Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

METODOLOGI PENELITIAN
“RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESIS PENELITIAN”

Oleh :
Kelompok II

Anggota :
Anugrah Setiawan 16138134
Hanny Maharani 16138141
M. Ersad Jabbar Nasir 16138148
Rowa Subakti Amigyo 16138155
Yusuf Fornando 16138158

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Dengan dilakukan
penelitian maka dihasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. Dengan mempunyai rasa keingintahuan tentang sesuatu, mendorong
manusia untuk meneliti dan menghasilkan kebenaran. Untuk melakukan penelitian maka
harus dilewati berbagai tahapan terlebih dahulu, ini sesuai dengan pengertian penelitian
ilmiah itu sendiri yakni menjawab masalah berdasarkan metode yang sistematis.
Peneliti seyogianya menyajikan rambu-rambu yang dapat menuntun pembaca
melewati semua tahap penelitian. Rambu pertama adalah tujuan penelitian yang menjadi
petunjuk utama sebuah penelitian. Dari tujuan penelitian ini, peneliti mulai mempersempit
fokus penelitiannya dengan menyajikan rumusan masalah dan hipotesis penelitian.
Bab tujuh ini akan menjelaskan sejumlah prinsip dan panduan dalam merancang
rumusan masalah penelitian kualitatif, rumusan masalah dan hipotesis penelitian
kuantitatif, serta rumusan masalah penelitian metode campuran.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana merancang rumusan masalah dalam penelitian kualitatif?
2. Bagaimana merancang rumusan masalah dan hipotesis penelitian dalam penelitian
kuantitatif?
3. Bagaimana merancang rumusan masalah dalam penelitian yang menggunakan metode
campuran?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui panduan dalam merancang rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif.
2. Untuk mengetahui panduan dalam merancang rumusan masalah dan hipotesis
penelitian dalam penelitian kuantitatif.
3. Untuk mengetahui panduan dalam merancang rumusan masalah dalam penelitian yang
menggunakan metode campuran.
BAB II
PEMBAHASAN

1. RUMUSAN MASALAH KUALITATIF

Dalam penelitian kualitatif, peneliti menyatakan rumusan masalah, bukan sasaran


penelitian (seperti, hasil-hasil akhir yang ingin diperoleh dalam penelitian) ataupun hipotesis-
hipotesis (seperti, prediksi-prediksi yang melibatkan variabel-variabel dan pengujian-
pengujian statistik). Rumusan masalah untuk penelitian kualitatif mengandalkan dua bentuk:
satu rumusan masalah utama dan beberapa sub rumusan masalah spesifik.

Rumusan masalah utama merupakan pertanyaan umum tentang konsep atau fenomena
yang diteliti. Peneliti mengajukan pertanyaan ini sebagai masalah umum yang tidak
dimaksudkan untuk membatasi penelitian. Untuk membuat pertanyaan seperti ini cobalah
bertanya: "Apa pertanyaan terluas yang bisa saya ajukan terkait dengan penelitian ini?"
Peneliti pemula yang dilatih dalam penelitian kuantitatif biasanya akan kesulitan untuk
menerapkan pendekatan ini karena mereka terbiasa dengan pendekatan sebaliknya:
mengidentifikasi rumusan masalah yang spesifik atau hipotesis-hipotesis yang didasarkan
pada variabel-variabel yang sangat terbatas. Sebaliknya, penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengeksplorasi faktor-faktor kompleks yang berada di sekitar fenomena utama dan
menyajikan perspektif-perspektif atau makna-makna yang beragam dari para partisipan.
Berikut ini disajikan beberapa petunjuk bagaimana menulis rumusan masalah atau pertanyaan
umum dalam penelitian kualitatif :
 Ajukanlah satu atau dua pertanyaan utama (rumusan masalah) yang diikuti oleh lima
hingga tujuh sub pertanyaan. Sub-sub pertanyaan ini harus sesuai dengan rumusan
masalah dan mempersempit fokus penelitian, tetapi tetap membuka diri akan
kemungkinan-kemungkinan lain. Miles dan Huberman (1994) merekomendasikan agar
peneliti menulis tidak lebih dari dua belas pertanyaan penelitian kualitatif, baik itu
pertanyaan utama (rumusan masalah) maupun sub-sub pertanyaan. Sebaliknya, sub-sub
pertanyaan bisa dibuat menjadi pertanyaan-pertanyaan spesifik untuk digunakan selama
wawancara(atau observasi, atau ketika proses dokumentasi). Dalam membuat protokol
atau panduan wawancara, misalnya, peneliti dapat mengajukan pertanyaan ice breaker di
awal wawancara, yang kemudian dilanjutkan dengan lima sub pertanyaan (lihat Bab 9).
Wawancara ini kemudian bisa diakhiri dengan pertanyaan penutup, seperti yang pernah
penulis lakukan dalam salah satu penelitian studi kasus penulis: "Pertanyaan terakhir, siapa
yang bisa saya hubungi untuk mempelajari lebih jauh tentang topik ini?" (Asmussen &
Creswell, 1995).
 Kaitkanlah pertanyaan utama (rumusan masalah) dengan strategi penelitian kualitatif
tertentu. Misalnya, spesifikasi rumusan masalah dalam penelitian etnografi berbeda dengan
rumusan masalah dalam strategi-strategi penelitian kualitatif yang lain. Dalam penelitian
etnografi, Spradley (1980) mengajukan taksonomi rumusan masalah etnografis terkait dengan
sekelumit kisah komunitas culture-sharing, pengalaman-pengalaman mereka, penggunaan
bahasa asli, perbedaan-perbedaan mereka dengan kelompok-kelompok kultural lain, dan
rumusan masalah tambahan untuk menverifikasi keakuratan data. Dalam etnografi kritis,
rumusan masalah bisa saja dibuat berdasarkan literatur-literatur yang ada. Rumusan masalah
ini, biasanya lebih berupa petunjuk-petunjuk kerja ketimbang kebenaran-kebenaran yang harus
dibuktikan (Thomas, 1993:35). Sebaliknya, dalam fenomenologi, rumusan masalahnya bisa
dinyatakan secara luas tanpa harus merujuk pada literatur-literatur. Moustakas (1994)
membahas satu rumusan masalah tentang peristiwa apa saja yang dialami partisipan dan dalam
situasi apa mereka mengalami peristiwa itu. Contoh rumusan masalah fenomenologi adalah:
"Bagaimana kehidupan seorang ibu jika satu anak remajanya meninggal karena kanker?"
(Nieswiadomy, 1993: 151). Dalam grounded theory, rumusan masalahnya bisa diarahkan
menuju upaya menciptakan teori baru tentang proses-proses tertentu, seperti mengajukan
rumusan masalah untuk menciptakan teori tentang interaksi antara pasien dan dokter di
rumah sakit. Dalam penelitian studi kasus, rumusan masalahnya bisa diarahkan untuk
mendesknpsikan suatu kasus dan kecenderungan-kecenderungan tertentu.
 Awalilah rumusan masalah penelitian Anda dengan kata-kata "apa" atau "bagaimana"
untuk menunjukkan keterbukaan penelitian Anda. Kata bagaimana sering kali menyiratkan
bahwa penelitian tengah berusaha menjelaskan mengapa sesuatu muncul. Kata ini memang
menuntut adanya jawaban sebab-akibat yang lebih berhubungan dengan penelitian
kuantitatif. Hanya saja, dalam penelitian kualitatif, kata itu mencerminkan pemikiran yang
lebih terbuka.
 Fokuslah pada satu fenomena atau konsep utama. Suatu penelitian memang bisa
berkembang dari waktu ke waktu; ada kemungkinan banyak faktor lain yang muncul dan
memengaruhi fenomena tersebut, tetapi cobalah memulai penelitian Anda dengan satu
fenomena utama untuk dieksplorasi secara detail.

 Gunakanlah verba-verba eksploratif sesuai dengan jenis strategi kualitatif yang Anda
terapkan. Verba-verba ini seyogianya mengajak pembaca untuk memahami bahwa
penelitian Anda:
1. Menemukan (grounded theory).
2. Berusaha memahami (etnografi).
3. Mengeksplorasi suatu proses (studi kasus).
4. Mendeskripsikan pengalaman (fenomenologi).
5. Menyajikan cerita (penelitian naratif).

 Karena ini penelitian kualitatif maka gunakanlah verba-verba eksploratoris berupa kata-
kata tidak langsung (nondirectional words) ketimbang kata-kata langsung (directional
words), seperti "berdampak pada, "memengaruhi,""menentukan," "menyebabkan," dan
"menghubungkan."
 Upayakan rumusan masalah Anda terus berkembang dan berubah selama penelitian
berlangsung, namun tetap konsisten dengan asumsi-asumsi dasar rancangan penelitian
tersebut. Dalam penelitian kualitatif, rumusan masalah sering kali didasarkan pada review
atau reformulasi secara terus-menerus (seperti dalam penelitian grounded theory).
Pendekatan ini mungkin saja problematis bagi individu-individu yang sudah terbiasa
dengan rancangan kuantitatif, dimana rumusan masalah harus fixed sepanjang penelitian.
 Gunakanlah rumusan masalah yang open-ended (terbuka), tanpa perlu merujuk pada
literatur atau teori tertentu, kecuali jika ada strategi penelitian kualitatif yang menganjurkan
hal itu.
 Rincilah para partisipan dan lokasi penelitian, itupun jika sebelumnya informasi mengenai
keduanya belum dijelaskan.

Berikut ini, kutipan sejumlah rumusan masalah kualitatif dari strategi-strategi penelitian
yang berbeda-beda:

Contoh 7.1 Rumusan Masalah Kualitatif dalam Etnografi


Finders (1996) menggunakan prosedur-prosedur etnografi uhtuk mendokumentasikan
kecenderungan membaca majalah-majalah remaja oleh siswi-siswi kelas 1 SMP Amerika
yang berekonomi kelas menengah. Finders berusaha mengeksplorasi bagaimana siswi-siswi
tersebut memersepsi dan mengkonstruksi peran sosial dan pergaulan mereka saat mereka
masuk ke SMP dengan cara meneliti kecenderungan mereka dalam membaca majalah-
majalah remaja. Finders mengajukan satu rumusan masalah utama dalam penelitiannya:
Bagaimana para remaja putri membaca buku-buku yang menyajikan realisme fiksi?

(Rnders, 1996: 72)


Rumusan masalah Finders (1996) ini dimulai dengan kata bagaimana, menggunakaan
verba terbuka, membaca; fokus pada satu konsep utama, literatur atau majalah remaja; dan
menyebutkah para partisipannya, remaja-remaja putri, sebagai kelompok culture-sharing.
Perhatikan bagaimana Finders membuat rumusan masalah yang ringkas dan padat ini untuk
nantinya dijawab dalam penelitiannya. Rumusan masalahnya adalah pertanyaan luas yang
memungkinkan Finders menyingkap pola-pola aiau kecenderungan-kecenderungan siswi SMP
membaca majalah remaja.

Contoh 7.2 Rumusan Masalah Kualitatif dalam Studi Kasus


Padula dan Miller (1999) melakukan studi kasus untuk mendeskripsikan pengalaman para
mahasiswi program doktoral psikologi disalah satu Universitas research Midwestern yang
ingin kembali bersekolah, setelah beberapa lama mereka kuliah di Universitas. Tujuannya
untuk mendokumentasikan pengalaman para mahasiswi ini berdasarkan perspektif
"perempuan" feminis dan gender. Padula dan Miller mengajukan tiga rumusan masalah utama
dalam penelitiannya:
1. Bagaimana para mahasiswi program doktoral psikologi mendeskripsikan keputusan
mereka untuk kembali bersekolah?
2. Bagaimana para mahasiswi program doktoral psikologi mendeskripsikan pengalaman
mereka, ketika sudah mulai bersekolah kembali? dan
3. Bagaimana sekembalinya mereka dari sekolah ini mengubah kehidupan mereka?

(Padula & Miller, 1999: 328)

Tiga rumusan masalah ini, semuanya diawali dengan kata bagaimana, menggunakan
verba-verba yang terbuka, seperti mendeskripsikan; dan fokus pada tiga aspek pengalaman
psikologis - kembali ke sekolah, masuk kembali, dan mengubah. Ketiganya juga menyebutkan
secara jelas para partisipan, yaitu mahasiswi-mahasiswi program doktoral di salah satu
universitas research Midwestern.

2. RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESIS PENELITIAN KUANTITATIF


Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menyajikan rumusan masalah dan hipotesis
penelitian, terkadang sasaran penelitian juga. Rumusan masalah ini biasanya berupa
pertanyaan-pertanyaan tentang hubungan antara variabel-variabel yang akan dianalisis oleh
peneliti. Rumusan masalah pada umumnya digunakan dalam penelitian ilmu sosial dan lebih
khusus dalam penelitian survei. Di sisi lain, hipotesis kuantitatif merupakan prediksi-prediksi
yang dibuat peneliti tentang hubungan antar variabel yang ia harapkan. Hipotesis ini biasanya
berupa perkiraan numerik atas populasi yang dinilai berdasarkan data sampel penelitian.
Menguji hipotesis berarti menerapkan prosedur-prosedur statistik dimana di dalamnya
peneliti mendeskripsikan dugaan-dugaannya terhadap populasi tertentu berdasarkan sampel
penelitian. Hipotesis sering kali digunakan dalam penelitian eksperimen yang di dalamnya
peneliti membandingkan kelompok-kelompok (groups). Para pembimbing biasanya
merekomendasikan penggunaan hipotesis ini hanya untuk penelitian-penelitian formal,
seperti disertasi atau tesis, guna memperjelas ke mana penelitian-penelitian tersebut
diarahkan.
Selain rumusan masalah dan hipotesis, ada pula sasaran kuantitatif. Sasaran ini
mengindikasikan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai. Sasaran kuantitatif banyak
dijumpai dalam proposal-proposal permohonan dana, tetapi jarang digunakan dalam
penelitian-penelitian ilmu sosial dan kesehatan dewasa ini. Untuk itulah, fokus kita hanya pada
rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Berikut ini adalah contoh rumusan masalah
kuantitatif:
Apakah ..... (nama teori) dapat menjelaskan hubungan antara .......... (variabel bebas) dan
............. (variabel terikat), yang dipengaruhi pula oleh ................ (variabel control)?

Sementara untuk contoh hipotesis kuantitatif dapat berupa seperti ini (hipotesis nol) :

Tidak ada perbedaan signifikan antara .......... (kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen dalam variabel bebas) terhadap ..................... (variabel terikat).

Berikut ini, disajikan sejumlah petunjuk dalam menulis rumusan masalah dan hipotesis
kuantitatif yang baik:
 Variabel-variabel dalam rumusan masalah atau hipotesis biasanya hanya digunakan
dengan tiga pendekatan dasar. Pertama, peneliti membandingkan kelompok-kelompok
dalam variabel bebas untuk melihat dampaknya terhadap variabel terikat. Kedua, peneliti
menghubungkan satu atau beberapa variabel bebas dengan satu atau beberapa variabel
terikat. Ketiga, peneliti mendeskripsikan respons-respons terhadap variabel bebas,
variabel mediate, atau variabel terikat. Kebanyakan penelitian kuantitatif menggunakan
salah satu atau lebih dari tiga pendekatan ini.
 Salah satu hal yang paling sering muncul dalam penelitian kuantitatif adalah pengujian
terhadap suatu teori (lihat Bab 3) dan spesifikasi rumusan masalah atau hipotesis yang
berhubungan dengan teori tersebut.
 Variabel bebas dan variabel terikat harus diukur secara terpisah. Prosedur ini sekaligus
memperkuat logika sebab-akibat dalam penelitian kuantitatif.

 Untuk mengurangi "kelebihan muatan", tulislah hanya rumusan masalah atau hipotesis
saja, tidak kedua-duanya, kecuali jika hipotesis tersebut dibuat berdasarkan rumusan
masalah (mengenaihal ini, akan dijelaskan kemudian). Pilihlah satu pola rumusan masalah
atau hipotesis berdasarkan tradisi atau rekomendasi dari pembimbing atau pihak fakultas,
atau berdasarkan ada tidaknya prediksi akan hasil penelitian dari penelitian-penelitian
sebelumnya.

 Jika hipotesis yang digunakan, ada dua bentuk: hipotesis nol dan hipotesis alternatif.
Hipotesis nol merepresentasikan pendekatan tradisional: ia membuat suatu prediksi yang
menyatakan tidak ada satu pun hubungan atau perbedaan signifikan antara kelompok-
kelompok dalam variabel penelitian. Pernyataan untuk hipotesis nol bisa berupa: "Tidak
ada perbedaan (atau hubungan)" antara kelornpok-kelompok. Berikut ini, salah satu
contoh hipotesis nol :

Contoh 7.3 Hipotesis Nol


Seorang peneliti mengamati tigas jenis penguatan (reinforcement) bagi anak-anak autis, yaitu
isyarat-isyarat verbal, reward dan tanpa penguatan. Peneliti tadi mengumpulkan informasi
mengenai perilaku anak-anak autis yang nantinya dapat dijadikan instrumen pengukuran untuk
menganlisis interaksi sosial mereka dengan saudara-saudara mereka. Hipotesis nol untuk
penelitian ini bisa berupa :

Tidak ada perbedaan signifikan antara isyarat verbal, reward dan tanpa penguatan terhadap
interaksi sosial antara anak-anak autis dan saudara-saudara mereka.

 Hipotesis kedua, yang banyak dijumpai dalam artikel-artikel jurnal; adalah hipotesis
alternatif atau hipotesis direksional. Peneliti membuat suatu prediksi atas hasil yang
diharapkan. Prediksi ini biasanya berasal dari literatur-literatur atau penemuan penelitian
sebelumnya yang pernah menyatakan kemungkinan hasil tersebut. Misalnya, peneliti
dapat memprediksikan bahwa "Nilai Kelompbk A akan lebih tinggi ketimbang Kelompok
B" dalam yariabel terikat; atau, bahwa "Kelompok A akan lebih banyak berubah
ketimbang Kelompok B" dalam outcome yang diharapkan. Contoh-contoh berikut
mengilustrasikan hipotesis direksional ini karena outcome yang diharapkan (seperti, lebih
tinggi, lebih banyak berubah, dan sebagainya) juga disertakan di dalamnya.
Contoh 7.4 Hipotesis Direksional
Mascarenhas (1989) meneliti perbedaan antara jenis-jenis kepemilikan perusahaan (milik
negara, publik, dan swasta) dalam Industri offshore drilling (pengeboran jauh dari pantai). Secara
khusus, perbedaan-perbedaan yang dieksplorasi menyangkut soal dominasi market domestik,
jangkauan internasional, dan orientasi kostumer antara ketiga jenis perusahaan tersebut. Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan terkontrol (control field study) dengan prosedur kuasi
eksperimental.
Hipotesis 1: Perusahaan-perusahaan publik akan memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih
besar ketimbang perusahaan-perusahaan swasta.
Hipotesis 2: Perusahaan-perusahaan publik akan meemiliki jangkauan internasional yang
lebih luas ketimbang perusahaan-perusahaan milik negara dan swasta.
Hipotesis 3: Perusahaan-perusahaan milik negara akan memiliki share yang lebih luas dalam
market domestik ketimbang perusahaan-pserusahaan publik dan swasta.
Hipotesis 4: Perusahaan-perusahaan publik akan memiliki jaringan produk yang lebih luas
ketimbang perusahaan-perusahaan milik negara dan swasta.
Hipotesis 5: Perusahaan-perusahaan milik negara kemungkinan akan lebih banyak
membangun BUMN-BUMN di seberang lautan untuk menjaring kostumer yang lebih luas.
Hipotesis 6 : Perusahaan-perusahaan milik negara akan memiliki jumlah kostumer yang lebih
stabil ketimbang perusahaan-perusahaan swasta.
Hipotesis 7 : Meskipun tidak terlalu tampak, perusahaan-perusahaan publik sepertinya akan
menerapkan teknologi yang lebih canggih ketimbang perusahaan-perusahaan milik negara
dan swasta.
(Mascarenhas, 1989: 585-588)

 Jenis lain dari hipotesis alternatif adalah hipotesis nondireksional: suatu prediksi dibuat,
namun bentuk perbedaan-perbedaannya (seperti, lebih besar, lebih lemah, lebih banyak,
kurang, dan sebagainya) tidak secara eksak dirinci karena sipeneliti tidak mengetahui apa
yang diprediksikan dari literatur-literatur sebelumnya. Untuk itu, peneliti yang
menggunakan hipotesis ini kemungkinan akan menulis: "Ada perbedaan" antara dua
kelompok. Berikut ini, salah satu contoh yang menggabungkan dua jenis hipotesis tersebut
(direksional dan nondireksional).
Contoh 7.5 Hipotesis Nondireksional dan Direksional

Terkadang hipotesis-hipotesis direksional dibuat untuk meneliti hubungan antara variabel-


variabel ketimbang membandingkan kelompok-kelompok. Misalnya Moore (2000) meneliti makna
identitas gender wanita Yahudi dan Arab yang religius dan sekuler di lingkungan Israel. Dengan
sampel probabilitas berskala nasional yang terdiri dari wanita Yahudi dan Arab lingkungan Israel,
Moore mngidentifikasikan tiga hipotesis untuk penelitiannya. Hipotesis pertama berciri
nondireksional, sedangkan dua hipotesis terakhir berciri direksional.
Ht: Identitas gender Wanita Arab dan Yahudi yang religius dan sekuler sangat berkaitan
dengan tatanan masyarakat sosio-politik yang berbeda-beda yang turut merefleksikan
sistem nilai mereka yang berbeda-beda pula.
H2: Wanita religius dengan identitas gender yang prominen kurang aktif secara sosio politik
ketimbang wanita sekuler dengan identitas gender yang juga prominen.
H3: Hubungan 0 antara identitas gender, religiusitas, dan perilaku sosial lebih lemah dalam
komunitas wanita Arab ketimbang wanita Yahudi

 Jika penelitian Anda menggunakan variabel-variabel demografis sebagai prediktor-


prediktornya, sebaiknya gunakanlah variabel-variabel nondemografis (seperti, sikap
atau perilaku) sebagai variabel bebas dan terikatnya. Bahkan, variabel-variabel
demografis (seperti, umur, tingkat pemasukan, level pendidikan, dan sebagainya) bisa
saja Anda gunakan sebagai variabel-variabel intervening (atau mediate atau moderate)
sebagai ganti dari variabel-variabel bebas.

 Gunakanlah pola urutan kata-kata yang konsisten dalam menulis rumusan masalah atau
hipotesis penelitian agar pembaca mudah mengidentifikasi variabel-variabel utama.
Hal ini mengharuskan peneliti untuk mengulang frasa-frasa kunci dan memosisikan
variabel bebas di bagian pertama (bagian kiri) dan variabel terikat di bagian kedua
(sebelah kanan), seperti yang sudah dibahas dalam Bab 6 tentang Tujuan Penelitian.
Berikut ini, contoh susunan kata-kata dengan menyatakan variabel bebas terlebih
dahulu, lalu variabel terikat.
Contoh 7.6 Penggunaan Standar Bahasa dalam Hipotesis

1. Tidak ada hubungan antara fasilitas tambahan dan ketekunan akademik bagi para
mahasiswi di bawah umur rata-rata.
2. Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dan ketekunan akademik bagi para
mahasiswi di bawah umur rata-rata.
3. Tidak ada hubungan antara fasilitas tambahan dan dukungan keluarga bagi para mahasiswi
di bawah umur rata-rata

MODEL RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESIS DESKRIPTIF

Salah satu model yang penulis rekomendasikan dalam merancang rumusan masalah dan
hipotesis penelitian adalah dengan menulis rumusan masalah yang bersifat deskriptif
(mendeskripsikan sesuatu) terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan menulis rumusan
masalah dan hipotesis inferensial (memberikan dugaan-dugaan atas populasi tertentu
berdasarkan sampel penelitian). Model rumusan masalah dan hipotesis ini mencakup variabel
bebas dan variabel terikat. Dalam model ini, peneliti membuat rumusan masalah deskriptif,
masing-masing untuk variabel bebas, variabel terikat, dan variabel intervening/control. Setelah
menulis rumusan masalah deskriptif ini, peneliti bisa menyajikan rumusan masalah (atau
hipotesis) inferensial yang menghubungkan variabel-variabel atau mem-bandingkan
kelompok-kelompok. Berikut ini, contoh model rumusan masalah deskriptif dan inferensial.

Contoh 7.7 Rumusan Masalah Deskriptif dan Inferensial

Untuk mengilustrasikan model rumusan masalah deskriptif dan inferensial ini, anggap saja
ada seorang peneliti yang tengah rnenganalisis hubungan antara keterampilan berpikir kritis
(variabel bebas yang diukur berdasarkan instrumen tertentu) dan prestasi (variabel terikat yang
diukur berdasarkan level-level) siswa kelas delapan jurusan ilmu sosial di distrik sekolah
metropolitan. Sebagai tindak lanjutnya, peneliti tersebut mendasarkan analisis ini pada variabel
control, yaitu pengaruh prestasi siswa-siswa sebelumnya di kelas ilmu sosial dan pendidikan orang
tua. Jika mengikuti model yang sudah dijelaskan tadi, rumusan masalahnya bisa ditulis seperti
berikut ini:
Rumusan Masalah Deskriptif :

1. Bagaimana rata-rata keterampilan berpikir kritis para siswa? (Rumusan masalah deskriptif
yang fokus pada variabel bebas).
2. Bagaimana level-level prestasi siswa di kelas ilmu sosial? (Rumusan masalah deskriptif
yang fokus pada variabel terikat).
3. Bagaimana level-level kualitas siswa sebelumnya di kelas ilmu sosial? (Rumusan masalah
deskriptif yang fokus pada variabel kontrol, yakni prestasi-prestasi siswa sebelumnya),
4. Bagaimana keberhasilan pendidikan orang tua? (Rumusan masalah deskriptif yang fokus
pada variabel kontrol yang lain, yakni keberhasilan pendidikan orang tua).

Rumusan Masalah Inferensial

1. Apakah kemampuan berpikir kritis berpengaruh pada prestasi siswa? (Rumusan masalah
inferensial yang menghubungkan variabel bebas dengan variabel terikat.
2. Apakah kemampuan berpikir kritis berpengaruh pada prestasi siswa? Apakah pengaruh ini
juga berasal dari kualitas-kualitas siswa-siswa sebelumnya dan keberhasilan pendidikan
orang tua? (Rumusan masalah inferensial yang menghubungkan variabel bebas dan
variabel terikat, yang juga melibatkan pengaruh-pengaruh dari dua variabel control).

Contoh di atas mengilustrasikan bagaimana menyusun rumusan masalah secara deskriptif


dan inferensial dalam konteks hubungan antarvariabel. Peneliti bisa saja membandingkan
kelompok-kelompok dalam variabel. Hanya saja, dalam rumusan masalah inferensialnya,
bahasa yang digunakan mungkin akan sedikit berbeda. Anda juga bisa mengkreasikan sendiri
rumusan masalah deskriptif dan inferensial dengan cara membuat sebanyak mungkin rumusan
masalah yang menghubungkan variabel bebas dan variabel terikat. Akan tetapi, penulis
merekomendasikan untuk menggunakan model deskriptif-inferensial seperti di atas tadi.

Contoh di atas juga mengilustrasikan bagaimana mendeskripsikan variabel-variabel dan


menghubungkannya. Begitu pula, dalam struktur penulisannya, contoh di atas meletakkan
variabel bebas di urutan pertama dan variabel terikat di urutan kedua, sedangkan variabel
control di urutan ketiga. Tidak hanya itu, contoh di atas juga menggunakan informasi-informasi
demografis (seperti, pendidikan orang tua dan prestasi siswa sebelumnya) sebagai variabel
control ketimbang sebagai variabel utama sehingga pembaca akan berasumsi bahwa rumusan
masalah tersebut berasal dari suatu model teoretis tertentu.
3. RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESIS PENELITIAN METODE CAMPURAN

Dalam buku-buku yang membahas metode penelitian, peneliti biasanya tidak akan
melihat penjelasan mengenai rumusan masalah atau hipotesis yang spesifik yang memang
didesain untuk rancangan metode campuran. Meski demikian, sudah banyak pembahasan
mengenai aplikasi rumusan masalah metode campuran dan bagaimana merancang rumusan
masalah ini (lihat Creswell & Piano Clark, 2007; Tashakkori & Creswell, 20&7).
Penelitian metode Campuran seharusnya dimulai dengan rumusan masalah yang
memang dirancang khusus untuk penelitian metode campuran. Hal ini dimaksudkan untuk
membentuk metode dan rancangan penelitian yang benar-benar sesuai dan utuh. Karena
penelitian metode campuran sering kali bertumpu pada salah satu dari dua desain penelitian
yang lain, yaitu kuantitatif atau kualitatif, maka kombinasi atas dua rancangan ini bisa jadi
memberikan informasi yang berguna dalam membuat rumusan masalah dan hipotesis metode
campuran.
Dengan demikian, yang perlu dipikirkan adalah: seperti apa jenis-jenis rumusan masalah
yang seharusnya disajikan dan kapan serta informasi apa saja yang paling dibutuhkan -dalam
rumusan masalah- untuk menunjukkan sifat penelitian metode campuran:
 Rumusan masalah (atau hipotesis), baik yang didasarkan pada rancangan kualitatif
maupun kuantitatif, harus sama-sama disajikan dalam penelitian metode campuran untuk
mempersempit dan memfokuskan tujuan penelitian. Rumusan masalah atau hipotesis ini
dapat diajukan diawal penelitian atau dibagian-bagian lain, tergantung tahap penelitian apa
yang didahulukan. Misalnya, jika penelitiannya diawali dengan tahap kuantitatif, peneliti
sebaiknya memperkenalkan hipotesis terlebih dahulu. Nanti, dalam penelitian tersebut,
ketika tahap kualitatif sudah mulai dibahas, barulah peneliti memunculkan rumusan
masalah kualitatif.
 Ketika menulis rumusan masalah atau hipotesis penelitian metode campuran, ikutilah
petunjuk-petunjuk dalam bab ini tentang bagaimana menulis rumusan masalah dan
hipotesis yang baik.
 Peneliti seharusnya juga memerhatikan susunan rumusan masalah dan hipotesis ini. Dalam
penelitian metode campuran dua-tahap (sekuensial), rumusan masalah tahap pertama
seharusnya diajukan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh rumusan masalah tahap kedua
sehingga pembaca bisa melihat rumusan-rumusan tersebut secara berurutan sebagai acuan
mereka ketika akan membaca keseluruhan penelitian. Untuk penelitian metode campuran
satu-tahap (konkuren), rumusan masalah seharusnya disusun berdasarkan metode apa
yang paling ditekankan dalam penelitian tersebut.
 Tulislah rumusan masalah penelitian metode campuran yang secara langsung
menunjukkan adanya pencampuran (mixing) karakteristik-karakteristik penelitian
kuantitatif dan kualitatif. Rumusan masalah inilah yang nantinya akan dijawab
berdasarkan proses pencampuran tersebut (lihat Creswell & Piano Clark, 2007). Inilah
rumusan masalah terbaru yang akhir-akhir ini banyak dibahas dalam buku-buku metode
penelitian. Tashakkori dan Creswell (2007: 208), misalnya, menyebut rumusan masalah
itu sebagai rumusan masalah "hibrida" atau "terintegrasi". Rumusan masalah semacam ini
dapat ditulis di awal penelitian maupun di bagian-bagian lain. Misalnya, dalam penelitian
dua-tahap, rumusan masalah ini dapat diletakkan dalam pembahasan antara dua tahap
tersebut. Rumusan semacam ini mengandaikan salah satu dari dua bentuk. Bentuk pertama
adalah menuliskannya ketika peneliti tengah membahas metodologi atau prosedur-
prosedur dalam penelitian (seperti, apakah data kualitatif dapat membantu menjelaskan
hasil-hasil dari tahap penelitian kuantitatif sebclumnya?) (Lihat Creswell & Piano Clark,
2007). Bentuk kedua adalah menuliskannya ketika peneliti tengah membahas isi atau
konten penelitian (seperti, apakah topik mengenai dukungan sosial dapat membantu
menjelaskan mengapa beberapa siswa menjadi nakal di sekolah?) (lihat Tashakkori &
Creswell, 2007).
 Pertimbangkan pula teknik-teknik lain yang berbeda: bahwa semua jenis rumusan masalah
(baik itu kuantitatif, kualitatif, maupun metode campuran) bisa saja ditulisuntuk keperluan
penelitian metode campuran, misalnya:

1. Tulislah, secara terpisah dan sendiri-sendiri, rumusan masalah atau hipotesis kuantitatif
dan rumusan masalah kualitatif. Semua rumusan masalah dan hipotesis ini bisa ditulis
di awal penelitian atau di bagian-bagian lain ketika penelitian tersebut sampai pada
tahap tertentu. Dengan teknik ini, berarti peneliti tengah menekankan penelitiannya
pada dua pendekatan sekaligus (kuantitatif dan kualitatif), bukan pada metode
campuran saja atau pada komponen integratif penelitian semata.
2. Tulislah, secara terpisah dan sendiri-sendiri, rumusan masalah dan hipotesis kuantitatif,
rumusan masalah kualitatif, yang kemudian diikuti oleh rumusan masalah metode
campuran. Teknik penulisan semacam ini menyisratkan pentingnya dua tahap
penelitian tersebut (kualitatif dan kuantitatif) serta kekuatan kombinasi keduanya.
Tidak mengherankan jika pendekatan semacam ini dianggap sebagai pendekatan yang
paling ideal.
3. Tulislah hanya rumusan masalah metode campuran yang mencerminkan prosedur-
prosedur atau isi (atau, tulislah rumusan masalah metode campuran berdasarkan
pendekatan prosedural maupun isi), dan jangan menulis rumusan masalah kuantitatif
dan kualitatif secara terpisah. Pendekatan ini dapat meningkatkan cara pandang
pembaca bahwa penelitian tersebut memang dimaksudkan untuk mengintegrasikan atau
menghubungkan secara ketat tahap penelitian kuantitatif dan kualitatif (artinya,
jumlah/gabungan dari dua tahap ini —kuantitatif dan kualitatif— lebih besar ketimbang
jumlah masing-masing dari keduanya).

Contoh 7.8 Hipotesis dan Rumusan Masalah dalam Penelitian Metode Campuran

Houtz (1995) melakukan penelitian metode campuran dua-tahap (sekuensial) dengan hipotesis
dan rumusan masalah yang ditulis secara terpisah (antara kuantitatif dan kualitatif) di masing-
masing bagian pendahuluan tahap tersebut. Penelitian ini menganalisis perbedaan-perbedaan antara
strategi instruksional SNIP (nontradisional) dan strategi instruksional SLTP (tradisional) bagi
siswa-siswa kelas tujuh dan kelas delapan, juga prestasi-prestasi mereka dan sikap-sikap mereka
terhadap ilmu pengetahuan. Penelitian ini dilaksanakan ketika banyak sekolah beralih dan konsep
dua-tahun SLTP menuju tiga-tahun SMP (yang meliputi kelas enam). Dalam penelitian dua-tahap
ini, tahap pertama (kuantitatif) melibatkan penilaian pre-test dan post-test terhadap perilaku-
perilaku dan prestasi-prestasi siswa dengan menggunakan skala dan nilai ujian. Houtz kemudian
melanjutkan hasil kuantitatif ini dengan wawancara kualitatif bersama para guru ilmu sosial, kepala
sekolah, dan konsultan-konsultan terkait. Tahap kedua ini membantu menjelaskan perbedaan-
perbedaan dan petsamaan-persamaan. Antara dua strategi instruksional yang diperoleh dari tahap
pertama tadi.
Dengan penelitian kuantitatif di tahap pertama, Houtz (1995: 630) menulis hipotesis-
hipotesisnya sebagai benkut:
Penelitian ini didasarkan pada hipotesis bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara siswa
di SMP (non tradisional) dan siswa di SLTP (tradisional) dalam hal sikap-sikap mereka
terhadap ilmu pengetahuan sebagai materi pelajaran. Selain itu, dihipotesiskan pula bahwa
tidak ada perbedaan signifikan antara siswa di SMP dan siswa di SLTP dalam hal prestasi
keilmuan mereka.
Hipotesis-hipotesis di atas muncul di bagian pendahuluan tahap kuantitatif. Setelah itu,
dalam tahap kualitatif, Houtz memunculkan tiga rumusan masalah untuk mengeksplorasi
hasil-hasil kuantitatif secara lebih mendalam. Rumusan masalah ini la jadikan sebagai
bahan pertanyaan untuk mewawancarai guru ilmu sosial, kepala sekolah dan para
konsultan universitas. Tiga rumusan m asalah tersebut antara lain:
Apa saja perbedaan antara strategi instruksional SMP dan strategi instruksional
SLTP ketika sekolah ini berada dalam masa-masa transisi? Bagaimana masa-masa transisi
ini memengaruhi perilaku dan prestasi keilmuan siswa Anda? Bagaimana perasaan para
guru tentang proses yang berubah ini?
(Houtz, 1995: 649)

Dari penelitian metode campuran ini dapat kita lihat bahwa Houtz telah menyertakan
hipotesis kuantitatif dan rumusan masaiah kualitatif di awal setiap tahap penelitiannya, dan ia
sudah menggunakan elemen-elemen yang tepat dalam menulis hipotesis dan rumusan masalah
tersebut. Dari hipotesis dan rumusan masaiah ini; Houtz (1995) sebenarnya bisa membuat
sejenis rumusan masalah metode campuran yang ia nyatakan berdasarkan perspektif
procedural:
Bagaimana interview dengan para guru, kepala sekolah, dan para konsultan universitas
dapat membantu menjelaskan perbedaan-perbedaan kuantitatif dalam hal prestasi siswa-siswa
SMP dan SLTP?
Jika tidak, rumusan masaiah metode campurannya dapat ditulis berdasarkan orientasi isi,
seperti berikut ini:
Bagaimana pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh para guru dapat membantu
menjelaskan mengapa nilai siswa SMP lebih rendah ketimbang nilai siswa SLTP?

Contoh 7.9 Rumusan Masalah Metode campuran dalam Konteks Prosedur-prosedur


Campuran
Sejauh mana dan dalam hal apa wawancara kualitatif bersama para mahasiswa dan pihak
fakultas turut menciptakan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan antara nilai
SEEPT dan performa akademik siswa, melalui analisis metode campuran integratif?
(Lee & Greene, 2007)
Rumusan masalah ini merupakan rumusan masalah metode campuran yang fokus pada
tujuan dicampurnya dua tahap penelitian, yakni gabungan antara data kuantitatif dan
wawancara kualitatif untuk melihat hubungan antara nilai dan performa siswa. Rumusan
masalah di atas juga menekankan pada apakah penggabungan ini dapat membantu menciptakan
pemahaman yang komprehensif tentang topik penelitian. Di akhir penelitiannya, Lee dan
Greene telah menyajikan petunjuk untuk menjawab pertanyaan ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Rumusan masalah dan hipotesis berperan sebagai "rambu-rambu" bagi pembaca dan
untuk mempersempit tujuan penelitian. Para peneliti kualitatif seyogianya mengajukan
sedikitnya satu rumusan masalah utama dan beberapa sub rumusan masalah. Mereka harus
mengawali rumusan masalahnya dengan kata-kata seperti bagaimana atau apakah dan
menggunakan verba-verba eksploratoris, seperti mengeksplorasi atau mendeskripsikan. Selain
itu, mereka harus menyajikan rumusan masalah yang umum dan luas yang memungkinkan
mereka mengeksplorasi gagasan-gagasan partisipan. Mereka juga harus fokus pada satu
fenomena utama yang diteliti. Rumusan masalah dalam penelitian kualitatif juga harus
menyebutkan partisipan dan lokasi penelitian.
Sebaliknya, para peneliti kuantitatif bisa menulis rumusan masalah atau hipotesis saja.
Kedua bentuk ini harus meliputi variabel-variabel yang dideskripsikan. dihubungkan,
dikategorisasikan ke dalam kelompok-kelompok perbandingan. Dua bentuk ini juga bisa
meliputi variabel bebas dan variabel terikat yang diukur secara terpisah. Dalam beberapa
penelitian kuantitatif, peneliti sering kali menggunakan rumusan masalah saja. Akan tetapi,
untuk keperluan formal, hipotesis tidak jarang disertakan pula. Hipotesis merupakan prediksi
atas hasil-hasil penelitian. Hipotesis ini dapat berupa hipotesis alternatif yang memerinci hasil
eksak yang diharapkan (lebih banyak atau lebih luas, lebih kuat atau lebih lemah, dan
sebagainya) dan juga dapat berupa hipotesis nol yang mengindikasikan tidak adanya
perbedaan atau hubungan signifikan antara kelornpok-kelompok dalam variabel terikat.
Biasanya, peneliti menulis variabel bebas di urutan pertama, kemudian diikuti oleh variabel
terikat di urutan kedua. Salah satu teknik penyusunan rumusan masalah dalam proposal
kuantitatif adalah mengawalinya dengan rumusan masalah deskriptif, kemudian diikuti oleh
rumusan masalah inferensial yang menghubungkan variabel-variabel atau membandingkan
kelompok-kelompok dalam variabel.
Bagi para peneliti metode campuran, penulis merekomendasikan agar mereka membuat
rumusan masalah metode campuran secara terpisah dalam penelitian mereka. Rumusan
masalah ini dapat ditulis berdasarkan prosedur-prosedur atau isi penelitian, dan bisa diletakkan
dalam bagian yang berbeda-beda. Rumusan masalah untuk metode campuran setidaknya juga
harus menunjukkan pentingnya penggabungan atau pengombinasian elemen-elemen
kuantitatif dan kualitatif. Sejumlah teknik dapat diterapkan untuk menulis rumusan masalah
dengan metode campuran, antara lain: (1) menulis hanya rumusan masalah atau hipotesis
kuantitatif (bukan keduanya) dan rumusan masalah kualitatif; (2) menulis rumusan masalah
atau hipotesis kuantitatif dan rumusan masalah kualitatif yang diikuti oleh rumusan masalah
metode campuran; atau (3) menulis hanya rumusan masalah metode campuran saja.
Latihan Menulis

1. Untuk penelitian kualitatif, tulislah salah satu atau dua rumusan masalah utama yang
kemudian diikuti oleh lima hingga tujuh sub rumusan masalah.
2. Untuk penelitian kuantitatif, tulislah dua jenis rumusan masalah. Jenis rumusan pertama
ditulis secara deskriptif tentang variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian. Jenis
rumusan kedua ditulis secara inferensial yang menghubungkan (atau membandingkan)
variabel bebas dan variabel terikat. Ikutilah model yang disajikan dalam bab ini tentang
pengombinasian rumusan masalah deskriptif dan rumusan masalah inferensial.
3. Tulislah rumusan masalah metode campuran. Pertama-tama, tulislah rumusan tersebut
sebagai rumusan masalah yang didasarkan pada prosedur-prosedur penelitian metode
campuran, kemudian tulislah kembali rumusan tersebut berdasarkan pada isi penelitian.
Berikan komentar tentang pendekatan mana yang paling tepat untuk digunakan.
BACAAN TAMBAHAN
Creswell, J.W. (1999). "Mixed-Method Research: Introduction and Application." dalam GJ. Cizek
(ed.). Hcnulbook of Educational Policy. San Diego: Academic Press, (him. 455-472).

Dalam bab ini, penulis menjelaskan sembilan langkah dalam melaksanakan penelitian
metode campuran, antara lain:

1. Pastikan, apakah masalah yang ingin Anda teliti memang mengharuskan dicampurnya
dua metode penelitian yang berbeda.
2. Pikirkan kemungkinan dan ketidakmungkinan dilaksanakannya penelitian metode
campuran.
2. Tulislah rumusan masalah kuantitatif dan rumusan masalah kualitatif.
3. Tentukan jenis-jenis strategi pengumpulan data.
4. Ukurlah bobot relatif dan strategi implementasi atas dua strategi (kuantitatif dan
kualitatif) tersebut.
5. Sajikan model visualnya.
6. Jelaskan bagaimana data akan dianalisis.
7. Berikan kriteria-kriteria pasti untuk mengevaluasi penelitian.
8. Buatlah rencana penelitian.

Dalam menulis rumusan masalah, penulis merekomendasikan kepada para peneliti agar
membuat jenis rumusan kualitatif dan kuantitatif di mana di dalamnya juga disebutkan strategi
penelitian kualitatif yang digunakan.

Tashakkori, A., & Creswell, J.W. (2007). "Exploring the Nature of Research Questions in
Mixed Methods Research." dalam Tim Editorial. Journal of Mixed Methods Research.
1(3). (him. 207-211).

Tim editorial jurnal ini membahas penulisan dan sifat rumusan masalah dalam penelitian
metode campuran. Jurnal ini menyoroti pentingnya rumusan masalah dalam proses penelitian
dan membahas perlunya pemahaman yang baik untuk menulis rumusan masalah metode
campuran. Dalam jurnal ini pula, diajukan sebuah pertanyaan: "Bagaimana seseorang
merancang rumusan masalah dalam penelitian metode campuran?" (hlm. 207). Tiga model
kemudian disajikan: (1) menulis secara terpisah rumusan masalah kuantitatif dan rumusan
masalah kualitatif; (2) menulis satu rumusan masalah untuk metode campuran yang dapat
mewakili semuanya; dan (3) menulis rumusan masalah untuk masing-masing tahap penelitian
(kuantitatif dan kualitatif) ketika penelitian tersebut tengah ditulis dan dilakukan.

Morse, J.M. (1994). "Designing Founded Qualitative Research." dalam N.K. Denzin & Y. S.
Lincoln (Ed.).- Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: Sage. (him.
220-235).
Janice Morse mengidentifikasi dan mendeskripsikan sejumlah persoalan dalam
merancang proyek kualitatif. Dia membandingkan beberapa strategi penelitian kualitatif dan
membuat kerangka atas jenis-jenis rumusan masalah yang digunakan dalam masing-masing
strategi tersebut. Untuk penelitian fenomenologi dan etnografi, rumusan masalahnya harus
deskriptif dan mencerminkan usaha menyingkap makna. Untuk penelitian grounded theory,
rumusan masalahnya harus membahas suatu proses, sedangkan dalam penelitian
etnometodologi dan analisis wacana, rumusan masalahnya harus berhubungan dengan
interaksi verbal dan dialog. Morse juga mengatakan bahwa rumusan masalah harus
menegaskan fokus dan ruang lingkup penelitian.

Tuckman, B.W. (1999). Conducting Educational Research. Edisi kelima. Fort Worth, TX:
Harcourt Brace.
Bruce Tuckman menyajikan satu bab tentang bagaimana caranya membuat hipotesis-
hipotesis. Dia mengidentifikasi asal mula hipotesis dalam teori deskriptif dan observasi
induktif. Tuckman lebih jauh mendefinisikan dan mengilustrasikan hipotesis alternatif dan
hipotesis nol serta mengajak pembaca memahami bagaimana prosedur-prosedur pengujian
dua hipotesis ini.
REFERENSI

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai