PROGRAM AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2020
5.1 Pentingnya Membangun Iklim Etika dan Organisasi Berintegritas
Tabel 1
Perbedaan karakteristik pogram compliance dan integritas
Karakteristik Program compliance Program integritas
Etika Sesuai dan taat dengan Mengelola sendiri
standar yang diterapkan sesuai dengan
dari luar organisasi standar yang dipilih
Tujuan Mencegah terjadinya Mendorong
tindakan melawan tindakan-tindakan
hokum yang bertanggung
jawab
Kepemimpinan Dipimpin oleh hokum Dipimpin oleh
menejemen dengan
bantuan ahli hokum,
spesialis SDM dan
lain-lain
Metode Pendidikan, Pendidikan,
pengurangan kepemimpinan,
kewenangan, auditing akuntabilitas, system
dan pengawasan, organisasi dan proses
pemberian hukuman pengambilan
keputusan, auditing
dan pengawasan,
pemberian hokum
Asumsi pelaku Otonom/individualis Social, yang dipandu
yang didorong oleh oleh kepentingan
kepentingan diri sendiri sendiri yang bersifat
yang bersifat material material, nilai-nilai,
kesempurnaan dan
rekan sejawat
Tabel 2
Perbedaan implementasi program compliance dan integritas
1. Nilai dan komitmen yang masuk akal dan secara jelas dikomunikasikan.
Nilai dan komitmen ini mencerminkan kewajiban organisasi dan aspirasi
yang dimiliki secara luas yang menyentuh seluruh anggota organisasi.
Pegawai dari berbagai tingkatan menerima nilai dan komitmen tersebut
dengan sungguh-sungguh, merasa bebas untuk mendiskusikannya, dan
memahami pentingnya dalam praktik. Hal ini bukan berarti semuanya
sudah jelas sehingga tidak ada ambiguitas dan konflik. Namun selaluada
keinginan untuk mencari solusi yang sesuai dengan kerangka nilai
tersebut.
2. Pimpiman organisasi secara pribadi memiliki komitmen, dapat dipercaya,
dan bersedia untuk melakukan tindakan atas nilai-nilai yang mereka
pegang. Mereka tidak sekedar juru bicara. Mereka bersedia untuk
memeriksa keputusannya sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Konsistensi
merupakan bagian penting dari kepemimpinan. Ceramah berkepanjangan
dan tidak jelas tentang nilai-nilai perusahaan hanya memancingg ketidak-
percayaan pegawal dan penolakan terhadap program. Pada saat yang sama,
pimpinan harus mengambil tanggung jawab untuk membuat keputusan
yang sulit ketika terjadi konflikantara kewajiban etika.
3. Nilai-nilai yang digunakan terintegrasi dalanm proses pengambilan
keputusan manajemen dan tercerminalam kegiatan-kegatan pernting
orgarnisasi: penyusunan rencana, penetapan sasaran, pencarian
kesempatarn, alokasi sumber daya, pengumpulan dan komunikasi
informasi, pengukuran kiner)a, danpengembangan SDM.
4. Sistem dan struktur organisasi mendukung dan menguatkan nilai-nilai
organisasi. Sistem pelaporan dibuat untuk memungkinkan dilakukannya
check and balance untuk mendukung pertimbangan yangobjektif dalam
pengambilan keputusan. Penilaian kinerja memperhatikan cara kerja dan
hasil kerja.
5. Seluruh manajer memiki Ketrampilan pengumbilan keputiusant,
pengelahuan dan Kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat Keputusan
yang berbasis etika Setiap hariya. Berpikir dan memilki kesadaran etika
harus menjadi bagian dari perlengkapan mental seorang manajer.
Pendidikan etikabiasanya merupakan bagian dari proses.
Iklim Organisasi
Steers (1985:120) menyatakan bahwa : “konsep iklim pada dasarnya
merupakan persepsi tentang sifat atau karakteristik yang ada pada organisasi
yang dihasilkan dari tindakan sadar atau tidak sadar oleh organisasi dan
mempengaruhi perilaku”. Definisi ini mengandung pengertian tentang
persepsi, dimana iklim suatu organisasi tertentu merupakan sesuatu yang
dipercaya ada oleh karyawannya dan akan menjadi faktor–faktor yang
menentukan perilaku karyawan. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh
Jones dan Ryan (1998) dalam VanSandt et al. (2006) bahwa iklim organisasi
berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi seseorang dan perilakunya.
5.5 Dampak Organisasi yang Berintegritas terhadap Akuntan Profesional
Ethical Criteria
Dalam banyak hal moral philosophy dapat dikategorikan dalam dua golongan
utama, yaitu teleological dan deontological. Teleological moral philosophies
merupakan filosofi yang menaruh perhatian utama pada dampak atau
konsekuensi dari sebuah situasi etika. Sementara itu deontological
philosophies tidak hanya semata-mata perhatian pada konsekuensi, namun
lebih pada prinsip-prinsip dan situasi yang lebih menekankan
kewajiban.Teleological moral philosophies terbagi dalam dua kelas yang
dinamakan sebagai “the moral agent primary consideration (egoistic) and
utilitarian or benevolent” (Rachels, 1989, 1999; Brandt, 1995, dalam
VanSandt et al. (2006).
Victor and Cullen (1987, 1988) dikutip oleh VanSandt et al.(2006)
mengunakan tiga klasifikasi moral philosophy untuk mendesain dimensi
criteria dari EWC. Deskripsi dari pelabelan criteria adalah :
1. Egoism – memaksimalkan kepentingan pribadi
2. Benevolence – memaksimalkan kepentingan bersama
3. Principle – ketaatan pada tugas, peraturan, hukum atau standar yang
berlaku
Locus of Analysis
Dimensi kedua adalah pertimbangan dari apa atau siapa yang dilibatkan dalam
analisis. Pada tingkatan pertimbangan dapat dijabarkan mulai dari yang paling
bawah, yaitu local individual, the local organization, serta cosmopolitan.
Menurut Merton (1957) dikutip oleh VanSandt et al.(2006) dinyatakan bahwa
peran kerja pada organisasi dan identifikasi perbedaan referensi kelompok
kerja berpengaruh pada perilaku seseorang dan sikap dalam organisasi.
Seseorang kemudian akan mengelola informasi untuk membedakan antara
peran local dan cosmopolitan. Pada peran lokal referensi kelompok
berpengaruh dalam organisasi, sementara itu peran kosmopolitan adalah
didefinisikan sebagai peran di luar organisasi.
Moral Awareness
Moral awareness didefinisikan sebagai derajat dimana seseorang
mengenali aspekaspek situasi yang dapat dikategorikan sebagai moral yang salah
dan merugikan bagi orang lain, sekelompok orang, atau masyarakat lebih luas
(VanSandt et al. 2006) . Moral awareness di sini didefinisikan dalam bentuk
derajat, bukan sebagai sesuatu yang ada atau tiada. Definisi tersebut merujuk pada
definisi dari Blum (1991) yang membahas moral sebagai suatu proses.
Lebih jauh Cullen, Victor, and Stephens (1989: 51) menyatakan, ethical climate
perusahaan membantu menentukan isu-isu yang penting dan muncul pada anggota
organisasi yang berhubungan dengan etika. Dalam iklim etikal tertentu, timbul
suatu interaksi antar manusia atau diantara anggotanya dengan cara tertentu pula.
Dengan cara itu akan terpelihara dan tumbuh kembang suatu kesadaran moral
akibat dari interaksi itu. Maka itu sangat dimungkinkan bahwa lingkungan etikal
dapat berpengaruh terhadap tingkat kesadaran moral (moral awareness) seseorang.