Anda di halaman 1dari 35

Rancangan penelitian etnografi menurut Creswell (2003) yaitu setelah menentukan jenis

pendekatan penelitian (kualitatif, kuantitatif, atau metode campuran) langkah selanjutnya


adalah merancang atau merencanakan penelitan. Langkah ini diawali dengan membuat
pendahuluan proposal sebagai proses mengatur dan menulis gagasan awal. Peneliti perlu
menerapkan model diferensiasi ketika menulis pendahuluan karena komponen-komponen
utama dalam pendahuluan adalah menunjukan diferensiasi-diferensiasi dalam penelitian-
penelitian sebelumnya.

Tujuan pendahuluan adalah membangun kerangka penelitian sehingga pembaca dapat


memahami bagaimana penelitian tersebut berhubungan dengan penelitian-penelitian yang
lain. Pendahuluan menjelaskan suatu isu yang dapat menuntun pada penelitian. Pendahuluan
harus membuat pembaca tertarik pada topik penelitian, menjabarkan masalah yang dapat
menuntun pada penelitian, meletakan penelitian dalam konteks yang lebih luas, dan
menjangkau audien tertentu.

Masalah penelitan merupakan masalah atau isu yang menuntun pada keharusan
dilaksanakannya penelitan tersebut. Masalah bisa timbul dari berbagai sumber. Bisa dari
perasaan peneliti, dari perdebatan, literatur-literatur, atau dari kebijakan pemerintahan.
Masalah bisa sangat beragam. Peneliti harus jelas melakukan identifkasi masalah penelitian.

Pendahuluan pada umumnya selalu mengikuti pola yang sama, yaitu: menyatakan rumusan
masalah, lalu menjustifikasi mengapa masalah tersebut perlu diteliti. Pada proyek kualitatif,
peneliti mendeskripsikan masalah penelitian yang benar-benar mudah dipahami dengan cara
mengeksplorasi suatu konsep atau fenomena tertentu. Penelitian kualitatif bersifat
eksploratoris, dan peneliti memanfaatkan pendahuluan untuk mengeksplorasi suatu topik
yang tidak bisa diidentifikasi variable-variabel ataupun teorinya.

Penelitian kualitatif juga fokus pada perspektif partisipan. Pendahuluan kualitatif bisa dimulai
dengan pernyataan-pernyataan personal dari peneliti tentang pengalama pribadi memandang
suatu fenomena secara subtansial seperti pada penelitian fenomenologis (Moustakas, 1994).

Metode campuran dapat memilih untuk lebih mengutamakan pendekatan kualitatif atau
kuantitatif (atau dikombinasikan keduanya dalam pendahuluan). Namun dari ketiga jenis
penelitan tersebut komponen utama yang perlu dimasukan ke dalam pendahuluan pada
umumnya berhubungan dengan jenis-jenis masalah yang dibahas. Untuk itu diperlukan suatu
model ilustratif tentang bagaimana pendahuluan yang baik tanpa perlu memandang
pendekatan-pendekatan dan komponen-komponen yang harus disertakan.

Model diferensiasi pendahuluan terdiri dari masalah penelitian, penelitian-penelitian


sebelumnya yang membahas masalah tersebut, kekurangan-kekurangan (difisiencies) dalam
penelitian-penelitan sebelumnya, pentingnya penelitian untuk audiens tertentu, dan tujuan
penelitan.

Peneliti harus memandang literatur dengan pola segitiga terbalik. Pada ujung segitiga itu
terdapat penelitian yang diajukan. Penelitian ini haruslah sempit dan terfokus. Setelah
menjabarkan masalah penelitian dan mereview sejumlah penelitian lain yang relevan, peneliti
kemudian mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penelitian tersebut.
Identifikasi semacam ini sering dikenal dengan istilah model difisiensi. Peneliti hendaknya
menulis alasan atau rasionalisasi tentang pentingnya penelitian yang diajukan.
Menurut Locke (2007:9), tujuan penelitian berarti menunjukan mengapa ingin melakukan
penelitian dan apa yang ingin dicapai. Dikenal dengan tujuan-tujuan penelitian karena ia
menggambarkan tujuan-tujuan dilakukannya penelitian dalam satu atau beberapa kalimat.
Dalam proposal peneliti haruslah membedakan secara jelas antara tujuan penelitian, masalah
penelitian, dan rumusan masalah. Tujuan penelitian mengindikasikan maksud penelitian, dan
bukan masalah atau isu yang dapat menuntun pada keharusan diadakannya penelitian. Tujuan
penelitian bukanlah rumusan masalah penelitian yang didalamnya mengandung sejumlah
pertanyaan-pertanyaan yang akan terjawab dalam penelitian. Tujuan penelitian adalah
kumpula pernyataan yang menjelaskan sasaran, maksud-maksud, atau gagasan-gagasan
umum diadakanya suatu penelitian.

Tujuan penelitian kualitatif pada umumnya mencakup informasi tentang fenomena utama
yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipasi penelitian, dan lokasi penelitian. Tujuan
penelitan kualitatif juga bisa menyatakan rancangan penelitian yang dipilih. Tujuan penelitian
kuantitatif meliputi variable-variabel dalam penelitian dan hubungannya antar variabel
tersebut, para partisipan dan lokasi penelitan. Tinjauan ini ditulis dengan bahasa-bahasa yang
berhubungan dengan penelitian kualitatif. Pada uraian tujuan penelitian harus menunjukan
variable bebas dan variable terikat, serta variable lain (antara) seperti mediate, moderate, atau
control, yang digunakan dalam penelitian. Sebutkan juga jenis strategi penelitian seperti
survei atau eksperimen. Jangan lupa juga untuk mendefinisikan variable-variabel kunci.

Tujuan metode campuran berisi tujuan penelitian secara keseluruhan, informasi mengenai
unsur-unsur penelitan kuantitatif dan kualitatif, dan alasan rasionalisasi mencampur dua unsur
tersebut untuk masalah penelitian.

Alur Penelitian Etnografi (Spardley, 1980)

Dalam penelitian kualitatif, peneliti menyatakan rumusan masalah, bukan sasaran penelitian
(seperti hasil-hasil akhir yang ingin diperoleh dalam penelitian) ataupun hipotesis-hipotesis.
Rumusan masalah untuk penelitian kualitatif mengandaikan dua bentuk: satu rumusan
masalah utama dan beberapa subrumusan masalah spesifik. Rumusan masalah utama
merupakan pertanyaan-pertanyaan umum tentang konsep atau fenomena yang diteliti.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor kompleks yang berada di
sekitar fenomena utama dan menyajikan perspektif-perspektif atau makna-makna yang
beragam dari para partisipan.
Teori dalam penelitian kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk tujuan-tujuan
yang berbeda. Pertama dalam penelitian kualitatif teori sering kali digunakan sebagai
penjelasan atas perilaku dan sikap-sikap tertentu. Kedua peneliti kualitatif seringkali
menggunakan perspektif teoritis sebagai panduan umum untuk meneliti misalnya gender atau
kelas. Ketiga teori seringkali digunakan sebagai poin akhir penelitian pada penelitian
kualitatif. Keempat, beberapa penelitian kualitatif tidak menggunakan teori yang terlalu
eksplisit. (Sri Fitri Ana, Antropologi, Universitas Indonesia)

Tahapan Penelitian Etnografi


Di antara sekian banyak metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial, metode yang paling tepat
untuk penelitian etnografi adalah metode kualitatif. Pendekatan ini mengutamakan suatu
kualitas data yang mendalam sehingga bisa dapat diketahui sampai pada akar permasalahan.
Dalam praktiknya, metode ini menggunakan beberapa tahapan dalam melaksanakan
penelitian. Adapun tahapan-tahapan penelitian etnografi menurut Jerome Kerk dan Marc. L
Miler tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahapan Pertama

Tahap pertama penelitian etnografi adalah memilih masyarakat sebagai objek penelitian.
Pada tahapan ini seorang penelitian harus pandai-pandai menentukan masyarakat mana yang
memliki kebudayaan yang mengakar dan masih memiliki tujuh unsur kebudayaan yang masih
eksis. Penelitian etnografi menjelaskan ketujuh unsur kebudayaan tersebut.

Tahap pertama ini desebut sebagai finding the field. Hal-hal yang dilakukan adalah cara-cara
untuk masuk ke lapangan dengan baik dan lancar. Peneliti harus dapat masuk dalam struktur
aktivitas dari masyarakat. Oleh karena itu, untuk melakasakan tahapan ini penelitian terlebih
dahulu mempelajari adat-istiadat maupun kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat.

Masyarakat yang dapat menjadi tema penelitian etnografi


Awal penelitian sang peneliti harus mengumpulkan data-data mengenai norma dan aktivitas
budaya sehari-hari dalam masyarakat. Misalnya, kebiasaan masyarakat dari bangun sampai
tidur (apa yang dilakukan oleh masyarakat tersebut), tata krama, dialek bahasa, larangan-
larangan atau pantangan yang dihindari oleh masyarakat, dan lain sebagainya. Setelah
terkumpulan kegiatan selanjutnya adalah mendekati masyarakat secara pelan-pelan. Kegitan
inilah yang pal-ing sulit karena tingkat keberhasilan tergantung dari kepandai peneliti dalam
mendekati masyarakat. Dibutuhkan kemampuan sosial yang khusus agar lancar dalam
menjalani kegiatan. Tahapan ini adalah kegiatan yang penting untuk dapat melanjutkan
penelitian.

b. Tahapan Kedua

Kegitan yang dilakukan peneliti pada tahapan kedua adalah melakukan investigasi untuk
menemukan (Discovery ) dan mengumpulkan (Getting) data. Pada kegiatan tahap kedua
peneliti sudah memulai bekerja dilapangan (field work ). Sebelum melaksankan kegiatan ini
peneliti harus melakukan penyusunan rencana peneliti yang rapi dan matang. Peneliti
membuat skala prioritas dan juga scedule penelitian. Peneliti juga harus pandai menentukan
dimana tempat dan siapa yang nantinya di jadikan sampel data. Sehingga penggalian data
penelitian tidak menyimpang dari arah masalah yang dikaji.

Selama melaksanakan pengumpulan data, peneliti harus tetap waspada dengan data-data yang
diperoleh. Kadang data yang di dapat masih belum tentu kebenarannya. Hal ini terjadi karena
faktor non teknis, misalnya kebohongan dari nara sumber dan juga kurangnya pemahaman
nara sumber. Untuk mengantisipasi kejadian-kejadian demikian maka peneliti harus
melakukan pengecekan ulang (cross chek) dengan nara sumber lain untuk menguatkan
kebenaran data yang didapat sebelumnya. Pengecekan ini dilaksanakan dengan menanyakan
kembali apa yang ditanyakan dari nara sumber satu. Dengan demikian didapat data yang
valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Pada tahapan ini penelitian harus bekeja hati-hati. Jangan sampai ada data yang dibutuhkan
belum masuk dan ketinggalan. Data yang menjadi data primer harus diutamakan karena data
ini merupakan data yang menjadi argumen dalam penelitian. Data primer ini juga dijadikan
data dalam melakukan penyusunan laporan penelitian. Kesempurnaan penelitian juga
ditunjang dari ke validan dari data-data primer. Kegiatan pada tahapan ini adalah inti pokok
dari penelitian karena peneliti benar-benar masuk kelapangan untuk menggali data.

c. Tahap Ketiga

Dalam tahap in peneliti sudah mulai membawa dan menafsirkan dari data-data yan
didapatkan ( reading, interpertation, and get-ting straight ).

Pada tahapan ini data-data penelitian sudah mulai dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan
mulai disusun secara sistematis. Kegiatan yang dilakukan agar tahapan ini berjalan lancar
adalah pengecekan validitas data yaitu melakukan pengujian data yang didapat melalui
evaluasi pengambilan data. Hal yang diperhatikan adalah waktu, tempat, sumber atau
informan, dan alat-alat yang dipakai dalam penggalian data dilapangan. Evaluasi ini harus
sangat teliti mengingat data-data ini yang nantinya menjadi sumber penulisan laporan
penelitian.

Disamping kegiatan diatas, selanjutnya peneliti juga melakukan reliabilitas data, yaitu
pengujian terhadap data yang sudah menjadi fokus masalah penelitian. Tujuan kegiatan ini
untuk menganalisis apakah data yang didapat dapat diandalkan dalam mempertahankan
kebenaran penelitian. Agar berjalan lancar dalam melaksanakan kegiatan ini maka peneliti
harus melakukan eksperimen data dengan membandingkan data dari tempat lain sehingga
jika didapat hasil yang sama data ini bisa dipertahankan.

Tahap ini adalah juga tahap pra penyusunan laporan hasil penelitian. Yang pertama dilakukan
adalah membuat kerangka matrik data penelitian secara sederhana untuk dasar penulisan
laporan penelitian. Mungkin hal yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah memberikan
gambaran analisa teori yan relevan terhadap data-data penelitian yang didapat. Dengan
demikian tahapan adalah tahapan untuk memulai penulisan laporan walapun hanya pada
tahap penyusunan latar belakang masalah.

d. Tahap Keempat

Tahap ini adalah tahap terakhir dari penelitian etnografi yaitu . Pada tahapan ini peneliti
melakukan penjelasan untuk pamit kelapangan ( leaving, explanation, getting out, and getting
oven ). Kegiatan ini dilakukan karena penelitian sudah sampai batas waktu yang ditentukan
dan juga sudah mendapatkan data-data primer yang diperlukan secara mendalam.

Kemudian peneliti pamit dengan masyarakat yang diteliti secara baik-baik. Misalnya peneliti
berpamitan terhadap tokoh masyarakatnya, kepala birokrasi, dan dengan masyarakat pada
umumnya. Hal yang harus dilakukan adalah peneliti harus meninggalkan kesan yang baik
dengan masyarakat yang diteliti. Dengan demikian tidak ada rasa kecewa maupun komplain
terhadap penelitian yang dilaksanakannya. Sehingga jika terjadi permasalahan terhadap
penyusunan laporan penelitian yang mengharuskan kembali ke lapangan masyarakat masih
menerima dengan baik. Hubungan ini harus dijaga dengan baik-baik. Setelah melakukan
kegiatan diatas peneliti melakukan pengolahan data, yaitu proses menganalisis dari data-data
yang didapat dengan menggunakan pendekatan pengetahuan antropologi secara teoritis dan
praktis.

Pengolahan ini dilaksanakan secara sistematis dan benar-benar mengacu pada teori-teori yang
sudah ditentukan. Pada akhir pengolahan data peneliti melakukan klasifikasi agar tidak
kesulitan dalam melakukan penyusunan laporan.dan laporan yang dimaksud adalah laporan-
laporan ilmiah tentang suatu bangsa atau laporan etnografi suku bangsa tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Dengan empat tahapan ini maka penelitian etnografi dapat terlaksana secara sempurna.
Tahapan ini merupakan metode penelitian yang sederhana dalam melakukan penelitian
etnografi.

Ke-empat tahapan ini harus dilakukan semuanya mengingat penelitian etnografi adalah
penelitian yang menekankan gagasan kebudayaan dengan terikat pada persoalan-persoalan
etnis dan lokasi geografis. Tetapi sekarang hal itu telah diperluas dengan memasukan
kelompok dalam suatu organisasi. Oleh karena, tahapan-tahapan diatas sudah menjadi
kegiatan yang saling melengkapi dan tidak bisa ditinggalkan satu-sama lainnya. Jika salah
satu tahapan tidak dilakukan maka penelitian etnografi akan mengalami kendala yang bisa
membatalkan penelitian. Dan juga penelitian akan mengalami kegagalan serta terhenti pada
proses penelitiannya.
PENELITIAN ETNOGRAFI

A. Pengertian Penelitian Etnografi, Penggunaan, dan Perkembangannya


1. Pengertian penelitian etnografi
Metode penelitian etnografi termasuk dalam metode penelitian kualitatif. Kata

etnografi berasal dari kata-kata Yunani ethos yang artinya suku bangsa dan graphos

yang artinya sesuatu yang ditulis. Menurut Emzir (2012:18) etnografi adalah ilmu

penulisan tentang suku bangsa, menggunakan bahasa yang lebih kontemporer,

Etnografi dapat diartikan sebagai penulisan tentang kelompok budaya. Menurut Ary,

dkk (2010:459) etnografi adalah studi mendalam tentang perilaku alami dalam

sebuah budaya atau seluruh kelompok sosial.


Menurut Creswell (2012:462) Ethnographic designs are qualitative research

procedures for describing, analyzing, and interpreting a culture-sharing groups

shared patterns of behavior, beliefs, and language that develop over time. Metode

etnografi adalah prosedur penelitian kualitatif untuk menggambarkan, menganalisa,

dan menafsirkan unsur-unsur dari sebuah kelompok budaya seperti pola perilaku,

kepercayaan, dan bahasa yang berkembang dari waktu ke waktu. Fokus dari

penelitian ini adalah budaya. Budaya sendiri menurut LeCompte dkk (dalam

Creswell, 2012:462) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku manusia

dan keyakinan. Termasuk di dalamnya adalah bahasa, ritual, ekonomi, dan struktur

politik, tahapan kehidupan, interaksi, dan gaya komunikasi.


Jadi bisa disimpulkan penelitian etnografi adalah penelitian kualitatif yang

meneliti kehidupan suatu kelompok/masyarakat secara ilmiah yang bertujuan untuk

mempelajari, mendeskripsikan, menganalisia, dan menafsirkan pola budaya suatu

kelompok tersebut dalam hal perilaku, kepercayaan, bahasa, dan pandangan yang

dianut bersama.
2. Penggunaan penelitian etnografi
Creswell (2012: 462) menjelaskan bahwa seseorang melakukan penelitian

etnografi ketika penelitian kelompok tersebut mampu memberikan pemahaman


tentang masalah yang luas. Seseorang melakukan etnografi ketika memiliki

kelompok untuk belajar berbagi budaya dan telah bersama-sama selama beberapa

waktu dan mengembangkan nilai-nilai kebersamaan, kepercayaan, dan bahasa.

Orang tersebut akan menangkap aturan perilaku seperti ketika guru melakukan

hubungan informal berkumpul di tempat favorit untuk bersosialisasi (Pajak & Blase

dalam Creswell, 2012: 462).


Etnografi mampu memberikan informasi rinci tentang aktivitas sehari-hari,

misalnya seperti pemikiran dan aktivitas komite untuk mencari kepala sekolah baru

(Wolcot, dalam Creswell, 2012:462) . Ketika melakukan peneltian etnografi, peneliti

memiliki akses jangka panjang untuk berbagi budaya dalam kelompok sehingga

dapat membuat catatan rinci tentang perilaku dan keyakinan anggota kelompok dari

waktu ke waktu.
3. Sejarah perkembangan penelitian etnografi
Etnografi yang dipraktekkan di dalam dunia pendidikan telah dibentuk oleh

antropologi budaya, dengan penekanan pada isu-isu terkait dengan penulisan

budaya, dan bagaimana laporan-laporan etnografis perlu dibaca dan dipahami saat

ini. Faktor-faktor ini merupakan jantung bagi pemahaman praktek-praktek terkini

dalam etnografi (Bogdan & Biklen, 1998: Denzin, 1997: LeCompte et al., 1993:

Walcott, 1999, dalam Creswell, 2012:462).


Akar dari etnografi pendidikan terletak pada antropologi budaya. Pada

penghujung abad 19 dan awal abad 20, para antropolog mengkaji budaya-budaya

primitif melalui kunjungan-kunjungan ke negara-negara lain dan bergumul dengan

masyarakatnya untuk periode waktu yang lama. Mereka menghindarkan diri dari

menjadi natif (penduduk asli) dan mengidentifikasikan diri mereka secara dekat

sekali dengan orang-orang yang mereka teliti sehingga mereka bisa menulis

sebuah kisah yang objektif tentang apa yang mereka lihat dan dengar. Pada waktu-

waktu tertentu, kisah-kisah ini dibandingkan dengan budaya-budaya lain yang jauh
di benua lain, terutama dengan cara-cara hidup orang Amerika. Contoh, Margareth

Mead, seorang antropolog terkemuka, mengkaji pengasuhan anak, remaja, dan

pengaruh budaya terhadap kepribadian di Samoa (Mead, dalam Creswell,

2012:463).
Observasi dan wawancara menjadi prosedur standar dalam pengumpulan

data di lapangan. Para sosiolog di Universitas Chicago pada tahun 1920-an

sampai 1950-an, melakukan penelitian yang difokuskan pada pentingnya penelitian

tentang kasus tunggal apakah kasusnya tentang seseorang individu, kelompok,

tetangga, atau unit budaya yang lebih besar.

Bidang kajian antropologi pendidikan interdisiplin yang masih awal ini mulai

mengkristal selama tahun 1950-an dan berlanjut sampai tahun 1980-an (LeCompte

dkk, dalam Creswell, 2012:463). Para antropolog pendidikan memfokuskan diri

mereka pada sub kelompok budaya, seperti:

a. Kisah perjalanan karir dan kehidupan atau analisis peran individu;


b. Microetnografis tentang kelompok-kelompok kerja dan kelompok-kelompok hobi

dalam skala kecil;


c. Kajian-kajian terhadap kelas-kelas tunggal yang diabstraksikan sebagai masyarakat-

mayarakat dalam kelompok kecil;


d. Kajian-kajian terhadap fasilitas-fasilitas sekolah atau fasilitas-fasilitas dinas

pendidikan yang mendekati unit-unit ini sebagai sebuah masyarakat yang diskrit

(terpisah) (LeCompte dkk, dalam Creswell, 2012:463).

Dalam penelitian seperti ini, para etnografer pendidikan mengembangkan dan

memperhalus prosedur-prosedur yang dipinjam dari antropologi dan sosiologi. Dari

tahun 1980-an sampai dewasa ini, para antropolog dan antropolog pendidikan telah

mengidentifikasi teknik-teknik guna memberikan fokus terhadap kelompok budaya,

melakukan observasi, menganalisis data, dan menuliskan laporan penelitian.


Peristiwa yang membatasi etnografi, menurut Denzin (dalam Creswell,

2012:463), adalah publikasi buku yang berjudul Writing Culture (Clifford & Marcus,

1986). Para etnografer telah menulis dengan cara mereka sendiri (Denzin, 1997,

halaman xvii) semenjak itu sesuai dengan isi buku tersebut. Clifford an Marcus

mengangkat dua buah isu yang sangat menggugah minat banyak orang terhadap

etnografi pada umumnya dan dalam bidang penelitian pendidikan. Pertama terkait

dengan krisis representasi. Krisis ini terdiri dari penilaian kembali tentang bagaimana

para etnografer memberikan interpretasi terhadap kelompok-kelompok yang mereka

teliti. Denzin berargumetasi bahwa kita tidak bisa lagi melihat si peneliti sebagai

reporter yang objektif yang membuat pernyataan-pernyataan yang bersifat

omnipresent (hadir di mana-mana) tentang individu-individu yang dia teliti.

Sebaliknya, si peneliti hanyalah merupakan satu suara dari banyak suara individu-

individu seperti si pembaca, para partisipan, dan gate-keeper (para penjaga) yang

perlu didengar. Ini memicu krisis kedua: legitimasi. Dalih-dalih validitas, reliabilitas

dan objektivitas dari normal science tidak lagi bisa mewakili standar. Para peneliti

perlu mengevaluasi masing-masing penelitian etnografis dalam batas-batas standar

yang fleksibel yang melekat pada kehidupan para partisipan, pengaruh-pengaruh

kesejarahan dan budaya; dan kekuatan-kekuatan interaktif bersumber ras, gender,

dan kelas.

Ditilik dari sisi ini, etnografi perlu memasukkan perspektif yang diramu dari

pemikiran-pemikiran feministis, pandangan-pandangan berbasis ras, perspektif seks,

dan teori kritis, dan sensitif terhadap ras, kelas, dan gender. Etnografi dewasa ini

menjadi messy (carut marut) dan akhirnya menampilkan diri dalam berbagai

bentuk seperti (seni) pertunjukan, puisi, drama, novel, atau narasi pribadi (Denzin

dalam Creswell, 2012:463).


B. Jenis-jenis Desain Etnografi
Menurut Creswell (2012: 464) penelitian etnografi memiliki beragam bentuk.

Akan tetapi, jenis utama yang sering muncul dalam laporan-laporan penelitian

pendidikan adalah etnografi realis, studi kasus, dan etnografi kritis

1. Etnografi Realis
Etnografi realis adalah pendekatan yang populer digunakan oleh para

antropolog budaya. Dijelaskan oleh Van Maanen dalam Creswell (2012: 464)

etnografi merefleksikan sikap tertentu yang diambil oleh peneliti terhadap individu

yang sedang dipelajari. Etnografi realis adalah pandangan obyektif terhadap situasi,

biasanya ditulis dalam sudut pandang orang ketiga, melaporkan secara obyektif

mengenai informasi yang dipelajari dari para obyek penelitian di lokasi (Creswell,

2012:464). Dalam etnografi realis ini:


a. Etnografer menceritakan penelitian dari sudut pandang orang ketiga, laporan

pengamatan partisipan, dan pandangan mereka. Etnografer tidak menuliskan

pendapat pribadinya dalam laporan penelitian dan tetap berada di belakang layar

sebagai reporter yang meliput tentang fakta-fakta yang ada.


b. Peneliti melaporkan data objektif dalam sebuah bentuk informasi yang terukur, tidak

terkontaminasi oleh bias, tujuan politik, dan penilaian pribadi. Peneliti dapat

menggambarkan kehidupan sehari-hari secara detail antara orang-orang yang

diteliti. Etnografer juga menggunakan kategori standar untuk deskripsi budaya

(misalnya kehidupan keluarga, kehidupan kerja, jaringan sosial, dan sistem status).
c. Etnografer menghasilkan pandangan partisipan melalui kutipan yang diedit tanpa

merubah makna dan memiliki kesimpulan berupa interpretasi dan penyajian budaya

(Van Maanen dalam Creswell, 2012: 464).


2. Studi Kasus
Istilah studi kasus sering digunakan dalam hubungannya dengan etnografi.

Studi kasus merupakan salah satu bagian penting dari etnografi, meskipun berbeda

dari etnografi dalam beberapa hal tertentu. Peneliti studi kasus terfokus pada
program, kejadian, atau kegiatan yang melibatkan individu dan bukan merupakan

kelompok (Stake dalam Creswell, 2012: 465). Saat peneliti melakukan penelitian

kelompok, mereka mungkin lebih tertarik dalam menggambarkan kegiatan kelompok

bukannya mengidentifikasi pola-pola perilaku yang ditunjukkan oleh kelompok. Para

etnografer bersama-sama melakukan pencarian yang berkembang sebagai sebuah

kelompok yang berinteraksi dari waktu ke waktu. Di awal penelitiannya, peneliti

cenderung mengidentifikasi tema budaya. Salah satu perhatian utamanya adalah

antropologi, namun mereka hanya terfokus pada eksplorasi mendalam dari "kasus"

yang sebenarnya (Yin dalam Creswell, 2012: 465).


Meskipun beberapa peneliti mengidentifikasi "kasus" sebagai objek studi

(Stake dalam Creswell,2012:465), yang lain menganggapnya sebagai suatu

prosedur penyelidikan (misalnya, Merriam, 1998). Studi kasus merupakan eksplorasi

mendalam tentang sistem terbatas (misalnya, kegiatan, acara, proses, atau individu)

berdasarkan pengumpulan data luas (Creswell, 2007). Bounded berarti bahwa kasus

tersebut terpisah dari hal-hal lain dalam hal waktu, tempat, atau batas-batas fisik.

Dengan demikian, hasil penelitian yang diperoleh hanya berlaku bagi obyek yang

diteliti dan tidak dapat digeneralisasi pada obyek yang lain meskipun masih sejenis.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jenis kasus

yang akan dipelajari dalam penelitian kualitatif, antara lain:


a. Apakah kasus tersebut dialami oleh satu individu, beberapa individu secara terpisah

atau dalam kelompok, program, kegiatan, atau kegiatan (misalnya, guru, beberapa

guru, atau penerapan program matematika baru).


b. Kasus tersebut merupakan proses yang terdiri dari serangkaian langkah-langkah

(misalnya, proses kurikulum perguruan tinggi) yang membentuk suatu urutan

kegiatan.
c. Sebuah kasus dipilih untuk diteliti karena itu sesuatu yang tidak biasa dan memberi

manfaat, berikut ini pembagiannya :


1) Kasus intrinsik (intrinsic case), apabila kasus yang dipelajari secara mendalam

mengandung hal-hal menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau

dapat dikatakan mengandung minat intrinsik.


2) Kasus instrumental (instrumental case), apabila kasus yang dipelajari secara

mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk memperbaiki atau

menyempurnakan teori yang telah ada atau untuk menyusun teori baru. Hal ini dapat

dikatakan studi kasus instrumental, minat untuk mempelajarinya berada di luar

kasusnya atau minat eksternal (external interest).


3) Kasus kolektif (collective case), adalah dimana beberapa kasus dijelaskan dan

dibandingkan dengan memberikan wawasan tentang masalah. Sebuah studi kasus

peneliti mungkin memeriksa beberapa sekolah untuk menggambarkan pendekatan

alternatif untuk pilihan sekolah bagi siswa.


4) Peneliti berusaha untuk mengembangkan pemahaman mendalam tentang kasus

dengan mengumpulkan berbagai bentuk data (misal, gambar, kliping, video, dan e-

mail). Penjelasan tersebut memberikan pemahaman yang mendalam tentang

beberapa syarat kasus yang baik untuk dipelajari, hal tersebut karena peneliti

memiliki keterbatasan waktu untuk mengabdikan serta menjelajahi kedalaman

sebuah kasus yang akan diteliti.


5) Peneliti juga memandang kasus dalam konteks lebih luas, seperti geografi, politik,

sosial, atau ekonomi (misal, konstelasi keluarga yang terdiri dari kakek-nenek,

saudara kandung, dan mengadopsi anggota keluarga).

3. Etnografi Kritis

Etnografi kritis adalah jenis penelitian etnografi di mana penulis tertarik

memperjuangkan emansipasi kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat

(Thomas dalam Creswell, 2012: 467). Peneliti kritis biasanya berfikir dan mencari
melalui penelitian mereka, melakukan advokasi terhadap ketimpangan dan dominasi

(Carspecken & Apple dalam Creswell, 2012: 467). Sebagai contoh, ahli etnografi

kritis meneliti sekolah yang menyediakan fasilitas untuk siswa tertentu, menciptakan

situasi yang tidak adil di antara anggota kelas sosial yang berbeda, dan membiarkan

diskriminasi gender.

Komponen utama dari etnografi kritis adalah faktor-faktor seperti nilai-sarat

orientasi, memberdayakan masyarakat dengan memberikan kewenangan yang

lebih, menantang status quo, dan kekhawatiran tentang kekuasaan dan kontrol

(Madison dalam Creswell, 2012: 467). Faktor-faktor tersebut antara lain

a. Menyelidiki tentang masalah sosial kekuasaan, pemberdayaan, ketidaksetaraan,

ketidakadilan, dominasi, represi, hegemoni, dan korban.


b. Para peneliti melakukan etnografi kritis sehingga penelitian mereka tidak semakin

meminggirkan individu yang sedang dipelajari. Dengan demikian, para penanya

berkolaborasi, aktif berpartisipasi, dan bekerjasama dalam penulisan laporan akhir.

Para peneliti etnografi kritis diharapkan untuk berhati-hati dalam memasuki dan

meninggalkan tempat penelitian, serta memberikan feed back.


c. Para peneliti etnografi memberikan pemahaman secara sadar, mengakui bahwa

interpretasi mencerminkan sejarah dan budaya kita sendiri. Interpretasi dapat hanya

bersifat sementara dan tergantung bagaimana partisipan akan melihatnya.


d. Peneliti kritis memposisikan diri dan sadar akan peran mereka dalam penulisan

laporan penelitian.
e. Posisi ini tidak netral bagi peneliti kritis, hal ini berarti bahwa etnografi kritis akan

menjadi pembela perubahan untuk membantu mengubah masyarakat kita sehingga

tidak ada lagi yang tertindas dan terpinggirkan.


f. Pada akhirnya, laporan etnografi kritis akan menjadi berantakan, multilevel,

multimetode pendekatan untuk penyelidikan, penuh kontradiksi, tak terpikirkan, dan

ketegangan (Denzin, dalam Creswell, 2012: 467).


C. KARAKTERISTIK PENELITIAN ETNOGRAFI
Menurut Creswell (2012:468) beberapa karakter yang bisa menggambarkan

penelititan etnografi, diantaranya yaitu tema budaya, kelompok berbagi budaya, pola

perilaku bersama, keyakinan dan bahasa, penelitian lapangan, keterangan atau

pengaturan, dan refleksi peneliti


1. Tema budaya
Etnografer biasanya mempelajari tema budaya yang berasal dari antropologi

budaya. Etnografer tidak berani meneliti sembarangan apa yang mereka lihat.

Sebaliknya, mereka tertarik menambah pengetahuan tentang budaya dan

mempelajari tema spesifik dari budaya tertentu.Tema budaya dalam etnografi

bersifat umum dan tidak dimaksudkan untuk mempersempit penelitian, sebaliknya

menjadi lensa yang memperluas pandangan peneliti pada saat awal memasuki

lapangan untuk mempelajari kelompok, dan mereka mencari manifestasi dari hal

tersebut.
Tema-tema budaya dapat ditemukan dari teks-teks pengantar antropologi

budaya (Wolcott dalam Creswell, 2012: 468), menemukan melalui kamus konsep

antropologi budaya dan pendekatan lain adalah untuk menemukan tema budaya

dalam studi etnografi dalam pendidikan. Biasanya penulis mengumumkannya dalam

judul atau pada awal laporan penelitian.


2. Kelompok budaya (culture sharing group)
Etnografer mempelajari kelompok budaya di satu lokasi. Dalam mempelajari

suatu kelompok, etnografer mengidentifikasi satu situs (misalnya, ruang kelas SD),

mencari kelompok di dalamnya (misalnya, kelompok membaca), dan mengumpulkan

data tentang kelompok (misalnya, mengamati saat kegiatan membaca). Ini


membedakan etnografi dari bentuk-bentuk penelitian kualitatif lainnya (misalnya,

penelitian narasi) yang berfokus pada individu, bukan kelompok. Sebuah kelompok

budaya dalam etnografi adalah dua atau lebih individu yang telah berbagi perilaku,

keyakinan, dan bahasa.


Kelompok-kelompok seperti ini biasanya memiliki karakteristik tertentu.

Sebuah kelompok dapat bervariasi dalam ukuran, tetapi individu-individu dalam

kelompok perlu bertemu secara teratur dan berinteraksi selama periode waktu

(misalnya, 2 minggu sampai 4 bulan) untuk mengembangkan pola-pola berperilaku,

berpikir, atau berbicara. .Kelompok ini sering mewakili kelompok yang lebih besar,

seperti kelompok membaca dalam kelas kelas tiga.


Seringkali, ahli etnografi mempelajari kelompok yang asing bagi mereka untuk

bisa melihat mereka dalam cara yang segar dan berbeda, seolah-olah mereka

sangat luar biasa dan unik" (LeCompte dkk, dalam Creswell, 2012:469).
3. Kepemilikan bersama atas pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa

Etnografer mencari pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa dari suatu

kelompok yang telah mengadopsi suatu budaya dari waktu ke waktu. Tujuan untuk

menemukan pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa yang dimiliki bersama ini

mengimplikasikan dua poin penting. Pertama, kelompok yang diteliti harus

memiliki/menganut pola-pola bersama yang dapat dideteksi oleh peneliti. Kedua,

setiap anggota kelompok yang diteliti sama-sama mengadopsi setiap tingkah laku,

keyakinan, dan bahasa maupun kombinasi ketiga unsur itu. Pola tersebut dalam

etnografi terdiri atas interaksi sosial yang cenderung tetap sebagai aturan yang

dipahami dan merupakan tujuan bersama, dan salah satu dari kombinasi dari

tingkah laku, keyakinan, dan bahasa.

ngkah laku : tindakan yang dilakukan oleh seorang individu dalam sebuah kelompok/latar

kultural.
eyakinan : bagaimana individu berfikir tentang atau memahami sesuatu dalam sebuah latar

kultural
ahasa : bahasa dalam etnogafi merujuk pada bagaimana individu berbicara dengan

orang lain dalam sebuah latar cultural

4. Penelitian lapangan (fieldwork)


Etnografer mengumpulkan data dengan menghabiskan waktu di tempat di

mana mereka tinggal, bekerja, atau bermain. Untuk memahami pola terbaik dari

suatu kelompok budaya, etnografer menghabiskan waktu yang cukup lama dengan

kelompok tersebut. Pola-pola tersebut tidak dapat dengan mudah dilihat melalui

kuesioner atau dengan pertemuan singkat. Sebaliknya, etnografer pergi "ke

lapangan," tinggal bersama atau sering mengunjungi orang-orang yang sedang

dipelajari, dan perlahan-lahan belajar cara-cara budaya di mana kelompok

berperilaku atau berpikir. Lapangan (field) dalam etnografi berarti bahwa peneliti

mengumpulkan data dalam lingkungan di mana partisipan berada dan di mana pola-

pola budaya dapat dipelajari. Data-data yang dikumpulkan etnografer dibedakan ke

dalam tiga jenis, yaitu:

ic
Informasi yang diberikan langsung oleh para partisipan. Data ini sering disebut

sebagai konsep-konsep tingkat pertama, yang berbentuk bahasa lokal, pemikiran-

pemikiran, cara-cara berekspresi yang dimiliki/digunakan secara bersama-sama oleh

para partisipan (Schwandt dalam Creswell, 2012:471)


c
Informasi berbentuk interpretasi peneliti yang dibuat sesuai dengan perspektif para

partisipan. Data ini sering disebut sebagai konsep-konsep tingkat kedua, yaitu

ungkapan-ungkapan atau terminologi yang dibuat peneliti untuk menyatakan

fenomena yang sama dengan yang diungkapkan para partisipan (Schwandt dalam

Creswell, 2012:471).
goisasi
informasi yang disetujui bersama oleh para partisipan dan peneliti untuk

digunakan dalam penelitian. Negoisasi dapat terjadi dalam tahapan yang berbeda-

beda selama pelaksanaan penelitian, seperti saat menyetujui prosedur memasuki

lokasi penelitian, saling menghormati, dan mengembangkan rencana untuk

memberikan informasi kembali.


Selama berlangsungnya penelitian lapangan, etnografer menggunakan

berbagai teknik untuk mengumpulkan data. Tabel 14.3, yang merupakan daftar

komposit dari LeCompte dan Schensul (1999) dan Wolcott (2008), menampilkan

bentuk pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif. Teknik observasi dan wawancara

terstruktur populer di kalangan ahli etnografi.


5. Deskripsi, Tema, dan Interpretasi
Peneliti etnografi mendeskripsikan dan menganalisis kelompok budaya dan

membuat interpretasi tentang pola dari segala yang dilihat dan didengar. Selama

pengumpulan data, etnografer mulai membentuk sebuah penelitian. Kegiatan ini

terdiri dari menganalisis data untuk deskripsi dari individu dan tempat kelompok

budaya, menganalisa pola perilaku, keyakinan, dan bahasa, dan mencapai

beberapa kesimpulan tentang makna dari mempelajari orang-orang dan

lokasi/tempat (Wolcott, dalam Creswell, 2012:472).


Dalam etnografi deskripsi diartikan sebagai uraian terperinci tentang individu-

individu atau lapangan penelitian yang digunakan untuk menggambarkan fenomena

yang terjadi pada kelompok yang diteliti. Deskripsi tersebut harus terperinci dan

menyeluruh. Deskripsi harus mampu menggugah seluruh indera pembaca sehingga

mereka merasa seolah-olah hadir di lapangan penelitian dan berinteraksi dengan

para partisipan..
Perbedaan antara deskripsi dan tema kadang kadang sulit dibuat. Yang dapat

dijadikan untuk menentukan tema adalah bahwa tema dihasilkan dari interpretasi

atas fakta-fakta tentang orang dan aktivitas. Fungsi tema adalah untuk membuat

informasi atau fakta bermakna. Dalam etnografi, tema-tema yang dihasilkan selalu
mengungkapkan pola-pola tingkah laku, pikiran, atau bahasa yang dimiliki secara

bersama-sama oleh para partisipan.


Interpretasi dalam etnografi yaitu etnografer menarik kesimpulan tentang apa

yang telah dipelajari. Fase analisis adalah yang paling subjektif. Peneliti terkait

dengan diskripsi dan tema dari apa yang telah dipelajari, yang sering merefleksikan

beberapa kombinasi dari peneliti untuk membuat penilaian pribadi, kembali ke

literatur tentang tema budaya, dan menimbulkan pertanyaan lebih lanjut

berdasarkan data . Hal ini juga mungkin termasuk dalam hal menangani masalah

yang muncul selama kerja lapangan yang membuat hipotesa sementara.


6. Konteks atau Pengaturan
Peneliti menyajikan deskripsi, tema, dan interpretasi dalam konteks atau dari

kelompok budaya. Konteks dalam etnografi adalah pengaturan, situasi, atau

lingkungan yang mengelilingi kelompok/budaya yang dipelajari. Hal ini berlapis-lapis

dan saling terkait, yang terdiri dari faktor-faktor seperti sejarah, agama, budaya,

politik, ekonomi, dan lingkungan (Fetterman dalam Creswell, 2012: 473). Konteks

juga bisa berupa lokasi fisik (seperti sebuah sekolah, keadaan gedung, warna

dinding kelas, atau suara yang ada), sejarah seperti pengalaman yang berkesan,

kondisi kepribadian seseorang, dan kondisi sosial individu seperti profesi,

pendapatan, mobilitas geografis.Kondisi ekonomi juga dapat mencakup tingkat

pendapatan, kelas pekerja, atau sistem pendanaan seseorang.


7. Refleksi Peneliti
Dalam etnografi, refleksivitas merujuk pada kesadaran dan keterbukaan

peneliti untuk membahas bagaimana dia dapat menjalankan perannya sambil tetap

menghargai dan menghormati lapangan dan para partisipan. Karena penelitian

etnografi menuntut peneliti tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama di lapangan,

peneliti harus memikirkan dampaknya terhadap lapangan dan para partisipan. Itulah

sebabnya mengapa peneliti harus bernegoisasi dengan orang-orang penting di

lapangan ketika akan memasuki lapangan itu. Dalam penulisan laporan, peneliti juga
menyadari bahwa interpretasi yang dibuatnya dipengaruhi oleh latar belakang

budayanya sendiri sehingga interpretasi dan kesimpulannya bersifat tentatif

sehingga tetap terbuka untuk didiskusikan kembali. Oleh karena itu, dalam laporan

itu peneliti perlu menunjukkan posisi dan sudut pandang yang digunakannya dalam

menginterpretasi (Denzin, dalam Creswell 2012:474). Menjadi reflektif juga berarti

bahwa kesimpulan penulis bersifat tentatif (sementara) tidak meyakinkan untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan baru. Penelitian ini mungkin diakhiri dengan

pertanyaan-pertanyaan yang meminta jawaban atau beberapa pandangan dari sudut

pandang pembaca untuk mempertimbangkannya.


Sedangkan menurut Nobuo Shimahara (dalam Gall dkk, 2003:486)

mengidentifikasi tiga karakteristik utama dari penelitian etnografi, yaitu:


1. Fokus dalam menemukan pola budaya dalam perilaku manusia
2. Fokus pada perpektif emic dari partisipan/budaya
3. Fokus mempelajari setting alami di mana budaya diwujudkan

D. MASALAH ETIKA DALAM MELAKSANAAN PENELITIAN ETNOGRAFI


Masalah etika dalam etnografi muncul terutama ketika peneliti melakukan

kerja lapangan yaitu saat peneliti mengumpulkan data. Madison (dalam Creswell,

2012: 474) mengingatkan peneliti dengan sebuah pertanyaan apa implikasi moral

dan etika saat melakukan penelitian lapangan?. Etika dalam etnografi terkait

tantangan-tantangan di lapangan yang memerlukan negosiasi bagaimana untuk

mendapatkan akses ke orang-orang dan tempat yang akan dipelajari, berapa lama

akan bertempat tinggal, apakah rekaman pembicaraan sehari-hari atau pembicaraan

wawancara yang diambil, dan bagaimana cara berinteraksi dengan saling

menghormati (Ryen dalam Creswell, 2012: 474).


Menurut Madison (dalam Creswell, 2012:474) etika dalam penelitian etnografi

antara lain yaitu:


1. Etnografer harus terbuka dan transparan tentang pengumpulan data
Harus menyampaikan tentang tujuan penelitian, dampak yang mungkin ditimbulkan,

sumber-sumber pendanaan.
2. Peneliti harus mempelajari orang-orang atau tempat-tempat dengan rasa hormat,

menghindarkan dari bahaya, menjaga martabat mereka, dan memastikan privasi

mereka terjaga.
3. Peneliti dan peserta perlu menegosiasikan batas yang berkaitan dengan faktor-faktor

ini.
4. Peneliti etnografi juga mempunyai tanggung jawab terhadap komunitas ilmiah,

seperti tidak menipu salah satu peserta atau pembaca (misalnya memanipulasi data,

mengarang bukti, memalsukan, menjiplak) atau tidak melaporkan kesalahan.


5. Penelitian harus dilakukan dengan rasa hormat agar peneliti lain tidak dilarang
memasuki lingkungan kelompok tersebut di masa yang akan datang.
6. Peneliti harus memberikan umpan balik dan memberikan imbalan kepada mereka
yang diteliti yang adil dan mungkin memberikan sesuatu yang sedang dibutuhkan
7. Peneliti juga harus menyadari potensi dampak negatif dari presentasi dan publikasi

mereka yang mungkin ada pada populasi yang diteliti.

E. Prosedur Penelitian Etnografi


Barangkali jumlah prosedur dalam melaksanakan penelitian etnografis sama

banyaknya dengan jumlah para etnografer itu sendiri. Semenjak masa-masa awal

antropologi budaya ketika para peneliti dikirim ke pulau-pulau terpencil tanpa

panduan untuk melakukan penelitian etnografis, sampai saat ini kita telah memiliki

prosedur, sekalipun telah memiliki prosedur umum, untuk memandu sebuah kajian

antropologi. Menurut Spradley (dalam Creswell, 2012:475) pendekatan yang sangat

terstruktur yang digunakan untuk melaksanakan sebuah kajian etnografi. Seperti

diperlihatkan oleh Diagram 14.3,


Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan penelitian etnografi

menurut Spradley

1. Menetapkan informan

Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu: (a) enkulturasi penuh,

artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, (b) keterlibatan langsung, (c)

suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak

budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa-basi, (d) memiliki waktu yang

cukup, (e) non-analitis.

2. Melakukan wawancara kepada informan

Wawancara etnografis merupakan jenis peristiwa percakapan (speech event) yang

khusus. Tiga unsur yang penting dalam wawancara etnografis adalah tujuan yang

eksplisit, penjelasan dan pertanyaannya yang bersifat etnografis.

3. Membuat catatan etnografis


Sebuah catatan etnografis meliputi catatan lapangan, alat perekam gambar, artefak

dan benda lain yang mendokumentasikan suasana budaya yang dipelajari.


4. Mengajukan pertanyaan deskriptif
Pertanyaan deskriptif mengambil keuntungan dari kekuatan bahasa untuk

menafsirkan setting. Etnografer perlu untuk mengetahui paling tidak satu setting

yang di dalamnya informan melakukan aktivitas rutinnya.


5. Melakukan analisis wawancara etnografis.
Analisis ini merupakan penyelidikan berbagai bagian sebagaimana yang

dikonseptualisasikan oleh informan.


6. Membuat analisis domain.
Analisis ini dilakukan untuk mencari domain awal yang memfokuskan pada domain-

domain yang merupakan nama-nama benda.


7. Mengajukan pertanyaan struktural yang merupakan tahap lanjut setelah

mengidentifikasi domain.
8. Membuat analisis taksonomik.
Ada lima langkah penting membuat taksonomi, yaitu: (a) pilih sebuah domain

analisis taksonomi, (b) identifikasi kerangka substitusi yang tepat untuk analisis, (c)

cari subset di antara beberapa istilah tercakup, (d) cari domain yang lebih besar, (f)

buatlah taksonomi sementara.


9. Mengajukan pertanyaan kontras dimana makna sebuah simbol diyakini dapat

ditemukan dengan menemukan bagaimana sebuah simbol berbeda dari simbol-

simbol yang lain.


10. Membuat analisis komponen.
Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut

(komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya.


11. Menemukan tema-tema budaya.
12. Langkah terakhirnya yakni menulis sebuah etnografi.
Dibalik pendekatan Spradley yang sangat terstruktur, Creswell (2012:476)

mengajukan serentetan langkah yang menyajikan sebuah template umum

ketimbang prosedur tetap untuk melaksanakan etnografi. Disamping itu,

pertimbangan-pertimbangan dari para etnografer sendiri dan para peneliti studi

kasus berbeda secara prosedural, dan akan dibandingkan untuk mencari kesamaan

dan perbedaan diantara ketiga bentuk etnografi: realis, studi kasus, dan kritis..
1. Mengidentifikasi Tujuan dan Tipe rancangan, dan Mengaitkan Tujuan dengan

Masalah Penelitian
Langkah-langkah pertama dan yang paling penting dalam melakukan

penelitian adalah mengidentifikasi kenapa anda melakukan penelitian, rancangan

bentuk apa yang anda akan gunakan, dan bagaimana tujuan anda terkait dengan

masalah penelitian anda. Faktor-faktor ini perlu diidentifikasi dalam ketiga bentuk

etnografi dan studi kasus. Tujuan penelitian anda dan tipe masalah yang anda ingin

teliti akan secara signifikan berbeda, tergantung pada apakah anda akan melakukan

penelitian etnografi realis, studi kasus atau kritis.


Dalam etnografi realis, fokusnya diletakkan pada pemahaman tentang

kelompok berbudaya sama dan dengan menggunakan kelompok tersebut,

pemahaman yang lebih mendalam terhadap tema budaya akan dapat


dikembangkan. Kelompok berbudaya sama boleh jadi keseluruhan sekolah atau

sebuah ruang kelas. Tema-temanya boleh jadi mencakup topik-topik seperti

enkulturasi, akulturasi, sosialisasi, pendidikan terlembagakan, pembelajaran dan

kognisi, dan perkembangan anak dan orang dewasa (LeCompte dkk, dalam

Creswell, 2012:477).
Untuk studi kasus, terfokus pada pengembangan pemahaman yang

mendalam tentang suatu kasus, seperti peristiwa, aktivitas, atau proses. Dalam

dunia pendidikan, ini sering mencakup kajian tentang seorang individu atau

beberapa orang individu, seperti para siswa atau para guru. Pertimbangan penting

yang tak boleh dilupakan adalah bagaimana anda mengunakan kasus tersebut,

seperti menilai secara instrinsik manfaat memahami sebuah isu, atau memberikan

informasi atau membandingkan beberapa kasus.


Dalam etnografi kritis, tujuannya berubah secara dramatis dari tujuan-tujuan

yang digunakan di dalam etnografis realis atau proyek studi kasus. Seorang

etnografer kritis berupaya menjawab masalah-masalah terkait dengan

ketidaksederajatan di dalam masayarakat atau sekolah, merancang untuk

menggunakan penelitian, guna memberikan advokasi dan mengupayakan adanya

perubahan, secara khusus mengidentifikasi isu-isu spesifik (seperti

ketidaksederajatan, dominasi, penindasan, atau pemberdayaan) untuk diteliti.

2. Membicarakan Masalah-masalah terkait dengan Persetujuan dan Akses

Dalam langkah ini, ketiga jenis rancangan mengikuti prosedur yang sama.

Peneliti perlu mendapatkan persetujuan dari badan pemberi izin. Peneliti juga perlu

mengidentifikasi jenis sampling bertujuan yang ada dan yang paling relevan untuk

menjawab pertanyaan penelitian. Dalam proses ini, identifikasi situs penelitian dan

kemudian identifikasi pula penjaga (gate keeper) yang bisa memberikan akses pada

anda ke situs dan para partisipan. Dalam semua penelitian, harus menghormati dan
menghargai situs/tempat penelitian, secara aktif merancang penelitian untuk terus

melakukan kerja sama timbal balik dengan para indvidu di lokasi penelitian. Ini

bermakna bahwa anda menjamin dan menjaga agar situs tidak terganggu secara

berlebihan dan mengikuti praktek-praktek etika yang baik seperti menjamin privasi

dan anonimitas, tidak menipu para individu, dan memberitahukan kepada semua

partisipan tentang tujuan penelitian anda.

3. Gunakan Prosedur Pengumpulan Data yang Tepat

Pada Tabel 15.4 dapat dilihat bahwa ketiga rancangan ini memiliki ciri yang

sama, dengan penekanan pada pengumupulan data yang ekstensif sekali,

menggunakan prosedur majemuk dalam pengumpuan data, keterlibatan secara aktif

semua partisipan dalam proses penelitian.

Dalam etnografi realis, karena peneliti akan menghabiskan banyak waktu

dengan para individu di lapangan, (misalnya sampai 4 bulan atau lebih), anda perlu

memasuki situs secara berangsur-angsur dan sedapat mungkin secara tidak kentara

(unobtrusive) . Membangun hubungan (rapport) dengan penjaga dan partisipan-

partisipan kunci penting sekali untuk kontak yang berjangka panjang. Dalam

laporan-laporan etnografi realis, penekanan diberikan pada pembuatan catatan-

catatan lapangan dan pengamatan terhadap cultural scence (pemandangan

budaya). Wawancara dan artifak seperti gambar, reliks, dan simbol-simbol juga

merupakan bentuk-bentuk data yang penting. Data apa saja yang bisa membantu

mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang pola-pola yang diayomi

bersama oleh kelompok budaya tertentu akan sangat bermanfaat.

Dalam studi kasus, tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan

pemahaman yang mendalam tentang sebuah kasus atau sebah isu, dan para
peneliti mengumplkan sebanyak-banyaknya jenis data demi mengembangkan

pemahaman ini.

Dalam etnografi kritis, pengumpulan data kurang terfokus pada waktu di

lapangan atau pada jangkauan data dan lebih pada kolaborasi aktif antara para

peneliliti dan partisipan selama penelitian. Karena tujuan dari etnografi kritis adalah

untuk membantu membawa perubahan yang berpengaruh terhadap kehidupan para

partisipan, para partisipan perlu terlibat dalam memahami diri mereka sendiri dan

langkah-langkah apa yang harus diambil untuk meningkatkan kesederajatan

mereka, untuk memberikan pemberdayaan, atau untuk mengurangi ketertindasan

yang mereka alami. Kolaborasi tersebut boleh jadi melibatkan para partisipan dalam

merancang penelitian, merumuskan masalah penelitan, mengumpulkan data, atau

menganalisis data yang sudah terkumpul. Ia boleh jadi juga mencakup pelibatan

partisipan secara aktif menulis laporan akhir penelitian bersama-sama dengan anda.

4. Menganalisis dan Menginterpretasi Data dalam sebuah Rancangan


Dalam semua rancangan etnografi, peneliti akan terlibat dalam proses

pengembangan deskripsi, analisis data dalam rangka menemukan tema-tema, dan

memberikan interpretasi dalam rangka memaknai informasi. Ini merupakan prosedur

yang biasa dilalui dalam analisis dan interpretasi pada semua penelitian kualitatif.

Walaupun demikian, perbedaan tipe rancangan penelitian etnografi bervariasi dalam

pendekatannya terhadap prosedur tersebut.

Dalam etnografi kritis, anda perlu mempertimbangkan keseimbangan antara

deskripsi, analisis, dan interpretasi sehingga masing-masingnya menjadi unsur yang

penting dalam analisis anda. Selanjutnya, anda bisa mendisukusikan di dalam

interpretasi anda tersebut bagaimana anda memahami tema-tema kultural, secara

aktif melakukan refleksi tentang informasi yang ditemui di dalam bahan

kepustakaan, dan mengajukan gagasan bagaimana penelitian anda memberikan

kontribusi terhadap pemahaman tema kulural dimaksud. Dalam studi kasus, sekali

lagi analisis mengikuti deskripsi, analisis, dan interpretasi, akan tetapi prosedur

analisis bervarasi tergantung pada apakah anda meneliti kasus tunggal atau kasus

jamak. Prosedur studi kasus untuk kasus jamak adalah menganalisis masing-masing

kasus secara terpisah dan kemudian melakukan analisis antar studi kasus (Stake

dalam Creswell, 2012:479) untuk mengidentifikasi tema-tema umum dan tema-tema

yang berbeda di antara kasus-kasus tersebut masing-masing.

5. Menyusun Laporan Sesuai dengan Rancangan

Etnografi realis ditulis sebagai sebuah laporan informasi yang objektif tentang

kelompok berbudaya sama. Pandangan pribadi dan bias anda akan tetap berada di

latar belakang, pembicaraan pada akhir laporan akan menandakan bagaimana

penelitian itu memberikan kontribusi terhadap pengetahuan berkenaan dengan tema

kultural yang didasarkan pada pemahaman terhadap pola-pola yang sama dalam
bertingkah laku, berpikir dan berbahasa dari kelompok berbudaya sama itu.

Walaupun demikian, studi kasus boleh jadi memberi penekanan pada deskripsi yang

rinci tentang suatu kasus. Anda menuliskan sebuah studi kasus secara keseluruhan

dalam rangka memberikan fokus terhadap deskripsi ketimbang pengembangan

tema, seperti studi kasus deskriptif yang dilakukan oleh Stake (1995) tentang

Harper School. Studi kasus yang lain menyeimbangkan antara deskripsi dan tema,

seperi studi kasus gunman incident oleh Asmussen dan Crewell (1995). Salah satu

faktor tambahan yang membedakan antara studi kasus dari rancangan etnografi

yang lain adalah penulis boleh berdiskusi dalam rangka membuat generalisasi

temuan-temuan terhadap kasus-kasus yang lain, terutama apabila si peneliti

mengkaji stud-studi kasus jamak. Walaupun para peneliti kualitatif merasa enggan

membuat generalisasi terhadap temuan-temuan penelitian mereka, penggunaan

studi-studi kasus jamak memberikan beberapa kemampuan untuk mengidentifikasi

temuan-temuan yang bersifat umum bagi semua kasus dengan menggunakan

analisis antar kasus. Apabila ini terjadi, para peneliti sudi kasus bisa menyarankan

bahwa temuan-tmuan mereka bisa digeneralisasikan, akan tetapi klaim mereka

dibaut secara lebih moderat.

Dalam etnografis kritis, para peneliti mengakhiri laporan penelitian mereka

dengan isu kritis yang tadinya telah mengawali penelitian tersebut, dan kemudian

mendiskusikan bagaimana mereka dan para partisipan berubah atau mengambil

manfaat dari penelitian tersebut. Termasuk ke dalam call for action (ajakan untuk

berbuat) oleh para etnografer kritis boleh jadi merupakan refleksi tentang

perubahan-perubahan yang mereka dan para partisipan telah alami. Tanpa

diragukan lagi, dalam semua bentuk penelitian, para peneliti berubah, akan tetapi
para etnografer kritis , sebagai para peneliti yang mawas diri, memberi penekanan

pada bagaimana mereka dan para partisipan berubah.

Menurut Spradley (dalam Ary dkk, 2010:462). Prosedur siklus penelitian

etnografi mencakup enam langkah yaitu (1) pemilihan suatu proyek etnografi, (2)

pengajuan pertanyaan etnografi, (3) pengumpulan data etnografi, (4) pembuatan

suatu rekaman etnografi, (5) analisis data etnografi, dan (6) penulisan sebuah

etnografi.

1. Memilih proyek etnografi.


Ruang lingkup proyek-proyek ini dapat sangat bervariasi dari mempelajari
keseluruhan masyarakat yang kompleks, seperti kelompok berburu Inuit di Alaska,
hingga mempelajari situasi sosial tunggal atau lembaga, seperti bar perkotaan,
persaudaraan, atau taman bermain sekolah. Para pemula akan bijaksana untuk
membatasi ruang lingkup nya proyek untuk situasi sosial tunggal sehingga dapat
diselesaikan dalam waktu yang wajar. Sebuah situasi sosial selalu memiliki tiga
komponen: tempat, pelaku, dan kegiatan.
2. Mengajukan pertanyaan etnografis.
Peneliti memiliki pertanyaan dalam pikirannya untuk membimbing apa yang ingin dia
lihat, dia dengar dan data yang ingin dikumpulkan
3. Mengumpulkan data etnografi.
Peneliti melakukan penelitian lapangan untuk mengetahui kegiatan orang-orang,
karakteristik fisik, dan bagaimananya rasanya menjadi bagian dari situasi. Langkah
ini biasanya dimulai dengan gambaran yang terdiri dari pengamatan deskriptif yang
luas. Kemudian, setelah melihat data, peneliti berpindah ke pengamatan yang lebih
terfokus. Di sini, peneliti menggunakan observasi partisipan, wawancara mendalam,
dan sebagainya untuk mengumpulkan data
4. Membuat catatan etnografis.
Langkah ini termasuk mengambil catatan lapangan dan foto, membuat peta, dan
menggunakan cara lain yang sesuai untuk merekam pengamatan.
5. Menganalisis data etnografi.
Penelitian lapangan selalu diikuti dengan analisis data, yang mengarah ke
pertanyaan-pertanyaan baru dan hipotesis baru, pengumpulan lebih banyak data
dan catatan lapangan, serta analisis yang lebih mendalam. Siklus tersebut terus
berlanjut sampai proyek selesai.

6. Menulis etnografi.
Etnografi harus ditulis, sehingga budaya atau kelompok dapat dibawa ke
kehidupan nyata, membuat pembaca merasa bahwa mereka memahami orang-
orang dan cara hidup mereka atau situasi dan orang-orang di dalamnya. Laporan
etnografis dapat berbentuk panjang dari beberapa halaman untuk satu atau dua
volume. Penulisan harus rinci dan konkret, tidak umum atau samar.

F. Evaluasi dan analisa penelitian etnografi


Kriteria untuk mengevaluasi etnografi dimulai dengan menerapkan standar
yang digunakan dalam penelitian kualitatif, kemudian faktor-faktor tertentu harus
dipertimbangkan dengan benar. Dalam evaluasi etnografi yang baik, peneliti
(Creswell, 2012: 480) harus memastikan:
1. Apakah kelompok berbudaya sama atau kasus yang diteliti teridentifikasi secara
jelas dan spesifk?
2. Apakah ada pola-pola yang diidentifikasi untuk kelompok atau kasus tersebut?
pakah kelompok atau kasus itu dideskripsikan secara rinci?
4. Apakah jelas kelihatan konteks yang ada di seputar kelompok atau kasus itu?
5. Apakah si penulis melakukan refleksi tentang peranannya dalam penelitian?
6. Apakah peneliti membuat interpretasi dengan lingkup yang lebih luas tentang makna
dari pola-pola atau kasus tersebut?
7. Apakah interpretasi itu muncul secara wajar (tidak dibuat-buat) dari deskripsi dan
tema?
8. Dari membaca sebuah etnografi, apakah pembaca memiliki pemahaman tentang
bagaimana sebuah budaya berfungsi ditilik dari sudut pandang partisipan dan
peneliti?
9. Apakah si penelti mengecek akurasi penelitian dengan jalan menggunakan prosedur,
seperti triangulasi antar sumber data atau membawa laporan penelitian kembali
pada para partisipan untuk ditinjau ulang?
Menurut Spradley (dalam Emzir, 2012) terdapat empat jenis analisis, yaitu
analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema.
a. Analisis domain, yaitu memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari objek
penelitian atau situasi sosial. Melalui pertanyaan umum dan pertanyaan rinci peneliti
menemukan berbagai kategori atau domain tertentu sebagai pijakan penelitian
selanjutnya. Semakin banyak domain yang dipilih, semakin banyak waktu yang
diperlukan untuk penelitian.
b. Analisis taksonomi, yaitu menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih
rinci untuk mengetahui struktur internalnya. Hal ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan yang lebih terfokus.
c. Analisis komponensial, yaitu mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal
dengan cara mengontraskan antar elemen. Hal ini dilakukan melalui observasi dan
wawancara terseleksi melalui pertanyaan yang mengontraskan.
d. Analisis tema budaya, yaitu mencari hubungan di antara domain dan hubungan
dengan keseluruhan, yang selanjutnya dinyatakan ke dalam tema-tema sesuai
dengan fokus dan subfokus penelitian.

G. Instrumen Pengumpul Data Etnografi


Selama penelitian lapangan, etnografer menggunakan berbagai teknik untuk
mengumpulkan data. Tabel 14.3, yang merupakan daftar komposit dari LeCompte
dan Schensul ; Wolcott (dalam Creswell, 2012:471), menampilkan beberapa teknik
pengumpulan data. Observasi dan wawancara terstruktur sangat populer di
kalangan ahli etnografi. Adapun instrumen pengumpul data pada penelitian etnografi
selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Wawancara mendalam (indepth interview)
Merupakan serangkaian pertanyaan yang diajukan peneliti kepada subjek
penelitian. Mengingat karakter etnografi yang naturalistik, maka bentuk pertanyaan
atau wawancara yang dilakukan merupakan pertanyaan terbuka dan sifatnya
mengalir, meski demikian untuk menjaga fokus penelitian ada baiknya seorang
peneliti memiliki panduan wawancara yang sifatnya fleksibel. Setiap wawancara
yang dilakukan, peneliti harus memperdalamnya dengan cara membuat catatan
hasil wawancara dan observasi. Karena itu, kegiatan wawancara akan selalu
menghasilkan pertanyaan baru yang sifatnya memperdalam apa yang telah diterima
dari subjek penelitan. Dalam konteks memperdalam data, proses wawancara dapat
dilakukan secara spontan maupun terencana.
2. Observasi partisipan (participant observation).
Untuk mengetahui secara detail langsung bagaimana budaya yang dimiliki
individu atau sekelompok masyarakat maka seorang peneliti etnografi harus menjadi
orang dalam. Menjadi orang dalam akan memberi keuntungan peneliti dalam
menghasilkan data yang sifatnya natural. Peneliti akan mengetahui dan memahami
apa saja yang dilakukan subjek penelitian, perilaku keseharian, kebiasaan
kebiasaan yang dilakukan keseharian, hingga pada pemahaman terhadap simbol-
simbol kehidupan subjek penelitian dalam keseharian yang bisa jadi orang lain tidak
memahami apa sebenarnya simbol itu. Menjadi orang dalam memberikan akses
yang luar biasa bagi peneliti untuk menguak semua hal tanpa sedikitpun halangan,
karena subjek penelitian akan merasa kehadiran peneliti tak ubahnya sebagai
bagian dari keluarganya, sehingga tidak ada keraguan dan hambatan bagi subjek
untuk berperilaku alami, sebagaimana layaknya dia hidup dalam keseharian. Namun
demikian, menjadi orang dalam melalui kegiatan observasi partisipan tidak
menjadikan peneliti larut hingga tidak bisa membedakan dirinya dengan diri subjek
penelitian. Posisi inilah yang harus benar-benar dijaga dalam melakukan riset
etnografi.
3. Diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion)
Merupakan kegiatan diskusi bersama antara peneliti dengan subjek penelitian
secara terarah. Dalam konteks ini sebenarnya kemampuan peneliti untuk
menyajikan isu atau tema utama, mengemasnya dan kemudian mendiskusikan serta
mengelola diskusi itu menjadi terarah dalam arti proses diskusi tetap berada dalam
wilayah tema dan tidak terlalu melebar apalagi sampai menyertakan emosi subjek
secara berlebihan menjadi kata kunci dari proses diskusi yang baik. Diskusi
kelompok terarah ini bisa diawali dengan pemilihan anggota diskusi yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh peneliti, ataupun dapat saja dilakukan dengan secara
acak, namun tetap memperhatikan kekuatan masing-masing peserta diskusi, mulai
dari tingkat pendidikan, intelektualitas, pengalaman bahkan keseimbangan gender.
Dengan penetapan ini, merupakan langkah untuk menghindari ketimpangan atau
dominannya satu kelompok atau individu dalam sebuah diskusi. Kemudian,
dilanjutkan dengan tema yang akan diusung peneliti, dan diskusikan secara
bersama. Proses inilah yang kemudian oleh peneliti dicatat secara rinci untuk
kemudian dijadikan dasar pijak untuk memperdalam dan memperkaya data
etnografi.
4. Sejarah hidup (Life history)
Merupakan catatan panjang dan rinci sejarah hidup subjek penelitian. Melalui
catatan sejarah hidup ini peneliti etnografi akan memahami secara detail apa saja
yang menjadi kehidupan subjek penelitian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
termasuk budaya yang ada di lingkungannya. Catatan sejarah hidup, menghendaki
kemampuan peneliti untuk jeli dalam melihat setiap detail kehidupan seseorang,
sehingga tergambar dengan jelas bagaimana jalan kehidupan subjek penelitian dari
lahir hingga dewasa sehingga terketemukan peristiwa-peristiwa penting yang
menjadi titik balik (turning point) dalam sejarah kehidupan subjek penelitian. Meski
hampir sama dengan pola autobiografi, namun terdapat perbedaan terutama pada
upaya yang lebih kuat dalam penulisan untuk menghindari subjektivitas penulis.
5. Analisis dokumen (Document analysis).
Analisis dokumen diperlukan untuk menjawab pertanyaan menjadi terarah,
disamping menambah pemahaman dan informasi penelitian. Mengingat dilokasi
penelitian tidak semua memiliki dokumen yang tersedia, maka ada baiknya seorang
peneliti mengajukan pertanyaan tentang informan-informan yang dapat membantu
untuk memutuskan apa jenis dokumen yang mungkin tersedia. Dengan kata lain
kebutuhan dokumen bergantung peneliti, namun peneliti harus menyadari
keterbatasan dokumen, dan bisa jadi peneliti mencoba memahami dokumen yang
tersedia, yang mungkin dapat membantu pemahaman.
H. Kelebihan dan kelemahan Etnografi
Gall (2003:494-495) menemukan beberapa kelebihan dan kelemahan dari
penelitian etnografi.
1. Kelebihan
Salah satu aspek yang paling berharga yang dihasilkan dari penelitian
etnografi adalah kedalamannya. Karena peneliti berada untuk waktu yang lama,
peneliti melihat apa yang dilakukan orang serta apa yang mereka katakan. Peneliti
dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang orang-orang, organisasi,
dan konteks yang lebih luas. Peneliti lapangan mengembangkan keakraban yang
intim dengan dilema, frustrasi, rutinitas, hubungan, dan risiko yang merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari. Kekuatan yang mendalam dari etnografi adalah
yang paling mendalam atau intensif. Dari pengetahuan tentang apa yang terjadi
di lapangan dapat memberikan informasi penting untuk perumusan asumsi
penelitian. Secara singkat kelebihan pengunaan penelitian etnografi dijelaskan di
bawah ini, sebagai berikut:
a. Menghasilkan pemahaman yang mendalam. Karena yang dicari dalam penelitian ini
bukan hal yang tampak, melainkan yang terkandung dalam hal yang nampak
tersebut
b. Mendapatkan atau memperoleh data dari sumber utama yang berarti memiliki tingkat
falidasi yang tinggi.
c. Menghasilkan deskripsi yang kaya, penjelasan yang spesifik dan rinci
d. Peneliti berinteraksi langsung dengan masyarakat sosial yang akan diteliti.
e. Membantu kemampuan beinteraksi karena menuntut kemampuan bersosialisasi
dalam budaya yang ia coba untuk dijelaskan.
2. Kelemahan
Salah satu kelemahan utama penelitian etnografi adalah bahwa dibutuhkan
lebih lama waktu daripada bentuk penelitian lainnya. Tidak hanya membutuhkan
waktu lama untuk melakukan kerja lapangan, tetapi juga memakan waktu lama
untuk menganalisis materi yang diperoleh dari penelitian. Bagi kebanyakan orang, ini
berarti tambahan waktu. Kelemahan lain dari penelitian etnografi adalah bahwa
lingkup penelitiannya tidak luas. Etnografi sebuah studi biasanya hanya satu
organisasi budaya. Bahkan keterbatasan ini adalah kritik umum dari penelitian
etnografi, penelitian ini hanya mengarah ke pengetahuan yang mendalam konteks
dan situasi tertentu. Secara singkat kelemahan pengunaan penelitian etnografi
dijelaskan di bawah ini, sebagai berikut:
a. Perspektif pengkajian kemungkinan dipengaruhi oleh kecenderungan budaya
peneliti.
b. Membutuhkan jangka waktu yang panjang untuk mengumpulkan data dan mengelola
data.
c. Pengaruh budaya yang diteliti dapat mepengaruhi psikologis peneliti, ketika peneliti
kembali kebudaya asalnya.
d. Peneliti yang tidak memiliki kemampuan sosialisasi, terdapat kemungkinan
penolakan, dari masyarakat yang akan diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

Ary, Donald., Jacobs, Lucy Cheser., Razavieh, Asghar. (2010). Introduction to Research
in Education 8th edition. Wardswoth Cengage Learning. Canada: Nelson Education
ltd
Cresswell, Jhon W., (2012). Eduactional Research: Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research. Ney Jersey: Person Education, Inc.

Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers

Emzir. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta:


Rajawali Pers

Gall, M.D., Gall, J.P. and Borg, W.R. (2003) Educational Research: An Introduction,
Seventh Edition. New York: Pearson education Inc
Spradley, J.P. (2007). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Anda mungkin juga menyukai