Anda di halaman 1dari 38

REFLEKSI KASUS

Vertigo

Dokter Pendidik Klinis :


dr. Gama Sita Setya Pratiwi, Sp.S

Disusun oleh :
Ragabi Reza Nektara
20164011111

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD KOTA SALATIGA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul


Vertigo

Disusun oleh:
Ragabi Reza Nektara
20164011111

Disahkan oleh :
Dosen Pendidik Klinis,

dr. Gama Sita Setya Pratiwi, Sp.S

2
BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Nn. E
Umur : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngelosari, Tuntang
Dirawat : 1 Juni 2017

Subjektif

 Keluhan utama : Pusing berputar


 RPS : pasien datang ke IGD dengan keluhan pusing berputar
sejak 3 jam SMRS, dirasakan terus menerus, memberat jika kepala
digerakan atau berubah posisi. Pusing terasa memberat jika melihat
cahaya. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh
pusing, tetapi pasien masih dapat menahan rasa sakitnya. Pusing dirasakan
ketika beraktivitas dan terasa lebih baik jika pasien beristirahat tiduran.
Pasien merasa pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan timbul secara
mendadak, hilang timbul dan keluhan bertambah jika pasien berubah
posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau jika pasien menggerakan
kepala secara cepat. Gejala yang menyertai pusing berputar yaitu mual,
dada berdebar dan berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta
tidak kuat untuk berdiri terlalu lama. Keluhan disertai rasa tidak nyaman di
perut terutama di bagian ulu hati. Riwayat sering nyeri kepala sebelah
disangkal.
Saat anamnesis pasien menyangkal adanya pandangan kabur, penglihatan
ganda, kelemahan anggota gerak, penurunan pendengaran, demam, kejang,
ataupun sakit kepala. Pasien juga menyangkal adanya rasa baal,
kesemutan, tidak ada penurunan berat badan, batuk, pilek, sakit
tenggorokan, sesak nafas. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada

3
keluhan. Mual (+) muntah (-) disertai rasa tidak nyaman di perut terutama
di ulu hati. Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman di telinga terasa seperti
berdenging.

 RPD :
o belum pernah mengalami hal serupa
o riwayat Diabetes dan Hipertensi disangkal
o riwayat Stroke disangkal
o riwayat cedera / trauma kepala disangkal
o riwayat gangguan telinga disangkal
o riwayat alergi obat dan makanan disangkal
 RPK :
o Tidak ada riwayat penyakit serupa dalam keluarga
o Riwayat DM dan HT dalam keluarga disangkal
 RPSos :
o Pasien tidak sedang memiliki masalah yang berat/ tidak sedang
banyak pikiran.

Objektif

 Keadaan umum : Lemas


 GCS : E4V5M6
 Tanda vital :
o TD : 120/90
o Nadi : 80 x/menit kuat angkat
o suhu : 36
o Nafas : 19 x/menit
 Kepala leher :
o Pucat (-)
o Konjunctiva anemis -/-
o Sclera ikterik -/-
o Pembesaran limfonodi (-)
 Thorax :
o Simetris, otot bantu nafas (-)
o Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo :
 Retraksi (-)
 sonor

4
 Suara dasar vesikuler : +/+
 Suara ronkhi :-/- Suara wheezing : -/-

 Abdomen
o Inspeksi: datar, stria (-)
o Auskultasi : bising usus (+) Normal
o Perkusi dan Palpasi :
Nyeri tekan (+) ulu hati
Timpani
Ascites (-)

Distensi (-), defans muscular (-) liver span dalam


batas normal. lien tidak teraba
 Extremitas
o akral dingin -/-, -/-
o edema tungkai -/-

pemeriksaan tambahan : romberg (+)


Status Neurologis

No Pemeriksaan Superior Inferior

1 Sistem Motorik

Kekuatan Otot (25-4-2017) 5/5/5 | 5/5/5 5/5/5 | 5/5/5

Kekuatan Otot (26-4-2017) 5/5/5 | 5/5/5 5/5/5 | 5/5/5

Kekuatan Otot (27-4-2017) 5/5/5 | 5/5/5 5/5/5 | 5/5/5

Kekuatan Otot (28-4-2017) 5/5/5 | 5/5/5 5/5/5 | 5/5/5

2 Gerakan Involunter

Tremor (-) (-)

Chorea (-) (-)

Atetosis (-) (-)

5
Mioklonik (-) (-)

Tics (-) (-)

3 Refleks Fisiologis

Biceps (+) / (+) -

Triceps (+) / (+) -

Patella - (+) / (+)

Achiles - (+) / (+)

4 Refleks Patologis

Hoffman Tromer (-)/(-) (-)/(-)

Babinsky (-)/(-) (-)/(-)

Chaddock (-)/(-) (-)/(-)

Oppenheim (-)/(-) (-)/(-)

Gordon (-)/(-) (-)/(-)

Schaeffer (-)/(-) (-)/(-)

Bing (-)/(-) (-)/(-)

Gonda (-)/(-) (-)/(-)

Mendel (-)/(-) (-)/(-)

Rossolimo (-)/(-) (-)/(-)

5 Tonus N/N N/N

6
6 Trofi E/E E/E

7 Klonus -/- -/-

Pemeriksaan Nervus Cranialis

No Nervus Pemeriksaan Keterangan


Dextra Sinistra
1 Olfactorius - Subjektif Normosmia Normosmia
- Dengan bahan Normosmia Normosmia
2 Opticus Pengecekan kasar :
- Daya penglihatan 6/6 6/6
- Warna N N
- Medan
Penglihatan N N

3 Oculomotorius - Ptosis - -
- Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
- Bentuk Pupil Bulat Bulat
- Refleks Cahaya + +
pada Pupil
(direct)
- Reflek N N
Akomodatif
(indirect)
4 Oculomotorius, - Melirik ke medial N N
Throclearis, - Melirik ke medial N N
Abducens bawah
- Melirik ke lateral N N
- Diplopia - -

7
5 Trigeminus Fungsi Sensorik
- Sensibilitas dahi N N
- Sensibilitas pipi N N
- Sensibilitas dagu N N
Fungsi Motorik
- Menggigit N N
- Membuka Mulut N N
6 Facialis - Mengerutkan dahi N N
- Menggembungkan N N
pipi N N
- Menutup mata N N
7 Vestibulocochlearis - Mendengarkan N N
arloji
- Mendengarkan N N
gesekan tangan
- Tes garpu tala Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
8 Glosopharingeus - Suara sengau -
- Reflek muntah Tidak dilakukan
9 Vagus - Gangguan -
menelan
- Afonia / Disfonia N
10 Asesorius - Kekuatan N N
trapezius
- Kekuatan N N
sternomastoideus
11 Hipoglossus - Menjulurkan lidah N
- Artikulasi Jelas
- Tremor lidah -
- Trofi lidah -

8
Pemeriksaan penunjang

Hasil Nilai Normal Satuan


Leukosit 6.81 4.5-11 10∧ 3/UL
Eritrosit 4.59 3.8-5.8 10∧ 6/UL
Hb 13.8 11.5-16.5 g/dl
Ht 41.1 37-47 %
Trombosit 260 150-450 10∧ 3/UL
GDS 84 <126 Mg/dl
Ureum 21 10-50 Mg/dl
Creatinin 0.9 0.6-1.1 Mg/dl
SGOT 14 <31 Mg/dl
SGPT 10 <32 Mg/dl

Assesment

 Vertigo BPPV

Terapi

Infus Ringer Lactate 20 tpm


Injeksi Citicolin 2x500 mg
Injeksi Ondansetron 2x1 A
Injeksi Omeprazole 2x1 A
Betahistin tab 3x1
Flunarizin tab 3x1
Clobazam 0-0-1

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai
dalam praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.

Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo


(BPPV). Menutur penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing
berputar/vertigo, sebanyak 20% memiliki BPPV, walaupun penyakit ini sering
disertai penyakit lainnya

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Vertigo merupakan suatu
gejala dengan sederet penyebab antara lain akibat kecelakaan, stres, gangguan
pada telinga dalam. Obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak
dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan
oleh kelainan didalam telinga, didalam saraf yang menghubungkan telinga dengan
otak dan didalam otak itu sendiri

10
Fisiologi Alat Keseimbangan

Informasi yang berguna akan ditangkap oleh reseptor alat keseimbangan


tubuh (reseptor vestibuler memiliki kontribusi paling besar, sekitar 50%, disusul
reseptor visual dan reseptor propioseptik). Arus informasi berjalan intensif bila
ada gerakan/perubahan gerakan pada kepala atau tubuh. Akibat gerakan ini
menyebabkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya cilia dari
hair cell akan menekuk, Tekukan cillia akan menyebabkan perubahan
permeabilitas membran hair cell sehingga ion Ca2+ masuk ke dalam sel (influks).
Influks Ca akan menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitatorik (glutamat, aspartat, asetilkolin, histamin, substansia P,
dan lainnya) yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik ini lewat saraf
aferen (vestibularis) ke pusat alat keseimbangan di otak dan timbullah persepsi.
Bila dalam keadaan sinkron dan wajar maka muncul respon berupa penyesuaian
otot mata dan penggerak tubuh, tidak terjadi vertigo.

Pusat integrasi pertama diduga berada pada inti vestibularis, menerima impuls
aferen dari propioseptif, visual dan vestibuler. Serebelum selain merupakan pusat
integrasi kedua juga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang
berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, karena memori gerakan
yang dialami di masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain

11
serebelum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal
korteks memori.

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),


terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara
umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat
keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin
membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk
labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa,
sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa
lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap
labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss
anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula
utrikulus dan sakulus .

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di


sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ
visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut
akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin
tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis
semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan
dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan


cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion

12
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses
depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka
terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi


mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan
sudut.Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh
yang sedang berlangsung.

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga


kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala
yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah.Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.

Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi


akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga kanal
semisirkular, yakni kanal anterior, kanal posterior, dan kanal horizontal. Setiap
kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat
penggelembungan yang disebut ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, suatu
masa gelatin yang memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, dan melekat
pada sel rambut.

Labirin terdiri dari dua struktur otolit, yaitu utrikulus dan sakulus yang
mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ
reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-
kira dibidang kanalis semisirkularis horizontal. Makulus sakulus terletak di
dinding medial sakulus dan terutama terketak di bidang vertikal. Pada setiap
macula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut

13
otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari
partikel kalsium yang menyebabkan BPPV.

Patofisiologi

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan


tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.

Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak
normal atau adanya gerakan yang aneh /berlebihan, maka tidak terjadi proses
pengolahan yang wajar dan muncul vertigo. Selain itu terjadi pula respon
penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal dari
mata (nistagmus), unsteadiness/ataksia waktu berdiri atau berjalan dan gejala
lainnya. Sebab pasti mengapa terjadi gejala tersebut belum diketahui.

Vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang


mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha
menerangkan kejadian tersebut, diantaranya :

a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan


menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu,
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan


menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu,
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

b. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal


dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan
proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal

14
dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nnistagmus (usaha
koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum)
atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori
rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan
sentral sebagai penyebab.

Rangsang diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan banjir informasi


di pusat kesimbangan, sehingga meningkatkan kegiatan SSP, koordinasi dan
menjalar ke sekitarnya, terutama saraf otonom, korteks dan timbul sindroma
vertigo.

c. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori


ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan
yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi
sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

Reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi tidak sesuai
dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri. Lama
kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang dihadapi
sama dengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi. Makin besar
ketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori maka makin hebat
sindroma yang muncul. Makin lama proses sensory rearrangement maka makin
lama pula adaptasi orang tersebut terjadi.

d. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai


usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis

15
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
sindrome terjadi karena ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang
gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf parasimpatis maka muncul
gejala dan bila mengarah ke dominasi saraf simpatis sindrome menghilang.

e. Teori neurohumoral

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori


serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter
tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya
gejala vertigo.

Munculnya sindrome vertigo berawal dari pelepasan Corticotropin


releasing hormon (CRH) dari hipothalamus akibat rangsang gerakan. CRH
selanjutnya meningkatkan aktifitas saraf simpatis di locus coeruleus , hipokampus
dan korteks serebri melalui mekanisme influks calcium. Akibatnya keseimbangan
saraf otonon mengarah ke dominasi saraf simpatis dan timbul gejala pucat, rasa
dingin di kulit, keringat dingin dan vertigo. Bila dominasi mengarah ke saraf
parasimpatis sebagai akibat otoregulasi, maka muncul gejala mual, muntah dan
hipersalivasi. Rangsangan ke locus coerulus juga berakibat panik. CRH juga dapat
meningkatkan stress hormon lewat jalur hipothalamus-hipofise-adrenalin.
Rangsangan ke korteks limbik menimbulkan gejala ansietas dan atau depresi. Bila
sindroma tersebut berulang akibat rangsangan atau latihan, maka siklus perubahan
dominasi saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga berulang
sampai suatu ketika terjadi perubahan sensitifitas reseptor (hiposensitif) dan
jumlah reseptor (down regulation) serta penurunan influks calsium. Dalam
keadaan ini pasien tersebut telah mengalami adaptasi

f. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan


neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses
adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan
memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF

16
selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya
mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf
parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat
akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau


peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat.

Vertigo akan timbul bila terdapat ketidaksesuaian dalam informasi yang


oleh susunan aferen disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang
terpenting adalah susunan vestibuler yang secara terus menerus menyampaikan
impuls ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan adalah susunan optik
dan susunan propioseptik yang melibatkan jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei n III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan
vestibulospinalis

Klasifikasi

Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo perifer
bila lesi pada labirin dan nervus vestibularis sedangkan sentral bila lesi pada
batang otak sampai ke korteks.Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala
somatik ( nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan muntah),
dan pusing.

Vertigo sentral

Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau
di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala
lain yang khas misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi
motorik, rasa lemah.

17
Vertigo perifer

Lamanya vertigo berlangsung :

a. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik

Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat


dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa detik dan
kemudian mereda. Paling sering penyebabnya idiopatik, namun dapat juga akibat
trauma kepala, pembedahan di telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis
umumnya baik, gejala menghilang secara spontan.

b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam

Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang.


Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun
(tuli), vertigo dan tinitus.

c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu

Neuritis vestibular merupakan keluhan yang sering datang ke unit darurat.


Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya
ialah mendadak dan gejala lain dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dapat dijumpai nistagmus.

Vertigo vestibular menyebabkan nausea dan muntah, setidaknya pada


awalnya, serta kecenderungan untuk jatuh ke sisi lesi. Nistagmus yang
menyertainya menginnduksi ilusi pergerakan lingkungan (0silopsia). Sehingga,
pasien memilih untukk menutup matanya, dan untuk menghindari iritasi lebih
lanjut pada sistem vestibular dengan menjaga kepala pada posisi yang terfiksasi,
dengan telinga yang abnormal terletak dibagian paling atas.

18
Tabel perbedaan karakteristik vertigo perifer dan sentral
Perifer Sentral

Bangkitan vertigo Mendadak Lambat

Derajat vertigo Berat Ringan

Pengaruh gerakan kepala + –

Gejala otonom ++ –

Gangguan pendengaran + –

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral

Sistem vertebrobasiler dan gangguan


Sistem vestibuler (telinga dalam, vaskular (otak, batang otak,
Lesi saraf perifer) serebelum)

Vertigo posisional paroksismal


jinak (BPPV), penyakit maniere, iskemik batang otak, vertebrobasiler
neuronitis vestibuler, labirintis, insufisiensi, neoplasma, migren
Penyebab neuroma akustik, trauma basiler

Diantaranya :diplopia, parestesi,


gangguan sensibilitas dan fungsi
Gejala motorik, disartria, gangguan
gangguan SSP Tidak ada serebelar

Masa laten 3-40 detik Tidak ada

Habituasi Ya Tidak

a. Vertigo paroksismal

Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, menghilang
sempurna, suatu ketika muncul lagi, dan diantara serangan penderita bebas dari
keluhan. Berdasar gejala penyertanya dibagi:

1. Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging: sindrome Meniere,


arahnoiditis pontoserebelaris, TIA vertebrobasiler, kelainan odontogen,
tumor fossa posterior

19
2. Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasiler, epilepsi, migraine, vertigo
anak, labirin picu

3. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: vertigo posisional


paroksismal benigna.

a. Vertigo Kronis

Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk serangan-
serangan akut. Berdasar gejala penyertanya dibagi:

1. Dengan keluhan telinga: OMC, tumor serebelopontin, meningitis TB,


labirinitis kronik, lues serebri.

2. Tanpa keluhan telinga: kontusio serebri, hipoglikemia, ensefalitis pontis,


kelainan okuler, kardiovaskuler dan psikologis, post traumatik sindrom,
intoksikasi, kelainan endokrin.

3. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: hipotensi orthostatik,


vertigo servikalis.

b. Vertigo yang serangannya akut

Berangsur-angsur berkurang tetapi tidak pernah bebas serangan. Berdasar


gejala penyertanya dibagi:

1. Dengan keluhan telinga: neuritis N. VIII, trauma labirin, perdarahan


labirin, herpes Zoster otikus.

2. Tanpa keluhan telinga: neuritis vestibularis, sklerosis multipel, oklusi


arteri serebeli inferior posterior,encefalitis vestibularis, sklerosis multiple,
hematobulbi.

20
Penyebab vertigo perifer

a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab


utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.
Dianggal merupakan penyebab tersering vertigo, umumnya hilang sendiri (self
limiting) dalam 4 sampai 6 minggu.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh


pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama
akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga
dapat mengenai kanalis anterior dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-kristal
kecil kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam .Pergerakan dari
otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik
vertigo dan nistagmus.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi


dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis
vestibular sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun setelah episode.

b. Ménière’s disease

Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan


keluhan pendengaran .Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan
tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada
telinga.Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.

Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik.Hal ini


terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis
semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe.Hal ini dapat
terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau
gangguan metabolic.

21
c. Vestibular Neuritis

Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus.


Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis
terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan
pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.

Penegakan diagnosis

Anamnesis

Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar,


tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan
yang memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh,
keletihan dan ketegangan. Profil wakti, apakah timbulnya akut atau perlahan-
lahan, hilang timbul, paroksismal, kronikm progresif atau membaik.

Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya


menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan
obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain
yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan
trauma akustik.

Pemeriksaan fisik

Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik,


otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa pemeriksaan
fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan
penyebab, apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan
saraf pusat (korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.

22
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam
menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya.
lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang
tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan


darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama
(denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa

Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan


neurologis yaitu berupa:

Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula


dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.

23
b. Tandem gait : Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita
akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger: Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan
dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar
cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany) : Dengan jari telunjuk ekstensi dan
lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah
lesi.

24
e. Uji Babinsky-Weil: Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan
lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.

25
BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)

Definisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang


paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan
keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi
tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.
Klasifikasi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu :


a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering
terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus BPPV.
Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris
endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal
ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat
kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali
diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional
yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang
terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi
bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas)
selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang. Nistagmus
geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk
ke dalam lumen posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel pada
kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di
dalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis apogeotropik)

26
Etiologi dan Faktor Resiko

Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh


perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya tertanam di
sakulus dan utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran
setengah lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang
terlepas (kupulolitiasis) didalam telinga bagian dalam menyebabkan BPPV. Batu-
batu tersebut merupakan kristal-kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat
pada kupula. Kupula menutupi makula, yang adalah struktur padat dalam dinding
dari dua kantongkantong (utrikulus dan sakulus) yang membentuk vestibulum.
Ketika batu-batu terlepas, mereka akan mengapung dalam kanal semisirkular dari
telinga dalam. Faktanya, dari pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopik telinga
bagian dalam pasienpasien yang menderita BPPV memperlihatkan batu-batu
tersebut.
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum diketahui secara
pasti. Debris kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa penyebab seperti
trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa
didahului trauma atau penyakit lainnya. Mungkin dapat juga disebabkan oleh
perubahan protein dan matriks gelatin dari membrane otolith yang berhubungan
dengan usia. Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan demineralisasi tulang
pada umumnya.

Patofisiologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat


yang berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari
salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat
dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan
pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat tersebut bergerak dalam
kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula
pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. Patomekanisme BPPV
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

27
a. Teori Kupulolitiasis

Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimana


ditemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen
otokonia (otolith) yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan
menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis
semiriskularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang
melekat pada kupula. Sama halnya seperti benda berat diletakkan pada puncak
tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah
cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing
ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes
Dix-Hallpike). Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke
superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus
dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu,
hal ini menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

b. Teori Kanalitiasis

Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith


bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak,
endapan partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi
yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang, partikel ini berotasi ke
atas di sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok
(deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan pusing. Saat terjadi pembalikan
rotasi saat kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul
pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan layaknya
kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil akan terangkat
seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil
tersebut seolah-olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa pusing.
Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan keterlambatan
sementara nistagmus, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika

28
mengulangi maneuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif
dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep
kelelahan dari gejala pusing.

Gejala Klinis

Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan, sulit untuk


berkonsentrasi, dan mual. Kegiatan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
dapat berbeda-beda pada tiap individu, tetapi gejala dapat dikurangi dengan
perubahan posisi kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul
dikarenakan perubahan posisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau
pun saat bangkit dari tempat tidur.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam durasi yang
cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi dengan pola
sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and intensitas.
BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan kehidupan penderita.
Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu perkerjaan dan kehidupan sosial
penderita.

Penegakan diagnosis

Anamnesa

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di
tempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas
maupun ke belakang, dan membungkuk. Vertigo juga dapat disertai dengan
keluhan mual. Pada banyak kasus BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Dalam anamnesa selain menanyakan tentang gejala klinis, juga
harus ditanyakan mengenai faktor-faktor yang merupakan etiologi atau yang dapat
mempengaruhi keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma
kepala, migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya maupun
riwayat gangguan saraf pusat

29
Pemeriksaan Fisik

Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior dapat di diagnosa ketika


pasien mengeluhkan adanya riwayat dari vertigo yang disebabkan oleh perubahan
posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan ketika dilakukan pemeriksaan fisik
ditemukan nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-Hallpike Test.
Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-Hallpike, dan tes kalori.
Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang memiliki riwayat yang sesuai
dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada tidaknya
BPPV kanal lateral.

a. Dix-Hallpike Test

Nistagmus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan tes Dix-Hallpike


biasanya menunjukkan dua karakteristik penting. Pertama, terdapat periode laten
antara akhir dari masa percobaan dan saat terjadi serangan dari nistagmus. Periode
laten tersebut terjadi selama 5 sampai 20 detik, tetapi dapat juga terjadi hingga 1
menit dalam kasus yang jarang terjadi. Kedua, hal yang memperberat vertigo dan
nistagmusnya sendiri meningkat, dan hilang dalam periode waktu tertentu dalam
60 detik dari waktu serangan nistagmus.

Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus memberitahu pasien


tentang gerakan-gerakan yang akan dilakukan dan mengingatkan pasien bahwa
pasien akan merasakan serangan vertigo secara tiba-tiba, yang mungkin saja
disertai dengan rasa mual, yang akan hilang dalam 60 detik. Karena pasien akan
diposisikan dalam posisi supinasi dengan kepala dibawah badan, pasien harus
diberitahu agar saat berada dalam posisi supinasi, kepala pasien akan
menggantung dengan bantuan meja percobaan hingga 20 derajat. Pemeriksa
sebaiknya meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat menjaga kepala pasien dan
memandu pasien mendapatkan pemeriksaan yang aman dan terjamin tanpa
pemeriksa kehilangan keseimbangan dirinya sendiri.

30
b. Tes kalori

Tes kalori diajukan oleh Dix dan Hallpike. Pada pemeriksaan ini dipakai air
dingin dan air panas. Suhu air dingin adalah 30 C sedangkan suhu air panas
adalah 44 C. Volume air yang dimasukkan kedalam telinga salah satunya terlebih
dahulu sebanyak 250 ml air dingin , dalam 40 detik. Kemudian pemeriksa
memperhatikan saat nistagmus muncul dan berapa lama kejadian nistagmus
tersebut. Dilakukan hal yang sama pada telinga yang lain. Setelah menggunakan
air dingin, kemudian kita melakukan hal yang sama pada kedua telinga
menggunakan air panas. Pada tiap-tiap selesai salah satu pemeriksaan, pasien
diistirahatkan selama 5 menit untuk menghilangkan rasa pusingnya

31
c. Tes Supine Roll

Tes ini diperuntukkan jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan
BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada atau tidaknya
BPPV kanal lateral atau bisa kita sebut juga BPPV kanal horizontal. Pasien yang
memiliki riwayat BPPV tetapi bukan termasuk kriteria BPPV kanal posterior
harus dicurigai sebagai BPPV kanal lateral. Pemeriksa harus menginformasikan
pada pasien bahwa pada pemeriksaan ini, pasien akan mengalami pusing berat
selama beberapa saat. Saat melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi
atau berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi
kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan pemeriksa mengamati mata pasien
untuk melihat ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda, kepala kembali
menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Kemudiaan dimiringkan kembali 90
derajat ke sisi yang berlawanan dan mata pasien diamati untuk memeriksa ada
tidaknya nistagmus.

32
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk BPPV didasari dengan kemampuan membuat


gerakan sendiri ataupun prosedur-prosedur dalam mereposisikan kanalis, dengan
tujuan mengembalikan partikel-partikel yang bergerak kembali ke posisi semula
yaitu pada makula utrikulus. Berikut akan dijelaskan pergerakan-pergerakan yang
dapat dilakukan, dan ditujukan untuk berbagai jenis BPPV. Keberhasilan dari
tatalaksana sendiri bergantung pada pemilihan pergerakan yang tepat dalam
mengatasi BPPV.

Beberapa penderita dapat merasakan gejala-gejala seperti pusing, mual,


berkeringat, dan muntah saat melakukan pergerakan untuk terapi. Dalam kasus
seperti ini, obat-obat penekan vestibulum dapat digunakan sebagai tambahan yang
tidak hanya meringankan vertigo yang muncul akibat gerakan yang akan
dilakukan tetapi juga mengatur gejala-gejala yang terjadi hingga prosedur dapat
dilakukan kembali. Obat-obat golongan terapi tersebut meliputi meclizin,
dimenhidrinase, clonazepam dan diazepam. Dosis dapat berbeda tergantung
intensitas dari gejala yang timbul.

Terdapat beberapa manuver untuk reposisi BPPV, yaitu:

a. Manuver Epley

Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala menoleh ke sisi yang sakit.
Kemudian penderita ditidurkan dengan posisi kepala digantungkan, dan
dipertahankan selama 1 sampai 2 menit. Berikutnya, kepala ditolehkan 90 derajat
ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan
dipertahan 30-60 detik. Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.

b. Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari kupulolotoasis kanalis


posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita didudukkan dalam
posisi tegak, kemudian kepala penderita dimiringkan 45 derajat berlawanan arah
dengan bagian yang sakit dan secara cepat bergerak ke posisi berbaring.
Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi ini dipertahankan selama 1
sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa berhenti saat posisi duduk

c. Manuver Lempert

Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis horizontal.
Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai dari posisi supinasi lalu
menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi yang sakit, posisi kepala
dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Berikutnya, kepala penderita telah menghadap ke bawah dan badan dibalikkan
lagi ke arah ventral dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan
tubuh berada pada posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita
kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap langkah dilakukan selama 15 detik
untuk migrasi lambat dari partikelpartikel sebagai respon terhadap gravitasi.

d. Forced Prolonged Position

Manuver ini digunakan untuk terapi BPPV kanalis horizontal.


Perlakuannya adalah mepertahankan tekanan dari posisi lateral dekubitus pada
telinga yang sakit selama 12 jam.

e. Brandt-Daroff Exercises

The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan dirumah,


sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap simptomatik, bahkan setelah
melakukan manuver Epley ataupun Semont. Latihan-latihan ini diindikasian satu
minggu sebelum melakukan terapi manuver, agar meningkatkan kemampuan
toleransi diri pasien terhadap manuver. Latihan ini juga membantu pasien
menerapkan berbagai posisi sehingga dapat lebih terbiasa

35
BAB III

PEMBAHASAN

Pembahasan

Pasien perempuan berusia 17 datang ke IGD dengan keluhan pusing


berputar sejak 3 jam SMRS, dirasakan terus menerus, memberat jika kepala
digerakan atau berubah posisi. Pusing terasa memberat jika melihat cahaya.

Tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh pusing.
pusing dirasakan seperti berputar. Namun pasien masih dapat menahan rasa
sakitnya. Pusing dirasakan ketika beraktifitas dan terasa lebih baik jika pasien
beristirahat tiduran. Pasien merasa pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan
timbul secara mendadak, hilang timbul dan keluhan bertambah jika pasien
berubah posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau jika pasien menggerakan
kepala secara cepat. Empat jam sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan
pusing berputar, mual, dada berdebar dan berkeringat dingin, bila berjalan merasa
mau jatuh serta tidak kuat untuk berdiri terlalu lama. Keluhan disertai rasa tidak
nyaman di perut terutama di bagian ulu hati.

Dari hasil anamnesis pasien menyangkal adanya pandangan kabur,


penglihatan ganda, kelemahan anggota gerak, , penurunan pendengaran, demam,
kejang, ataupun sakit kepala. Pasien juga menyangkal adanya rasa baal,
kesemutan, tidak ada penurunan berat badan, batuk, pilek, sakit tenggorokan,
sesak nafas. Buang air kecil dan buang air besar tidak terdapat keluhan. Mual (+)
muntah (-) disertai rasa tidak nyaman di perut terutama di ulu hati. Pasien
mengeluhkan rasa tidak nyaman di telingan terasa seperti berdenging.

Pasien belum pernah mengalami hal serupa. Dari hasil anamnesis riwayat
Dm dan Hipertensi disangkal. Riwayat Stroke, cedera/trauma kepala dan
gangguan di telinga disangkal. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan
maupun obat. riwayat alergi obat dan makanan disangkal. Dalam keluarga tidak
ada riwayat penyakit serupa. Riwayat D dan Ht dalam keluarga disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum Lemas dengan


kesadaran E4V5M6. Tanda vital : TD : 120/90, Nadi : 80 x/menit kuat angkat,
suhu : 36 dan Nafas : 19 x/menit. Dari pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Dari pemeriksaan tambahan di
dapatkan romberg (+).

36
Keluhan pusing berputar pada pasien dan hasil anamnesis mengarah pada
vertigo. Di dukung dengan hasil romberg (+) vestibuler. Penyebab vertigo pada
pasien dapat terjadi karena berbagai hal. Jika dilihat dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik diagnosa dari pasien mengarah pada benign paroxymal
positional vertigo dengan gejala khasnya adalah gejala rasa pusing berputar diikuti
mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.

Untuk vertigo tipe benign paroxymal positional vertigo penatalaksaan


tidak harus berupa obat. Namun dapat didasari dengan kemampuan membuat
gerakan sendiri ataupun prosedur-prosedur dalam mereposisikan kanalis, dengan
tujuan mengembalikan partikel-partikel yang bergerak kembali ke posisi semula
yaitu pada makula utrikulus. Beberapa penderita dapat merasakan gejala-gejala
seperti pusing, mual, berkeringat, dan muntah saat melakukan pergerakan untuk
terapi. Dalam kasus seperti ini, obat-obat penekan vestibulum dapat digunakan
sebagai tambahan yang tidak hanya meringankan vertigo yang muncul akibat
gerakan yang akan dilakukan tetapi juga mengatur gejala-gejala yang terjadi
hingga prosedur dapat dilakukan kembali. Manuver pengobatan yang dapat
dilakukan adalah Manuver Semont. Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari
kupulolotoasis kanalis posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka
penderita didudukkan dalam posisi tegak, kemudian kepala penderita dimiringkan
45 derajat berlawanan arah dengan bagian yang sakit dan secara cepat bergerak ke
posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi ini
dipertahankan selama 1 sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke posisi
berbaring di sisi yang berlawanan tanpa berhenti saat posisi duduk.

37
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, L.S. (2003) BATES- Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan,
8th edition, Jakarta: EGC.

Dorland, W.A.N. (2002) Kamus Kedokteran Dorland, 29th edition, Jakarta: EGC.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2014) Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Jakarta.

Sherwood, L. (2011) Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, 6th edition, Jakarta:
EGC.

38

Anda mungkin juga menyukai