Dosen Pengampu :
Dr. Sarwani, SE, M.Si, Ak, CA.
Kelompok 2
Padlah Riyadi 1720333310021
Hairiah 1720333320006
Nadya Septerini 1720333320015
Norma Emilia 1720333320017
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah yang berjudul GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sarwani, SE, M.Si, Ak,
CA dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan
makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis
pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan kegiatan bisnis,
maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip Good Corporate
Governance yang dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.
PEMBAHASAN
Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etikadan
bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di
Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat
antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang
penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk
harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebihmengutamakan penyelamatan aset-
asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus
HIT, meski perusahaan pembuat sudahmeminta maaf dan berjanji akan menarik
produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya
bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk
berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan
melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan
pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan
terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan
sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila
ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan
sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah
menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan
yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa
meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel
sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun,
belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis
antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi
baik merupakan sebuahcompetitive advantage yang sulit ditiru.
Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson &
Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus itu,tujuh
orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah
diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih
dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta
botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi
produk itu hingga pengumuman lebih lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan
FDA (BPOMnya Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan,
keracunan itu disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol
Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS.
Namun, karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu
berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus
itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih
aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di
Amerika Serikat.Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan
konsumen di atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih besar
kepadaperusahaan. Doug Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis
bukuMoral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang
memilikipemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti
lebihsukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon
MHuntsman, 2005 (dalam Itpin, 2006) dalam buku Winners Never Cheat.
Dikatakan,kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha
yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada
beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama
yangmelihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam
bisnistidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan
praktisibisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat,
terutamamelalui pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen
yangkritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika bisnis
berbagaiperusahaan di Indonesia.
Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan suatu nilai
tambah bagi perusahaan, Good Corporate Governance memiliki prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Keadilan (Fairness)
2. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
3. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-
tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan termasuk
pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan perencanaan yang telah
disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan perusahaan harus sesuai
dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan pada
waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite audit dan
resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, mengembangkan
dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis
strategik berdasarkan best practice bukan sekedar audit.
Perusahaan
No. Aspek
Publik Non Publik
1. Informasi Keuangan Harus Terbuka Tidak Terbuka
2. Pemakai Informasi Masyarakat Luas Kalangan Terbatas
3. Perlindungan Investor Mutlak dan diwajibkanTidak Mutlak
Pemerintah
4. Jasa Akuntan Publik Tidak Mutlak
Mutlak diperlukan
5. Pemegang saham Terbatas dan turn
Menyebar dan turn
over rendah
6. Pemisahan Manajemen danover tinggi
Tidak terlalu Penting
Penting
Pemilik
Sumber: kementrian BUMN RI Program Pembinaan BUMN: Privatisasi BUMN, GCG,
Pembinaan Usaha Kecil Kementrian Negara BUMN RI, Jakarta, 2004.
4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
6. Kemandirian (Independency)
Kebijakan GCG
Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan ") ini disusun dengan tujuan
agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate governance di
Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya Kebijakan ini dimaksudkan
berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia. Meskipun pada awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan
Usaha Milik Negara dan perusahaan yang menggunakan atau mengelola dana publik saja
yang harus mempelopori penerapan Kebijakan ini, namun semua perusahaan yang
didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga diharapkan
dapat menerapkan Kebijakan ini dengan secepat mungkin. Kebijakan ini disusun dengan
metode yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar good
corporate governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan, bukan dengan
pendekatan yang preskriptif melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan.
Disadari bahwa terdapat aspek good corporate governanceyang perlu diberlakukan
dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pula aspek lain yang sebaiknya
diterapkan sesuai dengan perkembangan pasar dan dengan memperhatikan sifat khusus
Perseroan. Karenanya, perlu diperhatikan bahwa Pedoman ini dimaksudkan agar bersifat
dinamis, sehingga dari waktu ke waktu dapat disesuaikan dengan laju perkembangan pasar
dan struktur masyarakat yang dinamis. Apabila terjadi perubahan yang bersifat eksternal,
maka prinsip good corporate governance yang terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu,
Kebijakan ini pada hakikatnya dapat selalu berubah (evolutionary in nature) dan harus
dibaca serta dikaji dalam hubungannya dengan perubahan yang dapat diantisipasi baik di
tingkat nasional maupun internasional.
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan
perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan
nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling
percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan
sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut
hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan
akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh
pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia,benturan kepentingan (conflict of
interest) dan sanksi.
1) Informasi rahasia
h. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang
telah go public, yang merugikan pihak lain.
3) Sanksi
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dewi Kurniaty. 2008. Penerapan Etika Bisnis melalui Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance. Jurnal Universitas Paramadina. Volume 05, No. 03. Hal. 221 231
Jurnal Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 58, ISSN :
1829-9865.
http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/303-bentuk-
kerangka-kerja-bisnis-berazaskan-good-corporate-governance