Dosen Pembina
Gia Kardina Prima Amrania S.E., Ak., M.Acc
Anggota :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat, dan hidayah-Nya, kami
Pendapapatan dan Pusat Beban” dengan tujuan memenuhi salah satu tugas Sistem
Pengendalian Manajemen serta untuk menambah pemahaman ilmu tersebut secara lebih
Semoga kebaikan seluruh pihak yang telah membantu dibalas oleh Allah swt.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan tugas makalah
ini, untuk itu kritik dan saran sangat kami perlukan demi perbaikan kedepannya. Terakhir,
kami berharap semoga penyusunan tugas ini akan dapat memberikan manfaat khususnya bagi
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Mahasiswa pada khususnya kami yang menuyusun makalah ini dapat mengetahui dan
memahami pusat-pusat pertanggungjawaban, jenis dan penilaian kinerja dari pusat-pusat
pertanggungjawaban tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Input
Output
Pengerjaan
Sumber Daya yang
Digunakan, Diukur Barang atau
dari biayanya Jasa
Modal
Tampilan gambar diatas menggambarkan cara kerja setiap pusat tanggung jawab. Pusat
tanggung jawab menerima masukan, dalam bentuk bahan baku, tenaga kerja, dan jasa-jasa.
Dengan menggunakan kapital (seperti persediaan, piutang), peralengkapan dan aktiva
lainnya, pusat tanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi tertentu, dengan tujuan akhir
untuk mengubah input menjadi output, baik yang berwujud atau tidak berwujud. Dalam
sebuah pabrik, outputnya berbentuk produk jadi (seperti barang-barang). Dalam unit-unit staf,
seperti sumber daya manusia, transportasi, rekayasa, pencatatan, dan administrasi, maka
outputnya berbentuk jasa.
Produk-produk (seperti barang dan jasa) yang dihasilkan oleh suatu pusat
tanggungjawab bisa saja kemudian diserahkan ke pusat tanggungjawab yang lain, dimana
output tersebut kemudian menjadi input, atau bisa juga dilempar ke pasar, sebagai output
organisasi perusahaan secara keseluruhan. Pendapatan adalah jumlah yang diperoleh dari
proses penyediaan output.
Akan tetapi dalam sejumlah situasi, input tidak secara langsung berkaitan dengan
output yang dihasilkan. Biaya periklanan adalah input yang ditunjukan untuk meningkatkan
hasil penjualan; namun karena penjualan juga dipengaruhi sejumlah faktor lain selain iklan,
maka kaitan antara meningkatnya biaya iklan dengan meningkatnya penjualan jarang dapat
ditunjukkan, lagi pula, keputusan manajemen untuk meningkatkan penjualan iklan lebih
didasarkan pada penilaian subjektif dari pada didasarkan data. Sementara itu, dalam litbang,
hubungan antara input dan output bahkan sangat bias. Hasil dari litbang yang dilakukan pada
masa sekarang barangkali tidak dapat diketahui selama beberapa tahun dan jumlah optimal
yang harus dibelanjakan oleh suatu perusahaan untuk litbang tidak bias ditentukan.
Perhatikan bahwa input adalah sumber daya yang dipergunakan oleh pusat
tanggungjawab. Pasien-pasien dirumah sakit atau pelajar disebuah sekolah bukanlah input.
Lebih tepatnya, input adalah sumber daya yang digunakan oleh sebuah rumah sakit atau
sebuah sekolah untuk mencapai tujuannya dalam merawat pasien-pasien atau dalam mendidik
para pelajar.
Adalah lebih mudah untuk mengukur biaya input dari pada untuk menghitung nilai
output. Sebagai contoh, pendapatan pertahun barang kali merupakan alat ukur penting atas
output suatu organisasi yang berorientasi pada laba, akan tetapi angka itu tidak menyatakan
seluruh kinerja organisasi selama tahun tersebut. Input seperti aktivitas litbang, pelatihan
sumber daya manusia, periklanan, dan promosi penjualan juga belum tentu mempengaruhi
output di tahun yang bersangkutan. Kita tidak mungkin mengukur secara akurat nilai dari
pekerjaan yang dilakukan oleh bagian humas, bagian pengendalian mutu atau staf hukum
perusahaan. Dalam organisasi-organisasi nirlaba, barangkali juga tidak ada tolak ukur atas
output secara kuantitatif. Banyak organisasi bahkan tidak berupaya untuk mengukur output
dari masing-masing pusat tanggungjawab. Beberapa yang lain menggunakan perkiraan atau
menggunakan angka-angka pengganti (surrogate numbers) dengan mengetahui
keterbatasannya.
Konsep input, output, dan biaya bisa digunakan untuk menjelaskan makna dari
efisiensi dan efiktifitas, yang merupakan dua kriteria dimana kinerja pusat tanggungjawab
dinilai. Kedua istilah ini hampir selalu digunakan dalam suatu perbandingan dan bukan dalam
makna absolut. Biasanya tidak dinyatakan bahwa suatu pusat tanggungjawab, katakanlah
pusat tanggungjawab A, 80% efisien; tetapi lebih tepat jika dikatakan jika dikatan bahwa
pusat tanggungjawab tersebut lebih (atau kurang) efisien dibandingkan dengan para
pesaingnya, lebih (atau kurang) efisien sekarang ini dibandingkan dengan masa lalu, lebih
(atau kurang) efisien dibandingkan dengan anggarannya, atau lebih (atau kurang) efisien
dibandingkan dengan pusat tanggungjawab B.
Efisiensi adalah perbandingan output terhadap input, atau jumlah output per unit
input. Pusat tanggungjawab A lebih efisien daripada pusat tanggungjawab B jika ia (1)
menggunakan jumlah sumber daya yang lebih sedikt dari pada pusat tanggungjawab B,
namun memproduksi jumlah output yang sama, atau (2) menggunkan jumlah sumber daya
yang sama namun memproduksi jumlah output yang lebih besar.
Dibandingkan dengan efisiensi, yang ditentukan oleh hubungan antara input dan
output, efiktivitas ditentukan oleh hubungan antara output yang dihasilkan oleh suatu pusat
tanggungjawab dengan tujuan jangka pendeknya (objective). Semakin besar output yang
dikontribusikan terhadap tujuan jangka pendek (objective), maka semakin efektiflah unit
tersebut. Karena baik tujuan maupun input sangatlah sukar ditaksir jumlahnya, efektivitas
cenderung dinyatakan dalam istilah-istilah yang subjektif dan non analitis-seperti “Kinerja
kampus A adalah yang terbaik, tetapi kampus B telah agak menurun dalam tahun-tahun
terakhir.”
Efisiensi dan efiktivitas berkaitan antara satu sama lain. Setiap pusat tanggungjawab
harus efektif dan efisien-dimana, organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara yang
optimal. Suatu pusat tanggungjawab yang menjalankan tugasnya dengan konsumsi terendah
atas sumber daya, mungkin akan efisien tetapi jika output yang dihasilkannya gagal dalam
memberikan kontribusi yang memadai pada pencapaian tujuan jangka panjang (goal)
organisasi, maka pusat tanggungjawab tersebut tidaklah efektif. Jika suatu departemen kredit
menangani pekerjaan dokumen yang berkaitan dengan penunggakan rekening pada biaya
yang rendah per unitnya, maka departemen tersebut bersifat efisien, namun jika pada saat
bersamaan, departemen tersebut gagal dalam menagih (atau terlibat dalam pertentangan yang
tidak perlu dengan para konsumennya), maka departemen tersebut tidaklah efektif.
Secara ringkas, suatu pusat tanggungjawab akan bersifat efisien jika melakukan
sesuatu dengan tepat, dan akan bersifat efektif jika menggunakan hal-hal yang tepat.
Tujuan utama dari setiap perusahaan yang berorientasi pada laba adalah memperoleh
laba yang memuaskan. Oleh karena itu, laba merupakan tolak ukur yang penting atas
efektivitas. Lebih lanjut lagi, karena laba merupakan selisih anatara pendapatan (ukuran
output) dan biaya (ukuran input), laba juga merupakan ukuran efisiensi. Dengan demikian,
laba mengukur baik efektivitas maupun efisiensi. Ketika ukuran secara menyeluruh itu ada,
tidak perlu untuk mempertentangkan efektivitas dan efisiensi. Akan tetapi, ketika ukuran
tersebut tidak ada, adalah perlu dan bermanfaat untuk mengklasifikasikan ukuran kinerja
sebagai ukuran yang berkaitan dengan efektivitas dan berkaitan dengan efisiensi. Tetapi
situasi ini memiliki masalah dalam menyeimbangkan kedua jenis ukuran tersebut. Sebagai
contoh, bagaimana seseorang memandingkan antara perfeksionis yang barangkali efektif
tetapi tidak efisien, dengan seorang manajer yang hemat dengan menggunakan lebih sedikit
input namun memproduksi output yang kurang dari optimal?
Ada empat jenis pusat tanggung jawab, digolongkan menurut sifat input dan/ atau
output moneter yang diukur untuk tujuan pengendalian : pusat pendapatan, pusat beban, pusat
laba, dan pusat investasi.
Pusat beban adalah pusat tanggung jawab yang inputnya diukur secara
monoter, namun outputnya tidak diukur dengan cara yang sama. Ada dua jenis umum
dari pusat beban, yaitu pusat beban teknik dan pusat beban kebijakan. Dua jenis
istilah ini berkaitan dengan dua jenis biaya. Biaya teknik adalah biaya-biaya yang
jumlahnya secara “tepat” dan “memadai” dapat diestimasikan dengan keandalan yang
wajar-sebagai contoh, biaya pabrik untuk tenaga kerja langsung, bahan baku
langsung, komponen, perlengkapan, dan keperluan-keperluan. Biaya kebijakan (juga
disebut dengan biaya yang dikelola) adalah biaya yang tidak tersedia estimasi
tekniknya. Di pusat beban kebajikan, biaya-biaya yang di keluarkan tergantung pada
penilaian manajemen atas jumlah yang memadai dalam kondisi tertentu.
Disuatu pusat beban kebijakan, selisih antara anggaran dan biaya yang
sesungguhnya bukanlah ukuran efisiensi. Pada hakikatnya hal tersebut hanya
merupakan selisih antara input yang dianggarkan dan dan input yang
sesungguhnya, serta tidak mencakup nilai output. Jika biaya yang
sesungguhnya tidak melebihi jumlah anggaran, maka pihak manajer sudah
“sejalan dengan anggaran” akan tetapi karena anggaran tidak dimasukan untuk
meramalkan jumlah pengeluaran yang optimum, maka menjalankan usaha
dalam batas – batas anggaran yang ada tidak selalu berarti menunjukan kinerja
yang efisien.
Pekerjaan yang harus dilakukan oleh pusat beban kebijakan terbagi kedalam
dua kategori umum: berkesinambungan dan bersifat khusus. Pekerjaan yang
berkesinambungan (continuing work) dilakukan secara konsisten dari tahun ke tahun,
seperti pembuatan pelaporan keuangan oleh kontroler perusahaan. Sementara
pekerjaan khusus adalah proyek “satu langkah”. Sebagai contoh, pengembangan dan
penyusunan sistem pembuatan anggaran laba dalam sebuah divisi baru.
Suatu teknik yang sering digunakan dalam membuat anggaran untuk pusat
beban kebijakan disebut sebagai manajemen berdasarkan tujuan (management
objective), yaitu suatu proses formal di mana pembuat anggaran mengusulkan untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu dan menyarankan ukuran yang akan dipakai dalam
eveluasi kinerja.
Dalam model ini, tingkat biaya sekarang dari pusat beban kebijakan dipakai
sebagai titik tolaknya. Jumlah ini disesuaikan dengan tingkat inflasi, perubahan-
perubahan beban pekerjaan yang diantisipasi, pekerjaan khusus, dan-jika datanya
sudah tersedia-biaya dari berbagai pekerjaan yang dapat di bandingkan dalam unit-
unit yang sama.
Pertanyaan mendasar yang sering muncul dalam analisis ini antara lain:
Tinjauan berdasarkan nol memakan waktu dan biasanya menjadi trauma bagi
seorang manajer yang akan ditinjau. Selain itu, para manajer tidak hanya melakukan
yang terbaik untuk membenarkan tingkat pengeluaran sekarang, tetapi juga mungkin
berusaha untuk menghalangi pekerjaan yang sedang berjalan, dengan alasan bahwa
tinjauan berdasarkan nol sebagai sesuatu yang dianggap sebagai “pekerjaan yang
menekan”. Jika semua usaha ini gagal, mereka akan meragukan hasil tinjauan dan
menganggapnya tidak meyakinkan sehingga status qou tetap bertahan.
Tidak seperti dalam pusat beban teknik yang sangat dipengaruhi oleh
perubahan volume jangka pendek, biaya dalam pusat beban kebijakan cukup
terlindungi dari fluktuasi jangka pendek. Perbedaan ini berawal dari fakta bahwa
dalam membuat anggaran untuk pusat beban kebijakan, para manajer cenderung
untuk menyetujui perubahan yang terkait dengan perubahan volume penjualan yang
diantisipasi-misalnya, mengijinkan untuk menambah tenaga kerja jika volume
penjualan bergerak naik, dan untuk mengurangi tenaga kerja jika volume penjualan
sedang menurun. Selama masalah tenaga kerja dan segala biaya yang berhubungan
dengan tenaga kerja merupakan pos terbesar dan pusat beban kebijakan, maka
anggaran tahunan untuk pusat beban tersebut akan cenderung untuk memiliki
persentase yang tetap dari anggaran volume penjualan.
Pekerjaan utama bagi seorang manajer pusat beban kebijakan adalah untuk
mencapai output yang di inginkan. Membelanjakan suatu jumlah yang “sesuai
dengan anggaran” untuk mengerjakan hal ini merupakan kepuasan yang patut
dipertimbangkan. Jumlah yang melebihi anggaran akan menimbulkan perhatian
khusus, sementara jumlah yang kurang dari anggaran akan mengindikasikan bahwa
pekerjaan yang direncanakan belum selesai dilaksanakan. Dalam pusat beban
kebijakan, sebagai lawan dari pusat beban teknik, laporan keuangan bukan merupakan
suatu alat untuk mengevaluasi efisiensi dari seorang manajer.
Jika kedua jenis pusat tanggung jawab tersebut tidak dibedakan, maka
manajemen mungkin akan salah memperlakukan laporan kinerja pusat beban
kebijakan, sebagai indikator atas efisiensi unit tersebut, sehingga memotifasi pusat
beban tersebut untuk membuat keputusan untuk membelanjakan kurang dari jumlah
yang dianggarkan, dimana hal ini akhirnya akan menurunkan output. Untuk alasan ini
akan tidak bijaksana untuk memberikan penghargaan kepada para eksekutif yang
membelanjakan lebih sedikit dari jumlah anggaran.
Bagian yang membahas biaya pokok dari suatu pusat administrasi atau
pendukung tersebut termasuk biaya untuk “tetap berada dalam bisnis (being in
business)” ditambah biaya-biaya untuk aktivitas-aktivitas yang secara intrinsik
diperlukan yang tidak membutuhkan keputusan manajemen.
Bagian yang membahas aktivitas kebijakan dari pusat administrasi atau
pendukung tersebut, termasuk deskripsi dari tujuan biaya dan estimasi biaya dari
setiap tujuan.
Bagian yang menjelaskan semua pengajuan penambahan dalam
anggaran dibanding bagian yang menurunkan.
Begitu sebuah proyek bergerak dalam satu rangkaian kesatuan (dari penelitian
dasar menuju penalitian terapan, ke pengembangan, ke rekayasa produksi, dan
pengujian) maka jumlah uang yang dihabiskan akan meningkatkan secara substansial.
Oleh karena itu, jika mulai tampak bahwa proyek tersebut pada akhirnya tidak akan
menguntungkan (sebagaimana diperkirakan bahwa sekitar 90% kasus/proyek
dianggap kurang menguntungkan), maka aktivitas tersebut harus segera dihentikan.
Akan tetapi, sulit untuk membuat keputusan-keputusan itu pada tahap-tahap awal,
karena para sponsor proyek biasanya menguraikan kemajuan kerja mereka dalam
konteks yang menguntungkan. Dalam sejumlah kasus, kegagalan baru bisa diketahui
setelah produk terlempar ke pasar.
Tidak ada cara ilmiah untuk menentukan skala optimum dari anggaran litbang.
Perusahaan sekadar menggunakan presentasi dari penghasilan rata-rata sebagai dasar
(angka rata-rata dan bukan presentasi dari pendapatan tertentu di tahun tertentu karena
skala operasi litbang tidak seharusnya dipengaruhi oleh pergerakan pendapatan jangka
pendek). Presentasi tertentu yang digunakan sebagaian ditentukan oleh perbandingan
dengan pengeluaran litbang perusahaan saingan dan sebagaian lagi oleh riwayat
pengeluaran litbang perusahaan itu sendiri. Bergantung pada situasi, faktor-faktor lain
juga ikut memainkan peranan: misalnya, manajemen senior mungkin menyetujui
kenaikan anggaran yang cepat dan besar-besaran jika terlihat telah (akan) ada
terobosan baru yang signifikan.
Secara regular biasanya per bulan atau per kuartal, hampir semua perusahaan
membandingkan pengeluaran aktual dengan pengeluaran yang dianggarkan dari
semua pusat tanggung jawab dan seluruh proyek yang dijalankan. Perbandingan ini
kemudiaan dirangkum untuk dilaporkan kepada manajer dengan seprogresif mungkin
guna membantu para manajer di pusat tanggung jawab dalam merencanakan
pengeluaran mereka dan untuk meyakinkan para atasan mereka bahwa pengeluaran-
pengeluaran tersebut masih dalam batas-batas yang disepakati.
Secara ringkas terdapat tiga jenis aktivitas dalam organisasi pemasaran dan
sebagai konsukuensinya, terdapat tiga jenis ukuran aktivitas. Pertama, ada aktivitas
logistik, yang banyak dari biayanya merupakan beban teknik. Kedua, ada penciptaan
pendapatan, yang biasanya dievaluasi dengan cara membandingkan antara pendapatan
dengan kualitas fisik aktual yang dijual baik dengan pendapatan dan unit yang
dianggarkan. Ketiga, biaya pencairan pesanan yang merupakan beban kebijakan,
karena tidak seorang pun tau berapa persisnya jumlah optimal yang harus dikeluarkan.
Konsukensinya, ukuran efisiensi dan efektivitas untuk biaya-biaya tersebut sangat
subjektif.
Deskripsi Jabatan
Secara umum setiap bagian pada struktur organisasi memiliki kewajiban yaitu
melaksanakan kepatuhan terhadap sistem dan prosedur adapun tugas dari masing-masing
2. Dewan Komisaris
a. Komisaris yang bertugas mengawasi kebijakan Direksi dan memberikan nasehat
wajib didasari dengan pemahaman yang cukup, itikad baik dan penuh tanggung jawab
demi kepentingan usaha dan perseroan.
b. Dalam melaksanakan tugasnya, komisaris harus mematuhi Anggaran Dasar dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Komisaris harus ikut serta dalam menciptakan efektifitas praktek Good Coorporate
Governance yang diterapkan perusahaan.
3. Direksi
a. Menetapkan strategi perusahaan yang harus dilaksanakan oleh setiap departemen dan
perusahaan.
b. Mengawasi dan mengevaluasi kinerja dari setiap karyawan dan departemen.
4. Sekertaris Perusahaan
a. Bertanggung jawab untuk penyediaan dan penyebaran informasi kepada calon
investor dan investor.
b. Membina hubungan kepada pihak-pihak terkait dalam hal investasi.
5. Internal Audit
Melakukan pengawasan internal kepada seluruh departemen dan karyawan secara
rutin dan melaporkan kepada dewan direksi.
6. Penjualan dan Distribusi
a. Bertanggungjawab penuh dalam hal penjualan distribusi produk-produk PT Ultrajaya
ke seluruh Indonesia pada target Outlet yang ditetapkan.
b. Membina hubungan baik dengan semua pelanggan PT Ultrajaya.
7. Personalia dan Umum
Bertanggung jawab penuh dalam hal penerimaan karyawan pelatihan hingga
pembuatan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
8. Manufaktur
a. Bertanggung jawab penuh dalam hal produksi semua produk. PT Ultrajaya sesuai
dengan jumlah dan kualitas yang sudah ditetapkan.
b. Bertanggung jawab penuh dalam hal kelancaran produksi dan perawatan mesin-mesin
yang digunakan dalam proses produksi.
9. Pengadaan
Bertanggung jawab penuh dalam pengadaan bahan baku untuk proses produksi
10. Engineering
Membantu departemen manufaktur dalam hal pemeliharaan perbaikan dan
pengawasan mesin-mesin produksi yang digunakan.
10. Pemasaran
a. Menyusun rencana pemasaran untuk semua produk PT Ultrajaya.
b. Melakukan evaluasi aktivitas pemasaran sesuai dengan strategi perusahaan yang telah
ditetapkan.
c. Berkerja sama dengan pihak lain seperti biro iklan atau Departemen lain seperti
bagian produksi untuk memastikan aktivitas pemasaran dapat dilakukan dengan baik.
11. Keuangan dan Akuntansi
a. Bertanggung jawab penuh dalam hal pelaporan keuangan dan akuntansi PT Ultrajaya
sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
b. Menyusun laporan rutin dan melaporkan kepada dewan direksi.
12. Informasi dan Teknologi
a. Bertanggun jawab penuh dalam hal penyusunan dan pengendalian sistem informasi di
PT Ultrajaya.
b. Membantu setiap unit kerja di PT Ultrajaya demi kelancaran penyediaan informasi
untuk dewan direksi.
KESIMPULAN
Anthony, R. N., & Govindarajan, V. (2002). Management Control System: Sistem Pengendalian
Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.