Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH STUDI KEBANTENAN

MENGENAL SITUS SEJARAH DAN BUDAYA VIHARA


AVALOKITESVARA

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Studi Kebantenan

Disusun Oleh :

1. Findinia Delvana 6. Anggara Diaz Ramadhan


(3335160001) (3335160051)
2. Ahamad Al Hadi Syihab 7. Irpan Romadona
(3335160009) (3335160071)
3. Abdul Hadi 8. Safira Gina
(3335160015) (3335160077)
4. Shella Putri Rahayu 9. M. Farhan .A
(3335160018) (3335160082)
5. Andrie Prasetyo 10. Diah Amalia
(3335160054) (3335160092)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan Anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Studi
Kebantenan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas Studi Kebantenan. Adapun isi dari makalah ini mengenai sejarah
dan budaya Vihara Avalokitesvara.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan
laporan yang lebih baik kedepannya.

Serang, 01 Juni 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------------ i

KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------------------ii

DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------------- iii

DAFTAR GAMBAR ----------------------------------------------------------------------- iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang -------------------------------------------------------------------- 1

1.2 Tujuan Kunjungan ---------------------------------------------------------------- 2

BAB 2 PEMABAHASAN

2.1 Sejarah Singkat -------------------------------------------------------------------- 3

2.2 Vihara------------------------------------------------------------------------------- 4

2.2.1 Fungsi Vihara ---------------------------------------------------------------- 5

2.2.2 Denah Vihara Avalokitesvara Banten ------------------------------------ 5

2.3 Potret Lokasi----------------------------------------------------------------------- 6

2.4 Ornamen --------------------------------------------------------------------------- 8

2.4.1 Fungsi Ornamen ------------------------------------------------------------- 9

2.5 Simbol Agama dan Budaya di Vihara --------------------------------------- 10

2.5.1 Simbol Agama di Vihara ------------------------------------------------- 11

2.5.2 Simbol Budaya di Vihara ------------------------------------------------ 11

2.5.3 Simbol Agama dan Budaya di Vihara Avalokitesvara. -------------- 12

2.6 Kegiatan Beribadah di Vihara Avalokitesvara. ----------------------------- 15

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan ---------------------------------------------------------------------- 17

3.2 Saran ------------------------------------------------------------------------------ 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Denah Vihara Avalokitesvara Banten ------------------------------------- 5

Gambar 2.2 Tampak Depan Vihara Avalokitesvara ------------------------------------ 7

Gambar 2.3 Potret Kami Saat Study Tour ------------------------------------------------ 8

Gambar 5.1 Gerbang Masuk Vihara Avalokitesvara --------------------------------- 13

Gambar 5.2 Pagoda (kiri) dan Hiolo (kanan) ------------------------------------------ 13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berawal dari berdirinya berdirinya Vihara yang ada diseluruh indonesia tidak
lepas dari bangsa-bangsa cina yang melakukan migrasi, dalam kacamata sejarah
menyebutkan bahwa orang-orang cina merantau ke Indonesia, daerah pertama yang
mereka kunjungi adalah Palembang, dan satu alasan para perantau cina datang ke
Indonesia adalah untuk mencari rempah rempah. Dan kebanyakan mereka pergi ke
pulau Jawa.1 Sedangkan kedatangan orang-orang Cina ke Banten ini terjadi pada
ke tahun 1652 atau sekitar abad 16, walapun tidak membawa pengaruh besar
terhadap masyarakaat Banten. Hanya saja yang menjadi jejak sejarah orang-orang
cina di tanah Banten tersebut adalah Vihara Avalokitesvara.

Secara administratif, Vihara Avalokitesvara berada di Desa Banten Kampung


Pamarican, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Posisi Astronominya berada
pada 106°08°97’’ Bujur Timur dan 06°01°83’’ Lintang Selatan. Vihara ini berada
di sekitar 500 m2. Dalam catatan sejarah, keberadaan Vihara Avalokitesvara ini,
mempunyai kisah menarik yang bermula dari kedatangan putri Tiongkok yang
hijrah ke daratan Banten. Tujuan semula mereka sebenarnya adalah Surabaya.
Namun, mereka kehabisan air minum, rombongan terpaksa singgah di Banten.

Vihara yang termasuk dalam Kawasan Situs Banten Lama yang konon
dibangun sekitar tahun 1652 M ini diberi nama Vihara Avalokitesvara. Nama
Vihara tersebut diambil dari nama salah seorang penganut Buddha, yaitu
Bodhisattva Avalokitesvara, yang artinya "mendengar suara dunia." Vihara ini
termasuk yang salah satu tertua di Indonesia. Di Banten tuan putri bersama sebagian
pengawalnya memeluk agama Islam. Dan sebagian lagi tetap memegang teguh
agama leluhur mereka.Dan mereka yang non-Muslim, bersembahyang di tepi
pantai, di tempat terbuka.
Toleransi beragama dan keharmonisan hubungan antara umat Islam dan umat
Buddha di kawasan Banten Lama juga dapat terpancar dari arsitektur bangunan
Masjid Agung Banten Lama yang terletak tak jauh dari kawasan Vihara. Masjid
Agung Banten Lama yang juga adalah ikon Banten lama memiliki arsitektur
bangunan yang bergaya Eropa Cina. Oleh karena itulah pembuatan makalah ini
dimaksudkan untuk mengetahui sejarah dan toleransi yang terjadi pada masa
tersebut serta mengingatkan kita bagaimana keharmonisan masyarakat dahulu
dapat terjalin dengan baik sehingga dapat menjadi pendorong bagi kita untuk selalu
bersifat toleransi terhadap banyak orang seingga keharmonisan dapat terjalin
dimasyarakat kita sekarang ini. Selain itu kita juga dapat mengetahui sejarah dan
budaya di Vihara Avalokitesvara.

1.2 Tujuan Kunjungan

Berdasarkan latar belakang tersebut tujuan kami melakukan study tour ke


Vihara Avalokitesvara adalah sebagai berikut :

 Untuk mengetahui situs budaya dan sejarah yang menjadi kebanggaan


masyarakat Banten.
 Untuk melihat kondisi dan perkembangan Vihara saat ini secara langsung.

2
BAB II

PEMABAHASAN

2.1 Sejarah Singkat

Vihara Buddha Avalokiteswara adalah salah satu peninggalan sejarah di


kawasan Banten Lama ini berada di Kampung Pamarican, Desa Banten, Kecamatan
Kasemen, Kabupaten Serang. Sekitar 10 kilometer arah Utara Kota Serang.
Bangunan ini masih satu kompleks dengan Masjid Agung Banten Lama, Keraton
Surasowan, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, dan bangunan-bangunan sejarah
lainnya.

Peradaban manusia yang telah berjalan sejak lama menyisakan situs – situs yang
begitu menarik dan berarti, salah satunya yaitu sebuah bangunan vihara
peninggalan kerajaan Banten yang terletak di Kampung Kasunyatan Desa Banten,
Kasemen Serang. Vihara yang namanya diambil dari nama seorang Buddha yakni
Buddha Avalokitesvara ini, telah berdiri sejak abad ke 16 dan dikenal sebagai salah
satu vihara tertua di indonesia.

Pembangunan vihara ini juga tidak bisa dilepaskan dari Sunan Gunung Jati,
salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Indonesia. Inilah Vihara
Avalokitesvara yang terletak 15 km arah utara dari Kota Serang, Banten. Tokoh
penyebar islam di tanah Jawa ini memiliki istri yang masih keturunan kaisar
Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Melihat banyak pengikut putri yang masih
memegang teguh keyakinannya, Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun
1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung
Banten.

Pada tanggal 27 Agustus 1889 Gunung Krakatau meletus hebat yang


mengakibatkan menelan korban 35.000 orang tewas dan semburan abunya sampai
ke Negara Singapura, Malaysia bahkan Thailand. Ketinggian lahar Letusan gunung
Krakatau mencapai 135 meter langsung meluber ke laut.

3
Akibat luberan lahar tersebut, air laut menjadi naik hingga mencapai ketinggian
10 meter dan menyapu sampai perkampungan penduduk yang berada di pinggir
pantai. Dan kota Banten selain hujan abu, juga ikut tersapu lahar gunung Krakatau.
Tak terkecuali kampung yang disekitar Vihara Avalokitesvara. Meskipun semua
bangunan yang berada disamping Vihara hancur tersapu lahar, bangunan Vihara
malah tidak terkena lahar sedikitpun. Lahar dan air laut cuma menerjang tempat
pemukiman penduduk. Dari kejadian itulah, banyak warga yang percaya kalau
Vihara tersebut selalu berada dalam perlindungan Dewi Kwan Im.

2.2 Vihara

Vihara merupakan tempat dimana keagamaan umat Buddha dilangsungkan.


Kegiatan keagamaan umat Budhha akan melibatkan umat dan pengunjung di
dalamnya, oleh karena itu Vihara harus dapat menampung pengunjung, dan juga
memfasilitasi kegiatan yang dilakukan pengunjung, supaya kegiatan berlangsung
dengan baik.

Pada awalnya pengertian vihara sangat sederhana, yaitu merupakan pondokan


atau tempat tinggal atau tempat penginapan para bhikku, bhikkuni, samanera, dan
samaneri. Namun kini pengertian vihara mulai berkembang, yaitu vihara
merupakan tempat dimana melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan
menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi agama Buddha, serta tempat umat
awam melakukan ibadah atau sembahyang menurut keyakinan, kepercayaan, dan
tradisi masing-masing baik secara perorangan maupun bentuk kelompok. Di dalam
vihara terdapat satu atau lebih ruangan untuk penempatan altar (Suwarno, 1999:
908).

Vihara merupakan wadah toleransi dalam sembahyang yang dipuja oleh tiga
umat dengan aliran yang berbeda, yakni Tao-is, Buddhis, dan Konfucian atau yang
disebut dengan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD), aliran agama yang ada pada
Vihara.

4
2.2.1 Fungsi Vihara

Fungsi Vihara menurut Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya (1983: 30)
bahwa Vihara merupakan tempat singgah atau tempat tinggal bagi para bhikku dan
sebagai sarana ibadah umat Budhha. Sedangkan jika dilihat dari fungsinya, vihara
berfungsi sebagai berikut:

a) Tempat tinggal para bhikku dan samanera.


b) Tempat pendidikan putera-puteri bangsa agar menjadi warga masyarakat yang
berguna.
c) Tempat yang memberikan rasa aman bagi semua umat Buddha.
d) Tempat pendidikan moral, sopan santun dan kebudayaan.
e) Tempat untuk berbuat kebajikan dan kebaikan.
f) Tempat menyebarkan dhamma.
g) Tempat menunjukkan jalan kebebasan.
h) Tempat latihan meditasi dalam usaha merealisasi cita-cita kehidupan suci.
i) Tempat kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat keagamaan.

2.2.2 Denah Vihara Avalokitesvara Banten

Gambar 2.1 Denah Vihara Avalokitesvara Banten

5
Keterangan :

1. Pemujaan Tian
2. Pemujaan Sam Kwan Thai Thi
3. Pemujaan Dewi Kwan Im Pho Sat
4. Ruang Pemujaan Wi Tho Phou Sat
5. Ruang Pemujaan Kwang Kong
6. Ruang Pemujaan Cau Kun Kong
7. Ruang Pemujaan Thi Cang Wang
8. Ruang Pemujaan Thien Hou Nio Nio
9. Ruang Pemujaan Toa Pek Kong
10. Ruang Pemujaan Ema Po Cia
11. Ruang Pemujaan Hok Tek Ceng Sin
12. Ruang Pemujaan Tjing Shen
13. Ruang Pemujaan Fun Sun
14. Ruang Pemujaan Empe Banten
15. Ruang Pemujaan Abu Leluhur
16. Ruang Pemujaan Dhammasala Buddha Gautama
17. Wisma Tamu
18. Aula
19. Aula dan Gudang

2.3 Potret Lokasi

Gerbang dengan atap berhiaskan dua naga memperebutkan mustika sang


penerang (matahari) menyambut pengunjung di pintu masuk sebelum pengunjung
masuk lebih ke dalam vihara yang memiliki nama lain kelentang Tri Darma ini.

Vihara Avalokitesvara memiliki luas mencapai 10 hektar dengan altar Dewi


kwan Im sebagai Altar utamanya. Di altar ini terdapat patung Dewi Kwan Im yang
berusia hampir sama dengan bangunan vihara tersebut. Selain itu di sisi samping

6
kanan dan kiri terdapat patung dewa-dewa yang berjumlah 16 dan tiang batu yang
berukir naga.

Gambar 2.2 Tampak Depan Vihara Avalokitesvara

Berdasarkan pengamatan ketika kelompok ini berkunjung ke Vihara


Avalokiteswara, menurut kami, Vihara ini masih sangat terjaga kondisinya. Dari
pintu masuk, lalu disebelah kiri terdapat perpustakaan yang mana perpustakaan
tersebut terdapat buku-buku agama dan bebas untuk pengunjung yang ingin
meminjam. Jumlah bukunya tergolong banyak dan lengkap. Sehingga menurut
kami, vihara ini sangat baik dari segi penataan isinya yang mana tempat ibadah
yang didukung dengan perpustakaan untuk menambah wawasan ilmu agama.
Selain itu, pengunjungnya pun diperbolehkan untuk berbagai kalangan tidak hanya
untuk penganut agama. Tempatnya yang tergolong bagus karena seperti berada di
negeri China, bisa menjadi destinasi untuk mengabadikan kesempata untuk berfoto
di vihara tersebut, selama tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan
kegaduhan.

7
Gambar 2.3 Potret Kami Saat Study Tour

Bagi masyarakat Banten sendiri, bangunan vihara ini tidak hanya sekedar
menjadi bangunan bersejarah ataupun tempat peribadatan semata, tetapi juga
sebagai simbol bagaimana masyarakat lampau mampu mewariskan keharmonisan
dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada. Kita semua tahu, masyarakat Banten
dikenal sebagai komunitas mayoritas muslim, tapi nyatanya keharmonisan
beragama di kawasan banten lama ini terjalin sangat baik, bahkan tak jarang
penduduk yang tinggal di sekitar kawasan vihara ikut terlibat dan membantu ketika
ada acara dan perayaan – perayaan di vihara, contohnya seperti perayaan ulang
tahun Buddha.

2.4 Ornamen

Menurut Soepratno (1984: 11) bahwa ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu
dari kata ornane yang berarti hiasan atau perhiasan. Ragam hias atau ornamen itu
sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itulah yang digunakan
sebagai penghias sesuatu yang ingin kita hiasi. Oleh karena itu motif adalah dasar
untuk menghias sesuatu ornamen. Lebih lanjut Soepratno menjelaskan bahwa
ornamen dimaksudkan untuk menghiasi sesuatu bidang atau benda, sehingga benda
tersebut menjadi indah seperti yang kita lihat pada hiasan kulit, buku, piagam, kain
batik, tempat bunga dan barang-barang yang lainnya.

8
Menurut Gustami (2008: 4) ornamen merupakan komponen produk seni yang
ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya
implisit menyangkut segi-segi keindahan, juga untuk menambah indahnya suatu
barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi pula dalam
segi penghargaannya, baik dari segi spiritual maupun segi material/finansial. Dari
pendapat diatas maka dapat ditarik pengertian bahwa ornamen merupakan
penerapan hiasan pada suatu produk. Bentuk hiasan yang menjadi ornamen fungsi
utamanya adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias.

2.4.1 Fungsi Ornamen

Kehadiran ornamen tidak semata hanya sebagai pengisi bagian yang kosong dan
tanpa arti, tetapi didalam ornamen sering ditemukan nila-nilai simbolik atau
maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup dari
manusia atau masyarakat penciptanya, sehingga mempunyai arti yang lebih
bermakna, disertai harapan-harapan yang tertentu pula dan memiliki beberapa
fungsi. Sunaryo (2009: 4-6) menjelaskan bahwa tiga fungsi ornamen sebagai
berikut.

a. Fungsi murni estetik


Fungsi murni estetik merupakan fungsi ornamen untuk memperindah
penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni.
b. Fungsi simbolisme ornamen
Simbolisme ornamen pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda
upacara atau benda-benda pusaka dan bersifat keagamaan atau kepercayaan.
Ornamen yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung, atau garuda
memliki fungsi simbolis. Sebagai contoh pada pintu masuk Vihara
Avalokitesvera yang ada di Banten, terdapat motif hias berbentuk dua ekor naga
yang saling berhadapan.

9
c. Fungsi teknis konstruktif
Teknis konstruktif yang secara struktural ornamen digunakan sebagai
penyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi, karena
ornamen ini memiliki fungsi konstruktif. Tiang, talang air dan bumbung atap
ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang memperindah penampilan
karena fungsi hiasan ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasinya.
Artinya, jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang
bersangukutan

2.5 Simbol Agama dan Budaya di Vihara

Menurut Budiono (1984: 10) simbol berasal dari bahasa Yunani yaitu symbolos
yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.
Sedangkan menurut Poespoprodjo (2004: 117), menjelaskan bahwa kata simbol
berasal dari bahasa Yunani yaitu sumballo yang berarti menghubungkan atau
menggabungkan. Simbol dapat berupa gambar, bentuk, atau benda yang mewakili
suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu.

Jadi simbol digunakan untuk menjelaskan makna, menyampaikan berita, juga


sebagai peninggalan bukti sejarah. Simbol dapat menjadi bagian terkecil dari
sebuah isyarat dan tanda, sementara isyarat dan tanda bisa jadi mengandung makna
simbolis di dalamnya. Simbolisme sudah merasuk dalam semua aspek kehidupan
orang Cina (Lilian Too, 1994: 149). Keberadaan simbol-simbol Cina ini memiliki
arti atau makna yang tersendiri. Simbol-simbol ini dapat berupa hewan, bunga,
tumbuhan, buah ataupun dewa dan semuanya itu menjadi perlambangan Cina yang
melambangkan nasib baik. Simbol tersebut biasanya diterapkan pada lukisan, tirai,
pahatan, ukiran, keramik, dan jenis benda lainnya. Pada bangunan vihara, simbo-
simbol Cina ini banyak sekali ditemukan, baik itu simbol yang berupa hewan,
bunga, buah, tumbuhan ataupun dewa.

10
2.5.1 Simbol Agama di Vihara

Kedudukan simbol dalam agama sebagaimana dapat dilihat dalam kegiatan atau
upacara keagamaan. Semua kegiatan dalam kehidupan manuisa, baik yang bersifat
religius maupun non religius pada umumnya melibatan simbolisme. Semua agama
maupun kepercayaan memiliki berbagai simbol yang merepresentasikan ajaran,
perlambangan suatu peristiwa penting maupun sebagai tanda identitas yang unik
bagi agama tersebut (Harianto, 2014). Agama Buddha yang telah eksis selama
kurang lebih 2600 tahun memiliki beragam simbol yang mengekspresikan daerah
perkembangan simbol tersebut. Beberapa simbol Buddis yang populer, diantaranya:

 Roda berjari-jari delapan (Dharmachara), merupakan lambang dari ajaran jalan


mulia berangsur delapan. Bentuk keseluruha lingkarannya yang melambangkan
kesempurnaan Dharma. Tiga buah lingkaran di pusat roda melambangkan Tiga
Mestika yaitu Buddha, Dharma dan Sangha. Pusat roda yang melambangkan
disiplin sebagai hal mendasar dalam meditasi. Delapan jari jarinya
melambangkan jalan mulia berunsur delapan yang diajarkan Sang Buddha (juga
dapat melambangkan welas asih dan kebijaksanaan). Pinggiran roda
melambangkan praktik meditasi yang menyatukan seluruh unsur-unsur
tersebut.
 Pohon Bodhi (Ficus Religiosa) merupakan simbol pencapaian pandangan
terang pangeran Sidarta menjadi Buddha sekaligus sebagai penghormatan
kepadanya.
 Telapak kaki sang Buddha melambangkan kehadiran fisik dari Sang Buddha di
bumi ini.
 Swastika yang merupakan objek keberuntungan atau kesejahteraan.

2.5.2 Simbol Budaya di Vihara

Simbol yang melambangkan budaya yang diletakkan di Vihara sangat


beranekaragam. biasanya dalam tradisi budaya masyarakaat cina di kenal:

11
 Emblems of the eight immortals (delapan simbol keabadian), yang terdiri dari
beberapa bagian diantaranya yaitu: Fan (Kipas), sword(pedang), Gourd(kendi
dari buah labu), castanets (alat musik kastenyet), flower basket (buket bunga),
bamboo tube and rods (alat musik bambu), future(seluring) dan lotus (bunga
teratai).
 The eight Buddhist Symbol ( delapan simbol Buddha) yang terdiri atas: Whell
of law (roda hukum dan cakra), consh sheel (kulit kerang), umbrella (payung),
canopy (kanopi atau tenda), lotus (bunga teratai), jar (kendi), fish (ikan) dan
endless knot (simpul tak terputus).
 The eight treasure (Delapan simbol kebahagiaan) yang terdiri dari: Pearl
(mutiara), coin (mata uang), lozenge (obat atau tablet), mirror (cermin), stone
chime (sepasang lonceng dari batu), books (buku atau alkitab), Artemisia leaf
(daun Artemisia yaitu daun penyembuh), rhinoceros (terompet dari cuka
badak).
 The four accomplishment (empat simbol kepandaian) yang terdiri dari: Papan
catur, gulungan pustaka, satu set kitab dan bantal, simbol-simbol tersebut sering
kita temukan dalam bentuk ukiran atau ragam hias pada bangunan.

2.5.3 Simbol Agama dan Budaya di Vihara Avalokitesvara.

Vihara ini di bangun diatas podium, area Vihara ini berbentuk persegi panjang
beroriemtasi pada dua arah yaitu arah Barat dan Timur, sedangkan untuk posisi
Vihara tersebut menghadap ke Timur.

Dan bentuk komplek pada Vihara ini terdiri halaman, tempat lilin diposisi kanan
dan kiri, ruang pemujaan pertama, ruang meditasi dan tempat tinggal komplek.
Pada saat hendak memasuki Vihara Avaloitesvara ada pintu masuk dan disambut
oleh gerbang tinggi yang terbuat dari besi dan diikuti dengan hiasan genteng pada
posisi atas gerbang tersebut. Diatas atap masing masing terdapat hiasan seekor naga
yang posisinya saling berhadapan, sedangkan bagian bawah terlihat ukiran bunga
terantai yang berjumlah enam.

12
Gambar 5.1 Gerbang Masuk Vihara Avalokitesvara

Setelah melewati gerbang utama, maka akan jelas terlihat dua ekor singa yang
terletak disebelah kiri dan kanan serta dua buah pagoda yang berdiri tegak. Lalu
tepat ditengah-tengah bagian muka utama terdapat Hiolo besar berkaki tiga terbuat
dari kuningan yang di peruntukan untuk Thian Khung. Di sebelah kiri dan kanan
Hiolo terdapat masing-masing dua buah lilin besar berwarna merah.

Gambar 5.2 Pagoda (kiri) dan Hiolo (kanan)

Altar satu terletak di tengah-tengah, menempel pada dinding Barat bangunan


utama. Di atas altar terdapat patung Kwan Im Pouw Sat yang digambarkan dalam

13
sikap duduk, dengan pakaian berwarna merah keemasaan dan memakai mahkota.
Patung berukuran terbesar terletak di tengah di kelelingi oleh sekurang kurangnya
40 patung Kwan Im Hud linnya dalam berbagai ukuran dan dalam berbagai sikap.

Sebelah kanan atau sisi utara altar 1 dan 2 yang diperuntukan bagi patung Wie
Tho Pou Sat, digambarkan dalam sikap berdiri, memakai topi petani, dan jubah
kuning. Altar tiga terletak disebelah kiri atau sisi Selatan altar satu yang diperuntuan
bagi dua patung Thian Hio Nio Nio, patung ini di gambarkan dalam sikap duduk,
bermahkota, dan berpakaian orange. Altar empat terletak menempel pada dinding
utara bangunan disebelah Utara. Pada bangunan sebelah Selatan bangunan utama
terdapat tiga ruang bangunan yang disekat, masing-masing berisi altar lima, enam
dan tujuh letaknya menempel pada dinding Selatan. Diatas altar lima terapat patung
Hok Tek Ceng Sin yang digambarkan dalam sikap duduk, bermahkota dan
berpakaian kuning, serta pakaian warna merah jambu. Sedangkan untuk altar
delapan, Sembilan dan sepuluh terletak di belakang .yang terakhir altar duabelas
terdapat patung besar Buddha Gautama, dan tingkat bahawahnya terdapat 15 buah
patung Buddha terbuat dari kayu untuk meletakan hilolo yang terbuat dari bahan
kuningan.

Adapun pembagian simbol-simbol yang ada di Vihara Avalokitesvara bisa di


golongkan antara simbol budaya dan agama sebagai berikut:

 Simbol Agama yang ada di Vihara Avalokitesvara Banten Lama. Meliputi:


bedug, lonceng, lilin, bunga, bel, gambreng, boktok, dupa, mangkuk, hiolo,
patung para Dewa, patung Dewi Kwan In, patung Sidartagautama, altar,
gendang, air, gong.
 Simbol Budaya yang ada di Vihara Avalokitesvara Banten Lama. Meliputi :
Naga, pagoda, singa, lampion, tempat pembakaran dupa, tao, bentuk atap, joli,
kura-kura dan burung phoenik, kipas, papwee, ciamsi, kusen, buah-buahan.

14
2.6 Kegiatan Beribadah di Vihara Avalokitesvara.

Setiap agama mempunyai ritual peribadatan masing-masing dan berbeda,


dengan menggunakan simbol dan gerakan yang didalamnya mengandung makna
dan arti bagi mereka yang menjalankannya, sehingga hal tersebut di anggap sakral
dalam prosesi pelaksanaanya. sakral, kepercayaan dan peribadatan dengan benda
benda sakral, kepercayaan dan peribadatan yang mempersatukan semua orang yang
menganutnya sakral, kepercayaan dan peribadatan dengan benda benda sakral,
kepercayaan dan peribadatan yang mempersatukan semua orang yang menganutnya
(Betty R & Scarhf, 1995).

Untuk kegiatan beribadah (sembahyang) di Vihara Avalokitesvara Banten lama


ini bersifat khusus, maksud khusus di sini dilakukan pagi dan sore, prakteknya
dengan cara gerakan tiga kali berulang ulang berdiri tegak dan bersujud serta di
selipkan doa-doa dengan maksud agar selalu sadar dan ingat di dalam kehidupan,
hendaknya menjaga perbuatan yang baik dan memberikan kedamaian bagi semua
pihak. Serta dengan mengangkat telapak tangan, yang mana mempunyai makna
agar dapat menyatukan hati dan pikiran sehingga tercapai kefokusan memusatkan
diri kepada tuhan.

Selain sembahyang, kegiatan beribadah lain di Vihara Avalokitesvara ini ada


yang namanya kebaktian. Kebaktian sendiri adalah kegiatan membaca ayat-ayat
suci dan mendengarkan ceramah ajaran guru Buddha.

Selain kegiatan ibadah yang bersifat khusus, di Vihara ini juga sering
merayakan ritual-ritual untuk sang dewa/i seperti memperingati hari kebesaraan
Dewi Kwan Im di sebut hari kesempurnaan yang jatuh pada tanggal 19 Juni atau
Lak Gwee Cap Kauw. Juga pada upacara hari ulang tahun atau shejitnya Dewi
Kwan yang jatuh pada tanggal 19 febuari imlek atau jie gwee cap kauw. Pengunjung
yang datang sebagian besar dari luar Prov.Banten juga dan ikut merayakan hari
wafatnya Dewi Kwan in setiap 19 september.

Setiap harinya Vihara ini tidak penah sepi dari pengujung, baik mereka yang
datang secara rombongan, perorangan, maupun keluarga (Yoest, hal 213-215).

15
Yang perlu di ketahui bersama untuk umat yang melakukan ibadah di Vihara
Avalokitesvara tidak ada sekte pemisa, semua sekte atau aliran dalam Agama
Buddha bisa masuk dan melaksanakan beribadah di Vihara Avalokitesvara tersebut.

16
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dan setelah dilakukannya perjalanan ke Vihara,


maka kelompok kami menarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Vihara Buddha Avalokiteswara adalah salah satu peninggalan sejarah di


kawasan Banten Lama tepatnya berada di Kampung Pamarican, Desa Banten,
Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang.
b. Vihara merupakan tempat singgah atau tempat tinggal bagi para bhikku dan
sebagai sarana ibadah umat Budhha.
c. Kondisi bangunan dari Vihara masih sangat terjaga hingga saat ini.
d. Terdapat berbagai macam simbol pada Vihara, dimana setiap simbol memiliki
makna yang berbeda.
e. Keberadaan Vihara di Banten menandakan bahwa toleransi umat beragama di
Banten sangat tinggi mengingat mayoritas masyarakat Banten adalah penganut
agama Muslim.

3.2 Saran

Dari kesimpulan yang telah diuraikan, maka perlu diberikan saran untuk semua
pihak yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sesuai dengan topik
makalah yaitu Mengenal Situs Sejarah Dan Budaya Vihara Avalokitesvara, adapun
saran yang kami ingin sampaikan adalah, bagi pengurus Vihara Avalokitesvara
Banten sebaiknya lebih banyak menyediakan keterangan bagi para pengunjung
Vihara yang berkunjung, baik melalui media cetak ataupun online, yang berupa
papan informasi, booklet, ataupun website sehingga segala informasi baik itu
mengenai sejarah bangunan ini dapat diketahui lebih rinci bagi para pengunjung.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiono, H. 1984. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita.


2. Poespoprodjo. 2004. Hermeneutika. Bandung: Pustaka Setia.
3. Too, Lilian. 1994. Feng Shui. Jakarta: PT. Elex Media Kompundo.
4. https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/berkunjung-ke-cagar-
budaya-vihara-avalokitesvara-yang-tertua-di-banten
5. Harianto. 2014. “Simbol dalam Buddisme” Buletin kamadhis UGM.
Yogyakarta.
6. Scarhf, Betty R. 1995. “Kajian Sosiologi Agama”. Yogyakarta: Tiara wacana.
7. Yoest. 2008. “Riwayat klenteng, vihara, Lithang di Jakarta dan banten”.
Jakarta : PT Bhuana ilmu popular.

Anda mungkin juga menyukai