Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

“KEJANG DEMAM”

1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Dikaji nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan dalam keluarga, alamat
dan diagnosa keperawatan.

2) Identitas penanggung jawab


Dikaji identitas kedua orang tua (ibu dan ayah) meliputi umur, nama, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan anak.

3) Identitas saudara kandung


Dikaji nama, usia, hubungan keluarga, status kesehatan.

b. Keluhan Utama
Keluhan yang biasa di temukan pada klien dengan kejang demam yaitu kejang
karena panas.

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
Lama kejang kurang dari 15 menit bersifat general dan terjadi dalam waktu 16
jam setelah demam.
P : Provokatof/Paliatif (yang memperkuat dan memperingan keluhan)
Q : Quality (seberapa berat keluhan yang dirasakan)
R : Region (lokasi keluhan)
S : Skala (tingkat keluhan)
T : Time (kapan keluhan dirasakan)

2) Riwayat Kesehatan Dahulu


Perlu pengkajian untuk mengetahui adanya faktor penting terjadinya kejang
demam, antara lain: trauma reaksi terhadap imunisasi dan lain-lain.
a) Riwayat prenatal
Perlu dikaji mengenai riwayat kehamilan ibu, tentang pemeriksaan
kehamilannya secara rutin/tidak, mendapatkan suntikan TT, atau ibu
perokok, pengguna obat-obatan.
b) Riwayat natal
Tempat melahirkan, jenis persalinan, lama persalinan, penolong
persalinan, cara untuk memudahkan persalinan, komplikasi waktu lahir.
c) Riwayat post natal
Menanyakan kondisi bayi, nilai APGAR SCORE, pengerluaran
meconium.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji apakah ditemukan penyakit yang sama seperti yang dialami klien atau
penyakit keturunan lainnya yang akan memperkuat kondisi klien.

Genogram:
Perlu dikaji dengan siapa klien tinggal serumah. Karena apabila di dalam anggota
keluarga ada yang mempunyai penyakit kejang demam.

e. Riwayat Imunisasi
Dikaji jenis imunisasi, waktu pemberian dan reaksi setelah pemberian. Anak yang
diberikan imunisasi dapat membantu kekebalan anak dari terserang penyakit
tertentu.

f. Riwayat Tumbuh Kembang


1) Pertumbuhan Fisik
a) Berat badan
Berat badan menjadi 2 kali berat badan lahir pada bayi umur 5 bulan,
menjadi 3 kali berat badan lahir pada umur 1 tahun, dan menjadi 4 kali
berat badan lahir pada umur 2 tahun.

b) Tinggi badan
Tinggi badan rata-rata pada waktu lahir adalah 50 cm, umur 7-9 bulan
kenaikan panjang badan rata-rata 5 cm.

2) Perkembangan tiap tahap


a) Motorik kasar
(1) Memutar kepala dari sisi yang satu ke sisi yang lain pada posisi
tengkurap ( bayi baru lahir)
(2) Mengangkat kepala (usia 3 bulan)
(3) Berguling dari depan ke belakang (usia 5 bulan)
(4) Duduk bersandar (usia 7 bulan)
(5) Duduk tanpa ditopang (usia 8 bulan)
(6) Bayi mulai naik untuk berdiri (9 bulan)
(7) Bayi merambat (berjalan dengan berpegangan pada objek seperti tepi
meja atau pegangan pengaman) pada usia 10 bulan
(8) Bayi berjalan sambil memegang tangan seseorang (12 bulan)

b) Motorik halus
(1) Bayi mempunyai genggaman yang kuat (usia 1 bulan).
(2) Refleks menggenggam bayi memudar dan bayi dapat memegang
mainan (terutama yang mengeluarkan bunyi) pada usia 3 bulan.
(3) Menggenggam secara sadar (usia 5 bulan).
(4) Dapat memindahkan dari tangan ke tangan (5 bulan).
(5) Dapat menggenggam dengan ibu jari dan jari lain (3,5-8,5).
(6) Bayi mengembangkan gerakan menjepit (9-10 bulan).
(7) Mencoba untuk membangun menara dua balok (12 bulan).

c) Bahasa
(1) Alat komunikasi pertama bayi adalah menangis. Orang tua biasanya
dapat membedakan tangisan. (misalnya lapar dan letih)
(2) Bayi menggumam antara usia 1 dan 2 bulan.
(3) Bayi tertawa, mengoceh dan membuat bunyi konsonan antara usia 3
dan 4 bulan.
(4) Bayi meniru suara pada usia 6 bulan.
(5) Bayi melafalkan suku kata kombinasi (ma-ma) pada usia 8 bulan
(6) Bayi mengerti kata ‘tidak’ pada usia 9 bulan.
(7) Bayi mengatakan dan mengerti ma-ma dan da-da dalam konteks yang
benar pada usia 10 bulan.
(8) Bayi mengatakan anatar 4 dan 10 kata dalam konteks yang benar pada
usia 12 bulan.

d) Adaptasi sosial
(1) Merasa terpaksa jika ada orang asing datang.
(2) Mulai bermain dengan mainan.
(3) Takut akan kehadiran orang asing.
(4) Mudah frustasi dan memukul-mukul lengan dan kaki jika sedang kesal.

e) Bermain
(1) Jenis Permainan
(a) Bermain afektif sosial
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dan
berhubungan dengan orang lain, hal ini dapat dilakukan seperti
orang tua memeluk anaknya sambil berbicara, bersenandung,
kemudian anak memberikan respon seperti: tersenyum, tertawa,
gembira.

(b) Bermain bersenang-senang


Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui
objek yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa
adanya kehadiran orang lain, seperti bermain boneka-bonekaan,
binatang-binatangan, dan lain-lain. (Hidayat, 2005)

(2) Jenis Alat Permainan Berdasarkan Kelompok Umur


Usia 0-1 tahun
Benda (permainan) aman yang dapat dimasukkan ke dalam mulut,
gambar bentuk muka, boneka orang dan binatang, alat permainan yang
dapat digoyang dan menimbulkan suara, alat permainan yang berupa
selimut, boneka dan lain-lain. (Hidayat, 2005)
g. Riwayat Gizi
1) Pemberian ASI
Kapan ASI pertama kali diberikan.

2) Pemberian susu formula


Jelaskan alasan pemberian, jumlah pemberian dan cara memberikan.

3) Pemberian makanan tambahan


Usia berapa pertama kali diberikan dan jenis makanan yang diberikan.

4) Pola perubahan gizi tiap tahapan usia sampai gizi saat ini.
Kaji jenis nutrisi, lama pemberian dan usia dari 0-4 bulan, 4-12 bulan dan usia
saat ini.

h. Aktivitas Sehari-hari
1) Pola gizi
Biasanya anak-anak tidak nafsu makan, karena mulutnya pahit, yang
ditanyakan kebiasaan makan sehari-hari, berapa kali sehari, berapa porsi yang
dihabiskan, apa makanan yang disukai oleh anak, makan pantangan,
pembatasan pola makan, cara makan dan ritual makan.

2) Cairan
Dikaji jenis minuman yang diminum sehari-hari, berapa kali sehari, berapa
kebutuhan cairannya dan cara pemenuhan.

3) Eliminasi (BAB dan BAK)


Dikaji tempat pembuangan BAB dan BAK, berapa kali sehari, konsitensi
encer/lembek, apakah ada kesulitan.

4) Istirahat tidur
Dikaji jam tidur siang dan malam, biasanya terjadi perubahan jam istirahat
tidur, serta kurangnya kebutuhan istirahat tidur suhu tubuh tinggi.

5) Olahraga
Dikaji program olahraga, jenis dan frekuensi dan kondisi setelah olahraga.

6) Personal hygiene
Mengalami gangguan perubahan pada perawatan personal hygiene karena
adanya kelemahan fisik, disamping itu karena kurangnya pengetahuan orang
tua mengenal perawatan personal hygiene anak dan keluarga merasa takut.

7) Aktivitas/mobilitas fisik
Dikaji kegiatan sehari-hari, apakah ada pengaturan jadwal harian.
8) Rekreasi
Dikaji perasaan saat sekolah, waktu luang, setelah bermain, waktu senggang
keluarga.

i. Riwayat Psikososial
Kaji tentang tempat tinggal klien, lingkungan rumah, adakah tangga yang bisa
berbahaya, hubungan antar anggota.

j. Riwayat Spiritual
Kaji tentang support system dalam keluarga dan kegiatan keagamaan.

k. Reaksi Hospitalisasi
1) Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap.
Tanyakan pada orang tua alasan membawa anaknya ke RS, kondisi anak,
perasaan orang tua, kehadiran orang tua dalam mengunjungi anaknya dan
orang yang tinggal dengan anak.

2) Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap


Tanyakan pada anak alasan keluarga/orang tua membawa anak ke RS,
keadaan/kondisi anak, apakah dokter menceritakan tentang penyakitnya dan
perasaan dirawat di RS.

l. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum klien : tampak lelah dan gelisah.
2)
3) Kesadaran : PCS (Pedriatik Coma Scale) sampai penurunan
kesadaran sering menangis dan rewel.

4) Tanda-tanda vital : tekanan darah, pernafasan, nadi normal, suhu


tinggi.

5) Antropometri :Meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar


lengan atas.

6) Head to Toe
a) Kepala : Apakah ubun-ubun cekung, cembung atau
tertutup, kebersihan kulit kepala.

b) Mata : Simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau


tidak, sclera ikterik atau tidak, bagaimana reflek
mengedipnya, pupil isokor atau unisokor.

c) Hidung : Simetris atau tidak, kebersihan.


d) Telinga : Simetris atau tidak, kebersihan.

e) Mulut : Mukosa bibir, warna bibir, jumlah gigi,

kebersihan.

f) Leher : Terdapat pembesaran kelenjar thyroid atau


tidak, simetris atau tidak.

g) Dada : Bentuk, pengembangan dada, bunyi nafas,


bunyi jantung S1 dan S2.

h) Abdomen : Bentuk: datar, cembung, cekung, bising usus,


bunyiabdomen.

i) Genetalia dan anus


Laki-laki : Kebersihan, hypospadias, hidrokel.
Perempuan : Kebersihan, labia minor, labia mayor.
Anus : Kemerahan atau tidak, kebersihan.

j) Ekstermitas
Atas : Tonus otot, ROM.
Akral : Hangat atau dingin, Capilary Rate Time
Bawah : Tonus otot, ROM
Akral : Hangat atau dingin, Capilary Rate Time

k) Kuku dan kulit


Kuku : Bentuk, warna.
Kulit : Warna, tekstur, turgor, kelembaban.

m. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


1) Fungsional
a) Berkurangnya pergerakan yang berlebihan.
b) Perkembangan dari koordinasi otot “sekaligus ia dapat menulis dengan
baik”
c) Dapat menggambar huruf yang besar.
d) Kekuatan otot bertambah
e) Perkembangan fungsional dari alat reproduksi

2) Fisik
Memasuki masa pubertas terjadi perubahan berat badan dan tinggi badan yang
sedikit berbeda dengan bahu “sebelumnya miring” lebih kurang 2 kg dan 6-8
cm pertahun.
3) Kognitif
Sudah dapat membangun hipotase sendiri sebelum memenuhi suatu reaksi
dapat berfikir abstrak dapat melakukan tindakan secara serentak.

n. Test Diagnostik
- EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal/gangguan fidusi otak akibat lesi
organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah
kejang.

- Radiologi
Rontgen kepala, CT Scan, MRI atas indikasi.

- Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di
otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.

- Laboratorium
Darah rutin, elektrolit, gula darah
(Sukarmin, 2009)

2. Diagnosa Keperawatan
a) Analisa Data
Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap maka tahapan selanjutnya adalah
menganalisa data untuk menentukan masalah keperawatan.

Bagan dibawah ini adalah perjalanan penyakit kejang demam sampai timbulnya
masalah keperawatan:

ISPA, otitis media,


pnemonia,
gastroenteritis, infeksi
saluran kemih, herediter

Pelepasan
Piregon

Reaksi
Inflamasi
Proses
Infeksi

Resiko kejang Suhu tubuh meningkat


berulang (hipertermi)

Difusi K dan Na

Pelepasan muatan listrik

Meluas ke seluruh sel dan membran sel

Akumulasi sekret Kejang Resiko cidera

Bersihan jalan nafas


≤ 15 menit
tidak efektif ≤ 15 menit

Tidak menimbulkan Kebutuhan O2


gejala

Asidosis Aktivitas Hiperkapnia Hipoksemia Denyut


laktat otot Jantung

Metabolisme
Suhu otak
tubuh

Kerusakan neuron
otak
Hipotensi

Penurunan suplai O2

Resiko tinggi gangguan perfusi


jaringan ke otak

(Ngastiyah, 2012)

b) Dampak masalah penyakit kejang demam terhadap kebutuhan dasar manusia:


1. Peningkatan suhu tubuh
Keadaan ini terjadi akibat pelepasan pirogenm terjadi reaksi inflamasi dan
menyebabkan proses infeksi.
2. Resiko kejang berulang
Keadaan ini terjadi akibat pelepasan pirogen terjadi reaksi inflamasi
kemudian terjadi proses infeksi dan mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh.
3. Resiko cidera
Keadaan ini terjadi akibat peningkatan suhu tubuh. Terjadilah difusi K dan
Na yang mengakibatkan pelepasan muatan listrik kemudian menyebar ke
seluruh sel dan membran sel dan mengakibatkan kejang.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Keadaan kejang ini terjadi menyebabkan akumulasi sekret dan terjadilah
bersihan jalan nafas tidak efektif.
5. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak
Keadaan kejang ini terjadi > 15 menit peningkatan denyut jantung
mengakibatkan kerusakan neuron otak menyebabkan hipotensi
mengakibatkan penurunan suplai O2.

c) Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
2. Resiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
3. Resiko cidera berhubung dengan kejang.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
5. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak berhubungan dengan
penurunan suplai O2.
3. Perencanaan/intervensi
Diagnosa 1 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil : Suhu 36,5-37,5 ºC (bayi), 36-37,5ºC (anak)

Intervensi Rasional
1. Observasi suhu tiap 4 jam. 1. Pemantauan yang teratur
menentukan tindakan yang akan
dilakukan.

2. Kompres dingin dan ajarkan 2. Kompres dingin terjadi


keluarga cara mengompres. perpindahan panas secara
konduksi.

3. Longgarkan pakaian, berikan 3. Proses konveksi akan terhalang


pakaian tipis yang menyerap oleh pakaian yang ketat.
keringat.

4. Menganjurkan untuk memberi 4. Saat demam kebutuhan akan


ekstra cairan (ASI, air, susu). cairan tubuh meningkat.

5. Jaga kebutuhan cairan anak 5. Cairan yang cukup akan menjaga


tercukupi memberikan pemberian kelembaban sel sehingga sel
intravena. tubuh tidak mudah rusak akibat
suhu tubuh yang tinggi. Cairan
intravena juga berfungsi
mengembalikan cairan yang
banyak hilang lewat proses.

6. Kolaborasi pemberian antipiretik. 6. Antipretik berfungsi untuk


penurunan panas.

Diagnosa II : Resiko kejang berulang b.d peningkatan suhu tubuh.


Tujuan : Tidak mengalami kejang.
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi serangan kejang ulang
- Suhu 36,5-37,5ºC (bayi), 36-37,5ºC (anak)
- Nadi 110-120x/menit (bayi), 100-110 (anak)
- Respirasi 30-40x/menit (bayi), 24-28x/menit (anak)

Intervensi Rasional
1. Observasi kejang dan TTV tiap 4 1. Perubahan suhu tubuh
jam. mengidentifikasikan beratnya
kejang.

2. Longgarkan pakaian, berikan 2. Proses konveksi akan terhalang


pakaian tipis yang mudah oleh pakaian yang ketat.
menyerap keringat.
3. Kompres dingin dan ajarkan 3. Kompres dingin terjadi
keluarga cara mengompres. perpindahan panas secara
konduksi.
4. Menganjurkan untuk memberi
ekstra cairan (ASI, air, susu). 4. Saat demam kebutuhan akan
cairan tubuh meningkat.
5. Kolaborasi pemberian anti kejang.
5. Menanggulangi kejang berulang

Diagnosa III : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret.
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria Hasil :
- Sekresi mukus berkurang.
- Gigi tidak menggigit.

Intervensi Rasional
1. Ukur tanda-tanda vital. 1. Untuk mengetahui status keadaan
pasien secara umum.

2. Lakukan penghisapan lendir. 2. Menurunkan resiko aspirasi.

3. Letakkan pasien pada posisi miring 3. Mencegah lidah jatuh kebelakang


dan permukaan datar. dan menyumbat jalan nafas.

4. Longgarkan pakaian pasien. 4. Mengurangi tekanan jalan nafas.

Diagnosa IV : Resiko cidera b.d kejang.


Tujuan : tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
- Faktor penyebab diketahui.
- Mempertahankan aturan pengobatan.
- Meningkatkan keamanan lingkungan.
Intervensi Rasional
1. Beri pengaman pada sisi tempat 1. Meminimalkan injuri saat kejang.
tidur dan penggunaan tempat tidur
yang rendah.

2. Jangan tinggalkan pasien selama 2. Meningkatkan keamanan pasien.


fase kejang.

3. Beri tongue spatel antara gigi dan 3. Menurunkan resiko trauma pada
lidah. mulut.

4. Letakkan pasien pada tempat tidur 4. Membantu menurunkan resiko


yang lembut. injuri fisik pada ekstermitas
ketika kontrol otot volunte kejang.
5. Setelah kejang berikan pasien 5. Mencegah penutupan jalan nafas.
posisi miring, bila tidak
memungkinkan angkat dagunya ke
atas dan ke depan dengan kepala
mendongak ke belakang.
6. Longgarkan pakaian pasien. 6. Mengurangi tekanan pada jalan
nafas.

7. Catat tipe dan frekuensi kejang. 7. Membantu menurunkan lokasi


area cerebral yang terganggu.

8. Catat tanda-tanda vital setelah fase 8. Mendeteksi secara dini keadaan


kejang. yang abnormal

Diagnosa V : Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b.d penurunan suplai
O2.
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Kesadaran baik.
- Tanda-tanda vital stabil.
- Fungsi neurologi tidak terganggu.
- Tidak ada sakit kepala.
- Tidak ada peningkatan TIK.

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV. 1. Periksa TTV sangat penting untuk
mengetahui tindakan selanjutnya.

2. Tentukan faktor-faktor yang 2. Penurunan tanda atau gejala


berhubungan dengan keadaan neurologis atau kegagalan dalam
tertentu atau menyebabkan pemulihannya setelah serangan
penurunan perfungsi jaringan otak. awal menunjukkan bahwa pasien
itu perlu dipindahkan ke
keperawatan intensif.

3. Pertahankan leher atau kepala pada 3. Kepala yang miring pada satu sisi
posisi tengah kemudian sokong akan menekan vena jugularis dan
dengan handuk kecil atau bantal menghambat aliran darah vena
kecil. yang selanjutnya meningkatkan
TIK.

4. Catat adanya refleks-refleks 4. Penurunan refleks menandakan


menelan, batuk, babinsi, dan reaksi adanya kerusakan pada tingkat
pupul. otak yang sangat berpengaruh
langsung terhadap keamanan
pasien.
4. Tindakan/Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan
rencana tindakan yaitu dengan melanjutkan pengkajian, melakukan tindakan
keperawatan serta rencana keperawatan sesuai dengan keadaan pasien.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan dari rencana tindakan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan, jika terjadi kesenjangan maka rencana tindakan
yang telah ada dapat di pertahankan atau dimodifikasi kembali sehingga tindakan
keperawatan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sesuai diagnosa. Adapun dari
setiap diagnosa diharapkan:
1. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
2. Resiko kejang berulang tidak terjadi.
3. Resiko cidera tidak terjadi.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi.
5. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak tidak terjadi.

Anda mungkin juga menyukai