Anda di halaman 1dari 17

KEWIRAUSAHAAN

“GOOD CORPORATE GOVERNANCE”

DISUSUN OLEH :

Siti Janatun Aniah

Dosen Pengampu :
Dr. Sudjono, M.Acc.

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA

1
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 3


1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 3
1.3 TUJUAN PENULISAN ................................................................................................... 3
1.4 MANFAAT PENULISAN ............................................................................................... 3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PERMASALAHAN ETIKA DALAM BISNIS .............................................................. 4

2.2 PENGERTIAN ETIKA BISNIS ...................................................................................... 5

2.3 PENGERTIAN GCG ....................................................................................................... 6

2.4 PRINSIP-PRINSIP GCG ................................................................................................. 7

2.5 PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG........................................... 9

BAB III

3.1 KESIMPULAN .............................................................................................................. 12

3.2 SARAN .......................................................................................................................... 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekarang ini, dunia usaha semakin berkembang dan membutuhkan
pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Etika bisnis tidak disangkal lagi
memiliki peran yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan etika bisnis
secara konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh
dunia usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
mampu memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya. Saat ini
seringkali muncul pertanyaan apakah etika bisnis merupakan suatu hal yang
penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Etika bisnis
dianggap sebagai suatu hal yang merepotkan yang seandainya tidak diindahkan
pun suatu bisnis tetap dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan.
Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan kegiatan
bisnis, maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip Good
Corporate Governance yang dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang menjadi permasalahan etika dalam bisnis ?
2) Apa yang dimaksud dengan Etika Bisnis ?
3) Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Good Corporate Governance ?
4) Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance ?
5) Bagaimana peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate
Governance ?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Menjelaskan tentang permasalahan etika dalam bisnis.
2) Mendeskripsikan tentang Etika Bisnis.
3) Mendeskripsikan pengertian dari Good Corporate Governance.
4) Memahami apa yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate
Governance.
5) Memahami peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate
Governance.

1.4 Manfaat Penulisan


1) Untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana agar perusahaan dapat
menciptakan keberhasilan usaha.

3
2) Untuk dapat memperbaiki etika dan moral setiap karyawan perusahaan
dalam berbisnis.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan Etika dalam Bisnis


Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah
etika dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur
dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo
Brantas.Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida
berbahayayang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus
Lapindo, bencanamemaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun
terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal
lingkungan dansosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan
pembuat sudahmeminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan
permintaan maaf ituklise. Penarikan produk yang kandungannya bisa
menyebabkan kanker itu terkesantidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk
berbahaya itu masih beredar di pasaran.Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan
terkesan melarikan diri dari tanggungjawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan
dengan pemakaian formalin padapembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta
pembuatan terasi dengan bahanyang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang
disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi
laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan
hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan
utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders.
Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara
berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi
semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu
perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa
akademisi dan praktisi bisnis melihatadanya hubungan sinergis antara etika dan
laba. Menurut mereka, justru di erakompetisi yang ketat ini, reputasi baik
merupakan sebuah competitive advantageyang sulit ditiru.

Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson &
Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 2017. Pada kasus
itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di
Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida.
Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung
jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan
agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih
lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika
Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan

5
oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang
dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun,
karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu
berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu
kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih
aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di
Amerika Serikat. Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan
keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih
besar kepada perusahaan. Doug Lennick dan Fred Kiel, 2015 (dalam Itpin, 2019)
penulis buku Moral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang
memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti
lebih sukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon
MHuntsman, 2019 (dalam Itpin, 2019) dalam buku Winners Never Cheat.
Dikatakan,kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha
yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada
beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang
lama yang melihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika
dalam bisnis tidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha
dan praktisi bisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat,
terutama melalui pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan
konsumen yang kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika
bisnis berbagai perusahaan di Indonesia.

2.2 Pengertian Etika Bisnis


Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini
mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan hukum
yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di
masyarakat.

Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika


yang diterapkan dalam dunia bisnis (Lozano, 2019). Istilah etika bisnis mengan-
dung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang
khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis.
Epstein (2021) menyatakan etika bisnis sebagai sebuah perspektif analisis etika
di dalam bisnis yang menghasilkan sebuah proses dan sebuah kerangka kerja
untuk membatasi dan mengevaluasi tindakan-tindakan individu, organisasi,
dan terkadang seluruh masyarakat sosial. Menurut David (2018), etika bisnis
adalah aturan main prinsip dalam organisasi yang menjadi pedoman membuat

6
keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis
tersebut bisa saja manajer, karyawan, konsumen, dan masyarakat.

Sebagai cabang dari filsafat etika, maka etika dalam aktivitas bisnis tidak
lain merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dengan pendekatan filsafat dalam
kegiatan dan program bisnis. Karenanya semua teori tentang etika dapat
dimanfaatkan untuk membahas tentang etika dalam aktivitas bisnis. Aspek
yang dominan dari semua kata etika dalam aktivitas bisnis bermuara pada
perilaku bermoral.

Etika dalam arti sebenarnya dianggap sebagai acuan yang menyatakan


apakah tindakan, aktivitas atau perilaku individu bisa dianggap baik atau tidak.
Karenanya etika bisnis sudah tentu mengacu dan akan berbicara mengenai
masalah baik atau tidak baiknya suatu aktivitas bisnis. Dalam etika bisnis akan
diuji peranperan dan prinsip etika dalam konteks komersial/bisnis. Moral selalu
berkaitan dengan tindakan manusia yang baik dan yang buruk sesuai dengan
ukuran-ukuran yang diterima umum dalam suatu lingkungan sosial tertentu.
Dalam hal ini ukuran baik dan buruk manusia adalah manusia bukan sebagai
pelaku peran tertentu, dengan menggunakan norma moral, bukan sopan santun atau
norma hukum.

Moral (Moralitas) adalah khas manusia dan karenanya moralitas merupakan


dimensi nyata dalam hidup manusia, baik perorangan maupun sosial
(masyarakat).Tanpa moralitas dalam menjalan usaha bisnis maka kehidupan
bisnis menjadi chaos, tiada keteraturan dan ketenteraman dan pada gilirannya
dunia bisnis menjadi sadis dan saling mematikan.

Mengacu kepada batasan etika dari berbagai pandangan ahli yang telah
dikemukakan, maka peran etika adalah membahas dan menunjuk alternatif
pemecahan masalah bisnis yang berlandaskan nilai-nilai moralitas dalam suatu
kegiatan bisnis. Landasan yang digunakan dalam hal ini adalah prinsip-prinsip,
nilai dan norma-moral yang terwujud dalam sikap dan perangai (akhlak) para
pelaku bisnis dalam penyelenggaraan usaha bisnisnya dengan menjunjung tinggi
partisipan bisnisnya.

Pada dasarnya etika bisnis menyoroti moral perilaku manusia


yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global
oleh perusahaan secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang
ada pada masing-masing perusahaan akan terbentuk dan terwujud
sesuai dengan kebudayaan perusahaan yang bersangkutan. Etika bisnis ini

7
akan muncul ketika masing-masing perusahaan berhubungan dan
berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah satuan stakeholder.Tujuan etika bisnis
disini adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnis dengan "baik dan bersih".

2.3 Pengertian Good Corporate Governance (GCG)


Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-
MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN,
disebutkan bahwaCorporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan pengertian
diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value
added) bagi stakeholder.

Malaysian Finance Committe on Corporate Govesrnance memberikan


definisi yang lebih luas mengenai konsep Good Corporate Governance. Good
Corporate Governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan
untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta akuntabilitas korporasi dengan
tujuan untuk meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang serta
memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan
(stakeholder).

Good Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang


memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari
akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi pada
para pemegang saham (stockholder), sekarang menjadi lebih luas dan untuk tata
kelola perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat
yang muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus
mempertimbangkan masalah corporate social responsibility (CSR).

2.4 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance


Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan suatu
nilai tambah bagi perusahaan, Good Corporate Governance memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Keadilan (Fairness)
Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam

8
hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh orang dalam. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat
peraturan korporasi terhadap konflik kepentingan minoritas, membuat pedoman
perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap
konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab dewan komisaris,
direksi dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan informasi secara
wajar.

2. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan
perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu maupun
akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan, pengawasan,
keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan transparansi,
pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana suatu
perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti masalah-masalah yang
strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi keunggulan kompetitif
perusahaan. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta
dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar
atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
(Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2020), transparansi
menunjukkan proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya
manajemen publik untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya
sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. Jadi dalam proses
transparansi informasi masyarakat dapat melihat mengenai apa yang sedang
dilakukan dengan menyebarluaskan rencana anggaran, rencana hasil, undang-
undang dan peraturan. (Ackerman, 2019) adapun indikator-indikator transparansi
yang telah ditetapkan oleh Kementrian BUMN, dibedakan menjadi dua yaitu
indikator untuk BUMN yang statusnya telah menjadi PT Terbuka (Tbk.) dan
indikator untuk BUMN yang statusnya masih PT biasa.

3. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-
tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan
termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan perencanaan
yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan perusahaan
harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite audit

9
dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris,
mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit
sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practice bukan sekedar audit.

Perbedaan Perusahaan Publik dan Non Publik


Perusahaan
No. Aspek
Publik Non Publik
1. Informasi Keuangan Harus Terbuka Tidak Terbuka
2. Pemakai Informasi Masyarakat Luas Kalangan Terbatas
3. Perlindungan Investor Mutlak dan diwajibkan Tidak Mutlak
Pemerintah
4. Jasa Akuntan Publik Mutlak diperlukan Tidak Mutlak
5. Pemegang saham Menyebar dan turn Terbatas dan turn
over tinggi over rendah
6. Pemisahan Manajemen dan Penting Tidak terlalu Penting
Pemilik
Sumber: kementrian BUMN RI Program Pembinaan BUMN: Privatisasi BUMN,
GCG, Pembinaan Usaha Kecil Kementrian Negara BUMN RI, Jakarta, 2021.

4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan
konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab
sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesional dan
menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
5. Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)
Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang
bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan
informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan.
Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah go public, dimana pemegang
saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja perusahaan tersebut
berada.
6. Kemandirian (Independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh
atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. (Siregar,
2004)

10
Untuk membuat Good Corporate Governance dapat terlaksana sebagaimana
mestinya, menurut Keasey dan Wright (dalam Siregar,2004) dibutuhkan lima
elemen yang saling berpadu, yaitu:
1. Tersedianya landasan hukum atau jaminan hukum,
2. Ditegakannya akuntabilitas,
3. Adanya fungsi pengawasan atas kinerja kompensasi dan sistem pengangkatan
Direksi,
4. Adanya Direksi sebagai eksekutif atau penyelenggara perusahaan,
5. Adanya manajemen sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan.

Kebijakan GCG
Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan ") ini disusun dengan
tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate
governance di Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya
Kebijakan ini dimaksudkan berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Meskipun pada
awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan
yang menggunakan atau mengelola dana publik saja yang harus mempelopori
penerapan Kebijakan ini, namun semua perusahaan yang didirikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga diharapkan dapat
menerapkan Kebijakan ini dengan secepat mungkin. Kebijakan ini disusun dengan
metode yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar
good corporate governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan,
bukan dengan pendekatan yang preskriptif melalui pemberlakuan peraturan
perundang-undangan. Disadari bahwa terdapat aspek good corporate
governance yang perlu diberlakukan dengan peraturan perundang-undangan,
namun terdapat pula aspek lain yang sebaiknya diterapkan sesuai dengan
perkembangan pasar dan dengan memperhatikan sifat khusus Perseroan.
Karenanya, perlu diperhatikan bahwa Pedoman ini dimaksudkan agar bersifat
dinamis, sehingga dari waktu ke waktu dapat disesuaikan dengan laju
perkembangan pasar dan struktur masyarakat yang dinamis. Apabila terjadi
perubahan yang bersifat eksternal, maka prinsip good corporate governance yang
terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu, Kebijakan ini pada hakikatnya dapat
selalu berubah (evolutionary in nature) dan harus dibaca serta dikaji dalam
hubungannya dengan perubahan yang dapat diantisipasi baik di tingkat nasional
maupun internasional.

2.5 Peranan Etika Bisnis dalam Penerapan Good Corporate Governance(GCG)


1. Code of Corporate and Business Conduct

11
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate
and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good
Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan &
pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di
dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip
tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha
mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam
aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang
serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan


Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &
pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran,
tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang
efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.
Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan
(action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia, benturan
kepentingan (conflict of interest) dan sanksi.

1) Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi
rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia
kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh
hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya
melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik
yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi
rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta
harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu
karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan
informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut
diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share
holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan
menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga
keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan

12
kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah
dan masyarakat pada umumnya.
2) Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang
bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan.
Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan
memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam
mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil
secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari
perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi
(kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap
karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat
dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang
bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.
Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan
(conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau
pesaing (competitor).
2. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih
ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh
personal tersebut.
4. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh
atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal
yang masih ada hubungan keluarga .
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan
demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual
barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia
tersebut.
6. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan
pribadi.
7. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga
yang berhubungan dengan perusahaan.
8. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang
telah go public, yang merugikan pihak lain.

3) Sanksi

13
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam
Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner
termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan
karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap
kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan aset milik
perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau
merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset
milik perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode
Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh
pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui
adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap
karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya diharpkan
para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhiCode of Corporate &
Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan Good Corporate Governance memerlukan perangkat
pendukung yang memungkinkan prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya
yaitu Fairness, Transparency, Accountability, Responsibility,
Disclosure dan Independence dapat diterapkan dengan baik. Good Corporate
Governance berperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemen
dilaksanakan dengan baik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat yang memenuhi
hal-hal tersebut dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Kesimpulannya, disadari atau tidak, penerapan Good Corporate
Governancedalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat
besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi.
Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika bisnis yang
dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika bisnis yang baik dan
sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap berdiri kokoh
dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan ekonomi.

3.2 Saran
Saran untuk perusahaan yang khususnya bergerak dalam sektor publik,
alangkah baiknya menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Tujuannya
agar perusahaan dengan mudah dalam meningkatkan kinerja seluruh karyawan
perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah tersendiri bagi perusahaan
tersebut

15
DAFTAR PUSTAKA
• Nadya Rachmanita Adha, Good Corporate Governance
http://nadyarachmanita.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Pada buku ini kami mengambil Latar Belakang good corporate governance dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic latar belakang good corporate governance
pada halaman 1-2
• muhamadramdani17, GCG (Good Corporate Gevernance),
https://muhamadramdani17.wordpress.com/2010/11/25/gcg-good-corporate-
governance/
pada buku ini kami mengambil latar belakang kebutuhan atas GCG dan ditulisan
kami gunakan pada sub topic Latar Belakang pada halaman 2
• Rotasi Nusantara, Makalah Good Corporate Governance dan Contohnya,
http://nyarimakalah.blogspot.co.id/2015/06/makalah-good-corporate-governance-
dan.html
Pada buku ini kami mengambil Pengertian GCG dan ditulisan kami gunakan pada
sub topic pengertian GCG pada halaman 4-5
• Manuella Suliman dan Riswono, Good Corporate Governance,
https://www.coursehero.com/file/16867738/jbptunikompp-gdl-
dedenawaha-23776-4-gcgmanu-oppt/ Pada buku ini kami mengambil
pengertian tata kelola perusahaan serta tata kelola kuat dan lemah dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic pengertian GCG, pada halaman 4-5
• Nadya Rachmanita Adha, Good Corporate Governance
http://nadyarachmanita.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Pada buku ini kami mengambil konsep good corporate governance dan ditulisan
kami gunakan pada sub topic konsep good corporate governance pada halaman 5
• Irma Wahyuni, Makalah Good Corporate Gevernance,
http://irmaawahyuni.blogspot.co.id/2014/11/makalah-good-corporate-
governance.html
Pada buku ini kami mengambil Prinsip GCG, dan ditulisan kami gunakan
pada sub topic prinsip GCG pada halaman 6-7
• Tantan, Good Corporate Governance,
https://diaryintan.wordpress.com/2010/11/15/good-corporate-governance-gcg-2/
pada buku ini kami mengambil Tujuan CGC serta Manfaat dan Faktor GCG dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic tujuan GCG serta Manfaat dan faktor
GCG pada halaman 7-8
• muhamadramdani17, GCG (Good Corporate Gevernance),
https://muhamadramdani17.wordpress.com/2010/11/25/gcg-good-corporate-
governance/
pada buku ini kami mengambil Organ Khusus Dalam Penerapan GCG serta GCG
dalam BUMN dan ditulisan kami gunakan pada sub topic organ khusus
penerapan GCG serta GCG dalam BUMN pada halaman 8-10 serta 11-12
• Irma Wahyuni, Makalah Good Corporate Gevernance,
http://irmaawahyuni.blogspot.co.id/2014/11/makalah-good-corporate-
governance.html
Pada buku ini kami mengambil GCG dalam pengawasan pasar Modal
Indonesia serta GCG hukum perseroan di Indonesia, dan ditulisan kami

16
gunakan pada sub topic GCG dalam pengawasan pasar modal Indonesia
serta GCG hukum perseroan di Indonesia pada halaman 6-7 serta 13-14
• Manuella Suliman dan Riswono, Good Corporate Governance,
https://www.coursehero.com/file/16867738/jbptunikompp-gdl-
dedenawaha-23776-4-gcgmanu-oppt/ Pada buku ini kami mengambil
Peran BPKP dalam pengembangan GCG serta perkembangan GCG di
Indonesia dan ditulisan kami gunakan pada sub topic Peran BPKP dalam
pengembangan GCG, pada halaman 15-16

17

Anda mungkin juga menyukai