Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup
gerak sendi pada bahu. Frozen shoulder, atau juga sering disebut sebagai kapsulitis adhesiva,
merupakan suatu kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan
ikat disekitar sendi glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi
keterbatasan gerak dan nyeri yang kronis.

Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Penyebab terbanyak dari
frozen shoulder antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama,
trauma serta diabetes mellitus. Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang
diduga menyebabkan penyakit tersebut (Apley,1995). Kapsulitis adhesive ditandai dengan
adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun
pasif.Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard,
diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis. Keadaan ini
disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi dan dapat menyebabkan
perlengketan kapsul sendi dan tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara
perlahan-lahan, nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak.

Pada pasien yang menderita capsulitis adhesiva menimbulkan keluhan yang sama
seperti pada penderita yang mengalami peradangan pada jaringan disekitar sendi yang disebut
dengan periarthritis, keadaan ini biasanya timbul gejala seperti tidak bisa menyisir karena
nyeri disekitar depan samping bahu. Nyeri tersebut terasa pula saat lengan diangkat untuk
mengambil sesuatu dari saku kemeja, ini berarti gerakan aktif dibatasi oleh nyeri,bila gerak
pasif diperiksa ternyata gerakan itu terbatas karena adanya suatu yang menahan yang
disebabkan oleh perlengketan. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya
rasa nyeri, terutama rasa nyeri timbul sewaktu menggerakan bahu, penderita takut
menggerakan bahunya.

Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis
adhesiva ini fisioterapis berperan dalam mengurangi nyeri ,meningkatkan luas gerak sendi
(LGS) mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan otot serta
meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Untuk mengatasinya banyak modalitas fisioterapi

1
yang dapat digunakan disini penulis mengambil modalitas fisioterapi berupa penggunaan
Short Wave Diathermy(SWD),microwave diathermy dan ultrasonic diathermy, serta
dilakukan terapi manipulasi dan terapi latihan serta latihan fungsional.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Tn. M
b. Umur : 57 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Pegawai Negeri
e. Alamat : Sukarami, KM-9,Palembang
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Kunjungan : 10 Agustus 2016
i. No. medrek : 554770

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : nyeri dan kaku pada bahu kanan.
Keluhan tambahan :
Riwayat perjalanan penyakit :
± 2 minggu yang lalu, penderita mengeluh nyeri dan terasa kaku pada bahu
kanan. Nyeri tidak menjalar, nyeri seperti tertusuk-tusuk. Nyeri bertambah bila
tangan digerakkan. Penderita menjadi kesulitan saat beraktivitas, seperti menyetir
mobil, mengangkat barang, menggosok punggung dan menyisir rambut. Nyeri
tidak menghilang walaupun beristirahat. Penderita juga mengeluh sulit tidur
karena nyeri tersebut. Penderita mengeluh nyeri saat menoleh ke kanan. Nyeri
makin memberat pada malam hari. Kesemutan pada bahu disangkal. Penderita
meminum obat pereda nyeri dan berobat ke Poliklinik Rehab Medik RSMH.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat darah tinggi ada,
Riwayat kencing manis ada,
Riwayat trauma pada bahu disangkal,
Riwayat alergi disangkal,
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit pada keluarga :
Riwayat darah tinggi dan kencing manis ada, alergi disangkal.
3
Riwayat pekerjaan :
Penderita adalah seorang pegawai negeri dinas kesehatan.
Riwayat sosial ekonomi :
Penderita tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Istri seorang ibu rumah
tangga . Kesan ekonomi : menengah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 X/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernafasan : 22 x/ menit
Suhu : 36,5 oC
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 156 cm
BMI : 27,9
Cara Berjalan : Tidak ada kelainan

B. Pemeriksaan Fisik Khusus


Kulit : Tidak ada kelainan
Status Psikis : Sikap kooperatif, ekspresi wajah kesakitan, orientasi dan
perhatian baik.
Nervus kranialis I-XII: Tidak diperiksa.
Kepala : Bentuk normal, normocephali.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, RC (+/+).
Hidung : Bagian luar tidak ada kelainan, deviasi septum (-), selaput
lendir dalam batas normal, epistaksis (-), sekret (+) serosa,
konka
inferior eutrofi.
Telinga : Bentuk normal, sekret (-), liang telinga kanan dan kiri
lapang, membran timpani intak, RC +/+, nyeri tekan tragus/
aurikula (-).
4
Mulut : Sianosis (-), arcus faring baik, hiperemis (-), uvula di tengah,
tonsil T1-T1, hiperemis (-).
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-).
Luas Gerak Sendi : dalam batas normal.

Thorax
Pulmo
Inspeksi: statis : kanan dan kiri simetris, dinamis: pergerakan dinding dada
kanan=kiri.
Palpasi: stemfremitus kanan=kiri.
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: vesikular (+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-).

Cor
Inspeksi: ictus cordis terlihat.
Palpasi: ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi: redup, batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi: HR: 84x/ menit, reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi: datar, simetris, scar (-), spider nevi (-).
Palpasi: lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi: timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi: Bising usus (+) normal.

Ekstremitas
Ekstremitas superior :
Inspeksi : deformitas, edema, tremor, nodus herbenden: tidak ada.
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-)
Neurologi :

Motorik Dextra Sinistra


Gerakan Terbatas Luas

5
Abduksi lengan 3 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Abduksi Bahu 0-110 0-180 0-110 0-180
Adduksi Bahu 180-110 180-0 180-110 180-0
Fleksi bahu 0-110 0-180 0-110 0-180
Extensi bahu 0-30 0-60 0-30 0-60
Endorotasi bahu (f0) 90-45 90-0 90-45 90-0
Eksorotasi bahu (f0) 0-45 0-90 0-45 0-90
Endorotasi bahu (f90) 90-45 90-0 90-45 90-0
Eksorotasi bahu (f90) 0-45 0-90 0-45 0-90
Fleksi siku 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Ekstensi pergelangan tangan 0-70 0-70 0-70 0-70
Fleksi pergelangan tangan 0-80 0-80 0-80 0-80
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90

Penilaian fungsi tangan dalam batas normal.


Luas gerak sendi :
Tes Provokasi : appley stratch test dextra (+).
Ekstremitas Inferior :

6
Inspeksi : deformitas (-), edema (-), tremor (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-)
Neurologi :

Motorik Dextra Sinistra


Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan 5 5
kaki
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan
kaki
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Fleksi paha 0-125 0-45 0-125 0-45
Ekstensi paha 0-30 0-30 0-30 0-30
Endorotasi paha 0-40 0-180 0-110 0-180
Adduksi paha 0-30 0-60 0-30 0-60
Abduksi paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Fleksi lutut 0-135 0-135 0-135 0-135
Ekstensi lutut 0-120 0-120 0-120 0-120
Dorsofleksi pergelangan kaki 0-20 0-20 0-20 0-20
Plantar fleksi pergelangan kaki 0-50 0-50 0-50 0-50
Inversi kaki 0-35 0-35 0-35 0-35

7
Eversi kaki 0-20 0-20 0-20 0-20

Tes Provokasi Sendi Lutut : Negatif


EVALUASI
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1 Struktur dan fungsi Nyeri pada bahu sebelah Mengurangi nyeri pada bahu
tubuh kanan Memperluas gerakan sendi
Keterbatasan gerak sendi bahu kanan
bahu kanan
2 Aktivitas Nyeri saat menyetir mobil, Meningkatkan kemampuan
mengangkat barang, dan kemandirian untuk
menggosok punggung dan beraktivitas sebagai pegawai
menyisir rambut, sulit kantor.
tertidur
Kegiatan sehari-hari :
Menyetir mobil
sendiri,menyisir rambut,
memakai celana, mengambil
benda di saku belakang
celana.
3 Partisipasi Gangguan gerak sendi Meningkatkan motivasi
menyebabkan kurang pasien untuk menjalani terapi
percaya diri dalam agar dapat beraktivitas dan
pergaulan bersosialisasi dengan penuh
percaya diri.

RESUME
Seorang laki-laki berusia 57 tahun datang ke poli rehabilitasi medis RSMH dengan keluhan
nyeri dan kaku pada bahu sebelah kanan yang dirasakanya pada saat menggerakan bahu,
nyeri ini dialaminya sekitar 2 minggu yang lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan tidak
menjalar. Penderita menjadi kesulitan saat beraktivitas, seperti menyetir mobil, mengangkat
barang, menggosok punggung dan menyisir rambut. Nyeri tidak menghilang walaupun
beristirahat. Penderita juga mengeluh sulit tidur karena nyeri tersebut. Penderita mengeluh
nyeri saat menoleh ke kanan. Nyeri makin memberat pada malam hari. Kesemutan pada bahu
disangkal. Penderita memiliki riwayat penyakit hipertensi, dan diabetes.
Penderita meminum obat pereda nyeri dan berobat ke Poliklinik Rehab Medik RSMH.

DIAGNOSIS KLINIS : Frozen shoulder dekstra


PROGRAM REHABILITASI MEDIK
8
Fisioterapi
Terapi panas : Microwave Diathermy, Ultrasonic Diathermi pada bahu kanan
(3x seminggu)
Terapi dingin :
Stimulasi listrik :
Terapi latihan : active exercise, traksi, slide/terapi manipulasi, overhead
pulley,
codman pendular exercise, walking finger.
Okupasi terapi
ROM exercise : Melakukan gerakan pada persendian baik aktif maupun pasif
ADL exercise : Melatih untuk menyisir rambut, membawa barang ringan dan
bertambah secara bertahap.
Ortotik prostetik
Ortotic : Tidak ada
Prostetic : Tidak ada
Alat bantu ambulansi : Tidak ada

Terapi wicara
Afasia : Tidak dilakukan
Disartria : Tidak dilakukan
Disfagia : Tidak dilakukan
Sosial medik : Memberikan motivasi agar pasien datang terapi secara rutin.
Edukasi : - Kompres panas ±15 menit pada bahu yang sakit, serta
meminum
obat nyeri
- Tetap menggunakan lengan dalam batas toleransi pasien
- Latihan dirumah sesuai metode codman pendular exercise
dengan beban minimal dan ditambah bertahap, latihan
walking fingers, latihan dengan handuk seperti huruf S
terbalik, kedua lengan memegang handuk kemudian bahu
sehat menarik hingga lengan yang sakit tertarik.
- Hindari posisi lengan yang menetap dalam waktu lama
- Hindari melakukan aktivitas fisik berlebihan seperti
mengangkat benda berat.
9
TERAPI MEDIKAMENTOSA
- Ibuprofen 3x400 mg tablet, diminum setelah makan.

PROGNOSA
- Medik : Bonam (Bila pasien secara rutin dan teratur melakukan terapi)
- Fungsional : Bonam (Dengan terapi teratur, aktivitas sehari-hari dapat
dilakukan)

FOLLOW UP : Tidak dilakukan

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus
1. Definisi Frozen Shoulder
Frozen Shoulder, atau adhesive capsulitis adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
nyeri, dan keterbatasan gerak aktif maupun pasif pada sendi glenohumeral yang disebabkan
terjadinya inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat di sekitar sendi glenohumeral.

Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika
berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan
tanda-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi
tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga
terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan
kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon,
ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada
tendon lalu ke permukaan dan menyebar ke ruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi
radang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekikis terus-menerus menyebabkan penebalan
dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa sehingga
timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.

Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :

a. Primer/ idiopetik frozen shoulder

Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi
pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada
lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang
melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.

11
b Sekunder frozen shoulder

Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka
bakar yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.

Gambar 2. 1 Capsulitis Adhesiva pada bahu kiri anterior

(sumber: http://www.health.harvard.edu/shoulders/frozen-shoulder)

2. Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint)


Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri
atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga
memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi
bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-
tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone),
dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular,
sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut
bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya
karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal.

12
Gambar 2.2 Persendian Bahu

(Sumber: Bandy William D.,Reese Nancy B. 2016. Joint Range of Motion and Muscle
Length Testing; Elsevier )

Berdasarkan sudut klinis terdapat 5 fungsi persendian bahu yang kompleks, yaitu:

a. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh
rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell,
2008).

Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas


dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih
dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih
luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus,
dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus
selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain


ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral dan

13
ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum
anatomicum humeri (Snell,2008).

Ligament yang memperkuat antara lain:

1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus coracoideus


sampai tuberculum humeri.
2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus sampai
acromion.
3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke colum
anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:
a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah ventral.
c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation sebelah
inferius.
Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:

1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon
latisimus dorsi.
2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositashumeri.
3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot pectoralis
mayor.
4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot
deltoideus.
5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum coracoclaviculare.
6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan otot
subscapularis.
7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal yaitu
rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis
lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau
permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan fisiologis
akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan
gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play
movement .

14
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau gerakan
berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua
gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang
disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan
gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding,
traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement.

Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi terjadi
rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput
humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi
rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi
terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral .

b. Sendi sterno claviculare


Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis sterni.
Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar
kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan
kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas,sehingga
kemungkinan gerakan luas.

Ligamentum yang memperkuat:

1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial


extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.
2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama sampai
permukaan bawah clavicula.
3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal incisura
clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis claviculare.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°,
serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1)
gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak
retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi
roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai fleksi 90°)
terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide
clavicula kearah cranial.

15
c. Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion
scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara
facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea,
karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

Ligamentum yang memperkuatnya:

1) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran ventral


sampai dataran caudal clavicula.
2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:
a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.
b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,
Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada
sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari
sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi
sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.

d. Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di sebelah
cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan bursa
subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.

e. Sendi scapulo thoracic


Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan
scapula terhadap dinding thorax.

Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam
klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang dikenal
dengan gerak elevasi-depresi.

Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy untuk
menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi, gerakan-
gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi.

16
Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi, (2). Compression/ kompresi, (3).
Gliding.

1) Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada satu
permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu berubah) pada
permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek
yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang.
Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding searah dengan gerakan tulang.
Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan
sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal).

2) Traksi
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan menjauhi
bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi nyeri pada
sendi,

3) Kompresi
Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua
pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir, 2007).

Pelaksanaan Join Play movement :

Join Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks. Adapun
gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the humerus, lateral
distraction of the humerus, caudal glide of the humerus, backward glide of the humerus in
abduktion, lateral distraktion of the humerus in abduktion, anterior posterior dan cepalo
caudal movement the clavicula in acromio clavicula, anterior posterior dan cepalo caudal
movement the clavicula in sterno clavicula, dan general movement of the scapula (magee).

17
3. Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan
pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat
trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit
cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.

Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen
shoulder, teori tersebut adalah :

a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan
datangnya menopause.

b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada
beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama.

c. Teori auto immuno.


Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil rusaknya
jaringan lokal.

d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

4. Patologi

Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya
terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang
berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental
yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening, tidak membeku, tidak
berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga
bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva merupakan
kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke

18
sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya
reaksi fibrous dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi
impingement yang terlalu lama (Appley, 1995).

Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu persatu bagian
secara detail. Guna memahami penyebab dan patologi sindroma nyeri bahu, maka dapat
dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Penyebab:

1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak dan
struktur anatomi

2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan keluhan


neurologik yang menyertai baik secara langsung maupun tidak langsung yang
berupa nyeri rujukan.

b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi 2


yaitu :

(a) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan

(b) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan mengikuti pola
kapsuler.

5. Tanda dan gejala

a. Nyeri

Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan, diikuti
sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering
tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi
sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri
menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal
( Appley,1995 ).

b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi


Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi
glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu gambaran klinis

19
yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard, diabetes melitus, fraktur immobilisasi
berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia
antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita.

Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering
sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita
dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan
mengangkat bahunya (srugging).

c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot


Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat
lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot
deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan
didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga
penderita akan melakukandengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai
adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik
biasanya dalam batas normal.

d. Gangguan aktifitas fungsional


Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita
frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan
kekuatan otot dan atropi maka secara langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas
fungsional yang dijalaninya.

6. Komplikasi.
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat
mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul
problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2) Kecenderungan
terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi
bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS).

7. Diagnosis banding
Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat
bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara berangsur-
angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku ( Appley,1995)

20
Kondisi pembanding dari kondisi Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis
adhesiva antara lain: 1) Bursitis subacromial, 2) Tendinitis bicipitalis 3) Lesi rotator cuff

B. Problematika Fisioterapi.
Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah
sebagai berikut :

1. Impairment.

Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang ditimbulkan
antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan
otot di sekitar bahu.

2. Functional limitation.

Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder adalah


keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan keluhan-
keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut,
kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan memakai breast
holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan sendi bahu (Appley,
1995).

3. Participation restriction.

Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk melakukan


aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien tersebut tidak
percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada umumnya frozen
shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan.

C. Teknologi Interfensi Fisioterapi


1. Diatermi gelombang pendek (Short Wave Diathermy/ SWD)

Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor


berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik frekuensi 27, 12
MHz, dengan panjang gelombang 11m.

Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan


dosis.Intensitas ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya. Besar
kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi panas yang diterima pasien oleh

21
karena itu antara orang satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda intensitas SWD yang
diberikan . Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi empat tingkat yaitu : (a) Intensitas
submitis (penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas mitis (penderita merasakan sedikit
panas), (c) Intensitas normalis (penderita merasakan hangat yang nyaman), (d) Intensitas
fortis (Penderita merasakan panas yang kuat, tapi masih bisa ditahan).

Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD ini adalah:

a) Mengurangi nyeri
Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal. Jaringan tersebut
merupakan sumber nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan iritasi kepada reseptor
nyeri. Stimulus tadi selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut “C” tanpa myelin (nyeri
tumpul, lamban, diffuse) atau serabut “A” delta bermielin (nyeri tajam, cepat). Panas yang
diberikan akan memberikan efek sedative karena adanya kenaikan nilai ambang nyeri.karena
adanya vasodilatasi akan memperlancar pembuangan zat “pain producing substance”.

b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme


Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa spasme otot- otot
sekitar bahu. Ini dimaksudkan untuk memfiksir sendi bahu agar tidak bergerak, yang
selanjutnya akan terhindar rasa nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem
peredaran darah setempat yang mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan dan “pain
producing substance”. Hal ini akan menambah nyeri, sehingga siklus yang tidak
menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan bengkak dan nyeri oleh pengaruh
medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang pulsa SWD, sel-sel abnormal dapat
dinormalkan.

Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD:

1) Stadium dari penyembuhan luka


2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan
3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan
2. Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba- tiba,
amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu menghentika
gerakan yang terjadi.

22
Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dan tanpa
nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play movement dan dengan
demikian memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif. Terapi manipulasi
harus diakhiri apabila sendi telah mencapai LGS maksimal tanpa nyeri dan pasien dapat
melakukan gerakan aktif dengan normal.

Gerakan translasi (traksi dan gliding) dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi gerakan ini
ditentukan berdasarkan tingkat kekendoran (slack) sendi yang dirasakan fisioterapis saat
melakukan gerakan pasif seperti yang ditunjukkan pada Grade I

Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga tidak
sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang diberikan sebatas
cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi.

Kombinasi antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan tekiri
atmosfer menghasilkan gaya kompresi pada sendi.

Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di sekitar
persendian meregang.

Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi gaya
lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang.

Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi:

Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena dapat
meregang (streatch) jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-mobilisasi
dipertahamkan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesuai dengan toleransi
pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi tidak perlu dilepaskan total keposisi awal
melainkan cukup diturunkan kegrade II dan kemudian lakukan traksi grade III lagi.

2. Terapi Latihan.

Adapun metode yang digunakan adalah :

a. Active exercise
Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak sendi
(LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan menggunakan metode free active
exercise.Gerakan dilakukan oleh kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak

23
menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.Latihan ini bisa dilakukan
kapan pun dan dimana pun penderita berada.

b. Overhead pulley
Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak sendi
dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya gerakan yang
berulang-ulang maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta menjaga dan
menambah kekuatan otot jika diberi beban.

c. Codman pendulum exercis.


Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.

1) Tujuan :

Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan pasif
sedini mungkin yang dilakukan pasien secara aktif.

Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi & mencegah
pelengketan permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah untuk mencegah
terjadinya kontraksi otot- otot rotator cuff & abductor bahu

2) Cara melakukan:

Pasien membungkukkan badan dan lengan yang sakit tergantung vertical. Posisi ini
menyebabkan lengan fleksi 90۫ pada bahu tanpa adanya kontraksi otot- otot deltoid maupun
rotator cuff. Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan sendi
glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang. Lutut pasien dalam keadaan
fleksi untuk mencegah timbulnya gangguan pada pinggang.

24
BAB IV

PENUTUP

Pasien dengan nama Tn.M dengan diagnosa Frozen shoulder akibat capsulitis
adhesiva dextra dengan keluhan utama nyeri pada bahunya disertai dengan keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Dengan keadaan seperti ini pasien merasa aktivitas
kesehariannya terganggu.

Dengan beracuan dengan permasalahan tersebut penulis mencoba memberikan


program fisioterapi dengan modalitas short wave diathermy, terapi manipulasi dengan
pemberian traksi dan slide pada sendi bahu tangan dengan ditambah terapi latihan
menggunakan active exercise, dengan tujuan untuk mengatasi problematik yang muncul pada
pasien ini dengan program dua kali terapi. Setelah diberikan program fisioterapi selama dua
kali pertemuan diperoleh hasil yang cukup baik hal ini dapat dilihat dari: 1) penurunan nyeri
dilihat dari evaluasi VAS LGS sendi bahu juga mengalami kenaikan baik pada gerak aktif
maupun pasif, gerak aktif yang sebelumnya

B. Saran

Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva ini dalam pelaksanaannya
sangat dibutuhkan kerjasama antara terapis dengan penderita dengan bekerjasama dengan tim
medis lainnya, agar tercapai hasil pengobatan yang maksimal. Selain itu hal-hal lain yang
harus diperhatikan antara lain :

a. Bagi penderita disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta melakukan latihan-
latihan yang jenis modalitas fisioterapi yang tepat dan efektif buat penderita, selain itu
fisioterapis hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan serta pemahaman terhadap hal-
hal yang berhubungan dengan studi kasus karena tidak menutup kemungkinan adanya
terobosan baru dalam suatu pengobatan yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut.
b. Bagi keluarga pasien disarankan agar terus memberikan motivasikepada pasien agar
mau latihan di rumah dan ikut mengawasi pasien dalam berlatih.
c. Bagi masyarakat disarankan jika tiba-tiba merasakan nyeri hebat pada bahu dan
keterbatasan gerak pada bahu segera memeriksakan diri ke dokter karena ditakutkan
timbulnya masalah baru dan dapat memperlama proses penyembuhan itu sendiri.

25
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka diharapkan nantinya
memberikan hasil yang lebih baik bagi penyembuhan penderita frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva.

26
DAFTAR PUSTAKA

Apley & Solomon, 1995, Textbook of Orthopaedic & Fracture System Apley; Edition 7
translated by dr. Edy Nugroho, Widya Medika, Jakarta, p. 11-12
Bandy William D.,Reese Nancy B. 2016. Joint Range of Motion and Muscle Length Testing;
Elsevier
David J. M., William S. Q., James E. Z., Robert C. M..2015.Pathology and Intervention in
Musculoskeletal Rehabilitation. Elsevier Health Sciences.
Harpal Singh U., Jonathan Peter E., Christopher S..Frozen shoulder: A systematic review of
therapeutic options. World J Orthop.2015 Maret; 6(2): 263-268
Harris JD, Griesser MJ, Copelan A, Jones GL. Treatment of adhesive capsulitis with intra-
articular hyaluronate: A systematic review. Int J Shoulder Surg. 2011;5:31–37.
Maria D’Orsi G.,Gia Via A., Frizziero A.,Oliva F..Treatment of adhesive capsulitis: a review.
Journal of Muscles Ligaments Tendons. 2012 Apr-Jun; 2(2): 70–78.
Neviaser, Andrew S., Neviaser, Robert J.. Adhesive Capsulitis of the Shoulder. Journal of the
American Academy of Orthopaedic Surgeons: 2011 September;19( 9):536–542
Simons D. G., Travell J. G., Simons L. S. Travell & Simons' myofascial pain and
dysfunction: the trigger point manual. Volume 1. The upper body. 2nd ed, 1999;596–
612 Lippincott Williams & Wilkins.
Tashjiian RZ. The effectiveness of nonoperative treatment for frozen shoulder: a systematic
review. Clin J Sport Med. 2012, Maret; 22 (2):168-9
Zuckerman J, Rokito S. Definition and classification of frozen shoulder: a consensus
approach. Journal of Shoulder Elbow Surg. 2011;20:322–335
Walmsley S, Rivett DA, Osmotherly PG. Adhesive capsulitis: establishing consensus on
clinical identifiers for stage 1 using the DELPHI technique. Phys Ther. Sep
2009;89(9):906-17.

27

Anda mungkin juga menyukai