MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen
Lanjutan
Disusun oleh :
1. Alifia Chindri (15102160)
2. Nurlaeli Aprilia Sahri (15102155)
3. Putri Larastika (15102102)
4. Syifa Harumi (15102104)
UNIVERSITAS TRILOGI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
JAKARTA
2018
1.1 Teori Lean Six Sigma
Lean six sigma merupakan sebuah metode pengembangan dari dua buah metode Lean yang
fokusnya terhadap pemborosan (waktu, biaya, bahan baku dan lainnya), sementara SixSigma
berfokus terhadap produk yang cacat. Lean six sigma menjadi sebuah metodologi yang
memaksimalkan nilai pemegang saham dengan mencapai nilai tercepat dalam pengembangan
di kepuasan pelanggan, biaya, kualitas, kecepatan proses, dan modal investasi. Semenjak lean
six sigma dimulai dengan pelanggan, tujuannya jelas yaitu penyisihkan apapun yang tidak
menjadi kebutuhan. Prinsip lean six sigma adalah kegiatan yang meyebabkan masalah penting
terhadap kualitas pelanggan dan menciptakan penundaan waktu terlama dalam proses apapun,
peluang terbesar untuk peningkatan biaya, kualitas, modal dan waktu tunggu. Sehingga tujuan
dari Lean Six Sigma adalah bagaimana untuk mencapai produk berkualitas sesuai dengan
kebutuhan pelanggan yang efisien
PK (Masa lalu)
Berdasarkan in vitro parameter,seperti potensi enzim atau stabilitas metabolik dari tes
hepatosit, senyawa diajukan untuk pengukuran in vivo parameter PK. Menggunakan hasil ini,
biasanya menggunakan tikus sebagai spesies utama, proyek LO kemudian akan membuat
keputusan tentang bagaimana untuk senyawa tertentu yang menarik dan seri kimia. Pada
pengumpulan data dan informasi PK sebelumnya, setiap proyek LO akan meminta beberapa
slot dosis per bulan, tanpa pengetahuan tentang kebutuhan proyek tersebut.
Gambar 1: SIPOC Diagram. diagram alir sederhana merinci orang yang terlibat dalam setiap langkah dari proses PK dan apa yang mereka bawa ke
atau menerima dari proses PK. Daerah yang disorot dalam kotak merah muda yang dikenal blocker proses atau penyebab keterlambatan.
2. Measure (Mengukur) : Fase ini akan mengukur periode waktu yang dihabiskan untuk
mengumpulkan data sebelum melakukan proses PK. Dalam fase ini juga ilmuwan dapat
melihat peningkatan yang terjadi dalam proses pk dengan mengukur laporan khusus
yang ditujukan untuk dapat menelaah informasi.
10
dalam masalah penjadwalan laporan
68 Deviasi dikumpulkan selama fase perbaikan
24
terus-menerus menunjukkan masalah DMPK terkait dan
orang-orang eksternal untuk DMPK telah secara
0
5. Control (Mengendalikan) : Fase akhir ini akan digunakan agar LSS yang diterapkan
pada industri farmasi dapat dipantau dan dikendalikan untuk mempertahankan dampak
jangka panjang dari perubahan yang dilakukan.
Dalam upaya untuk memenuhi permintaan dan kapasitas, slot PK tidak lagi untuk satu-
satunya digunakan oleh proyek LO tertentu. Setiap slot ditugaskan untuk proyek ( dan
sebaliknya selama pra-pelaksanaan) bagi mereka untuk digunakan sebagai mereka
inginkan. Setiap kapasitas yang tidak dibutuhkan kemudian ditawarkan kepada proyek
LO yang tersisa.
Karena pelakasanaan dalam penemuan obat dengan menggunakan Len Six Sigma,
membuat ilmuwan DMPK mempunyai lebih banyak waktu untuk pegembangan uji inovatif
lainnya, tidak seperti sebelum menerapkan LSS yang menghabiskan sejumlah besar
minggu kerja untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dari studi kasus ini juga
membuat industry farmasi dapat melakukan pengembangan obat dari spesies yang berbeda,
kemudian peningkatan pengeambilan keputusan untuk pelanggan (LO), Inovasi meningkat
yang membuat kesempatan ilmuwan DMPK untuk bekerja lebih ilmiah.
1.2.2 Implementasi Lean Six Sigma pada SME (Studi Kasus pada Perusahaan Percetakan)
Kerangka kerja LSS yang diusulkan dalam makalah ini difokuskan pada UKM,
khususnya dalam industri percetakan label. Lingkungan yang diamati untuk implementasi LSS
di perusahaan studi kasus adalah tidak terlalu mendukung manajemen kualitas. Perusahaan
menempatkan fokusnya hanya pada produksi dan bertujuan untuk mengatasi permintaan
pelanggan. Namun, fokusnya dalam produksi tidak membantu dalam mengatasi kualitas
produk, sehingga mengalihkan perhatian mereka ke manajemen kualitas, khususnya di LSS.
Implementasi LSS sangat sulit dalam UKM karena tidak memiliki personel ahli dan
pengalaman di bidang LSS untuk memimpin proyek. Kerangka kerja tampaknya rumit dan
mungkin memerlukan biaya implementasi yang tinggi. Karena kurangnya pengetahuan di LSS,
tidak relevan untuk menyediakan kerangka kerja umum untuk UKM. Kerangka umum tanpa
panduan langkah demi langkah sangat tidak berguna jika tidak ada ahli yang memimpin proyek
LSS. Oleh karena itu, kerangka kerja yang dikembangkan memberikan panduan yang detail
dan sederhana dalam setiap fase untuk orang-orang yang tidak memiliki keahlian dan
pengalaman dalam bidang ini.
Kerangka kerja LSS yang dikembangkan diverifikasi di perusahaan percetakan label
SME. Bagian pencetakan label menghasilkan berbagai jenis label seperti label komputer, offset
& silkscreen stiker dan label kode bar. Manajemen ingin menerapkan LSS karena produksi
pencetakan label memiliki produktivitas rendah dan menghasilkan pemborosan yang tinggi
dimana ia meningkatkan lead time dari produksi dan biaya produk.
Lean Six Sigma Framework
Gambar 1 Kerangka kerja implementasi Lean Six Sigma dalam industri pencetakan label
Kerangka kerja LSS memiliki lima (5) fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1
dengan setiap fase menyediakan panduan yang mudah dan struktural menuju akar penyebab
identifikasi masalah untuk mengusulkan dan menerapkan solusi yang layak dengan
menghilangkan akar penyebab melalui perbaikan terus menerus. Kerangka kerja LSS
merupakan penyederhanaan metodologi DMAIC Six Sigma dengan panduan langkah-langkah
untuk memanfaatkan alat lean tertentu di setiap fase untuk menentukan peningkatan peluang
dan analisis lebih lanjut mengenai masalah.
Tahap 1: Tentukan masalah - Pengumpulan Data
Pada tahap ini, perusahaan harus mengidentifikasi akar penyebab masalah agar dapat
terselesaikan. Namun Dalam studi kasus ini, perusahaan tidak mampu mengatasi tuntutan yang
menyebabkan ketidakpuasan pelanggan dengan pengiriman produk yang terlambat.
Perusahaan juga tidak dapat menerima pesanan yang mendesak sehingga menyebabkan
pengurangan pada jumlah pelanggan di perusahaan. Meskipun jelas bahwa masalahnya adalah
ketidakmampuan untuk mengatasi tuntutan, akar penyebab masalah belum diidentifikasi.
Untuk menentukan akar penyebab masalah, data mengenai produksi percetakan harus
dikumpulkan dan dianalisis di fase berikutnya. Pengumpulan data termasuk data mengenai
produk, kapasitas dan kemampuan produksi percetakan dan aliran proses. Pengamatan data
dilakukan berdasarkan pengamatan di lini produksi, diskusi dengan manajer, supervisor, dan
operator bagian percetakan dan studi waktu.
Namun, dalam industri UKM memiliki kekurangan dalam data tertulis karena fokusnya
pada terus memproduksi untuk mengatasi permintaan, sementara personil untuk memimpin
inisiatif manajemen kualitas di produksi dirasa tidak ada. Serta pencetakan label hanya
memanfaatkan satu mesin cetak untuk satu perintah kerja dan setiap urutan pekerjaan bervariasi
sesuai untuk jenis tinta, label, dan kata-kata yang dicetak. Setiap jenis mesin memiliki
kemampuan dan perintah kerja tersendiri dan diberi jadwal untuk setiap mesin sesuai dengan
kemampuan mesin dan persyaratan perintah kerja.
Berdasarkan Tabel 1, output produksi saat ini untuk setiap mesin kira-kira 50% lebih
rendah dari kemampuannya untuk mesin tipe A; 40% dan 45% lebih rendah masing-masing
untuk mesin tipe B dan C. Data pada produksi saat ini output didasarkan pada hasil produksi
bulanan rata-rata untuk tahun 2011.
Gambar 3: Bagan Pareto waktu yang digunakan untuk setiap proses pengaturan
Prinsip Pareto menyatakan bahwa 80% masalah berasal dari 20% penyebabnya. Dalam
hal ini seperti yang digambarkan dalam Gambar 3, penyebab utama waktu pengaturan tinggi
adalah karena pencetakan uji, persiapan tinta dan pemasangan cetakan mati. Oleh karena itu
melalui VSM, studi waktu dan diagram Pareto, sumber masalah yang menyebabkan
produktivitas rendah diidentifikasi. Tiga proses setup yaitu pencetakan uji, persiapan tinta dan
pemasangan cetakan mati kemudian akan dianalisis lebih lanjut untuk menentukan akar
penyebab waktu setup yang tinggi pada fase berikutnya.
Gambar 7 5Why Analisis pada akar penyebab yang sulit untuk menemukan bahan
Hasil
1.3 Kesimpulan
Dua dasar strategi dapat menjadi usulan untuk mengembangkan operasi manufaktur, yaitu lean
produksi dan six sigma. Lean manufaktur mengevaluasi semua operasi pabrik dan meninjau
serta merestruktur manufaktur dan metode konstruksi untuk mengurangi kegiatan tambahan
seperti kehilangan waktu, menunggu, transportasi dan penggantian material yang tidak sesuai,
peralatan dan kelebihan produksi yang dibutuhkan.
Penerapan kerangka LSS telah memberikan pendekatan yang sistematis dan terpandu untuk
mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan solusi yang layak dan mempertahankan
perbaikan yang dilakukan. Setiap langkah yang diambil dalam pendekatan ini telah ditunjukkan
dalam perincian di setiap fase penelitian
Daftar Pustaka
Sheridan,J.H.(2000),“Leansigmasynergy”,IndustryWeek,Vol.249No.17,pp.81-82.
Byrne, G., Lubowe, D. and Blitz, A. (2007), “Using a Lean Six Sigma approach to drive
innovation”, Strategy&Leadership,Vol.35No.2,pp.5-10.
George,M.(2002),LeanSixSigma:CombiningSixSigmaQualitywithLeanProductionSpe
ed,McGrawHillEducation,NewYork,NY.
George, M. (2003), Lean Six Sigma for Service: How to Use Lean Speed and Six Sigma
Quality to ImproveServicesandTransactions,McGraw-HillEducation,NewYork,NY.
Black, J.T. and S.L. Hunter, 2003. “Lean Manufacturing System and Cell Design”,
SME
Salah, S., Rahim, A. and Carretero, J.A. (2010), “The integration of Six Sigma and lean
management”, InternationalJournalofLeanSixSigma,Vol.1No.3,pp.249-274.
Pacheco, D., Pergher, I., Vaccaro, G.L.R., Jung, C.F. and ten Caten, C. (2015), “18
comparative aspects between lean and Six Sigma: complementarity and implications”,
International Journal of Lean SixSigma,Vol.6No.2,pp.161-175.
Albliwi, S.A., Antony, J. and Lim, S.A.H. (2015), “A systematic review of Lean Six
Sigma for the manufacturing industry”, Business Process Management
Journal,Vol.21No.3,pp.665-691.
Boynton, A.C. and Zmud, R.W. (1984), “An assessment of critical success factors”,
Sloan Management Review,Vol.25No.4,pp.17-27.
Brotherton,B.andShaw,J.(1996),
“Towardsanidentificationandclassificationofcriticalsuccess factors in UK hotels plc”,
International Journal of Hospitality Management, Vol. 15 No. 2, pp.113-135
Antony, J., Krishan, N., Cullen, D. and Kumar, M. (2012), “Lean Six Sigma for higher
education institutions (HEIs) challenges, barriers, success factors, tools/techniques”,
International Journal ofProductivityandPerformanceManagement,Vol.61No.8,pp.940-
948.