Makalah Standar Pelayanan Minimum
Makalah Standar Pelayanan Minimum
Oleh :
Ayu Septiana 1213022008
Dewi Susilowati 1213022012
Mia Fatma Riasti 1213022041
M. Reza Pratama 1213022036
Pandu Galih Prakoso 1213022053
Ririn Andriyatin 1213022062
Ryna Aulia Falamy 1213022066
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Standar Pelayanan Minimal.
Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Manajemen
Pendidikan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat bantuan dari rekan-rekan semua, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dosen mata kuliah Manajemen Pendidikan yang telah memberikan
tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga termotivasi dalam menyelesaikan tugas
ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbang pikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Standar Pelayanan Minimal (SPM) ............................................ 4
B. Tujuan Penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal) ............................. 6
C. Manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM) ............................................... 6
D. Prinsip Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) ........................................................................................................... 7
E. Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal ............................... 8
F. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam SPM ............................................. 9
G. Standar Pelayanan Minimum (SPM) Badan Layanan Umum (BLU) ........ 10
H. Masalah dalam Kualitas dan Pelayanan Pendidikan .................................. 11
I. Langkah Penyelesaian Masalah dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Pendidikan .................................................................................................. 12
J. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM) ........................................................................................... 16
K. Kebijakan Standar Pelayanan Minimal di Indonesia ................................. 26
iii
BAB III PENUTUP
kesimpulan ....................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
mengenai Kebijakan Standar Pelayanan Minimal. Tulisan ini dimaksudkan
untuk menjembatani perumus kebijakan yang ada di Pusat dengan
pelaksana kebijakan yang ada di Daerah serta untuk mensosialisasikan
kebijakan SPM secara lebih luas.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Standar Pelayanan Minimal (SPM)?
2. Apakah Tujuan Penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal?
3. Apakah Manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM)?
4. Apakah Prinsip Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal (SPM)?
5. Apakah Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)?
6. Apakah Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam SPM?
7. Apakah Standar Pelayanan Minimal (SPM) BLU (Badan Layanan
Umum)?
8. Apakah Masalah Dalam Kualitas Dan Pelayanan Pendidikan?
9. Bagaimana Langkah Penyelesaian Masalah Dalam Meningkatkan
Kualitas Pendidikan?
10. Bagaimanakah Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)?
11. Bagaimanakah Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Standar Pelayanan Minimal (SPM)
2. Mengetahui Tujuan Penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal
3. Mengetahui Manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM)
4. Mengetahui Prinsip Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal (SPM)
5. Mengetahui Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal
(SPM)
6. Mengetahui Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam SPM
2
7. Mengetahui Standar Pelayanan Minimal (SPM) BLU (Badan Layanan
Umum)
8. Mengetahui Masalah Dalam Kualitas Dan Pelayanan Pendidikan
9. Mengetahui Langkah Penyelesaian Masalah Dalam Meningkatkan
Kualitas Pendidikan
10. Mengetahui Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
11. Mengetahui Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Indonesia
3
BAB II
PEMBAHASAN
SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib pemerintah yang berhak diperoleh setiap
4
warga secara minimal. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik
yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan.
5
dari pemerintah. Dengan adanya SPM maka akan terjamin kuantitas
dan atau kualitas minimal dari suatu pelayanan publik yang dapat
dinikmati oleh masyarakat, sehingga diharapkan akan terjadi
pemerataan pelayanan publik dan menghindari kesenjangan pelayanan
antar daerah. Seperti telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan urusan
wajib merupakan pelayanan minimal sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh pemerintah. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa,
SPM ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen
teknis, sedangkan pedoman penyusunan SPM ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 pasal 167 (3).
6
2. Dengan ditetapkannya SPM akan dapat ditentukan jumlah
anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan
publik.
3. Menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis kinerja.
4. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana pemerintah daerah
memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan kepada
masyarakat, sehingga hal ini dapat meningkatkan akuntabilitas
pemerintah daerah kepada masyarakat.
5. Sebagai alat ukur bagi kepala daerah dalam melakukan penilaian
kinerja yang telah dilaksanakan oleh unit kerja penyedia suatu
pelayanan.
6. Sebagai benchmark untuk mengukur tingkat keberhasilan
pemerintah daerah dalam pelayanan publik.
7. Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh
institusi pengawasan.
7
1. Konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen
atau unit-unit kerja yang ada pada lembaga yang bersangkutan.
Sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami.
2. Nyata, yaitu memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan
atau prosedur teknis.
3. Terukur, yaitu dapat dihitung atau dianalisa.
4. Terbuka, yaitu dapat diakses oleh seluruh warga lapisan
masyarakat.
5. Terjangkau, yaitu dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis
pelayanan dasar lainnya dengan menggunakan sumber-sumber
daya daan dana yang tersedia.
6. Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada public.
7. Bertahap, yaitu mengikuti perkembangan kebutuhan dan
kemampuan keuangan, kelembagaan, dan personil dalam
pencapaian SPM.
8
4. SPM harus dijadikan acuan dalam perencanaan daerah,
penganggaran, pengawasan, pelaporan dan sebagai alat untuk
menilai pencapaian kinerja.
1. Penyajian SPM
2. Kesesuaian SPM dengan perkembangan kebutuhan dan
kemampuan Satker
3. Rencana Pencapaian SPM
4. Indikator Pelayanan
5. Adanya tandatangan pimpinan Satker dan Menteri terkait
9
G. Standar Pelayanan Minimal (SPM) BLU (Badan Layanan Umum)
10
1. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan
atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan.
2. Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan, ditetapkan dalam
bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per
unit layanan atau hasil perinvestasi dana.
3. Tarif, termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana dan
untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.
4. Tarif layanan, dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis
layanan BLU yang bersangkutan.
11
sekolah yang beragam. Pada waktu yang sama terdapat kesulitan
untuk memberhentikan tenaga pengajar yang tidak mampu
mengajar. Saat ini, dari sekitar 2,7 juta guru ada 1,7 yang belum
terkualifikasi sarjana atau diploma 4. Dari jumlah itu, 1 juta guru
mengajar di Sekolah Dasar dan 173 ribu mengajar di Madrasah
Ibtidaiyah. Sebanyak 723 ribu guru yang belum terkualifikasi
berstatus guru swasta. Ini yang membuat kualitas pendidikan
menjadi rendah.
12
Peningkatan manajemen berbasis sekolah dapat ditempuh dengan
cara:
a) Persiapkan tenaga pengajar yang lebih baik dalam mengelola
sekolah.
Bangun dan kembangkan program pelatihan yang efektif dalam
perencanaan dan pembuatan anggaran, pengelolaan keuangan,
membuat suatu penilaian dan strategi komunikasi bagi kepala
sekolah dan anggota komite sekolah.
b) Menciptakan hibah pendidikan yang pro-orang miskin untuk
proyek-proyek yang didasarkan atas insiatif sekolah dan
masyarakat.
13
3. Meningkatkan kualitas pengajaran melalui reformasi jenjang karir
guru
14
c. Memulai program pengembangan untuk seluruh jenjang karir
bagi guru dan kepala sekolah.
Program tersebut harus meliputi persiapan pra-mengajar,
kemudian penempatan mengajar dan terakhir pengembangan
profesi yang berkelanjutan.
15
berubah pada setiap pergantian menteri harus bisa menjadi
target pemerintah. Hal ini bisa memberikan kepastian bagi
setiap pengajar dan sekolah.
1. Pasal 3
16
i. 95 % dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama
(SMP)/Madrasah Tsana-wiyah (MTs).
17
j. 70 % dari lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Sekolah
Menengah
Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah Menengah
Kejuruan
(SMK).
2. Pasal 4
18
j. 25 % dari lulusan SMA/ MA melanjutkan ke perguruan
tinggi yang ter-akreditasi.
19
c. Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia di atas
44 tahun tidak melebihi 30 %.
d. Tersedianya data dasar keaksaraan yang diperbarui
secara terus menerus.
20
c) SPM Kesetaraan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri
atas :
21
k. Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah
Pertama (SMP)
yang di-perbarui secara terus menerus.
22
k. Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah
Atas (SMA)
yang diperbarui secara terus menerus.
23
usaha/magang memiliki sarana dan prasarana minimal
sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan.
j. Tersedianya data dasar kursus –
kursus/pelatihan/kelompok belajar usaha/magang yang
diperbarui secara terus menerus.
24
a) SPM Pendidikan Kepemudaan terdiri atas :
25
h. 75 % peralatan olahraga telah sesuai dengan cabang
olahraga.
i. Berfungsinya BAPOPSI (Badan Pembina Olahraga
Pelajar Seluruh Indonesia) di Kabupaten/Kota.
j. 7 cabang olahraga yang di kompetisikan secara teratur
minimal setiap dua tahun sekali.
k. 80 % berfungsinya Komite Olahraga Nasional Daerah
(KONIDA) tingkat Kabupaten/ Kota.
26
Kedua, penyelenggaraan kewenangan wajib merupakan penyediaan
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar pelayanan
minimal (SPM) sebagai tolok ukur yang ditentukan oleh Pemerintah;
Ketiga, dalam pemantauan penyelenggaraan SPM banyak ditemukan
permasalahan yang bervariasi baik di Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Kebanyakan Daerah belum melaksanakan SPM
karena merupakan hal baru, dan konsep SPM belum lengkap sehingga
sulit untuk diterapkan. Namun di sisi lain SPM harus diterapkan
secara tepat karena berdampak terhadap penyelenggaraan
pemerintahan di Daerah baik dari segi perencanaan dan pembiayaan
maupun pertanggungjawaban. Pendidikan dan Kesehatan, namun
beberapa instansi pemerintah telah menyusun standar pelayanan
minimal sebagai respon dari PP No. 25/2000, seperti Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah mengenai Pedoman Penentuan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan
Pemukiman dan Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001. Hal
ini seperti disinggung dalam SE Mendagri No. 100/757/OTDA/2002
yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa “Untuk itu
Pemerintah, dalam hal ini Departemen/LPND telah menerbitkan
Pedoman Standar Pelayanan Minimal (PSPM).
27
Perbedaan yang mendasar dari kedua kebijakan SPM tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Pertama, dalam kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65/2005, SPM
diartikan sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga negara secara minimal, sedangkan menurut SE Mendagri
No. 100/757/OTDA/2002, SPM diartikan sebagai tolok ukur untuk
mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang
berkaitan 9 dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Dengan
demikian pengertian SPM berdasarkan PP No. 65/2005 lebih tegas
menyebutkan “jenis dan mutu pelayanan dasar“ sebagai tolok ukur
kinerja penyelenggaraan urusan wajib daerah (kewenangan wajib
daerah) dan secara eskplisit menyebutkan arti kata minimal dari
sudut pandang rakyat dengan klausul “yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal.
b. Kedua, dalam kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65/2005, SPM
hanya untuk Urusan Wajib Pemerintah yang menjadi tanggung
jawab Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) dan urusan
pilihan tidak menggunakan SPM tetapi standar kinerja, sedangkan
pada kebijakan SPM berdasarkan SE Mendagri No.
100/757/OTDA/2002, SPM ditujukan untuk Kewenangan Wajib
dan tidak dikenal istilah Kewenangan Pilihan (kewenangan =
urusan pemerintahan) ; Ketiga, dalam ketentuan SPM yang baru
(2005) hanya dikenal SPM Nasional yang disusun oleh
Departemen Teknis/LPND dan tidak dikenal tingkatan SPM
seperti: SPM Nasional yang disusun Departemen Teknis/LPND,
SPM Provinsi yang disusun oleh Pemerintah Provinsi dan SPM
Kabupaten/Kota yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
seperti pada kebijakan sebelumnya; Keempat, dalam ketentuan
SPM yang sebelumnya Daerah mendapat tugas untuk menyusun
SPM sesuai dengan kondisi riil, potensi dan kemampuan yang
dimilikinya. Pada kebijakan yang baru, Daerah hanya memiliki
28
tugas untuk menerapkan SPM dengan menyusun rencana
pencapaian SPM berdasarkan SPM yang disusun oleh departemen
teknis/LPND yang telah mendapatkan rekomendasi dari DPOD
(Dewan Pertimbangan otonomi Daerah) dan telah dikonsultasikan
dengan Tim Konsultasi SPM; Kelima, dalam ketentuan SPM tahun
2005, kegiatan pembinaan dan pengawasan yang berupa kegiatan
monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang, yaitu:
Pemerintah (Menteri/Pimpinan LPND) melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap penerapan SPM oleh Pemerintah Propinsi dan
Pemerintah Propinsi melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
penerapan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sedangkan pada
kebijakan SPM sebelumnya kegiatan monitoring dan evaluasi
dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah di Daerah
terhadap pelaksanaan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
29
perencanaan SPM, dan (d); Pengorganisasian Penyelenggaraan SPM.
Adapun keempat ruang lingkup pengaturan tersebut meliputi hal-hal
sebagai berikut:
30
31
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. SPM merupakan standar minimal pelayanan publik yang harus
disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Adanya
SPM akan menjamin minimal pelayanan yang berhak diperoleh
masyarakat dari pemerintah.
2. Pelayanan yang bermutu/berkualitas adalah pelayanan yang
berbasis masyarakat, melibatkan masyarakat dan dapat diperbaiki
secara terus menerus.
3. SPM ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen
teknis, sedangkan pedoman penyusunan SPM ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri sesuai dengan penjelasan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 pasal 167 (3).
4. Prinsip-prinsip penyusunan dan penetapan SPM yaitu Konsensus,
nyata, terukur, terbuka, terjangkau, akuntabel, dan bertahap.
5. Syarat yang harus dipenuhi SPM yaitu focus pada jenis pelayanan,
terukur, dapat dicapai, relevan dan dapat diandalkan, dan tepat
waktu.
6. Masalah mengenai pelayanan pendidikan yang ada di Indonesia
yaitu lemahnya sistem pendidikan serta pelayanan dalam kegiatan
belajar mengajar, kinerja tenaga kependidikan belum maksimal
dan kualitas pelayanan pendidikan yang sangat memprihatinkan
7. Solusi mengenai permasalah pelayanan pendidikan yang ada yaitu
menerapkan manajemen berbasis sekolah, membangun jaminan
32
kualitas dan sistem pengawasan secara nasional, dan meningkatkan
kualitas pengajaran melalui reformasi jenjang karir guru
33
DAFTAR PUSTAKA
http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/09/standar-pelayanan-minimal.html
http://noer-visioner.blogspot.com/2012/03/masalah-dalam-kualitas-dan-
pelayanan.html
http://www.dindikptk.net/news.php?readmore=42
http://myfortuner.wordpress.com/2013/03/10/standar-pelayanan-minimal-
pendidikan/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/11/standar-pelayanan-minimal-
pendidikan-dasar/
http://aulakehidupan.blogspot.com/2013/04/standar-pelayanan-minimal.html
http://bappeda.sulteng.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=11
91:perlunya-standar-pelayanan-minimal-spm-bagi-satuan-kerja-perangkat-daerah-
skpd-provsulteng&catid=150:sekretariat&Itemid=489
34