Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan Anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Studi
Kebantenan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas Studi Kebantenan. Adapun isi dari makalah ini mengenai sejarah
dan budaya Vihara Avalokitesvara.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan
laporan yang lebih baik kedepannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMABAHASAN
2.2 Vihara------------------------------------------------------------------------------- 4
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Berawal dari berdirinya berdirinya Vihara yang ada diseluruh indonesia tidak
lepas dari bangsa-bangsa cina yang melakukan migrasi, dalam kacamata sejarah
menyebutkan bahwa orang-orang cina merantau ke Indonesia, daerah pertama yang
mereka kunjungi adalah Palembang, dan satu alasan para perantau cina datang ke
Indonesia adalah untuk mencari rempah rempah. Dan kebanyakan mereka pergi ke
pulau Jawa.1 Sedangkan kedatangan orang-orang Cina ke Banten ini terjadi pada
ke tahun 1652 atau sekitar abad 16, walapun tidak membawa pengaruh besar
terhadap masyarakaat Banten. Hanya saja yang menjadi jejak sejarah orang-orang
cina di tanah Banten tersebut adalah Vihara Avalokitesvara.
Vihara yang termasuk dalam Kawasan Situs Banten Lama yang konon
dibangun sekitar tahun 1652 M ini diberi nama Vihara Avalokitesvara. Nama
Vihara tersebut diambil dari nama salah seorang penganut Buddha, yaitu
Bodhisattva Avalokitesvara, yang artinya "mendengar suara dunia." Vihara ini
termasuk yang salah satu tertua di Indonesia. Di Banten tuan putri bersama sebagian
pengawalnya memeluk agama Islam. Dan sebagian lagi tetap memegang teguh
agama leluhur mereka.Dan mereka yang non-Muslim, bersembahyang di tepi
pantai, di tempat terbuka.
Toleransi beragama dan keharmonisan hubungan antara umat Islam dan umat
Buddha di kawasan Banten Lama juga dapat terpancar dari arsitektur bangunan
Masjid Agung Banten Lama yang terletak tak jauh dari kawasan Vihara. Masjid
Agung Banten Lama yang juga adalah ikon Banten lama memiliki arsitektur
bangunan yang bergaya Eropa Cina. Oleh karena itulah pembuatan makalah ini
dimaksudkan untuk mengetahui sejarah dan toleransi yang terjadi pada masa
tersebut serta mengingatkan kita bagaimana keharmonisan masyarakat dahulu
dapat terjalin dengan baik sehingga dapat menjadi pendorong bagi kita untuk selalu
bersifat toleransi terhadap banyak orang seingga keharmonisan dapat terjalin
dimasyarakat kita sekarang ini. Selain itu kita juga dapat mengetahui sejarah dan
budaya di Vihara Avalokitesvara.
2
BAB II
PEMABAHASAN
Peradaban manusia yang telah berjalan sejak lama menyisakan situs – situs yang
begitu menarik dan berarti, salah satunya yaitu sebuah bangunan vihara
peninggalan kerajaan Banten yang terletak di Kampung Kasunyatan Desa Banten,
Kasemen Serang. Vihara yang namanya diambil dari nama seorang Buddha yakni
Buddha Avalokitesvara ini, telah berdiri sejak abad ke 16 dan dikenal sebagai salah
satu vihara tertua di indonesia.
Pembangunan vihara ini juga tidak bisa dilepaskan dari Sunan Gunung Jati,
salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Indonesia. Inilah Vihara
Avalokitesvara yang terletak 15 km arah utara dari Kota Serang, Banten. Tokoh
penyebar islam di tanah Jawa ini memiliki istri yang masih keturunan kaisar
Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Melihat banyak pengikut putri yang masih
memegang teguh keyakinannya, Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun
1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung
Banten.
3
Akibat luberan lahar tersebut, air laut menjadi naik hingga mencapai ketinggian
10 meter dan menyapu sampai perkampungan penduduk yang berada di pinggir
pantai. Dan kota Banten selain hujan abu, juga ikut tersapu lahar gunung Krakatau.
Tak terkecuali kampung yang disekitar Vihara Avalokitesvara. Meskipun semua
bangunan yang berada disamping Vihara hancur tersapu lahar, bangunan Vihara
malah tidak terkena lahar sedikitpun. Lahar dan air laut cuma menerjang tempat
pemukiman penduduk. Dari kejadian itulah, banyak warga yang percaya kalau
Vihara tersebut selalu berada dalam perlindungan Dewi Kwan Im.
2.2 Vihara
Vihara merupakan wadah toleransi dalam sembahyang yang dipuja oleh tiga
umat dengan aliran yang berbeda, yakni Tao-is, Buddhis, dan Konfucian atau yang
disebut dengan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD), aliran agama yang ada pada
Vihara.
4
2.2.1 Fungsi Vihara
Fungsi Vihara menurut Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya (1983: 30)
bahwa Vihara merupakan tempat singgah atau tempat tinggal bagi para bhikku dan
sebagai sarana ibadah umat Budhha. Sedangkan jika dilihat dari fungsinya, vihara
berfungsi sebagai berikut:
5
Keterangan :
1. Pemujaan Tian
2. Pemujaan Sam Kwan Thai Thi
3. Pemujaan Dewi Kwan Im Pho Sat
4. Ruang Pemujaan Wi Tho Phou Sat
5. Ruang Pemujaan Kwang Kong
6. Ruang Pemujaan Cau Kun Kong
7. Ruang Pemujaan Thi Cang Wang
8. Ruang Pemujaan Thien Hou Nio Nio
9. Ruang Pemujaan Toa Pek Kong
10. Ruang Pemujaan Ema Po Cia
11. Ruang Pemujaan Hok Tek Ceng Sin
12. Ruang Pemujaan Tjing Shen
13. Ruang Pemujaan Fun Sun
14. Ruang Pemujaan Empe Banten
15. Ruang Pemujaan Abu Leluhur
16. Ruang Pemujaan Dhammasala Buddha Gautama
17. Wisma Tamu
18. Aula
19. Aula dan Gudang
6
kanan dan kiri terdapat patung dewa-dewa yang berjumlah 16 dan tiang batu yang
berukir naga.
7
Gambar 2.3 Potret Kami Saat Study Tour
Bagi masyarakat Banten sendiri, bangunan vihara ini tidak hanya sekedar
menjadi bangunan bersejarah ataupun tempat peribadatan semata, tetapi juga
sebagai simbol bagaimana masyarakat lampau mampu mewariskan keharmonisan
dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada. Kita semua tahu, masyarakat Banten
dikenal sebagai komunitas mayoritas muslim, tapi nyatanya keharmonisan
beragama di kawasan banten lama ini terjalin sangat baik, bahkan tak jarang
penduduk yang tinggal di sekitar kawasan vihara ikut terlibat dan membantu ketika
ada acara dan perayaan – perayaan di vihara, contohnya seperti perayaan ulang
tahun Buddha.
2.4 Ornamen
Menurut Soepratno (1984: 11) bahwa ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu
dari kata ornane yang berarti hiasan atau perhiasan. Ragam hias atau ornamen itu
sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itulah yang digunakan
sebagai penghias sesuatu yang ingin kita hiasi. Oleh karena itu motif adalah dasar
untuk menghias sesuatu ornamen. Lebih lanjut Soepratno menjelaskan bahwa
ornamen dimaksudkan untuk menghiasi sesuatu bidang atau benda, sehingga benda
tersebut menjadi indah seperti yang kita lihat pada hiasan kulit, buku, piagam, kain
batik, tempat bunga dan barang-barang yang lainnya.
8
Menurut Gustami (2008: 4) ornamen merupakan komponen produk seni yang
ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya
implisit menyangkut segi-segi keindahan, juga untuk menambah indahnya suatu
barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi pula dalam
segi penghargaannya, baik dari segi spiritual maupun segi material/finansial. Dari
pendapat diatas maka dapat ditarik pengertian bahwa ornamen merupakan
penerapan hiasan pada suatu produk. Bentuk hiasan yang menjadi ornamen fungsi
utamanya adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias.
Kehadiran ornamen tidak semata hanya sebagai pengisi bagian yang kosong dan
tanpa arti, tetapi didalam ornamen sering ditemukan nila-nilai simbolik atau
maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup dari
manusia atau masyarakat penciptanya, sehingga mempunyai arti yang lebih
bermakna, disertai harapan-harapan yang tertentu pula dan memiliki beberapa
fungsi. Sunaryo (2009: 4-6) menjelaskan bahwa tiga fungsi ornamen sebagai
berikut.
9
c. Fungsi teknis konstruktif
Teknis konstruktif yang secara struktural ornamen digunakan sebagai
penyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi, karena
ornamen ini memiliki fungsi konstruktif. Tiang, talang air dan bumbung atap
ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang memperindah penampilan
karena fungsi hiasan ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasinya.
Artinya, jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang
bersangukutan
Menurut Budiono (1984: 10) simbol berasal dari bahasa Yunani yaitu symbolos
yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.
Sedangkan menurut Poespoprodjo (2004: 117), menjelaskan bahwa kata simbol
berasal dari bahasa Yunani yaitu sumballo yang berarti menghubungkan atau
menggabungkan. Simbol dapat berupa gambar, bentuk, atau benda yang mewakili
suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu.
10
2.5.1 Simbol Agama di Vihara
Kedudukan simbol dalam agama sebagaimana dapat dilihat dalam kegiatan atau
upacara keagamaan. Semua kegiatan dalam kehidupan manuisa, baik yang bersifat
religius maupun non religius pada umumnya melibatan simbolisme. Semua agama
maupun kepercayaan memiliki berbagai simbol yang merepresentasikan ajaran,
perlambangan suatu peristiwa penting maupun sebagai tanda identitas yang unik
bagi agama tersebut (Harianto, 2014). Agama Buddha yang telah eksis selama
kurang lebih 2600 tahun memiliki beragam simbol yang mengekspresikan daerah
perkembangan simbol tersebut. Beberapa simbol Buddis yang populer, diantaranya:
11
Emblems of the eight immortals (delapan simbol keabadian), yang terdiri dari
beberapa bagian diantaranya yaitu: Fan (Kipas), sword(pedang), Gourd(kendi
dari buah labu), castanets (alat musik kastenyet), flower basket (buket bunga),
bamboo tube and rods (alat musik bambu), future(seluring) dan lotus (bunga
teratai).
The eight Buddhist Symbol ( delapan simbol Buddha) yang terdiri atas: Whell
of law (roda hukum dan cakra), consh sheel (kulit kerang), umbrella (payung),
canopy (kanopi atau tenda), lotus (bunga teratai), jar (kendi), fish (ikan) dan
endless knot (simpul tak terputus).
The eight treasure (Delapan simbol kebahagiaan) yang terdiri dari: Pearl
(mutiara), coin (mata uang), lozenge (obat atau tablet), mirror (cermin), stone
chime (sepasang lonceng dari batu), books (buku atau alkitab), Artemisia leaf
(daun Artemisia yaitu daun penyembuh), rhinoceros (terompet dari cuka
badak).
The four accomplishment (empat simbol kepandaian) yang terdiri dari: Papan
catur, gulungan pustaka, satu set kitab dan bantal, simbol-simbol tersebut sering
kita temukan dalam bentuk ukiran atau ragam hias pada bangunan.
Vihara ini di bangun diatas podium, area Vihara ini berbentuk persegi panjang
beroriemtasi pada dua arah yaitu arah Barat dan Timur, sedangkan untuk posisi
Vihara tersebut menghadap ke Timur.
Dan bentuk komplek pada Vihara ini terdiri halaman, tempat lilin diposisi kanan
dan kiri, ruang pemujaan pertama, ruang meditasi dan tempat tinggal komplek.
Pada saat hendak memasuki Vihara Avaloitesvara ada pintu masuk dan disambut
oleh gerbang tinggi yang terbuat dari besi dan diikuti dengan hiasan genteng pada
posisi atas gerbang tersebut. Diatas atap masing masing terdapat hiasan seekor naga
yang posisinya saling berhadapan, sedangkan bagian bawah terlihat ukiran bunga
terantai yang berjumlah enam.
12
Gambar 5.1 Gerbang Masuk Vihara Avalokitesvara
Setelah melewati gerbang utama, maka akan jelas terlihat dua ekor singa yang
terletak disebelah kiri dan kanan serta dua buah pagoda yang berdiri tegak. Lalu
tepat ditengah-tengah bagian muka utama terdapat Hiolo besar berkaki tiga terbuat
dari kuningan yang di peruntukan untuk Thian Khung. Di sebelah kiri dan kanan
Hiolo terdapat masing-masing dua buah lilin besar berwarna merah.
13
sikap duduk, dengan pakaian berwarna merah keemasaan dan memakai mahkota.
Patung berukuran terbesar terletak di tengah di kelelingi oleh sekurang kurangnya
40 patung Kwan Im Hud linnya dalam berbagai ukuran dan dalam berbagai sikap.
Sebelah kanan atau sisi utara altar 1 dan 2 yang diperuntukan bagi patung Wie
Tho Pou Sat, digambarkan dalam sikap berdiri, memakai topi petani, dan jubah
kuning. Altar tiga terletak disebelah kiri atau sisi Selatan altar satu yang diperuntuan
bagi dua patung Thian Hio Nio Nio, patung ini di gambarkan dalam sikap duduk,
bermahkota, dan berpakaian orange. Altar empat terletak menempel pada dinding
utara bangunan disebelah Utara. Pada bangunan sebelah Selatan bangunan utama
terdapat tiga ruang bangunan yang disekat, masing-masing berisi altar lima, enam
dan tujuh letaknya menempel pada dinding Selatan. Diatas altar lima terapat patung
Hok Tek Ceng Sin yang digambarkan dalam sikap duduk, bermahkota dan
berpakaian kuning, serta pakaian warna merah jambu. Sedangkan untuk altar
delapan, Sembilan dan sepuluh terletak di belakang .yang terakhir altar duabelas
terdapat patung besar Buddha Gautama, dan tingkat bahawahnya terdapat 15 buah
patung Buddha terbuat dari kayu untuk meletakan hilolo yang terbuat dari bahan
kuningan.
14
2.6 Kegiatan Beribadah di Vihara Avalokitesvara.
Selain kegiatan ibadah yang bersifat khusus, di Vihara ini juga sering
merayakan ritual-ritual untuk sang dewa/i seperti memperingati hari kebesaraan
Dewi Kwan Im di sebut hari kesempurnaan yang jatuh pada tanggal 19 Juni atau
Lak Gwee Cap Kauw. Juga pada upacara hari ulang tahun atau shejitnya Dewi
Kwan yang jatuh pada tanggal 19 febuari imlek atau jie gwee cap kauw. Pengunjung
yang datang sebagian besar dari luar Prov.Banten juga dan ikut merayakan hari
wafatnya Dewi Kwan in setiap 19 september.
Setiap harinya Vihara ini tidak penah sepi dari pengujung, baik mereka yang
datang secara rombongan, perorangan, maupun keluarga (Yoest, hal 213-215).
15
Yang perlu di ketahui bersama untuk umat yang melakukan ibadah di Vihara
Avalokitesvara tidak ada sekte pemisa, semua sekte atau aliran dalam Agama
Buddha bisa masuk dan melaksanakan beribadah di Vihara Avalokitesvara tersebut.
16
BAB 3
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah diuraikan, maka perlu diberikan saran untuk semua
pihak yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sesuai dengan topik
makalah yaitu Mengenal Situs Sejarah Dan Budaya Vihara Avalokitesvara, adapun
saran yang kami ingin sampaikan adalah, bagi pengurus Vihara Avalokitesvara
Banten sebaiknya lebih banyak menyediakan keterangan bagi para pengunjung
Vihara yang berkunjung, baik melalui media cetak ataupun online, yang berupa
papan informasi, booklet, ataupun website sehingga segala informasi baik itu
mengenai sejarah bangunan ini dapat diketahui lebih rinci bagi para pengunjung.
17
DAFTAR PUSTAKA