Anda di halaman 1dari 15

LEAN SIX SIGMA

MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen
Lanjutan

Dosen : Novita, S.E., Ak., M.Ak., CA

Disusun oleh :
1. Alifia Chindri (15102160)
2. Nurlaeli Aprilia Sahri (15102155)
3. Putri Larastika (15102102)
4. Syifa Harumi (15102104)

UNIVERSITAS TRILOGI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
JAKARTA
2018
1.1 Teori Lean Six Sigma

Lean six sigma merupakan sebuah metode pengembangan dari dua buah metode Lean yang
fokusnya terhadap pemborosan (waktu, biaya, bahan baku dan lainnya), sementara SixSigma
berfokus terhadap produk yang cacat. Lean six sigma menjadi sebuah metodologi yang
memaksimalkan nilai pemegang saham dengan mencapai nilai tercepat dalam pengembangan
di kepuasan pelanggan, biaya, kualitas, kecepatan proses, dan modal investasi. Semenjak lean
six sigma dimulai dengan pelanggan, tujuannya jelas yaitu penyisihkan apapun yang tidak
menjadi kebutuhan. Prinsip lean six sigma adalah kegiatan yang meyebabkan masalah penting
terhadap kualitas pelanggan dan menciptakan penundaan waktu terlama dalam proses apapun,
peluang terbesar untuk peningkatan biaya, kualitas, modal dan waktu tunggu. Sehingga tujuan
dari Lean Six Sigma adalah bagaimana untuk mencapai produk berkualitas sesuai dengan
kebutuhan pelanggan yang efisien

1.1.1 Konsep Lean Six Sigma


istilah "Lean Six Sigma" pertama kali diucapkan sekitar milenium baru oleh Sheridan
(2000) setelah itu sebagian besar diyakini menjadi semakin populer (Byrne et al., 2007).
Michael George adalah yang terdepan referensi ketika datang ke Lean Six Sigma. Dia
memberikan pandangan yang tegas tentang mengapa fusi itu penting untuk evolusi masa depan
perbaikan proses atau peningkatan berkelanjutan konsep. George mengajukan tiga alasan
utama mengapa fusi itu perlu terjadi:
 Lean tidak dapat mempertahankan proses di bawah kendali statistik;
 Six Sigma sendiri tidak dapat secara dramatis meningkatkan kecepatan proses atau
mengurangi investasi modal (George, 2002); dan
 Lean dan Six Sigma memfasilitasi pengurangan biaya kompleksitas (George, 2003).
Menurut Devane, konsep utama lean six sigma adalah :
1. Suara pelanggan dan “CTQ”
2. Metrik six sigma
3. Penghapusan limbah dan NVA activity
4. Proses
5. Variasi yang tidak diinginkan adalah musuh
6. Value stream
7. Proses peningkatan DMAIC
1.1.2 Lean Manufacturing + Six Sigma = Lean Six Sigma
1. Manufaktur lean adalah sebuah filosofi yang berfokus pada pengiriman produk kualitas
tinggi pada harga terendah dan waktu yang tepat. Manufaktur lean fokus pada
menghilangkan pemborosan atau non value added activity. Dalam Black dan Hunter,
penulis mengusulkan 10 langkah proses untuk mencapai produksi lean.
a. Menyusun kembali sistem manufaktur
b. Menyusun pengurangan dan penyisihan
c. Menggabungkan quality control ke dalam manufacturing
d. Menggabungkan pemeliharaan preventif
e. Tingkat, seimbang, urutan dan sinkronisasi
f. Menggabungkan control produksi ke dalam manufaktur
g. Mengurangi Work-In-Process (WIP)
h. Mengintegrasikan pemasok
i. Otonom
j. Computer-Integrated Manufacturing
2. Six sigma mulai menggunakan alat statistic dan teknik dalam bisnis, transaksi dan
proses manufaktur. Telah terbukti sukses dalam mengurangi biaya, meningkatkan
waktu siklus, menghilangkan cacat, meraih kepuasan pelanggan dan menaikkan
profitabilitas. Model dari six sigma adalah :
1. Define
2. Measure
3. Analyze
4. Improve
5. Control

1.1.3 Manfaat Menggabungkan Six Sigma pada Lean Produksi


Menggabungkan lean dan six sigma sebagian besar terletak pada gagasan bahwa kedua
alat konsep, teknik, praktik, dan metodologi dapat digunakan secara bersama (George, 2002,
2003; Salah et al., 2010). Pacheco dkk. (2015) dalam membandingkan komplementaritas dan
implikasi Lean dan Six Sigma menyediakan manfaat dari sinergi dari kedua konsep tersebut.
Fokus penelitian terkini di beberapa institusi akademik dan penelitian saat ini adalah untuk
mengintegrasikan prinsip-prinsip Lean dan six sigma untuk mencapai efisiensi operasional
yang lebih besar. Dari penggabungan dua metode ini akan menghasilkan banyak manfaat.
Albliwi et al. (2015) memberikan sepuluh manfaat utama yang dialami dari implementasi Lean
Six Sigma sebagai berikut:
1. peningkatan laba dan penghematan keuangan;
2. peningkatan kepuasan pelanggan;
3. mengurangi biaya;
4. mengurangi waktu siklus;
5. meningkatkan metrik kinerja utama;
6. mengurangi cacat;
7. pengurangan waktu perincian mesin;
8. mengurangi persediaan;
9. peningkatan kualitas; dan
10. peningkatan kapasitas produksi.

1.1.3 Alat Proses Lean Six Sigma


5S adalah seperangkat teknik yang digunakan untuk meningkatkan praktik di tempat
kerja yang memfasilitasi visual control dan implementasi lean, yaitu : sort, set in order, shine,
standardize, sustain. 5S dapat digunakan untuk membedakan antara kondisi normal dan
abnormal secara sekilas. 5S adalah fondasi untuk perbaikan berkelanjutan, tanpa cacat,
pengurangan biaya, dan sebuah area kerja yang aman dan sebuah cara sistematik untuk
meningkatkan tempat kerja, proses, dan produk.

1.1.4 Faktor keberhasilan penting Lean Six Sigma


CSF adalah elemen substansial yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi
program seperti Lean Six Sigma. Kepatuhan dan efek pada CSF adalah kunci yang menentukan
keberhasilan dan kegagalan program atau inisiatif. CSF adalah elemen teknis penting yang
harus dicapai untuk mendapatkan keunggulan kompetitif (Brotherton dan Shaw, 1996).
Boynton dan Zmud (1984) menjelaskan bahwa CSF adalah aspek penting yang perlu sehat dan
berfungsi dengan baik untuk memastikan dan mempertahankan hasil dan keberhasilan yang
optimis. Antony dkk. (2012) menyarankan CSFs adalah aspek penting yang perlu
didefinisikan, dipahami dan dilacak dalam melaksanakan proyek Lean Six Sigma dalam suatu
organisasi, karena mereka berfungsi sebagai indikator penting pada pencapaian inisiatif.

1.2 Implementasi Lean Six Sigma


1.2.1 Lean Six Sigma untuk Penemuan Obat di Astrazeneca, United Kingdom
Dengan persaingan yang terus meningkat juga dalam setiap industri, termasuk industri
farmasi, dibawah fokus metode LSS bertujuan untuk mendapatkan obat baru yang diturunkan
ke pasar secepat mungkin. Sebuah proyek Lean Sigma pada insutri farmasi dimulai dalam
Discovery Drug Metabolism and Pharmacokinetics (DMPK) atau penemuan metabolisme obat
dan farmakokinetik degan tujuan meningkatkan proses pengumpulan data in vivo
farmakokinetik (PK). Pelanggan didefinisikan sebagai Lead Optimixation (LO) proyek. Proses

 PK (Masa lalu)

Berdasarkan in vitro parameter,seperti potensi enzim atau stabilitas metabolik dari tes
hepatosit, senyawa diajukan untuk pengukuran in vivo parameter PK. Menggunakan hasil ini,
biasanya menggunakan tikus sebagai spesies utama, proyek LO kemudian akan membuat
keputusan tentang bagaimana untuk senyawa tertentu yang menarik dan seri kimia. Pada
pengumpulan data dan informasi PK sebelumnya, setiap proyek LO akan meminta beberapa
slot dosis per bulan, tanpa pengetahuan tentang kebutuhan proyek tersebut.

Kemudian, LSS diterapkan untuk melakukan metodologinya dalam implementasi yang


dilakukan astrazeneca. Penerapan dalam aplikasi penemuan obat :

1. Define (Menetapkan) : Adanya kesepakatan antara tim proyek LO dengan pelaksana


studi PK untuk menyepakati kebutuhan, kemudian apa yang harus dilakukan dan sama-
sama memahami mengenai proyek PK. Pada fase ini dapat dilakukan dengan membuat
digram SIPOC (Supplier, Input, Output, Process, dan Output)

Gambar 1: SIPOC Diagram. diagram alir sederhana merinci orang yang terlibat dalam setiap langkah dari proses PK dan apa yang mereka bawa ke
atau menerima dari proses PK. Daerah yang disorot dalam kotak merah muda yang dikenal blocker proses atau penyebab keterlambatan.

2. Measure (Mengukur) : Fase ini akan mengukur periode waktu yang dihabiskan untuk
mengumpulkan data sebelum melakukan proses PK. Dalam fase ini juga ilmuwan dapat
melihat peningkatan yang terjadi dalam proses pk dengan mengukur laporan khusus
yang ditujukan untuk dapat menelaah informasi.

3. Analyze (Menganalisa) : Dalam kasus ini, ilmuwan akan mengidentifikasi akar


penyebab dari beberapa masalah, kemudian menentukan peluaang perbaikan dan
memprioritaskan masalah yang signifikan untu diselesaikan dalam tujuan dari proyek
PK ini.
4. Improve (Memperbaiki) : Salah satu yang diperbaiki adalah peningkatan komunikasi,
baik anyar ti proyek LO dalam DMPK perihal waktu dan sumber daya dan
pengembangan alat yang digunakan untuk meningkatkan proses.
Salah satu yang dilakukan perusahaan adalah membuat laporan penyimpangan, seperti
dibawah ini :
Gambar 3: laporan penyimpangan.
Menunjukkan
proyek pra frekuensi yang masalah tertentu terjadi. Contoh dari
LSS DMPK terkait penyimpangan akan menjadi kegagalan
analisis sampel, deviasi eksternal bisa menjadi
18
Proyek kurangnya ketersediaan senyawa dan deviasi
16 selama lss perencanaan mungkin menjadi masalah mengenai
14
berjalan komunikasi antara DMPK dan departemen lain yang
dihasilkan
12

10
dalam masalah penjadwalan laporan
68 Deviasi dikumpulkan selama fase perbaikan
24
terus-menerus menunjukkan masalah DMPK terkait dan
orang-orang eksternal untuk DMPK telah secara
0

DMPK Luar perencanaan


dramatis berkurang dan tetap rendah. masalah
perencanaan telah dieliminasi.
Sumber penyimpangan

5. Control (Mengendalikan) : Fase akhir ini akan digunakan agar LSS yang diterapkan
pada industri farmasi dapat dipantau dan dikendalikan untuk mempertahankan dampak
jangka panjang dari perubahan yang dilakukan.

Dalam upaya untuk memenuhi permintaan dan kapasitas, slot PK tidak lagi untuk satu-
satunya digunakan oleh proyek LO tertentu. Setiap slot ditugaskan untuk proyek ( dan
sebaliknya selama pra-pelaksanaan) bagi mereka untuk digunakan sebagai mereka
inginkan. Setiap kapasitas yang tidak dibutuhkan kemudian ditawarkan kepada proyek
LO yang tersisa.
Karena pelakasanaan dalam penemuan obat dengan menggunakan Len Six Sigma,
membuat ilmuwan DMPK mempunyai lebih banyak waktu untuk pegembangan uji inovatif
lainnya, tidak seperti sebelum menerapkan LSS yang menghabiskan sejumlah besar
minggu kerja untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dari studi kasus ini juga
membuat industry farmasi dapat melakukan pengembangan obat dari spesies yang berbeda,
kemudian peningkatan pengeambilan keputusan untuk pelanggan (LO), Inovasi meningkat
yang membuat kesempatan ilmuwan DMPK untuk bekerja lebih ilmiah.

1.2.2 Implementasi Lean Six Sigma pada SME (Studi Kasus pada Perusahaan Percetakan)
Kerangka kerja LSS yang diusulkan dalam makalah ini difokuskan pada UKM,
khususnya dalam industri percetakan label. Lingkungan yang diamati untuk implementasi LSS
di perusahaan studi kasus adalah tidak terlalu mendukung manajemen kualitas. Perusahaan
menempatkan fokusnya hanya pada produksi dan bertujuan untuk mengatasi permintaan
pelanggan. Namun, fokusnya dalam produksi tidak membantu dalam mengatasi kualitas
produk, sehingga mengalihkan perhatian mereka ke manajemen kualitas, khususnya di LSS.
Implementasi LSS sangat sulit dalam UKM karena tidak memiliki personel ahli dan
pengalaman di bidang LSS untuk memimpin proyek. Kerangka kerja tampaknya rumit dan
mungkin memerlukan biaya implementasi yang tinggi. Karena kurangnya pengetahuan di LSS,
tidak relevan untuk menyediakan kerangka kerja umum untuk UKM. Kerangka umum tanpa
panduan langkah demi langkah sangat tidak berguna jika tidak ada ahli yang memimpin proyek
LSS. Oleh karena itu, kerangka kerja yang dikembangkan memberikan panduan yang detail
dan sederhana dalam setiap fase untuk orang-orang yang tidak memiliki keahlian dan
pengalaman dalam bidang ini.
Kerangka kerja LSS yang dikembangkan diverifikasi di perusahaan percetakan label
SME. Bagian pencetakan label menghasilkan berbagai jenis label seperti label komputer, offset
& silkscreen stiker dan label kode bar. Manajemen ingin menerapkan LSS karena produksi
pencetakan label memiliki produktivitas rendah dan menghasilkan pemborosan yang tinggi
dimana ia meningkatkan lead time dari produksi dan biaya produk.
 Lean Six Sigma Framework

Gambar 1 Kerangka kerja implementasi Lean Six Sigma dalam industri pencetakan label

Kerangka kerja LSS memiliki lima (5) fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1
dengan setiap fase menyediakan panduan yang mudah dan struktural menuju akar penyebab
identifikasi masalah untuk mengusulkan dan menerapkan solusi yang layak dengan
menghilangkan akar penyebab melalui perbaikan terus menerus. Kerangka kerja LSS
merupakan penyederhanaan metodologi DMAIC Six Sigma dengan panduan langkah-langkah
untuk memanfaatkan alat lean tertentu di setiap fase untuk menentukan peningkatan peluang
dan analisis lebih lanjut mengenai masalah.
 Tahap 1: Tentukan masalah - Pengumpulan Data
Pada tahap ini, perusahaan harus mengidentifikasi akar penyebab masalah agar dapat
terselesaikan. Namun Dalam studi kasus ini, perusahaan tidak mampu mengatasi tuntutan yang
menyebabkan ketidakpuasan pelanggan dengan pengiriman produk yang terlambat.
Perusahaan juga tidak dapat menerima pesanan yang mendesak sehingga menyebabkan
pengurangan pada jumlah pelanggan di perusahaan. Meskipun jelas bahwa masalahnya adalah
ketidakmampuan untuk mengatasi tuntutan, akar penyebab masalah belum diidentifikasi.
Untuk menentukan akar penyebab masalah, data mengenai produksi percetakan harus
dikumpulkan dan dianalisis di fase berikutnya. Pengumpulan data termasuk data mengenai
produk, kapasitas dan kemampuan produksi percetakan dan aliran proses. Pengamatan data
dilakukan berdasarkan pengamatan di lini produksi, diskusi dengan manajer, supervisor, dan
operator bagian percetakan dan studi waktu.
Namun, dalam industri UKM memiliki kekurangan dalam data tertulis karena fokusnya
pada terus memproduksi untuk mengatasi permintaan, sementara personil untuk memimpin
inisiatif manajemen kualitas di produksi dirasa tidak ada. Serta pencetakan label hanya
memanfaatkan satu mesin cetak untuk satu perintah kerja dan setiap urutan pekerjaan bervariasi
sesuai untuk jenis tinta, label, dan kata-kata yang dicetak. Setiap jenis mesin memiliki
kemampuan dan perintah kerja tersendiri dan diberi jadwal untuk setiap mesin sesuai dengan
kemampuan mesin dan persyaratan perintah kerja.

Tabel 1 menunjukkan ringkasan kemampuan mesin cetak di bagian pencetakan label

Berdasarkan Tabel 1, output produksi saat ini untuk setiap mesin kira-kira 50% lebih
rendah dari kemampuannya untuk mesin tipe A; 40% dan 45% lebih rendah masing-masing
untuk mesin tipe B dan C. Data pada produksi saat ini output didasarkan pada hasil produksi
bulanan rata-rata untuk tahun 2011.

 Tahap 2: Analisis Data dan identifikasi sumber masalah


Berdasarkan data yang dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa produktivitas rendah
adalah alasan mengapa perusahaan ini tidak dapat mengatasi permintaan pelanggan. Tuntutan
pelanggan untuk produk label dengan tinta cetak yang jauh lebih tinggi daripada tinta UV,
karenanya fokus implementasi LSS akan dimulai dengan analisis pada tipe mesin A. Pemetaan
Arus Nilai saat ini (VSM) untuk aliran proses untuk mesin A1 dibangun seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 dengan bidang peningkatan sedang diidentifikasi.

Gambar 2 dengan bidang peningkatan sedang diidentifikasi.


Mengacu pada Gambar 2, waktu produksi untuk satu job order adalah 117.44 menit
yang kira-kira 2 jam per urutan pekerjaan rata-rata. Dari 117.44 menit waktu produksi ini,
41,2% waktu digunakan untuk pengaturan. Proses produksi seperti proses pencetakan,
pemotongan, pengeringan dan pengemasan memiliki signifikan cacat dengan jumlah yang
sangat rendah. Berdasarkan diskusi dari manajer dan supervisor, perusahaan bertujuan untuk
mengurangi pengaturan waktu setiap pesanan pekerjaan sehingga analisis yang berkaitan
dengan pengaturan lebih lanjut dilakukan. Waktu belajar dilakukan untuk menentukan waktu
yang diperlukan untuk setiap pengaturan dan diagram Pareto seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3 dikembangkan berdasarkan waktu digunakan untuk setiap proses pengaturan.

Gambar 3: Bagan Pareto waktu yang digunakan untuk setiap proses pengaturan
Prinsip Pareto menyatakan bahwa 80% masalah berasal dari 20% penyebabnya. Dalam
hal ini seperti yang digambarkan dalam Gambar 3, penyebab utama waktu pengaturan tinggi
adalah karena pencetakan uji, persiapan tinta dan pemasangan cetakan mati. Oleh karena itu
melalui VSM, studi waktu dan diagram Pareto, sumber masalah yang menyebabkan
produktivitas rendah diidentifikasi. Tiga proses setup yaitu pencetakan uji, persiapan tinta dan
pemasangan cetakan mati kemudian akan dianalisis lebih lanjut untuk menentukan akar
penyebab waktu setup yang tinggi pada fase berikutnya.

 Fase 3: Identifikasi Sebab Akar


Berdasarkan pengamatan setiap pengaturan di lini produksi dan diskusi dengan
manajer, waktu pencetakan tes adalah berbanding lurus dengan seberapa baik setiap pengaturan
dibuat. Waktu pencetakan tes berulang jika penyiapan sebelumnya tidak dilakukan dengan
benar pada saat pertama. Jika setiap pengaturan dilakukan dengan benar, maka waktu
pencetakan uji akhirnya akan menjadi rendah. Oleh karena itu, fokus akar penyebab analisis
akan dilakukan untuk setup persiapan tinta dan instalasi cetakan. Pemasangan cetakan telah
menyebabkan waktu pengaturan yang lama karena ketidakmampuan untuk menemukan bahan
yang diperlukan untuk kedua pengaturan saat persiapan tinta karena uji coba dan metode
kesalahan yang digunakan untuk pencampuran tinta dan dilakukan saat mesin dalam keadaan
idling. Perusahaan menggunakan percobaan and eror metode pencampuran tinta karena
pencampuran tinta agak unik dengan cara yang membutuhkan pekerja yang terampil dan
berpengalaman untuk bisa mendapatkan warna yang diinginkan dalam waktu singkat.
Penyebab utama lainnya yang telah diidentifikasi kemudian akan dianalisis lebih lanjut untuk
menentukan akar penyebab waktu pengaturan tinggi untuk setiap pengaturan menggunakan
analisis 5Why seperti yang ditunjukkan pada Gambar ini ;

Gambar 7 5Why Analisis pada akar penyebab yang sulit untuk menemukan bahan

Gambar 8 5Why analisis pada akar penyebab underutilization dari mesin

 Tahap 4: Menerapkan solusi yang layak


Untuk mengurangi waktu dalam menemukan cetakan dan tinta, penyimpanan yang
layak harus dirancang. Desain penyimpanannya harus berkelanjutan dimana mudah untuk
menyimpan dan menemukan materi. Dengan mengurangi waktu untuk menemukan bahan-
bahan ini, totalnya waktu pengaturan akan berkurang. Penyimpanan dirancang pada tempat ke
dalam slot sesuai dengan kode pelanggan agar cetakan dapat diatur dengan mudah. Setiap
cetakan akan diberi label dan setiap label akan diwarnai sesuai dengan kode pelanggan.
Kemungkinan lupa tempat cetakan akan berkurang dengan memiliki label warna yang berbeda
untuk kode pelanggan yang berbeda.
 Fase 5: Kontrol
Fase ini sangat penting dalam implementasi Lean Six Sigma karena tidak hanya
bertujuan untuk mengurangi limbah tetapi juga untuk dapat mempertahankan perbaikan yang
telah dibuat. 5S dan Standard Operating Procedure (SOP) digunakan sebagai alat kontrol
dalam kerangka LSS karena 5S menyediakan panduan untuk mempertahankan pengaturan
cetakan sementara SOP menyediakan panduan langkah demi langkah dalam
mengimplementasikan proses pengaturan baru sejak beberapa pengaturan proses digeser secara
eksternal. 5S adalah nama yang mewakili lima (5) langkah yang perlu diambil untuk
mempertahankan efisiensi dan efektivitas tempat kerja yaitu seiri, seiton, seiso, seiketsu dan
shitsuke yang berarti mengurutkan, mengatur, membersihkan, menstandardisasi dan
mempertahankan.

 Hasil

Tabel 3: Ringkasan perbaikan proses di bagian pencetakan label

Produktivitas bagian pencetakan label menunjukkan peningkatan sebesar 584 impresi


per jam, kira-kira 896.000 impresi per tahun yang merupakan peningkatan 21,93% dari output
produksi saat ini. Dengan peningkatan sebesar itu produktivitas mesin A1, bagian pencetakan
label mampu memiliki kapasitas ekstra hampir dua bulan yang akan memungkinkan mereka
untuk mengatasi permintaan pelanggan dan memiliki lebih banyak fleksibilitas ketika
berhadapan dengan pesanan mendesak dari pelanggan.

1.3 Kesimpulan

Dua dasar strategi dapat menjadi usulan untuk mengembangkan operasi manufaktur, yaitu lean
produksi dan six sigma. Lean manufaktur mengevaluasi semua operasi pabrik dan meninjau
serta merestruktur manufaktur dan metode konstruksi untuk mengurangi kegiatan tambahan
seperti kehilangan waktu, menunggu, transportasi dan penggantian material yang tidak sesuai,
peralatan dan kelebihan produksi yang dibutuhkan.
Penerapan kerangka LSS telah memberikan pendekatan yang sistematis dan terpandu untuk
mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan solusi yang layak dan mempertahankan
perbaikan yang dilakukan. Setiap langkah yang diambil dalam pendekatan ini telah ditunjukkan
dalam perincian di setiap fase penelitian
Daftar Pustaka

 Sheridan,J.H.(2000),“Leansigmasynergy”,IndustryWeek,Vol.249No.17,pp.81-82.
 Byrne, G., Lubowe, D. and Blitz, A. (2007), “Using a Lean Six Sigma approach to drive
innovation”, Strategy&Leadership,Vol.35No.2,pp.5-10.
 George,M.(2002),LeanSixSigma:CombiningSixSigmaQualitywithLeanProductionSpe
ed,McGrawHillEducation,NewYork,NY.
 George, M. (2003), Lean Six Sigma for Service: How to Use Lean Speed and Six Sigma
Quality to ImproveServicesandTransactions,McGraw-HillEducation,NewYork,NY.
 Black, J.T. and S.L. Hunter, 2003. “Lean Manufacturing System and Cell Design”,
SME
 Salah, S., Rahim, A. and Carretero, J.A. (2010), “The integration of Six Sigma and lean
management”, InternationalJournalofLeanSixSigma,Vol.1No.3,pp.249-274.
 Pacheco, D., Pergher, I., Vaccaro, G.L.R., Jung, C.F. and ten Caten, C. (2015), “18
comparative aspects between lean and Six Sigma: complementarity and implications”,
International Journal of Lean SixSigma,Vol.6No.2,pp.161-175.
 Albliwi, S.A., Antony, J. and Lim, S.A.H. (2015), “A systematic review of Lean Six
Sigma for the manufacturing industry”, Business Process Management
Journal,Vol.21No.3,pp.665-691.
 Boynton, A.C. and Zmud, R.W. (1984), “An assessment of critical success factors”,
Sloan Management Review,Vol.25No.4,pp.17-27.
 Brotherton,B.andShaw,J.(1996),
“Towardsanidentificationandclassificationofcriticalsuccess factors in UK hotels plc”,
International Journal of Hospitality Management, Vol. 15 No. 2, pp.113-135
 Antony, J., Krishan, N., Cullen, D. and Kumar, M. (2012), “Lean Six Sigma for higher
education institutions (HEIs) challenges, barriers, success factors, tools/techniques”,
International Journal ofProductivityandPerformanceManagement,Vol.61No.8,pp.940-
948.

Anda mungkin juga menyukai