Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN BERDASARKAN EVIDENCE

BASED NURSING PRACTICE (EBNP)

APLIKASI PENATALAKSANAAN PIJAT OKSITOSIN PADA IBU POST SECTIO


CAESAREA UNTUK MENINGKATKAN PENGELUARAN ASI PADA NY. P DI
RUANG OBSTETRI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh :

1. Sintari Yulanda (P1337420616001)


2. Nur Ulisetiani (P1337420616002)
3. Septyan Dwi Nugroho (P1337420616003)
4. Widya Agustiani (P1337420616004)
5. Anindya Wuri Oktaviani (P1337420616005)
6. Larasati Dyah Pratiwi (P1337420616006)
7. Khoirun Nafis (P1337420616007)
8. Amilya Latifah Nur (P1337420616008)
9. Putri Ismaulidia (P1337420616009)
10. Rokhilah Rizqil Ulla (P1337420616012)

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi, karena memiliki
komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun
mental dan kecerdasan bayi. Faktor keberhasilan dalam pemberian ASI adalah
komitmen ibu untuk memberikan ASI, dilaksanakan secara dini (early initiation), posisi
menyusui yang benar, menyusukan atas permintaan bayi (on demand), dan diberikan
secara eksklusif.
Pemberian ASI segera setelah lahir merupakan suatu upaya untuk merangsang
pengeluaran ASI. ASI yang keluar pada hari-hari pertama post partum disebut
kolostrum. Kolostrum merupakan cairan emas yang encer dan seringkali berwarna
kuning atau dapat pula jernih lebih menyerupai darah daripada susu, sebab mengandung
sel hidup yang menyerupai “sel darah putih” yang dapat membunuh kuman penyakit.
Keberhasilan dalam pemberian ASI merupakan suatu reaksi kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf serta rangsangan hormonal yaitu hormon prolaktin dan
oksitosin. Hormon prolaktin berpengaruh terhadap produksi ASI, sedangkan oksitosin
berpengaruh terhadap pengeluaran ASI. Hisapan bayi pada puting susu ibu akan
merangsang pengeluaran hormon oksitosin, selain itu pengeluaran hormon ini
dipengaruhi oleh reseptor yang terletak pada sistem duktus. Apabila duktus melebar
atau menjadi lunak maka secara reflektoris dikeluarkan oksitosin oleh hipofise
posterior yang berperan untuk memeras air susu dari alveoli. Selain itu, hormon
oksitosin dapat dirangsang melalui pijatan pada tulang belakang ibu bayi. Pijat pada
tulang belakang akan memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak
(engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin,
serta mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit.
Pijatan atau rangsangan pada tulang belakang akan merangsang hipofise
posterior mengeluarkan hormon oksitosin, selanjutnya akan merangsang kontraksi sel
mioepitel di payudara untuk mengeluarkan air susu. Pijatan ini juga akan memberikan
efek relaksasi, menghilangkan ketegangan dan stress sehingga hormon oksitosin keluar
dan akan membantu pengeluaran ASI. Kegagalan dalam pengeluaran ASI seringkali
terjadi akibat ketegangan dan stress karena nyeri saat persalinan dan setelahnya.
Ibu melahirkan dengan sectio caesarea mengalami hambatan dalam waktu pengeluaran
kolostrum karena beberapa hal, selain kadar hormon prolaktin dan oksitosin yang dapat
mempengaruhi pengeluaran kolostrum pada ibu adalah penggunaan obat-obatan saat dilakukan
operasi sectio caesarea. Obat-obatan yang diberikan pada saat operasi sectio caesarea
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat operasi, namun setelah operasi selesai nyeri
yang timbul akibat efek yang hilang dari obat bius dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan
perawatan pada bayi, sehingga dapat menyebabkan ibu menunda untuk menyusui dan
menimbulkan keterlambatan dalam pengeluaran kolostrum. Hambatan menyusui yang terjadi
pada ibu post partum sectio caesarea disebabkan karena nyeri post operasi yang mengganggu
kenyamanan ibu dapat menghambat kerja saraf glandula pituitari posterior yang menghasilkan
hormon oksitosin yang berperan dalam proses laktasi12. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
membantu meningkatkan pengeluaran kolostrum pada ibu sectio caesarea salah satunya adalah
dengan pijat oksitosin. Pijat oksitosin adalah tindakan pemijatan yang dilakukan sepanjang
tulang vertebra sampai costae kelima, keenam dan merupakan usaha untuk merangsang
hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan. Dari pengertian tersebut maka peneliti
memilih memberikan pijat oksitosin untuk lebih mengetahui keefektifan kecepatan pengeluaran
kolostrum pada ibu post partum sectio caesar.
Cara kerja pijat oksitosin dalam mempengaruhi pengeluaran kolostrum adalah dengan
memberikan stimulus pada vertebra sampai costa 5-6, sehingga meningkatkan rangsangan
hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin, oksitosin selanjutnya akan
merangsang kontraksi sel mioepitel di payudara untuk penyemprotan air susu14. Rangsangan
ini kemudian dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis, sehingga hipotalamus akan
menekan pengeluaran faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang
pengeluaran faktor yang memicu sekresi prolaktin, selanjutnya akan merangsang hipofise
anterior sehingga keluar prolaktin dan selanjutnya hormon prolaktin akan merangsang sel-sel
alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Pengeluaran kolostrum pada ibu sectio
caesarea akan lebih cepat, sehingga ibu mampu untuk memberikan kolostrum sesegera
mungkin pada bayi baru lahir (BBL).

B. TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh pemberian pijat oksitoksin terhadap keefektifan kecepatan
pengeluaran koslostrum dan ASI pada ibu post partum
C. MANFAAT
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan informasi secara objektif mengenai
pengaruh pijat oksitoksin terhadap keefektifan kecepatan pengeluaran ASI sehingga dapat
memotivasi ibu postpartum dalam melakukan pijat oksitosin.
.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN
A. PIJAT OKSITOSIN

Pijat oksitosin yaitu suatu cara untuk membantu mempercepat pengeluaran ASI
atau colostrum dengan rangsangan pijatan pada kedua sisi tulang belakang, mulai dari
leher kearah tulang belikat dilanjutkan ke tulang costae di bawah kedua payudara ibu
post partum (Perinasia, 2007).

Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter akan


merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise
posterior untuk mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan
air susunya. Dengan pijatan di daerah tulang belakang ini juga akan mereklaksasi
ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu hormon oksitosin keluar dan
akan membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan bayi pada putting susu
pada saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal (Guyton ,2007),
Kolostrum yang menetes atau keluar merupakan tanda aktifmya refleks oksitosin (
Perinasia, 2007 )

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan


yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise hipofiseposterior
yang kemudian dikeluarkan oksitosin melalui aliran darah,hormon oksitosin ini
diangkat menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi
involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi
sel mioepitelium.Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar
dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui
duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.

B. MANFAAT PIJAT OKSITOSIN

a. Mempercepat penyembuhan luka bekas implantasi plasenta


b. Mencegah terjadinya perdarahan post partum
c. Dapat mempercepat terjadinya proses involusi uterus
d. Meningkatkan produksi ASI
e. Meningkatkan rasa nyaman pada ibu menyusui

C. TUJUAN PIJAT OKSITOSIN


Tujuan pijat oksitoksin pada ibu post partum adalah untuk meningkatkan produksi ASI
dan merelekskan payudara ibu postpartum sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman pada
ibu saat menyusui.

D. CARA PIJAT OKSITOSIN

1. Persiapan sebelum dilakukan pijat oksitosin :


a) Bangkitkan rasa percaya diri ibu (menjaga privacy)
b) Bantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya
2. Alat –alat yang digunakan:
(a) 2 buah handuk besar bersih
(b) Air hangat dan air dingin dalam baskom
(c) 2 buah Waslap atau sapu tangan dari handuk
(d) Minyak kelapa atau baby oil pada tempatnya
3. Persiapan perawat :
a) Menyiapkan alat dan mendekatkan kepada pasien
b) Membaca status pasien
c) Mencuci tangan
4. Persiapan lingkungan :
a) Menutuip korden atau pintu
b) Pastikan privasi pasien terjaga

5. Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin sebagai berikut (Depkes RI, 2007)


a) Mencuci tangan
b) Melepaskan baju ibu bagian atas
c) Ibu miring ke kanan maupun ke kiri, lalu memeluk bantal atau bisa juga
dengan posisi duduk
d) Memasang handuk
e) Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil
f) Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan
dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan
g) Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakangerakan
melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya
h) Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang ke arah bawah,
dari leher ke arah tulang belikat, selama 2-3 menit
i) Mengulangi pemijatan hingga 3 kali
j) Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara
bergantian.

2. SECTIO CAESAREA

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio Caesaria ialah
tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan
pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
3. ETIOLOGI
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah
plasenta previa, panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-eklamsi dan
hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong. Menurut
Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
b. KPD (Ketuban Pecah Dini)
c. Janin Besar (Makrosomia)
d. Kelainan Letak Janin
e. Bayi kembar
f. Faktor hambatan jalan lahir
g. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
4. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
5. INDIKASI
a. Riwayat SC
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut
melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungknan mengalami robekan
jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami
ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko
ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.
b. Indikasi Ibu :
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia
5) Disproporsi janin panggul
6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action
c. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
3) Indikasi Kontra(relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat
6. TUJUAN SC
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
7. PATHWAYS

8. KOMPLIKASI
Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi
post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi
intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan
sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
a. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
E. FISIOLOGI LAKTASI
Setelah persalinan, plasenta terlepas. Dengan terlepasnya plasenta, maka produksi
hormon esterogen dan progesteron ber-kurang. Pada hari kedua atau ketiga setelah
persalinan, kadar esterogen dan progesteron turun drastis sedangkan kadar prolaktin
tetap tinggi sehingga mulai terjadi sekresi ASI. Saat bayi mulai menyusu, rangsangan
isapan bayi pada puting susu menyebabkan prolaktin dikeluarkan dari hipofise sehingga
sekresi ASI semakin lancar.

Pada masa laktasi terdapat refleks pada ibu dan refleks pada bayi. Refleks yang terjadi
pada ibu adalah:

a) Refleks prolaktin

Rangsangan dan isapan bayi melalui serabut syaraf memicu kelenjar hipofise bagian
depan untuk mengeluarkan hormon proaktin ke dalam peredaran darah yang menye-
babkan sel kelenjar mengeluarkan ASI. Semakin sering bayi menghisap semakin
banyak hormon prolaktin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise. Akibatnya makin banyak
ASI dipro-duksi oleh sel kelenjar. Sebaliknya berkurangnya isapan bayi menyebabkan
produksi ASI berkurang, mekanisme ini disebut supply and demand.

b) Refleks oksitosin (let down reflex)

Rangsangan isapan bayi melalui serabut saraf, memacu hipofise bagian belakang untuk
mensekresi hormon oksitosin ke dalam darah. Oksitosin ini menyebabkan sel – sel
myopytel yang mengelilingi alveoli dan duktuli berkon-traksi, sehingga ASI mengalir
dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusu baik
dan penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement
(pembengkakan payudara), tetapi sebaliknya memperlancar pengeluaran ASI.

Oksitosin juga merangsang otot rahim berkontraksi sehingga mempercepat terlepasnya


plasenta dari dinding rahim dan mengurangi perdarahan setelah persalinan. Let down
reflex dipengaruhi oleh emosi ibu, rasa khawatir, rasa sakit dan kurang percaya diri.
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

1. WAKTU
Penatalaksanaan Pijat Oksitosin ini kami laksanakan pda tanggal 28-30 Oktober 2018
pukul 10.00 WIB

2. SASARAN
Klien dan keluarga klien dengan ibu post partum

3. TEMPAT
Penatalaksanaan Pijat Oksitosin ini kami laksanakan di ruang rawat inap Obstetri
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

4. PENGELOLAAN PASIEN

a. PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
b. Nama : Ny. P
c. Umur : 34 Tahun
d. Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
e. Agama : Islam
f. Status Perkawinan : Menikah
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
h. Pend. Terakhir : SMP
i. Alamat : Semarang
2. BiodataPenanggung jawab
a. Nama : Tn. D
b. Umur : 38 Tahun
c. Alamat : Semarang
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Swasta
f. Hubungan dengan klien : Suami
b. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan setelah hari ke 3 post SC ASI belum keluar.
2. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Berapa kali periksa kehamilan
Selama hamil pasien mengatakan sudah memeriksakan kehamilannya
ke bidan selama 4 kali dan ke dokter SpOG sebanyak 2 kali.
b. Masalah kehamilan
Masalah kehamilan yang dialami pasien adalah pasien mengalami
kehamilan lewat bulan dan dengan tensi tinggi serta kenceng-kenceng
juga dirasakan. Sehingga oleh dokter SpOG pasien dirujuk ke RSUP
Dr. Kariadi Semarang dan diindikasikan untuk melahirkan secara SC.
3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu
P4A0
No Tahun Jenis Penolong Jenis Keadaan bayi waktu Masalah
Persalinan Kelamin lahir kehamilan
1 2004 Normal Perempua Normal Tidak ada
n
2 2008 Normal Perempua Normal, sehat Tidak ada
n
3 2013 Normal Perempua Normal. Sehat Lewat HPL dan
n Pre-eklampsia
4 2018 SC Dokter Perempua Normal, sehat Lewat HPL dan
n dengan berat 3300 Pre-eklampsia
gram

4. Riwayat Keperawatan Sekarang


Pasien datang ke RSUP Dr. Kariadi Semarang atas rujukan dari dokter
SpOG. Pasien dirujuk karena hamil dengan lewat bulan serta dengan tensi
tinggi. Saat dicek didapatkan hasil 150/90 mmHg. Pasien manjalani operasi
SC pada tanggal 27 Oktober pukul 01:13 WIB. Pasien melahirkan anak laki-
laki dengan berat 3000 gr. Setelah bayi lahir, pasien merasa lemas dan nyeri
pada daerah luka post SC.
c. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tanda-tanda Vital
- TD : 140/90 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- RR : 21 x/menit
- Suhu : 37𝑜 𝐶
4) Kepala
- Bentuk : Mesochepal
- Rambut : Bersih, tidak berminyak
- Mata : Tidak ikterik, Konjungtiva anemis
- Hidung : Bersih, tidak ada sekret
- Bibir : Mukosa lembab, warna merah kehitaman
5) Dada
Thoraks dan Paru
 Inspeksi : Bentuk normal, simetris
 Palpasi : Vokal fremitus
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler
Jantung
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Denyut reguler
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : Reguler
6) Payudara
 Kebersihan : Payudara bersih
 Kesimetrisan : Simetris, hiperpigmentasi aerola, kolostrum sudah
keluar
 Puting susu : Menonjol keluar
 ASI : ASI belum keluar
 Menyusui : Kemampuan pasien dalam menyusui baik dan benar
7) Abdomen
 Involusi uterus : TFU 2 jari dibawah pusat
 Kontraksi uterus : Teraba keras dan bulat
 Posisi uterus : Teraba di medial
 Sistem pencernaan : Pasien belum BAB, peristaltik lemah karena
efek anestesi.
 Terdapat luka insisi melintang panjang luka ± 15 cm, luka steril, tidak
ada rembesan dan perdarahan.
8) Perineum dan Genitalia
 Kebersihan : bersih
 Vagina : integritas kulit baik, tidak ada edema
 Perineum : kondisi baik
 Lochea : rubra, ±50 cc/hari, warna merah
 Tidak ada tanda hemorroid
 Tidak ada kemerahan, ekimosis, terdapat darah
 Tepasang DC
9) Ekstremitas
 Ekstremitas atas : tidak ada edema, tangan kanan terpasang ifus
RL 20 tpm
 Ekstremitas bawah : tidak ada edema, tidak ada varises
d. POLA FUNGSIONAL
1) Pola Nutrisi dan Cairan
Sebelum sakit, pasien mengkonsumsi makanan dengan nasi, lauk, dan
sayuran. Nafsu makan pasien baik. Pasien makan 3 kali dalam sehari dan
minum sekitar 1,5 ml dalam sehari. Saat sakit dan dirawat di rumah sakit,
pasien makan dengan diit bubur. Pasien makan 3 kali sehari, nafsu makan
normal. Pasien dapat habis dalam satu porsi makan. Untuk minum, pasien
dapat minum sekitar 1 liter dalam sehari.
2) Pola Eliminasi
Sebelum dirawat, pasien mengatakan sering BAK saat usia kandungan
memasuki 9 bulan. Dalam sehari pasien dapat BAK selama 6-8 kali dalam
sehari. Sebelum dirawat pasien mengatakan BAB 1 kali sehari. Saat dirawat
di rumah sakit, pasien BAK dengan menggunakan DC. Warna kuning
keruh, urine yang keluar kurang lebih 600 ml. Saat dirawat pasien BAB 1
kali dalam 1 atau 2 hari.

3) Pola Aktivitas dan Latihan


Mobilisasi pasien masih terhambat dikarenakan pasien terpasang infus pada
tangan kanan dan terpasang DC. Pasien juga masih kesakitan karena luka
pada jahitan post oerasi pada abdomen, sehingga pasien belum berani
banyak bergerak. Dalam pemenuhan ADL , pasien belum mampu
melakukan secara mandiri dan membutuhkan bantuan pada pemenuhan
aktivitas sehari-hari.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum dirawat, pasien mengatakan tidak memiliki masalah tidur. Pasien
bisanaya tidur pukul 21:00 WIB sampai 04:00 WIB yang selanjutnya
beraktivitas sebagai seorang ibu rumah tangga seperti memasak dan
membersihkan rumah. Pasien juga kadang terbangun dimalam hari karena
keinginan untuk BAK. Kualitas tidur pasien bagus. Selama dirawat di rumah
sakit dan pasien melahirkan secara SC, pasien mengatakan tidur kurang
nyenyak karena nyeri yang dirasakan akibat luka post operasi SC. Pasien
dapat tidur pada malam hari walau sering terbangun-bangun. Pasien juga
dapat tidur siang selama 1 sampai 2 jam.
5) Pola Konsep Diri
a. Citra tubuh : Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dengan
tubuhnya
dan merasa tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai.
b. Harga diri : Pasien mengatakan bahwa perasaanya senang, karena
kelahiran anak dengan selamat.
c. Peran : Pasien mengatakan akan merawat anaknya sendiri dan
siap
membesarkan anaknya.
d. Ideal diri : Pasien mengatakan akan merawat anak bersama suami
e. Identitas diri :Pasien sadar bahwa dirinya adalah seorang ibu. Pasien
juga menyadari tugasnya sebagai istri dan ibu rumah
tangga.
6) Pola Persepsi, Sensori, Kognitif
Pasien mengatakan nyeri dirasakan pada daerah luka post operasi SC.
Pengkajian nyeri :
 P : Nyeri saat bergerak
 Q : Nyeri seperti teriris
 R : Nyeri pada luka post operasi SC
 S : Nyeri skala VAS 3
 T : Hilang timbul
7) Pola Stress dan Koping
Pasien merasa cemas karena suami yang menunggu tidak dapat menunggu
selama 24 jam karena suami harus pulang dan juga mengurus anak-anak
yang ada di rumah. Sehingga pasien kadang-kadang sendiri di rumah sakit
bersama dengan bayinya, dan aktivitas yang dilakukan masih terbatas.
Pasien tidak merasa stresss, hanya merasa cemas. Saat ini pasien fokus pada
penyembuhannya supaya cepat pulih adan dapat mengurus anak-anaknya di
rumah.
8) Pola Nilai dan Kepercayaan
Pasien tidak menjalani ibadah sholat karena masih dalam masa nifas. Tetapi
pasien senantiasa berdoa dan berdzikir untuk kesembuhan dan kesehatan
anak, suami dan keluarganya.
9) Pola Hubungan dan Peran
Pasien adalah seorang ibu dengan 4 anak yang sudah dilahirkan. Pasien
berperan sebagai seorang ibu rumah tangga dengan anak-anak yang masih
sekolah. Hubungan pasien dengan suami harmonis, pasien adalah seorang
istri yang baik dan taat. Hubungan dalam bermasyarakat juga baik.
10) Pola Persepsi Kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan adalah sesuatu hal yang penting untuk
dipertahankan. Pasien mengatakan jika ada anggota keluarga maupun
dirinya yang sakit akan berobat ke dokter, puskesmas, atau tenaga kesehatan
yang lainnya. Pasien saat ini fokus pada kesembuhannya, dan yakin akan
segera pulih.
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal : 27 Oktober 2018 pukul 00:29 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,3 g/dL 11.7 – 15.5 L
Hematokrit 31,8 % 35 – 47 L
Eritrosit 3,99 106/uL 3.8 – 5.2 L
MCV 25,8 fL 80 – 100 L
MCH 79,7 pg 26 - 34
MCHC 32,4 g/dL 32 – 36
Leukosit 9,2 3
10 /uL 3.6 – 11
Trombosit 264 103/uL 150 – 440
RDW 14,7 % 11.5 – 14.5
MPV 10,1 fL 4.00 – 11.00

B. TERAPI
Infus RL 20 tpm
Infus RL + oksitoksin 10 IU 20 tpm
P.O Dopamet 500 mg/8 jam
Vit. C 1 tablet/12 jam
Vit. B kompleks 1 tablet/12 jam
Bupivacaine 0,125% 3cc/jam
Asmet 500 mg/8 jam
Cefadoxyl 500 mg/8 jam
Dompendon 1 tablet/8 jam
A. ANALISA DATA
Hari/
Masalah
NO tanggal Data Fokus Etiologi TTD
Keperawatan
/Jam
1 Sabtu, DS: Dari prosedur Nyeri akut
27
invasif (berupa
Oktober P: klien mengatakan
2018 trauma jaringan
nyeri saat mobilisasi
karna pem
Jam ataupun saat
13.00 bedahan)
memposisikan duduk
Q : nyeri terasa tersayat
R: nyeri di bagian perut
bawah
S : skala nyeri 3
T: nyeri terjadi setiap
mobilisasi

DO:

Klien tampak menahan


nyeri saat dipalpasi
disekitar luka post
caesaria

2 Sabtu, DS: Kurangnya suplai Ketidakefektifan


27 ASI pemberian ASI
Oktober Klien mengatakan ASI
2018 nya saat ini belum keluar

Jam DO:
13.00 Saat dipalpasi mamae
terasa keras, dan hangat
3 Sabtu, DS: Dari prosedur Resiko tinggi
klien mengatakan kapan invasif (berupa infeksi
balutan luka diganti trauma jaringan
27 karna
Oktober DO: pembedahan)
2018 terdapat luka post operasi
pada perut bagian bawah
Jam 11 cm
13.00 terpasang DC. no.16
terpasang infus RL

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dari prosedur invasif
2. Pembendungan laktasi berhubungan dengan adaptasi fisiologis tidak efektif
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat dari prosedur invasif
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/ Diag. Kep
No Tujuan Intervensi Ttd
Tgl erawatan
1 Sabtu, Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
27/10/ berhubunga tindakan keperawatan a. Kaji nyeri (PQRST)
2018 n dengan selama 3x24 jam nyeri b. Monitor tanda vital dan
trauma berkurang menjadi nyeri secara teratur
jaringan skala 1 dengan kriteria c. Jelaskan penyebab nyeri
dari hasil: d. Ajarkan teknik relaksasi
prosedur a. Tidak ada keluhan dengan genggam jari
invasif nyeri e. Jelaskan aktivitas yang
b. Ekspresi wajah dapat dilakukan selama
rileks periode nyeri
c. Bebas nyeri saat f. Jelaskan pada keluarga
beraktivitas peran yang dapat
d. TD 100/70 – dilakukan selama periode
130/100 mmHg nyeri.
e. HR 60-100x/menit
f. Tidak ada ekspresi
menahan nyeri dan
ungkapan secara
verbal
g. Tidak ada
tegangan otot
h. Pasien dapat
menoleransi nyeri
i. Pasien mandiri
melakukan
manajemen nyeri
2 Sabtu, Pembendun Setelah dilakukan e. Kompres hangat payudara
27/10/ gan laktasi tindakan keperawatan agar menjadi lebih lembek
2018 berhubunga selama 3x24 jam laktasi f. Keluarkan sedikit ASI
n dengan sebagai antiseptik dan
adaptasi lancar dengan kriteria memberikan aroma
fisiologis hasil: unntuk bayi
tidak efektif a. Ibu dapat menyusui g. Untuk mengurangi rasa
sering untuk bayi sakit pada payudara,
b. Klien tidak alami berikan kompres hangat
pembengkakan h. Untuk mengurangi statis
payudara di vena dan pembuluh
c. Klien tidak merasa getah bening lakukan
nyeri pada payudara pengurutan (masase)
d. Tidak ada perubahan payudara yang dimulai
warna pada payudara dari pangkal payudara ke
karna infeksi ujung payudara, atau
membentuk gerakan titik
titik kecil disekitar
payudara
i. Untuk melancarkan ASI
lakukan pijat oksitosin
3 Sabtu, Resiko Setelah dilakukan NIC
27/10/ tinggi tindakan keperawatan Infection control
2018 infeksi selama 3x24 jam tidak a. Cuci tangan saat
berhubunga terjadi infeksi dengan berkunjung dan setelah
n dengan NOC: meningalkan pasien
pertahanan a. Immune status b. Gunakan sabun anti
tubuh b. Knowledge: Infection mikroba untuk cuci
Control
primer yang tangan
c. Risk Control
tidak c. Pertahankan lingkungan
Kriteria hasil:
adekuat dari aseptik selama
1. Klien bebas dari
prosedur pemasangan alat
tanda infeksi
invasif d. Gunakan kateter
2. Menunjukkan
intermiten untuk
kemampuan untuk
menurunkan infeksi
cegah infeksi
kandung kencing
e. Tingkatkan intake nutrisi
f. Monitor tanda dan gejala
infeksi secara sistemik
dan lokal
g. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
h. Dorong istirahat
i. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
j. Ajarkan cara
menghindari infeksi
k. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas dan drainase
l. Inspeksi kondisi luka
m. Berikan terapi
antibiotik cefadoxyl bila
perlu
D. IMPLEMENTASI
No.
Tanggal Implementasi Respon TTD
Dx
Sabtu, 27 Mengkaji nyeri DS:
Oktober (PQRST) klien mengatakan nyeri di area
2018 P: klien mengatakan perut bagian bawah
1 nyeri saat mobilisasi
Q : nyeri terasa DO:
tersayat klien tampak menyeringai ketika
13.00 R: nyeri perut bawah area perut bawah di tekan, focus
S : skala nyeri 3 pada diri sendiri
T: nyeri terjadi setiap
bergerak terutama saat
perut tertekan
DS:
Klien mengatakan tekanan
Mengukur tanda vital darahnya sering normal
1 TD: 130/90 DO:
Nadi: 86 kali/menit klien tampak focus
13.00 RR: 22 kali/ menit
Suhu: 36.5 oC DS:
Klien mengatakan ASI nya belum
keluar untuk hari ini
Pengkajian payudara
2 untuk mengetahui DO:
13.00 efektifan ASI Saat dipalpasi terasa keras namun
tidak nyeri

DS: Klien merasa sedikit kurang


nyaman karna nyeri

DO:
Pengkajian tanda *Redness:
3 infeksi luka post tidak terjadi perubahan warna
13.00 caesaria menjadi kemerah-merahan
*Edema:
Tidak ada
*Ekimosis:
Tidak terjadi perubahan warna biru
*Discharge:
Tidak ada cairan
*Approximation:
Terdapat jahitan sepanjang 11 cm

DS:
Klien bertanya kegunaan obat yang
diberikan
DO:
Klien kooperatif

DS:
Klien mengatakan nyaman setelah
di sibin
Pemberian obat sesuai DO:
14.00 1,2 advice dokter Klien tampak bersih
Berupa asmet
500mg/8jam dan DS:
bupivacain 3cc/jam Klien mengatakan masih sulit
untuk memiringkan badan karna
nyeri di perut bagian bawah

16.00 1,3 Membantu klien DO:


memenuhi kebersihan Klien kooperatif
diri
DS: Klien mengatakan nyeri
hilang timbul
DO:
2 Memberi pijat Klien dapat melakukan sendiri
16.15 oksitoksin

DS:
Klien mengatakan masih sulit
untuk memposisikan bayinya untuk
di beri Asi

DO:
Air susu saat dipalpasi dapat keluar
sedikit-sedikit
18.00 1 Mengajarkan
manajemen nyeri DS:
dengan teknik Klien mengatakan tekanan
relaksasi genggam jari darahnya sering normal

DO:
klien tampak focus

20.00 2 Membantu klien untuk DS:


menyusui bayinya Klien bertanya fungsi obat yang
diberikan

DO:
Klien kooperatif

DS:
Klien meminta untuk diganti popok
bayinya
DO:
Klien tampak senang
21.00 1,3 Mengukur tanda vital
TD: 120/90
Nadi: 88 kali/menit
RR: 20 kali/ menit
Suhu: 36.7 oC

21.00 2 Pemberian obat


analgetik sesuai advice
dokter

Membantu klien untuk


jaga kebersihan diri
pada bayinya

Minggu, 28 DS:
Oktober Membantu klien untuk Klien mengatakan nyaman setelah
2018 pemenuhan kebersihan di sibin
1 diri
05.30 DO:
Klien tampak bersih

DS:
06.00 2 Memberi pijat Klien mengatakan mulai bisa untuk
oksitoksin memiringkan badannya

DO:
Klien kooperatif

DS:
Klien mengatakan mulai nyaman
untuk memposisikan bayinya untuk
06.30 2 Membantu klien untuk di beri Asi
memberi asi pada
bayinya DO:
Air susu saat dipalpasi dapat keluar
sedikit dengan tigakali tekanan

DS:
Klien mengatakan tekanan
darahnya sering normal

DO:
klien tampak focus
Monitoring tanda-
07.00 1 tanda vital
TD: 140/80 DS: Klien merasa sedikit kurang
Nadi: 84 kali/menit nyaman karna nyeri
RR: 22 kali/ menit
Suhu: 36.5 oC DO:
*Redness:
tidak terjadi perubahan warna
menjadi kemerah-merahan
*Edema:
08.00 3 Pengkajian tanda Tidak ada
resiko infeksi luka *Ekimosis:
post caesaria Tidak terjadi perubahan warna biru
*Discharge:
Tidak ada cairan
*Approximation:
Terdapat jahitan sepanjang 11 cm
DS:
Klien mengatakan apa fungsi obat
yang diberikan
DO:
Klien kooperatif

DS:
Klien mengatakan mulai nyaman
untuk memposisikan bayinya untuk
di beri Asi

DO:
Air susu saat dipalpasi dapat keluar
sedikit dengan tigakali tekanan
12.00 1 Pemberian obat sesuai
advice dokter berupa DS:
vit B comp, vit C, vit Klien mengatakan nyaman setelah
A dan dopamet di sibin
DO:
Klien tampak bersih

14.00 2 Membantu klien untuk DS:


memberi ASI ekslusif Klien mengatakan masih sulit
untuk memiringkan badan karna
nyeri di perut bagian bawah
DO:
Klien kooperatif

DS: Klien mengatakan nyeri


hilang timbul
DO:
Klien dapat melakukan secara
mandiri saat nyeri datang

Membantu klien
3
16.00 memenuhi kebersihan DS:
diri Klien mengatakan masih sulit
untuk memposisikan bayinya untuk
di beri Asi

DO:
2
16.15 Memberi pijat Air susu saat dipalpasi dapat keluar
oksitoksin sedikit-sedikit

DS:
Klien mengatakan tekanan
darahnya sering normal
DO:
klien tampak focus
1
manajemen nyeri
17.00 dengan teknik DS:
relaksasi genggam jari Klien bertanya fungsi obat yang
diberikan
DO:
Klien kooperatif

DS:
Klien meminta untuk diganti popok
2
17.00 Membantu klien untuk bayinya
menyusui bayinya DO:
Klien tampak senang

1 Mengukur tanda vital


18.00 TD: 130/90
Nadi: 88 kali/menit
RR: 20 kali/ menit
Suhu: 36.7 oC

Pemberian obat

1 analgetik sesuai advice


22.00 dokter

Membantu klien untuk


22.00 jaga kebersihan diri
pada bayinya
Senin, 29 DS:
Oktober 1 Membantu klien untuk Klien mengatakan nyaman setelah
2018 pemenuhan kebersihan di sibin
05.30 diri
DO:
Klien tampak bersih

06.00 DS:
2 Memberi pijat Klien mengatakan mulai bisa untuk
oksitoksin memiringkan badannya

DO:
Klien kooperatif

DS:
Membantu klien untuk Klien mengatakan mulai nyaman
06.30 2 memberi asi pada untuk memposisikan bayinya untuk
bayinya di beri Asi

DO:
Air susu saat dipalpasi dapat keluar
sedikit dengan tigakali tekanan

07.00 1 Monitoring tanda- DS:


tanda vital Klien mengatakan tekanan
TD: 140/80 darahnya sering normal
Nadi: 84 kali/menit
RR: 22 kali/ menit DO:
Suhu: 36.5 oC klien tampak focus
08.00 3 Pengkajian tanda DS: Klien merasa sedikit kurang
resiko infeksi luka nyaman karna nyeri
post caesaria
DO:
*Redness:
tidak terjadi perubahan warna
menjadi kemerah-merahan
*Edema:
Tidak ada
*Ekimosis:
Tidak terjadi perubahan warna biru
*Discharge:
Tidak ada cairan
*Approximation:
Terdapat jahitan sepanjang 11 cm

Pemberian obat sesuai DS:


12.00 1 advice dokter berupa Klien mengatakan apa fungsi obat
vit B comp, vit C, vit yang diberikan
A dan dopamet DO:
Klien kooperatif

DS:
14.00 2 Membantu klien untuk Klien mengatakan mulai nyaman
memberi ASI ekslusif untuk memposisikan bayinya untuk
di beri Asi

DO:
Air susu saat dipalpasi dapat keluar
sedikit dengan tigakali tekanan
16.00 3 Membantu klien DS:
memenuhi kebersihan Klien mengatakan nyaman setelah
diri di sibin
DO:
Klien tampak bersih

DS:
16.15 2 Memberi pijat Klien mengatakan masih sulit
oksitoksin untuk memiringkan badan karna
nyeri di perut bagian bawah
DO:
Klien kooperatif

DS: Klien mengatakan nyeri


manajemen nyeri hilang timbul
1 dengan teknik DO:
17.00 relaksasi genggam jari Klien dapat melakukan secara
mandiri saat nyeri datang

DS:
Membantu klien untuk Klien mengatakan masih sulit
2
17.00 menyusui bayinya untuk memposisikan bayinya untuk
di beri Asi

DO:
Air susu saat dipalpasi dapat keluar
sedikit-sedikit

1
18.00 Mengukur tanda vital
TD: 130/90 DS:
Nadi: 88 kali/menit Klien mengatakan tekanan
RR: 20 kali/ menit darahnya sering normal
Suhu: 36.7 oC DO:
klien tampak focus

Pemberian obat
1
22.00 analgetik sesuai advice DS:
dokter Klien bertanya fungsi obat yang
diberikan

DO:
Klien kooperatif

Membantu klien untuk


2
22.00 jaga kebersihan diri DS:
pada bayinya Klien meminta untuk diganti popok
bayinya
DO:
Klien tampak senang
E. CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal NO Evaluasi (SOAP) TTD
Dx.
27/10/2018 1 S: klien mengatakan nyeri
O: Pengkajian nyeri
P: klien mengatakan nyeri bertambah saat
bergerak ataupun saat perut tertekan
Q : nyeri seperti tersayat
R: nyeri di perut bagian bawah
S : skala nyeri 3
T: nyeri hilang timbul
A: Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dari prosedur invasif belum teratasi yang
ditandai dengan klien masih merasakan nyeri
dengan skala 3, Nadi 86 kali/ menit TD:140/90 ,
RR 20 kali/ menit
P: mengulangi intervensi
a. Kaji nyeri (PQRST)
b. Monitor tanda vital dan nyeri secara teratur
c. Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi
d. Jelaskan aktivitas yang dapat dilakukan
selama periode nyeri
27/10/2018 2 S: Klien mengatakan ASI nya belum keluar dan
tidak terasa nyeri pada payudaranya
O: Monitor fisik payudara
Inspeksi: tidak ada perubahan warna, tidak ada
pembesaran payudara
Palpasi: terasa sedikit keras , sulit keluar ASI
dengan beberapakali diurut
A: ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan
dengan kurangnya suplai ASI
P: lanjutkan intervensi dengan
- Pijat oksitoksin
- Pemberian analgetik
- Motivasi klien untuk intake nutrisi
27/10/2018 3 S: klien mengatakan nyeri

O: Pengkajian tanda infeksi


*Redness:
tidak terjadi perubahan warna menjadi kemerah-
merahan
*Edema:
Tidak ada pertambahan ukuran
*Ekimosis:
Tidak terjadi perubahan warna biru
*Discharge:
Tidak terdapat cairan meskipun itu darah
*Approximation:
Terdapat jahitan sepanjang 11 cm
A: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat dari
prosedur invasif
P: lanjutkan intervensi
o Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
o Tingkatkan intake nutrisi
o Berikan terapi antibiotik bila perlu
o Monitor tanda dan gejala infeksi secara
sistemik dan lokal
Tanggal NO Evaluasi (SOAP) TTD
Dx.
28/10/2018 1 S: klien mengatakan nyeri
O: Pengkajian nyeri
P: klien mengatakan nyeri bertambah saat
bergerak ataupun saat perut tertekan
Q : nyeri seperti tersayat
R: nyeri di perut bagian bawah
S : skala nyeri 3
T: nyeri hilang timbul
A: Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dari prosedur invasif belum teratasi
yang ditandai dengan klien masih merasakan
nyeri dengan skala 3, Nadi 84 kali/ menit
TD:130/90 , RR 22 kali/ menit
P: mengulangi intervensi
a. Kaji nyeri (PQRST)
b. Monitor tanda vital dan nyeri secara teratur
c. Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi
d. Jelaskan aktivitas yang dapat dilakukan
selama periode nyeri
28/10/2018 2 S: Klien mengatakan ASI nya sudah keluar
namun hanya sedikit dan tidak terasa nyeri
pada payudaranya
O: Monitor fisik payudara
Inspeksi: tidak ada perubahan warna, tidak
ada pembesaran payudara
Palpasi: terasa sedikit keras , sudah bisa
keluar asi dengan tigakali diurut
A: ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan
dengan kurangnya suplai ASI
P: lanjutkan intervensi dengan
- Pijat oksitoksin
- Pemberian analgetik
- Motivasi klien untuk intake nutrisi
28/10/2018 3 S: klien mengatakan nyeri

O: Pengkajian tanda infeksi


*Redness:
tidak terjadi perubahan warna menjadi
kemerah-merahan
*Edema:
Tidak ada pertambahan ukuran
*Ekimosis:
Tidak terjadi perubahan warna biru
*Discharge:
Tidak terdapat cairan meskipun itu darah
*Approximation:
Terdapat jahitan sepanjang 11 cm
A: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
dari prosedur invasif
P: lanjutkan intervensi
o Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
o Tingkatkan intake nutrisi
o Berikan terapi antibiotik bila perlu
o Monitor tanda dan gejala infeksi secara
sistemik dan lokal
Tanggal NO Evaluasi (SOAP) TTD
Dx.
29/10/2018 1 S: klien mengatakan nyeri
O: Pengkajian nyeri
P: klien mengatakan nyeri bertambah saat
bergerak ataupun saat perut tertekan
Q : nyeri seperti tersayat
R: nyeri di perut bagian bawah
S : skala nyeri 3
T: nyeri hilang timbul
A: Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dari prosedur invasif belum teratasi
yang ditandai dengan klien masih merasakan
nyeri dengan skala 3, Nadi 83 kali/ menit
TD:140/80 , RR 24 kali/ menit
P: mengulangi intervensi
a. Kaji nyeri (PQRST)
b. Monitor tanda vital dan nyeri secara teratur
c. Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi
d. Jelaskan aktivitas yang dapat dilakukan
selama periode nyeri
29/10/2018 2 S: Klien mengatakan ASI nya sudah keluar
dengan 3tekanan dan tidak terasa nyeri pada
payudaranya
O: Monitor fisik payudara
Inspeksi: tidak ada perubahan warna, tidak
ada pembesaran payudara
Palpasi: terasa sedikit keras , sudah bisa
keluar asi dengan tiga kali urut
A: ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan
dengan kurangnya suplai ASI
P: lanjutkan intervensi dengan
- Pijat oksitoksin
- Pemberian analgetik
- Motivasi klien untuk intake nutrisi
29/10/2018 3 S: klien mengatakan sedikit nyeri

O: Pengkajian tanda infeksi


*Redness:
tidak terjadi perubahan warna menjadi
kemerah-merahan
*Edema:
Tidak ada pertambahan ukuran
*Ekimosis:
Tidak terjadi perubahan warna biru
*Discharge:
Tidak terdapat cairan meskipun itu darah
*Approximation:
Terdapat jahitan sepanjang 11 cm
A: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
dari prosedur invasif
P: lanjutkan intervensi
o Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
o Tingkatkan intake nutrisi
o Berikan terapi antibiotik bila perlu
o Monitor tanda dan gejala infeksi secara
sistemik dan lokal
BAB IV

EVALUASI KEGIATAN

A. HASIL ANALISIS JURNAL


OUTCOME
NO POPULASI INTERVENSI KOMPRASI

1 36 orang ibu nifas Dilakukan dilakukan semua Didapatkan data


dengan post SC kurang dari 24 klien dengan pijat keluarnya
jam oksitoksin kolostrum untuk
klien yang
Frekuensi 3x Dilakukan mendapat
(pada waktu 6 pencatatan perlakuan pijat
jam, 10 jam, 24 pengeluaran oksitoksin adalah
jam post SC) kolostrum setiap 8,39 jam
jam dengan sedangkan klien
memencet dengan mobilisasi
dini adalah 24,72
Dengan 18 klien jam
dilakukan pijat
oksitoksin dan 18
klien dilakukan
mobilisasi dini
2 24 ibu post partum Dilakukan dalam dengan 12 klien Didapatkan bahwa
tanpa SC waktu satu bulan dilakukan pijat kolostrum keluar
(4-28 April 2018) oksitoksin dan 12 untuk ibu
klien tanpa pijat postpartum
Frekuensi 1x oksitoksin dengan pijat
oksitoksin = 5.15
setelah dipijat,
(pada waktu 3 sedangkan ibu
jam setelah postpartum tanpa
melahirkan) pijat oksitoksin
keluar pada jam
8.30

B. Faktor Pendukung
- Pasien dan keluarga pasien kooperatif
- Keluarga termotivasi untuk memberi ASI ekslusif
- Jadwal rutin untuk pijat oksitoksin
C. Faktor Penghambat
- Klien memiliki nyeri karena post caesaria
- Klien sulit mobilisasi dini pada hari pertama
BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN
Oksitosin merupakan suatu hormon yang dapat memperbanyak masuknya ion
kalsium kedalam intrasel . Keluarnya hormon oksitosin akan memperkuat ikatan aktin dan
myosin sehingga kontraksi uterus semakin kuat dan proses involusi uterus semakin bagus.
Oksitosin yang dihasilkan dari hiposis posterior pada nucleus paraventrikel dan nucleus
supra optic. Saraf ini berjalan menuju neuro hipofise melalui tangkai hipofisis, dimana
bagian akhir dari tangkai ini merupakan suatu bulatan yang mengandung banyak granula
sekretrotik dan berada pada permukaan hipofise posterior dan bila ada rangsangan akan
mensekresikan oksitosin.
Sementara oksitosin akan bekerja menimbulkan kontraksi bila pada uterus telah
ada reseptor oksitosin. Hormon oksitoksin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses
hemostasis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus.
Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan. Dan telah dilakukannya uji efektifitas pijat oksitoksin untuk klien post
caesaria didapat pengurangan pembengkakkan payudara dan ditandai kolostrum yang
keluar dengan memencet dengan 3 gerakan.

B. SARAN
1. Untuk mahasiswa
Perlu mencari referensi sebanyak-banyaknya untuk mendukung pengaplikasian
kepada pasien agar penerapan mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang
diinginkan.
2. Untuk perawat
Bagi tenaga kesehatan, teknik pijat oksitoksin bisa dijadikan salah satu
intervensi non-farmakologis untuk mengatasi terjadinya pembendungan laktasi yang
terjadi pada ibu postpartum, yang dimana kolostrum merupakan hal terpenting untuk
bayinya
3. Untuk masyarakat umum
Aplikasi EBN ataupun penelitian ini bisa diterapkan dirumah untuk mengatasi
sedikitnya laktasi dan pelaksanaannya yang murah dan mudah namun efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. 2015. Buku Ajar Keperawatan Maternitas

(Maternity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan Peter Anugerah

(penterjemah). 2015. Jakarta: EGC

Cuningham. 2016. Obsietri Williams. Edisi 21.Volume 1. Jakarta: EGC.

Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Penerbit Buku

Kedokteran, EGC

Mardiyaningsih, E.at al, (2007), Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat

Oksitosin Terhadap Produksi ASI, FIK Universitas Indonesia, Jakarta

Suhermi, Dkk. 2018 . Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta: Fitramaya.

Pillitery. 2013. Maternal and Child Health Nursing. Buku I. Fourth Edition.

Philadelphia: Lippincott

Anda mungkin juga menyukai