Anda di halaman 1dari 16

anatomi fisiologi thoraks

Diarsipkan di bawah: Contekan — rofiqahmad @ 11:03 pm


Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25 %
diantaranya karena trauma torak langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak
langsung atau penyerta.

· Semua alat tubuh yang terletak / melalui rongga torak harus dianggap sebagai organ vital. Cedera
torak berlawanan dengan cedera ekstremitas. Ancaman kematian pada cedera torak sangat
tinggi.Perbedaan dalam hal penangannan sesegera mungkin dan komplikasi
biasanya berat.

· Secara obyektif harus dikenali :

Anatomi torak
Fisiologi dan patofisiologi yang menyertai trauma torak
Jenis trauma torak

Anatomi :

Dinding dada.

Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga,
columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk
dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis
interna.

Dasar torak

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk
jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus

Isi rongga torak.

Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan
parietalis.

Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior,
medius, posterior dan superior.

Fisiologi torak :

· Inspirasi : dilakukan secara aktif


· Ekspirasi : dilakukan secara pasif

· Fungsi respirasi :

Ø Ventilasi : memutar udara.

Ø Distribusi : membagikan

Ø Diffusi : menukar CO2 dan O2

Ø Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.

Patofisiologi trauma torak.

· Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :

1. Kegagalan ventilasi

2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.

3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.

· Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat
menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory distress
syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS).

Klasifikasi trauma

§ Trauma tumpul

§ Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.

ANATOMI RONGGA DADA / TORAK

Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;

1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )

2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)

3. Rongga dada tengah (mediastinum).

RONGGA MEDIASTINUM

Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :

1. Mediastinum superior (gbr. 1), batasnya :

Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch.

Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4

Lateral : Pleura mediastinalis


Anterior : Manubrium sterni.

Posterior : Corpus Vth1 - 4

2. Mediastinum inferior terdiri dari :

a. Mediastinum anterior (gbr. 2)

b. Mediastinum medius (gbr. 3)

c. Mediastinum Posterior.(gbr. 4 )

a. Mediastinum Anterior batasnya :

· Anterior : Sternum ( tulang dada )

· Posterior : Pericardium ( selaput jantung )

· Lateral : Pleura mediastinalis

· Superior : Plane of sternal angle

· Inferior : Diafragma.

b. Mediastinum Medium batasnya :

· Anterior : Pericardium

· Posterior ; Pericardium

· Lateral : Pleura mediastinalis

· Superior : Plane of sternal angle

· Inferior : Diafragma

c. Mediastinum posterior, batasnya :

• Anterior : Pericardium

• Posterior : Corpus VTh 5 – 12

• Lateral : Pleura mediastinalis

• Superior : Plane of sternal angle

• Inferior : Diafragma.

ANATOMI PLEURA

Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru :

Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;


1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.

2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.

· Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang
disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi
oleh selaput tersebut

Gejala Umum trauma torak

· Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah : nyeri dada dan sesak nafas atau nyeri pada
waktu nafas.

· Pasien tampak sakit, sesak atau sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya. Lebih
dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan berupa torakotomi, akan tetapi
tindakan penyelamatan dini dan tindakan elementer perlu dilakukan dan diketahui oleh setiap
petugas yang menerima atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan penyelamatan dini ini sangat
penting artinya untuk prognosis pasien dengan trauma toraks.

· Tindakan elementer ini adalah :

1. Membebaskan dan menjamin kelancaran jalan nafas.

2. Memasang infus dan resusitasi cairan.

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri.

4. Memantau keasadaran pasien.

5. Melakukan pembuatan x-ray dada kalau perlu dua arah.

· Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/ segera adalah yang
menunjukkan :

1. Obstruksi jalan nafas

2. Hemotorak massif

3. Tamponade pericardium / jantung

4. Tension pneumotorak

5. Flail chest

6. Pneumotorak terbuka

7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.

DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK.

DINDING DADA :

1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :


· Merupakan jenis yang paling sering.

· Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu
nafas dan atau sesak.

2. Flailchest :

· Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.

· Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian tersebut masuk ke
dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan rongga mediastinum goncangan gerak (
flailing ) yang dapat menyebabkan insertion vena cava inferior terdesak dan terjepit.

· Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya tanda-tanda
syok.

RONGGA PLEURA :

1. Pneumotorak :

· Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumotorak
yang tertutup dan terbuka atau menegang (―tension pneumotorak‖). Kurang lebih 75 % trauma tusuk
pneumotorak disertai hemotorak.

· Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan
tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas progressif sampai sianosis dengan
gejala syok.

2. Hemotoraks :

· Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah darah sampai 300
ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotorak berat bila jumlah darah
melebihi 800 ml.

· Gejal utamanya adalah syok hipovolemik .

3. Kerusakan paru:

· 75 % disebabkan oleh trauma torak ledakan. (―blast injury‖) . Perdarahan yang terjadi umumnya
terperangkap dalam parenkim paru

· Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan kemampuan ventilasi.
Perdarahan yang timbul akan membawa akibat terjadinya hipotensi dan gejala syok.

4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.

· Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah dada sehingga
menimbulkan emfisema subkutis.

· Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah sternum

· Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding dada. Sesak
nafas sering menyertai dan dapat timbul tension pneumotorak.
5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.

· Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok obstruktif primer.
Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong adanya tamponade ini. Juga akan
nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi pada waktu inspirasi, yang menunjukkan
adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang tertutup.

· Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II – V yang menyebabkan
penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada trauma
tumpul torak.

· Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat bertujuan diagnostik sekaligus
langkah pengobatan dengan membuat dekompressi terhadap tamponadenya.

6. Kerusakan pada esofagus.

· Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam beberapa jam timbul
febris. Muntah darah / hematemesis, suara serak, disfagia atau distress nafas.

· Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok dan keadaan umum pasien
yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda ―Hamman‖ yang berupa suara seperti mengunyah di
daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan auskultasi. Diagnosis dapat dibantu dengan
melakukan esofagoram dengan menelan kontras.

7. Kerusakan Ductus torasikus:

· Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle dalam rongga dada
yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini relatif jarang dan memerlukan
pengelolaan yang lama dan cermat.

8. Kerusakan pada Diafragma :

· Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus tajam kearah
torakoabdominal.

· Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan kiri.

· Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda yang khas. Sesak nafas sering
nampak dan disertai tanda-tanda pneumotoraks atau gejala hemotoraks.

LANGKAH DIAGNOSTIK

· Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan pembuatan x
– ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat dalam dua arah ( PA dan
Lateral).

· Jejas pada daerah dada akan membantu adanya kemungkinan trauma torak. Bila ada trauma
multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada.

· Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi cepat dan keringat dingin) dan
adanya trauma lain organ dada merupakan butir diagnostik yang penting. Pemasangan NGT sebagai
persiapan untuk pengosongan lambung untuk mencegah aspirasi isi labung ke paru, dapat dipakai
sebagai langkah diagnostik pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.
· Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa memakai cara
diagnostik yang lama ( Ct-scan, angiografi).

· Pemeriksaan gas darah dapat membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.

INDIKASI TORAKOTOMI :

· Hemotoraks yang berat ( > 800 cc)

· Laserasi paru yang gagal dengan tindakan bedah konservatif.

· Tamponade perikardium

· Kebocoran trakeo-bronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).

KOMPLIKASI TRAUMA TORAK:

1. Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :

· Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau jaringan parut
yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan anlgesik atau pelunak jaringan parut.

· Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi.

· Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni. Diperlukan
pemberian mukolitik.

2. Yang terkait dengan perlukaan dan memar paru:

· Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama.

· Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.

· Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan yang optimal. Bila
distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator.

· Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan tindak
bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan fistelnya.

· Chylotoraks lambat.

3. Komplikasi lain di luar paru dan pleura :

· Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan maka harus dilakukan
drainase mediastinum.

· Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura dan
menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel.

· Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.

· Kalainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung. Memerlukan
tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.
Toraks merupakan rangka yang menutupi dada dan melindungi organ-organ penting di dalamnya.
Secara umum toraks tersusun atas klavikula, skapula, sternum, dan tulang-tulang kostal.

 Skapula merupakan tulang yang terletak di sebelah posterior, dan berartikulasi dengan klavikula
melalui akromion. Selain itu, skapula juga berhubungan dengan humerus melalui fossa glenoid.

 Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula melalui akromion, dan di ujungnya
yang lain berartikulasi dengan manubrium sternum.

 Sternum merupakan suatu tulang yang memanjang, dari atas ke bawah, tersusun atas manubrium,
korpus sternum, dan prosesus xyphoideus. Manubrium berartikulasi dengan klavikula , kostal
pertama, dan korpus sternum. Sedangkan korpus stenum merupakan tempat berartikulasinya
kartilago kostal ke-2 hingga kostal ke-12.

 Tulang-tulang kostal merupakan tulang yang berartikulasi dengan vertebra segmen torakal di
posterior, dan di anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum. Ada 12 tulang
kostal; 7 kostal pertama disebut kostal sejati (karena masing-masing secara terpisah di bagian
anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum), 3 kostal kedua disebut kostal palsu
(karena di bagian anterior ketiganya melekat dengan kostal ke-7), dan 2 kostal terakhir disebut
kostal melayang (karena di bagian anterior keduanya tidak berartikulasi sama sekali).

Macam-macam posisi foto Thorax


Share

CHEST / PARU

ANATOMI
TUJUAN Tujuan pemeriksan foto toraks :
Menilai adanya kelainan jantung, misalnya : kelainan letak
jantung, pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran dan penyempitan
aorta.
Menilai kelainan paru, misalnya edema paru, emfisema paru, tuberkulosis paru.
Menilai adanya perubahan pada struktur ekstrakardiak.
Gangguan pada dinding toraks • Fraktur iga • Fraktur sternum
Gangguan rongga pleura • Pneumotoraks • Hematotoraks • Efusi pleura

Gangguan pada diafragma • Paralisis saraf frenikus

Menilai letak alat-alat yang dimasukkan ke dalam organ di rongga toraks misalnya: EET, CVP, NGT
dll

BAGAIMANA MEMBACA FOTO THORAX?


Menentukan umur, jenis kelamin, dan riwayat pasien
Mengidentifikasi proyeksi dan teknik yang digunakan:
AP, PA, laterl, portable, atau standard distance
Mengidentifikasi posisi pasien:
Upright, supine, decubitus, lordosis
Melihat cara bernapas pasien
Adequate, hipoinflasi, hiperinflasi
Mengidentifikasi abnormalitas yang jelas dan umum
Ukuran jantung, besar atau normal
Bentuk jantung, pembesaran rongga yang spesifik
Contour/garis di bagian atas medistinal
Memeriksa aliran udara, penyimpangan trachea
Kesimettrisan paru-paru
Adakah pergeseran kea rah mediastinal?
Posisi hilus
Infiltrasi, massa, atau nodule paru-paru
Vaskularisasi paru-paru
Meningkat, menurun, atau normal
Lebih sedikit, lebih besar daripada bagian atas
Efusi pleura, tketumpulan sudut costophrenicus
Fracture atau lesion pada tulang rusuk, clavicula, dan spina
Mengecek posisi pembuluh
Mengecek lagi apa yang kita anggap normal dan melihat type blind spot (bercak yang samar-samar)
Di belakang jantung
Di belakang hemidiaphragma
Di apex paru-paru
Adakah pneumothorax?
Sudut costophrenicus
Dinding dada
Lesion tulang rusuk
Pundak
Melihat film-film yang lalu, bukan hanya yang paling baru
Memutuskan apa yang ditemukan dan lokasinya
Memberikan diagnosis yang berbeda yang berhubungan dengan riwayat klinis.
THORAX PA
Untuk posisi Thorax Pa diusahakan pasien berdiri / duduk karena diafragma berada pada ukuran
terendah dan untuk mengurangi pembesaran jantung, pada pemeriksaan jantung digunakan foto PA
dengan FFD 120 – 180 cm karena pada jarak tersebut ukuran jantung berada pada ukuran
sebenarnya.

Skapula tidak akan menutupi daerah paru. Besar jantung dapat diperkirakan dengan lebih mudah.
Tulang rusuk anterior tidak tampak jelas, sedang rusuk di bagian belakang semuanya menuju ke
arah tulang punggung. Pada posisi ini kamera berada di belakang pasien.
Posisi Pasien
Pasien berdiri dengan dada menempel kaset / stand chest dan batas atas kaset kira-kira 3-5 cm di
atas shoulder joint
Posisi Obyek
Tempatkan MSP tubuh berada pada tengah kaset, letakkan dagu pada atas kaset / chest stand.
Letakkan kedua punggung tangan di atas crista iliaka / hip dan rotasikan kedua elbow ke anterior
sehingga shoulder menyentuh bagian kaset dan scapula tertarik ke arah lateral (untuk menghindari
superposisi scapula dengan paru-paru)
Usahakan pasien inspirasi penuh pada saat eksposi
Usahakan kedua shoulder simetris kanan kiri untuk menghindari ketidaksimetrisan paru
Usahakan rambut tidak ada yang menutupi bagian obyek yang difoto

CP
Tegak lurus film
CR
Pada MSP kira-kira pada vertebra thoracal V / Angulus Inferior Scapularis
Faktor Eksposi
63 kV, 16 mAs dengan grid
Kriteria
Tampak gambaran trachea, lungs, arcus aorta dan jantung
Scapula tidak menutupi gambaran paru-paru
Kedua costal margin dan sinus costoprenikus tidak terpotong
Kedua paru simetris dilihat dari jarak costal margin ke columna vertebra dan jarak
acromioclavicular joint simetris
Tampak juga gambaran thoracal I-VII sebagai indikasi kV yang cukup

THORAX AP

Skapula tidak akan menutupi daerah paru. Besar jantung dapat diperkirakan dengan lebih mudah.
Tulang rusuk anterior tidak tampak jelas, sedang rusuk di bagian belakang semuanya menuju ke
arah tulang punggung. Pada posisi ini kamera berada di belakang pasien. Posisi ini digunakan
apabila pasien tidak dapat berdiri.
apabila pasien tidak dapat duduk. Pasien akan lebih sulit menarik nafas dalam, sehingga diafragma
akan lebih tinggi. Jika ada cairan di paru atau di rongga pleura, maka hal ini tidak begitu jelas
terlihat karena cairan cenderung hanya melapisi permukaan posterior paru.

Posisi Pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan dengan kedua tangan di samping tubuh
Posisi Obyek

MSP tubuh sejajar dengan garis tengah meja pemeriksaan / tengah kaset, batas atas 3-5 cm di atas
shoulder joint.

Jika memungkinkan fleksikan elbow, pronasikankan tangan serta letakkan kedua tangan pada hips
untuk meminimalkan gambaran scapula ke arah lateral.

Usahakan shoulder simetris kanan kiri dan inspirasi penuh jika memungkinkan

CR

sinar tegak lurus film

CP

Menuju manubrium (Vertebta Thoracal VII)

Kriteria

karena jauh dari film maka gambaran aorta dan jantung mengalami magnifikasi serta gambaran
paru-paru terlihat lebih kecil dibandingkan posisi PA karena bayangan diafragma.

clavicula lebih tinggi dan ribs terlihat lebih horisontal

THORAX LATERAL

Gunakan FFD 120-180 cm


Gunakan lateral kiri untuk memperlihatkan gambaran jantung dan paru-paru kiri dan lateral kanan
untuk memperlihatkan paru-paru kanan.

Posisi Pasien
Pasien berdiri true lateral dengan bagian yang diperiksa menempel film menempel kaset / stand
chest dan batas atas kaset kira-kira 3-5 cm di atas shoulder joint. Batas atas servikal VII
Posisi Obyek
Tempatkan MSP pasien sejajar dengan garis tengah kaset. Tempatkan tangan ke atas dengan elbow
fleksi serta kedua antebrachi bersilang diletakkan di belakang kepala seperti bantalan dengan
kedua tangan memegang elbow.
Usahakan pasien bernapas dan ekspirasi penuh untuk memaksimalkan area paru-paru

CP
Sinar tegak lurus film
CR
5 cm kearah anterior menuju mid axillary line pada vertebra thoracal VII
Faktor Eksposi
125 kV, 12 mAs dengan grid atau
60 kV, 50 mAs dengan grid
Kriteria
Bagian superior ribs saling superposisi
Sternum dalam posisi true lateral
Angulus costoprenicus tidak boleh terpotong

PERBEDAAN FOTO THORAX PA DENGAN AP


Pengambilan foto ini yang paling sering dilakukan pada pasien gawat, misalnya di ruang rawat
darurat atau rawat intensif. Biasanya hasil foto ”portable” akan sedikit lebih buruk dibanding foto
yang diambil di radiologi.
Pada foto dapat dilihat tulang rusuk melandai ke bawah, jantung akan lebih besar dan semakin
membesar apabila jarak fokus terhadap pasien lebih dekat. Skapula tampak di atas daerah paru.
Cara mengambil pasien berbaring dengan film diletakkan di punggung pasien dan kamera berada
kira-kira 1,5 meter di depan pasien. Akan lebih baik jika pasien ditidurkan dalam posisi 450 dan
pemotretan dilakukan saat inspirasi.
AP dengan FFD 120 cm

AP dengan FFD 90 cm

Ini adalah film PA di kiri AP dibandingkan dengan film telentang di sebelah kanan.
AP menunjukkan perbesaran jantung dan pelebaran mediastinum. Bila memungkinkan pasien harus
digambarkan dalam posisi tegak lurus PA. AP tinjauan kurang berguna dan harus disediakan untuk
pasien yang sangat sakit tidak dapat berdiri tegak.

THORAX RAO / LAO (PA OBLIK)


Proyeksi ini digunakan untuk melihat area maksimum dari paru-paru RAO untuk melihat bagian
kanan dan LAO bagian kiri

Posisi Pasien
Pasien berdiri posisi PA atau tengkurap di atas meja pemeriksaan dan MSP tubuh sejajar dengan
garis tengah kaset.
Posisi Obyek
Rotasikan pasien membentuk sudut 45 derajat atau 55 – 60 untuk menilai jantung serta aorta. Batas
atas kaset 3 cm di atas shoulder joint

LAO

Merotasikan pasien ke kanan dengan cara tangan kiri lurus dan tangan kanan fleksi dan menahan
saat badan dirotasikan berikut dengan kaki kanan fleksi untuk menahan bagian pelvis ketika rotasi
agar obyek benar-benar true oblik.

RAO

Merotasikan pasien ke kiri dengan cara tangan kanan lurus dan tangan kiri fleksi dan menahan saat
badan dirotasikan berikut dengan kaki kiri fleksi untuk menahan bagian pelvis ketika rotasi agar
obyek benar-benar true oblik. Foto dibuat saat inspirasi penuh
CR
Sinar tegak lurus menuju ke tengah film
CP
Pada vertebra Thoracal VII
Faktor Eksposi
63 kV dan 25 mAs dengan grid

RAO LAO

Kriteria

LAO

Terlihat area maksimum dari paru-paru kiri dengan susunan serabut-serabut brochialus
Tampak trachea
Tampak gambaran paru-paru kanan yang mengalami pemendekkan
Tampak jantung, arcus aorta dan aorta

RAO

Terlihat area maksimum dari paru-paru kanan dengan susunan serabut-serabut brochialus
Tampak trachea
Tampak gambaran paru-paru kiri yang mengalami pemendekkan
Posisi ini dapat untuk melihat gambaran atrium kiri, pulmonary arteri, bagian anterior dari apex
ventrikel kiri dan ruang retrocardiac kanan.
Bila diberi kontras (OMD) foto RAO dapat untuk melihat jelas bagian esophagus

RAO LAO

RPO dan LPO (AP Oblik)

Posisi ini digunakan ketika pasein tidak dapat prone / telengkup. Radiografi ini hasilnya hampir
sama. RPO berhubungan dengan LAO dan LPO berhubungan dengan RAO. RPO digunakan untuk
melihat area dari paru kanan dan LPO bagian paru kiri sehingga dapat disimpulkan bahwa bagian
yang dekat dengan film merupakan gambaran paru-paru yang paling jelas.

Posisi Pasien
Tidur telentang di atas meja pemeriksaan
Posisi Obyek
Rotasikan pasien membentuk sudut 45 derajat ke arah yang diinginkan (LPO / RPO) seiring dengan
merotasikan hip. Untuk LPO letakkan tangan kanan di belakang tubuh untuk fiksasi / penahan bobot
tubuh dan tangan kiri letakkan sebagai bantalan kepala. Untuk RPO sebaliknya. Fleksikan kaki
sebagai fiksasi agar obyek yang di foto true oblik. Foto ini dibuat saat inspirasi penuh
CR
Sinar tegak lurus film
CP
Vertebra thoracal IV untuk paru-paru
Vertebra thoracal V untuk jantung
Faktor Eksposi
63 kV dan 25 mAs dengan grid
Kriteria
Untuk LAO terlihat gambaran seperti RPO dan sebaliknya namun area paru-paru cenderung
mengalami pemendekan karena magnifikasi dari diafragma.\
Jantung dan aorta mengalami magnifikasi dikarenakan ada jarak antara obyek tersebut dengan film

AP Lordotik

Posisi ini digunakan untuk melihat apex pulmonary Karena pada posisi PA/AP apex pulmonary
superposisi dengan ribs.

Posisi Pasien
Pasien berdiri 30 cm di depan chest stand
Posisi Obyek
MSP tubuh sejajar dengan garis tengah kaset
Fleksikan elbow, tangan berada di atas hips untuk fiksasi
Sandarkan pasien ke belakang dengan posisi lordosis hingga punggung menyentuh kaset / chest
stand.
Batas atas kaset 3 cm di atas shoulder joint. Foto diambil ketika inspirasi kedua
CR
Sinar tegak lurus kaset
CP
Sinar menuju pada pertengahan sternum / di antara papilla pada laki-laki

Kriteria
tampak gambaran apex pulmonary
gambaran clavicula terlempar ke arah superior

AP Axial

Posisi ini digunakan apabila pasien tidak dapat melakukan posisi AP lordotik

Posisi Pasien
Pasien tidur terlentang / berdiri di meja pemeriksaan / chest stand
Posisi Obyek
MSP tubuh sejajar dengan garis tengah kaset
Foto dibuat saat inspirasi penuh
CR
Sinar menyudut 15-20 chepalad
CP
Sinar menuju vertebra thoracal II
Kriteria

gambaran sama dengan lordotik

tampak gambaran apex pulmonary


gambaran clavicula terlempar ke arah superior

LATERAL DECUBITUS

Posisi ini untuk melihat air fluid level dan pneumothoraks


Pasien juga dapat diperiksa dalam posisi lateral decubitus. Hal ini dapat membantu untuk menilai
volume efusi pleura dan menunjukkan apakah suatu efusi pleura adalah mobile atau loculated.
Anda juga dapat melihat nondependent hemithorax untuk mengkonfirmasi pneumotoraks pada
pasien yang tidak dapat tegak.

Posisi Pasien
Pasien tidur miring / lateral recumbent dengan tangan di atas sebagai bantalan kepala dan kaki
fleksi untuk fiksasi
Tempatkan kaset di belakang pasien

Posisi Obyek
Area paru-paru harus masuk film. Foto di buat saat inspirasi penuh
CP
Sinar horizontal tegak lurus film
CR
Menuju vertebra thoracal VII / 8 cm di bawah jugular notch

Kriteria
Tampak paru dengan batas air fluid level dan pnemothorax dengan gambaran opaque menutupi ribs

Ventral Decubitus
Posisi ini untuk melihat air fluid level

Posisi Pasien
Tidur telentang / telengkup di atas meja pemeriksaan (true AP)
Posisi Obyek
Obyek / paru-paru yang diperiksa yang jauh dari film
Foto dibuat saat inspirasi penuh
CR
Sinar horizontal tegak lurus film
CP
Vertebra thoracal VI-VII

Kriteria
Tampak air fluid level paru lateral menutupi bagian vertebra
INSPIRASI

Pasien harus diperiksa secara penuh inspirasi. Hal ini sangat membantu ahli radiologi untuk
menentukan apakah ada kelainan intrapulmonary. Diafragma harus dapat ditemukan di tentang
tingkat ke-8 - 10th posterior kosta atau 5 - 6th anterior tulang rusuk inspirasi baik.

Anda mungkin juga menyukai