PENDAHULUAN
1
usaha dan produktifitasnya, sehingga dalam hal ini masyarakat lapisan
menengah ke bawah tersebut membutuhkan bantuan yang berupa pinjaman
atau kredit yang bisa mereka cari, salah satunya di suatu lembaga perbankan.
Kredit dibutuhkan oleh masyarakat baik oleh perorangan maupun badan
usaha. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki peran yang strategis
bagi kehidupan perekonomian masyarakat. Hal tersebut bisa dilihat dari
fungsi utama yang dimiliki oleh bank yaitu sebagai lembaga yang
menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Dari fungsi utama
bank tersebut, bank bisa dikatakan sebagai lembaga intermediasi yaitu
lembaga yang berfungsi sebagai penghubung antara orang yang
memiliki uang dan yang membutuhkan uang.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
bea masuk, nontariff, modal, dll), menikmati margin keuntungan yang tinggi
dan akumulasi modal cepat. Puncak piramida ini (bagian yang diarsir) sejalan
dengan hasil survei Warta Ekonomi (1993) mengenai omzet 200 konglomerat
Indonesia. Pada dasar piramida didominasi oleh usaha skala menengah dan
kecil yang beroperasi dalam iklim yang sangat kompetitif, hambatan masuk
rendah, margin keuntungan rendah, dan tingkat drop-out tinggi. Struktur
ekonomi bentuk piramida terbukti telah mencuatkan isu konsentrasi dan
konglomerasi, serta banyak dituding melestarikan dualisme perekonomian
nasional.
4
2.2 Profil dan sebaran Usaha Kecil
Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi
usaha kecil menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha
Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan
maksimal Rp. 1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp. 200 juta (Sudisman & Sari,
1996: 5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil
identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS
mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu : industri
rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang, industri kecil dengan pekerja 5-19
orang, industri menengah dengan pekerja 20-99 orang, dan industri besar
dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999: 250).
Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usaha
kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya
pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi.
Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai
pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja
dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses industri kecil
terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung
menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-
sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.
Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya
status badan hukum. Menurut catatan BPS (1994), dari jumlah perusahan
kecil sebanyak 124.990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan
perorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen tergolong perusahaan
perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai
badan hukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi).
Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir
sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha
industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok
industri barang galian bukan logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32), dan
industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan
5
rumahtangga (ISIC33) masing-masing berkisar antara 21% hingga 22% dari
seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada kelompok
usaha industri kertas (34) dan kimia (35) relatif masih sangat sedikit sekali
yaitu kurang dari 1%..
Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi
dalam dua kategori : Pertama, bagi pengusaha kecil dengan omset kurang dari
Rp50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga
kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan
dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal
6
yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar
membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-
BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam –KUD) amat
membantu modal kerja mereka.
Kedua, bagi pengusaha kecil dengan omset antara Rp50 juta hingga Rp1
miliar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka
mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan
pengamatan pusat konsultasi pengusaha kecil UGM, urutan prioritas
permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha kecil jenis ini adalah (Kuncoro,
1997) :
1. Masalah belum dipunyainya system administrasi keuangan dan
manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan.
2. Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan
untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura
karena kebanyakan pengusaha kecil mengeluh berbelitnya prosedur
mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga
dinilai terlalu tinggi.
3. Masalah penyusunan perencanaan bisnis karena persaingan dalam
merebut pasar semakin ketat.
4. Masalah akses terhdapa teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh
perusahaan/group bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah.
5. Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan
yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualitas
rendah dan tingginya harga bahan baku.
6. Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang
sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat,
pasar dikuasai perusahaan tertentu dan banyak barang pengganti.
7. Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang
terampil.
7
2.4 Mencari strategi pemberdayaan yang tepat
Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat
diklasifikasikan dalam :
1. Aspek manajerial, yang meliputi: peningkatan
produktifitas/omset/tingkat utilisasi/tingkat hunian, menigkatkan
kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumberdaya manusia.
2. Aspek pemodalan, yang meliputi: bantual modal (penyisihan 1-5%
keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha
kecil minimum 20% dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit
(KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU).
3. Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha baik dengan
system Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (Forward
Linkage), ketertarikan hilir-hulu (back-ward linkage) modal ventura,
atauun subkontrak.
4. Pengembangan sentra industry kecil dala suatu kawasan apakah
berbentuk PIK (Pemukiman Insudtri Kecil), LIK (Lingkungan Industri
Kecil), SIUK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT
(Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).
5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB
(Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan
Kerajinan).
8
9
2.5 Pola dan realitas kemitraan
Pola kemitraan di Indonesia hingga detik ini dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu :
1. Pola keterkaitan langsung, meliputi :
a. Pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), di mana Bapak Angkat sebagai
inti sedang petani kecil sebagai plasma.
b. Pola Dagang, dimana Bapak Angkat bertindak sebagai pemasar
produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya.
c. Pola Vendor, dimana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak
memiliki hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan
produk yang dihasilkan oleh bapak angkatnya.
d. Pola Subkontrak, dimana produk yang dihasilkan oleh anak angkat
merupakan bagian dari proses produksi usaha yang dilakukan oleh
bapak angkat, selain itu terdapat interaksi antara anak dan bapak
angkat dalam bentuk keterkaitan teknis, keuangan, dan atau informasi.
2. Pola keterkaitan tidak langsung, merupakan Pola pembinaan murni.
10
2.6 Kredit Usaha Kecil (KUK)
KUK adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan
plafon kredit maksimum Rp. 350.000.000,00 untk membiayai usaha yang
produktif, yaitu usaha yang dapat memberikan nilai tambah dalam
menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk pula kredit
yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit sampai
dengan Rp. 25.000.000,00 tanpa melihat jenis penggunaannya untuk kegiatan
produktif atau konsumtif dan kredit yang diberikan untuk pengadaan
perumahan.
KUK dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja. Kredit
Investasi merupakan kredit jangka menengah/panjang untuk membiayai
pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi,
modernisasi, ekspansi, relokasi, proyek, dan atau pendirian proyek baru,
sedangkan kredit modal kerja merupakan kredit jangka pendek untuk
membiayai kebutuhan modal kerja usaha atau proyek.
Di mana :
Total KUK adalah jumlah baki debit KUK dalam rupiah atau valuta
asing
11
Total kredit adalah jumlah baki debit dari seluruh kredit yang
diberikan kepada nasabah dalam rupiah dan valuta asing, termasuk
didalamnya adalah surat berharga.
KLBI bukan KUK adalah KLBI yang ditarik oleh bank dar Bank
Indonesia bukan dalam rangka KUK
Dana kelolaan adalah dana yang diterima memlalui Bank Indonesia
atau yang diterima langsung dari departemen keuangan untuk
pemberian kredit kepada nasabah dan atas pemberian kredit tersebut
bank menanggung resiko
12
Program Pengembangan Hubungan Bank-KSM (PHBK) yang dilayani
oleh BI melalui sekitar 40 Bank pelaksana, 18 lembaga swadaya
masyarakat (LSM)dan sekitar 760 kelompok Usaha
Program kredit kecamatan yang dilayani dari beberapa Bank Kredit
Kecamatan (BKK, LKPD, KURK, dan lain-lain)
13
profesionalisme perbankan pada kebanyakan LSM masih lemah. Bank
Indonesia berkerja sama dengan GTZ jerman, memperkenalkan Proyek
Kredit Mikro (PKM) PKM disalurkan melalui lembaga-lembaga dana
kredit pedesaan (LDKP).seperti BKK (Badan Kredit Kecamatan), BKD
(Badan Kredit Desa), KURK, LPN, dan sebagainya.
Replikasi model Grameen Bank juga dilakukan di Indonesia yang
dituangkan dalam program Karya Usaha Mandiri (KUM) dalam bentuk
kredit kelompok yang sangat kecil. Kredit ini terlihat mempunyai
harapan dapat membantu kegiatan ekonomi berskala rumah tangga
khususnya yang dikelola oleh perempuan di Pedesaan. Untuk skala usaha
yang produktif kredit ini masih terlalu kecil. Berdasarkan pengalaman
KUM, mekanisme tanggung renteng dalam kredit berkelompok dapat
meningkatkan kedisiplinan kreditur dalam hal pengembalian pinjaman.
Selain itu pengawasan dilaksanakan melalui control sosial dengan
memanfaatkan “budaya malu”. Model ini telah dapat dijangkau oleh
lapisan bawah karena tidak mensyaratkan adanya agunan. Persoalan yang
dihadapi model kelompok semacam ini adalah sangat sulit menilai
kelayakan usaha, selain itu kelangsungan dalam jangka panjang juga
masih perlu di uji karena masih ada unsure subsidi dalam biaya
Overhead.
Percobaan kredit kelompok yang lain dikembangkan oleh BUKOPIN
bekerjasama dengan Rabo Bank Belanda. Kredit ini disalurkan melalui
KUD mandiri. Adanya Kelompok, system tanggung renteng dan
penyaluran yang sangat memperlihatkan kebutuhan pengusaha berhasil
mengurangi masalah resiko kemacetan. Program perduli yang dicoba
dirintis Bank Internasional Indonesia (BII) mencoiba melakukan
pendekatan integrative dengan menciptakan koperasi dan pemberian
kredit dari bank formal untuk memotong jaringan usha daur ulang yang
ada. Mentri keuangan dan Bank Indonesia jugan memperkenalkan Kredit
Kelayakan Usaha (KUU) sebagai bentuk dari KUK yang pada intinya
tetap mensyaratkan kelayakan usaha sebagai agunan pokok, namun tidak
diharuskan menyertakan agunan tambahan.
14
Model lain yang dicoba adalah penyaluran kredit melalui kantor pos di
seluruh Indonesia. Sesuai dengan keputusan dari mentri keuangan, pada
tahun 1996 dimulai proyek kerjasama antara Bank BNI, PT Pos
Indonesia, Kantor Menteri Negara Kependudukan, dan Yayasan
Sejahtera Mandiri dengan sumber dana dari keuntungan
BUMN.pemanfaatan dana keuntungan BUMN 1-5% semacam ini sering
digunakan dalam bentuk kredit bergulir dalam bunga rendah. Dana ini
banyk diminati oleh pengusaha kecil, namun tetap diperlukan
pengawasan agar tidak disalahgunakan untuk usaha-usaha yang lebih
besar atau dipolitisir atau digunakan untuk tujuan promosi. Karena
jumlahnya relative kecil, dampaknya dalam skala nasional masih belum
terasa.
Skim kredit likuiditas dari bank Indonesia yang Nampak telah
menunjukan hasil adalah KUT, KKPA, KKPA PIRTrans, dan KKPK
TKI, selain pendekatan melalui kelompok keterlibatan bapak angkat
sering sangat menentukan keberhasilan pemberian kredit. Untuk itulah
Bank Indonesia juga memperkenalkan pendekatan PKUKT (Proyek
Kemitraan Usaha Kecil Terpadu).
15
kantor cabang bank. Sehingga presentase pemberian KUK oleh bank
bank secara keseluruhan cenderung menurun.
16
kelompok tersebut berhasil dalam memobilisasi tabungan anggotanya.
PKM bertujuan mendorong program pemerintah dalam meningkatkan
pendapatan dan kesempatan kerja di pedesaan, pengentasan kemiskinan,
dan meningkatkan kemampuan lembaga pedesaan. Sasaran proyek ini
adalah memberikan penyediaan pembiayaan kepada 300.000 pengusaha
mikro di 5 provinsi.
17