Anda di halaman 1dari 10

IDENTIFIKASI STRUKTUR PRIMER PROTEIN

Nurul Marfira, Yashinta Malfin, Puspa Julistia P, SSi MSc.


Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Sarjana
Institut Pertanian Bogor
2018

ABSTRAK

Protein adalah makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino.
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Hal
ini dikarenakan protein merupakan komponen utama sel hewan atau manusia.
Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein adalah Karbon 50%,
Hidrogen 7%, Oksigen 23%, Nitrogen 16%, Belerang 0-3% dan Fosfor 0-3%.
Protein memiliki beragam struktur yaitu primer, sekunder, tersier dan kuartener.
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional
karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2) yang keduanya terikat pada satu
atom karbon (C) yang sama (disebut atom C α). Berdasarkan pembentukannya asam
amino dibagi ke dalam dua golongan, yaitu asam amino esensial dan asam amino
non esensial. Berdasarkan struktur asam amino terbagi menjadi golongan dengan
gugus R hidrofobik, golongan dengan gugus R polar, tetapi tidak bermuatan,
golongan dengan gugus R bermuatan negatif, dan golongan dengan gugus R
bermuatan positif. Pengujian kualitatif protein dapat dilakukan dengan identifikasi
struktur primer protein. Uji yang dilakukan pada praktikum ini adalah Uji Millon,
Uji Hopkins-Cole, Uji Ninhidrin, Uji Belerang, Uji Xantoproteat, dan Uji Biuret.
Sampel yang digunakan antara lain Albumin, Gelatin, Pepton, Fenol, dan Kasein.
Kata Kunci : Struktur protein, penggolongan asam amino, jenis-jenis asam amino,
uji pada protein.

PENDAHULUAN

Protein adalah makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino
(Katili 2009). Protein memiliki struktur yaitu primer, sekunder, tersier dan
kuartener. Struktur primer protein dibentuk oleh asam amino yang tergabung dalam
ikatan polipeptida, seperti yang terlihat pada gambar 1. Pada struktur sekunder,
rangkaian polipeptida bersifat reguler dan memiliki pola lipatan berulang dari
rangka protein. Dua tipe umum struktur protein sekunder yaitu α-heliks dan β-sheet.
Gambar struktur sekunder dapat dilihat pada gambar 2. Struktur polipeptida yang
terjadi dari lipatan disebut struktur tersier. Struktur kuartener protein adalah asosiasi
yang terjadi antara dua atau lebih rangkaian polipeptida menjadi protein
multisubunit (Wibowo 2009). Protein mempunyai fungsi utama sebagai katalisator,
pengangkut dan penyimpan molekul lain seperti oksigen, mendukung sistem
kekebalan tubuh, sebagai transmitor gerakan syaraf dan mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangan (Katili 2009).
Gambar 1. Struktur Sekunder Protein
(Sumber : Seminar Nasional Teknologi Informasi XI Tahun 2014)

(Sumber : Seminar Nasional Teknologi Informasi XI Tahun 2014)


Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus
fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2) yang keduanya terikat
pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C α). Gugus karboksil
memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk
larutan, asam amino bersifat amfoterik (Poedijaji dan Supryanti 2009). Struktur
asam amino dapat dilihat pada gambar 3. Asam amino biasanya larut dalam air dan
tidak larut dalam pelarut organik non polar yaitu eter, aseton, dan kloroform
(Sitompul 2004). Dari segi pembentukannya asam amino dibagi dalam dua
golongan, yaitu asam amino eksogen (esensial) dan asam amino endogen (non
esensial) (Winarno 2008). Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak
dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein,
contohnya Histidin, Arginin, Treonin, Valin, Metionin, Isoleusin, Leusin,
Fenilalanin, Lisin, dan Triptofan. Asam amino non esensial adalah asam amino
yang dapat dibuat di dalam tubuh, contohnya Asam aspartat, Asam glutamate,
Serin, Glisin, Alanin, Prolin, Tirosin, dan Sistin (Hames dan Hooper 2005).
Berdasarkan struktur, asam amino dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: (1)
golongan dengan gugus R hidrofobik yang merupakan hidrokarbon. Lima asam
amino dengan gugus R alifatik (alanin, valin, leusin, isoleusin, dan prolin), dua
dengan lingkaran aromatik (fenilalanin dan triptofan), dan satu yang mengandung
sulfur (metionin). (2) golongan dengan gugus R polar, tetapi tidak bermuatan.
Golongan ini meliputi glisin, serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin, dan glutamin.
(3) golongan dengan gugus R bermuatan negatif pada pH 7. Asam amino ini
meliputi asam aspartat dan asam glutama. (4) golongan dengan gugus R bermuatan
positif. Golongan ini mempunyai gugus R dengan muatan total positif pada pH 7.
Asam amino ini meliputi lisin, arginin, dan histidin (Almatsier 2006). Praktikum
bertujuan mengetahui sifat dan struktur asam amino dan protein melalui uji-uji
kualitatif, serta mempelajari beberapa reaksi uji terhadap asam amino dan protein.

Gambar 3 Struktur Asam Amino (Sumber : commons.m.wikimedia.org)


METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Selasa, 17 Februari 2018 pukul 13.00-


16.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Biokimia, Gedung Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas piala, pipet mohr, penangas
air dan alat-alat gelas lainnya.
Bahan yang digunakan adalah Reagen Millon, Reagen Hopkins-Cole, H2SO4
pekat, larutan ninhidrin 0.1%, NaOH 10%, Pb-asetat 5%, HNO3 pekat, CuSO4
0.1%, Albumin 2%, Gelatin 2%, Pepton 2%, Fenol 2%, Kasein 2%, Albumin
0.02%, Gelatin 0.02%, Pepton 0.02%, dan Kasein 0.02%.

Prosedur

Uji Millon
Sebanyak 3 tetes pereaksi Millon ditambahkan ke dalam 3 ml larutan
protein. Campuran dipanaskan dengan baik dan perubahan diamati. Hasil positif
ditandai oleh warna merah.
Uji Hopkins-Cole
Sebanyak 1 ml pereaksi Hopkins-Cole ditambahkan pada tabung reaksi
berisi 1 ml larutan bahan yang akan diperiksa. Asam pekat sebanyak 1.5 ml
ditambahkan secara hati-hati melalui dinding tabung yang dimiringkan hingga
lapisan terbentuk. Larutan dibiarkan beberapa detik tanpa dikocok sampai terbentuk
cincin ungu.
Uji Ninhidrin
Sebanyak 0.5 ml larutan ninhidrin 0.1% ditambahkan ke dalam 3 ml larutan
protein. Larutan dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit,
kemudian diamati perubahannya.

Uji Belerang
Sebanyak 2.5 ml NaOH 10% ditambahkan ke dalam 1 ml larutan protein.
Larutan dididihkan selama beberapa menit, kemudian ditambahkan 1 tetes larutan
Pb-asetat 5%. Larutan kembali dipanaskan selama beberapa menit, kemudian
perubahan yang terjadi diamati.
Uji Xantoproteat
Sebanyak 1 ml HNO3 pekat ditambahkan ke dalam 2 ml larutan protein.
Larutan dicampurkan dengan baik dan dipanaskan dengan hati-hati. Tabung
didinginkan setelah warna kuning tua timbul. Setetes demi setetes larutan NaOH
pekat ditambahkan hingga larutan menjadi basa kemudian perubahan warna yang
terjadi diamati.
Uji Biuret
Sebanyak 0.5 ml NaOH 10% ditambahkan ke dalam 1.5 ml larutan protein
dan dikocok hingga homogen. Larutan CuSO4 0.1% ditambahkan sebanyak 1 tetes,
dan perubahan warna diamati. Jika perubahan tidak terjadi, CuSO4 0.1 % kembali
ditambahkan sebanyak 1 atau 2 tetes.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji millon berfungsi mendeteksi keberadaan turunan monohidroksi


benzena. Hasil positif dari uji ini adalah menimbulkan warna merah, atau endapan
putih. Uji ini tidak spesifik untuk protein karena dapat mendeteksi keberadaan
fenol. Uji ini akan menghasilkan yang kurang memuaskan untuk sampel yang
mengandung Cl- dan NH4+. Contoh dari turunan monohidroksi benzena adalah
fenol dan asam amino tirosin (Bintang 2010). Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada
Gambar 4.
Prinsip uji Millon adalah pereaksi Millon akan bereaksi dengan senyawa Hg
ke dalam protein sehingga pada penambahan logam ini akan menghasilkan endapan
putih dari senyawa merkuri. Endapan putih akan berubah menjadi warna merah
dikarenakan gugus fenol pada tirosin ternitrasi membentuk garam merkuri dengan
pereaksi millon (Anna dan Supriyanti 2009). Namun, pereaksi ini tidak spesifik
karena juga memberikan tes positif warna merah dengan adanya senyawa fenol.
Menurut Santoso (2008) albumin, pepton dan kasein hasilnya positif karena
mengandung tirosin sedangkan gelatin dan fenol negatif. Sedangkan hasil
menunjukkan positif hanya pada albumin dan kasein. Hal ini bisa terjadi mungkin
karena adanya kesalahan pada saat pemanasan, adanya pengotor, atau reagen yang
rusak.

Gambar 4 Reaksi pada uji Millon


Sumber : infobio.net 2012

A Tabel 1 Hasil uji Millon


Sampel Hasil Warna Gambar
Albumin 2% + endapan putih

Gelatin 2% - endapan putih

Kasein 2% + endapan merah

Pepton 2% - endapan putih


Fenol 2% - tidak berwarna

Keterangan : + : Mengandung turunan monohidroksi benzena.


- : Tidak mengandung turunan monohidroksi benzena.

Uji Hopkins-Cole berfungsi untuk mendeteksi keberadaan asam amino


triptofan dalam molekul protein. Prinsipnya, triptofan akan berkondensasi dengan
macam-macam aldehid dalam larutan asam pekat. Reaksi yang terbentuk akan
membentuk kompleks warna berupa cincin violet atau ungu (Bintang 2010).
Berdasarkan tabel 2, semua sampel yang diuji dengan pereaksi Hopkins-Cole
menunjukan hasil yang positif, kecuali gelatin. Hal ini sudah sesuai dengan literatur
berdasarkan bahwa albumin, kasein dan pepton positif pada uji Hopkins-Cole
karena mengandung triptofan. Reaksi pada uji Hopkins-Cole dapat dilihat pada
gambar 5.

Gambar 5 Reaksi pada uji Hopkins-Cole


Sumber : edubio.info 2013

Uji Ninhidrin terjadi apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino


hingga terbentuk kompleks berwarna. Asam amino dapat ditentukan secara
kuntitatif dengan jalan menggunakan intensitas warna yang terbentuk sebanding
dengan konsentrasi asam amino tersebut. Pada reaksi ini dilepaskan CO2 dan NH4
sehingga asam amino dapat ditentukan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah
CO2 dan NH3 yang dilepaskan. Prolin dan hidroksi prolin menghasilkan warna
kompleks yang berbeda warnanya dengan asam amino lainnya karena gugus
aminanya tersubstitusi. Kompleks warna ini terjadi karena saat reaksi, akan
terbentuk dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan ammonia yang dilepaskan
pada oksidasi asam amino. Hasil uji positif pada uji ninhidrin terjadi pada asam
amino yang mengandung asam α-amino dan peptida yang memiliki gugus α-amino
yang bebas (Alimuddin 2011). Reaksi uji ninhidrat dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6 Reaksi pada uji ninhidrin


Sumber : infobio.net 2011
Tabel 2 Hasil uji Hopkins-Cole
Sampel Hasil Warna Gambar

Albumin 2% + Cincin ungu

Tidak terdapat
Gelatin 2% -
cincin ungu

Kasein 2% + Cincin ungu

Pepton 2% + Cincin ungu

Keterangan : + : Mengandung triptofan. - : Tidak mengandung triptofan.

Ninhidrin yang merupakan suatu oksidator akan menyebabkan


dekarboksilasi oksidatif dari α-amino yang menghasilkan CO2, NH3, dan aldehid
dengan kehilangan 1 atom karbon. Senyawa ini kemudian bereaksi dengan NH3
bebas membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Ninhidrin adalah bahan kimia
yang digunakan untuk mendeteksi amina primer dan sekunder (Nurlely et al 2014).
Semakin biru atau ungu warna yang dihasilkan maka konsentrasi asam amino
didalamnya semakin pekat. Tabel 3 menunjukkan hasil positif hanya pada pepton,
padahal berdasarkan Bintang (2010), semua asam amino positif terhadap uji
ninhidrat. Albumin, gelatin, dan kasein yang merupakan protein seharusnya positif
pada uji ini. Hal ini bisa mungkin terjadi karena adanya faktor kesalahan saat
pengerjaan, bahan yang rusak, atau kadar yang terlalu kecil (0.02%) sehingga tidak
terdeteksi oleh pereaksi.

Tabel 3 Hasil uji Ninhidrin


Sampel Hasil Warna Gambar

Albumin 0.02% - tidak berwarna

Gelatin 0.02% - tidak berwarna

Kasein 0.02% - tidak berwarna

Pepton 0.02% + ungu

Keterangan : + : Mengandung gugus amino bebas.


- : Tidak mengandung gugus amino bebas.
Tabel 4 Hasil uji Belerang
Sampel Hasil Warna Gambar

Albumin 0.02% + kehitaman

Gelatin 0.02% - tidak berwarna

Kasein 0.02% - tidak berwarna

Pepton 0.02% - tidak berwarna

Keterangan : + : Mengandung belerang. - : Tidak mengandung belerang.

Uji belerang berfungsi menguji asam amino yang memiliki gugus belerang
seperti sistein, sistin, dan metionin. Prinsipnya, dalam larutan basa, belerang akan
bereaksi dengan Pb-asetat membentuk garam PbS yang berwarna hitam.
Penambahan NaOH dalam hal ini adalah untuk mendenaturasikan protein sehingga
ikatan yang menghubungkan atom S dapat terputus oleh Pb-asetat membentuk PbS.
Reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 7. Pada tabel 4, terlihat bahwa semua sampel
memberikan hasil negatif kecuali albumin. Albumin tidak berwarna hitam pekat,
tapi dianggap positif karena warnanya yang kekuningan sedikit keruh, menandakan
ada sedikit PbS yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan literatur (Nurlely et al 2014).

Gambar 7. Reaksi pada uji belerang. Sumber : Wirahadikusumah 1997

Tabel 5 Hasil uji Xantoproteat


Sampel Hasil Warna Gambar

Albumin 2% + kuning

Gelatin 2% - tidak berwarna


Kasein 2% + jingga

Pepton 2% + jingga

Fenol 2% + merah jingga

Keterangan : + : Mengandung inti benzena, - : Tidak mengandung inti benzena.

Uji xantoproteat berfungsi untuk mendeteksi adanya inti benzena dalam


molekul protein. Uji positif untuk tirosin, fenilalanin, dan triptofan. Prinsip uji
Xantoproteat adalah cincin aromatik yang terdapat dalam molekul protein bereaksi
dengan asam nitrat pekat bila dipanaskan membentuk warna kuning hingga jingga
(Bintang 2010). Reaksi pada uji antoproteat dapat dilihat pada Gambar 8. Terlihat
dari tabel 5 bahwa untuk semua sampel, hasil yang didapatkan positif kecuali
Gelatin. Berdasarkan literatur, Nurlely et al (2014), seharusnya semua sampel
menunjukkan hasil positif karena albumin, kasein, gelatin, pepton dan fenol
memiliki asam amino tiroin/fenilalanin/triptofan. Hal ini mungkin terjadi karena
kurang lama saat pemanasan, reagen yang rusak, atau sampel yang terkontaminasi.

Gambar 8 Reaksi pada uji Xantoproteat

Tabel 6 Hasil uji Biuret


Sampel Hasil Warna Gambar

Albumin 2% + Ungu seulas

Gelatin 2% + Ungu seulas

Kasein 2% + Ungu seulas


Pepton 2% + Ungu-jingga

Fenol 2% - Bening

Keterangan : + : Mengandung ikatan peptida, - : Tidak mengandung ikatan peptida.

Gambar 9 Reaksi pada uji Biuret


Sumber : infobio.net 2012
Uji biuret digunakan untuk menguji protein karena dapat mendeteksi adanya
ikatan peptida. Prinsip uji biuret didasarkan pada reaksi anatara ion Cu+ dan ikatan
peptida dalam keadaan basa. Ion Cu+ dari pereaksi biuret akan bereaksi dengan
ikatan peptida membentuk kompleks berwarna ungu. Intensitas dari warna yang
dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptida yang tedapat dalam protein.
Semakin ungu warna larutan, artinya semakin banyak ikatan peptida yang ada di
dalamnya (Bintang 2010). Pada uji dengan 4 larutan sampel, albumin, gelatin,
kasein dan pepton menunjukkan hasil positif yang ditunjukkan dengan perubahan
warna larutan menjadi ungu, sedangkan pada fenol, hasil yang ditunjukkan negatif.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa albumin, gelatin, kasein dan
pepton memiliki ikatan peptide, sedangkan fenol tidak (Winarno 2008). Adapun
reaksi yang terjadi pada uji Biuret dapat dilihat pada Gambar 9.

SIMPULAN

Uji Millon bertujuan mendeteksi keberadaan turunan monohidroksi


benzena. Hasil positif hanya terlihat pada albumin dan kasein, padahal berdasarkan
literatur seharusnya pepton juga positif. Uji Hopkins-Cole berfungsi untuk
mendeteksi keberadaan asam amino triptofan dalam molekul protein. Hasil pada
sudah sesuai dengan literatur bahwa albumin, kasein dan pepton positif pada uji
Hopkins-Cole . Uji Ninhidrin bertujuan mengidentifikasi gugus amino bebas. Hasil
positif hanya terlihat pada pepton, padahal sesuai literatur seharusnya semua sampel
positif pada uji ini. Uji belerang berfungsi menguji asam amino yang memiliki
gugus belerang. Hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur, semua sampel
memberikan hasil negatif kecuali albumin. Uji xantoproteat berfungsi untuk
mendeteksi adanya inti benzena. Berdasarkan literatur, seharusnya semua sampel
menunjukkan hasil positif karena albumin, kasein, gelatin, pepton dan fenol
memiliki asam amino tiroin/fenilalanin/triptofan, akan tapi sampel yang positif
hanya pada gelatin. Uji biuret digunakan untuk menguji protein karena dapat
mendeteksi adanya ikatan peptida. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa albumin, gelatin, kasein dan pepton memiliki ikatan peptida, sedangkan
fenol tidak. Beberapa hal yang menyebabkan kesalahan pada saat pengerjaan antara
lain penggunaan volume reagen yang tidak tepat, atau pemanasan yang kurang
lama, adanya faktor kesalahan saat pengerjaan, bahan/reagen yang rusak, atau kadar
yang terlalu kecil (0.02%) sehingga tidak terdeteksi oleh pereaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin R. 2011 Identifikasi Asam Amino [online]. Diakses pada 5 Maret 2018
pukul 13.23 WIB.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama.
Anna P, Supriyanti FMT. 2009. Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta (ID)
: Universitas Indonesia Press.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID) : Erlangga.
Chairunisah R. 2011. Karakteristik asam amino daging kerang tahu (Meretrix
Meretrix), Kerang Salju (Pholas Dactylus) dan Keong Macan (Babylonia
Spirata) [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Hames D, Hooper N. 2005. Biochemistry 3th edition. New York (USA) : Taylor
and Francis.
Katili AS. 2009. Struktur dan fungsi protein kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu. 2(5):19-
29.
Nurlely, Muslimah, Triyasmoro L. 2014. Pengujian Daya Cerna Protein Ikan
Haruan (Channa striata) Asal Kota Banjarmasin. Jurnal Pharmascience.
2(1) : 76-80.
Santoso H. 2008. Protein dan Enzim [artikel]. www.hheruswn.teach-nology.com.
Diakses pada 5 Maret 2018 pukul 13.11 WIB.
Sari DP, Haryanto T. 2014. Penerapan Algoritme Viterbi pada Hidden Markov
Model (HMM) untuk Prediksi Struktur Sekunder Protein. Seminar Nasional
Teknologi Informasi XI Tahun 2014. Bogor.
Sitompul S. 2004. Analisis asam amino dalam tepung ikan dan bungkil kedelai.
Jurnal Buletin Teknik Pertanian. 9(1):33-37.
Wibowo L. 2009. Deskripsi dan macam-macam tingkatan struktur protein.
Bandung (ID).
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai