Anda di halaman 1dari 36

ETHICAL DILEMMA

Petra Vitara Wimar, ST 1), Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA 2)

1) Penulis Pertama
Email : petravitarawimar@gmail.com
2) Dosen Pengampu

Pengantar

Dilema etika adalah ciri umum yang ditemukan dalam organisasi bisnis dan ini
memiliki hubungan yang jelas dengan dilema moral. Dunia bisnis yang sempurna
mencakup hal yang benar, tetapi dilema etika telah menjadi menonjol dalam dunia
bisnis yang rumit ini. Menurut Van Auken (2016), dilema etika mengarah ke
manusia membuat keputusan yang salah karena kesulitan. Lebih khusus lagi,
dilema etis muncul ketika seseorang harus membedakan antara moral dan
tindakan amoral. Godaan pribadi adalah salah satu cara paling signifikan untuk
meningkatkan etika (Shapiro & Stefkovich, 2016). Hal ini diperlukan untuk hati
nurani ketika melakukan keputusan penting berdasarkan beberapa aspek penting
dalam bisnis. Banyak organisasi menghadapi beragam bentuk dilema etika, yang
menciptakan dampak signifikan pada reputasi organisasi serta praktik bisnis.

Tujuan Studi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk fokus pada dilema etika yang dihadapi
oleh Coca Cola di pasar saat ini. Konsep Cocoa Cola telah menciptakan gebrakan
baik dalam kehidupan sosial dan di pasar bisnis. Studi ini akan difokuskan pada
dilema etis seperti yang ditemukan dalam skenario organisasi internal dan
eksternal dari Coca Cola. Studi ini juga akan dikaitkan dengan konsep teoritis
berdasarkan dilema etika yang telah mempengaruhi praktik manajerial di Coca
Cola. Asimilasi segmen-segmen ini akan mengakhiri penelitian di bagian akhir.

Latar belakang Organisasi


Coca Cola telah menduduki posisi terbesar di pasar minuman dengan sistem
distribusi terbesar di seluruh dunia. Posisi ini memungkinkan perusahaan untuk
mengoperasikan hampir satu miliar produk ke pelanggan di seluruh dunia dan
memperkenalkan merek baru serta mempromosikan merek lain. Konsentrasi
Coca-Cola pada strategi pemasaran diambil, terlihat bahwa perusahaan telah
mempromosikan merek-merek terkenal seperti Fanta, Coke, Diet Coke, dan Sprite
(Icmrindia.org. 2016). Strategi pemasaran ini telah mempengaruhi aspek
hubungan pelanggan yang diperkuat, yang merupakan kunci untuk mendapatkan
peluang bisnis bagi perusahaan. Pembentukan hubungan pelanggan yang efektif
berfungsi sebagai kekuatan pendorong utama untuk memperoleh basis pelanggan.
Kompetisi yang dikenali antara Pepsi dan Coca Cola telah memegang pangsa
dominan dari pasar minuman ringan di seluruh dunia (Standard.co.uk, 2013).
Untuk memperluas bisnis, perusahaan telah berfokus pada pertumbuhan pasar
saham di seluruh Amerika Serikat. Bahkan, strategi internasionalisasi juga sangat
terpuji untuk pertumbuhan di masa depan. Tujuan utama perusahaan adalah untuk
meningkatkan pangsa pasar di pasar internasional. Namun, ini adalah masalah
persaingan langsung dengan Pepsi, Coca Cola telah berkonsentrasi pada praktik
organisasi yang inovatif untuk memastikan keberlanjutan di pasar ini. Oleh karena
itu, perusahaan yang terlibat dalam beberapa praktik bisnis yang berbahaya bagi
bisnis. Menghasilkan lebih banyak manfaat dalam rentang waktu singkat
memaksa para manajer mengambil beberapa perbedaan etika yang telah disiarkan
ke saluran berita. Studi tentang menentukan beberapa masalah etika ini
ditampilkan dalam praktik manajerial dan menurut beberapa perspektif teoritis
akan dianalisis.

Ethical Dilemma Pada Coca Cola

Coca Cola dianggap sebagai merek minuman paling berharga di pasar


internasional. Lebih khusus lagi, perusahaan telah menangkap posisi signifikan di
antara perusahaan-perusahaan, yang selalu terlihat dalam berita. Perusahaan
bahkan mendapat peluang efektif untuk mempresentasikan kinerja terampil
mereka di pasar bisnis. Namun, selain mencapai posisi yang signifikan di pasar
bisnis, Coca Cola bahkan telah menghadapi beberapa masalah etika dalam
beberapa waktu terakhir (Icmrindia.org. 2016). Telah terlihat bahwa perubahan
kepemimpinan dalam beberapa tahun terakhir mengundang tantangan etika
dengan cara yang sangat menonjol. Ini harus dilihat, praktik-praktik manajerial
yang terlibat dengan masalah-masalah etis seperti salah tafsir, mengganggu
perjanjian berdasarkan kontrak jangka panjang, dan diskriminasi rasial. Perlu
dicatat bahwa Coca Cola telah menjadi berita untuk waktu yang cukup lama
karena praktik bisnis etis mereka. Karena masalah etika dan hukum seperti itu,
harga saham perusahaan tetap sama seperti dulu beberapa tahun lalu.

Salah satu masalah etika paling kritis ditemukan ketika banyak orang jatuh sakit
setelah minum Coke dan minuman ringan lainnya dari Coca Cola. Insiden itu
menyebabkan hilangnya reputasi perusahaan dan orang kehilangan rasa hormat
terhadap perusahaan. Banyak investor mulai menjual saham mereka di Coca Cola.
Masalah menjadi berbahaya ketika para manajer tetap tidak responsif terhadap
pertanyaan-pertanyaan media (Icmrindia.org. 2016). Namun, ketika mereka
menyelesaikan seluruh penelitian dan menemukan akar penyebab masalah
tersebut, mereka memutuskan untuk mengumumkannya secara publik. Namun,
waktunya sudah terlambat untuk disiarkan, karena media merasa terlalu lambat
untuk membuat cerita tentang Coca Cola. Meskipun perusahaan banyak berfokus
pada pemeliharaan tanggung jawab sosial perusahaan serta masalah etika, insiden
tersebut menciptakan dampak negatif pada reputasi organisasi (DiStaso &
Bortree, 2014). Tidak responsif adalah salah satu kesalahan besar yang akan
dilakukan oleh para manajer untuk mempertahankan reputasi mereka. Ini dapat
menciptakan efek terbalik dalam krisis situasional. Namun, setelah situasi seperti
itu, praktik manajerial Coca Cola terlibat dengan kekhawatiran lain yang tidak etis
(Standard.co.uk, 2013). Perjanjian yang ditandatangani dengan negara-negara
Eropa sebenarnya didasarkan pada undang-undang anti-trust, yang mempengaruhi
manajemen dalam cara yang sangat signifikan. Sikap yang terlalu agresif terhadap
berurusan dengan perusahaan Perancis adalah masalah besar bagi perusahaan
(Strandvik et al. 2013). Selain itu, negara-negara asing tidak menghargai taktik
lengan-kuat mereka, yang melintasi batas-batas ketidaksesuaian untuk mencapai
keunggulan kompetitif. Kasus hukum terhadap Coca Cola dipresentasikan ke
pengadilan dan perusahaan bahkan terbukti lebih longgar dalam kasus ini.
Terlepas dari masalah yang tidak etis ini, beberapa tuduhan mengenai
diskriminasi rasial, tes pasar yang dipalsukan, pendapatan yang membengkak, dan
distributor dilawan terhadap Coca Cola.

Perspektif Teoritis Etika Manajerial

Menurut Hair Jr et al. (2015), kekhawatiran etis adalah area yang membantu
perusahaan bisnis untuk tumbuh dan dianggap sebagai ilmu yang menjadi
perhatian manusia. Para manajer perusahaan harus mempertahankan tanggung
jawab untuk mendidik karyawan etika bisnis ini yang diperlukan untuk
keberlanjutan bisnis. Di sisi lain, Cavusgil dkk. (2014) berpendapat bahwa
beberapa praktik manajerial dapat menciptakan skenario berbahaya bagi
perusahaan, yang mempengaruhi manajemen keberlanjutan. Namun, dalam
mempertimbangkan perspektif teoritis, etika manajerial dibagi ke dalam
klasifikasi yang berbeda. Beberapa kategori ini adalah teori Utilitarian, Prinsip
Hak, etika perawatan, dan Etika Kebajikan Aristoteles. Di bagian studi ini,
deskripsi teori-teori ini akan dianalisis.

Teori Utilitarian: Menurut Black (2015), teori utilitarian didasarkan pada beberapa
prinsip. Perlu dicatat bahwa teori utilitarian telah menetapkan tindakan etis yang
terbukti kurang membahayakan individu dengan mempertimbangkan hasil yang
baik. Penilaian yang terkait dengan masalah etika ini, seperti yang disebutkan
dalam teori ini, selalu bergantung pada analisis manfaat biaya. Dalam kasus
seperti itu, fokus diperlukan untuk tindakan untuk mendapatkan hasil terbaik
daripada berfokus pada cara mencapai hasil. Demikian pula, manajer Coca Cola
perlu berkonsentrasi pada kegiatan organisasi dan praktik etis dengan
menyediakan produk yang efektif kepada pelanggan yang kurang berbahaya bagi
kehidupan mereka.

Utilitarian mencakup konsekuensi baik atau buruk sambil membuat keputusan


organisasi. Tindakan tergantung pada kinerja setelah atau selama waktu kinerja
(Alon et al. 2013). Ini harus diindikasikan bahwa Utilitarian tidak berurusan
dengan masalah-masalah moral. Tindakan yang dilakukan selama fase tersebut
sedang dinilai apakah itu benar atau salah. Oleh karena itu, fokus pada
konsekuensi yang dapat diandalkan sangat penting selama penerapan teori
utilitarian. Teori etika normatif ini umumnya memaksimalkan utilitas, yang
merupakan bentuk membuat individu bahagia atau tidak bahagia (Sheng, 2012).
Dalam kasus etika bisnis Coca Cola, telah terlihat bahwa praktik manajerial
terlibat dengan diskriminasi rasial. Karyawan internal telah menghadapi skenario
seperti itu, yang mempengaruhi atribut kinerja mereka. Selain itu, perilaku tidak
etis yang terkait dengan transaksi bisnis mereka dan tes pasar yang dipalsukan
juga bertentangan dengan teori utilitarian.

Prinsip Hak: Prinsip Keadilan juga disebut sebagai Imperatif Kategoris. Dalam
menetapkan teori semacam itu, dapat dinyatakan bahwa tindakan etis para
manajer perlu didasarkan pada hak moral yang memengaruhi praktik organisasi.
Di bidang ini, hak mendapat hak yang bertujuan melindungi kepentingan yang
dirasakan orang lain. Para manajer harus lebih sadar tentang tindakan mereka
sebelum mengambilnya. Jika tindakan itu dibenarkan dan dihargai oleh yang lain,
itu akan menjadi bermanfaat bagi perusahaan itu sendiri. Perilaku agresif para
manajer untuk mencapai keunggulan kompetitif kadang-kadang terlalu berisiko,
yang dapat mempengaruhi reputasi organisasi jika terjadi kegagalan.

Etika Peduli: Seperti yang diutarakan oleh Stathopoulou & Balabanis (2014),
prinsip-prinsip etika perawatan biasanya berurusan dengan tindakan yang benar
secara moral, yang melayani perawatan dan kepedulian terhadap individu lain.
Kewajiban moral seseorang biasanya berfokus pada perawatan yang telah mereka
terima dari sumber tertentu daripada mengikuti prinsip yang tidak memihak.
Penerapan teori semacam ini cukup efektif untuk para manajer dalam suatu
organisasi, karena membantu dalam membangun hubungan transparan dengan
para pemangku kepentingan mereka. Dalam kasus Coca Cola, para manajer harus
sangat memperhatikan perhatian yang diberikan kepada para pemangku
kepentingan mereka. Terutama, pada saat krisis situasional, para manajer
diperlukan untuk responsif untuk mengelola reputasi perusahaan (Jones & Felps,
2013). Lebih spesifik lagi, baik pemangku kepentingan internal maupun eksternal
mendapatkan jaminan dari para manajer, yang membuat mereka merasa aman
untuk menghadapi perusahaan ini di masa depan.

Etika Kebajikan: Spesifikasi etika keutamaan termasuk pendekatan yang berbeda,


yang telah membuat teori itu sangat membingungkan untuk dipahami. Pendekatan
pertama terhadap etika adalah mempertimbangkan orientasi teoretis, yang
menunjukkan karakteristik atau atribut disposisional (Van Hooft, 2014). Sifat-sifat
ini patut dipuji secara umum dan melakukan peran tertentu. Selanjutnya,
perumusan etika moralitas dinyatakan sebagai "formulasi sistematis dari sifat
karakter yang membuat perilaku manusia terpuji atau tercela" (Musim Dingin,
2013). Ini secara umum berarti, jika karakter apa pun dapat bermanfaat bagi
seorang individu, itu akan dihargai dan sama, jika itu berbahaya bagi orang lain,
itu akan disalahkan. Namun, pendekatan kedua untuk etika kebajikan adalah
menyoroti pentingnya baik serta "kebijaksanaan praktis". Menurut Donnelly
(2013), 'kebijaksanaan praktis' umumnya mengacu untuk mendeskripsikan
kemampuan seseorang dalam memilih pola tindakan yang diinginkan. Pola-pola
itu biasanya terpusat pada kebiasaan-kebiasaan yang terlibat dari pengalaman-
pengalaman atau kebaikan-kebaikan emosional. Namun, pola tindakan seperti ini
juga menganalisis pengalaman mendalam dalam kehidupan sosial. Oleh karena
itu, penting bagi perusahaan bisnis untuk menjaga konsentrasi pada nilai-nilai
moral untuk mempertahankan tanggung jawab sosial perusahaan.
Theory of Moral Behavior: Dalam membahas perspektif teoritis berdasarkan etika
bisnis, teori perkembangan perilaku moral juga sangat signifikan. Psikolog
terkenal Lawrence Kohlberg mengembangkan teori penalaran moral Jean Piaget.
Sesuai spesifikasi teori ini, itu harus menunjukkan bahwa moralitas dimulai dari
masa kanak-kanak dan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai alasan. Barnes dkk.
(2015) menyarankan bahwa moralitas dapat dikembangkan dengan cara positif
dan negatif. Sebagian besar itu tergantung pada individu yang dapat menggunakan
beberapa cara untuk mencapai tujuan selama perkembangan moral hidupnya
(Opp, 2013). Namun, ketika menguraikan teori perkembangan moral, dapat
dinyatakan bahwa teori tersebut mengemukakan tentang tingkat atau tahapan yang
terdiversifikasi. Tingkat pertama adalah berurusan dengan moralitas pra-
konvensional, yang telah berfokus pada tahapan yang berbeda. Tingkat kedua
adalah berurusan dengan moralitas konvensional, yang mencakup dua tahap yang
berbeda, seperti fase hubungan interpersonal dan fase orientasi hukum dan
ketertiban. Tingkat ketiga adalah berurusan dengan moralitas pasca-konvensional,
yang mencakup orientasi kontrak sosial dan orientasi prinsip etika universal.
Tahapan-tahapan ini dijelaskan lebih lanjut:

Tahap 1: Orientasi Kepercayaan-Ketaatan: Tahap khusus ini berkaitan dengan


hukuman yang diberikan kepada orang-orang setelah menahan diri dari kinerja
mereka (Jayawickreme et al. 2014). Orang-orang dalam tahap ini mulai mematuhi
aturan karena mereka tahu jika aturan tidak diikuti, mereka dapat dihukum.

Tahap 2: Orientasi Relativis Instrumental: Dalam tahap khusus ini, hakim


moralitas didasarkan pada tindakan, yang telah memuaskan kebutuhan rakyat.
Teori Kohlberg sedang mempertimbangkan tindakan-tindakan yang melibatkan
hak-hak moral karena kebutuhan serius dari ordo tersebut.
Tahap 3: Fase Hubungan Interpersonal: Dalam tahap khusus ini, tindakan dinilai
dalam menjaga fokus pada peran masyarakat (Grappi et al. 2013). Hubungan
interpersonal telah disorot dalam tahap khusus ini, yang memiliki dampak
signifikan pada orang-orang dari masa kanak-kanak.

Tahap 4: Orientasi Hukum dan Ketertiban: Tahap khusus ini adalah


menyampaikan penghormatan kepada otoritas dengan mengikuti aturan, norma,
dan tanggung jawab. Dalam tahap khusus ini, yang menjadi perhatian utama
adalah masyarakat. Fokus pada tanggung jawab terhadap masyarakat adalah
kriteria yang paling dibutuhkan dalam aspek tersebut.

Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial: Panggung telah berurusan dengan fokus


khusus pada nilai-nilai dan opini yang diterima dari orang-orang yang
terdiversifikasi (Hoffman et al. 2014). Perlu dicatat bahwa keputusan khusus ini
harus bergantung pada moralitas tindakan.

Tahap 6: Orientasi Prinsip Etika Universal: Tahap terakhir dan terakhir dari tahap
khusus ini bergantung pada prinsip-prinsip etika yang diterima secara universal.
Dalam beberapa kasus, putusan dapat menyebabkan pelanggaran atau pelanggaran
hukum karena orang tersebut banyak berfokus pada prinsip-prinsip keadilan diri.

Teori Pemangku Kepentingan: Etika bisnis dan manajemen organisasi telah


membahas teori berbuah lainnya, yang disebut sebagai "teori pemangku
kepentingan". Teori khusus ini terutama mempromosikan nilai-nilai moral, yang
penting untuk mengelola praktik organisasi. Sesuai spesifikasi teori ini, telah
tersirat bahwa organisasi perlu memberikan para pemangku kepentingan sebanyak
mungkin nilai untuk mencapai posisi bisnis yang berkelanjutan (Shaw, 2016).
Para eksekutif harus banyak berkonsentrasi pada para pemangku kepentingan
kunci baik internal maupun eksternal. Kerangka manajemen pemangku
kepentingan diberikan lebih lanjut:

Figure 1: Business Stakeholders

It is to be indicated that the stakeholders are the major assets for a company. The
influence of the stakeholders ensures the sustainability of the company. The group
of stakeholders is divided into two different classifications, such as internal
stakeholders and the external stakeholders. The internal stakeholders are the
people who are associated with the internal business practices. These internal
stakeholders are the investors, employees, and the business partners. The
company has to be much concerned about the internal business practices. The help
of the internal stakeholders, the business practices will be skilful to provide the
recognizable benefits to the external stakeholders (Harrison & Wicks, 2013). The
external stakeholders, such as customers, suppliers, media, and government are
needed to be satisfied with the skilful business approaches. More specifically, the
business ethics should be based on the fulfillment of customers’ requirements. In
case of Coca Cola, the allegations are much focused on the unethical business
practices that are harmful for both the internal and the external stakeholders
(Verbeke & Tung, 2013). Hence, the management of the stakeholders’ approaches
is essentially needed for the future existence of the company.

Role of leadership in ethical decision making

It is to be noted that the role of the leadership attributes on the ethical decision
making process is much significant. The different typologies of the leadership
attributes have been concerning the different types of the decision-making
process. For example, the authoritarian leaders assume that their decisions and the
way of working are the best practices for facilitating progress in the organizational
context. On the other hand, the democratic leaders usually gather the responses
form the other associates to make any ethical decisions. In case of the autocratic
leaders, it has been seen that the decisions are based on the one consequence,
which may even harm the other sectors of the business. Similarly, the suggestions
derived from the other associates are based on the different segments of the
business practices. Hence, usually it has been seen that the autocratic decisions are
mostly involved with diversified ethical dilemmas whereas there is the complete
chance of the democratic decision to be fair and fruitful. However, as suggested
by (), the major focus should be fixed on the code of conduct in undertaking any
relevant decision regarding the business practices. The fixation of the aim at the
code of conduct can make any of the decisions fruitful by eliminating the
unethical business practices.

Conclusion

The study has been featuring the different allegations against the Coca Cola
regarding their unethical behavior in last few years. The issues specifications have
been concerning the different moral values that are essential for the business
sustainability. The theoretical perspectives have been analyzing the stakeholders’
approaches, utilitarianism, justice forms, and character virtues that have been
associated with the business practices. It is to be noted that the maintenance of the
ethical concerns while dealing with the internal and stakeholders is the major
driving force for the long term sustainability of the company. The effects of the
managerial leadership attributes are also focusing on the code of conduct, which is
necessary for the business companies. The managers of Coca Cola thus need to be
focus on such essentials to make the future progress.

References

Alon, I., Jaffe, E., & Vianelli, D. (2013). Global marketing: contemporary theory,
practice, and cases. New York: McGraw-Hill/Irwin, c2013. xxi, 602 pages:
illustrations, maps; 26 cm.

Barnes, M., Conradi, E., & Vosman, F. (2015). Deliberation and Transformation
from the Ethics of Care. Ethics and Social Welfare, 9(2), 109-112

Black, S. (2015). CEOs and Top Leaders: Solutions to Solve Ethical Dilemmas
and Decision Making. In 5th International Conference on Engaged Management
Scholarship: Baltimore, Maryland.

Cavusgil, S. T., Knight, G., Riesenberger, J. R., Rammal, H. G., & Rose, E. L.
(2014). International business. Pearson Australia.

DiStaso, M. W., & Bortree, D. S. (2014). Ethical practice of social media in


public relations. Routledge.

Donnelly, J. (2013). Universal human rights in theory and practice. Cornell


University Press.

Grappi, S., Romani, S., & Bagozzi, R. P. (2013). Consumer response to corporate
irresponsible behavior: Moral emotions and virtues. Journal of business
research, 66(10), 1814-1821.

Hair Jr, J. F., Wolfinbarger, M., Money, A. H., Samouel, P., & Page, M. J.
(2015). Essentials of business research methods. Routledge.

Harrison, J. S., & Wicks, A. C. (2013). Stakeholder theory, value, and firm
performance. Business ethics quarterly, 23(01), 97-124.
Hoffman, W. M., Frederick, R. E., & Schwartz, M. S. (2014).Business ethics:
Readings and cases in corporate morality. John Wiley & Sons.

Icmrindia.org. (2016). Coke: Ethical Issues|Business Ethics|Case Study|Case


Studies.

Jayawickreme, E., Meindl, P., Helzer, E. G., Furr, R. M., & Fleeson, W. (2014).
Virtuous states and virtuous traits: How the empirical evidence regarding the
existance of broad traits saves virtue ethics from the situationist critique. Theory
and Research in Education,.

Jones, T. M., & Felps, W. (2013). Stakeholder happiness enhancement: A neo-


utilitarian objective for the modern corporation. Business Ethics
Quarterly, 23(03), 349-379.

Opp, K. D. (2013). Norms and rationality. Is moral behavior a form of rational


action?. Theory and decision, 74(3), 383-409.

Shapiro, J. P., & Stefkovich, J. A. (2016). Ethical leadership and decision making
in education: Applying theoretical perspectives to complex dilemmas. Routledge.

Shaw, W. (2016). Business ethics: A textbook with cases. Cengage Learning.

Sheng, C. L. (2012). A new approach to utilitarianism: A unified utilitarian theory


and its application to distributive justice (Vol. 5). Springer Science & Business
Media.

Standard.co.uk, (2013). Mars, Coca-Cola and other big brands 'failing ethical
standards'.

Stathopoulou, A., & Balabanis, G. (2014). Extended theory of planned behaviour


in service relationships: hedonic and utilitarian services. In 2014 Global
Marketing Conference at Singapore (pp. 2036-2037).

Strandvik, T., Rindell, A., & Wilén, K. (2013). Ethical consumers' brand
avoidance. Journal of Product & Brand Management, 22(7), 484-490.
Van Auken, S. (2016). Assessing the role of business faculty values and
background in the recognition of an ethical dilemma. Journal of Education for
Business, 91(4), 211-218.

Van Hooft, S. (2014). Understanding virtue ethics. Routledge

Verbeke, A., & Tung, V. (2013). The future of stakeholder management theory: A
temporal perspective. Journal of Business Ethics, 112(3), 529-543

Weiss, J. W. (2014). Business ethics: A stakeholder and issues management


approach. Berrett-Koehler Publishers.

Winter, L. B. (2013). The role of the proportionality principle in cross-border


investigations involving fundamental rights. In Transnational Inquiries and the
Protection of Fundamental Rights in Criminal Proceedings (pp. 85-110). Springer
Berlin Heidelberg.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting pada


pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran
perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik, untuk
memutuskan mana yang benar dan salah; apa yang dilakukannya jika tak ada
jawaban benar atau salah; dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak salah.

Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan
bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis.
Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain
menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan
apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan
dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah,
frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional.

Pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering ditemui dilema etik, misalnya
kematian batang otak, penyakit terminal misalnya gagal ginjal. Pada tulisan ini
akan dibahas mengenai dilema etik pada kasus pasien dengan gagal ginjal
terimnal yang menuntut haknya untuk dilakukan transplantasi ginjal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Masalah/ Dilema Etik

Dilema etik adalah realitas sehari-hari dalam praktek keperawatan. Dilema etik
selalu ada bersama dengan manusia termasuk perawat, tetapi sifat alami mereka
dalam seting keperawatan kesehatan dapat berubah secara radikal sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Aroskar, 1980).

Sebuah dilema dapat didefenisikan sebagai suatu masalah sulit yang kelihatannya
tidak dapat diatasi yang melibatkan pilihan yang sama-sama tidak memuaskan,
yang sering terjadi dalam praktik keperawatan (Aroskar, Liaschencko, dan
Drought, 1997).

Dilema etik adalah situasi ketika seseorang dipaksa untuk memilih satu dari dua
pilihan yang sama-sama tidak memuaskan (Han dan Ahn, 2000).

Dilema etik adalah situasi yang melibatkan tuntutan konflik moral dan akan
memunculkan pertanyaan seperti “apa yang seharusnya dilakukan?” keputusan
apa atau tindakan apa yang berbahaya dan yang memberikan manfaat?” (Casells
dan Redmen, 1998).

Menurut Canadian Nurse Association (2002) dilema etik adalah situasi yang
timbul ketika secara bersamaan terjadi pemaksaan tindakan keperawatan yang
bertentangan dengan pemahaman etika tertentu sedangakan tindakan tersebut
harus dilakukan, misalnya ketika seorang perawat terpaksa melakukan suatu
tindakan keperawatan tertentu walaupun tindakan tersebut menimbulkan resiko
bagi dirinya.

Phipps dkk, (1987, dikutip dari Townsend (2003)) mengemukakan beberapa


tahapan penting terjadinya dilema etik, yaitu:

1) Beberapa bukti menunjukkan bahwa tindakan X benar secara moral dan


beberapa bukti menunjukkan bahwa tindakan X salah secara moral
2) Bukti-bukti dari kedua pernyataan di atas tidak dapat dibuktikan

3) Individu berpandangan bahwa seseorang harus memperlihatkan dan tidak


memperlihatkan suatu tindakan moral.

4) Beberapa pilihan harus diambil

5) Suatu dilema etik terjadi

B. Klasifikasi Dilema Etik Dalam Praktik Keperawatan

Beberapa penelitian telah mengeksplorasi pengalaman perawat dan mahasiswa


perawat ketika berhadapan dengan dilema etik (Cassels dan Redmann, 1989;
Tabak dan Reches, 1996). Dilema etik yang dihadapai perawat dalam praktik
keperawatan terjadi pada situasi yang berbeda-beda. Dimensi etika dalam praktik
keperawatan berorientasi pada tindakan, bukan pada perasaan dan keyakinan
dengan mempertimbangakan pilihan yang merefleksikan prinsip etik (Post, 1996).

Setiawan (2005) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa ada dilema etik yang
dialami oleh perawat yang bekerja di ruang Intensive Care Unit (ICU) di Medan,
yaitu :

1) Meneruskan atau menghentikan pengobatan

2) Siapa yang seharusnya diberi ventilator

3) Perawat ingin bertindak tetapi tindakannya melebihi wewenang

4) Mengatakan atau tidak mengatakan yang sebenarnya

5) Bertindak sebagai penasehat bagi pasien vs membedakan hubungan tim


kesehatan yang lain.

Sebuah studi tentang dilema etik dan resolusi dilema etik dalam praktik
keperawatan menemukan ada lima faktor yang mempengaruhi terjadinya dilema
etik, yaitu:

1) Kurangnya kerjasama untuk mempertahankan standar keperawatan


2) Mengabaikan pasien dan keterlibatan keluarga serta kebulatan tekad diri
sendiri.

3) Tidak memberi kepercayaan, dan mempertahankan keyakinan.

4) Kewajiban profesional dan tugas untuk diri sendiri.

5) Memperpanjang kehidupan

6) Mengakhiri kehidupan

(Chaowalit, Suttharangsee, dan Inthanont, 2001)

Sebuah studi dari Chaowalit, Hatthakit, Suttharangsee, Nasae, dan Parker, (2002,
dalam Pujiastuti (2004) menginvestigasi dilema etik dan resolusi dalam
keperawatan, menunjukkan dilema etik dan praktik keperawatan terdiri dari:

1) Menyeimbangkan kewajiban profesioanl vs melindungi diri dari bahaya

2) Memperpanjang kehidupa vs mempercepat kematian

3) Mempertahan kerahasiaan pasien vs peringatan lain

4) Konflik dalam intradisiplin dan interdisiplin

5) Mengatakan yang sebenarnya vs berbuat kebaikan dan menyimpan informasi

6) Isu mengakhiri kehidupan

7) Diskriminasi vs kewajiban untuk menyediakan perawatan secara adil.


C. Prinsip Moral Dalam Menyelesaiakan Masalah Etik

Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh perawat dalam pendekatan


penyelesaian masalah / dilema etis adalah :

a. Otonomi

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap
seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak
secara rasional.

Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut


pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Benefisiensi

Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga


memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-
kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan
otonomi.

c. Keadilan (justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini
direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan

d. Nonmalefisien

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.
Segala tindakan yang dilakukan pada klien.
e. Veracity (kejujuran)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien
dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprehensif dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya salama menjalani perawatan. Walaupun demikian terdapat
beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika
kebenaran akan kesalahan prognosis pasien untuk pemulihan, atau adanya
hubungan paternalistik bahwa “doctor knows best” sebab individu memiliki
otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang
kondisinya. Kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya

f. Fidelity

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya


terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seeorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan
kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

g. Kerahasiaan (confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus
dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien
hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti
persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya
pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dicegah.

h. Akuntabilitas (accountability)

Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab
pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. Langkah-langkah penyelesaian masalah / dilema etik

Langkah penyelesaian dilema etik

1. Tappen (2005)

a. Pengkajian

Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat langsung
dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar
yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh
pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :

2. Apa yang menjadi fakta medik ?

3. Apa yang menjadi fakta psikososial ?

4. Apa yang menjadi keinginan klien ?

5. Apa nilai yang menjadi konflik ?

b. Perencanaan

Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson
(1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam
perencanaan, yaitu :

1. Tentukan tujuan dari treatment.


2. Identifikasi pembuat keputusan.

3. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.

c. Implementasi

Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan


beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat
diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang
diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi adalah menjaga agar
komunikasi tak memburuk, karena dilema etis seringkali menimbulkan efek
emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka, marah, dan emosi kuat yang lain.
Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para
pengambil keputusan. Perawat harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang
terbaik bagi klien”.

Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif
yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak
mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus
menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak tak
dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat tak dapat
menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga mengajukan
permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat
dihormati.

d. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan
sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan
fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment
perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para pengambil keputusan masih harus
dipelihara.

Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat
personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan
pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga
profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya
sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan
dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan
takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini
membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang
perawat.

Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering


menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia,
pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber
organ tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan
pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan
sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan
akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.

2. Kozier & Erb, (1989)

a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat memerlukan


pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi :

o Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan keterlibatannya

o Apa tindakan yang diusulkan

o Apa maksud dari tindakan yang diusulkan

o Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang


diusulkan.

b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut

c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan


mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut.

e. Mengidentifikasi kewajiban perawat


f. Membuat keputusan

3. Murphy

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan

b. Mengidentifikasi masalah etik

c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan

d. Mengidentifikasi peran perawat

e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan

f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif


keputusan

g. Memberi keputusan

h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan


falsafah umum untuk perawatan klien

i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.

4. Curtin

a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan masalah

b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan

c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan

d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari npilihan itu

e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan

f. Memecahkan dilemma

g. Melaksanakan keputusan
5. Levine – Ariff dan Gron

a. Mendefinisikan dilemma

b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan

c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayanan

d. Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu

e. Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi

f. Identifikasi pengambil keputusan

g. Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik

h. Tentukan alternatif-alternatif

i. Menindaklanjuti

6. Purtillo dan Cassel (1981)

Purtillo dan Cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik

a. Mengumpulkan data yang relevan

b. Mengidentifikasi dilemma

c. Memutuskan apa yang harus dilakukan

d. Melengkapi tindakan

7. Thompson (1981)

a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang


diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual

b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi

c. Mengidentifikasi issue etik


d. Menentukan posisi moral

e. Menentukan posisi moral pribadi dan professional

f. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait

g. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

D. Strategi Penyelesaian Masalah Etik

Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter
tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat
menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat
perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail,1988).

Salah satu cara menyelesaikan masalah etis adalah dengan melakukan rounde
(Bioetics Rounds) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak
difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi
secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.
BAB III

KASUS DILEMA ETIK

Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu
Rumah Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih
selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3
bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur.
Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah
turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk
yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang,
kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.

Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit
dalam karena kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter
yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice
kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil
sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya meminta
perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil
pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh
perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa
Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut
memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang menangani Tn. A.
Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi
pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta
kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini
kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima
kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.

Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi
permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan
kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu
didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan
moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu
kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip.
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat
menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini
khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak
rintangan untuk melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema
etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan
sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa
berpikir rasional dan bukan emosional.

Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai


dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien
dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai
perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan
informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan penyakitnya.
Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut
American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi
kepada pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga
kesehatan. Sifat hubungan ini penting karena merupakan faktor utama dalam
menentukan hasil pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien yang
berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat harus memikirkan
alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu
memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan
dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut
tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja,
tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika perawat melandasi
perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika
keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-
tugasnya.

Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya
karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim
medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan
pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama
antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak
ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai
model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini
antara lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy,
model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan
model Thompson dan thompson.

Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang
merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :

1. Mengkaji situasi

Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi


masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan
permasalahan atau situasi sebagai berikut :

· Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang


dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan
informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya.

· Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya


berniat menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan
meminta perawat untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan
pertimbangan keluarga takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima
kondisinya sekarang

· c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia
harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi
haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau
kondisinya.

2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral

Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan


permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada
Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.

3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan

Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat


bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti
ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :

a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi


hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih
waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung.

Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika mendapatkan
informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan
oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk
motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani
Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial
ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara
perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat
dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang
kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat
tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim
medis.

Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan
informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya
perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah
tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik
keperawatan.

b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi


hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga
ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis
maka perawat akan langsung menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin
dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya
sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga
dapat berdampak pada psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya
ketika Tn. A secara lambat laun mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari
anggota keluarga yang membocorkan informasi, maka Tn. A akan beranggapan
bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri berbohong
kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran
bahwa perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS) merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah
Sakit. Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang
akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A. Sehingga pemberian informasi secara
langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut.

Kendala-kendala yang mungkin timbul :

1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada Tn. A.
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn. A
frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika
Tn. A tahu dengan sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan
anggapan-anggapan yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa
memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. A dan
menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan hal
tersebut. Jika keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat dan tim
medis lain bisa menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas
dampak yang terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001
yang mengatakan bahwa perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan
permintaan yang bertentangan dengan kode etik dan profesi keperawatan.

2) Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi yang


diberikan perawat.

Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang
mendapatkan permasalahan yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap
melakukan pendekatan-pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A.
Perawat juga meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan
tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini perlu proses
adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima kondisinya
dan mempunyai semangat untuk sembuh.

4. Melaksanakan Rencana

Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan


dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan.
Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil
keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada prinsip-prinsip
moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan
dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ),
yang meliputi :
a. Autonomy / Otonomi

Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien
dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju
maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan
informasi tentang kondisinya.

b. Benefesience / Kemurahan Hati

Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang
baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2
alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak
merugikan Tn. A

c. Justice / Keadilan

Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti
Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak
tersebut yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai
dengan konteksnya/kondisinya.

d. Nonmaleficience / Tidak merugikan

Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian


pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.

e. Veracity / Kejujuran

Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A


tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab
perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan
jujur sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.

f. Fedelity / Menepati Janji

Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum
dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan
menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya
sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan
tidak seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn.
A terhadap perawat tersebut nantinya.

g. Confidentiality / Kerahasiaan

Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan
segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa


diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu
secara langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil
pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat
alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai
pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing.
Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan
pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik.

5. Mengevaluasi Hasil

Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana


Tn. A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih
denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem
tetap terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai
dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat diterima dan
dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat harus
memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral disertai
komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian
perawat yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan
keperawatan secara etis profesional.

Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan


advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien,
penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak terhadap
peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu dalam menyelesaikan
permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu pihak.

B. SARAN

Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang
keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya
nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga akan
berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).
DAFTAR PUSTAKA

Jaringan Epidemiologi Nasional. (1995). AIDS dan Hukum / Etika. Seri


Monogragi No:05. Jakarta : Jaringan Epidemi Nasional bekerja sama dengan The
Ford Foundation.

Guwandi,J. (2002). Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence). Jakarta


: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guwandi,J. (1992). Trilogi Rahasia Kedokteran. Jakarta : Balai penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Marquis, B.L and Huston, Carol.J. (2006). Leadership Roles and Management
Functions in Nursing : Theory and Application. 5 th Ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins.

Tappen, M.R., Sally A. Weiss, Diane K.W. (2004). Essentials of Nursing


Leadership and Management. 3 rd Ed. Philadelphia : FA. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai