Anda di halaman 1dari 12

aBAB I

DEFINISI

Panduan nyeri adalah tatalaksana penanganan nyeri secara komprehensif meliputi


skrining,pengkajian dan penanganan nyeri.

Nyeri ( International Association for Study of Pain 1994) adalah pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, kecendrungan terjadi kerusakan jaringan atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman,baik ringan maupun
berat.

Pengkajian nyeri dilakukan baik pada pasien dewasa maupun anak, dengan
menggunakan :

a. CRIES Scale untuk pasien anak berusia 0 – 2 bulan


b. FLACC ( Face,Leg,Activity,Cry,Consolability ) Scale untuk pasien anak berusia < 7 tahun
c. VAS ( Visual Analog Scale ) untuk pasien berusia lebih dari 7 tahun
d. CCPOT ( Critical Care Pain Observation Tool ) untuk pasien dengan ventilator atau
sedasi

Hasil pengkajian nyeri :

a. Skor 1 – 3 : nyeri ringan


b. Skor 4 – 6 : nyeri sedang
c. Skor 7 – 10 : nyeri hebat

BAB II
RUANG LINGKUP
1
A. Waktu Penatalaksanaan Nyeri
Rumah Sakit melakukan penatalaksanaan nyeri 24 jam terus menerus tanpa
membedakan waktu dan status sosial ekonomi.

B. Tempat Penatalaksanaan Nyeri


Penatalaksanaan nyeri dilakukan di area Rumah Sakit meliputi perawatan rawat inap
,rawat jalan dan penunjang medis seperti: Radiologi, Laboratorium dan Fisiotherapi .

C. Kualifikasi Staf
Seluruh staf medis dan penunjang medis Rumah Sakit yang masa kerja 3 bulan ke atas
bisa melakukan penatalaksanaan nyeri.

D. Penatalaksanaan Nyeri
1. Skrining
Dilakukan pada seluruh pasien di Rumah Sakit , baik pasien rawat jalan, pasien
rawat inap maupun pasien emergency, baik pada kunjungan pertama maupun hari
berikutnya.
2. Pengkajian
Dilakukan bilamana hasil skrining menunjukkan adanya nyeri.
Pengkajian nyeri meliputi sedikitnya :
a. Lokasi nyeri,
b. Penjalaran nyeri,
c. Kualitas nyeri/ karakter nyeri,
d. Kualitas / intensitas nyeri,
e. Onset nyeri,
f. Gejala penyerta yang menyertai nyeri,
g. Faktor – faktor yang memperberat maupun memperingan nyeri.

Metode pengukuran nyeri berdasarkan :


1. Visual Analog Scale ( VAS ) : untuk pasien berusia lebih dari 7 tahun
2. FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability) : untuk pasien berusia 2 bulan – 7
tahun
3. CRIES Scale (Crying, Requires oxygen, Increased vital signs, Expression, Sleep):
untuk pasien berusia 0 hari – 2 bulan
4. CCPOT Scale (Critical Care Pain Observation Tool) : untuk pasien yang
mengalami penurunan kesadaran/ terpasang ventilator

E. Metode pengukuran intensitas nyeri


1. FLACC Scale (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability)

SKOR
KATEGORI
Scoring
Category
0 1 2

2
Tidak ada ekspresi Sesekali meringis atau Dagu bergetar terus
Wajah yang jelas atau mengerutkan kening, menerus dan rahang
senyuman tidak tertarik mengunci
F
Occasional grimace or Frequent to constant
No particular
Face frown, withdrawn, quivering chin,
expression or smile
disinterested clenched jaw

Posisi normal atau Menendang-nendang,


Tungkai Gelisah, tegang
relax kaki terangkat
L
Normal position or Kicking, or legs drawn
Legs Uneasy, restless, tense
relaxed up

Berbaring tenang,
Pinggang menggeliat Badan melengkung
posisi normal,
Aktivitas kedepan dan belakang, kaku atau menyentak-
bergerak dengan
A tegang nyentak
mudah

Lying quietly, normal Squirming, shifting back


Activity Arched, rigid or jerking
position, move easly and forth, tense

Terus menangis,
Tidak ada tangisan Mengerang atau
menjerit atau
Tangisan (saat bangun atau merengek, sesekali
mengisak, sering
tidur) mengeluh
C mengeluh

Crying stedily, screams


No cry (awake or Moans or whimpers,
Cry or sobs, frequent
asleep) occasional complaint
complaints

Dapat ditenangkan
Membuat dengan sesekali Sulit untuk
tenang & Mudah ditenangkan sentuhan, pelukan atau ditenangkan atau
nyaman diajak bicara untuk dibuat nyaman
C mengalihkan

Reassured by occasional
Consolabili touching, hugging or Difficult to console or
Content, relaxed
ty being talked to, comfort
distractible

2. Visual Analog Scale ( VAS )

3
3. CRIES Scale (Crying, Requires oxygen, Increased vital signs, Expression, Sleep)
Skor
Komponen
0 1 2

Menangis Tidak menangis Menangis dengan Menangis dengan


atau menangis intonasi tinggi tapi intonasi tinggi yang
tanpa intonasi bayi mudah tidak dapat
tinggi ditenangkan ditenangkan
(melengking)

Kebutuhan O2 Tidak memerlukan Oksigen yang Oksigen yang


untuk SaO2 < 95% oksigen diperlukan < 30% diperlukan > 30%

Peningkatan tanda- Baik nadi dan Nadi atau tekanan Nadi atau tekanan
tanda vital (BP & tekanan darah tak darah meningkat darah meningkat di
HR) berubah atau tapi masih dibawah atas > 20% nilai dasar
dibawah nilai <20% nilai dasar
normal

Ekspresi wajah Tidak ada ekspresi Wajah meringis Wajah meringis,


wajah menangis menangis tanpa suara

Tidur Bayi selama ini Bayi terkadang Bayi seringkali

4
tidur nyenyak terbangun terbangun

Total

4. CCPOT Scale (Critical Care Pain Observation Tool)


Skor

0 1 2
Komponen

Ekspresi wajah Tak tampak Sedikit mengerut, mengerut secara


kontraksi otot misal: mengerutkan penuh/ misal hingga
wajah/relaks dahi menutup kelopak
mata

Gerakan tubuh Tidak bergerak sama Gerakan lambat Berusaha mencabut


sekali berusaha selang (tube),
menyentuh daerah berusaha duduk,
nyeri gerakan tangan/ kaki
tidak mematuhi
perintah, mencoba
melompat

Ketegangan otot Tak ada tahanan saat Ada tahanan saat Tahanan yang kuat
digerakkan digerakkan sampai tidak bisa
digerakkan.

Mengikuti Alarm tidak bunyi, Alarm bunyi tapi Asinkroni, alarm


ventilator/ ventilasi lancar berhenti sendiri sering bunyi
terintubasi

Vokalisasi Bicara secara normal Mengeluh atau Menangis atau


(ekstubasi) mengerang berteriak

Penggunaan Tidak menggunakan Menggunakan Menggunakan


analgetika/sedatif analgetik atau analgetika atau analgetika atau
sedative sedatif secara sedatif secara

5
intermitten kontinue

TOTAL SKOR :

F. Penanganan nyeri
Pada nyeri ringan skor 1-3, pasien dapat dilakukan terapi non farmakologik yang
meliputi distraksi dan relaksasi, ataupun fisioterapi. Jika dibutuhkan dapat
ditambahkan terapi farmakologik. Terapi farmakologik disesuaikan dengan ringan
sampai beratnya nyeri, dengan mengikuti Three Step Ladder Analgetic.
Pada pasien dengan nyeri akut dan berat (skor 7-10) digolongkan pasien emergency
yang membutuhkan pertolongan segera (ESI 2). Nyeri akut dan berat dengan nilai
VAS 7-10 sebaiknya langsung diberikan obat-obatan yang kuat dengan dosis
optimal, dapat memakai tramadol injeksi atau OAINS injeksi yang cukup poten
seperti ketorolak injeksi, natrium diklofenak injeksi, ketoprofen injeksi,
meloksikam injeksi, dynastat injeksi, dan sebagainya jika masih nyeri dapat
menggunakan golongan narkotika.

Pada prinsipnya, pengobatan nyeri akut dan berat sebaiknya diberikan obat yang
paling poten dulu. Bila intensitas nyerinya sudah menurun, dosis obat diturunkan
seperti menuruni anak tangga (lihat gambar 1).

Obat pilihan untuk nyeri kronik dan intensitas nyeri tinggi atau nyeri berat adalah
morfin. Sebaiknya pemberian secara peroral bila pasien masih dapat menelan.
Dosisnya antara 10-100 mg tergantung intensitas nyeri. Makin tinggi dosis obat,
makin tinggi efek analgetiknya. Pada umumnya pemberian around the clock lebih
menguntungkan daripada pemberian as needed (Tollison, 1998).

Terapi Farmakologi Nyeri Kronik karena Keganasan (Chronic Malignant Pain).


Ikuti Three Step Analgesic Ladder

1. Langkah pertama
6
Aspirin, asetaminofen atau OAINS dikombinasikan dengan obat-obatan
ajuvan analgesik.

2. Langka kedua
a. Bila langkah pertama kurang efektif, maka obat pada langkah pertama
diteruskan ditambah dengan narkotik oral dan ajuvan analgesik
b. Narkotik pilihan adalah Codein. Bisa dikombinasikan dengan aspirin,
asetaminofen atau OAINS.

3. Langkah ketiga
Langkah ketiga diambil bila langkah kedua kurang efektif. Obat-obatan
dilangkah kedua dihentikan, obat dilangkah pertama diteruskan, ditambah
grup narkotika yang lebih poten. Obat pilihan adalah morfin dengan dosis
dapat dinaikan tanpa batas, sementara diawasi respirasi, mental status dan
kesiagaan.(Catatan: pada penderita kanker dengan fase terminal, pemberian
morfin dosis tinggi dapat menyebabkan komunikasi terganggu, maka dapat
diberikan stimulan, misalnya methylphenidate, (Ritalin).

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. Penatalaksanaan
Cara melakukan Pengkajian Nyeri :
1. Pengkajian nyeri dilakukan oleh dokter dan perawat dengan menggunakan skala
nyeri CRIES, FLACC, VAS, atau CCPOT sesuai kebijakan.
2. Jika hasil pengkajian skor nyeri 1-3 maka perawat melakukan teknik distraksi dan
relaksasi dan lakukan pengkajian ulang terhadap pasien setiap shift.
3. Apabila hasil pengkajian skor nyeri lebih dari tiga maka lakukan pengkajian nyeri
berupa :
a. Intensitas nyeri,
b. Lokasi nyeri,
c. Kualitas nyeri, pola penjalaran, karakter nyeri,
d. Onset nyeri, lama nyeri, variasi, dan pola nyeri,
e. Faktor yang memperberat dan mengurangi nyeri
f. Penanganan nyeri yang saat ini diperoleh (bila ada) dan efektivitasnya,
g. Riwayat pengobatan termasuk pengobatan nyeri,
h. Pengaruh nyeri pada aktivitas sehari-hari, fungsi hidup, tidur, nafsu makan,
hubungan dengan orang lain, kualitas hidup,
i. Pemeriksaan fisik berkaitan dengan lokasi nyeri.
4. Perawat ruangan wajib melaporkan ke Dokter Jaga/ DPJP pada saat hasil pengkajian
skor nyeri lebih dari tiga dan lakukan pengkajian ulang terhadap pasien setiap 2 jam.
5. Dokter penanggung jawab pasien memberikan instruksi tata laksana nyeri.
6. DPJP/ dokter/ perawat melakukan pengkajian ulang nyeri, jika nyeri belum
tertangani, skor tetap atau lebih dari tiga, maka DPJP/ dokter dapat mengkonsulkan
penanganan nyeri ke tim pelayanan nyeri anestesi.
7. Tim penanganan nyeri anestesi memberikan instruksi tata laksana penanganan nyeri

8
Penatalaksanaan nyeri :
1. Standar WHO 1986

Adjuvant : obat-obatan yang diberikan untuk mengatasi adversed reaction dari opioid
atau anti nyeri tambahan untuk meningkatkan efek analgesia. Secara farmakologis
bukan analgesik murni.
2. Apabila setelah dilakukan 3 langkah tersebut, nyeri masih ada (terutama pada kasus
kanker), dapat dipertimbangkan untuk melakukan langkah ke-4, yaitu tindakan
intervensional :
a. Blok (somatik, simpatetik)
b. Spinal medication
c. Spinal cords stimulation
d. Bedah
Cara penatalaksanaan nyeri kronik menggunakan analgesik opioid :
1. Pasien dan keluarga harus diedukasi mengenai :
a. Efek adiksi narkotik
b. Toleransi
c. Ketergantungan fisik
d. Efek samping lain yang mungkin terjadi
2. Peresepan analgetik opioid dan adjuvan psikotropika harus dilakukan sesuai prosedur
peresepan narkotika dan psikotropika
3. Apabila terdapat pertanyaan atau keluhan selama mendapat penatalaksanaan nyeri kronik
di rawat jalan, pasien harus segera menghubungi UGD Rumah Sakit di 0761 - 555888,

9
Ext. 2888 atau kontrol langsung ke rumah sakit untuk dievaluasi ulang oleh Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).

Hal-hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan nyeri :


1. Privacy
Setiap pasien yang dilakukan penatalaksanaan nyeri wajib dilindungi privacy-nya sesuai
standar prosedur operasional.

2. Risiko yang dihadapi


Setiap petugas yang melakukan penatalaksanaan nyeri mewaspadai terhadap risiko yang
mungkin terjadi, antara lain :
Syok neurogenik dan Syok anafilaktik

3. Monitoring Pasien
Pengkajian Ulang Nyeri :
1. Perawat melakukan penilaian ulang nyeri pada keadaan sebagai berikut :
a. Pasien yang berpotensi mengalami nyeri (pasien pasca operasi, pasien
Onkologi, pasien dengan nyeri kronik): sedikitnya setiap 2 jam pada 24 jam
pertama, kemudian setiap 4 jam pada 24 jam berikutnya.
b. Dalam waktu 15-30 menit setelah intervensi penanganan nyeri dengan obat
intravena, 60-120 menit setelah intervensi melalui jalur oral atau intramuskular.
c. Dapat lebih sering apabila rasa nyeri tidak teratasi
d. Bila nyeri telah teratasi, kembali dilakukan setiap shift perawat
e. Untuk rawat jalan, penilaian ulang dilakukan apabila diperlukan sesuai dengan
proses kunjungan pasien (misalnya apabila terjadi perubahan terapi atau
dilakukan tindakan rawat jalan)
2. Pada penilaian ulang nyeri dikaji:
a. Ada/ tidaknya nyeri
b. Intensitas nyeri
c. Lokasi nyeri, bila berubah
d. Kualitas nyeri, bila berubah
e. Onset nyeri, lama nyeri, variasi, dan pola nyeri, bila berubah
f. Efek samping obat nyeri yang diberikan

10
g. Pemeriksaan fisik berkaitan dengan lokasi nyeri
3. Hal-hal yang perlu segera dilaporkan ke dokter penanggung jawab pasien adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri yang tidak terkontrol, tidak dapat diatasi
b. Intervensi nyeri yang tidak mencapai tujuan penanganan nyeri dalam jangka
waktu yang sesuai dengan intervensi
c. Nyeri baru atau nyeri yang memberat
d. Efek samping pengobatan nyeri, termasuk namun tidak terbatas pada: depresi
napas, sesak napas, perubahan status mental, mioklonus, mual dan muntah yang
tidak teratasi, retensi
e. Sensorik/ motorik

11
BAB IV
DOKUMENTASI

Seluruh tindakan dan terapi yang dilakukan saat penatalaksanaan nyeri didokumentasikan
dalam rekam medis berupa formulir :
1. Pengkajian Nyeri
2. Pengkajian rawat inap anak
3. Pengkajian rawat inap dewasa
4. Pengkajian UGD
5. Observasi Pasien Dengan Nyeri
6. Observasi khusus
7. Formulir Monitoring Harian Intensive
8. Catatan Terintegrasi

12

Anda mungkin juga menyukai