Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FISIKA KOMPUTASI

Computational Fluid Dynamics

Disusun oleh :

Ketua : Wanda Suryadinata (140310120051)

Anggota : Heri Fernando S. (140310120011)

M. Bayu Perkasa (140310120019)

Zahra Inatsa Hauna (140310120017)

Program Studi Fisika


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran
2015
Jl. Raya Bandung – Sumedang Km 21 Jatinangor 45363
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan judul ‘’Computational Fluid Dynanamics’’ dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam mepelajari tentang CFD.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, Juni 2015

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temukan berbagai permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya dalam simulasi dalam suatu sistem. Simulasi merupakan
langkah awal dalam tahap perancangan suatu alat yang akan dibuat. Aspek fisika sangat
berperan dalam simulasi suatu sistem yang diinginkan.
Fisika komputasi adalah suatu cabang ilmu dari fisika yang dapat memecahkan
masalah dalam bidang fisika dengan menggunakan algoritma dan metoda tertentu.
Contoh permaslahan yang sering melibatkan fisika komputasi misalnya simulasi
pergerakkan angin, simulasi partikel dalam kotak, dll. Dalam pengerjaannya, fisika
komputasi hanya membutuhkan suatu perangkat PC.
Dalam makalah ini hal yang dibahas adalah tentang Computational Fluid Dynamics.
Dimana dalam aplikasinya dapat dilihat pada pergerakkan angin di sayap pesawat atau
dalam heat transfer di berbagai benda. Dengan menggunkan CFD kita dapat
mengestimasi bahan apa saja yang akan digunakan dalam merancang suatu alat.

1.2 Tujuan
1. Menentukan governing equation dari berbagai permasalahan fluida untuk
dibuat simulasi
2. Menentukan metoda yang tepat dalam pengerjaan simulasi CFD
3. Menentukan besaran fisis yang digunakan dalam simulasi CFD dalam
program

1.3 Batasan Masalah


Dalam pengerjaan makalah dan simulasi program ini, penulis hanya menggunakan
simulasi CFD 2 dimensi, baik untuk adveksi-difusi dan difusi pada cooling fin.

3
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Sejarah

Sebelum dikenal CFD, para ilmuwan dalam menghitung dan mengerjakan suatu
kejadian fluida dengan menggunakan AFD (analitik) dan EFD (eksperimen).
Penggunaan AFD dan EFD merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan waktu dan
biaya yang cukup besar. Ini dikarenakan mensimulasikan suatu pergerakkan fluida tanpa
adanya prediksi awal dari kejadian fluida. Dengan perkembangan ilmu komputer dan
ilmu pengetahuan, permasalahan yang terdapat pada AFD dan EFD dapat ditanggulangi
dengan CFD.

Para ilmuwan yang terlibat dalam perkembangan ilmu tentang fluida :

Gambar 1. Ilmuwan dalam perkembangan ilmu fluida

a. Analytical Fluid Dynamics

Dalam analyticl fluid dynamics, memilibatkan perhitungan matematis dalam


memodelkan suatu fenomena aliran. Hal ini tentu bisa dilakukan apabila sistem yang
dikerjakan dalam keadaan paling sederhana, ketika sistem sangat rumit, metoda ini
memiliki sedikit kekurngan dalam memperhitungkan fenomena fluida. Berikut ini
karakteristik dari AFD :

1. Dalam fluida dengan pengerjaan analitik menggunakan persamaan fisika matematika.


2. Dalam AFD ini dapat menganalisa kontrol volume dan differensial
3. Solusi eksak dari AFD ini akan dapat diketahui hasilnya apabila menggunakan
kondisi dan geometri yang sederhana.
4. Dalam aproksimasi solusinya dapat menggunakan pendekatan linier dan pendekatan
empiris menggunakan data EFD (perbandingan hasil )

4
Gambar 2. Simulasi dengan metoda AFD

b. Experimental Fluid Dynamics

Dalam EFD lebih menggunakan percobaan dengan metodologi dan prosedur


percobaan yang sudah ada. Hal ini sudah termasuk berbagai pengukuran fisis pada sistem
seperti sistem instrumentasi (misalnya pengukuran gaya dan momentum), data akuisisi
(perhitungan dalam PC) dan data reduksi (analisa spektral). Berikut ini suatu rancang
bangun skema EFD :

Gambar 3. Skema alat EFD

2.2 Pengertian CFD

Computational fluid dynamics (CFD) adalah salah satu cabang dari mekanika fluida
yang menggunakan metode numeric dan algoritma untuk menyelesaikan dan
menganalisa masalah yang terjadi pada aliran fluida. Dalam CFD penggunaan computer
sangat vital karena harus melakukan jutaan perhitungan untuk mengsimulasikan interaksi
fluida dan gas yang digunakan pada bidang engineering. Ketika kita menggunakan CFD
dengan dukungan perangkat keras yang canggih sekalipun maka yang didapatkan hanya
berupa pendekatan.

5
Prinsip dalam CFD ini adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan
perhitungan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan
prosesnya dinamkana meshing.

Pemakaian CFD dapat diterapakan pada :

1. Aliran panas
2. Transfer massa
3. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan, dan pendidihan
4. Reaksi kimia seperti pembakaran
5. Gerakan mekanis seperti piston dan fan
6. Tegangan dan tumpuan pada benda solid
7. Gelombang elektromagnet

2.3 Diskritisasi

Pada CFD sendiri terdiri dari berbagai metoda diskritisasi, seperti :

1. Finite Volume Method (FVM) atau Metode Finite Volume adalah pendekatan
yang umum digunakan dalam kode CFD. Persamaan yang mengatur diselesaikan melalui
volume kontrol diskrit. Metode volume terbatas menyusun kembali persamaan
diferensial parsial yang mengatur (biasanya persamaan Navier-Stokes) dalam bentuk
konservatif, dan kemudian discretize persamaan baru. Hal ini menjamin konservasi fluks
melalui volume kontrol tertentu. Yang terbatas menghasilkan persamaan volume yang
mengatur persamaan dalam bentuk,

Dimana Q adalah vektor variabel dilestarikan, F adalah vektor dari fluks (lihat
persamaan Euler atau persamaan Navier-Stokes), V adalah volume dari elemen kontrol
volume, dan luas permukaan elemen volume kontrol.

2. Finite Element Method (FEM) atau Elemen Hingga Metode adalah digunakan
dalam analisis struktural dari padatan, tetapi juga berlaku untuk cairan. Namun,
formulasi fem membutuhkan perawatan khusus untuk memastikan solusi
konservatif. Perumusan FEM telah diadaptasi untuk digunakan dengan dinamika fluida
yang mengatur persamaan. Meskipun fem harus hati-hati dirumuskan untuk menjadi
konservatif, jauh lebih stabil dibandingkan dengan pendekatan volume terbatas Namun,
FEM dapat memerlukan memori lebih dari FVM. Dalam metode ini, sebuah persamaan
tertimbang sisa terbentuk:

6
Dimana Ri adalah persamaan sisa pada elemen simpul i, Q adalah persamaan
konservasi dinyatakan atas dasar elemen, Wi adalah faktor berat badan, dan Ve adalah
volume elemen.

3. Finite Difference Method (FDM) atau Metode Beda Hingga, memiliki sejarah
penting dan sederhana untuk program. Hal ini saat ini hanya digunakan dalam kode
khusus beberapa. Modern Kode beda hingga menggunakan sebuah batas tertanam untuk
menangani geometri yang kompleks, membuat kode-kode yang sangat efisien dan akurat.
Cara lain untuk menangani geometri termasuk penggunaan tumpang tindih grid, dimana
solusinya adalah interpolated di jaringan masing-masing.

dimana Q adalah vektor variabel dilestarikan, dan F, G, dan H adalah fluks dalam x, y,
dan z masing-masing arah.

Dalam pengerjaan komputasi pada aliran fluida, hal yang paling penting adalah
boundary condtion. Dimana pada daerah ini merupakan wilayah kerja dari komputasi.
Contoh dari boundary condition :

Gambar 4. Grid boundary condition

7
BAB III
SIMULASI

3.1 Persamaan Transport


2.1.1 Pengertian
Persamaan Umum Prinsip Transportasi Konservasi Konvektif dan difusi fluks

(1)

(2)

Pergantian dari u = ρc dan (1) ke (2) menghasilkan persamaan umum transportasi

(3)

Secara khusus, hukum kekekalan bentuk (3) merupakan persamaan Navier-Stokes, di


mana variabel dilestarikan adalah massa, momentum, dan jumlah energi. Komponen
yang paling sederhana dari sistem PDE ini adalah persamaan kontinuitas

(4)

yang bertanggung jawab untuk konservasi massa dan sesuai dengan (3) dengan c≡1 dan s
= 0. Perhatikan bahwa istilah difusi hilang sejak gradien c adalah nol. Jika viskositas dan
konduksi panas diabaikan, maka persamaan Navier-Stokesmengurangi ke persamaan
Euler yang menggambarkan aliran gas inviscid pada kecepatan tinggi.

2.2.2 Adveksi dan difusi

Struktur umum dari model matematika yang didasarkan pada (system dari)
hukum kekekalan skalar dari bentuk (1.9) menunjukkan pendekatan sistematis untuk
analisis, diskritisasi, dan coding.

8
Persamaan transportasi umum (3) juga dapat ditulis dalam hal u = ρc. Jika Kepadatan
ρ adalah konstan atau kecepatan didefinisikan ulang sebagai v: = v + (D∇ρ) / ρ, maka
(1.9) adalah Sebuah konveksi-difusi-reaksi (CDR) persamaan untuk variabel massa u

(5)

Jika medan kecepatan v adalah mampat, yaitu, ∇.v = 0, maka identitas vector

(6)

membuat mungkin untuk menulis sisi kiri dari (5) dalam bentuk nondivergent

(7)

a. Difusi

Sejak proses difusi seperti didorong oleh gradien konsentrasi yang lapangan, model
khas untuk vektor fluks yang sesuai adalah sebagai berikut :

(8)

Dimana D = {dI } Adalah positif matriks yang pasti simetris koefisien difusi.Jika D = dI,
di mana I adalah D × matriks identitas D, maka skalar difusivitas d (x, t)> 0 adalah sama
untuk semua koordinat arah, dan fluks difusi mengurangi ke

(9)

b. Difusi dan Adveksi

(10)

Struktur umum dari model matematika yang didasarkan pada (sistemdari) hukum
kekekalan skalar dari bentuk (3) menunjukkan pendekatan sistematis untuk analisis,
diskritisasi, dan coding.

9
c. Transportasi Persamaan: Adveksi dan difusi

Persamaan transportasi umum (3) juga dapat ditulis dalam hal u = ρc. Jika Kepadatan ρ
adalah konstan atau kecepatan didefinisikan ulang sebagai v: = v + (D∇ρ) / ρ, maka (3)
adalahSebuah konveksi-difusi-reaksi (CDR) persamaan untuk variabel massa u

(11)

Jika medan kecepatan v adalah mampat, yaitu, ∇.v = 0, maka identitas vektor

(12)

membuat mungkin untuk menulis sisi kiri dari persamaan (9) dalam bentuk
nondivergent

(13)

d. Solusi Numerik dari Persamaan Transportasi Adveksi dan difusi

Dalam kasus satu dimensi, domain Ω komputasi = (a, b) adalah interval. Sebuah subdivisi
dari interval ini menjadi N subinterval Ωk = (xk-1, xk) dengan ukuran yang sama

(14)

menghasilkan wakil sederhana jerat terstruktur. N + 1 grid poin

(15)

diberi nomor dari kiri ke kanan. Setiap interior titik grid xi memiliki dua tetangga
terdekat yang indicesi ± 1 dan mengkoordinasikan xi ± 1 diketahui. Jarak Δxk = xk-1 xk
juga bisa seragam jika resolusi jala yang lebih tinggi yang diinginkan di beberapa daerah

10
2.2 Simulasi Adveksi-Difusi
a. Listing Program

clear all;
close;
clc;
L=2; %Panjang matriks x dan y
nx=40; %step pada domain x
ny=40; %step pada domain x
nt=150; %step durasi
dt=0.05 %pias durasi dari 0:0.05:nt
h=L/(nx-1); %Lebar step sumbu xy
x=0:h:L; %Rentang x(0,L)
y=0:h:L; %Rentang y(0,L)
u=zeros(nx,ny); %Mengisi matriks U dengan 0, U hitung
un=zeros(nx,ny);%Mengisi matriks Un dengan 0, U sekarang

%koefisien adveksi
adv=0.12;
%koefisien difusi
vis=0.012;

UnW=0; %x=0 Neumann B.C (du/dn=UnW)


UnE=0; %x=L Neumann B.C (du/dn=UnE)
UnS=0; %y=0 Neumann B.C (du/dn=UnS)
UnN=0; %y=L Neumann B.C (du/dn=UnN)

% Koefisien Kestabilan
r=vis*dt/h^2;

%syarat kestabilan difusi


while vis*dt/h^2 > 1/4
fprintf('nilai r : ');
vis*dt/h^2
fprintf('error: syarat kestabilan tidak terpenuhi!\n');
prompt = 'Ubah nilai viskositas menjadi lebih kecil :';
vis = input(prompt)
end

%Initial Conditions
for i=1:nx
for j=1:ny
% Daerah yang memiliki nilai
if ((1<=y(j))&&(y(j)<=2)&&(0.5<=x(i))&&(x(i)<=1))
u(i,j)=2; %Daerah yang memenuhi syarat diberi nilai 2
else
u(i,j)=0; %Daerah yang tidak memenuhi syarat diberi nilai 0
end
end
end

%Menghitung U tiap durasi step


i=2:nx-1;
j=2:ny-1;

%proses menampilkan keluaran


for it=0:nt
un=u;
grafik=surf(x,y,u','EdgeColor','none');

11
shading faceted
axis ([0 L 0 L 0 2])
title({[' Adveksi Difusi 2D'];['Koefisien Difusi (D) =
',num2str(vis),' & Koefisien Adveksi (V) = ', num2str(adv)];['time
(\itt) = ',num2str(it*dt)]})
xlabel('Spatial co-ordinate (x) \rightarrow')
ylabel('{\leftarrow} Spatial co-ordinate (y)')
zlabel('Transport property profile (u) \rightarrow')

%menampilkan view salah satu domain


%zview([0 0]);
drawnow;
refreshdata(grafik)

% %untuk melihat hasil difusi


% u(i,j)=un(i,j)+(vis*dt/h^2)*(un(i,j)+un(i-1,j)+un(i,j)+un(i,j-1)-
4*un(i,j));

% %untuk melihat hasil adveksi


% u(i,j)=un(i,j)-(adv*dt/h)*(un(i,j-1)+un(i-1,j)-2*un(i,j))

% %Metode Eksplisit
u(i,j)=un(i,j)-(adv*dt/h)*(un(i,j-1)+un(i-1,j)-
2*un(i,j))+(vis*dt/h^2)*(un(i,j)+un(i-1,j)+un(i,j)+un(i,j-1)-
4*un(i,j));

%Syarat Batas (B.C) Neumann


u(1,:)=u(2,:)-UnW*h;
u(nx,:)=u(nx-1,:)+UnE*h;
u(:,1)=u(:,2)-UnS*h;
u(:,ny)=u(:,ny-1)+UnN*h;
%}
end

b. Hasil Simulasi
Koefisien adveksi =0.01 Koefisien adveksi =0.09 Koefisien adveksi =0.12

12
Koefisien adveksi =0.5 Koefisien difusi=0.001 Koefisien difusi=0.005

Dalam keadaan adveksi dan difusi yang stabil :

Ketika difusi 0.012 dan adveksi 0.12

Gambar 5. Simulasi adveksi-difusi 2 dimensi

Analisa :

Pada simulasi ini menunjukkan keadaan difusi dan adveksi. Dimana pada pergerakkan
simulasi ini berdsarkan update nilai berdasarkan governing equation yang digunakan.
Adveksi menunjukkan pergerakkan simulasi ke arah bidang tertentu dan difusi menunjukkan
persebaran pergerakkan pada sistem.

Dari hasil simulasi menunjukkan perubahan nilai adveksi dapat membuat sistem tidak
stabil, beda dengan perubahan nilai difusi. Ketika difusi diubah nilainya, sistem masih dalam
keadaan stabil.

13
2.3 Heat Transfer Pada Cooling Fin
a. Model

Model ini berasal melalui hukum panas Fourier. Hal ini dapat dirumuskan sebagai
baik model terus menerus atau sebagai model diskrit. Sebuah model untuk difusi panas
dalam piring 2D tipis di mana ada difusi baik di x dan y arah, tetapi difusi apapun dalam
arah z adalah minimal dan diabaikan. Tujuannya adalah untuk menentukan suhu di
pedalaman sirip mengingat suhu awal dan suhu pada batas. Masalah seperti ini berasal
dari desain sirip pendingin atau dari pembuatan benda logam besar, yang harus
didinginkan sehingga tidak merusak interior objek. Dalam rangka untuk menghasilkan
model time dependent 2D untuk transfer panas difusi hukum panas Fourier harus
diterapkan baik dalam arah x dan y. Model 2D terus menerus dan diskrit yang sangat
mirip dengan versi 1D untuk kawat. Dalam model 2D terus menerus suhu u akan
tergantung pada tiga variabel, u (x, y, t).

Gambar 6. Difusi

Dalam rangka untuk memodelkan difusi panas , pertama kita akan menganggap
suhu diberikan sepanjang batas 2D dan ketebalan T kecil. Akibatnya, akan ada difusi
hanya dalam arah x dan y. Pertimbangkan massa kecil dalam piring di atas yang
volumenya (Δx Δy T). Volume ini akan memiliki sumber panas atau tenggelam melalui
dua (Δx T) permukaan, dua (Δy T) permukaan, dan dua (Δx Δy) permukaan serta setiap
internal yang (waktu panas / (vol.)) panas sama dengan f. Bagian atas dan bawah
permukaan akan didinginkan oleh Newton seperti hukum pendinginan ke wilayah
sekitarnya yang memiliki suhu usur.
Hukum Fourier panas diterapkan untuk masing-masing dua arah akan memberikan
panas yang mengalir melalui empat permukaan vertikal:

Dengan perubahan panas dari.


(∆x ∆y T) =ρc(u(x,y,t+∆t) – u(x,y,t)) ≈ f(x,y)(dx dy T) ∆t + (2 ∆x ∆y) ∆t
C(usur – u(x,y,t))+ (∆x T) ∆t (Kuy(x,y + ∆y,t) - Kuy(x,y,t)) + (∆y T) ∆t

14
(Kux(x + ∆x,y,t) - Kux(x,y,t)).
Pendekatan ini akan lebih akurat sebagai Δx, Δy dan AT pergi ke nol. Jadi, bagi
dengan (Δx Δy T) AT dan membiarkan Δx, Δy dan AT pergi ke nol. Hal ini memberikan
persamaan diferensial dengan derivatif parsial, dan (1,1) adalah contoh dari persamaan
diferensial parsial.

b. Diffusion Model for Cooling Fin

Governing equation pada simulasi cooling fin adalah :


ρcut(x,y,t) = f(x,y,t) + (2C/T)(usur – u(x,y,t))+ (Kux(x,y,t))x + (Kuy(x,y,t))y

keterangan :
for (x,y) pada (0,L)x(0,W),
f(x,y) adalah internal heat sources,
ρ adalah density,
c adalah kapasitas panas,
K adalah konfuktivitas termal,
T adalah ketebalan dan
C adalah kemampuan panas berpindah.
u(x,y,0) = inisialisasi kondisi dan
u(x,y,t) = boundary dari fin.

c. Diskritisasi
Explicit Finite Difference 2D Model of Heat Transfer :

Dengan syarat kesetabilan

2.4 Simulasi Heat Transfer Cooling Fin

clear;
close;
%parameter awal
L = 1; %panjang matriks yang
digunakan
W = L;

15
Tend=80;
maxk=300;
dt=Tend/maxk; %pias durasi t
nx=20; %akhir komputasi
ny=20;
u(1:nx+1,1:nx+1,1:maxk+1) = 70;
dx = L/nx; %panjang domain x
dy = W/ny; %panjang domain y
x=0:dx:L; %Rentang x(0,L)
y=0:dx:L; %Rentang y(0,L)
h = dx;
b = dt/(h*h);

%koefisien fisis
cond = 0.002; %konduktivitas (K/rho*c),
dimana c adalah panas spesifik
spheat = 1; %variabel aliran panas
rho = 1; %densitas
a = cond/(spheat*rho);
alpha = a*b;

UnW=0; %x=0 Neumann B.C (du/dn=UnW)


UnE=0; %x=L Neumann B.C (du/dn=UnE)
UnS=0; %y=0 Neumann B.C (du/dn=UnS)
UnN=0; %y=L Neumann B.C (du/dn=UnN)

% Koefisien Kestabilan
s=(dt/rho)*(2*cond/spheat)-4*alpha

%syarat kestabilan
while (dt/rho)*(2*cond/spheat)-4*alpha > 0;
fprintf('besar s adalah ');
(dt/rho)*(2*cond/spheat)-4*alpha
fprintf('sistem tidak stabil\n');
prompt = 'ubah nilai cond';
cond = input(prompt)
end

%Initial Conditions
for i=1:nx
for j=1:ny
% Daerah yang memiliki nilai
if ((1<=y(j))&&(y(j)<=2)&&(0.5<=x(i))&&(x(i)<=1))
u(i,j)=2; %Daerah yang memenuhi syarat diberi nilai 2
else
u(i,j)=0; %Daerah yang tidak memenuhi syarat diberi nilai 0
end
end
end

%perulangan
for i = 1:nx+1
x(i) =(i-1)*dx;
y(i) =(i-1)*dx;
end
for k=1:maxk+1
time(k) = (k-1)*dt;
for j=1:ny+1
u(1,j,k) =300.*(k<120)+ 70.;
end

16
end
for k=1:maxk
for j = 2:ny
for i = 2:nx
%metoda eksplisit
u(i,j,k+1) =0.*dt/(spheat*rho)+(1-4*alpha)*u(i,j,k) +
alpha*(u(i-1,j,k)+u(i+1,j,k)+u(i,j-1,k)+u(i,j+1,k));
end
end
end
mesh(x,y,u(:,:,maxk)')
% plot grafik
lim =[0 1 0 1 0 400];

for k=1:1:200
mesh(x,y,u(:,:,k)')
axis(lim);
shading faceted
title({['persebaran panas di ruang'];['time (s) =
',num2str(k*dt)]})
xlabel('Spatial co-ordinate (x)')
ylabel('Spatial co-ordinate (y)')
zlabel('Transport property (temporal)')
k = waitforbuttonpress;
end

%Syarat Batas (B.C) Neumann


u(1,:)=u(2,:)-UnW*dx;
u(nx,:)=u(nx-1,:)+UnE*dx;
u(:,1)=u(:,2)-UnS*dx;
u(:,ny)=u(:,ny-1)+UnN*dx;

17
Analisa :

Pada program ini menjelaskan suatu sistem yang terkena 1 sumber panas pada salah
satu ujungnya. Ini terlihat ketika respon awal dari sistem yang terkena panaas. Setelah
sumber panas dilepaskan, aliran panas akan menyebar ke seluruh bidang, hal ini terlihat saat
waktu 53,33 sekon yang menunjukkan panas bergerak ke semua bidang

18
BAB III
SIMPULAN

Dalam pengerjaan komputasi CFD, hal yang terpenting dilakukan adalah menentukan
governing equation yang digunakan. Dari persamaan tersebut dapat ditentukan diskritisasinya
menggunakan central difference, baik orde 1 maupun orde 2.

Dari hasil diskritisasi dapat digunakan ke dalam program matlab untuk dilihat bentuk
difusi dari sistem yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada perbedaan keluaran pada adveksi
dan difusi serta difusi pada cooling fin.

Dalam pengerjaan adveksi-difusi dan cooling fin, menggunakan syarat batas dan
kestabilan. Hal ini berguna untuk membuat komputasi yang digunakan menghasilkan
simulasi yang sesuai dengan yang diinginkan dan dalam keadaan stabil.

19
Daftar Pustaka
Joni, I Made. 2015. Persamaan transport (CFD: Computational Fluid Dynamics). Departemen
Fisika Universitas Padjadjaran

Lecture 6:Diffusion in a Cooling Fin. (sumber: http ://www4. ncsu. Edu /eos /users /w /white
/www /white /ma325 /HTlec6. pdf )

Mass Transport Processes, Institute for Hydromechanics

20
Pembagian Tanggung Jawab Tugas :

Wanda Suryadinata

1. Penanggung jawab simulasi CFD adveksi difusi dan heat transfer


2. Penanggung jawab bagian pendahuluan makalah
3. Penyusun makalah dan persentasi

Heri Fernando S

1. Penanggung jawab teori dasar pada heat transfer cooling fin


2. Penanggung jawab dikritisasi pada heat transfer

Zahra Inatsa Hauna

1. Penanggung jawab teori dasar adveksi difusi

M. Bayu Perkasa

1. Penanggung jawab diskritisasi governing equation pada adveksi difusi 2 dimensi

21

Anda mungkin juga menyukai