusnya
bersifat individual. Kriteria seperti lebarnya celah, cukupnya segmen
palatum yang ada, morfologi daerah sekitarnya (seperti lebarnya
orofaring) dan fungsi neuromuskuler palatum mulut serta dinding
faring mempengaruhi pengambilan keputusan.2
Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi-rigi alveoulus dan
menganggu pembentukan gigi pada daerah tersebut. Elemen – elemen
gigi yang hilang harus diganti dengan alat – alat prostetik;
kemungkinan juga diperlukan perubahan posisi gigi. Setelah operasi,
pada usia anak dapat belajar bicara dari orang lain, speech therapist
dapat diminta mengajar atau melatih anak bicara yang normal. Bila ini
telah dilakukan tetapi suara yang keluar masi sengau maka dapat
dilakukan Faringoplasti. Operasi ini adalah membuat bendungan pada
faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya pada umur 6 tahun ke
atas.2
Pada umur 8 – 9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan
tulang pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli
ortodonti nanti mengatur pertumbuhan gigi dikanan kiri celah supaya
normal. Graft tulang diambil dari bagian spongius Krista iliaka.
Tindakan operasi terakhir yang mungkin diperlukan dikerjakan setelah

29
pertumbuhan tulang – tulang muka mendekati selesai yaitu pada umur
15 – 17 tahun.8
Sering ditemukan hipoplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi
geligi depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya.
Dapat dilakukan bedah ortognatik, memotong bagian tulang yang
tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.
Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi
labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia
8-9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.2,4
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan
terpadu (multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua penderita
mengontrol kesehatan bayi atau anak dan menulis surat rujukan yang
perlu. Ahli bedah plastik memberikan penerangan yang lebih
terperinci dan melakukan semua tindakan operasi. Ahli THT mungkin
diperlukan bila terjadi gangguan pada telinga. Speech therapist untuk
mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk tindakan ortodonti.2,8

2.3.10 Prognosis
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi
atau disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan
operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah
secra signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang,
80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan
kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada
anak labioschsis.12,13

30
2.2.11 Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bibir sumbing
adalah:
1. Menghindari Merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor resiko lingkungan terkait
untuk terjadinya celah. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan
secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya plate.
2. Menghindari Alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada
sindrom alkohol fetal.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I
kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang yang normal bagi fetus.
a. Asam Folat
Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu,
ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah
terjadinya anemia dalam kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah
defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik
b. Vitamin B6
Diketahui bahwa Vitamin B6 dapat melindungi terhadap induksi
terjadinya celah pada penelitian terhadap binatang. Namun penelitian pada
manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B6 dalam
terjadinya celah.
c. Vitamin A
Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A
pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek
kelahiran lainnya pada mamalia. Penelitian klinis pada manusia
menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin
A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat.

31
BAB III
KESIMPULAN

Bibir sumbing (labiopalatoschizis) adalah merupakan kongenital anomali


yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Labiopalatoschizis
merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, celah bibir dan
atau palatum untuk menyatu selama perkembangan embrio, hal ini dapat
disebabkan oleh faktor genetic dan berbagai faktor lingkungan yang terjadi pada
trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah
tersebut.
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi
cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkat kerusakan sesuai organ
yang mengalami kecacatannya yang dapat menyebabkan terjadinya masalah
asupan makan, dental, mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan
dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) serta gangguan
bicara.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner) yang melibatkan tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah
atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan
rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing
kemampuan bicara. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki dengan
berbagai teknik operasi labioplasty seperti teknik Millard untuk dan teknik
palatoplasty seperti teknik Von Langenbeck, V-Y palatoplasty, Bardach two flap
serta Furlow Z Plasty.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Converse JM, VM Hogan, JG McCarthy. Cleft Lip and Palate,


Introduction. Dalam : Reconstructive Plastic Surgery. Edisi ke – 11.
Volume 4. 2012. Philadelphia : WB Saunders.
2. Johnsen DC. Celah Bibir dan Palatum. Dalam : WE Nelson, RE Behrman,
editor. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Edisi ke – 15. Volume 2.
Jakarta:EGC; 2010.1282 - 1284.
3. Widjoseno, Gardjito. Kelainan Bawaan Kepala dan Leher. Dalam : R
Sjamsuhidajat, W De Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2.
Jakarta: EGC; 2013. 344 – 345.
4. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery.
Dalam : Schwartz’s Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen,
TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2.
Library of Congress Cataloging in Publication Data; 2015. 1796 – 1800.
5. Snell RS. Perkembangan Wajah dan Kelainana Kongenital. Dalam :
Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke – 6. Jakarta:
EGC. 2006. 714 - 716.
6. Sadler TW. Wajah Dalam : Embriologi Langman. Edisi ke – 7. Jakarta:
EGC; 1997. 334 - 338
7. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC.
2012.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan.
Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
9. Muhammad AH. Cleft Lip and Palate :Etiological Factos, a Review.
Indian J Adv (serial online) 2012 June; 4(2): (8 layar).
10. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr.
Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.
11. The Northern and Yorkshire Cleft Lip and Palate Service. Cleft Lip and
Palate. Dalam : Neonatal Network Handout. Januari 2013.

33
12. Karmacharya J. Cleft Lip Workout (online). Dalam: Medscape. Juli 2013
(diakses 25 Oktober 2013). Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/
13. Seattle Children Hospital, research and foundation Cleft lip and palate.
Diunduh dari : http://www.seattlechildren.org.

34

Anda mungkin juga menyukai