Vertigo
Disusun oleh :
Ragabi Reza Nektara
20164011111
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Ragabi Reza Nektara
20164011111
Disahkan oleh :
Dosen Pendidik Klinis,
2
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Nn. E
Umur : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngelosari, Tuntang
Dirawat : 1 Juni 2017
Subjektif
3
keluhan. Mual (+) muntah (-) disertai rasa tidak nyaman di perut terutama
di ulu hati. Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman di telinga terasa seperti
berdenging.
RPD :
o belum pernah mengalami hal serupa
o riwayat Diabetes dan Hipertensi disangkal
o riwayat Stroke disangkal
o riwayat cedera / trauma kepala disangkal
o riwayat gangguan telinga disangkal
o riwayat alergi obat dan makanan disangkal
RPK :
o Tidak ada riwayat penyakit serupa dalam keluarga
o Riwayat DM dan HT dalam keluarga disangkal
RPSos :
o Pasien tidak sedang memiliki masalah yang berat/ tidak sedang
banyak pikiran.
Objektif
4
Suara dasar vesikuler : +/+
Suara ronkhi :-/- Suara wheezing : -/-
Abdomen
o Inspeksi: datar, stria (-)
o Auskultasi : bising usus (+) Normal
o Perkusi dan Palpasi :
Nyeri tekan (+) ulu hati
Timpani
Ascites (-)
1 Sistem Motorik
2 Gerakan Involunter
5
Mioklonik (-) (-)
3 Refleks Fisiologis
4 Refleks Patologis
6
6 Trofi E/E E/E
3 Oculomotorius - Ptosis - -
- Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
- Bentuk Pupil Bulat Bulat
- Refleks Cahaya + +
pada Pupil
(direct)
- Reflek N N
Akomodatif
(indirect)
4 Oculomotorius, - Melirik ke medial N N
Throclearis, - Melirik ke medial N N
Abducens bawah
- Melirik ke lateral N N
- Diplopia - -
7
5 Trigeminus Fungsi Sensorik
- Sensibilitas dahi N N
- Sensibilitas pipi N N
- Sensibilitas dagu N N
Fungsi Motorik
- Menggigit N N
- Membuka Mulut N N
6 Facialis - Mengerutkan dahi N N
- Menggembungkan N N
pipi N N
- Menutup mata N N
7 Vestibulocochlearis - Mendengarkan N N
arloji
- Mendengarkan N N
gesekan tangan
- Tes garpu tala Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
8 Glosopharingeus - Suara sengau -
- Reflek muntah Tidak dilakukan
9 Vagus - Gangguan -
menelan
- Afonia / Disfonia N
10 Asesorius - Kekuatan N N
trapezius
- Kekuatan N N
sternomastoideus
11 Hipoglossus - Menjulurkan lidah N
- Artikulasi Jelas
- Tremor lidah -
- Trofi lidah -
8
Pemeriksaan penunjang
Assesment
Vertigo BPPV
Terapi
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai
dalam praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
10
Fisiologi Alat Keseimbangan
Pusat integrasi pertama diduga berada pada inti vestibularis, menerima impuls
aferen dari propioseptif, visual dan vestibuler. Serebelum selain merupakan pusat
integrasi kedua juga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang
berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, karena memori gerakan
yang dialami di masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain
11
serebelum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal
korteks memori.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin
tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula.
12
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses
depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka
terjadi hiperpolarisasi.
Labirin terdiri dari dua struktur otolit, yaitu utrikulus dan sakulus yang
mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ
reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-
kira dibidang kanalis semisirkularis horizontal. Makulus sakulus terletak di
dinding medial sakulus dan terutama terketak di bidang vertikal. Pada setiap
macula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut
13
otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari
partikel kalsium yang menyebabkan BPPV.
Patofisiologi
Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak
normal atau adanya gerakan yang aneh /berlebihan, maka tidak terjadi proses
pengolahan yang wajar dan muncul vertigo. Selain itu terjadi pula respon
penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal dari
mata (nistagmus), unsteadiness/ataksia waktu berdiri atau berjalan dan gejala
lainnya. Sebab pasti mengapa terjadi gejala tersebut belum diketahui.
14
dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nnistagmus (usaha
koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum)
atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori
rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan
sentral sebagai penyebab.
Reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi tidak sesuai
dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri. Lama
kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang dihadapi
sama dengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi. Makin besar
ketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori maka makin hebat
sindroma yang muncul. Makin lama proses sensory rearrangement maka makin
lama pula adaptasi orang tersebut terjadi.
d. Teori otonomik
15
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
sindrome terjadi karena ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang
gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf parasimpatis maka muncul
gejala dan bila mengarah ke dominasi saraf simpatis sindrome menghilang.
e. Teori neurohumoral
f. Teori Sinap
16
selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya
mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf
parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat
akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Klasifikasi
Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo perifer
bila lesi pada labirin dan nervus vestibularis sedangkan sentral bila lesi pada
batang otak sampai ke korteks.Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala
somatik ( nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan muntah),
dan pusing.
Vertigo sentral
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau
di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala
lain yang khas misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi
motorik, rasa lemah.
17
Vertigo perifer
18
Tabel perbedaan karakteristik vertigo perifer dan sentral
Perifer Sentral
Gejala otonom ++ –
Gangguan pendengaran + –
Habituasi Ya Tidak
a. Vertigo paroksismal
Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, menghilang
sempurna, suatu ketika muncul lagi, dan diantara serangan penderita bebas dari
keluhan. Berdasar gejala penyertanya dibagi:
19
2. Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasiler, epilepsi, migraine, vertigo
anak, labirin picu
a. Vertigo Kronis
Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk serangan-
serangan akut. Berdasar gejala penyertanya dibagi:
20
Penyebab vertigo perifer
b. Ménière’s disease
21
c. Vestibular Neuritis
Penegakan diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
22
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam
menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya.
lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang
tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
Pemeriksaan tambahan
Fungsi vestibuler/serebeler
23
b. Tandem gait : Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita
akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger: Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan
dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar
cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany) : Dengan jari telunjuk ekstensi dan
lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah
lesi.
24
e. Uji Babinsky-Weil: Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan
lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.
25
BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
Definisi
26
Etiologi dan Faktor Resiko
Patofisiologi
27
a. Teori Kupulolitiasis
b. Teori Kanalitiasis
28
mengulangi maneuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif
dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep
kelelahan dari gejala pusing.
Gejala Klinis
Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam durasi yang
cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi dengan pola
sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and intensitas.
BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan kehidupan penderita.
Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu perkerjaan dan kehidupan sosial
penderita.
Penegakan diagnosis
Anamnesa
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di
tempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas
maupun ke belakang, dan membungkuk. Vertigo juga dapat disertai dengan
keluhan mual. Pada banyak kasus BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Dalam anamnesa selain menanyakan tentang gejala klinis, juga
harus ditanyakan mengenai faktor-faktor yang merupakan etiologi atau yang dapat
mempengaruhi keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma
kepala, migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya maupun
riwayat gangguan saraf pusat
29
Pemeriksaan Fisik
a. Dix-Hallpike Test
30
b. Tes kalori
Tes kalori diajukan oleh Dix dan Hallpike. Pada pemeriksaan ini dipakai air
dingin dan air panas. Suhu air dingin adalah 30 C sedangkan suhu air panas
adalah 44 C. Volume air yang dimasukkan kedalam telinga salah satunya terlebih
dahulu sebanyak 250 ml air dingin , dalam 40 detik. Kemudian pemeriksa
memperhatikan saat nistagmus muncul dan berapa lama kejadian nistagmus
tersebut. Dilakukan hal yang sama pada telinga yang lain. Setelah menggunakan
air dingin, kemudian kita melakukan hal yang sama pada kedua telinga
menggunakan air panas. Pada tiap-tiap selesai salah satu pemeriksaan, pasien
diistirahatkan selama 5 menit untuk menghilangkan rasa pusingnya
31
c. Tes Supine Roll
Tes ini diperuntukkan jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan
BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada atau tidaknya
BPPV kanal lateral atau bisa kita sebut juga BPPV kanal horizontal. Pasien yang
memiliki riwayat BPPV tetapi bukan termasuk kriteria BPPV kanal posterior
harus dicurigai sebagai BPPV kanal lateral. Pemeriksa harus menginformasikan
pada pasien bahwa pada pemeriksaan ini, pasien akan mengalami pusing berat
selama beberapa saat. Saat melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi
atau berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi
kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan pemeriksa mengamati mata pasien
untuk melihat ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda, kepala kembali
menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Kemudiaan dimiringkan kembali 90
derajat ke sisi yang berlawanan dan mata pasien diamati untuk memeriksa ada
tidaknya nistagmus.
32
Penatalaksanaan
a. Manuver Epley
Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala menoleh ke sisi yang sakit.
Kemudian penderita ditidurkan dengan posisi kepala digantungkan, dan
dipertahankan selama 1 sampai 2 menit. Berikutnya, kepala ditolehkan 90 derajat
ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan
dipertahan 30-60 detik. Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.
b. Manuver Semont
c. Manuver Lempert
Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis horizontal.
Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai dari posisi supinasi lalu
menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi yang sakit, posisi kepala
dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Berikutnya, kepala penderita telah menghadap ke bawah dan badan dibalikkan
lagi ke arah ventral dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan
tubuh berada pada posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita
kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap langkah dilakukan selama 15 detik
untuk migrasi lambat dari partikelpartikel sebagai respon terhadap gravitasi.
e. Brandt-Daroff Exercises
35
BAB III
PEMBAHASAN
Pembahasan
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh pusing.
pusing dirasakan seperti berputar. Namun pasien masih dapat menahan rasa
sakitnya. Pusing dirasakan ketika beraktifitas dan terasa lebih baik jika pasien
beristirahat tiduran. Pasien merasa pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan
timbul secara mendadak, hilang timbul dan keluhan bertambah jika pasien
berubah posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau jika pasien menggerakan
kepala secara cepat. Empat jam sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan
pusing berputar, mual, dada berdebar dan berkeringat dingin, bila berjalan merasa
mau jatuh serta tidak kuat untuk berdiri terlalu lama. Keluhan disertai rasa tidak
nyaman di perut terutama di bagian ulu hati.
Pasien belum pernah mengalami hal serupa. Dari hasil anamnesis riwayat
Dm dan Hipertensi disangkal. Riwayat Stroke, cedera/trauma kepala dan
gangguan di telinga disangkal. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan
maupun obat. riwayat alergi obat dan makanan disangkal. Dalam keluarga tidak
ada riwayat penyakit serupa. Riwayat D dan Ht dalam keluarga disangkal.
36
Keluhan pusing berputar pada pasien dan hasil anamnesis mengarah pada
vertigo. Di dukung dengan hasil romberg (+) vestibuler. Penyebab vertigo pada
pasien dapat terjadi karena berbagai hal. Jika dilihat dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik diagnosa dari pasien mengarah pada benign paroxymal
positional vertigo dengan gejala khasnya adalah gejala rasa pusing berputar diikuti
mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.
37
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, L.S. (2003) BATES- Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan,
8th edition, Jakarta: EGC.
Dorland, W.A.N. (2002) Kamus Kedokteran Dorland, 29th edition, Jakarta: EGC.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2014) Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Jakarta.
Sherwood, L. (2011) Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, 6th edition, Jakarta:
EGC.
38