Anda di halaman 1dari 16

Jan 1, '08 3:14 AM

jurnal ilmu kesuburan tanah for everyone

METODE DAN TEKNIK PENGAMBILAN CONTOH TANAH


DAN TANAMAN DALAM MENGEVALUASI STATUS
KESUBURAN TANAH

Oleh:

Agustinus Jacob

DAS/ A236010041

e-mail: Agustinus_Jacob@jahoo.com

I. PENDAHULUAN

Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti yang lebih khusus dan penting
sebagai media tumbuh tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan
bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang
hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan
air yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke
tempat lain. Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan
bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon. Dengan
demikian tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda
alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran
bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya
tanaman.

Secara umum tanah dapat dipelajari dengan pendekatan pedologi dan


pendekatanedaphologi. Ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah
beserta faktor-faktor pembentuknya, klasifikasi tanah, survai tanah, dan cara-cara
pengamatan tanah di lapang disebut “Pedologi”. Dalam hal ini tanah dipandang
sebagai suatu benda alam yang dinamis dan tidak secara khusus dihubungkan dengan
pertumbuhan tanaman. Walaupun demikian penemuan-penemuan dalam bidang
pedologi akan sangat bermanfaat pula dalam bidang pertanian maupun non pertanian
misalnya pembuatan bangunan (teknik sipil).

Apabila tanah dipelajari dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman


disebut “edaphologi”. Dalam edaphologi yang dipelajari adalah sifat-sifat tanah dan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, serta usaha-usaha yang perlu
dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (fisik, kimia dan biologi), bagi
pertumbuhan tanaman seperti pemupukan pengapuran dan lain-lain.

Meningkatnya pengetahuan manusia tentang tanah, maka Ilmu Tanah


menjadi Ilmu yang sangat luas, sehingga untuk dapat mempelajarinya dengan baik
perlu pengelompokkan lebih lanjut kedalam bidang-bidang Ilmu Tanah yang lebih
khusus seperti Fisika Tanah, Kimia tanah, Kesuburan tanah, Mikrobiologi Tanah,
Pengawetan Tanah dan Air, Mineralogi Tanah, Genesis dan Klasifikasi Tanah,
Geografi Tanah, Survai Tanah dan Evaluasi Lahan.

Tulisan ini lebih menyoroti aspek Kesuburan Tanah dan bagaimana cara
mengevaluasi status kesuburan tanah untuk tujuan pengembangan dan peningkatan
produksi tanaman pertanian. Kesuburan Tanah mempelajari hubungan unsur-unsur
hara dalam tanah dengan pertumbuhan tanaman, pemupukan dan usaha-usaha lain
dalam memperbaiki sifat-sifat tanah (sifat fisik, kimia dan biologi tanah) untuk
pertumbuhan tanaman.

Sifat fisik tanah yang terpenting adalah : solum, tekstur, struktur, kadar air
tanah, drainase dan porisitas tanah, dll. Sifat kimia tanah meliputi : kadar unsur
hara tanah, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar kation tanah (KTK), kejenuhan basa
(KB), kemasaman dapat dipertukarkan (Al dan H), dan lain-lain. Sedangkan sifat
biologi tanah meliputi : bahan organik tanah, flora dan fauna tanah (khususnya
mikroorganisme penting : bakteri, fungi dan Algae), interaksi mikroorganisme tanah
dengan tanaman (simbiosa) dan polusi tanah.

II. METODE EVALUASI STATUS KESUBURAN TANAH

Kandungan unsur hara di dalam tanah sebagai gambaran status kesuburan


tanah dapat dinilai dengan beberapa metode pendekatan yaitu : (1) Analisa contoh
tanah, (2) Mengamati gejala-gejala (symptom) pertumbuhan tanaman, (3) Analisa
contoh tanaman, (4) Percobaan pot di rumah kaca, dan (5) Percobaan lapangan.

2.1.. Analisis Contoh Tanah

Analisis tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang diambil di lapangan


dengan metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Analisa tanah dilabo-
ratorium dilakukan terhadap variabel-variabel kimia dan fisik tanah : pH, kapasitas
tukar kation, Nitrogen, kalium, fosfor, kalsium, magnesium (hara makro), hara mikro
(Fe, Cu, Zn, B, Mo, dll), bahan organik, tekstur tanah dan sebagainya.

Kadar unsur hara tanah yang diperoleh dari data analisis tanah bila
dibandingkan dengankebutuhan unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman,
maka dapat diketahui apakah status/kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat
rendah (kurang), rendah, sedang, cukupataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu
(Tabel 1).

Prinsip yang harus diperhatikan dalam uji tanah ialah bahwa metode analisa
tanah tersebut (1) harus dapat mengekstraksi bentuk unsur hara yang tersedia saja,
secara tepat. Jadi sifatnya selektif artinya tidak mengekstraksi bentuk yang tidak
dapat dimanfaatkan oleh tanaman, (2) metode analisa yang dipakai dilaboratorium
harus sederhana, cepat, mudah dilaksanakan dan memiliki ketepatan dan ketelitian
tinggi, (3) hasil analisis harus dapat direproduksi. Dengan demikian larutan kimia
yang dibuat harus didasarkan pada pengetahuan yang baik tentang bentuk-
bentuk kimia dari unsur hara di dalam tanah dan tentang sifat akar tanaman dan
mekaniusme pelarutan bentuk-bentuk kimia oleh akar tanaman.
Oleh karena itu uji kimia tanah perlu dikorelasikan dengan serapan hara oleh
tanaman melalui percobaan rumah kaca (uji korelasi) dan percobaan lapangan (uji
kalibrasi). Uji korelasi dimaksudkan untuk mendapatkan metode yang tepat untuk
suatu unsur dan tanaman tertentu. Sedangkan uji kalibrasi dimaksudkan untuk
mendapatkan hubungan antara selang kadar suatu unsur hara atau nilai kritisnya
dengan respons tanaman di lapangan terhadap unsur tersebut. Dengan demikian
memberikan nilai agronomik bagi angka uji tanah tersebut. Tanpa uji kalibrasi maka
angka-angka uji tanah tidak berarti sama sekali.

Dalam studi korelasi yang perlu diperhatikan ialah :

(1) Bekerja dengan contoh-contoh tanah yang memiliki selang kadar unsur hara
yang diteliti tersebut cukup lebar.
(2) Contoh tanah sebaiknya diambil dari daerah yang diketahui respons
tanamannya, yaitu dari yang sangat respons terhadap unsur tersebut sampai yang
tidak respons. Apabila hal ini sulit dilakukan, maka dapat ditempuh dengan
cara : mengkorelasikan hasil uji tanah dengan serapan hara ataupun dengan A-
value yaitu suatu teknik radioisotop dari Fried dan Dean (1952).

Tentang uji kalibrasi, hal yang perlu diingat ialah bahwa pengujian harus
dilakukan terhadap tiap jenis tanaman, tiap tanah dan tiap tipe iklim, dengan teknik
bercocok tanam yang sama.

Hasil uji tanah ini dipakai untuk: (1) menentukan jumlah hara yang tersedia
bagi tanaman, (2) memberi peringatan kepada petani tentang bahaya-bahaya yang
mungkin akan terjadi pada pertanamannya, baik bahaya defisiensi ataupun
keracunan, (3) menjadi dasar penetapan dosis pupuk, dan (4) memberikan perkiraan
produksi akibat pemakaian dosis pupuk tersebut sehingga memungkinkan
dilakukannya evaluasi ekonomi, (5) membantu pemerintah dalam menyusun
kebijaksanaan antara lain dalam hal pengadaan dan penyebaran pupuk, perencanaan
wilayah, dan infrastruktur.

2.2. Mengamati Symptom Pertumbuhan Tanaman

Kekurangan unsur hara di dalam tanah dapat memperlihatkan gejala-gejala


pertumbuhan tertentu pada tanaman. Misalnya kekurangan unsur hara besi (Fe) akan
menyebabkan chlorosis; kekurangan hara nitrogen (N) menyebabkan tanaman kerdil,
dan sebagainya.

2.3. Analisis Contoh Tanaman

Kekurangan unsur hara di dalam tanah dapat juga diketahui dari analisis
jaringan tanaman. Pendekatan ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu
unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang
mempengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah. Analisis tanaman
umumnya dilakukan terhadap bagian-bagian tertentu saja ataupun seluruh bagian
tanaman. Interpretasi keadaan kesuburan tanah akan lebih baik apabila kedua cara ini
(analisis tanah dan tanaman) digabungkan. Teknik analisis tanaman lebih umum
dipakai untuk tanaman umur panjang dibandingkan tanaman semusim.

Seperti halnya dengan uji tanah, maka pada analisis tanamanpun pemilihan
metode analisis dilakukan melalui uji-uji korelasi dan kalibrasi. Uji korelasi disini
bertujuan untuk mencari hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur dalam
bagian-bagian tanaman tertentu atau seluruhnya dan pada umur-umur tertentu
dengan produksi tanaman. Pada uji kalibrasi dicari hubungan antara selang ataupun
nilai kritis dari unsur tersebut dalam tanaman dengan produksi tanaman. Teknik ini
banyak dipakai pada perkebunan tebu di Hawaii dengan istilah Crop
logging(Clements, 1980). Sebagai gambaran mengenai kandungan unsur hara
tanaman yang merupakan batas antara defisiensi dan kecukupan, disajikan pada
Tabel 2.

Tujuan umum dari analisis tanaman adalah :

(1) Untuk mengdiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala kekurangan unsur


hara tertentu yang tampak pada pertumbuhan tanaman di lapangan. Analisis
tanaman telah menjadi alat yang efektif dan menyakinkan dalam
mengidentifikasi kekurangan hara pada tanaman.
(2) Untuk mengidentifikasi masalah yang terselubung. Beberapa gejala
kekurangan hara tidak menunjukkan gejala yang spesifik dalam tanaman atau
vigor tanaman tetap baik, tetapi produksi rendah. Analisis tanaman dapat
mengidentifikasi keadaan tersebut (masalah terselubung).
(3) Untuk mengetahui kekurangan hara sedini mungkin. Analisis jaringan
tanaman mampu melihat kekurangan hara, walaupun gejala yang ditunjukkan
tidak cukup kuat. Data analisis tanaman dihubungkan dengan data analisis tanah
dan genesa tanah akan sangat membantu mempercepat penanganan masalah
kekurangan hara di dalam tanah.
(4) Untuk mempelajari bagaimana hara dapat diserap tanaman. Jika unsur hara
(pupuk) ditambahkan kedalam tanah untuk memperbaiki kekurangan hara,
seringkali tidak banyak diketahui bagaimana sebenarnya unsur hara
masuk/diserap ke dalam tanaman. Dengan perkataan lain, jika ada respons tidak
ada hara yang diserap, padahal nyatanya hara tidak kurang, disinilah perlunya
mengetahui bagaimana hara dapat diserap setelah ditahan oleh tanah, atau
pemberian yang kurang menguntungkan, atau bagaimana unsur hara diserap
tetapi tidak efektif untuk pertumbuhan tanaman.
(5) Untuk mengetahui interaksi atau antagonisme diantara unsur hara. Tidak
jarang ditemui, penambahan hara (pupuk) tertentu menyebabkan berkurangnya
sejumlah hara lainnya di dalam tanah dan menyebabkan penyerapan unsur hara
tersebut oleh tanaman menjadi rendah dan produksinya juga
menurun. Penjelasan bagaimana interaksi tersebut, sering tidak diketahui.
Tersedianya data analisis tanaman mempercepat kita untuk mengetahui masalah
tersebut didalam pemberian hara makro dan mikro.
(6) Sebagai alat bantu pemahaman fungsi hara dalam tanaman. Analisis seluruh
bagian tanaman atau bagian-bagian tertentu secara periodik dalam satu musim, di
bawah kondisi lingkungan tertentu menunjukkan perbedaan yang besar diantara
tanaman, dan sama dalam varietas/galur. Analisis tanaman digunakan dalam
menunjukkan mobilitas unsur dalam tanaman dan bagian tanaman, dan dapat
mengetahui dimana terdapatnya kebutuhan terbesar beberapa hara dalam proses
metabolisme.

Sebagai pembantu dalam mengidentifikasi masalah. Kadang-kadang analisis


tanaman dibutuhkan dalam uji tanah, dalam mengidentifikasi kasus masalah khusus.
Misalnya tanaman jagung pada tanah sangat masam diduga kekurangan Mg
(daunnya kering pucat dan nekrosis). Hasil analisis tanaman memang Mg-nya
rendah (0,07%), tetapi juga kadar Mn sangat tinggi (1000 mg/kg) sedangkan lainnya
terlihat normal. Padahal pH tanahnya hanya berkisar dari 4,7 sampai 5,0; range pH
ini tidak terlalu rendah untuk tanaman jagung.

2.4. Percobaan Pot di Rumah Kaca

Percobaan pot di rumah kaca dengan menggunakan tanaman sebagai


indikator (Biological test) dapat pula memberi gambaran mengenai status unsur
hara di dalam tanah. Pendekatan yang dilakukan disini adalah : contoh-contoh
tanah diambil dari daerah yang akan diteliti kemudian dengan berat tertentu
dimasukkan kedalam pot dan ditanamai dengan tanaman tertentu pula. Selanjutnya
setiap pot diberikan perlakuan pupuk menurut jenis dan jumlah unsur hara yang
diteliti (sebagian tanpa pupuk/kontrol). Dari pertumbuhan atau produksi tanaman
yang diperoleh dapat dideteksi kekurangan dan kebutuhan akan unsur hara dari
tanah dan tanaman tersebut.

2.5. Percobaan Lapangan

Percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman (biological test) di lapangan


dengan menggunakan berbagai jenis dan jumlah pupuk tertentu dapat diketahui
kekurangan unsur hara yang perlu ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk
untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman dalam mencapai tingkat produksi
tertentu.

III. METODE PENDEKATAN SAMPLING

Pada umumnya permasalahan dalam Kesuburan Tanah dapat disusun


bersadarkan tahapan atau langkah-langkah yang dilaksanakan dalam program
analisis tanah dan analisis tanaman. Program analisis tanah dan tanaman selalui
melalui tahapan kegiatan sebagai berikut :(1) Pengambilan contoh , (2) Persiapan
contoh, (3) Penetapan Metode Analisis, (4) Persiapan bahan dan alat, (5) Kegiatan
Analisis : menimbang, melarutkan, mereaksikan, dan pengukuran hasil reaksi; (6)
Kalkulasi/perhitungan data analisis, (7) Interpretasi dan rekomendasi
penggunaan data analisis. Informasi yang diperlukan dalam program analisis
tersebut di atas dapat dirumuskan dalam butir-butir pernyataan, sebagai berikut :

a. Pengambilan contoh (sampling) untuk Analisis Tanah - Tanaman

(1) Bagaimana bentuk dan pola keragaman atau variabilitas (baik horizontal
maupun vertikal) dalam nilai uji tanah pada keadaan lapangan.
(2) Dengan memperhitungkan keragaman yang ada, prosedur pengambilan contoh
yang bagaimana yang dapat memberikan estimasi praktis yang terbaik mengenai
ketersediaan unsur hara, dengan memperhitungkan pula faktor biaya dan tenaga.
(3) Bagian tanaman yang mana yang harus diambil sebagai contoh dan pada fase
pertumbuhan mana pengambilan contoh tersebut harus dibakukan untuk
berbagai jenis/tipe tanaman.
(4) Berapa banyak tanaman yang harus diambil sebagai contoh dan bagaimana
polanya.

Disamping hal tersebut di atas, penanganan contoh sebelum dianalisis


(samples preparation) perlu diperhitungkan pula, misalnya pengaruh berbagai tingkat
pengeringan contoh terhadap nilai uji, adanya kontaminasi, dan lain sebagainya.
Bagaimana pula mendapatkan “sub sample” yang representatif.

b. Metode Analisa Tanah - Tanaman

(1) Uji tanah dan tanaman yang bagaimana yang perlu dimasukkan dalam program
analisa tanah dan tanaman.
(2) Apakah metode yang ada merupakan yang terbaik dalam menilai (assessing)
ketersediaan unsur hara tertentu dalam tanah.
(3) Atau diperlukan metode yang baru, dan bila ya apakah sudah cukup informasi
yang tersedia tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan unsur hara
yang dimaksud.
(4) Bagaimana hubungan antara produksi tanaman di lapangan dengan nilai uji
tanah dan nilai analisis tanaman.
(5) Apakah metode analisa tanah dan tanaman yang diteliti tersebut dapat diadopsi
untuk analisa rutin.

c. Rekomendasi

(1) Bahan apa yang harus dipakai untuk koreksi keracunan atau adanya defisiensi
unsur hara tertentu pada suatu tanaman tertentu.
(2) Metode aplikasi pupuk/kapur yang bagaimana yang paling efisien.
(3) Waktu pemakaian pupuk/kapur (kapan sebaiknya pemupukan dilakukan).
(4) Dosis atau takaran pupuk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tanaman
akan unsur hara dalam mencapai suatu tingkat produksi tertentu.

Beberapa pendekatan umum yang biasa dilakukan dalam penanganan


program penelitian Kesuburan Tanah yaitu melalui “ road survey”, studi rumah kaca
dan studi lapangan.

Untuk memilih metode uji tanah terbaik untuk berbagai jenis tanah
dilakukan Studi Korelasi. Sedangkan Uji Kalibrasi adalah untuk meneliti
hubungan nilai uji tanah dan tanaman dilapangan. Untuk proses kalibrasi yang lebih
penting adalah memperoleh informasi yang sedikit dari lokasi yang banyak daripada
yang banyak (mendalam) dari lokasi yang sedikit. Oleh karena itu desain percobaan
harus sesederhana mungkin.

Tujuan akhir dari program penelitian kesuburan tanah sesungguhnya adalah


untuk memberikan rekomendasi pemupukan yang juga menyangkut aspek ekonomi
sedemikian rupa sehingga petani mendapatkan keuntungan yang maksimal dari
penggunaan pupuk atau kapur. Oleh karena itu bentuk fungsi produksi atau respons
(surface respons curve) tanaman pada kondisi tertentu perlu dipelajari. Demikian
pula konsep “Law of the minimum” dan “Law oflimiting factors” perlu
diperhatikan.

IV. TEKNIK PENGAMBILAN CONTOH TANAH - TANAMAN

4.1. Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh untuk analisis laboratorium, sesungguhnya tidak


semudah yang dibayangkan orang. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena
pemahaman ekstrim bahwa setiap jengkal tanah memiliki sifat yang berbeda.
Dengan demikian contoh tanah yang diambil di lapangan
haruslah representatif artinya contoh tanah tersebut harus dapat mewakili suatu areal
atau luasan tertentu. Contoh yang tidak representatif selalu berakibat merugikan
apakah petani ataupun masyarakat luas. Dengan demikian pengambilan contoh
tanah harus mempertimbangkan sifat-sifat tanah dan faktor-faktor pembentukannya.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah tetapi hanya ada 5
faktor yang dianggap paling penting (Buol at al.,1980) yaitu (1) Iklim, (2)
Organisme, (3) Bahan Induk, (4) Topografi , dan (5) Waktu. Dalam proses
pembentukan tanah pengaruh kelima faktor tersebut bersifat simultan, bukan parsial.
Walaupun kenyataan di lapangan ditemukan ada salah faktor yang lebih dominan
pengaruhnya dibandingkan dengan faktor pembentukan tanah lainnya.

Penyebab utama dari contoh yang tidak representatif ialah: (1) kontaminasi,
dan (2) jumlah contoh yang terlalu sedikit untuk daerah yang variabilitas
kesuburannya tinggi. Bahaya kontaminasi biasanya berasal dari tempat atau alat
pengambilan contoh dan lain-lain. Menghadapi contoh yang tidak representatif,
yang disebabkan oleh keragaman kesuburan tanah, maka persoalannya menjadi lebih
sulit. Untuk itu haruslah diketahui sifat dan sumber-sumber keragaman. Hal ini
dapat didekati secara statistika tetapi tidak sesederhana itu, karena sebaran data tidak
selalu normal. Dengan cara ini diperlukan contoh yang banyak sehingga sering
dinilai tidak praktis. Oleh sebab itu keragaman lapangan dapat didekati cukup
melalui :

 Penilaian lapangan secara khusus


 Pengetahuan yang baik tentang tanah
 Sistem bercocok tanam yang diterapkan petani
 Program-program pemupukan yang berlaku di daerah itu,
 Teknologi pengelolaan tanah-tanaman lainnya yang diterapkan petani
 Lain- lain

Dengan mengetahui variabilitas ini, dapat ditentukan teknik pengambilan


contoh yang lebih representatif. Makin besar variabilitas tanah (bentuk lahan, jenis
tanah, dll.) makin banyak contoh/lokasi pengamatan yang dibuat.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983)

_________________________________________________________________________
Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

_________________________________________________________________________

C -Organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00

Nitrogen (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75

C/N <5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25

P2O5 HCl (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

P2O5 Bray-1 (ppm) < 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35

P2O5 Olsen (ppm) < 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60 > 60

K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

KTK (me/100g) <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40

Susunan Kation :

K (me/100g) < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 >1,0

Na (me/100g) < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0

Mg (me/100g) < 0,4 0,4-1,0 1,1-2 ,0 2,1-8,0 > 8,0

Ca (me/100g) < 0,2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 > 20

Kejenuhan Basa (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70

Aluminium (%) < 10 10 - 20 21 - 30 31 - 60 > 60

______________________________________________________________________________

Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis

masam masam alkalis

______________________________________________________________________________

pH H2O < 4,5 4,5 - 5,5 5,6- 6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5

______________________________________________________________________________

Sumber : Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Penerbit Akademika

Pressindo. Jakarta. Hal. 126.


Tabel 2. Batas antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara Berdasarkan

Data Analisis Tanaman (Sanchez, 1976).

___________________________________________________________________

Unsur Hara Tebu Padi Jagung Kedelai

____________________________________________________________________

N (%) 1,5 2,5 3,0 4,2

P (%) 0,05 0,10 0,25 0,26

K (%) 2,25 1,0 1,90 1,71

Ca (%) 0,15 0,15 0,40 0,36

Mg (%) 0,10 0,10 0,25 0,26

S (%) 0,01 0,01 - -

Cu (ppm) 1 3,4 10 21

Fe (ppm) 5 6 5 10

Mn (ppm) ±10 70 15 51

Mo (ppm) - - 0,1 1,0

Zn (ppm) 10 10 15 21

Si (%) - 5 - -

____________________________________________________________

4.1.1. Pentingnya Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah merupakan tahap awal dan terpenting dalam


program uji tanah di laboratorium. Analisis contoh tanah bertujuan untuk (1)
menentukan sifat fisik dan kimia tanah (status unsur hara tanah), (2) mengetahui
lebih dini adanya unsur-unsur beracun di dalam tanah, (3) sebagai dasar penetapan
dosis pupuk, dan kapur sehingga lebih efektif, efisien, dan rasional (4) Memperoleh
data base untuk program perencanaan dan pengelolaan tanah - tanaman.

4.1.2. Kapan Pengambilan Contoh Tanah Dilakukan

Contoh tanah dapat diambil setiap saat, dan langsung dilakukan analisis di
laboratorium. Keadaan tanah saat pengambilan contoh tanah sebaiknya pada kondisi
kapasitas lapang (keadaan kelembaban tanah sedang yaitu keadaan tanah kira-kira
cukup untuk dilakukan pengolahan tanah). Pengambilan contoh tanah terkait erat
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan perencanaan pengelolaan
tanah-tanaman.

4.1.3. Frekuensi Pengambilan Contoh Tanah

Secara umum contoh tanah diambil sekali dalam 4 tahun untuk sistem
pertanaman di lapangan. Untuk tanah yang digunakan secara intensif untuk
budidaya pertanian, contoh tanah diambil paling sedikit sekali dalam setahun. Pada
tanah-tanah dengan nilai uji tanah tinggi, contoh tanah disarankan diambil setiap 5
tahun sekali.

4.1.4. Bagaimana Cara Pengambilan contoh Tanah

Contoh tanah yang diambil dapat berbentuk contoh tanah terganggu


(disturb soil samples) dan contoh tanah utuh atau tidak terganggu (undisturb
soil samples). Contoh tanah utuh biasanya diperlukan untuk analisis sifat fisik
tanah (bobot isi, porisitas dan permeabilitas tanah), sedangkan contoh tanah
terganggu diperlukan untuk analisis sifat kimia tanah dan sifat fisik tanah lainnya
(tekstur, kadar air tanah/pF). Pengambilan contoh tanah utuh (undisturb soil
samples) harus menggunakan “ring samples”, sedang-kan contoh tanah terganggu
dapat diambil dengan menggunakan alat cangkul, sekop, atau auger (bor tanah).
Untuk keperluan evaluasi status kesuburan tanah, sebaiknya contoh yang diambil
merupakan contoh komposit yaitu contoh tanah campuran dari contoh-contoh tanah
individu (sub samples). Suatu contoh komposit harus mewakili suatu bentuk/unit
lahan yang akan dikembangkan atau digunakan untuk tujuan pertanian. Satu contoh
komposit mewakili suatu hamparan lahan yang homogen (10 - 15 Ha). Untuk lahan
miring dan bergelombang satu contoh komposit dapat mewakili tidak kurang dari 5
hektar. Satu contoh komposit terdiri dari campuran 15 contoh tanah individu (sub
samples).

Sebelum pengambilan contoh tanah, perlu diperhatikan keseragaman


areal/hamparan. Areal yang akan diambil contohnya diamati lebih dahulu keadaan
topografi, tekstur, warna tanah, pertumbuhan tanaman, penggunaan tanah, input
(pupuk, kapur, bahan organik, dsb.), dan rencana pertanaman yang akan ditanam
kemudian. Dari pengamatan ini, dapat ditentukan satu hamparan yang sama
(homogen/mendekati sama) untuk titik sampling. Berikut ini hanya dikemukakan
cara pengambilan contoh profil dan contoh kesuburan (komposit) disuatu kebun atau
areal yang akan dipakai secara umum.

4.1.4.1. Pengambilan Contoh dari Profil

Tujuan pengambilan contoh jenis ini ialah: untuk mempelajari proses-proses


kimia dalam hubungan dengan genesis tanah, mengumpulkan sifat tanah untuk
tujuan klasifikasi tanah, serta untuk menilai potensi kesesuaian lahan. Dalam
menentukan lokasi profil tanah perlu berpedoman pada faktor-faktor pembentuk
tanah, karena ada keteraturan tertentu menurut topografi (toposequence), iklim
(climosequence), bahan induk (lithosequence), vegetasi (biosequence) dan umur
(chronosequence). Dalam pengambilan contoh tanah profil (setelah dibatasi
horizonnya, dan dilakukan deskripsi sifat-sifat fisik : solum, warna, tekstur, struktur,
tingkat perkembangan tanah, porisitas, land use, dll.), haruslah dimulai dari
horizon/lapisan yang paling bawah kemudian baru ke lapisan di atasnya. Tiap
lapisan diambil kira-kira 1 kg contoh.

4.1.4.2. Pengambilan contoh Komposit

Contoh komposit ini biasanya diambil dari lapisan 0-20 cm, atau 0-20 cm dan
20-40 cm. Tiap contoh yang dibawa ke laboratorium, merupakan contoh komposit
dari sejumlah anak contoh (cores). Unit terkecil yang diwakili oleh satu contoh
komposit ditentukan oleh : (a) luas areal, (2) sumber-sumber variabilitas yang ada
(faktor-faktor pembentuk tanah, tekstur, penggunaan tanahnya, keadaan
pertumbuhan tanaman, dll.), yang diperkirakan dapat mempengaruhi sifat tanah.

Cara pengambilan contoh komposit ialah dengan (1) metode sistematik


(sistem diagonal, atau zig zag), dan (2) metode acak. Pertama-tama kita gambar
blok-blok sesuai dengan luas areal, kemudian diambil contoh komposit. Tiap contoh
komposit dapat terdiri dari 10 - 30 cores (anak contoh) dan dimasukkan kedalam
ember plastik misalnya. Contoh ini diaduk merata kemudian dengan
sistem quartering diambil ± 1 kg untuk dianalisis di laboratorium. Jangan lupa
memberi label yang berisi catatan lokasi dan sejarah penggunaan tanah (kalau ada),
keadaan tanaman waktu itu, produksi, rencana penanaman untuk musim berikut, dan
lain-lain.

Alat-alat yang diperlukan : Soil sampler (yang dapat mengambil contoh sama
banyak secara vertikal), pacul, pisau, ember, kantong plastik, label, buku catatan,
peta/denah lokasi pengambil contoh. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengambilan contoh antara lain :

 Jangan mengambil contoh tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah
tererosi sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah/sisa tanaman/jerami,
bekas penimbunan pupuk, kapur, bahan organik, atau bekas penggembalaan
ternak.
 Permukaan tanah yang akan diambil contohnya harus bersih dari rumput-
rumputan, sisa tanaman, bahan organik segar/serasah, dan batu-batuan atau
kerikil.
 Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan contoh harus bersih dari kotoran
dan tidak berkarat. Kantong plastik yang digunakan sebaiknya masih baru,
belum pernah dipakai untuk keperluan lain.

4.2. Pengambilan Contoh Tanaman

Pertimbangan untuk mengambil contoh tanaman lebih kurang sama dengan


pengambilan contoh tanah. Interpretasi hasil analisis tanaman tidak akan lebih baik
tanpa pengambilan contoh, penanangan contoh dan analisis contoh tersebut dengan
baik. kesalahan dari fase-fase kegiatan tersebut akan menyebabkan kesalahan
interpretasi dan rekomendasi.

Jika contoh tidak representatif maka seluruh analisis yang diteliti dan biaya
yang mahal akan percuma, karena hasil yang diperoleh tidak absah. Untuk
mendapatkan sample tanaman yang representatif, khususnya jenis tanaman tertentu
merupakan masalah yang rumit dan dibutuhkan pengetahuan yang ahli dan
komprehensif mengenai aspek anatomi, fisiologi tanaman, dan faktor lingkungan
lainnya yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut.
Konsentrasi hara sangat bervariasi dengan jenis tanaman, dan komposisinya sangat
beragam dari waktu ke waktu dalam hari, ataupun bulan, dari jenis tanah yang
berbeda. Dengan demikian pengambilan contoh tanaman harus memperhatikan :
tempat, umur fisiologis dan bagian morfologis tanaman. Walau bagaimanapun
pengambilan contoh yang terbaik adalah bila hubungan konsentrasi hara dengan
produksi/pertumbuhan mempunyai korelasi yang paling besar.

Beberapa teknik operasional yang perlu diperhatikan dalam pengambilan


contoh tanaman adalah :

(1) Contoh diambil dan dikelompokan menurut bagian-bagian tanaman sesuai


rencana. Jumlah tanaman contoh yang diambil merupakan tanaman yang berada
pada kondisi umum/rata-rata, pada sifat-sifat tanah yang homogen.
(2) Contoh tanaman diambil berrdasarkan umur tertentu, letak/bagian daun tertentu.
Perhatikan bagian tanaman yang akan diambil dengan sifat unsur yang diteliti
(mobil versus immobil). Pemotongan contoh harus cukup tinggi dari tanah.
(3) Pengambilan contoh tanaman umumnya menjelang masa reproduksi/ generatif.
(4) Tidak disarankan mengambil contoh yang kotor (debu atau tanah), rusak oleh
hama atau penyakit, atau tanaman yang sudah mati. Contoh yang terkontaminasi
dengan tanah, sangat mengganggu penetapan Fe, Al, Mn, Cu, Zn, Mo, B. Juga
Ca dan Mg , terutama contoh yang terkontaminasi kapur. Perlu diingat bahwa K
akan hilang banyak kalau dicuci dengan air (karena kotor), contoh yang kotor
sebaiknya dibersihkan dengan melap atau menggunakan tisu.
(5) Tidak disarankan mengambil contoh tanaman, ketika tanaman dalam keadaan
stress air atau suhu, pengambilan paling baik adalah pada cuaca terang (angin,
suhu dan radiasi). Sebaiknya contoh diambil pada jam 08.00 AM atau 05.00 PM.

Kenworthy (1964), Chapman (1964) dan Jones et


al (1971) dalam (Leiwakabessy dan Koswara, 1985) telah meringkaskan teknik
pengambilan contoh tanaman untuk analisis jaringan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Prosedur Pengambilan Sample Tanaman di Lapangan

______________________________________________________________

Tingkat Pertumbuhan Sample bagian tanaman Jumlah sample dari tanaman

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Jagung :

1. Tanaman muda Seluruh bagian atas 20 - 30

(< 30 cm), atau tanaman

2. Menjelang keluar Seluruh daun terbuka 15 - 25


bunga jantan, atau dibawah gelungan

3. Pada saat keluar rambut Seluruh daun tongkol 15 - 25

jagung (dibawah atau diatasnya)

Kacang-kacangan :

1. Tanaman muda Seluruh bagian atas 20 - 30

(< 30 cm), atau tanaman

2. Menjelang atau saat Dua/tiga daun terbuka 20 - 30

awal berbunga lebar dari puncak tanaman

Pengambilan setelah mulai terbentuk polong tidak disarankan

Serealia (termasuk padi) :

1. Tanaman muda Seluruh bagian atas 20 - 30

(< 30 cm), atau tanaman

2. Menjelang berbuah Empat daun teratas 50 - 100

Pengambilan setelah berbuah tidak disarankan

Kentang :

Menjelang atau saat Daun ketiga sampa 20 - 30

bunga pertama ke enam dari kuncup

Kol/Kubis :

Menjelang berbuah Daun dewasa pertama 10 - 20

dari bongkol

Tomat (Lapang) :

Menjelang atau saat Daun kedua/keempat 20 - 25

bunga pertama dari kuncup

Tomat (rumah kaca):

Menjelang atau saat 1. Daun muda : daun-daun 20 - 25


pembentukan buah ke-2 dan ke-3 dekat pucuk

2. Tanaman tua : daun-daun 20 - 25

ke-4 sampai ke-6 dari pucuk

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lanjutan Tabel 3.

_________________________________________________________________

Tingkat Pertumbuhan Sample bagian tanaman Jumlah sample dari tanaman

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Umbi-umbian :

Menjelang berumbi Daun batang pusat yang 20 - 30

atau pembesaran umbi dewasa

Tembakau :

Sebelum berbunga Daun teratas yang terbuka 8 - 12

penuh

Sorgum :

Menjelang atau saat Daun kedua dari puncak 15 - 20

berbuah tanaman

Tebu :

Diatas umur 4 bulan Daun yang terbuka ketiga 15 - 25

atau ke-4 dari puncak

Kacang tanah :

Menjelang atau sampai Daun-daun dewasa pada 40 - 50

saat berbunga masing-masing batang utama

dan tiap cotyledon cabang-cabang

lateral
Kapas :

Menjelang atau pada Daun-daun termuda (bukan 30 - 40

bunga pertama atau saat pucuk) pada batang utama

pemecahan pertama

Sweet corn :

1. Sebelum keluar bunga Seluruh daun dewasa dibawah 20 - 30

jantan gelungan

2. Saat keluar bunga jantan Seluruh daun tongkol 20 -


30

Melon (Ketimun, semangka):

Pertumbuhan awal sebelum Daun-daun dewasa batang 20 - 30

terbentuk buah utama

Jeruk limau :

Pertengahan musim Daun-daun dewasa yang 20 - 30

tumbuh terakhir pada musim

tsb. dan pada daerah yang

belum berbahaya

__________________________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Black, C. A. 1965. Methods of Soil Analysis. Part 1. American Society of


Agronomy, Madison,Wisconsin.
Bradfield, R. 1961. A Quarter Century in Soil Fertility Reseach and A Glimpse into
The Future. Soil Sci. Soc. Amer. Prof. 25 : 439 - 442.
Buol, S. W., F. D. Hole, and R. J. McCracken. 1980. Soil genesis and
Classification. Second edition. The Iowa State University Press Ames.
Clements, H. F. 1980. Sugarcane Crop Logging and Crop Control: Principles and
Practices. The Pitman International Series of Applied Biology. Pitman Publ.
Limited London.
Donahue, R. L., R. W. Miller, and J. C. Shickluna. 1977. Soils. An Introduction to
Soils and Plant Growth. Fourth Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Fried, M. and L. Dean. 1952. A concept Concerning The Measurement of
Available Soil Nutrients. Soil Sci. 73 : 263 - 271.
Jones, B.J. Jr. 1998. Plant Nutrition Manual. CRC Press LLC. Boca
Raton Boston London New York Washington.
Leiwakabessy, F. M. dan O. Koswara. 1985. Metode dan Teknik Pengumpulan,
Analisis dan Interpretasi Data Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian IPB.
Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John
Wiley and Sons, Inc., New York.

sumber : http://tumoutou.net/3_sem1_012/a_jacob.htm

Anda mungkin juga menyukai