DISUSUN OLEH :
Dosen Pengampu :
Dr. Sudjono, M.Acc.
1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
2) Untuk dapat memperbaiki etika dan moral setiap karyawan perusahaan
dalam berbisnis.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson &
Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 2017. Pada kasus
itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di
Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida.
Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung
jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan
agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih
lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika
Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan
5
oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang
dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun,
karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu
berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu
kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih
aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di
Amerika Serikat. Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan
keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih
besar kepada perusahaan. Doug Lennick dan Fred Kiel, 2015 (dalam Itpin, 2019)
penulis buku Moral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang
memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti
lebih sukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon
MHuntsman, 2019 (dalam Itpin, 2019) dalam buku Winners Never Cheat.
Dikatakan,kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha
yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada
beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang
lama yang melihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika
dalam bisnis tidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha
dan praktisi bisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat,
terutama melalui pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan
konsumen yang kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika
bisnis berbagai perusahaan di Indonesia.
6
keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis
tersebut bisa saja manajer, karyawan, konsumen, dan masyarakat.
Sebagai cabang dari filsafat etika, maka etika dalam aktivitas bisnis tidak
lain merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dengan pendekatan filsafat dalam
kegiatan dan program bisnis. Karenanya semua teori tentang etika dapat
dimanfaatkan untuk membahas tentang etika dalam aktivitas bisnis. Aspek
yang dominan dari semua kata etika dalam aktivitas bisnis bermuara pada
perilaku bermoral.
Mengacu kepada batasan etika dari berbagai pandangan ahli yang telah
dikemukakan, maka peran etika adalah membahas dan menunjuk alternatif
pemecahan masalah bisnis yang berlandaskan nilai-nilai moralitas dalam suatu
kegiatan bisnis. Landasan yang digunakan dalam hal ini adalah prinsip-prinsip,
nilai dan norma-moral yang terwujud dalam sikap dan perangai (akhlak) para
pelaku bisnis dalam penyelenggaraan usaha bisnisnya dengan menjunjung tinggi
partisipan bisnisnya.
7
akan muncul ketika masing-masing perusahaan berhubungan dan
berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah satuan stakeholder.Tujuan etika bisnis
disini adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnis dengan "baik dan bersih".
8
hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh orang dalam. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat
peraturan korporasi terhadap konflik kepentingan minoritas, membuat pedoman
perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap
konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab dewan komisaris,
direksi dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan informasi secara
wajar.
2. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan
perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu maupun
akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan, pengawasan,
keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan transparansi,
pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana suatu
perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti masalah-masalah yang
strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi keunggulan kompetitif
perusahaan. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta
dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar
atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
(Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2020), transparansi
menunjukkan proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya
manajemen publik untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya
sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. Jadi dalam proses
transparansi informasi masyarakat dapat melihat mengenai apa yang sedang
dilakukan dengan menyebarluaskan rencana anggaran, rencana hasil, undang-
undang dan peraturan. (Ackerman, 2019) adapun indikator-indikator transparansi
yang telah ditetapkan oleh Kementrian BUMN, dibedakan menjadi dua yaitu
indikator untuk BUMN yang statusnya telah menjadi PT Terbuka (Tbk.) dan
indikator untuk BUMN yang statusnya masih PT biasa.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-
tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan
termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan perencanaan
yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan perusahaan
harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite audit
9
dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris,
mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit
sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practice bukan sekedar audit.
4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan
konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab
sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesional dan
menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
5. Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)
Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang
bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan
informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan.
Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah go public, dimana pemegang
saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja perusahaan tersebut
berada.
6. Kemandirian (Independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh
atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. (Siregar,
2004)
10
Untuk membuat Good Corporate Governance dapat terlaksana sebagaimana
mestinya, menurut Keasey dan Wright (dalam Siregar,2004) dibutuhkan lima
elemen yang saling berpadu, yaitu:
1. Tersedianya landasan hukum atau jaminan hukum,
2. Ditegakannya akuntabilitas,
3. Adanya fungsi pengawasan atas kinerja kompensasi dan sistem pengangkatan
Direksi,
4. Adanya Direksi sebagai eksekutif atau penyelenggara perusahaan,
5. Adanya manajemen sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan.
Kebijakan GCG
Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan ") ini disusun dengan
tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate
governance di Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya
Kebijakan ini dimaksudkan berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Meskipun pada
awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan
yang menggunakan atau mengelola dana publik saja yang harus mempelopori
penerapan Kebijakan ini, namun semua perusahaan yang didirikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga diharapkan dapat
menerapkan Kebijakan ini dengan secepat mungkin. Kebijakan ini disusun dengan
metode yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar
good corporate governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan,
bukan dengan pendekatan yang preskriptif melalui pemberlakuan peraturan
perundang-undangan. Disadari bahwa terdapat aspek good corporate
governance yang perlu diberlakukan dengan peraturan perundang-undangan,
namun terdapat pula aspek lain yang sebaiknya diterapkan sesuai dengan
perkembangan pasar dan dengan memperhatikan sifat khusus Perseroan.
Karenanya, perlu diperhatikan bahwa Pedoman ini dimaksudkan agar bersifat
dinamis, sehingga dari waktu ke waktu dapat disesuaikan dengan laju
perkembangan pasar dan struktur masyarakat yang dinamis. Apabila terjadi
perubahan yang bersifat eksternal, maka prinsip good corporate governance yang
terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu, Kebijakan ini pada hakikatnya dapat
selalu berubah (evolutionary in nature) dan harus dibaca serta dikaji dalam
hubungannya dengan perubahan yang dapat diantisipasi baik di tingkat nasional
maupun internasional.
11
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate
and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good
Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan &
pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di
dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip
tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha
mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam
aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang
serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
1) Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi
rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia
kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh
hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya
melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik
yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi
rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta
harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu
karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan
informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut
diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share
holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan
menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga
keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan
12
kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah
dan masyarakat pada umumnya.
2) Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang
bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan.
Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan
memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam
mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil
secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari
perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi
(kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap
karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat
dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang
bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.
Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan
(conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau
pesaing (competitor).
2. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih
ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh
personal tersebut.
4. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh
atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal
yang masih ada hubungan keluarga .
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan
demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual
barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia
tersebut.
6. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan
pribadi.
7. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga
yang berhubungan dengan perusahaan.
8. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang
telah go public, yang merugikan pihak lain.
3) Sanksi
13
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam
Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner
termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan
karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap
kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan aset milik
perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau
merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset
milik perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode
Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh
pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui
adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap
karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya diharpkan
para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhiCode of Corporate &
Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan Good Corporate Governance memerlukan perangkat
pendukung yang memungkinkan prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya
yaitu Fairness, Transparency, Accountability, Responsibility,
Disclosure dan Independence dapat diterapkan dengan baik. Good Corporate
Governance berperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemen
dilaksanakan dengan baik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat yang memenuhi
hal-hal tersebut dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Kesimpulannya, disadari atau tidak, penerapan Good Corporate
Governancedalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat
besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi.
Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika bisnis yang
dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika bisnis yang baik dan
sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya tetap berdiri kokoh
dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan ekonomi.
3.2 Saran
Saran untuk perusahaan yang khususnya bergerak dalam sektor publik,
alangkah baiknya menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Tujuannya
agar perusahaan dengan mudah dalam meningkatkan kinerja seluruh karyawan
perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah tersendiri bagi perusahaan
tersebut
15
DAFTAR PUSTAKA
• Nadya Rachmanita Adha, Good Corporate Governance
http://nadyarachmanita.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Pada buku ini kami mengambil Latar Belakang good corporate governance dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic latar belakang good corporate governance
pada halaman 1-2
• muhamadramdani17, GCG (Good Corporate Gevernance),
https://muhamadramdani17.wordpress.com/2010/11/25/gcg-good-corporate-
governance/
pada buku ini kami mengambil latar belakang kebutuhan atas GCG dan ditulisan
kami gunakan pada sub topic Latar Belakang pada halaman 2
• Rotasi Nusantara, Makalah Good Corporate Governance dan Contohnya,
http://nyarimakalah.blogspot.co.id/2015/06/makalah-good-corporate-governance-
dan.html
Pada buku ini kami mengambil Pengertian GCG dan ditulisan kami gunakan pada
sub topic pengertian GCG pada halaman 4-5
• Manuella Suliman dan Riswono, Good Corporate Governance,
https://www.coursehero.com/file/16867738/jbptunikompp-gdl-
dedenawaha-23776-4-gcgmanu-oppt/ Pada buku ini kami mengambil
pengertian tata kelola perusahaan serta tata kelola kuat dan lemah dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic pengertian GCG, pada halaman 4-5
• Nadya Rachmanita Adha, Good Corporate Governance
http://nadyarachmanita.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Pada buku ini kami mengambil konsep good corporate governance dan ditulisan
kami gunakan pada sub topic konsep good corporate governance pada halaman 5
• Irma Wahyuni, Makalah Good Corporate Gevernance,
http://irmaawahyuni.blogspot.co.id/2014/11/makalah-good-corporate-
governance.html
Pada buku ini kami mengambil Prinsip GCG, dan ditulisan kami gunakan
pada sub topic prinsip GCG pada halaman 6-7
• Tantan, Good Corporate Governance,
https://diaryintan.wordpress.com/2010/11/15/good-corporate-governance-gcg-2/
pada buku ini kami mengambil Tujuan CGC serta Manfaat dan Faktor GCG dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic tujuan GCG serta Manfaat dan faktor
GCG pada halaman 7-8
• muhamadramdani17, GCG (Good Corporate Gevernance),
https://muhamadramdani17.wordpress.com/2010/11/25/gcg-good-corporate-
governance/
pada buku ini kami mengambil Organ Khusus Dalam Penerapan GCG serta GCG
dalam BUMN dan ditulisan kami gunakan pada sub topic organ khusus
penerapan GCG serta GCG dalam BUMN pada halaman 8-10 serta 11-12
• Irma Wahyuni, Makalah Good Corporate Gevernance,
http://irmaawahyuni.blogspot.co.id/2014/11/makalah-good-corporate-
governance.html
Pada buku ini kami mengambil GCG dalam pengawasan pasar Modal
Indonesia serta GCG hukum perseroan di Indonesia, dan ditulisan kami
16
gunakan pada sub topic GCG dalam pengawasan pasar modal Indonesia
serta GCG hukum perseroan di Indonesia pada halaman 6-7 serta 13-14
• Manuella Suliman dan Riswono, Good Corporate Governance,
https://www.coursehero.com/file/16867738/jbptunikompp-gdl-
dedenawaha-23776-4-gcgmanu-oppt/ Pada buku ini kami mengambil
Peran BPKP dalam pengembangan GCG serta perkembangan GCG di
Indonesia dan ditulisan kami gunakan pada sub topic Peran BPKP dalam
pengembangan GCG, pada halaman 15-16
17