Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH UJIAN TENGAH SEMESTER

KONSEP PENGAMANAN DI RUMAH SAKIT DAN PERAN TENAGA


SATUAN PENGAMANAN DALAM AKREDITASI RUMAH SAKIT

Disusun Oleh :
Dedi Wahyudi
(150520031)

Pembimbing :
drg. Sri Rahayu, MMR, Ph.D

PASCA SARJANA
PROGRAM ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Keamanan merupakan kebutuhan dasar manusia prioritas kedua berdasarkan
kebutuhan fisiologis dalam hirarki Maslow yang harus terpenuhi selama
hidupnya, sebab dengan terpenuhinya rasa aman setiap individu dapat berkarya
dengan optimal dalam hidupnya. Mencari lingkungan yang betul-betul aman
memang sulit, maka konsekuensinya promosi keamanan berupa kesadaran dan
penjagaan adalah hal yang penting. Ilmu kesehatan sebagai ilmu yang berfokus
pada manusia dan kebutuhan dasarnya memiliki tanggung jawab dalam mencegah
terjadinya kecelakaan dan cedera tidak hanya di lingkungan rumah sakit tapi juga
di rumah, tempat kerja, dan komunitas.
Secara umum keamanan (safety) adalah status seseorang dalam keadaan aman,
kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, finansial, politik, emosi,
pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kerusakan,
kecelakaan, atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan. Menurut Craven
keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan cedera tetapi juga membuat
individu merasa aman dalam aktifitasnya. Keamanan dapat mengurangi stres dan
meningkatkan kesehatan umum.
Di lingkungan rumah sakit konsep keamanan ini selalu di terapkan demi
menciptakan dan memelihara situasi aman, nyaman , baik untuk pegawainya
maupun pasien.
Keamanan tidak dapat tercipta dengan sendirinya, dibutuhkan sebuah system yang
terkonsep dan bersifat menyeluruh yang didukung oleh banyak pihak di rumah
sakit. System keamanan ini tentunya tidak dapat dipisahkan dari semua system
yang ada di rumah sakit itu sendiri baik secara langsung ataupun tidak langsung,
baik yang bersifat pelayanan maupun yang merupakan pendukung dari pelayanan
di rumah sakit.
Satuan tenaga pengamanan atau SATPAM merupakan bentuk konkrit dan
merupakan bagian dari perwujudan system pengamanan yang memiliki fungsi
sangat penting di rumah sakit. Secara langsung maupun tidak, keberadaan

1
SATPAM serta sistem kerja dan system pengamanan yang terpadu akan sangat
membantu rumah sakit dalam melangsungkan kegiatannya dan juga menciptakan
dan memberi rasa aman kepada pasien dan pengguna jasa rumah sakit tersebut.
Penanda kualitas layanan yang baik bagi rumah sakit adalah sertifikasi dari
akreditasi rumah sakit yang diadakan oleh KARS. SATPAM menjadi bagian yang
amat diperlukan demi terwujudnya konsep, nilai-nilai serta standar-standar yang
ada didalam akreditasi rumah sakit yang dalam kerangkanya mengedepankan
keselamatan pasien atau “Patient safety” dan juga keselamatan dan kemanan dari
seluruh bagian rumah sakit.
Berangkat dari penjabaran diatas maka dirasakan perlu dan akan sangat
bermanfaat apabila kita mampu menelaah dan mengetahui peran serta SATPAM
dalam konteks keamanan di rumah sakit dan peran serta nya di dalam akreditasi
rumah sakit.

2
BAB II
KONSEP TENAGA SATUAN PENGAMANAN DI RUMAH SAKIT

II.1. Landasan Hukum


Satuan Pengamanan atau yang biasa disingkat dengan SATPAM merupakan salah
satu implementasi dari Civil Security di Indonesia. Civil Security yaitu
penyelenggaraan pengamanan formal yang dilakukan oleh warga sipil. SATPAM
dalam konsepnya merupakan salah satu bentuk dari Pengamanan Swakarsa.
SATPAM dibentuk oleh instansi/proyek/badan usaha untuk melakukan keamanan
fisik (physical security) dalam rangka penyelenggaraan keamanan swakarsa di
lingkungan kerjanya.
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyadari bahwa polisi tidak mungkin
bekerja sendiri dalam mengemban fungsi kepolisian. Oleh karena itu, lembaga
satuan pengamanan secara resmi dibentuk pada 30 Desember 1980 melalui Surat
Keputusan Kepala Kepolisian Negara.”
SATPAM dalam pelaksanaan tugasnya dilandasi dan dilindungi secara hukum
melalui Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia ataupun Surat
Keputusan KAPOLRI. Adapun peraturan-peraturan atau surat keputusan dari
Kapolri yang mengatur tentang SATPAM adalah sebagai berikut :
 Peraturan KAPOLRI No.Pol. 24 tahun 2007 tentang Sistem Pengamanan
Manajemen Perusahaan/Instansi Pemerintahan
 Peraturan KAPOLRI No.Pol. 18 tahun 2006 tentang Pelatihan dan
Kurikulum Satuan Pengamanan
 Peraturan KAPOLRI No.Pol. 17 tahun 2006 tentang Pedoman Pembinaan
Badan Usaha Jasa Pengamanan dan Penyelamatan
 Surat Keputusan KAPOLRI No.Pol. Skep/1021/XII/2002 tentang Nomor
Registrasi dan KTA SATPAM
 Surat Keputusan KAPOLRI No.Pol. Skep/1019/XII/2002 tentang Pakaian
Seragam Satuan-Satuan Pengamanan
 Surat Keputusan KAPOLRI No.Pol. Skep/302/III/1993 tentang Tanda
Kualifikasi Pendidikan Anggota SATPAM

3
 Surat Keputusan Bersama Menaker No. KEP.275/Men/1989 dan
KAPOLRI No.Pol. Kep/04/V/1989 tentang Pengaturan Jam Kerja, Shift
dan Jam Istirahat Serta Pembinaan Tenaga Kerja Satuan Pengamanan

Oleh karena itu dalam penyelenggaraan Satuan Pengamanan di wilayah Republik


Indonesia harus mentaati aturan-aturan yang ada tersebut.
Landasan hokum diatas secara umum menjadi pijakan bagi SATPAM dalam
menjalankan system keamanan dan tugas pengamanannya. Seperti halnya tempat
ataupun badan usaha lainya, SATPAM di rumah sakit juga tidak memiliki
peraturan dan landasan hokum yeng berbeda. Sehingga secara garis besar akan
ditemui kesamaan fungsi utama dan tugas antara SATPAM yang bertugas di
sebuah badan usaha selain rumah sakit dengan SATPAM yang bertugas di rumah
sakit

II.2. Definisi Tenaga Satuan Pengamanan


Kepolisian Negara Republik Indonesia menyadari bahwa Polisi tidak mungkin
bekerja sendiri dalam menciptakan masyarakat dan lingkungan yang aman dan
tertib, hal inilah yang mendorong terbentuknya satpam di Indonesia. Kapolri
(ketika itu dijabat Jenderal Polisi (Purn) Prof. DR. Awaloedin Djamin )
mengeluarkan Surat Keputusan Kapolri; No. SKEP/126/XII/1980 tertanggal 30
Desember 1980 Tentang Pola Pembinaan Satuan Pengamanan.
Selanjutnya, pada 30 Desember 1993, Polri mengukuhkan Jenderal Polisi (Purn)
Prof. DR. Awaloedin Djamin menjadi Bapak Satpam dan menetapkan hari
lahirnya Satpam Indonesia pada tanggal 30 Desember.
Satuan Pengamanan yang selanjutnya disingkat Satpam adalah satuan atau
kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan
pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan
kerjanya” (Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan
dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah, BAB I, Pasal 1, Ayat 6).

4
Konteks pemahaman “Satuan atau kelompok”, ini berarti seorang Satpam bisa
bertugas menempati Pos Penjagaan seorang diri atau berkelompok yang disertai
Kepala SATPAM, Komandan Regu (DANRU) atau anggota senior.
Sedangkan yang dimaksud dengan “Petugas” mengandung arti bahwa Satpam
adalah masyarakat biasa yang telah dididik dan dilatih dalam bidang keamanan.
Dididik dan dilatih di Lembaga Pendidikan atau BUJP yang telah memenuhi
syarat dan setelah selesai mengikuti pendidikan mendapatkan ijazah SATPAM
resmi dari POLDA setempat. Bagi anggota SATPAM yang bertugas
mengamankan sebuah area tugasnya, maka ia harus membawa Kartu Tanda
Anggota (KTA) SATPAM yang didapatkan dari POLDA setempat dan
melampirkan Sertifikat SATPAM.
Seiring dengan berjalannya waktu, SATPAM dituntut untuk lebih profesional baik
dari segi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, prosedur, proses dan
SDM nya, maka dikeluarkanlah Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia No 24 Tahun 2007 Tanggal 10 Desember 2007 mengenai Sistem
Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga
Pemerintah.

II.3. Tugas, Fungsi Dan Peran Tenaga Satuan Pengamanan

II.3.1. Tugas Pokok Tenaga Satuan Pengamanan

Petugas satuan pengamanan mengemban tugas kepolisian secara terbatas baik


secara area kerja maupun kewenangannya. Tugas Pokok Satpam adalah
“Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban di lingkungan atau tempat kerjanya
yang meliputi aspek pengamanan fisik, personel, informasi dan pengamanan
teknis lainnya” (PERKAPOLRI No. 24 Tahun 2007, BAB III, Pasal 6, Ayat 1).
Pengamanan Fisik adalah segala usaha dan kegiatan untuk mencegah atau
mengatasi timbulnya ancaman dan gangguan keamanan dan ketertiban lingkungan
suatu instansi, proyek atau badan usaha secara fisik melalui kegiatan pengaturan,
penjagaan serta kegiatan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Objek yang diamankan dan ditertibkan pada saat pengamanan fisik, adalah :

5
 Asset : Benda bergerak – benda tidak bergerak, gedung, harta benda, dll.
 Personil : konsumen, klien atau pasien, atasan, manajemen, nasabah,
supplier, pengunjung, tamu, rekan, dll.
 Informasi : nomor telepon pribadi staff, keberadaan staff, proses produksi,
kekuatan pengamanan, data-data perusahaan, dll.

Selain keamanan fisik, beberapa tugas pokok yang diemban seorang petugas
satuan pengamanan antara lain :

 Mencegah dan deteksi dini penyusup, kegiatan atau orang yang masuk
secara tak sah, vandalisme atau penerobos/peloncat pagar di wilayah kuasa
tempat perusahaan (teritoir gebied/ruimte gebied)
 Mencegah dan deteksi dini pencurian, kehilangan, penyalahgunaan atau
penggelapan perkakas, mesin, komputer, peralatan, sediaan barang, uang,
obligasi, saham, catatan atau dokumen atau surat-surat berharga milik
perusahaan
 Melindungi (pengawalan) terhadap bahaya fisik (orang dan barang yang
menjadi aset milik perusahaan atau perorangan
 Melakukan kontrol/pengendalian, pengaturan lalu lintas (orang, kendaraan
dan barang) untuk menjamin perlindungan aset perusahaan
 Melakukan upaya kepatuhan, penegakan tata tertib dan menerapkan
kebijakan perusahaan, peraturan kerja dan praktik-praktik dalam rangka
pencegahan tindak kejahatan
 Melapor dan menangani awal (TPTKP) terhadap pelanggaran
 Melapor dan menangani kejadian dan panggilan/permintaan bantuan
Satpam, termasuk konsep, pemasangan dan pemeliharaan sistem alarm

II.3.2. Fungsi Tenaga Satuan Pengamanan

Fungsi Satpam secara garis besar adalah “Melindungi dan mengayomi lingkungan
atau tempat kerjanya dari setiap gangguan keamanan, serta menegakkan peraturan
dan tata tertib yang berlaku di lingkungan kerjanya”. (PERKAPOLRI No. 24
Tahun 2007, BAB III, Pasal 6, Ayat 2).

6
Yang dimaksud dengan melindungi adalah sebuah upaya fisik dalam menjaga atau
menyelamatkan lingkungan, tempat bertugas ataupun personil yang ada agar
terhindar dari ancaman, gangguan dan marabahaya. Sedangkan yang dimaksud
dengan mengayomi adalah memelihara dan seorang SATPAM juga harus mampu
memberikan rasa aman bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.

II.3.3. Peranan Tenaga Satuan Pengamanan

Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengemban fungsi kepolisian terbatas,


SATPAM berperan sebagai :

 Unsur pembantu pimpinan organisasi, rumah sakit, perusahaan, instansi,


lembaga pemerintah maupun swasta, serta pengguna jasa pengamanan
SATPAM di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban lingkungan atau
tempat kerjanya
 Unsur pembantu POLRI dalam pembinaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan peraturan perundang-undangan serta
menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan keamanan (security
mindedness dan security awareness) di lingkungan kerjanya.
(PERKAPOLRI No 24 Tahun 2007, BAB III, Pasal 6, Ayat 2)

Yang dimaksud dengan “pembinaan” adalah segala usaha, kegiatan dan


pekerjaan untuk membimbing, mendorong, mengarahkan, menggerakan termasuk
kegiatan koordinasi, untuk ikut serta secara aktif menciptakan, memelihara dan
meningkatkan ketertiban dan keamanan bagi diri dan lingkungan kerjanya.

Untuk menegakan peraturan perundang-undangan serta menumbuhkan kesadaran


dan kewaspadaan keamanan (security mindedness dan security awareness),
seorang anggota SATPAM pertama-tama harus tunduk dan tidak melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam semua sektor kehidupan. Di
dalam melaksanakan tugasnya, SATPAM memiliki kewenangan untuk penegakan
peraturan dan tata tertib yang berlaku karena SATPAM merupakan pembantu
pimpinan.

7
II.4. Peran Tenaga Satuan Pengamanan Di Rumah Sakit

Selain menjaga keamanan dan memberikan bantuan dalam proses pelayanan


kesehatan sesuai dengan tugas dan kemampuannya, SATPAM di rumah sakit juga
dapat membantu melayani masyarakat yang datang ke rumah sakit dengan sikap
yang ramah dan sopan sehingga image SATPAM yang selama ini terkesan galak
dan tidak bersahabat dapat dihilangkan dan masyarakatpun merasa nyaman datang
ke rumah sakit. Hal ini tidak terlepas dari tujuan dari rumah sakit yaitu
meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan pelayanan yang terbaik dan aman
kepada masyarakat.

II.4.1. Standar Prosedur Operasional Petugas Satuan Pengamanan Di


Rumah Sakit

Seperti halnya seluruh bagian di rumah sakit, baik yang memberikan pelayanan
kesehatan secara langsung kepada pasien seperti dokter, perawat, bidan, analis
laboratorium, petugas kefarmasian dan petugas fisioterapi hingga petugas non
medis atau yang tidak memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien
seperti petugas bagian keuangan, administrasi, bagian ketenagakerjaan hingga
managemen puncak yang bekerja dan melakukan aktifitas nya sesuai dengan
kebijakan, panduang dan standar operasional yang diberlakukan di rumah sakit,
anggota satuan pengamanan pun bekerja berdasarkan standar prosedur operasional
yang berlaku. Standar prosedur operasional yang menjadi kerangka kerta
SATPAM tentunya tetap mengacu pada aturan dan atau perundang-undangan
yang berlaku serta tetap berdasarkan standar-standar dan nilai ataupun indicator
yang terdapat didalam PERMENKES ataupun akreditasi rumah sakit.

Berikut adalah beberapa contoh standar prosedur operasional kerja dari SATPAM
yang biasanya diaplikasikan di rumah sakit. Standar prosedur operasional dibawah
ini dibuat mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku serta standar
akreditasi rumah sakit.

8
II.4.1.1. Standar Prosedur Operasional Pelaksanaan Kerja Satuan
Pengamanan

Standar prosedur operasional pelaksanaan kerja SATPAM:

1. Membuka pintu utama pada saat jam opening


2. Mengadakan pengecekan sekitar gedung
3. Mengontrol dan mengecek inventaris kantor
4. Mengatur antrian apabila cek body
5. Melakukan cek body terhadap karyawan yang akan istirahat dan pulang
6. Menggunakan prilaku “prosedur” dalam berhubungan dengan massa
7. Mengawasi orang yang keluar masuk
8. Melakukan pengontrolan & pemantauan jalannya kegiatan operasional
9. Mengawasi areal penjagaan ketika patroli
10. Pengawasan di area parkir terhadap kendaraan
11. Menutup pintu (jika aktivitas selesai ) dan alarm keadaan on
12. Melakukan pengontrolan kembali area penjagaan
13. Membuat mutasi harian dalam buku jurnal
14. Mengadakan pengecekan sekitar gedung
15. Memeriksa setiap kendaraan yang masuk dan keluar
16. Melakukan pendataan tamu perusahaan pada buku tamu yang telah
disediakan
17. Mengantar tamu pada tempat tujuan apabila sudah mendapat ijin untuk
bertemu
18. Melakukan pencatatan pada buku mutasi mengenai kejadian dan situasi
19. Menggunakan perilaku “senyum, sapa, salam, sopan, santun, siaga, sigap
dan sabar”
20. Ikut serta dan menjadi bagian dalam menjalankan serta menegakan aturan
yang telah ditetapkan oleh manajemen dimana termasuk melakukan
pengawasan terhadap karyawan selama kegiatan operasional
21. Melakukan pengecekan terhadap fasilitas yang ada di rumah sakit
22. Melakukan pengecekan terhadap pintu-pintu selama aktivitas dan
menyalakan lampu-lampu juga mematikannya.

II.4.1.2. Standar Prosedur Operasional Penanganan Kebakaran

Standar prosedur operasional penanganan kebakaran:

1. Pengamanan pintu emergency


 Jangan panik, usahakan tenang.
 Ingat setiap kepanikan akan mengurangi daya pikir dan gerak anda.
2. Bunyikan alarm

9
 Alarm dibunyikan untuk memberitahukan adanya kebakaran dan
melakukan langkah pengamanan.
3. Usahakan melokalisir / membatasi daerah kebakaran
 Mencegah menjalannya api lebih luas.
4. Pergunakan apar yang Cepat, Aman dan Tepat (CAT)
 Kecepatan, aman dan ketepatan memakai APAR akan berpengaruh
dalam memadamkan kebakaran.
 Jika api masih berkobar, segera usahakan memadamkan api dengan
alat Pemadam Api Ringan (APAR) atau alat pemadam lainnya
yang tersedia (karung basah).
 Jangan mempertaruhkan nyawa sia-sia karena kecerobohan diri
sendiri sehingga terjebak dalam kebakaran.
5. Matikan aliran listrik, gas dan aliran bahan bakar
 Dalam kebakaran kita harus berusaha mengurangi segala
kemungkinan dapat menambah besar kebakaran, korban dan
bahaya.
 Segera putuskan / matikan dari luar dengan mematikan saklar
induk dan segera disegel, semua sikring jangan dikutak-katik.
6. Beritahukan dinas kebakaran
 Untuk menanggulangi bahaya kebakaran yang besar dibutuhkan
bantuan khusus dari dinas kebakaran
7. Hubungi aparat kepolisian terdekat dan petugas quick respond unit dan
koordinator keamanan setempat

II.4.1.3. Standar Prosedur Operasional Pengamanan Dan Ancaman Ledakan


Bom

A. Standar prosedur operasional pengamanan ledakan bom:


1. Evakuasi secara total dilaksanakan secara tertib dengan mengambil
rute yang jauh dari daerah ledakan.
2. Amankan TKP dengan radius paling tidak 200 meter dari pusat
ledakan.
3. Hubungi tim pertolongan pertama (gawat darurat) dan pemadam
kebakaran, kemudian hubungi pihak polri c.q JIHANDAK
GEGANA POLDA setempat.
4. Koordinator memimpin penyisiran lokasi untuk mencari
kemungkinan adanya bahan peledak lainnya.
5. Bilamana ada daerah yang mencurigakan, segera amankan dan
kosongkan.
6. Buatkan laporan kejadian secara detail berdasarkan fakta-fakta di
lapangan maupun saksi-saksi yang ada.

10
7. Segera laporkan secara detail kepada aparat polri sesampainnya
mereka di TKP perihal ledakan bom, itu sendiri dan daerah / area
yang telah disisir / diperiksa.
8. Laporan lainnya yang terkait.

B. Standar prosedur operasional pengamanan ancaman ledakan bom via


telepon:
1. Penerima telepon harus bersikap tenang, wajar dan jangan panik.
2. Pancing penelepon agar bicara selama mungkin dengan berbagai
pertanyaan untuk mengenali suara penelpon.
3. Ingat dan catat pesan-pesan penelpon dan perhatikan suasana
lingkungan yang terdengar di telepon, misalnya: dialek, aksen atau
logat penelepon, suara dibelakang penelepon seperti suara mobil
lalu-lalang, dll.
4. Hubungi pihak TELKOM dari mana tempat/lokasi penelepon
tersebut berasal (jika memungkinkan)
5. Segera hubungi pihak pimpinan manajemen , coordinator
keamanan dan kepolisian wilayah terdekat (polsek) secara diam –
diam guna menghindari kepanikan orang.
6. Lakukan penyisiran untuk mencari apakah ada benda dilokasi
dengan ciri-ciri yang disebutkan oleh penelepon.
7. Apabila benda tersebut ditemukan, jangan sentuh melainkan
lakukan tindakan pengamanan di tempat kejadian perkara (TPTKP)
sambil menunggu petugas POLRI tiba.
8. Koordinir agar staff dan karyawan serta tamu/konsumen untuk
segera keluar dengan tertib.
9. Amankan semua akses keluar/masuk, orang-orang yang tidak
berkepentingan “DILARANG MASUK”

II.4.1.4. Standar Prosedur Operasional Penerimaan Surat Dan Paket

A. Standar prosedur operasional penerimaan surat pos dan umum (swasta):


1. Memeriksa surat (nama), apabila benar tertuju untuk perusahaan dan
karyawan maka diterima untuk diserahkan ke ruang kesekretariatan atau
diarahkan ke ruang informasi Atau Kesekretariatan.
2. Menyerahkan surat tersebut kepada petugas informasi Atau
Kesekretariatan.
B. Standar prosedur operasional penerimaan paket pos dan umum (swasta):
1. Memeriksa paket dan mengecek ke pihak perusahaan apakah sedang
menanti paket dari pihak luar apabila benar untuk perusahaan maka
diterima.
2. Menyerahkan paket tersebut kepada petugas Informasi atau
Kesekretariatan.

11
II.4.1.5. Standar Prosedur Operasional Patroli (Pengendalian dan
Pengawasan)

Standar prosedur operasional patroli (pengendalian dan pengawasan):

1. Pelaksanaan patroli sekitar terminal dilakukan setiap shift 1X1 jam (dapat
dilaksanakan dengan pola acak) pada waktu siang dan malam.
2. Patroli perbatasan, benteng-benteng, pagar-pagar pembatas.
3. Patroli/pemeriksaan sarana prasarana Rumah sakit, instalasi listrik dan Lampu-
lampu.
4. Patroli/pemeriksaan seluruh acces masuk rumah sakit
5. Melakukan pengawasan serta melakukan teguran dan/atau mencatat serta
melaporkan atas pelanggaran disiplin serta pelanggaran tata tertib aturan rumah
sakit, missal : merokok di daerah terlarang, berkeliaran di area rumah sakit tanpa
izin, melarang pedagang asongan masuk ke daerah perimeter dll.

12
BAB III
PERAN TENAGA SATUAN PENGAMANAN DALAM AKREDITASI
RUMAH SAKIT

III.1. Akreditasi Rumah Sakit

Saat ini masyarakat semakin sadar untuk memilih layanan kesehatan yang baik.
Beberapa contohnya adalah masyarakat saat ini tidak sungkan lagi untuk
mempertanyakan alternatif perawatan yang akan mereka terima sesuai dengan
kondisi keuangan mereka saat ini. Mereka juga tidak sungkan lagi untuk
berdiskusi dengan dokter mengenai kegunaan dan efek samping obat yang
diresepkan dokter kepada mereka. Masyarakat juga mulai kritis mempertanyakan
apakah alat kedokteran yang digunakan untuk memeriksa mereka sudah steril atau
belum. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin melihat proses sterilisasi tersebut.
Bila ada pelayanan yang dirasa kurang memuaskan, masyarakat saat ini tidak
malas lagi menegur staf medis yang bersangkutan atau mengeluarkan unek-unek
mereka melalui kotak saran. Singkatnya masyarakat mau yang terbaik untuk diri
mereka sesuai kondisi mereka saat ini.

Untuk menghadapi dinamika masyarakat sedemikian rupa, pemerintah melalui


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mewajibkan dilaksanakannya
akreditasi rumah sakit dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit
di Indonesia. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi di rumah sakit adalah UU No.
36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan
Permenkes 1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang organisasi dan tata kerja
kementerian kesehatan.

Akreditasi mengandung arti suatu pengakuan yang diberikan pemerintah kepada


rumah sakit karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Rumah sakit yang
telah terakreditasi, mendapat pengakuan dari pemerintah bahwa semua hal yang
ada di dalamnya sudah sesuai dengan standar. Sarana dan prasarana yang dimiliki
rumah sakit, sudah sesuai standar. Prosedur yang dilakukan kepada pasien juga
sudah sesuai dengan standar.

13
Berawal dari standar akreditasi Versi 2007 yang dinilai memiliki banyak
kekurangan maka KARS mengembangkan standar akreditasi versi 2012. Standar
akreditasi versi 2012 ini memiliki kelebihan yaitu lebih berfokus pada pasien; kuat
dalam porses, output dan outcome; kuat pada implementasi serta melibatkan
seluruh petugas dalam proses akreditasinya. Dengan adanya perbaikan ini
diharapkan rumah sakit yang lulus proses akreditasi ini benar-benar dapat
meningkatkan mutu pelayanannya dengan lebih berfokus pada keselamatan
pasien.

Standar akreditasi 2012 mirip dengan standar akreditasi internasional. Dalam


standar akreditasi baru ini terdapat 4 kelompok standar yang terdiri dari 1.048
elemen yang akan dinilai. Keempat kelompok standar akreditasi rumah versi 2012
yaitu:

1. Kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien


Dalam kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, komponen
penilaian selain berfokus pada hal – hal terkait pelayanan pasien dan
keluarga, mulai dari pemenuhan hak-hak pasien, pendidikan pasien dan
keluarga sampai ke pelayanan yang akan diberikan kepada pasien
2. Kelompok standar manajemen rumah sakit
Pada kelompok standar manajemen rumah sakit, komponen yang dinilai
misalnya upaya manajemen untuk memberikan dukungan agar rumah sakit
dapat memberi pelayanan yang baik kepada pasien
3. Sasaran keselamatan pasien rumah sakit
Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan lebih baik dan memperhatikan keselamatan
pasien. Jangan sampai pasien yang datang ke rumah sakit membawa
pulang penyakit yang dideritanya lagi bahkan dengan penyakit lain yang
diperolehnya dari rumah sakit tersebut.
4. Sasaran Millenium Development Goals.
Sasaran Millenium Development Goals merupakan komponen penilaian
tambahan dalam standar akreditasi rumah sakit, khusus di Indonesia.
Sasaran-sasarannya berupa penurunan angka kematian ibu dan bayi,

14
penurunan kasus HIV dan AIDS serta pengendalian tuberkulosis.

Tingkat-tingkat kelulusan berdasarkan standar akreditasi versi 2012 adalah:

1. Dasar
2. Madya
3. Utama
4. Paripurna (tingkat kelulusan tertinggi)

Dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit menggunakan standar akreditasi versi


2012 ini, surveyor akan menemui pasien untuk mencari bukti adanya peningkatan
mutu pelayanan rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien. Bila tidak
ditemukan bukti, maka proses penilaian tidak akan lanjut ke komponen lain. Saat
ini seluruh rumah sakit memiliki kewajiban untuk menjaga mutu pelayanannya
dengan melaksanakan akreditasi minimal setiap 3 tahun sekali.

III.1.1. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit

Manfaat langsung dari implementasi standar akreditasi rumah sakit adalah rumah
sakit akan lebih mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya. Rumah sakit
akan lebih “lapang dada” menerima kritik dan saran dari pasien dan keluarganya,
tidak lagi menjadi pihak yang selalu benar. Rumah sakit juga akan lebih
menghormati hak-hak pasien dan melibatkan pasien dalam proses perawatan
sebagai mitra. Dalam hal ini, pasien dan keluarganya akan diajak berdiskusi dalam
menentukan perawatan terbaik sesuai kondisi pasien saat ini.

Implementasi standar akreditasi rumah sakit juga diharapkan dapat meningkatkan


kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit telah melakukan upaya peningkatan
mutu pelayanan berdasar keselamatan pasien.

Selain itu, implementasi standar akreditasi rumah sakit juga akan menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga berkontribusi terhadap kepuasan
karyawan. Rumah sakit yang telah lulus akreditasi rumah sakit akan memiliki
modal negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan dan sumber pembayar
lainnya dengan lengkapnya data tentang mutu pelayanan rumah sakit.
Implementasi standar akreditasi rumah sakit akan dapat menciptakan budaya

15
belajar dengan adanya sistem pelaporan yang tepat dari kejadian yang tidak
diharapkan di rumah sakit.

Manfaat lain dari implementasi standar akreditasi rumah sakit adalah


terbangunnya kepemimpinan kolaboratif yang menetapkan kualitas dan
keselamatan pasien sebagai prioritas dalam semua tahap pelayanan.

Berikut adalah beberapa manfaat implementasi standar akreditasi rumah sakit


pada tingkatan operasional pelaksanaan di lapangan bagi rumah sakit, staf medis
dan keperawatan, pegawai rumah sakit serta untuk pasien dan keluarga :

III.1.1.1. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit Bagi Rumah Sakit

1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit


yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi
lebih efisien
3. Menciptakan lingkungan internal rumah sakit yang lebih kondusif untuk
penyembuhan, pengobatan dan perawatan pasien
4. Mendengarkan pasien dan keluarga, serta menghormati hak-hak pasien
serta melibatkan mereka adalah proses perawatan
5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat
atas pemberian pelayanan kesehatan
6. Diakui oleh Konsumen, Pemerintah, dan perusahaan terkait
7. Dapat membentuk kerangka kerja menuju struktur manajemen yang
terintegrasi dan fokus

III.1.1.2. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit Bagi Staf Medis dan


Keperawatan

1. Memfasilitasi kepemimpinan dengan meningkatkan kualitas dalam


pengobatan dan perawatan
2. Meningkatkan kepuasan dalam athmosfer bekerja, kepemimpinan dan
pertanggungjawaban

16
3. Memfasilitasi proses yang jelas dalam menjamin bahwa kompetensi sesuai
dengan tanggungjawab klinis dan kompetensi tersebut terpelihara bahkan
berkembang
4. Membentuk kerangka kerja untuk akuntabilitas yang professional
5. Pengembangan Etika Profesional, dalam bidang:
a. Kualitas pelayanan medis dan keperawatan
b. Komunikasi scientific atau professional
c. Pengembangan rencana dan kebijakan
6. Memberikan suatu kerangka kerja untuk menggabungkan “ilmu
pengetahuan” dengan peningkatan kualitas, berupa:
a. Pedoman tindakan
b. Alur pelayanan kesehatan dan keperawatan
c. Penelitian
7. Memberikan perhatian terhadap pendidikan profesi para profesional
kesehatan di rumah sakit.

III.1.1.3. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit Bagi Pegawai Rumah Sakit

1. Menghargai aspirasi pegawai


2. Mengukur kepuasan pegawa
3. Keterlibatan dalam aktivitas untuk peningkatan kualitas
4. Meningkatkan keselamatan dan keamanan pegawai
5. Memfasilitasi program kesehatan karyawan
6. Adanya batasan yang jelas mengenai otoritas dan akuntabilitas
7. Menumbuhkan kinerja “Team Work” dan budaya kerja yang positif
8. Mendukung pendidikan dan pengembangan sumber daya pegawai
9. Pergeseran dari keragaman individu menjadi keragaman proses dalam
meningkatkan kualitas.
10. Kepemimpinan yang kuat dan mendukung perkembangan positif serta
jenjang karir dari pegawai
11. Memiliki informasi untuk pegawai agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik

17
III.1.1.4. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit Bagi Pasien dan Keluarga

1. Akses terhadap kualitas menjadi lebih baik


2. Hak-hak pasien dihormati dan dilindungi
3. Pendidikan dan komunikasi yang mudah dipahami
4. Kepuasan pasien dievaluasi
5. Partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam proses pelayanan dan
asuhan keperawatan
6. Nilai-nilai keluarga diperhatikan dalam proses pelayanan
7. Pelayanan pasien menjelang kematian dan manajemen nyeri sesuai dengan
kebutuhan pasien
8. Proses yang jelas dalam menyelesaikan masalah pelayanan atau
mengajukan komplain

Melihat manfaat yang sedemikian besarnya maka rumah sakit dituntut mampu
mengikuti standar yang ada dalam akreditasi rumah sakit. Untuk dapat
mewujudkannya maka rumah sakit harus terakreditasi sesuai dengan tingkatannya
dan harus mendapatkan dukungan sepenuhnya dari semua unsur yang ada di
rumah sakit. Dukungan untuk mencapai akreditasi hendaknya datang dari semua
lapisan pemangku kepentingan dan seluruh system yang berjalan di rumah sakit
mulai dari pemilik, managemen hingga seluruh lapisan di rumah sakit tidak
terkecuali system pengamanan yang didalamnya terdapat unsur tenaga satuan
pengamanan rumah sakit.

III.2. Konsep Patient Safety Di Rumah Sakit

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem keselamatan bagi pasien
tersebut meliputi:

1. Assesment Risiko
2. Identifikasi Risiko
3. Pengelolaan Risiko (Laporan dan Analisa)

18
4. Tindak Lanjut (Implementasi Solusi).

Patient Safety atau keselamatan pasien tertuang kedalam Tujuh Standar


Keselamatan Pasien yang dijelaskan di dalam peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh pemerintan dan isntansi yang terkait. Standar keselamatan
pasien juga dijabarkan didalam standar akreditasi rumah sakit di segala aspek
yang ada di rumah sakit, baik dari segi fisik bangunan rumah sakit, fasilitas dan
asset, sumber daya manusia hingga system yang menunjang kegiatan rumah sakit
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Pasal 7 ayat (2) meliputi:

1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
rumah sakit harus dibuat sebuah system dan mekanisme mendidik pasien
dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga
dapat:

19
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban pembiayaan dan keuangan yang disepakati
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Rumah sakit harus senantiasa menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri
sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya yang ada di rumah sakit
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik,
sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit” di lingkungan rumah sakit itu sendiri
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
a. Pimpinan rumah sakit harus mampu mendorong dan menjamin

20
keberlangsungan implementasi program keselamatan pasien
melalui penerapan “7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program mengurangi KTD
c. Pimpinan mendoronh tumbuhnya komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
tingkatkan keselamatan pasien
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, dengan
kriteria sebagai berikut:
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden,
termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah,
membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal
berkaitan dengan insiden
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis
insiden
7) Terdapat kolaborasi dankomunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan system informasi yang
dibutuhkan

21
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteri yang bersifat objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a. Rumah sakit harus memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan tersebut dengan
keselamatan pasien secara jelas.
b. Rumah sakit hendaknya menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien,
dengan kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
didalamnya memuat topic yang terkait dengan keselamatan
pasien
2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
a. Rumah sakit secara menyeluruh membuat perencanaan dan
mendesain proses manajemen informasi kselamatan pasien untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat, dengan
disediakannya anggaran tersendiri untuk merencanakan dan
mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan
informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien

22
III.2.1. Tujuan Dari Diterapkannya Patient Safety

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit


2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan
5. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung
rumah sakit
6. Mempertahankan serta menjaga reputasi dan nama rumah sakit
7. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien

III.2.2. Manfaat Patient Safety Di Rumah Sakit

1. Budaya keamanan meningkat dan berkembang


2. Komunikasi dengan pasien berkembang
3. Kejadian tidak diharapakn (KTD) menurun
4. Risiko klinis menurun
5. Keluhan berkurang
6. Mutu pelayan Rumah Sakit meningkat
7. Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti dengan
kepercayaan diri yang meningkat
- Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada

III.3. Peran Tenaga Satuan Pengamanan Dalam Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit versi 2012 membagi standar kedalam 15 bab atau
kelompok kerja (POKJA) yang dijelaskan dalam 323 standar dan diuraikan
dengan rinci kedalam 1218 elemen penilaian, antara lain :

1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)


2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
3. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)
4. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

23
5. Sasaran Millenium Development Goals (MDGs)
6. Akses Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)
7. Asesmen Pasien (AP)
8. Pelayanan Pasien (PP)
9. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
10. Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
11. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
12. Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS)
13. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
14. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP)
15. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

Dari 15 POKJA diatas kemudian dilakukan penilaian. Proses penilaian akreditasi


rumah sakit meliputi :

A. Sumber data :
1. Wawancara : Pada pimpinan rumah sakit, staf serta kepada pasien
dan keluarganya (minimal 4 orang)
2. Observasi : Fasilitas, alat, prosedur tindakan, dll
3. Kelengkapan dokumen :
- Kebijakan atau Surat keputusan pimpinan rumah sakit
- Pedoman
- Standar prosedur operasional
- Bukti pelaksanaan kegiatan
- Program kerja
- Laporan harian dan bulanan, dll.

B. Cara penilaian :
1. Tim penilai (surveyor) akan berada di rumah sakit selama ± 3 hari
yang terdiri dari 3 orang (manajemen, medis dan keperawatan)
2. Pimpinan rumah sakit mempresentasikan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
3. Dilanjutkan dengan telaah dokumen, telaah rekam medik tertutup

24
dan telaah rekam medik terbuka serta survey lapangan
4. Penilaian lapangan ditekankan pada telusur pasien untuk di
wawancarai/ observasi langsung atas pelayanan kesehatan yang
telah/sedang/akan diterima pasien
5. Dalam waktu yang bersamaan, kelengkapan dokumen akreditasi
juga di observasi dan ditanyakan pada jajaran staf dan pimpinan
rumah sakit
6. Temuan atas ketidaklengkapan dokumen/ kekurangan mutu
pelayanan harus diperbaiki saat itu setelah mendapat rekomendasi
surveyor
7. Telusur lingkungan terhadap fasilitas rumah sakit
8. Telusur KPS
9. Presentasi FMEA, Pedoman Praktik Klinis/Clinical Pathways,
Risk Manajemen Dan IKP (Insiden Keselamatan Pasien)
10. Wawancara dengan pimpinan rumah sakit
11. Exit Conference bersama seluruh jajaran managemen rumah sakit

Dari penjelasan singkat mengenai standar dan pembagian kelompok kerja dalam
akreditasi rumah sakit serta cara penilaian dan unsur-unsur yang dinilai
didalamnya. Jelas tergambar bahwa keberadaan SATPAM di rumah sakit
sangatlah penting dan dibutuhkan. Tidak hanya untuk menjalankan fungsi
pengamanan kegiatan di rumah sakit, SATPAM jelas juga memiliki peranan yang
penting dalam akreditasi rumah sakit baik secara langsung sebagai pelaksana
ataupun secara tidak langsung sebagai sebuah system yang menunjang kegiatan
rumah sakit yang dilakukan oleh unit yang lain di dalam maupun di luar rumah
sakit.
SATPAM juga menjadi bagian penting dari pengaplikasian kebijakan dari
pimpinan dan managemen rumah sakit serta menjadi perwakilan pimpinan dan
managemen rumah sakit dalam membangun hubungan baik dengan lingkungan
luar sekitar rumah sakit terkait dengan optimalisasi pengamanan rumah sakit.
Contoh perananan tenaga satuan pengamanan dalam akreditasi rumah sakit
mengacu pada 15 POKJA diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

25
 Mengidentifikasi gelang identitas, apabila ada pasien pulang
gelang masih terpakai.
 Melakukan tehnik cuci tangan dan melaksanakan 5 (lima
momen):
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Sesudah kontak dengan pasien
3) Sebelum melakukan tindakan aseptic
4) Sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien
5) Sesudah kontak dengan lingkungan pasien
 Melakukan skreening risiko jatuh: baik di rawat jalan maupun di
IGD bila melihat pasien yang resiko jatuh segera melakukan
tindakan pertolongan dan mengambil alat transport seperti kursi
roda atau blankar.
2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
 Menjaga privasi pasien: bila sedang dilakukan tindakan mengawasi
agar orang lain tidak melihat pasien sedang dilakukan tindakan
yang membuka aurat di IGD atau di unit pelayanan lainnya
 Menjaga dan memelihara barang milik pasien yang dititipkan
 Mengingatkan agar tetap menjaga barang berharga atau
menghimbau untuk tidak membawa barang berharga bila pasien
dirawat di RS
 Menjaga keamanan dan ketertiban pengunjung RS sesuai jam
besuk
 Mengawasi tempat penitipan barang-barang
 Menyerahkan kartu tunggu pasien
 Menanyakan pengunjung yang akan membesuk pasien, khususnya
di ruang Paviliun, terkait hak pasien untuk tidak boleh dibesuk
 Memberikan penjelasan tentang tata tertib atau hal-hal yang
berhubungan dengan jenis pelayanan yang ada di RS, apabila
ditanya oleh pasien/ pengunjung pasien
3. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)
 Menginformasikan kawasan RS adalah kawasan bebas rokok

26
 Menegur pasien, pengunjung, karyawan RS apabila tidak
mengindahkan peraturan dilarang merokok
 Memberikan penjelasan tentang larangan membuang sampah
sembarangan
 Memberikan penjelasan kepada pengunjung pasien apabila pasien
batuk, bersin atau membuang ludah sembarangan
4. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
 Bersikap sopan dan memberikan salam apabila berjumpa dengan
pelanggan baik pasien, pengunjung pasien, tamu, karyawan rumah
sakit
 Membantu menyelesaikan permasalahan dan mencegah kerusakan
apabila terjadi komplain pasien yang mengarah kepada
pengrusakan properti rumah sakit
 Melaporkan kepada petugas yang berwenang / kompeten apabila
terjadi insiden keselamatan pasien RS (pasien jatuh, pasien tidak
sadar)
5. Sasaran Millenium Development Goals (MDG’s)
 Bertugas di area Rawat Gabung untuk mengawasi pasien bayi
rawat gabung yang keluar masuk ruang perawatan
 Menanyakan identitas dan kelengkapan administrasi apabila
melihat bayi yang digendong keluar dari RS untuk menghindari
penculikan bayi
 Mengawasi CCTV ruang rawat gabung
 Menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan pasien yang
mendapatkan obat di klinik Seroja dan PTRM dan sekitarnya
 Melakukan screening batuk: apabila menemukan pengunjung yang
batuk ditanyakan apakah batuknya sudah lebih 3 bulan?. Jika Ya,
maka pengunjung atau pasien diberikan masker untuk dipasang
dan ditempatkan di ruang tunggu khusus pasien batuk, serta
melaporkan ke petugas poli yang akan dikunjungi bahwa pasien
mempunyai riwayat batuk 3 bulan

27
 Mengawasi pengunjung pasien khususnya di sekitar ruang Poli
Paru agar tidak batuk, meludah, berdahak sembarangan.
6. Akses Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan (APK)
 Melakukan transportasi pasien dengan kategori pasien 0 – 0,5
(khusus yang sudah menjalani pelatihan Bantuan Hidup Dasar)
 Mendampingi pasien rujukan eksternal bersama petugas
medis/perawat ambulan\
 Membantu kelancaran sistim antrian pasien di poliklinik rawat
jalan
 Membantu transportasi dari ambulan ke ruang triase IGD.
7. Asesmen Pasien (AP)
 Membantu pemberi asuhan dan pelayanan kesehatan untuk
merasa aman dengan memastikan kondisi kerja dan
berlangsungnya pelayanan dalam kondisi aman, terkendali dan
kondusif
8. Pelayanan Pasien (PP)
 Membantu kelancaran pelayanan di IGD dan di Rawat Jalan
 Membantu kelancaran pelayanan di ruang perawatan jika
diperlukan
 Mengarahkan pasien ke unit yang dituju
9. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
 Memastikan dan menjamin keamanan berlangsungnya proses
anestesi dan pembedahan
 Mampu melaksanakan evakuasi sumber daya dan pasien serta
tenaga medis yang ada di dalam instalasi anestesi dan bedah
ketika terjadi bencana
10. Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
 Mengawasi antrian di apotek rawat jalan
 Menertibkan antrian di apotek rawat jalan
 Memastikan keamanan proses stock of name
 Memastikan keamanan proses pengisian depo obat di masing-
masing unit

28
 Melakukan pengawasan dan penjagaan gudang farmasi dan alat
kesehatan
 Melakukan prosedur pemeriksaan kepada pengantar barang
farmasi dan alat kesehatan serta saat dilakukan serah terima
11. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
 Mencatat nama pasien korban kecelakaan lalu lintas yang masuk
ke IGD, pengantar pasien, petugas atau POLISI (nomor telepon
yang dapat dihubungi), tempat kejadian dan kronologis kejadian
 Membantu mencarikan tempat atau ruangan yang kosong melalui
petugas pendaftaran
12. Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS)
 Mengikuti pelatihan Bantuan Hidup Dasar
 Mengikuti pelatihan cuci tangan
 Mengikuti pelatihan penggunaan APAR
 Mengikuti pelatihan Keselamatan Pasien rumah sakit
 Mengikuti pelatihan Pelayanan Prima
 Menjadi bagian yang aktif dalam kegiatan diklat rumah sakit
 Mengamankan kegiatan pelatihan, seminar, pertemuan atau[un
workshop yang diselenggarakan di lingkungan rumah sakit
13. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
 Melakukan cuci tangan sesuai panduan cuci tangan
 Melaksanakan 5 momen cuci tangan
 Mengawasi pengunjung yang merokok, meludah, membuang
sampah sembarangan
 Melakukan pengawasan terhadap mobilisasi limbah rumah sakit
 Melakukan pengawasan terhadap mobilisasi kegiatan persiapan,
distribusi dan penyajian makanan bagi pasien dan karyawan rumah
sakit
 Melakukan pengawasan terhadap rangnkaian proses kegiatan
mobilisasi linen rumah sakit
14. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP)
 Melatih baris berbaris

29
 Melatih petugas upacara
 Mampu menjadi pimpinan proses evakuasi ketika terjadi bencana
 Mampu mendidik staff dan karyawan lain dalam melangsungkan
proses evakuasi
 Mampu menjadi perwakilan pimpinan rumah sakit terkait
keamanan dan pengawasan kegiatan operasional rumah sakit
 Memahami tugas selaku penggerak utama pengamanan dan
pengawasan di lingkungan rumah sakit
 Mampu menjalin hubungan baik dengan lingkungan rumah sakit
terkait dengan optimalisasi kegiatan dan system pengamanan
rumah sakit itu sendiri
15. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
 Mengikuti pelatihan bencana di RS (kode red/merah)
 Mengaktifkan kode merah, bila terjadi kebakaran
 Menelpon pemadam kebakaran bila terjadi kebakaran besar
 Menjadi pimpinan penanggulangan kebakaran bila ada kebakaran
sedang
 Mengawasi lingkungan dan pengamanan areal kebakaran
 Mengawasi dan melaporkan apabila ada korsleting listrik, kabel
yang terkelupas, lampu yang menyala terus
 Memadamkan pendingin di ruangan kantor atau ruangan yang
tidak digunakan
 Mengawasi tempat pembuangan limbah dan bahan medis di
tempat sanitasi agar bebas dari pengunjung dari luar masuk ke area
tersebut

30
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Keamanan merupakan kebutuhan dasar manusia, prioritas kedua dalam hirarki
Maslow yang harus terpenuhi selama hidupnya. Mencari lingkungan yang betul-
betul aman memang tidak mudah, konsekuensinya promosi keamanan berupa
kesadaran dan penjagaan menjadi hal yang penting.
Keamanan tidak dapat tercipta dengan sendirinya, dibutuhkan sebuah system yang
didukung oleh banyak pihak. Di lingkungan rumah sakit konsep keamanan ini
harus selalu di terapkan demi menciptakan dan memelihara situasi aman, nyaman,
baik untuk pegawainya maupun pasien dan keluarganya.
Satuan tenaga pengamanan atau SATPAM merupakan bentuk konkrit dari
perwujudan system pengamanan yang memiliki fungsi sangat penting di rumah
sakit. Secara langsung maupun tidak, keberadaan SATPAM serta system
pengamanan yang terpadu akan sangat membantu keberlangsungan kegiatan
rumah sakit dan menciptakan rasa aman kepada pasien dan pengguna jasa rumah
sakit tersebut.
Rumah sakit saat ini dituntut mampu meberikan pelayanan berkualits disegala
sendi. Penanda kualitas layanan yang baik bagi rumah sakit adalah sertifikasi dari
akreditasi rumah sakit oleh KARS dengan standar-standar yang ada didalamnya
yang wajib dipenuhi oleh rumah sakit. SATPAM diperlukan demi terwujudnya
konsep, nilai-nilai serta standar-standar yang ada didalam akreditasi rumah sakit
yang mengedepankan keselamatan pasien atau “Patient Safety” dan seluruh
bagian rumah sakit.
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan
pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
SATPAM juga mempunyai peran yang penting dalam penegakkan konsep
“Patient Safety” di rumah sakit. Satpam berperan dalam menyediakan jam,inan
keamanan secara fisik bagi kegiatan di rumah sakit. Selain itu SATPAM juga

31
berperan sebagai unsur pembantu POLRI dalam pembinaan keamanan dan
ketertiban masyarakat di lingkungan kerjanya tidak terkecuali di rumah sakit.
Selain menjaga keamanan dan memberikan bantuan dalam proses pelayanan
kesehatan sesuai dengan tugas dan kemampuannya, SATPAM juga dapat
membantu dengan cara bersikap ramah dan sopan kepada pengguna layanan
rumah sakit sehingga pasien dan keluarga merasa nyaman datang ke rumah sakit.
Hal selaras dengan tujuan rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan
terbaik dan aman kepada masyarakat.
Untuk menghadapi dinamika masyarakat yang telah menyadari akan kebutuhan
terhadap pelayanan kesehatan yang baik, aman dan berkualitas, pemerintah
melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mewajibkan dilaksanakannya
akreditasi rumah sakit dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit
di Indonesia.
Implementasi standar akreditasi rumah sakit juga diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit telah melakukan upaya peningkatan
mutu pelayanan berdasar keselamatan pasien. Implementasi standar akreditasi
rumah sakit juga menciptakan lingkungan kerja yang positif bagi karyawan.
Rumah sakit yang telah lulus akreditasi rumah sakit akan memiliki modal
negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan dan sumber pembayar lainnya
dengan lengkapnya data tentang mutu pelayanan rumah sakit.
Dalam standar akreditasi rumah sakit peranan SATPAM sangatlah penting. Tidak
hanya untuk menjalankan fungsi pengamanan, SATPAM juga berperanan penting
sebagai sebuah system yang menunjang kegiatan rumah sakit.
SATPAM juga menjadi bagian penting dari pengaplikasian kebijakan dari
pimpinan dan managemen rumah sakit serta menjadi perwakilan pimpinan dan
managemen rumah sakit dalam membangun hubungan baik dengan lingkungan
luar sekitar rumah sakit terkait dengan optimalisasi pengamanan rumah sakit.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan KAPOLRI No.Pol. 24 tahun 2007 tentang Sistem Pengamanan


Manajemen Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga
Pemerintah.
2. Surat Keputusan KAPOLRI No.Pol. Skep/591/XI/2009 tanggal 5
November 2009 tentang Pedoman Spesifikasi Teknis Seragam dan Atribut
Satuan Pengamanan.
3. Surat Keputusan KAPOLRI No.Pol. Skep/1021/XII/2002 tentang Nomor
Registrasi dan KTA SATPAM.
4. Surat Keputusan Bersama MENAKER No. KEP.275/Men/1989 dan
KAPOLRI No.Pol. Kep/04/V/1989 tentang Pengaturan Jam Kerja, Shift
dan Jam Istirahat Serta Pembinaan Tenaga Kerja Satuan Pengamanan.
5. Undang - Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.
6. PERMENKES RI No. 1691 Tahun 2009 Tentang Keselamatan Pasien.
7. PERMENKES RI No. 012 Tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit.
8. KEPMENKES RI No. 432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman
Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit.
9. DITJEN PAUDNI RI (2013). Norma, Standart, Prosedur Dan Kriteria
Keamanan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal,
dan Informal Republik Indonesia, Jakarta, 2103.
10. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) Edisi
ke-2, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2008.
11. Dokumen Akreditasi Rumah Sakit Untuk POKJA Sasaran Keselamatan
Pasien (SKP) Standar Pelayanan Rumah Sakit KARS Dan JCI, Komisi
Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta, September 2014.
12. Pedoman Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pusat Pertamina , Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pusat Pertamina , Jakarta, 2014.
13. Modul Pelatihan Untuk Pelatih Keselamatan Pasien, Kolaborasi Bidang
Pendidikan Proyek Pengembangan Pusat Pendidikan & Penelitian dan Dua
Rumah Sakit Pendidikan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

33
Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia , Jakarta, 2015.
14. Panduan penyusunan Dokumen Akreditasi Rumah Sakit , Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Jakarta, 2013.
15. Sutoto at All. (2012), Akreditasi Rumah Sakit , Komisi Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) , Jakarta, 2012.
16. Satya Dwi Prabowo. W (2007), Peranan Satuan Pengamanan (SATPAM)
Dalam Pengamanan TKP Dan Barang Bukti (Studi Di Poltabes Surakarta),
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Solo, 2007.
17. Badriyah. S (2016), Peran Shift Kerja Di Dalam Kinerja Satpam
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,
Malang, 2016.
18. Donaldi. A (2011), Pelaksanaan Perjanjian Penyediaan Jasa Satuan
Pengaman (Satpam) Antara PT.PLN (PERSERO) Cabang Padang Dengan
PT. Cahaya Citra Mulia (CCM) - Fakultas Hukum Universitas Andalas
Padang , Padang, 2011.
19. Belinda Melur. (2013), Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien , Tim
Keselamatan Pasien RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, Malang, 2013.

34

Anda mungkin juga menyukai