Anda di halaman 1dari 3

Qidam

(Sipat yang kedua yang wajib dalam haqnya Alloh ta’ala)

◄Dan wajib dalam haqnya Alloh ta’ala yaitu sipat qidam (tidak ada permulaannya), adapun
maknanya sipat qidam "sesungguhnya (Alloh) tidak ada permulaannya terhadap Alloh ta’ala.
Sedangkan perlawanannya sipat qidam yaitu huduts (baru). Adapun dalilnya terhadap sipat
qidam (yaitu) "Sesungguhnya jikalau terbukti (Alloh) halnya yang baru pasti membutuhkan
(Alloh) terhadap sesuatu yang memperbaru, sedangkan kalau Alloh membutuhkan atas
sesuatu yang memperbaru pasti mustahil"►

Penjelasan.

 Qidam : dahulu kala / pemula.

Adapun kata wajib disini yaitu wajib aqli, dalam arti dapat dipahami oleh akal, kalau menurut
(salbiyah)-nya yaitu pasti serta dapat dipahami oleh akal ghorizi bahwa keberadaannya Alloh
tidak ada permulaannya.

Adapun yang namanya qidam terbagi atas tiga bagian, yaitu:

 Qidam idlofi, yaitu permulaanya satu perkara karena disandarkan terhadap perkara
lainnya, seperti permulaannya bapak disandarkan terhadap anak.
 Qidam zamani, yaitu permulaannya satu perkara yang terliputi oleh zaman, seperti
permulaannya langit dan bumi karena sudah lama pada zaman adanya.
 Qidam haqiqi, yaitu permulaannya satu perkara bukan disandarkan terhadap perkara
yang lainnya, serta bukan permulaannya terliputi oleh zaman, tapi permulaannya
bukan asalnya tidak ada dulu, dalam arti tidak ada permulaannya. Yakni qidamnya
dzat Alloh.

Karena qidam-nya Alloh, qidam haqiqi, maka qidamnya Alloh tidak membutuhkan pada
sesuatu yang memperbaru, karena seumpamanya Alloh membutuhkan pada sesuatu yang
memperbaru, maka akan menimbulkan (daur) atau (tasalsul), yang keduanya mustahil bagi
Alloh.

Adapun definisi daur dan tasalsul:

1. Definisi daur, yaitu:


◄Menunggunya satu perkara terhadap perkara lainnya, yang mana perkara yang lainnya itu
menunggu atas adanya itu perkara►
Seperti, menunggu tuhan yang kesatu atas diciptakan oleh tuhan yang kedua, tuhan yang
kedua menunggu atas adanya diciptakan oleh tuhan yang ketiga, tuhan yang ketiga menunggu
atas adanya diciptakan oleh tuhan yang pertama tadi. Terus-terusan mutar tidak ada
berhentinya.

2. Definisi tasalsul, yaitu:

◄Mengikutinya suatu perkara atas satu (perkara) sesudah satu (perkara), Terhadap suatu
perkara yang tidak ada ujungnya (terhadap perkara tersebut)►
Seperti, Alloh itu tuhan yang pertama diciptakan oleh tuhan yang kedua, tuhan yang kedua
diciptakan oleh tuhan yang ketiga, tuhan yang ketiga diciptakan oleh tuhan yang keempat.
Terus-terusan menyambung / estafet tidak ada ujungnya, bagaikan mata rantai yang tiada
berujung.

Sorotan hukum syara’ terhadap wajib aqli, bahwa Alloh tersipati oleh sipat qidam:

 Hukum syara’ mewajibkan kepada setiap orang yang mukallaf mesti menekadkan
terhadap wajib qidamnya di Alloh dengan resiko diberi pahala kalau menekadkan
terhadap wajib qidamnya di Alloh, serta terpenuhi syaratnya iman. Dan disiksa orang
yang mukallaf jika tidak menekadkan terhadap wajib qidamnya di Alloh, serta di cap
orang kafir.
 Hukum syara’ mewajibkan kepada setiap orang mukallaf mesti menekadkan atas
mustahil hudutsnya di Alloh dan barunya semua makhluk, karena tidak sah
menekadkan atas wajib qidamnya di Alloh saja kalau tidak dengan menekadkan atas
mustahilnya hudutsnya di Alloh, serta barunya semua makhluk.
 Hukum syara’ memperkuat serta memberi dalil atas kebenarannya hukum akal,
dengan firman Alloh didalam alqur’an:

◄Dialah yang Awal dan yang Akhir, dan yang Zhahir dan yang Bathin►
(Surat 57 Al-Hadid: 3)

Penjelasan : wama’nahu
Maksud kata (wama’nahu) disini ialah, mengungkapkan bahwa sipat qidam itu (‘adamiyyah)
dalam arti, ia yang menjadi sipat oleh tidak adanya, contoh sipat qidam, artinya "tidak ada"
permulaannya. Juga sipat qidam itu bukan (tsubutiyyah) ungkapan yang menetap ada
buktinya, serta ungkapan (tsubutiyyah) menunjukan untuk selain qidam haqiqi, maka tidak
sah diungkapkan kepada Alloh dengan ungkapan dari dulu (keberadaannya) Alloh, karena
ungkapan seperti itu namanya ,(tsubutiyyah) Dalam kata "alqidam" memakai huruf (Alif &
Lam), menunjukan bahwa qidam di Alloh itu ialah qidam haqiqi, yakni hakikatnya qidam.

Adapun sipat qidam di Alloh termasuk sipat (salbiyyah), yaitu sipat yang tercabut, ia jadi
sipat oleh tidak adanya, jadi hakikat qidam di Alloh tidak ada permulaan. Dari mulai sipat
qidam sampai sipat wahdaniyyat semuanya disebut sipat (salbiyyah).

Oleh karena itu dalam qidamnya Alloh bukan karena disandarkan atas adanya alam, serta
bukan karena tidak ada yang mengetahui permulaan adanya, tapi qidamnya Alloh karena
tidak didahului oleh tidak ada dulu, kalau qidam idlofi dan qidam zamani semuanya itu pada
hakikatnya tetap dinamakan baru.

Penjelasan : wa dlidduhu
Kata (dlid) disini, maksudnya sama seperti yang telah disampaikan dalam bab perlawanan
sipat wujud, ialah (dlid) menurut (lughot) (naqidl) menurut (istilah), yang artinya yaitu, dua
perkara yang tidak akan bisa kumpul bersamaan adanya, serta tidak akan hilang bersamaan
tidak adanya, pasti kalau "qidam" wajib wujudnya, (huduts) mustahil tidak adanya.

Penjelasan : alhudutsu
Maksudnya ialah perlawanannya sipat qidam, yaitu (alhudutsu) artinya baru. Karena
qidamnya Alloh wajib maka (alhudutsu)-nya juga pasti mustahil, oleh karena itu tidak sah
menekadkan qidamnya Alloh saja kalau tidak disertai menekadkan terhadap barunya
makhluk.

Adapun yang namanya (alhudutsu) terbagi atas tiga bagian:

 Huduts zamani, yaitu, baru waktu adanya, yang terliputi oleh zaman.
 Huduts idlofi, yaitu barunya satu perkara karena disandarkan atas perkara lainnya.
 Huduts haqiqi, yaitu barunya satu perkara karena keberadaannya tidak ada dulu.

Pejelasan : wa dalilu
Yang dimaksud dalil disini, yaitu dalil aqli yang bangsa ijmali, bukan dalil aqli tafshili, juga
bukan dalil naqli dari alqur’an atau alhadits.

Kata mushonnif begini:

◄Sesungguhnya jikalau terbukti (Alloh) halnya yang baru pasti membutuhkan (Alloh)
terhadap sesuatu yang memperbaru, sedangkan kalau Alloh membutuhkan pada sesuatu yang
memperbaru pasti mustahil►

Anda mungkin juga menyukai