Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENDAHULUAN TIBIA FIBULA

(Fraktur Ekstrimitas Bawah)


Disusun Oleh:
Nama : Egi kuswara
NPM :PK.12.18.014

1. Definisi
Fraktur tibia (fraktur colles) adalah fraktur yang terjadi padabagian tibia sebelah kanan atau kiri
yang jatuh bertumpu padabagian tibia sebelah kanan atau kiri yang jatuh bertumpu padatangan
dorsi fleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada anak-tangan dorsi fleksi terbuka. Fraktur ini
sering terjadi pada anak-anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dananak dan
wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dantulang lemah yang tidak mampu untuk
menahan energy akibattulang lemah yang tidak mampu untuk menahan energy akibat jatuh, jatuh,
faktor faktor kecelakaankecelakaan,atau ,atau tertimpa tertimpa benda-benda benda-benda keras
keras dandanberat.(Arif,2008)berat.(Arif,2008)

2. Etiolog
a) Faktor Patologis
Faktor yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan
oleh suatu proses, seperti trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses, seperti contoh :
Osteoporosis, Imperfekta, dan penyakit Metabolik.
b) Trauma
1) Trauma langsung : terjadi benturan pada tulang,biasanya penderita terjatuh dengan
posisi miring, dimana bagian tubuh akan jatuh dan terbentur olehbenda keras.
2) Trauma tidak langsung yaitu : titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh
atau terpeleset dan dikamar mandi.(Ardinata,2006)
3. Manifestasi klinis
a) Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah
b) Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
c) Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan
d) Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang
e) Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna
f) Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgen (Suddart, 2011).

4. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak disekitar
fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromoskuler atau organ penting lainnya.
Pada kejadian kerusakan maka terjadilah respon peradangan dengan pembentukan gumpalan
atau bekuan fibrin. Klasifikasi terjadinya fraktur dapat dibedakan menjadi dua yang terdiri dari
fraktur tertutup dan fraktur terbuka, dimana dapat didefinisikan bahwa fraktur tertutup tidak
adanya luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, sedangkan fraktur terbuka yaitu
terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit. Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang
terkelupas dari tulang dan robek kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat trauma, akibatnya
darah keluar melalui celah-celah periosteum dan ke otot sekitarnya yang disertai dengan
oedema, dan juga darah dapat keluar akibat telah terputusnya pembuluh darah didaerah
terjadinya fraktur. Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertmabah selama 24 jam
pertama, menjelang akhir episode ini otot menjadi hilang akan elstisitasnya, oleh karena itu reposisi
lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah dilakukan reposisi/imobilitas maka
pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus.(Arif, 2008)
5. Klasifikasi fraktur
a) Fraktur komplet
Fraktur pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
b) Fraktur tidak komplet
Fraktur yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tenagh tulang.
c) Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus
jaringan kulit.
d) Fraktur terbuka
Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (fragmen frakturnya menembus kulit),
dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasioleh
benda asing).
1) Grade I : luka bersih, panjang
2) Grade II : luka lebih besar, luas luka tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif,
merupakan luka yang paling berat. (Arif, 2008)

6. Penatalaksanaan Medis
a) Lakukan reduksi fraktur untuk mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis.
b) Lakukan imobilisasi untuk mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dab eksterna.
c) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya yang diharapkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
dengan kebutuhan (Muttaqin, 2009).

7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan rontgen : untuk menen tukan lokasi atau luasnya fraktur
b) Scan tulang, termogram, CT Scan/MRI : untuk memperlihatkan tulang, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d) Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan
sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma)
e) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untukklien ginjalnya (Ardinata, 2006).
8. Pathway Fraktur Tibia Fibula

Trauma tulang tibia fibula

Fraktur tibia fibula Kerusakan neurovaskuler


nyeri ketidaknyamanan
terapi imobilisasi

Luka

Ketidakmampuan untuk
menggerakkan betis,
Post de entree penurunan kekuatan otot
Spasme otot gerakan fragmen
tulang cidera jaringan lunak
trauma jaringan
Gangguan aktivitas
Potensial Infeksi fisik

Nyeri

9. Penatalaksanaan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan status pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan ata/informasi
dan menganalisa kembali
a) Identitas pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien,yang perlu ditanyakan adalah :
1) Nama
2) Umur
3) Pendidikan
4) Pekerjaan
5) Alamat
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan
fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai jari
kaki.
1) Inspeksi
Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit,pucat, laserasi, kemerahan, mungkin
timbul pada area terjadinya fraktur, adanya spasme otot dan keadaan kulit.
2) Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, pasien akan menolak oleh karena sentuhan kita karena
pasien akan merasakan nyeri tekan, dan biasanya daerah fraktur akan sakit bila terjadi fraktur
dan didaerah luka insisi
3) Perkusi
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur
4) Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga/cairan yang
mengakibatkan struktur sulit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit
jarang dilakukan. (Brunner dan Suddart, 2002).

Anda mungkin juga menyukai