PENDAHULUAN
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam
upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di
dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah
terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi
tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku
dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu
dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya
pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi
perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri
pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat
baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di
industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak
manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan HACCP ini
sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah
diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational
Procedure (SSOP).
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan
sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang
dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang,
memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat
retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi
limbah dan kerusakan produk atau waste .
1.2 TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUM
Adapun tujuan umum dari praktikum kujungan lapangan ini adalah :
- Memenuhi syarat praktikum mata kuliah Pengawasan Mutu Pangan (PMP).
GAMBARAN
2) Cake
Chiffon cup cake strawberry
Nama Produk / Product Name: Chiffon Cup Cake Strawberry, Berat Bersih: 51 g,
Komposisi: Telur, tepung terigu, gula pasir, selai stroberi, air, miyak nabati,
pengemulsi.
Chiffon cup cake pandan
Nama Produk / Product Name: Chiffon Cup Cake Pandan Berat Bersih: 51 gr
Komposisi: Telur, gula pasir, tepung terigu, minyak nabati, air, pengemulsi nabati, susu
bubuk,
Chiffon cup cake coklat
Nama Produk / Product Name: Chiffon Cup Cake Coklat Berat Bersih: 51 gr
Komposisi: Telur, gula pasir, tepung terigu, minyak nabati, air, pengemulsi nabati,
coklat bubuk,
3) Roti Tawar
Roti tawar spesial 6 slices
Nama Produk / Product Name: Roti Tawar 6 Slices, Berat Bersih: 222 gr, Komposisi:
Tepung terigu, air, gula pasir, lemak reroti, ragi, garam, susu bubuk, pengemulsi nabati,
Roti tawar keju
Nama Produk / Product Name: Roti Tawar Keju, Berat Bersih: 275 gr, Komposisi:
Tepung terigu, air, keju (mengandung pengawet kalium sorbat, nisin, pewarna makanan
anato CI.
Sandwich isi coklat
Nama Produk / Product Name: Sandwich Isi Coklat, Berat Bersih: 49 g, Komposisi:
Tepung terigu, pasta coklat, air, gula pasir, lemak reroti nabati, ragi, garam, susu bubuk,
2.2.3 Distribusi
Proses pendistribusian produk SARI ROTI berlangsung selama 24 jam. Dan untuk
menjamin bahwa produk yang sampai kepada konsumen adalah produk yang fresh,
SARI ROTI dibuat setiap hari, sehingga setelah SARI ROTI selesai diproduksi, SARI
ROTI akan segera dikirimkan kepada konsumen, baik melalui jalur traditional market
maupun modern market. Dengan 10 pabrik yang ada saat ini yang tersebar di daerah
Bekasi (Jawa Barat), Pasuruan (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah), Medan
(Sumatera Utara), Palembang (Sumatera Selatan), Makassar (Sulawesi Selatan) hingga
saat ini SARI ROTI akan mudah didapatkan.
2.2.4 Visi & Misi
PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk memiliki visi dan misi sebagai dasar
mendirikan perusahaan sari roti, yaitu:
Visi:
Menjadi perusahaan roti terbesar di Indonesia dengan menghasilkan dan
mendistribusikan produk – produk berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau bagi
rakyat Indonesia.
Misi:
Membantu meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dengan memproduksi
dan mendistribusikan makanan yang bermutu tinggi, sehat, halal, dan aman bagi
pelanggan.
2.2.5 Organisasi
Tempe yang dihasilkan pengrajin yang memproduksi tempe, dengan sistem yang bagus
dan higienis, dibanding konvensional hampir tidak ada bedanya dari segi rasa, namun
daya tahan yang jadi ukuran. Menurutnya, RTI dibangun dengan visi mengangkat
harkat derajat pengrajin tempe, sekaligus memberikan pilihan tempe unggulan pada
konsumen untuk tempe unggulan. Segmen konsumen RTI adalah orang yang tidak
mempermasalahkan harga, melainkan rasa dan kualitas. Rumah produksi yang berdiri
pada 6 Juni 2012 ini, dilengkapi peralatan produksi tempe yang modern, dengan fasilitas
ruang yang memadai dan higienis di atas lahan seluas 170 meter persegi. RTI
mempunyai kapasitas maksimum produksi sebesar 1 ton tempe. Produk tempe terdiri
dari tempe reguler dan tempe premium, yang didistribusikan sementara ini kepada
konsumen di area Bogor dan sekitarnya sesuai permintaan. Jadi, jika anda tertarik
memesan produk tempe dari RTI, dapat datang ke kantor RTI/KOPTI Bogor, Jalan
Cilendek Raya No.27 Bogor, atau via telepon ke (0251)327 827. Satu daur produksi
tempe berlangsung selama 4 hari, jadi untuk itu pesanlah 4 hari sebelum tempe tersebut
digunakan.
Bahwa biaya yang diperlukan untuk mendirikan usaha semacam ini tidak terlalu
besar, dengan modal peralatan mesin sekitar Rp 100 juta atau Rp 350 juta dengan
bangunan, rumah produksi ini sudah dapat dikloning oleh pengrajin tempe. Sejumlah
kunjungan dari Salatiga, Indramayu, dan Jakarta Selatan, telah menyatakan
keinginannya membangun rumah produksi sejenis RTI ini. Usut punya usut, ternyata
tempe di luar negeri, termasuk makanan mewah, bahkan lebih mahal dari harga daging.
Di Jepang, Tempe ukuran 200 gr dijual dengan harga setara Rp 40.000, dan di Australia
1 kg tempe dijual dengan harga Rp 180.000. Kedelai yang diolah jadi tempe lompatan
gizinya jauh sekali melampaui daging. Karenanya wajar, kenapa di Indonesia
masyarakat miskin tidak makan daging pun tetap sehat, ternyata karena kandungan
proteinnya mereka dapat dari tempe. Mungkin, kelak anggapan Bangsa Tempe atau
Mental Tempe tidak lagi berkonotasi negatif sebagai cerminan mental yang lemah,
tetapi menjadi simbol/icon produk pangan unik dan menyehatkan asli negeri ini.
BAB III
Penerimaan Bahan
Penimbangan
Pengistirahatan Adonan
Pemotongan
Pembulatan
Pengistirahatan
Pengepresan Adonan
Fermentasi kedua
Pemanggangan
Pendinginan
Pemotongan (roti tawar)
Pengemasan
Setiap tahapan produksi, Perseroan memiliki system Pengawasan. Ada dua bagian di
dalam pengawasan mutu yaitu pengawasan yang bersifat Control Point (CP) atau lokasi
pengawasan, dan ada yang menjadi Critical Control Point (CCP) atau lokasi pengawasan
yang kritis dan penting.
Pengawasan CP dilakukan pada setiap tahap roduksi mulai dari bahan-bahan baku
pilihan hingga proses penyaluran dan penyimpanan. Namun untuk CCP diperlukan
pengawasan yang lebih ketat menyangkut masalah keamanan pangan.
Pada saat penerimaan bahan baku, QC (Quality Control) Incoming akan memeriksa
kondisi fisik bahan baku secara acak, meliputi keutuhan kemasan, berat per pak, dan juga
pemeriksaan organileptik khusus untuk filler dengan mengunakan panca indera. Selain itu
bahan baku yang didata haruus dilengkapi dengan Cretificate of Analysis yang
mencantumkan hasil pemeriksaan kimia dan mikrobiologi bahan baku. Bahan baku
diperoleh dari beberapa supplier dan senantiasa melakukan riset untuk mencari pemasok-
pemasok bahan baku lainnya. Bahan segar berupa buah diperoleh dari petani langsung.
Pada saat proses penimbangan adalah CCP Pertama pada system HACCP
pembuatan roti di Perusahaan Sari Roti karena memliki potensi bahaya. Oleh kaena itu,
bahan baku harus diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai dengan formula yang ditetapkan
karena akan mempengaruhi kualitas produk. Khusus pada penimbangan terigu yang
dilakukan secara, terdapat sifter yang berfungsi menyaring kemungkinan adanya benda
asing yang ada pada terigu. Karena proses ini tidak terlihat oleh mata, maka harus selalu
dipastikan sifter tersebut dalam kondisi baik.
Proses pengadukan adonan, pada proses pengadukan kedua (dough mixing) sangat
berperan penting terhadap kualitas roti yang dihasilkan. Adonan yang undermixing ataupun
overmixing akan memberikan hasil roti yang kurang baik. Ciri adonan yang baik secara
fisik dapat dilihat dari kondisi adonan yang kalis, dan jika adonan direnggangkan akan
terbentuk lapisan film tipis yang halus dan tranparan (hamper mirip adonan martabak
telur).
Tahap Pengkristalan adonan berikutnya yang memerlukan pengawasan yang cukup
adalah proses final proofing. Karena suhu dan kelembaban ruangan harus perlu dijaga
kesetabilannyya, volume adonan perlu dikontrol dengan baik. Terlalu cepat mengeluarkan
adonan dapat menyebabkan adonan roti kurang mengembang (underproof).Tetapi jika
terlambatakan menyebabkan adonan terlalu mengembang (overproof), sehingga diperlukan
ketetapan kerja dari operator yang bertugas di bagian ini. Pada umumnya proses ini
berlangsung selama kurang lebih 1 jam.
Proses Pemanggangan (baking) akan berpengaruh terhadap penampakan produk jadi,
khusunya dari segi organoleptik meliputi warna roti, rasa, dan tingkat kematanagannya.
Suhu dan waktu pemanggangan harus disesuaikan dengan jenis dan varian dari roti yang
akan dipanggang. Sari rot memiliki standar warna (Colour Guide), yang berfungsi untuk
menentukan tingkat kematang dari produk. Colour guide merupakan gradasi dari warna
kuning hingga coklat tua. Pada oven terdapat jendela yang dapat digunakan untuk
mengamati warna dan tingkat kematangan produk , sehingga dapat diketahui produk
tersebut sedah matang atau belum, serta untuk menghindari loss produksi akibat prooduk
yang tidak standar.
Tahap pendinginan roti yang sudah matang perlu dilakukan dengan waktu yang tepat.
Roti yang masih panas jika langsung dikemas akan terlihat berembun pada kemasannya,
akibat uap air yang tertahan di dalam kemsan sehingga mempercepat tumbuhnya jamu dan
kapang sebelum waktunya. Serta untuk roti tawar pemotongan saat roti masih panas dapat
menyebabkan roti penyok, karena roti sifat roti yang masih terlalu lembut atau lembek.
Umumnya proses pendingginan ini berlangsung selama 2 jam untuk roti tawar, dan 30
menit untuk roti manis, dengan suhu produk sekitar 35°C pada saat dikemas. Pengaturan
waktu pendinginan roti juga perlu diperhatikan karena roti yang terlalu lama didinginkan
dan terbuka akan menyebabkan roti menjadi keras.
Sebelum pengemasan roti terlebih dahulu disortir. Roti yang tidak memenuhi standar
yang ditetapkan oleh perusahaan sari roti akan segera disisihkan sehingga tidak sampai ke
tangan konsumen. Contoh roti yang tidak sesuai standar misalnya, roti yang penyok, roti
tawar berpinggang (caving), isi roti manis keluar dan roti yang gosong. Selain itu kondisi
kemasan juga diperhatikan seperti segel kemasan yang rapat, kesuaian harga - kode
produksi - tanggal kadaluarsa telah tercantum di kemasan.
Selanjutnya alur produksi yang menjadi CCP Kedua pada system HACCP pada
pembuatan roti di Perusahaan Sari Roti adalah metal detecting yaitu suatu proses untuk
mengetahui adanya benda metal dan kontaminasi logam. Seluruh produk yang telah
dikemas harus melalui mesin metal detector untuk memastikan bahwa seluruh produk
aman dan bebas dari kontaminasi logam.
b. Penyimpanan
Bahaya yang ada pada tahap ini adalah terdapatnya bahaya fisik yaitu adanya tikus
dan kecoa. Sumber bahaya adalah binatang-binatang tersebut, dimana tikus dan kecoa
membawa mikroorganisme sumber penyakit.
c. Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan benda-benda asing
yang terbawa di bahan baku kedelai seperti batu,ranting,jagung dll.
d. Pencucian I
Tujuan pencucian pertama untuk menghilangkan debu,tanah dll
e. Perendaman I
Proses perendaman dilakukan selama 1-2 jam yang bertujuan untuk memekarkan
kedelai sebelum dilakukan proses perebusan, tujuannya agar perebusan lebih singkat
sehingga penggunaan bahan bakar yang digunakan lebih irit dan juga untuk
menyempurnakan mekarnya kacang kedelai.
f. Perebusan
Didalam proses perebusan yang benar-benar harus diperhatikan adalah tingkat
kematangan kedelai pada level kematangan yang tidak empuk atau ketika kacang
dipatahkan masih dalam kondisi renyah atau berbunyi.
g. Perendaman II
Setelah dilakukan proses perebusan kacang kedelai akan direndam selama 20 jam
atau satu malam. Perendaman ini menggunakan air asam. Titik kritis dalam proses
perendaman adalah pH 4 – 5, apabila pH yang belum tercapai maka waktu perendaman
akan ditambah waktu perendamannya. Akan tetapi waktu dari proses perendaman tidak
boleh lebih dari 30 jam, ketika waktu telah lebih dari 30 jam dan pH masi belum tercapai
maka proses dinyatakan gagal karena kualitas kacang kedelai sebagai bahan baku tempe
sudah tidak bagus dan harus dibuang danproses diulang lagi dari awal dengan bahan baku
yang baru.
h. Pemecahan kacang
Proses pemecahan kacang kedelai dengan menggunakan mesin pemecah kedelai.
Pada proses ini diharapkan > 95% kacang kedelai telah pecah semua. Pada mesin yang
digunakan oleh RTI biasanya mampu mencapai 98% kacang kedelai pecah.
i. Pembuangan Kulit
Dalam proses ini masih dilakukan secara manual, sehingga target 90% kulit
terbuang. Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya fisik yakni sisa kulit kedelai.
j. Pencucian II
Proses pencucian dilakukan untuk membuang sisa-sisa asam (bahaya fisik) yang
menempel di kedelai pada saat proses pengasaman sebelumnya dan tidak ada lendir-
lendir yang melekat pada biji kacang kedelai.
m. Peragian
Peragian yang dilakukan oleh Rumah Tempe Indonesia menggunakan ragi kering,
hal ini dimaksudkan agar daya simpan produk tempe lebih tahan lama jika dibandingkan
dengan produk tempe tradisional yang menggunakan proses peragian basah (ragi
dimasukkan kedalam air kemudian diaduk dengan kacang kedelai). Kadar air dari produk
tempe yang menggunakan peragian kering lebih rendah dibandingkan dengan peragian
basah yang kadar airnya masih tinggi. Ragi yang digunakan berkisar 0,1-0,5 % dari berat
kering kacang kedelai.
Sebenarnya pemakaian ragi sangatlah tergantung dari keadaan cuaca, ketika cuaca
panas maka ragi yang digunakan lebih sedikit dan apabila cuaca dingin penambahan
jumlah ragi kan lebih banyak. Pada keadaan ini dibutuhkan feeling pengrajun yang telah
handal namun harus masih dalam batas 0,1-0,5% dari berat kacang kering.
n. Pengemasan
Plastik yang digunakan dalam proses pengemasan haruslah dalm kondisi bolong
dengan jarak 1,5-2cm antara bolongan yang satu dengan bolongan yang lain. Bahaya
yang terjadi adalah bahaya fisik dari plastic yang tidak dibolongi atau jarak antar
bolongan plastic tidak sesuai dengan standar.
o. Fermentasi
Setelah dikemas kemudian dimasukkan dalam ruang ingkubator (ruang fermentasi).
Titik kritis dalam ruang fermentasi adalah suhu dan kelembapan yang ditunjukkan oleh
adanya alat ukur yang harus terus dikontrol oleh petugas. Batas suhu yang diharapkan
adalah 30-34C, sedangkan kelembapan diatas 70%. Apabila kurang panas maka harus
dihidupkan lampu, dan apabila sudah terlalu panas alat akan menyala dan lampu akan
langsung mati. Tempe sendiri dalam proses fermentasi akan menghasilkan panas
sehingga benar-benar harus dikontrol oleh pekerja. Lama produk di dalam ruang
ingkubator berkisar antara 15 – 20 jam. Ruang ingkubasi bias menampung 750 kg – 1 ton
kedelai.
p. Angin-anginkan
Setelah dari ruangan ingkubasi dikelurkan untuk diangin-anginkan selama 20-24
jam sampai produk benar-benar jadi dan siap untuk dipasarkan. Proses mengangin-
anginkan dikarenakan oleh ragi yang memerlukan banyak oksigen ketika fermentasi.
Pada tahap ini perlu pengawasan untuk menghindari tumbuhnya pathogen yang dapat
merusak produk tempe.
q. Distribusi
Bahaya yang ada pada tahap ini adalah bahaya fisik tempat pendistribusian tempe
seperti container dan cooler box yang tidak bersih dan kering serta suhu penanganan yang
tidak sesuai. Pada pengiriman produk tempe yang memakan waktu tempuh >3 jam
menggunakan cooler box yang diisi dry ice dan suhu 10C. Kalau pengiriman dengan
waktu tempuh <3 jam pengiriman menggunakan container biasa.
3.2.3 Titik kritis
a. Penerimaan bahan baku kedelai
Batas kritis : kekeringan kacang kedelai 13% dan for 0,3%,
Monitoring : Petugas penerimaan bahan baku atau petugas gudang mengukur
kekeringan kedelai dan uji visual material pengganggu dalam
bahan baku.
Tindakan perbaikan : Pengawasan ketat bahan baku kedelai yang diterima.
Pencatatan : Log monitoring proses penerimaan bahan baku kedelai.
Verifikasi : Kalibrasi uji kekeringan bahan baku dan ketelitian petugas
dengan adanya material pengganggu.
b. Penyimpanan
Batas kritis : tikus dan kecoa pada tempat penyimpanan.
c. Sortasi kering
Batas kritis : Material pengganggu 0%.
Monitoring : pekerja yang menangani sortasi kering melakukan uji visual.
Tindakan perbaikan : pengawasan ketat proses sortasi.
Pencatatan :-
Verifikasi : Kalibrasi ketelitian petugas yang menangani sortasi kering.
d. Perebusan
Batas kritis : kematangan kedelai yang pas (ketika dipatahkan tidak keras dan
masih renyah serta tidak hancur) dan suhu air 100.
Monitoring : pekerja yang menangani perebusan melakukan uji tekstur
terhadap kedelai.
Tindakan perbaikan : pengawasan kedelai saat proses perebusan.
Pencatatan :-
Verifikasi : kalibrasi ketelitian petugas.
e. Perendaman II
Batas kritis : pH 4-5 dan waktu maksimal 30 jam.
Monitoring : pekerja melakukan pengukuran pH dan pengukuran waktu
perendaman.
Tindakan perbaikan : pengawasan pH dan waktu selama proses perendaman.
Pencatatan : catatan pH dan waktu.
Verifikasi : kalibrasi alat pengukur pH dan waktu serta ketelitian petugas atau
pekerja yang menangani.
f. Pemecahan kedelai
Batas kritis : Target 95% kedelai pecah semua.
Monitoring : pekerja melakukan uji visual seberapa besar persentase kedelai
yang pecah.
Tindakan perbaikan : pengawasan persentase kedelai yang pecah.
Pencatatan :-
Verifikasi : kalibrasi alat pemecah kedelai dan ketelitian petugas atau pekerja.
g. Pembuangan kulit
Batas kritis : 90% kulit terbuang.
Monitoring : pekerja melakukan uji visual persentase kulit kedelai yang
terbuang.
Tindakan perbaikan : pengawasan persentase kulit kedelai yang terbuang.
Pencatatan :-
Verifikasi : kalibrasi ketelitian petugas atau pekerja.
h. Pencucian II
Batas kritis : air asam dan lender tidak ada yang menempel di kedelai.
Monitoring : pekerja melukan uji bau dan uji dengan indra peraba.
Tindakan perbaikan : pengawasan bau dan lender kedelai.
Pencatatan :-
Verifikasi : kalibrasi ketelitian petugas atau pekerja.
i. Penirisan
Batas kritis : kedelai ketika disentuh tidak ada yang menempel di tangan.
Monitoring : pekerja melakukan uji kelengketan kedelai dengan tangan.
Tindakan perbaikan : pengawasan kelengketan kedelai pada tangan.
Pencatatan :-
Verifikasi : kalibrasi ketelitian petugas atau pekerja.
j. Pembilasan dengan air panas (blansing)
Batas kritis : suhu 100C
Monitoring :-
Tindakan perbaikan :-
Pencatatan :-
Verifikasi : kalibrasi ketelitian petugas atau pekerja.
k. Peragian
Batas kritis : ragi 0,1-0,5 % dari berat kering kedelai.
Monitoring : pekerja melakukan perhitungan berat ragi dan penimbangan ragi.
Tindakan perbaikan : penimbangan ragi sesuai dengan hasil perhitungan.
Pencatatan : catatan perhitungan berat ragi.
Verifikasi : kalibrasi alat penimbang ragi dan ketelitian petugas atau pekerja.
l. Pengemasan
Batas kritis : jarak antar lubang pada plastic PP berjarak 1,5-2 CM.
Monitoring : pekerja melakukan pengukuran dengan penggaris.
Tindakan perbaikan : pengukuran jarak antar lubang pada plastic PP.
Pencatatan :-
Verifikasi : kalibrasi alat ukur dan ketelitian petugas atau pekerja.
m. Fermentasi
Batas kritis : suhu ruang ingkubator 30C, kelembaban >70%, lama produk
didalam ruang ingkubator 15-20 jam.
Monitoring : pekerja mengukur suhu, kelembaban dan waktu.
Tindakan perbaikan : pengawasan suhu, kelembaban dan waktu selama produk berada
di dalam ruang ingkubator.
Pencatatan : catatan suhu, catatan kelembaban, dan catatan waktu.
Verifikasi : kalibrasi alat pengukur suhu, kelembaban dan waktu serta
ketelitian petugas atau pekerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Sari Roti
PT Nippon Indosari Corpindo telah menerapkan system jaminan mutu keamanan pangan
(HACCP) pada tanggal 28 November 2006 oleh lembaga sertifikasi HACCP yang telah
terakreditasi agar memastikan bahwa produk yang dihasilkan bebas dari bahaya fisik,
kimia, dan mikrobiologi sebelum sampai ke tangan konsumen, sehingga layak untuk
dikonsumsi.
Setiap tahapan produksi, Perseroan memiliki system Pengawasan. Ada dua bagian di
dalam pengawasan mutu yaitu pengawasan yang bersifat Control Point (CP) atau lokasi
pengawasan, dan ada yang menjadi Critical Control Point (CCP) atau lokasi pengawasan
yang kritis dan penting.
Pengawasan CP secara umum dilakukan pada setiap tahap roduksi mulai dari bahan-
bahan baku pilihan hingga proses penyaluran dan penyimpanan. Namun untuk CCP
diperlukan pengawasan yang lebih ketat menyangkut masalah keamanan pangan.
CCP 1 terdapat pada penimbangan bahan baku terigu yang dilakukan secara khusus,
terdapat sifter yang berfungsi menyaring kemungkinan adanya benda asing yang ada
pada terigu. Karena proses ini tidak terlihat oleh mata, maka harus selalu dipastikan sifter
tersebut dalam kondisi baik.
CCP 2 ditetapkan pada tahap metal detecting yaitu suatu proses untuk mengetahui
adanya benda metal dan kontaminasi logam. Seluruh produk yang telah dikemas harus
melalui mesin metal detector untuk memastikan bahwa seluruh produk aman dan bebas
dari kontaminasi logam.
Dan setelah melihat langsung bagaimana proses pembuatan roti-roti tersebut, menurut
saya perusahaan ini memperhatikan sekali kualitas produk yang telah dihasilkan, tidak
hanya dari rasa dan harga tapi juga melihat segi penampilan produk tersebut dilihat dari
banyaknya reject product hanya karena sedikit kesalahan dalam penampilan produk
tersebut.
4.1.2. Rumah Tempe Indonesia (RTI)
Rumah Tempe Indonesia adalah sebuah usaha yang didirikan dengan tujuan untuk
memberikan contoh bagaimana cara untuk mengahasilkan tempe yang higienis dan sehat.
Rumah Tempe Indonesia telah menerapkan HACCP dalam setiap tahapan produksi
tempe. Rumah Tempe Indonesia mendapatkkan sertifikat HACCP pada 1 Oktober 2012
dari IPB.
Setiap tahapan produksi tempe di Rumah Tempe Indonesia memiliki Batas Kritis yang
dilaksanakan dan diawasi oleh setiap pekerja dalam masing-masing tahap yang dia
tangani. Setiap pekerja harus mendapatkan training HACCP terlebih dahulu sebelum
benar-benar melakukan pekerjaan di Rumah Tempe Indonesia.
4.2. Saran
4.2.1. Sari Roti
http://www.sariroti.com/content/struktur-organisasi/