Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

“KODIFIKASI RESUME MINGGUAN”

DOSEN PENGAMPU: DR. M. IQBAL IRHAM M.AG.,

DISUSUN OLEH:

Selvita Zentami : 0203172112

JURUSAN SIYASAH II C

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T/A :2017/2018
1. AKAR KATA, DEVINISI DAN TUJUAN TASAWUF

A.PENGERTIAN TASAWUF

Manusia ,sebagaimana disebutkan oleh ibnu khaldun, memiliki pancaindera ,


akal pikiran dan sanubari (qalb) . ketiga potensi ini harus senantiasa dalam keadaan
bersih , sehat, berdaya, guna dan dapat bekerja sama secara harmonis antara satu
dengan yang lainnya. Untuk menghasilkan kondisi ideal seperti ini ada bidang ilmu
yang sangat berperan penting. Pertama fiqih yang berperan penting dalam
membersihkan dan menyehatkan panca indera dan anggota tubuh lainnya. 1
Memahami tasawuf ini secara sederhana dapat dilihat dari dua sudut pandang,
yakni secara kebahasaan (etimologi) dan istilah (terminologi).Adapun teori tentang
akar kata atau kebahasaan (etimologi) dari tasawuf ternyata sudah ada sejak lama.
Louis massignon dan musthafa abd al-raziq, serta beberapa penulis lainnya telah
mencoba mengungkapkan teori-teori tersebut secara memadai .berikut ini beberapa
diantaranya.2
Pertama , pendapat yang menyatakan bahwa tasawuf dihubungkan dengan
nama suatu kabilah dari orang-orang arab baduwi (nomaden ,kelompok masyarakat
yang hidup tidak menetap, melainkan berpidah-pindah.) yakni bani suffah. Kaitan
antara keduannya , kemungkinan karena kesederhanaan dan kesehajaan , baik dalam
tata busana maupun perilaku, yang ditunjukkan oleh kaum sufi dan bani syuffah.
Kedua, tasawuf dihubungkan dengan nama sebuah tanaman dari jenis gandum.
Shufa al-qafa.3
Ketiga, ada juga menyebutkan bahwa tasawuf diambil dari kata al-shufanah ,
yakni sebuah nama pohon kayu yang hidup dipanag pasir . dilihat dari tampilan luar ,
secara fisik lahiriyah , pohon itu tampak layu , kering dan hamper mati. Namun pada

1
Miswar,Pangalu,Rhmat Hidayat,Ramadhan Lubis,Akhlak Tasawuf,Perdana Publishing,Medan
2015,hlm 133.
2
M iqbal irham,Membangun moral bangsa melaluin akhlak tasawuf,Pustaka Al-
Ihsan,Ciputat,2012,hlm 8
3
Asmaran AS,Pengantar Studi Tawawuf,PT,Raja Grapindo Persada,Jakarta,1994,hlm 5
kenyataannya , ia tetap hidup dan berkembang .hal ini kemudian dikaitkan dengan
kondisi fisik para shufi yang kebannyakan berbadan kurus karena banyaknya berpuasa
dan bangun malam untuk taqarub kepada allah . fisik mereka terlihat kurus namun jiwa
ruhani mereka tercerahkan dan hidupnya dialam immateri(ruhani).

Keempat , teori lain mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shafa
yang artinya suci , bersih dan jernih. Lafazh shafa ini , bersama lafazh shufi , telah
digunakan pada abad 8 masehi dalam berbagai literatir seperti
digunakan untuk tahuriyah . kesucian , kebersihan dan kejerniaan merupaka symbol
dari hati yang dimiliki oleh para suffi. Bahwa seorang shufi dalah orang yang
menjernihkan hatinnya demi allah (al-shufi man shaffa qalbahu lillah)4
Kelima tasawuf berasal dari kata shaf yang bearti barisan dalam pelaksanaan
ibadah sholat yang dilakukan secara berjamaah .alasan pengambilan kata ini adallah
karena kaum shufi memiliki imam yang kokoh dan jiwa yang bersih selalu memiliki
shaf yang terdepan dalam pelaksanaan sholat berjamaah.
Keenam , pendapat yang menisbahkan tasawuf kepada ahl ash-shuffah , yakni
para sahabat yang menempati sebuah ruangan yang terdapat diemperan atau teras
mesjid nabawi dimadinah, pada masa awak –awal islam . yang dimaksud ahl ash –
shuffah adalah sebuah komunitas yang terkenal rajin beribdah dan zuhud. Mereka
adalah orang-orang yang siap membentangkan anggota badannya untuk melaksanakan
ruku’ dan sujud dari pada harus bersantai serta orang-orang yang menghindarkan diri
dari pinjaman hutang.Mereka di jadikan teladan oleh kaum fakir miskinyang tidak
memiliki keluarga dan harta benda.5
Ketujuh, kata tasawuf dihubungkan dengan nama seorang tokoh spiritual pada
masa sebelum islam yakni shufah ibn al-ghalist ibn amir, salah seorang pelayan ka’bah
yang senantiasa beribadah dan beriktikaf di samping ka’bah. alasan hubungan ini

5
Asmaran ,Pengantar Studi Tasawuf,Pt Raja Grafindo Persada,Jakarta,1994,hlm 6
karena kehidupan para shufii selalu berkonsentrasi pada pengabdian dan ibadah kepada
allah seperti halnya para palayan ka’bah.
Kedelapan , teori barat yang menyebutkan bahwa tasawuf bukan berasal dari
bahasa arab melainkan dari bahasa yunani , yakni Sophia yang bearti kearifan
kebijaksanaan (hikmah) . hal ii karena ajaran tasawuf menurut mereka banyak
dipengaruhi oleh ajaran yunani Neoplatonisme.6
Kesembilan, kata tasawuf merupakan bentuk masdar dari fi’l khumasi 9kata
kerja lima huruf) yan bermuara pada kata shawwafah yang bearti (dia telah memakai
kain wol kasar) shuf merupakan pakaian yang dikenakan oleh para pendahulu
pengamal tasawuf , oleh mereka yan menempuh cara hidup wara’ zuhud, taqwa.78
Dengan demikian, tasawuf dalah sebuah kegiatan pembersihan jiwa,
mengisinya dengan demikian sifat-sifat terpuji (thalli) , dan mendekatkan diri (taqarub)
dan berada di hadhirat allah.tasawuf sebagaimana disebutkan dalam makna diatas
bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan dekat deangan tuhan tanpa
perantara.9
Dalam tahap al-ibadiyah , Ibrahim basyuni telah menyetir beberapa devinisi
yang telah dikemukakan oleh para shufi. Ma’ruf al-karkhi misalnya mengatakan bahwa
tasawuf adalah mengambil hakikat dan putus asa terhadap apa yang ada padai makhluk
.karena itu, siapa yang tidak benar-benar faqir dia tidak benar-benar bertasawuf.
Dalam tahap mujahadat, Ibrahim basyuni juga mencoba menggemukakan
beberapa devinisi , seperti menurut al-jarir yang menyatakan bahwa tasawuf adalh
memasuki semua akhlak sunni dan keluar dari semua akhlak yang rendah.

6
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Tasawuf. (Erlangga: Jakarta.2002) hal 2-5
6
Dahlan Tamrin, Tasawuf Irfani. (Maliki Press: Malang.2010) hal 3

99
Dalam tahap al-madzaqat, Ibrahim basyuni tealh mengutip beberapa devinisi sebagai
berikut: menurut abu alhusain al-mazyun , tasawuf adalah menyerahkan diri secara
utuh kepada yang haq . ruwaim mendefinisikannya sebagi penyerahan diri kepada allah
menurut kehendaknya . menurut al-junaid, tasawuf adalah engkau merasa bersama
allah tanpa ada perantara.10
Dari perantara devinisi-devinisi diatas ,, maka dapatlah ditarik suatu
pemahaman yang sederhana bahwa tasawuf adalah suatu kesadaran yang sungguh-
sungguh untuk beramal melalui berbagai aktifitas jasmani maupun rohani dalam upaya
mendekatkan diri kepada allah.
Adapun tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung
kepada sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mengemukakan tasawuf, yaitu
pertama sudut pandang manusia sebagai mahkluk yang memiliki keretbatasan, kedua,
manusia sebagai makhuk yang harus berjuang dan ketiga manusia sebagai makhluk
yang bertuhan.11
Tasawuf dari sudut pandang yang pertama , didefinisikan sebagai upayah
menyucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia , dan
memutuskan perhatian hanya kepada allah . sudut pandang yang kkedua melihat
tasawuf kepada upayamemperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran
agama dalam rangka mendekatkan diri kepada allah . sedangkan dari sudut pandang
ketiga , taswuf dapat didefinisikan sebagai fitrah, (ketuhanan) yang dapat meng
arahkan jiwa agar tertuju pada kegiatan –kegiatan yang dapat menghubungkan manusia
dengan tuhan 12. apabila definisi tasawuf tersebut dihubungka yang satu dengan yang
lainnya , maka tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan
berbagai kegiatan yang dapat membebasakan diri dari pengaruh kehidupan dunia
sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan allah. Dengan demikian, kata
tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental ruhani
agar selalu dekat dengan tuhan.13

10
Said Aqil siroj,Tasawuf Sebagai Kritik Sosial,Jakarta Selatan,2006,hlm14
11
Syeikh Abdurrauf As-Singkili,Akhlak Perspektif Tasawuf,Jakara Pusat,hlm 25
12
Ibid hlm 27
13
Reynold A.Niholson, Tasawuf Menguak Cinta Ilahiyah,Jakarta,1987,hlm 44
Adapun karakteristik khusus yang menjadi tanda pengenal bagi tasawuf, seperti
disebutkan ooleh abu wafaa’ al-ghanimi, al-taftazany, ada lima cirri ini bersifat psikis,
moral dan epistimologis. Pertama, meningkatkan moral , pemenuhan fana(sirna) dalam
realitas mutlak , ketiga pengetahuan instutif langsung. Kelima penggunaan symbol
dalam ungkapan-ungkapan yakni ungkapan yang dipergunakan para shufi yang
biasanya mengandung dua pengertian .pengertian pertama diambil dari harfiah kata-
kata, sdangkan pengertian kedua dari analisa serta pendalaman.
B.TUJUAN TASAWUF

Pada sisi yang lain, apabila kita mencoba mengamati perkembangan dan corak
tasawuf yang diklasifikasikan oleh para pemikir (pakar) maka akan terlihat adanya
tujuan yang beragama , meskipun sesungguhnya memiliki titik focus yang sama, yakni
ingin mendekatakan diri kepada allah.1415
Tujuan bertasawuf ini tidak akan tercapai kecuali dengan melakukan upaya
yang sangan serius , berat dan memakan waktu yang cukup panjang. . upayah sungguh-
sumgguh ini diarahkan dalam tiga bentuk perjuangan yakni, merendahkan (bahkan
menafikan) seagala keinginan menghancurkan semua keburukan dan kejelekan jiwa.
Serta menjalankan berbagai macam latihan-latihan tertentu .seluruh tata laku ini harus
merujuk pada aturan para shuffi. 16
Dalam konteks tasawuf sunni yakni akhlaki dan amali serta tasawuf falsafi,
maka tujuan tasawuf juga dibagi menjadi tiga. Tujuan tasawuf sunni akhlaki
tampaknya cukup sederhan yaitu terbatas pada pembinaan moral yaitu meluruskan jiwa
mengendalikan hawa nafsu, sehinnga selain tetapp memelihara keluhuran moral17.

16
Nata Abuddin,Akhlak tasawuf,Jakarta:Rajawali Pers, 2012,hlm 179
17
Ibid hlm 180
Seseorang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya akan jatuh kelembah
kehinaan dan kerugian .nafsu bagaikan hewan tunggangan , apabila tidak dapat
dikendalikan dengan baik, maka akan menuju jalan yang salah dan membawa pada
kecelakaan. Sebaliknya apabila dapat dikendalikan , mak penunggangnya akan sampai
kepada tujuan dengan selamat. Dengan demikian , kendali hawa nafsu harus kuat dan
mapan.18
Tujuan sederhana ini kemudian meningkat yakni mencari keridhaan tuhan
selama hidup didunia.selanjutnya, tujuan ini terus meningkat terutama setelah
munculnya rabiah al-adawiyah , yaitu mencapai mahabah. Bagi rabiah tasawuf itu
bukan hanya membersihkan jiwa , memelihara moral atau karena takut kepada allah,
tetapi yang di harapkan adalah cintanya kepada tuhan dibalas olehnya dengan cinta
pula , sebagaimana terlihat dalam berbagai ayairnya yang terkenal.
Sementara itu corak tasawuf sunni amaliyah bertujuan untuk mengenal allah(
ma’rifah al-haq) . dalam hubungan ini , al-kalabazi mengatakan bahwa makrifat itu
terdiri dari dua macam, yakni makrifat al-haq dan makrifat al-haqiqat. Makrifah al-haq
adalah penegasan tenttang kesaan allah atas sifat-sifatnya. Sedangkan makrifah al-
haqiqat adalah suatu makrifat yang tidak dapat diketahui karena hakikat ketuhanannya
itu tidak dapat di jangkau. Dalam upaya mencapai makrifat secarhaq ini para shufi
melakukan berbagai metode yang dapat mengenal tuhan , yang diantaranya dengan
cara yang dikenal dengan al-kasyaf , yakni terbukanya tabir yang mengalanginya
mengenal tuhan. 19
Sedangkan tujuan tasawuf falsafi , tampaknya mengarah kepada satu tujuan
tasawuf yang merupakan dari tasawuf amali. Hanya saja tujuan ini telah melangkah
kepada suatu pengenalan tuhan secarafilosofis , dalam upaya memahami garis
hhubungan antara tuhan dengan alam (makhluk),, khususnya manusia dengan tuhan .
dengan kata lain tasawuf yang bercorak falsafi ini , para sufi berupaya mencapai tujuan-

18
Mulyadi Kartanega,Menyelami Tasawuf Irfani,Malang ,2010,hlm 3
tujuan tertentu , sehingga terkadang mereka merasa hilang kesadaran terhadap dirinya
sendiri , sehingga dikalangan suffi terkenal istilah fanna, hulul,, ittihad dan wihdat al-
wujud.20
Dalam hal kedekatan taqaruf dengan tuhan itu terdapat tiga simbolise, yaitu
dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran tuhan dalam hati, dekat dalam arti
berjumpa dengan tuhan sehingga terjadi dialog antara manusia dengan tuhan dan dekat
yang bearti penyatuhan manusia dengan tuhan sehingga yang terjadi adalah menolong
antara manusia yang telah menyatu dalam idarat tuhan.2122

2. DASAR-DASAR TASAWUF.

Hanya saja , tingkat ketertarikan mereka tidak dapat diklaim sebagai sebuah
penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf.jika diteliti lebih mendalam, ketertarikan
mereka terhadap tasawuf dapat dilihat dalam dua kecenderungan. Pertama ,
kecenderungan terhadap kebutuhan , fitrah dan naluriah .kedua, kecenderungan
terhadap pada persoalan akademis. Kecenderungan pertama mengisyaratkan bahwa
manusia sesungguhnya menbutuhkan sentuhan-sentuhan spiritual atau
rohani..kesejukan dan kedamaian hati merupakan salah satu kebutuhan yang ingin
mereka penuhi lewat sentuhan spiritual. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
Barmawie Umarie bahwa setiap rohani manusia senantiasa rindu hendak kembali
ketempat asal , selalu rindu kepada kekasinya yang tunggal.

Kecenderungan-kecenderungan diatas menuntut adanya penkajian tasawuf


dalam kemasan yang proposional dan fundamental .hal ini dimaksudkan agar tasawuf
yang kian banyak menarik minat itu dpat dipahami dalam kerangka ideologis yang
kuat. Disamping juga untuk memagari tasawuf supaya berada dijalur yang benar. Jika
tesisi ini dapat diterima , jelas dipandang untuk merumuskan tasawuf dalam kemasan

2020
Ja’far, Gerbang Tasawuf. (PerdanPublihing:Medan.2016) hal 19
20
JA’FAR. Gerbang Tasawuf.(PerdanPublihing:Medan.2016)Hal.18

22
Ibid hlm 21
yang dilengkapi dengan dasar-dasar atau landasan yang kuat unntuk melihat dasar-
dasar tenttang tasauf ini , pada bab ini akan diketengahkan landasan-landasan naqli
tasawuf. Landasan naqli yang kami maksudkan dalam landasan alquran dan hadis.23

Al-quran dan hadits merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dipegangi
oleh umat islam 24.sering didengar pertanyaan dalam kerangka landasan naqli ini, apa
dasar alquran hadisnya sehingga anda berkata demikain ? atau bagaimana alquran dan
hadis nya? Pertanyaan-pertanyaan ini sering terlontar dalam dalam benak pikiran kaum
muslimin ketika hendak menerima atu menemukan persoalan-persoalan baru atau
persoalan-persoalan unik, termasuk persoalan tasawuf.25

1.Dasar Alquran.

Dalam hal inilah ,tasawuf , pada awal pembentukanya adalah menifestasi


akhlak atau keagamaan . moral keagamaan ini banyak disinggung dalam alquran dan
as-sunnah .dengan demikian,sumber pertama tasawuf adalah ajaran-ajaran islam, sebab
tasawuf ditimbah dari alquran ,as-sunnah dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat
. amalan serta ucapan para sahabat tentu saja tidak keluar dari ruang lingkup alquran
dan as-sunnah . dengan begitu justru dua sumber utama tasawuf adalah al-quran dan
as-sunnah itu sendiri. 26

Alquran merupakan kitab allah yang didralamnya terkandung muatan-muatan


ajaran islam , baik aqidah, syariah maupun mu’amalah ketiga muatan tersebut banyak
tercermin dalam ayat-ayat yang bermaksud didalam alquran. Ayat-ayat alquran itu
disatu sisi juga ada hal yang perlu dipahami secara tekstual- lahiriah, tetapi disisi lain
jugaada hal yang perlu dipahami secara kontektual-rohaniah. Sebab jika ayat-ayat

23
Ibid hlm 35
24
Ibid hlm 37
25
Nina M.Eksiklopedi Islam,Jakarta,2005,hlm 89
26
Amin Ilmu tasawuf
alquran dipahami secara lahiriah saja , akan tersa kaku, kurang dinamis, dan tidak
mustahil akan ditemukan persoalan yang tidak dapat diterima secara psikis. 27

Secara umum , ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan
batiniah . pemahaman terhadap unsure kehidupan yang bersifat batiniah pada
gilirannya melahirkan tasawuf.unsurkehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang
cukup besar dari sumber ajaran islam , alquran dan as-sunnah , serta praktik dalam
kehidupan nabi dan sahabatnya. Alquran antara lain berbicara tentang kemungkinan
manuusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan tuhan .28

Alquran pun menegaskan tentang keberadaan allah dimana pun hamba-


hambanya berada. Hal ini sebagaimana ditegaskan nya

) ‫و لللة ا لمثر ق و ا لمغر ب فا يننما تو لو فثم وجه ا هلل لن ا هلل و ا سح عليم (ا لبقره‬

Artinya: “dan kepunyaan allah-lah timur dan barat , maka kemana pun kamu
menghadap , disitulah wajah allah ,sesungguhnya Allah mahaluas (rahmatnya lagi
maha mengetahui).29

2.Dasar Hadis.

Sejalan dengan apa yang disitir dalam alquran , sebagaimana dijelaskan diatas
, ternyata tasawuf juga dapat dilihat dalam kerangka hadits umumnya yang dinyatakan
sebagai landasan ajaran-ajaran tasawuf adalah hadis-hadis berikut.

‫من عر ف نفسه فقد عر ف ربه‬

Artinya: “brang siapa yang mengenal dirinya sendiri , maka akan mengenal tuhannya”.

Hadis diatas member petunjuk bahwa manusia dan tuhan dapat bersatu .diri
manusia dapat melebur dalam dalam diri tuhan , yang selanjutnya dikenal dengan
istilah fana’, yaitu fana’-nya makhluk yang sebagai mencintai kepada tuhan sebagai

27
Ibid hlm 15
28
Rosihon Anwar,Ilmu Tasawuf,Bandun Cv Pustaka Setia 2004,hlm 64
29
Al-Qur’an,
yang dicintainya. Namun , istilah “lebur” atau fana’ ini menurut kami harus dipertegas
bahwa antara tuhan dan manusia tetap aja jarak atau pemisah , sehingga tetap berada
antara tuhan dengan hambanya. Disini hanya menunjukan keakraban antara makhluk
dan khaliqnya..30

Namun beberapa ulama hadis menyatakan bahwa ungkapan-ungkapan diatas


adalah bukan hadis. Ibnu hajar al-hitami , umpamanya , mengatakan bahwa ungkapan
man arafah nafsah faqad arafah rabbah berasal dari ucapan yahya bin mu’adz ar-razi.
Bahkan menurut Ibrahim al-halabi , tidak ada seorang imam hadis pun yang
mengatakan bahwa riwayat ini merupakan hadis . dalam kitab kasyf al-khafa
dikemukakan beberapa komentar tentang riwayat ini .ibnu thaimiyah menyatakan
tsabit. Abu al-muzhaffar bin as-sam’ani menyatakan landasan lahirnya tasawuf. 31

Berikut ini dikemukakan beberapa hadis yang merupakan landasan lahirnya


tasawuf.

1.Rasulullah bersabda:

)‫و ا هلل ا ني ال ستغفر ا هلل و ا تو ب ا ليه فى اليو م ا كثر من سبعين مر ة (ر و ا ه ا لبخر ي‬

Artinya: “Demi Allah , aku memohon ampuanan kepada allah dalam sebari semalam
tak kurang dari tujuh puluh kali”.

[HR. Al-Bukhari]

2.Rasulullah bersabda:

)‫ا ز هد فى ا لد نيا يحبك ا هلل و ا ز هد فيما في ا يدي ا لناس يحبو ك (رواه ا بن ما جه‬

30
Ibid
31
Munir Amin,Samsul. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah, 2012.
Artinya:

“zhudlah tehadap dunia maka allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang
ada ditangan orang lain maka mereka kan mencintaimu.

[H.R Ibnu Majah]32

Selanjutnya , dalam kehidupan nabi Muhammad juga terdapat pettunjuk yang


menggambarkan bahwa dirinya adalah sebagai seorang suffi. Nabi muhamaad telah
melakukan pengasingan diri ke gua hira menjelang datangnya wahyu .beliau menjauhi
pola hidup kebendaan pada saat orng arab tengah tenggelam didalmnya 33 , seperti
dalam praktik perdagangan yang didasarkan pada prinsif menghalalkan segala cara. 34

Selama di gua hira , rasulullah hanyalah bertafakur, beribadah , dan hidup


sebagai seorang zahid . beliau hidup secara sederhana , bahkan terkadang memakai
pakain tambalan , tidak makan dan minum, kecuali yang halal , dan setiap malam
senantiasa beribadah kepada allah SWT , sehinnga siti aisyah bertanya “mengapa
engkau berbuat seperti ini ya Rasulullah padahal allh senantiasa mengampuni dosamu?
Rasulullah menjawab “apakah engkau tidak mengiginkanku menjadi hamba yang
bersyukur kepada allah” .35

Uraian tasawuf diatas , bail alquran dan hadis , maupun suri tauladan dari para
sahabat , ternyata merupakan benih-benih tasawuf dalam keduduknnya sebagai ilmu
tentang tingkatan dan keadaan. Dengan kata lain kata moral dan tingkah laku manusia
terdapat rujukannya dalam alquran , dari sini jelaslah pertumbuhan pertamannya ,
tasawuf ternyata di timba dari sumber alquran itu sendiri.36

32
Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999)

33
Ibid
34
Ibid hlm 45

36
Said Aqil siroj,Tasawuf Sebagai Kritik Sosial,Jakarta Selatan,2006,hlm14
Factor internal yang dapatt dipandang langsung lahirnya tasawuf didunia islam
, selain berupa pernyataan alquran dan hadis , adalah perilaku rasulullah sendiri.
Sebagaimana telah di maklumi , beliau didalam taqarub [mendekatkan diri kepada allah
] tidak jarang pergi meninggalkan keramaian dan hidup menyepi untuk merenung di
gua hira. Ternyata ditengah-tengah kesendiriannay inilah , beliau berkomunikasi
dengan allah dan mendapat petunjuk darinya.

Sementara itu ,victor danneer mengemukakan lima alasan kemunculan tasawuf


, yaitu:

Pertama; respon terhadap tujuan makrifat yang terancam punah.

Ekspansi luar biasa islam melalui berbagai penaklukkan atas sejumlah kawasan didunia
telah memasukan berjuta-juta orang kedalam lingkup mayoritas itu. Hal inni dalam
gilirannya menciptakan kebutuhan untuk melakukan kodifikasi segala segala hal yang
diperlukan untuk mempertahankan iman.37

Kedua; respon terhadap eksteriosasi [formalisasi] terhadap dimensi spiritual


esoteric agama.

Ketiga;respons terhadap paham syi’ah .

Pada periode yang telah melewati masa ekstensi islam selama stu abad ini,
enam atau tujuh imam telah datang dan berlalu dalam dunia syiah. Untuk memastikan
bahwa tidak ada seorang pun yang mencampuradukan jaln itu dengan konsepsi syiah
mengenai imam mereka, dan untuk menyakinkan bahwa eksatensi tariqah sama sekali
tidak tergantung kepada para imam saja, tasawuf menampilkan dirinya , dengan
memaklumatkan bahwa ia memiliki pesan spiritual wahyu yang sempurna dan bahwa
para gurunya sama sekali tidak membutuhkan keberadaan terus-menerus.para imam
syi’ah..38

37
Ibid 19
38 38
Abul al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ala al Tashawwuf alIslam, terj. Ahmad Rofi’ Ustman,
“Sufi Dari Zaman ke Zaman”, (Bandung: Pustaka): 1985, hlm. 25
Keempat; respon terhadap bangkitnya aliran filsafat islam .kebangkitan
terhadap berbagai aliran filsafat islam juga berperan dalam mengangkat tasawuf . .
sebagai jalan yang memiliki realisasi makrifat bagi tujannya , tasawuf juga mesti
membedakan dari mazhab-mazhab rasionalistis pada masa itu, entah mazhab itu
muktazilah atau mazhab murni bersifat filosofis , seperti neo-platonisme filosof arab
ak-kindi pada abad ke-3 H/M .39

Kelima; respon terhadap meningkatnya formalisme dari ulama.

Meningkatnya formalism dari ulama menjadi alasan kelima bagi kemunculan tasawuf
sebagai jalan spiritual .formalisme itu mengarah pada penciptaan mazhab-mazhab
yurisfrudensi , di satu pihak , dan pada kesimpulan menyimpang bahwa para ahli
hukum merupakan satu-satunya penafsir pesan yang diwahyukan , dipihak lain. Kita
meyaksikan proses bertahap dari periduksian pesan islam kepada aspek-aspek
eksoteriknya yang terjadi pada abad ke-2 H tanpa menimbulkan perlawanan terhadap
mazhab-mazhab tasawuf yang baru saja terbentuk. Sesungguhnya , abad tersebut hanya
mengungkapkan manifestasi semua unsure tasawuf disana-sini . kita hanya perlu
mengingat bahwa dinasti umayyah berakhir pada pertengahan abad itu.40

3.Tasawuf Sebagai Akhlak, Ibadah, Ma’rifah Dan Musyahadah.

1.Tasawuf Sebagai Moral

Tasawuf dalam kategori pertama, yakni yang berhubungan dengan perilaku dan
moral, pada hakikatnya bukanlah suatu ilmu, persepsi atau sekedar rumusan-rumusan
teori an sich (al-tashawuf laisa rasman wala ‘ilman)41.42 Tasawuf dalam klasifikasi ini

39
Ibid hlm 26

42
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000. hal 90
merupakan usaha-usaha yang mengarah kepada pembinaan moral atau akhlak yang
mulia ( al-akhlaq al-karimah). Dalam konteks ini, tasawuf bukanlah merupakan
rumusan atau kumpulan teori-teori belaka karena jika sekedar teori, maka ia dapat
dicapai dengan mujahadah (kesungguhan dalam mencapai sesuatu).43

Bertasawuf dalam konteks ini adalah menegakkan moral dalam bentuk ucapan,
perbuatan dan aktifitas keseharian moral. Tentu saja dimulai dari masing-masing
individu,keluarga, masyarakat dan akhirnya seluruh komponen bangsa. Para ulama kita
seringkali mengingatkan bahwa kejayaan suatu bangsa sangat tergantung pada moral
bangsa itu sendiri. Peringatan ini merujuk pada sebuah syair arab yang terkenal
“sesungguhnya bangsa-bangsa itu akan tegak selama akhlaknya baik. Jika akhlaknya
runtuh, maka hancur pulalah bangsa-bangsa itu”.44

Dalam hubungannya dengan perilaku dan moral ini, kita dapat melihat
pengertian tasawuf dari berbagai ungkapan dan pernyataan dari para ulama dan kaum
sufi. Abu qarmani misalnya menyebutkan bahwa tasawuf adalah moral yang terdiri atas
praktek-praktek yang dilakukan melalui berbagai usaha. Abu Hasan Nuri, tasawuf
merupakan suatu hal yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang teraplikasi dalam
setiap waktu dan tempat tanpa terperangkap pada situasi dan lingkungan yang telah
diikat dengan adat kebiasaan tanpa terjerumus dalam45 kesalahan dan kehinaan pada
setiap kesempatan, akan mampu mencapai tingkatan orang-orang yang suci.46

2. Tasawuf Sebagai Ibadah

Klasifikasi kedua tawasuf, sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad


Kamal Ibrahim Ja’far dalam buku “at-tasawuf Thariqan wa Tajribatan wa Mazhaban”,
adalah tasawuf dalam hubungannya dengan ritual ibadah ( mayarbuth bi an-nusuk wa

43
Ibid hal 93

45
chmad Charris Zubair. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers. 1980

46
Ibid hlm 100
shuwar al-‘ibadah). Klasifikasi yang kedua ini merupakan definisi yang lebih
memberikan prioritas pada aspek-aspek praktis. Keseluruhannya aspek ini akan terlihat
dalam berbagai tindakan dan perilaku keseharian seseorang. Demikian pula dengan
pelaksanaan syiar-syiar keagamaan serta pelaksaan inti dari ibadah.47

Seorang ‘arif dalam kehidupannya, hanya menginginkan allah, tidak ada yang
lainnya. Tiada yang ia utamakan kecuali ma’rifatullah. Ibadah yang dilakukannya
semata-mata hanya untuk allah karena memang hanya dia-lah yang layak disembah,
dan juga karena ibadah itu sendiri berarti berhubungan baik dengan-nya, bukannya
karena tamak pahala ataupun takut pada siksa.48

- Fungsi Ibadah49

setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga dituntut untuk
beramal sholeh. Karena islam adalah agama amal, bukan hanya keyakinan. Ia tidak
hanya terpaku pada keimanan semata, melainkan juga amal perbuatan yang nyata.
Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh. Dalam islam, keimanan harus
diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan karena
allah. Ibadah dalam islam tidak hanya untuk mewujudkan hubungan antara manusia
dengan tuhannya, tetapi juga untuk mewujudkan hubungan antar manusi manusia
untuk beribadah kepada allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik
sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah
dalam islam.50

3. Tasawuf Sebagai Ma’rifah dan Musyahadah.

Klasifikasi ketiga sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad Kamal


Ibrahim Ja’far adalah tasawuf dalam hubungannya dengan epistimologi yaitu

48
Harun Nasution, Falsafah dan Mirisisme dalam Islam,(Jakarta:Bulan Bintang,1983),hlm75.
49
Ibid hlm 76
50
Ibid hlm 78
pengertian yang memperioritaskan aspek-aspek psikologis serta intelektual dalam
pengalaman spiritual ( ma yarbuth bi al-ma’rifah wa al-musyahadah). Dengan kata lain,
definisi yang terakhir ini lebih memusatkan perhatian pada rasa ( dzawq) dan
pengalaman langsung dari sufi itu sendiri.51

Pengalaman ketuhanan secara langsung ini, adalah salah satu bentuk dari
pengalaman spiritual yang bersumber dari pengalaman keagamaan ( religious
experience) atau pengalaman mistis (mystic experience). Pengalaman spiritual adalah
pengalaman yang bersifat sangat pribadi dan perseorangan. Terkadang ia disebut
sebagai intisari atau hakikat dari sebuah agama. Dalam realitas agama, terdapat suatu
wilayah khusus yang bersifat pribadi, berupa pengalaman keagamaan (religious
experience) yang menurut pakar fenomenolog seperti joachim Wach, hal ini tidak
mungkin ditangkap dan dipahami oleh orang yang tidak pernah mengalaminya,
termasuk mereka yang tidak beragama.52

Pengalaman akan tajali tuhan, merupakan hal yang sulit diungkapan oleh
bahasa biasa. Pada umumnya pengungkapan ini menggunakan media tersendiri seperti
seni, baik seni tari maupun bahasa sastra. Dalam sejarah rasawuf, sastra lebih dipilih
sebagai media dalam menyampaikan pengalaman keruhanian para sufi sejak awal.53

Pengalaman dalam tajali tuhan ini, merupakan sesututu yang cukup sulit untuk
diungkapkan oleh bahasa biasa ( sehari-hari). Alih-alih menyampaikan perasaan ini
kepada orang lain, seorang sufi terkdang lebih memilih menutup mulutnya rapat-rapat,
berdiam diri dan merahasiakannya dari orang lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk
terus menjaga kesucian diri, menangkal munculnya sifat-sifat kediria (nafs) dalam
bentuk ‘ujub, riya, sum’ah dan takabbur. Disamping itu, “gerakan tutup mulut” ini juga

52
Harun Nasution, Falsafah dan Mirisisme dalam Islam,(Jakarta:Bulan Bintang,1983),hlm105

53
Ibid hlm 80
disebabkan karena adanya kekhawatiran jika apa yang mereka alami dan rasakan akan
disalah pahami serta disalah maknakan oleh orang lain.54

Dalam sejarah, ternyata banyak sufi yang menyampaikan pengalaman


kerohanian dan pengajaran (lebih tepatnya pemikiran sufistik) mereka pada orang lain
dalam bahasa sastra yakni puisi, syair, dan sejenisnya. Penyampaian dengan metode
ini tampaknya karena ada jembatan penghubung antara tasawuf itu sendiri dengan seni
yakni rasa (dzawq). Seorang sufi, pada hakikatnya seorang penyair dalam makna yang
luas. Sufi adalah seseorang yang jatuh cinta dan terpikat oleh keindahan yang maha
indah.karena itu, apresiasi seorang sufi terhadap keindahan dan getaran-getaran ruhani
lainnya, tampak demikian tajam dan peka. Ia tidak saja seorang yang cerdas, melainkan
juga penuh intuisi, serta qalbunya selalu sigap dan mawas.55

Kesulitan dalam memahami berbagai literatur kesufian, seperti karya-karya Ibn


‘Arabi ialah bahwa pengungkapan ide dan ajaran didalamnya sering menggunakan kata
kiasan (matsal) dan pelambang (ramz).Karena itu ungkapan-ungkapan yang ada harus
dipahami dalam kerangka interprestasi metaforis atau tafsir batini (ta’wil).Dan ta’wil
itu memang merupakan sesuatu yang menjadi metode pokok mereka dalam memahami
teks-teks suci, baik kitab suci maupun hadits nabi.56

Berbagai pengertian tasawuf dalam kategori ketiga di atas ( ma yarbuth bi al-


ma’rifah wa al-musyahadah), tampaknya telah dirumuskan mengarah kepada
hubungan antara tasawuf, pengetahuan,57 musyahadah, dan intuisi (ru’yah al-qalb),
yakni mengarah kepada kecenderungan kejiwaan (psikologi) dan aspek (intelektual).
Salah satu dari pengertian dalam konteks ini yakni ungakapan sebagian sufi bahwa sufi
adalah orang yang hatinya telah dipenuhi oleh tuhan dengan cahaya (nur) dan ia

55
chmad Charris Zubair. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers. 1980

56
57
merasakan kesenangan tersendiri melakukan zikir. Pengertian ini mengandung isyarat
bahwa tuhan hakekat penyucian dan penjernihan diri merupakan wahbiyah atau
pemberian dari tuhan.Ia bukan muktasab atau usaha semata-mata, dengan kata lain
penyucian dilakukan atas dasar perkenan dari-nya. Bagian akhir ungkapan tersebut
mengambarkan kondisi psikologis di-mana subjek zikir terserap dalam ‘objek’ bahkan
meliputi segenap alam sadar hingga alam bawah sadar untuk kemudian menjadi sumber
semangat serta vitalitas (mashdar hayah ruhiyah).58

Disamping itu ada pula definisi yang menggambarkan bagaimana awal dan
akhir perjalanan sufi untuk menjelaskan tentang hakikat tawasuf, seperti ungkapan
syibli bahwa tasawuf berawal dari makrifat dan berakhir pada tauhid yakni
mengesakan-nya ( bad-uhu ma’rifatullah wa nihayatuhu tauhiduh)59.

Meskipun pengertian ini memberikan kesan sederhana, namun jika ditelaah


lebih jauh terutama dari perspektif kaum sufi, definisi ini ternyata jauh lebih mendalam.
Makrifat menurut kaum sufi diperoleh melalui pengalaman spiritual dalam upaya
merelisasikan tauhid yang tidak hanya sekedar ucapan, tekad atau kebulatan hati
melainkan lebih jauh yakni dalam pengaktulisasian diri secara utuh dan paripurna.

4. MENGENAL DIRI ( ma’rifah An-nafs)

A.anasir diri: jasad, jiwa dan ruh.


Study tntang diri manusia , menurut khayr al-din al-zarakli, dapat dilihat dari
tiga sudut pandang pertama jasad(fisik) apa dan bagaimana organism dan sifat-sifat
uniknya. Kedua jiwa (psikis) apa dan bagaimana hakikat dan siifat-sifat uniknya.
Ketiiga jasad dan jiwa (psikofisik) , berupa akhlak, perbuatan, gerak da sebagainya.
Dalam terminology islam ketiga kondisi tersebut lebih dikenal dengan term aljasad ,
al-ruh dan al-nafs . jasad merupakan aspek biologis atau fisik manusia , ruh merupakan
asppek psikologis atau psikis manusia, sedangkan nafs adalah aspek psikofisik manusia
yang merupakan sinergi antara jasad dan ruh.

58
59
1.jasad
Kata jasad dari segi bahasa bearti tubuh/ badan manusia.pengertian tubuh disini
besifat khusus dan sfesifik, yaki berkaitan dengan tubuh manusia saja. Karena itu jasad
adalah apa-apa yang berkaitan dengan tubuh manusia .namun dalam pemakaiannya
sehari-hari kerap kali jasad dikaitkan dengan hal-hal diluar tubuh manusia. Pemakaian
semacam ini bersifat umum, bukan merujuk pada salah satu anggota tubuh manusia,
makna nya mencakup seluruh tubuh secara lengkap atau bagian-bagiannya secara
terpisah.60
2.jiwa
Anasir kedua dari diri manusia adalah nafs(jiwa) yang dalam alquran
disebutkan dalam bentuk tunggal (yakni nafs) sebanyak 116 kali, dan dalam bentuk
jamak(yakni antus dan nufus) sebanyak 155kali . menurut ibnu qayyim al-jawziyah,
kata nafs dalam alquran tidak disebutkan untuk substansinya sendiri yakni terikat oleh
badan . nafs bersifat seperti tanah (al-thiniyyah) dan api (nariyyah).
Nafs merupakan sinar horizontal , artinya cahaya (nur) tuhan yang telah
menyatu pada tubuh manusia yang bersifat (kemanusiaan) dan menimbulkan tingkah
laku.61
Jiwa merupakan gabungan dari dua sisi tersebut , ia bukan murni cahaya, bukan
pula murni kegelapan , namun lebih merupakan tengah-tengah antara cahaya dan
kegelapan. Al-qadhi abu bakar ibn baqillani menjelaskan bahwa nafs itu adalah nyawa
yang terdapar pada jiwa manusia. Apabila ia keluar maka jadilah “nafas”.
3.Ruh
Anasir ketiga dalam diri manusia adalah ruh yyang disebutkan dlam alquran
sebanyak 12kali.Ruh dapat bearti amin al-wahiy, rasia tuhan yang menjadkan tubuh
manusia hidup, juga termasuk rahasia yang tidak seorang pun yang mengetahui

60 60
Abul al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ala al Tashawwuf alIslam, terj. Ahmad Rofi’ Ustman,
“Sufi Dari Zaman ke Zaman”, (Bandung: Pustaka): 1985, hlm. 79
hakikatnya. Ruh adalah urusan allah dan hakikatnya hanya dia sendiri yang
mengetahui.
Ruh adalah jawhar ruhani (substansi yang bersifat ruhani, tidak tersusun dari
materi) ia abstrak dan dapat menagkap beberapa bentuk sekaligus. Ibn arabiy
menegaskan dalam syairnya:62
”ruh adalah cahaya dan alam adalah kegelapan , masing-masing pada dirinya adalah
dua hal yang berlawanan”. Ruh yang menurut alquran berasal dari nafas tuhan , adalah
kesederhanaan , yakni realitas non senyawa yang secara bawaan memiliki semua sifat
tuhan . oleh karena itu , sudah menjadi sifat alaminya dia bersinar, hidup, mengetahui,
berkuasa, berkehendak dan seterusnya.

B.Tipologi Rasa Dalam Diri.


1.rasa jasmani.
Rasa pertama dalah rasa jasmani yakni sesuatu yang dirasakan oleh jasad atau fisik
atau raga manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri tanpa memiliki
hubungan dengan sesuatu dari luar diri. Rasa ini bersifat alamiyah , tumbuh tanpa
memerlukan pembelajaran tertentu. Rasa ini hadir dalam setiap diri tanpa harus ada
yang mengajari atau memberikan pelajaran.
Diantara contoh rasa jasmani ini misalnya rasa lapar, kenyang, haus, puas,sejuk,
dingin,sakit,sehat dan sebagainya.
2.rasa nafsani.63
Rasa kedua yang ada pada diri manusia adalah rasa nafsani yakni sesuatu yang
dirasakan oleh jiwa nafs dalam hubungannya dengan limgkungan sekitar, baik
manusia, hewan, tumbuhan,bebatuan dan alam secara luas. Rasa ini tumbuh dalam jiwa

62
Abul al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ala al Tashawwuf alIslam, terj. Ahmad Rofi’ Ustman,
“Sufi Dari Zaman ke Zaman”, (Bandung: Pustaka): 1985, hlm. 15

63
Ibid hlm 16
karena terjadinya interaksi seseorang dengan seseorang atau sesuatu (makhluk) yang
lainnya.
Diantara contoh rasa nafsani adalah rasa bahagia, sedih,
senang,benci,sombong,pemurah,berani, perhatian. Dalam alquran dan hadits , bnyak
nash yang menjelaskan tentang rasa nafsani pada manusia. Diantaranyaadalah:
katakanlah:
“Tidak sama yang buruk dengan yang baik meskipun banyak yang buruk itu menarik
hatimu, maka bertakwalah kepada allah hai orang-orang berakal , agar kamu mendapat
kebahagiaan".64
3.rasa ruhani
Rasa ketiga yang ada diri manusia adalah rasa ruhani (spiritual) yakiN sesuatu
yang dirasakan oleh ruh melalui qalb(hati) yang bersifat ruhani,. Rasa ini tumbuh dari
dalam diri melalui kesadaran yang tertinggi untuk mengembalikan ruh pada asalnya,
yakni tuhan yang rahman , melalui rasa ini manusia diingatkan bahwa sesungguhnya
ia adalah makhluk spiritual yang menempati fisik jasmani . ia datang dari allah ia akan
pulang kepada allah.65
Diantara contoh rasa ruhani adalah tawadhu’ ,iman,, taubat, sabar, ikhlas,
syukur, tawakal, dan ridha. Didalamnya alquran disebutkan: “berdoalah kepada
tuhanmu dengan berendah hati dan suara yang lembutt. Sesungguhnya allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas”.

5.KESADARAN TINGKAT DAN CIRINYA

Kesadaran merupakan unsur diri untuk memahami realitas dan


bagaimana bertindak dan bersifat realitas. Kesadaran dalam hal ini adalah kesadaran
akan perbuatan. Sadar artinya merasa, mengetahui atau mengingat keadaan yang
sebenarnya, keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari pingsannya), siuman,
bangun (dari tidur), ingat.. tahu dan mengerti: misalnya, rakyat telah sadar akan
politik.66

Kesadaran berasal dari kata sadar yang mendapat imbuhan ke dan an.
Kesadaran dalam konteks bahasa ini memiliki beberapa karakteristik.

Pertama, terbangun atau meninggalkan pembaringan, tempat kita beristirahat.

Kedua, perhatian. Orang yang sadar memiliki perhatian cukup untuk semua hal yang
terjadi di sekelilingnya.67

Ketiga, aktif. Orang yang sadar menyadari apa dan siapa dirinya.

Keempat, terencana. Orang yang sadar mampu melihat ke depan. Sehingga dia
menginginkan dan menyusun rencana apa yang ingin diraihnya.

Kelima, siap dengan semua. Orang sadar tahu akibat baik atau buruk sebuah tindakan.
Orang sadar merencanakan sebuah tindakan sehingga dia siap dengan hasil bertindak
ketika tindakan itu dilaksanakan dengan atau tidak sesuatu prosedur.68

Menurut ibn arabi kesadaran adalah salah satu dari sifat kemalaikatan, selain
pencahayaan, kelembutan dan kesatuan.

Kesadaran diri adalah keadaan dimana seseorang dapat memahami dirinya sendiri
dengan setepat-tepatnya. Kesadaran diri merupakan sesuatu yang perlu di upgrade
secara terus menerus.

A. Tingkatan-tingkatan Kesadaran

66
H.A. Rivay Siregar, Tasawuf : dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, 1999, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, hlm. 138
52
Ibid Hlm 17
67
Ibid hlm 140
68
Ibid 143
A.memahami makna kesadaran.
Kesadaran merupakan unsur dalam diri untuk memahami realitas, dan
bagaimana cara bertindak atau bersikap terhadap realitas. Kesadaran dalam hal ini,
adalah kesadaran akan perbuatan , sadar artinya merasa, mengetahui, mengingat
keadaan sebenarnya. Contohnya pingsan, dan bangun dari tidur.
1.kesadaran fisikal
Tingkat kesadaran yang pertama adalah kesadaran fisikal. Pada tingkat
kesadran ini, seseorang masih sangat terikat pada jasad ,fisiknya masih bersifat materi
, kesadaran ini masih berhubungan dengan zat dan massa, dan skala kesadarannya
rendah karena ia sadar. Oleh karena tingkat kesadaran fisikal sangat terikat pada fisik
yng bersifat murakkab yakni tersusun dari beberapa unsure yaitu empat (tanah, air,
darah, dan udara)
2.kesadaran Emosional
Kesadaran emosional adalah kesadaran yang lebih tinggi dari kesadaran fisikal
. pada tingkat ini seseorang sudah memiliki kemampuan untuk mengenali perasaan diri
sendiri dan orang lain. Lebih dari itu, ia mampu mengelolah emosi dengan baik dari
diri, dan dalam hubungannya dengan orang lain , atau menunjukan empati pada orang
lain. Ia mampu menempatkan emosinya pada posisi yang tepat.
3.kesadaran spiritual
Kesadaran ini adalah kesadaran yang paling tinggi diantaranya dua kesadaran
sebelumnya yakni kesadaran fisikal dan emosional . kesadaran spiritual dalah nama
lain dari kesadaran sejati yang tidak dapat dicapai lewat alat-alat inderawi
(pancaindera) yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai sumber pengetahuan

A. ciri-ciri kesadaran.

Antara lain adalah:


Cahaya yang kuat yang memenuhi alam pikiran yakni suatu cahaya yang tidak dapat
diekspresikan.
1. Exstase yakni dipenuhi rasa yang sangat menyenangkan penuh dengan
kegembiraan kemenangan dan keyakinan.
2. Instituf, yakni penerangan intelektual akan kesadaran semua makna alam
3. Berkurang, dan semangkin kehilangan penderitaan fisik yang diderita.
4. Kesadaran akan tidak pentingnya benda-benda material.
5. Peningkatan fisik dan mental baik dari segi fitalitas maupun aktifitas.
6. Rasa akan (misi) wahyu/ilham yang tak dapat dihindarkan.
Sebuah sinar baru yakni energy dengan inspirasi tuhan, daya dorong magnet yang
menarikdan mengilhamkan orang yang merupakan transfigurasi diri

6.KONTROVERSI DAN SUMBER AJARAN TASAWUF

A.Kontroversi Asal-Usul Tasawuf.

Silang berpendapat tentang asal-usul tasawuf dari segi sumber


perkembangannya , ternyata tidak hanya terjadi dikalangan para orientalis , namun juga
terjadi dikalangan ulam yang mengkaji dibidang ini. Silang pendapy ini kemudian
memunculkan pro dan kontra ,baik dikalangan muslim maupun non muslim. Pada
umaumnya mereka yang pro menafikan adanya unsure lain Dallam tasawuf selain
alquran dan perilaku hidup rasulullah..69 akan halnya kesamaan yang ada dengan tata
laku tokoh-tokoh dari agama lain., mereka menyatakan bahwa kontak sosial yang
terjadi antara umat beragama adalah sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan namu
hal ini tidak bearti bahwa kaum suffi menggambil dasar-dasar tasawufnya dari luar
islam . lebih jauh mereka menyebutkan bahwah kesamaan dapat terjadi karena nilai-
nilai spiritual memang sudah diberikan oleh tuhan pada setiap manusia . bukankah ruh-
ruh manusia juga berasal dari-Nya?

69
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang), 1973, hlm. 57
69
9 Abuddin Nata,, Akhlak Tasawuf,(Jakarta: Rajawali Pers,1996) hlm. 186
69
Abul al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ala al Tashawwuf alIslam, terj. Ahmad Rofi’ Ustman,
“Sufi Dari Zaman ke Zaman”, (Bandung: Pustaka): 1985, hlm. 25
Muhammad Abdullah al-syarqawi , menyebutkan bahwa semangat ruhani
tasawuf bermula dari alquran al-karim serta ditemukan dalam sabda dan kehidupan
nabi Muhammad. Semangat alquran dan perilaku nabi ini kemudian ditunjukan oleh
para sahabat dan generasi sesudahnya(tabi’in dan tabi’tabi’in)

Menurut abu al-wafa’ al-gahimi at-taftazani bahwa sejak permulaan abad ke19
, sudah terjadi perbedaan pendapat dikalangan orientalis tentang asal-usul tasawuf.
Sebagian mereka beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen) , sebagian
lagi mengatakan dari unsure hindu –budha , Persia, yunani dan arab. Untuk lebih jelas
lagi berikut ini disampaikan mengenai ulasan asal-usul tasawuf secara ringkas.

a.pengaruh unsure Nasrani [Kristen]

ada argumentasi yang kerap dijadikan sebagai dasar pijakan oleh pakar yang
mengatakan bahwa tasawuf sesungguhnya berasal dari unsure Nasrani . pertama
,adanya interaksi antara orang arab dan kaum nasrani pada masa jahiliyah maupun
jaman islam . kedua adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan pada sufi dalam hal
cara mereka melatih jiwa (riyadhah) dan mengasingkan diri (khalwat) , dengan
kehidupan al-masih dan ajaran-ajaran nya, serta dengan tata laku para rahib ketika
sembahyang dan berpakaian.

Mnurut Von Kromyer , tasawuf adalah buah yang dipetik dari ajaran dan
pengalaman kenasraniaan pada zaman jahiliyah. Ignas Goldziher mengatakan bahwa
sikap faqir dalam tasawuf , misalnya berpangkal pada ajaran agama Nasrani . pakain
wol kasar (shuf) yang dipakai para zahid / suffi adalah milik agama Nasrani. Halini
juga diperkuat oleh pendapat Noldicker yang mengatakan hal yang sama .bagi
Nicholson , istilah-istilah dalam tasawuf banyak yang berasal dari agama Nasrani ,
sesuai dengan kisah dialog nabi isa dengan kelompok manusia yang bertemu
dengannya. Mereka bertanyaa tentang cinta kepada allah , isa menjawab : “kamu
adalah manusia yang paling dekat dengan tuhan”. 70

70
Abuddin Nata, op. cit., hlm. 188
Harun nasution berpendapat bahwa pengaruh Kristen dengan paham menjauhi
dunia dan hidup mengasingkan diri dalam biara-biara juga ada dalam tasawuf .dalam
literatur arab terdapat tulisan tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri dipadang
pasir . lampu yng mereka pasang dimalam hari menjadi petunjuk jalan bagi kafilah
yang lewat, kemah mereka yng sederhana menjadi tempat berlindung bagi orang yang
kemalaman dan kemurahan hati mereka menjadi tempat memperoleh makan bagi
musafir yang kelaparan . dikatakan bahwa apa yang diilakukan oleh zahid dan sufi
yakni meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri, adalah
atas pengaruh cara hidup rahib-rahib Kristen ini. 71

b.pengaruh unsure filsafat Yunani.


Kebudayaan serta filsafat yunani telah masuk kedunia islam dan berkembang
pada akhir Daulah Abbasiyyah .hal ini ikut mempengaruhi pola berfikir sebagian
muslim yang ingin berhubungan dengan tuhan . jika pada awal perkembangannya
tasawuf baru dalam taraf amaliyah (akhlak) , maka setelah masuk pengaruh filsafat
yunani , uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat (falsafi)
dengan munculnya teori khulul , wihdah asy-syuhud , dan wihdah al-wujud . hal ini
dapat dilhat dari pikiran al-farabi , al-kindi dan ibn sina terutama dalam uaraian mereka
tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari abu yazid , al-
hallaj , ibn arabi , dan suhrawardi. 72
Filsafat mistik pphytagoras mengatakan bahwa ruh manusia bersifat kekal dan
berada didunia sebagai orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi ruh
..kesenangan ruh yang sebenarnya berada didalam samawi . untuk memperolehnya
,manusia harus membersihkan ruh dengan meninggalakn hidup duniawi yang serba
materialis , yaitu dengan sikaf zuhud , untuk selanjutnya melakukan kontemplasi .

72 72
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,(Jakarta: Rajawali Pers,1996),hlm.219.
72
Ibid.hlm 220
ajaran phytagoras untuk meninggalkan berkontemplasi inilah , menurut pendapat
sabagian orang yang mempengaruhi timbulnya zuhud da tasawuf dalam islam.73
Menurut Nicholson , selain ada tradisi sastra , masih ada saluran-saluran lain ,
sehingga dokterin-dokterin seperti emanasi ,iluminasi, gnosis dan ekstase menyebar
luas . kendati kemikian cukup dinyatakan bahwa gagasan mistik yunani memang cukup
tersebar seingga mudah ditemui dan diserap oleh umat islam yang tinggal dimesir , asia
barat. Dimana ahli teosofi yang sufi temui tersebut bentuknya yang pertama. Salah
seorang yang menjadi bagian penting dari perkembangan ini dalah zu al-nun al-misri
yang dikenal sebagai filosof dan ahli kimia , seorang pengikut helenistik . seandainya
dugaan ini benar , maka dapat dikatakan bahwa Neo platonisme telah memberikan
pengaruh yang cukupk kuat terhadap tasawuf islam , sebagaimana halnya pada mistik
nasrani.74
Menurut Annemarie schimmel bayak sarjana terkemuka terutama sekali
diinggris raya , yang menekankan pentingnya pengaruh fillsafat Neo platonisme dalam
perkembangan tasawuf . Plotinus , sebaga aliran filsafat neo platonisme , dikenal
sebagai penmbawa paham filsafat emanisasi. filsafat emanasi Plotinus ini mengatakan
bahwa wujud ini memancarkan dari zat Tuhan yang Maha Esa, ruh yang berasala dari
tuhan dan akan kembali kepada tuhan. Tetapi dengan masuknya kealam materi ,, ruh
menjadi kotor , dan untuk dapat kembali ketempat asalnya , ruh harus terleibih dahulu
di bersihkan . pensucian ruh ialah dengan meninggal kan dunia dan mendekati tuhan
sedekat-dekatnya . bahkan kalau bisa bersatu (ittihad) dengan tuhan.
Menurut o’leary , sejak abad ke-3 hijrah dan seretusnya , para sufi banyak
menimbah sumber dari yunani . disamping itu ,RA .Nicholson berpendapat bahwa
tasawuf filsafi adalah salah satu dampak dari pikiran yunani . karenaiu harus diakui
bahwa dalam tasawuf terdapat perpaduan pikiran yunani dengan agama timur , tidak
terkecualii Neo platonisme , agama manu dan Gnotisme.75

73
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Tasawuf. (Erlangga: Jakarta.2002) hlm 190
74
Dahlan Tamrin, Tasawuf Irfani. (Maliki Press: Malang.2010) hlm 79

75
c.pengaruh unsure Hindu-Budha.
Hubungan antara tasawuf dengan agama hindu-budha dapat dilihat seperti
dalam sikap fakir atau darwisy , sl-barawi maencatat bahwa da persamaan antara cara
ibadah dan mujahadah tasawuf dengan hindu . demikian pula dengan paham
reinkarnasi (perpidahan ruh dari satu badan kebadan yag lain.) cara kelepasan dari
dunia versi hindu /budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat allah dalam
tasawuf. Disamping itu , dalam astu tahapan terhadap mahkomat yakni konsep al-fana
tampaknya memiliki persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama hindu.
Ignas Goldziher sendiri pernah mengatakan bahwa ada hubungan persamaan
antara tokoh sidharta Gautama dengan ibrahin bin adham tokoh sufi yang
meninggalkan kemewahan dunia sebagai putra mahqomat dan menjalani dan menjalani
hidup sebagai darwish .menurut goldziherr , para sufi belajar menggunakan tasbih
sebagaimna yang digunakan para pendeta-pendeta budha . ringkasnya dapat dikatakan
bahwa budaya etis , meditasi asketis serta abstraksi intelektual adalah pinjaman
budhisme.
Nicholson cenderung memperkuat pendapat bahwa tasawuf bersumber dari
ajaran budhisme .ia mengatakan bahwa orang islam pada umunya kurang akrab dengan
orang budha , karena mereka dipandang sebagai kontak diantara keduanya agak
kurang. Disisi lain selama ribuan tahun sebelumnya kemenangan umat islam ,
budhisme pernah memiliki akar yang kuat dikawasan timur Persia, sehingga oleh
karenanya hamper dapat dipastikan adannya pengaruh terhadap perkembangan tasawuf
didaerah tersebut.76
Qomar kailani memeberikan penilaian bahwa berbagai pendapat seperti diatas
tampaknya terlalu ekstrim , karena jika benar ajaran tasawuf itu berasal dari jaran hindu
/budha , bearti pada zaman nabi Muhammad telah berkembang ajaran agama
hindu/budha itu dimekkah . dalam realitasnya sejarah belum ada kesimpulan seperti
itu.

76
d.PengaruhUnsur Persia
sebenarnya antara arab dan Persia itu sudah ada hubungannya dalam bidang
politik pemikiran , kemasyarakatan dan sastra . akan tetapi belum ditemukan alasan
kuat yang menyatakan bahwa kehidupan ruhani Persia telah masuk ke tanah arab . hal
yang jelas adalah kehidupan keruhanian arab rmasuk ke Persia melalui ahli-ahli
tasawuf didunia ini. Namun demikian ada barangkali persamaan antara istilah zuhud
diarab dengan dengan zuhud menurut agama manu dan mazdaq . demikian juga antara
konsep hakikat muhammadiyah menyerupai paham harmuz (Tuhan kebaikan ) dalam
agama Zarathustra.77
Duzy’ , orientalis barat penyusun buku Essai sur L’ histoire de’I islamisme,
menyebutkan bahwa tasawuf dikenal oleh kaum muslimin lewat orang-orang Persia
yang telah berkembang disana karena diajarakan oleh orang-orang india sebelum
kedatangan agama islam . ditambahknnya sejak masa purba di Persia telah hidup suatu
gagasan yang menganggap bahwa asal-usul munculnya segala sesuatu itu adalah dari
tuhan . alam semesta initidak mempunyai wujud tersendiri, dan wujud sebenarnya
adalah tuhan . pendapat seperti ini juga terdapat dalam tasawuf , khususnya tasawuf
yang beraliran wujudiyah . memang menurut Schimmel tasawuf sering dianggap
sebagai perkembangan khas Persia dalam tubuh islam. Tak perlu diragukan bahwa
unsure-unsur penting tertentu dari Persia tetap bertahan berabad-abad dan menjiwainya
, seperti yang ditekankan baik oleh henry corbin maupun Syed Hossen Nashr.
Pendapat Dozy diatas yang memandang ajaran Persia purba sebagai sumber
cikal bakal tasawuf dalam islam , merupakan sesuatu yang tidak logis. Hal ini karena
paham seperti itu hanya terdapat pada kalangan kecil pada para sufi , yakni para
penganut paham wujudiyah , yang justru baru muncul pada periode akhir (sejak abad
keenam dan tujuh hijriyah).78

77
78
Abuddin Nata,, Akhlak Tasawuf,(Jakarta: Rajawali Pers,1996) hlm. 195
Pendapat lain yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari sumber Persia ,
karena sebagian tokohnya berasal dari Persia (seperti ma’ruf al-karkhi) dan abu yazid
al-buatami), jelas tidak mempunyai pijakan yang kuat. Hal ini karena perkembangan
tasawuf tidak sekedar upaya mereka saja. Masih sangat banyak para sufi arab yang
hidup di darani, dzu al-nun al-misri, muhyiddin ibn arabi, umar ibn al-farid dan ibn
athaillah al-sakandari .bahkan sebagian mereka adalah tokoh-tokoh yang member
dampak besar trhadap perkembangan tasawuf dipersia , seperti ibn arabi.79
Disisi lain , von Kramer berpendapat bahwa tasawuf ditimbah dari sumber
india-persia , dan karakteristik terpenting tasawuf ialah (panteisme) . dalam ini ,
Nicholson mnolak pendapat von Kramer . ia menegskan bahwa tidak semua tasawuf
menganut paham wahdah al-wujud ( yang sebenarnya sangat berbeda dengan
panteisme) ,sekalipun diriwayatkan bahwa al-hallaj pernah mengatakan “ana al-haqq”
(aku adalah tuhan /yang maha benar) , umar bin al-farid pernah mengatakan “ ana
huwa” (aku adalah dia) ,atau abu yazid al-bustami yang menyatakan “subhani,subhani,
ma a”zhama sya”ni”(maha suci aku, maha suci aku, betapa maha agungnya aku)
.bahkan aliran wujudiyah dalam tasawuf justru baru muncul pada masa syekh al-akbar
muhyiddin ibn arabi ,yang meninggal pada 638 H.80

AYAT DAN HADITS TENTANG TASAWUF

firman Allah:

‫ي ْع ِلنونَ َو َما صدوره ْم ت ِكن َما لَيَ ْعلَم َربكَ َو ِإن‬

79
Ibid hlm 197
Artinya: "Dan sesungguhnya Tuhanmu, benar-benar mengetahui apa yang
disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan." (Q. S. 27. An-Nahl, A.
74).81

ِ‫للاِ َوجْ ه فَثَم ت َولواْ فَأ َ ْي َن َما َو ْال َم ْغ ِرب ْال َم ْش ِرق َو ِ ِّل‬
ّ ‫للاَ إِن‬
ّ ‫َع ِليم َوا ِسع‬

Artinya: "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi
Maha Mengetahui." (Q. S. 2. Al-Baqoroh, A. 115).82

‫سأ َ َلكَ َو ِإذَا‬ ِ ‫يَ ْرشدونَ لَ َعله ْم ِبي َو ْليؤْ ِمنواْ ِلي فَ ْليَ ْست َِجيبواْ د َ َع‬
َ ‫ان ِإذَا الداعِ دَع َْوة َ أ ِجيب قَ ِريب فَإِنِّي َعنِّي ِعبَادِي‬

Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka


(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran." (Q. S. 2. Al-Baqarah, 186).83

Dalam hadits Rosulullah banyak dijumpai keterangan yang membicarakan tentang


kehidupan rohaniah manusia. Misal dalam hadits:

‫ف َم ْن‬ َ ‫ف فَقَدْ نَ ْف‬


َ ‫سه َع َر‬ َ ‫َربه َع َر‬

Artinya: “Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri, berarti ia mengenal Tuhannya

7. HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM

FILSAFAT DAN ILMU JIWA AGAMA

81
Al-Qur’an An-nahl 74
82
Al-Quran Baqarah 115
83
Al-Qur’an Baqarah 186
A.Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu kalam.

Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak


mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam tuhan. Persoalan
kalam membahas secara mendalam dengan mengemukakan argumentasi, baik secara
aqli maupun naqli. Argumentasi secara aqli merupakan argumentasi rasional dengan
landasn pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis.
Sebaliknya, argumentasi naqli merupakan corak pemberian argumentasi denga
mengendepankan dalil-dalil dari al-qur’an maupun sunnah.84

Ilmu tauhid merupakan pokok ajaran syari’at islam, karena didalamnya


dibahas masalah ketuhanan. Seseorang tidak dinamakan beragama kalau tidak
bertuhan. Masalah ketuhanan atau ilahiyat adalah masalah yang pertama harus
dipelajari oleh orang yang mengaku menganut suatu agama. Tauhid (mengesakan
Allah) adalah masalah yang membedakan antara kafir dengan mukmin. Seseorang
tidak dinamakan mukmin kalau dia mengingkari adanya Allah SWT. Orang yang
mengingkari adanya Allah disebut kafir. Tetapi bila ia mengakui adanya Allah tetapi
ia sekutukan dengan sesuatu yang lain, orang yang demikian itu dinamakan musyrik.85

Kajian ilmu kalam akan lebih terasa maknanya jika diisi dengan ilmu
tasawuf. Sebaliknya, ilmu kalam pun dapat berfungsi sebagai pengendali tasawuf. Jika
ada teori-teori dalam ilmu tasawuf yang tidak sesuai dengan kajian ilmu kalam tentang
Tuhan yang didasarkan pada Al-Quran dan Al-Hadis, hal ini mesti dibetulkan.
Demikian terlihat hubungan timbal balik di antara ilmu tasawuf dan ilmu kalam.86

B. Hubungan ilmu tasawuf dan filsafat.

Perkembangan ilmu tasawuf didunia islam tidak dapat dilepaskan dari


sumbangan pemikiran filsafat.hal ini dapat dilihat misalnya,dalam berbagai kajian
tasawuf yang berbicara tentang jiwa (nafs).secara jujur harus diakui bahwa terminologi

84
Tiswani,akhlak tasawuf, Bina Pratama, Jakarta,2007,hlm. 94.
85
Yunasril ali,pengantar ilmu tasawuf,Pedoman ilmu jaya,Jakarta,1987,hlm. 35.
86
Rozak, Filsafat Tasawuf., hlm 83.
jiwa dan ruh itu sendiri sesungguhnya terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran
pemikiran filsafat.sederatan intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentang
jiwa dan ruh.

Kajian-kajian tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak


memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf
dalam dunia islam. Penyatuan roh dan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan
oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-
kebutuhan jasad yang dibangun roh.87

Dan dapat disimpulkan bahwa, filsafat lebih bersifat teoritis, sementara tasawuf
lebih bersifat praktis. Artinya, antara filsafat islam dan tasawuf sama-sama berupaya
untuk mengantarkan manusia agar memahami keberadaan Allah. Jadi, tujuan belajar
filsafat islam adalah mencapai wilayah tasawuf.88

C. Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa agama( transpersonal)

Dengan melihat pengertian psikolog dan agama serta objek yang dikaji,diambil
pengertian bahwa pisikolog agama adalah cabang dari psikolog yang meneliti dan
menelah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar
pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada
umumnya. Pembahasan ilmu akhlak meliputi tingkah laku manusia, lalu dinilai tingkah
laku tersebut apakah baik atau buruk. Persamaan antara keduanya adalah sama-sama
membahas tingkah laku manusia, dan perbedaannya adalah bahwa ilmu akhlak
memberikan penilaian sedangkan ilmu jiwa tidak demikian.89

Tasawuf dapat dijadikan pijakan jiwa alternative dalam menghadapi problem


kehidupan yang semakin kompleks. Setiap orang membutuhkan pijakan dalam
hidupnya untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan yang berimplikasi pada
psikologi pada orang tersebut. Tasawuf dijadikan pijakan karena tasawuf lebih dekat

87
Rosihan Anwar, ilmu tasawuf, pustaka setia, bandung,2007,hlm. 92.
88
Rozak, Filsafat Tasawuf., hlm 57.
89
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf, (Radar Jaya Offset: Jakarta, 2010), hlm 6
dengan disiplin ilmu psikologi. Akan tetapi sering kedua kajian tersebut seakan
terpisahkan, padahal objek kajian tasawuf, psikologi agama, dan kesehatan mental
berurusan dengan soal yang sama, yakni soal jiwa.90

Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka
melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan
yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul
kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan jelek
atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang
yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkannya jelek, ia disebut
sebagai orang yang berakhlak jelek.91

Ruang lingkup psikologi modern terbatas pada tiga dimensi, yaitu fisik-biologi,
kejiwaan dan sosio-kultural, maka ruang lingkup psikologi islam disamping tiga hal ini
juga mencakup dimensi kerohanian dan spiritual, suatu wilayah yang belum pernah
disentuh oleh psikologi modern.92

8. MAQAMAT BAGIAN I

A.Makamat

Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti
tempat berpijak atau pangkat mulia. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti
kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan,
baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Di samping itu, maqamat berarti

90
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, (Kencana: Jakarta, 2003), hlm 61.
91
Ibid, hlm 63
92
Ibid, hlm 67
jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada
sedekat mungkin dengan Allah. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam
berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya.93

Secara harfiah maqomat berasal dari bahasa Arab, yang berarti tempat orang
berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan sebagai jalan panjang yang
harus di tempuh oleh seorang sufi untuk berada di dekat Allah. Dalam bahasa inggris,
maqomat dikenal dengan istilhah stage, yang berarti tangga. Jumlah tangga, station
atau maqomat yang harus ditempuh oleha seorang sufi untuk sampai kepada Tuhan.94

Kutipan tersebut memperlihatkan keadaan variasi penyebutan maqamat yang berbeda-


beda, namun ada maqamat yang oleh mereka disepakati, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-
wara, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal dan al-ridla. Sedangkan al-tawaddlu, al-mahabbah,
dan al-ma’rifah oleh mereka tidak disepakati sebagai maqamat. Terhadap tiga istilah
yang disebut terakhir itu (al-tawaddlu, al-mahabbah dan al-ma’rifah) terkadang para
ahli tasawuf menyebutnya sebagai maqamat, dan terkadang menyebutnya sebagai hal
dan ittihad (tercapainya kesatuan wujud rohaniah dengan Tuhan). Untuk itu dalam
uraian ini, maqamat yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah maqamat yang disepakati
oleh mereka, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal, dan al-
ridla. Penjelasan atas masing-masing istilah tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut:95

1.Al-zuhud

Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik
terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zuhada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri
dari kesenangan dunia untuk ibadah.96

93
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), hlm243
94
Amin Mansyur, tasawuf kontekstual, pustaka pelajar, 2003 ,hlm 22
95
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm 193
96
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 1
Untuk lebih memperjelas pengertian pengertian dan rumusan zuhd di atas, masih dirasa
perlu untuk mencantumkan beberapa pengertian lagi. Zuhd menurut Ibn Qudamah al-
Muqaddasi ialah “pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik.”
Menurut Imam Al-Ghazali, “zuhd ialah mengurangi keinginan kepada dunia dan
menjauh daripadanya dengan penuh kesadaran dan dalam hal yang mungkin
dilakukan.” Imam al-Qusyairi mengatakan, “zuhd ialah tidak merasa bangga dengan
kemewahan dunia yang telah ada di tangannya dan tidak merasa bersedih dengan
hilangnya kemewahan tadi dari tangannya.97

2. Al- Wara’

Secara harfiah, berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau maksiat.
Sedangkan pengertian wara’ dalam pandangan sufi adalah meninggalkan segala
sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun
persoalan lainnya. Menurut Qamar Kailani yang dikutip oleh Rivay A. Siregar, wara’
dibagi menjadi dua: wara’ lahiriyah dan wara’ batiniyah. Wara’ lahiriyah adalah tidak
mempergunakan segala yang masih diragukan dan meninggalkan kemewahan,
sedangkan wara’ batiniyah adalah tidak menempatkan atau mengisi hati kecuali dengan
mengingat Allah. Dalam kitab Al-Luma’ dijelaskan bahwa orang-orang wara’ dibagi
menjadi tiga tingkatan. Pertama, wara’ orang yang menjauhkan diri dari syubhat.
Kedua, wara’ orang yang menjauhkan diri dari sesuatu yang menjadi keraguan hati dan
ganjalan di dada. Ketiga, wara’ orang arif yang sanggup menghayati dengan hati
nurani.98

3.Al-Taubah

Taubat menurut Dzun Nun al-Misri dibedakan menjadi tiga tingkatan: (1) orang
yang bertaubat dari dosa dan keburukan, (2) orang yang bertaubat dari kelalaian

97
Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 114
98
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak tasawuf, hlm.252
mengingat Allah dan (3) orang yang bertaubat karena memandang kebaikan dan
ketaatannya.

Sedangkan taubat sunnah adalah taubat karena menyesali perbuatan meninggalkan


perkara-perkara sunnah, atau karena menyesali perbuatan melakukan perkara-perkara
makruh. Berkaitan dengan dua macam taubat ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan
tingkatan/derajat orang yang bertaubat menjadi dua. Pertama, al-abrar al-muqtashidun
(orang-orang yang berbakti lagi pertengahan), yaitu orang-orang yang melakukan jenis
taubat yang pertama, yaitu taubat wajib. Kedua, as-sabiqun al-awwalun. Mereka adalah
orang yang melakukan jenis taubat wajib dan taubat sunnah.99

Banyak pula taubat itu disebut dengan makna penyesalan saja. Ilmu akan dosa itu
dijadikan sebagai permulaan, sedangkan meninggalkan perbuatan dosa itu sebagai
buah dan konsekwensi dari ilmu itu. Dari itu dapat dipahami sabda Rasulullah Saw : "
Penyesalan adalah taubat" (Hafizh al 'Iraqi dalam takhrij hadits-hadits Ihya Ulumuddin
berkata: hadits ini ditakhrijkan oleh Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al Hakim. Serta ia
mensahihkan sanadnya dari hadits Ibnu Mas'ud.100

4.Sabar (Al-sabr)

Sabar, secara harfiah , berarti tabah hati. Secara terminologi, sabar adalah suatu
keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Sedangkan menurut
pandangan Dzun Nun al-Misri, sabar berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang
bertentangan dengan kehendak Allah, tetap tenang ketika mendapat cobaan dan
menampakkan sikap cukup, walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran. Oleh sebab
itu, sikap sabar tidak bisa terwujud begitu saja, akan tetapi harus melalui latihan yang
sungguh-sungguh.101

Sabar, menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan
amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr an-nafs), sedangkan menahan

99
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak tasawuf, hlm 244
100
Ibid, hlm 245
101
Ibid, hlm 248
terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani). Kesabaran
jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya, untuk menahan nafsu makan
dan seks yang berlebihan.102

Dikalangan sufi di artikan sabar dalam menjalan kan perintah-perintah


Allah,dalam menjahui segala hubungannya dan dalam menerima segala cobaan
(percobaan-percobaan) yang ditimpakan nya pada diri kita sabar dalam menunggu
dtang nya pertolongan Tuhan.sabar dalam menjalani cobaan dan tidak menunggu-
nunggu datang nya pertolongan.

Sikap sabar sangat di ajar kan dalam ajaran Al-qur,an Allah berfirman:

ٍ ‫سا َعةً ِم ْن نَ َه‬


‫ار‬ َ ‫صبَ َر أولو ْالعَ ْز ِم ِمنَ الرس ِل َو َال ت َ ْست َ ْع ِج ْل لَه ْم َكأَنه ْم يَ ْو َم يَ َر ْونَ َما يو َعدونَ لَ ْم يَ ْلبَثوا إِال‬ ْ ‫فَا‬
َ ‫صبِ ْر َك َما‬
َ‫بَ ََلغ فَ َه ْل ي ْهلَك إِال ْالقَ ْوم ْالفَا ِسقون‬

Artinya

Maka bersabar lah kamu seperti orang-orang yang mempunyai ke teguhan hati dari
rasul-rasul dan jangan lah kamu meminta di segerakan (azab)bsgi mereka (Q.S.Al-
Ahkaf[46]:35)103

Menurut Ali Bin Abi Thalib bahwa sabar itu adalah bagian dari iman
sebagaimana kepala yang kedudukan nya lebih tinggi dari jasad.Hal ini menunjukkan
bahwa sabar sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

9. MAQAMAT BAGIAN II

5. Shabr

Sabar (As-Shabar) adalah sikap yang dimiliki seseorang untuk menjalankan


perintah-perintah allah. Menjauhi segala laranganya dan bersedia cobaan-cobaan yang
diberikan oleh Allah SWT, dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan suatu

102
Rosibon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2004),hlm 72
103
Qs. Al-Ahkaf (46):35
kesabaran memang dibutuhkan oleh seseorang, terutama seorang sufi yang ingin
mencapai tujuannya. Namun demikian, Kara Al-Ghazali kesabaran itu dapat timbul
apabila adanya iman yang kuat sebab itu, menurut Al-Ghazali sabar itu merupakan
kondisi jiwa yang timbul karena dorongan iman.104

Sabar, secara harfiah , berarti tabah hati. Secara terminologi, sabar adalah suatu
keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Sedangkan menurut
pandangan Dzun Nun al-Misri, sabar berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang
bertentangan dengan kehendak Allah, tetap tenang ketika mendapat cobaan dan
menampakkan sikap cukup, walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran.
Berdasarkan pengertian di atas, maka sabar erat hubungannya dengan pengendalian
diri, pengendalian sikap dan pengendalian emosi. Oleh sebab itu, sikap sabar tidak bisa
terwujud begitu saja, akan tetapi harus melalui latihan yang sungguh-sungguh.105

Sabar, menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu


dan amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr an-nafs), sedangkan
menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani).
Kesabaran jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya, untuk menahan
nafsu makan dan seks yang berlebihan.106

6. Tawakal

Tawakkal (at-tawakkal) diartikan sebagai kepasrahan secara penuh kepada


Allah setelah melakukan suatu usaha. Bagi sufi segala rencana dan usaha melakukan
suatu itu tidak dapat dipastikan, namun harus diserahkan kepada Allah untuk berhasil
atau tidak. Dalam kaitkan ini, Al Ghazali pernah mengungkapkan bahwa manusia
hanya;ah merencanakan dan mengusahakan, tetapi Tuhanlah yang menentukan
hasilnya.107

104
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 139.
105
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf hlm 251
106
Rosibon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2004),hlm72

107
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 140
Secara harfiah, tawakkal berarti menyerahkan diri. Secara umum pengertian
tawakkal adalah pasrah secara bulat kepada Allah Swt setelah melaksanakan suatu
rencana dan usaha. Tidak boleh mematikan terhadap suatu rencana yang telah disusun.
Tetapi harus bersifat menyerah hanya kepada Allah. Manusia hanya bisa merencanakan
dan mengsahakan tetapi Tuhan yang menentukan hasilnya. “ Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad maka bertakwalah kepada Allah Swt menyukai orang-orang
yang bertakwa kepadanya” (Q.S. Ali Imran 3:121)

َ ‫َو ِإذْ َغدَ ْوتَ ِم ْن أ َ ْهلِكَ تبَ ّ ِوئ ْالمؤْ ِمنِينَ َمقَا ِعدَ ِل ْل ِقتَا ِل ۗ َوللا‬
‫س ِميع َع ِليم‬

Akan tetapi bagi kaum sufi pengertian tawakkal itu tidak cukup kalau hanya sekedar
menyerahkan diri. Secara umum pengertian tawakkal adalah pasrah secara bulat
kepada Allah setelah melaksanakan sesuatu rencana dan usaha.108

Pengertian tawakkal yang demikian itu sejalan pula dengan yang dikemukakan Harun
Nasution. Ia mengatakan tawakkal adalah menyerahkan diri kepada qada dan
keputusan Allah. Selamanya dalam keadaan tenteram, jika mendapat pemberian
berterima kasih, jika mendapat apa-apa bersikap sabar dan menyerah kepada qada dan
qadar Tuhan. Tidak memikirkan hari esok, cukup dengan apa yang ada untuk hari ini.
Tidak mau makan, jika ada orang lain yang lebih berhajat pada makanan tersebut
daripada dirinya. Percaya kepada janji Allah. Menyerah kepada Allah dengan Allah
dan karena Allah.109

7. Ridh

Pengertian ridha ini merupakan perpaduan antara sabar dan tawakkal sehingga
melahirkam sikap mental yang merasa senang dan tenang menerima segala situasi dan
kondisi.Apabila seorang sufi telah mencapai maqam ridha ini maka berarti ia telah
mencapai satu tahap yang menghantarkan kepada sikap yang mendekati.110

108
Ibid,hlm 140
109
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm 202
110
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 141.
Menurut Abdullah bin Khafif, ridha dibagi menjadi dua macam: ridha dengan
Allah dan ridha terhadap apa yang datang dari Allah. Ridha dengan Allah berarti bahwa
seorang hamba rela terhadap Allah sebagai pengatur jagad raya seisinya, sedangkan
ridha terhadap apa yang datang dari Allah yaitu rela terhadap apa saja yang telah
menjadi ketetapan Allah Swt.111

Menurut Imam al-Gazali ridha merupakan buah dari mahabbah. Dalam


perspektif tasawuf ridha berarti sebuah sikap menerima dengan lapang dada dan senang
terhadap apapun keputusan Allah kepada seorang hamba, meskipun hal tersebut
menyenangkan atau tidak. Sikap ridha merupakan buah dari kesungguhan seseorang
dalam menahan hawa nafsunya.112

10. Al- AHWAL BAGIAN I

Menurut ahli sufi al-ahwal adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seseorang
sebagai karunia Allah,bukan dari hasil usahanya. Sebagaimna masalah
maqamat,dalam menentukan jumlah dari susuan ahwal ini, juga terdapat perbedaan
pendapat dukalangna sufi.dalam buku ini akan hanya di uraikan yang terdapat dikenal
umum di kalangan sufi.

Adapula yang datang dan pergi kondisi mental itu dalam tempo yang panjang dan
lama,ini di sebut ‘’bawaidh’’.dan apabila kondisi mental itu secara terus menerus dan
menjadi keperibadian,itulah yang disebut ‘’al-hal’’,menurut al-qusyairi,al-hal itu selalu
bergerak naik sesingkat demi sesingkat sampai kettik kulminasi,yaitu puncak
kesempurnaan rohai.113

1.Muraqabah

Muraqabah merupakan pangkal kebaikan,ia tidak dapat di capai setelah


melakukan muhasabah,seorang akan mengatahui kelebihan dan kekurangan dirinya

111
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf, hlm 258.
112
Ibrahim Basyuniy, Nasy’ah al-Taswuf al-Islamiy, Dar al-Ma’arif: Mesir, 1119 H, hlm 139.
113
M.iqbal irham,akhlak tasawuf,pustaka al-ihsan,2012 hlm 142
untuk kemudian kemudaian memperbaiki diri dengan tuhannya.demikian ingatannya
seklalu tertuju kepada Allah dan Allah selalu memperhatikan apa yang
perbuatnya,mendengar apa yang dikatakannya.

Muraqabah adalah salah satu sikap mental yang tinggi yang mengandung adanya
kesadaran diri selalu berhadapan dengan Allah dan keadaan diawasinya.

Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam
diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.114

Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, “Jalan


kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa
jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang
engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.115

2. Khauf

Al-khauf menurut sufi adalah suatu sikap mental merasa takut pada Allah
karena kurang sempurna pengamdiannya.takut dan khawatir kalau tidak senang
keadanya. Karena adanya perasaan seperti itu ,maka selalu berusaha untuk
memperbaiki dan lebih meni ngkatkan amal dan perbuatannya dan jangan sampai
mnyimpang dari apa yang dikehendaki oleh Allah.perasaan khauf ini timbul karena
pengenalan dan rasa kecintaan kepada Allah sudah mendalam sehingga iya khawatir ia
kalau yang dicintainya itu melupakannya atau takut kepada siksa Allah.116

AL-khauf adalah suatu perasaan takut kepada Allah yang dimiliki oleh seprang
sufi,sehingga dikatan oleh seorang sufi yang kha’if,memiliki persaan takut akan dirinya
jika tidak diperhatikan oleh Allah melebi tautnya kepada musuh-musuhnya.117

114
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.202
115
Jafar, GERBANG TASAWUF: Dimensi Teoritis Dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, 2016 hlm. 85
116
M. Iqbal irham,akhlak tasawuf,pustaka al-ihsan,2013 hlm 145
117
Al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim, hlm 315
Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang
sempurna pengabdianya. Takut dan kawatir kalau Allah tidak senang kepadanya.
Menurut Ghozali Khauf adalah rasa sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi
sesuatu yang tidak disenagi dimasa sekarang.

Khauf menurut ahli sufi bararti suatu sikap mental takut kepada allah karena khawatir
kurang sempurna pengabdian. Takut dan khawatir kalau Allah tidak senang kepadanya.
Oleh karena adanya perasaan seperti itu, maka ia selalu berusaha untuk memperbaiki
dan lebih meningkatkan amal perbuatannya dan jangan sampai menyimpang dari apa
yang dikehendaki oleh Allah. Perasaan khauf ini timbul karena pengenalan dan rasa
kecintaan kepada Allah sudah mendalam sehingga ia khawatir kalau yang dicintainya
itu melupakannya.118

Menurut al Ghozali Khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat, diantaranya
adalah:

1. Tingkatan Qashir (pendek), Yaitu khauf seperti kelembutan


perasaan yang dimiliki wanita, perasaan ini seringkali
dirasakan tatkala mendengarkan ayat-ayat Allah dibaca.

2. Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang


sangat kuat dan melewati batas kewajaran dan menyebabkan
kelemahan dan putus asa, khauf tingkat ini menyebabkan
hilangya kendali akal dan bahkan kematian, khauf ini dicela
karena karena membuat manusia tidak bisa beramal.

3. Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkatan yang sangat


terpuji, ia berada pada khauf qashir dan mufrith.119

118
Miswar, AKHLAK TASAWUF: Membangun Karakter Islam, (Perdana Publishing: 2016), hlm 183
119
Rosibon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu tasawuf,hlm.75-76
firman Allah SWT: Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan
melaksanakan apa yang diperintahkan (QS. an-Nahl [16]: 50). Yakni, mereka tidak
berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun.120

3.Raja’

Al-raja’ yang arti dasarnya mengharap, oleh para sufi dimaknakan sebagai
suatu sikap mental yang optimis dalam memperoleh serta berharap pada karunia dan
nikmat Allah yang di sediakan bagi hamba hambanya yang shaleh.

Orang yang harapan dan penantianya menjadikanya berbuat ketaatan dan


mencegahnya dari kemaksiatan, berarti harapanya besar, Sebaliknya, jika kemaksiatan,
harapanya sia-sia dan percuma.121

Harapan penting lainnya adalah berupa di terimanya amal perbuatan yang dilakuannya
oleh karena itu Allah pengasih ,maha pengampun dan maha penyayang, maka seorang
hamba yang taat ,merasa optimis akan memperoleh limpahan karunia ilahi, jiwanya
penuh pengharapan akan mendapat ampunan, merasa lapang dada penuh gairah
menanti rahmat dan kasih sayang Allah. Raja’ dapat berarti berharap atau optimisme,
yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
Raja’ atau optimisme ini telah ditegaskan dalam al-Qur’an:122

َ ُ‫َّللا‬
ٌ ُ‫غف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ َّ َ‫َّللاِ أُو َٰلَئِكَ يَ ْر ُجونَ َرحْ َمت‬
َّ ‫َّللاِ ۚ َو‬ َ ‫إِنَّ الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوالَّ ِذينَ َهاج َُروا َوجَا َهدُوا فِي‬
َّ ‫سبِي ِل‬

Artinya:

120
Ali anwar Yusuf, Studi Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h.200
121
Sholihin, dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf,Bandung: CV Pustaka Setia,2008, hlm 85.
122
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.193-194
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad
di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.(Al-Baqarah: 218).123)124

Orang yang harapan dan penantiannya mendorongnya untuk berbuat ketaatan dan
mencegahnya dari kemaksiatan, berarti harapannya benar. Sebaliknya, jika harapannya
hanya angan-angan, semenatara ia sendiri tenggelam dalam lembah kemaksiatan,
harapannya sia-sia.

Raja’ menurut tiga perkara, yaitu:

a. Cinta kepada apa yang diharapkannya.

b. Takut bila harapannya hilang.

c. Berusaha untuk mencapainya.

raja’ yang tidak dibarengi dengan tiga perkara itu hanyalah ilusi atau hayalan. Setiap
orang yang berharap adalah juga orang yang takut (khauf). Orang yang berharap untuk
sampai di suatu tempat tepat waktunya, tentu ia takut terlambat. Dan karena takut
terlambat, ia mempercepat jalannya. Begitu pula orang yang mengharap rida atau
ampunan Tuhan, diiringi pula dengan rasa takut akan siksaan Tuhan.

4.Syauq

Al-syauq atau kerinduan adalah kondisi kejiawaan yang menyertai rasa cinta
(mahabbah) memancar dari dalam hati.rasa rindu yang memancar dari dalam kalbu
karena glora cinta yang murni.setiap denyutan jantung,detak kalbu dan desah
nafas,ingatan hanya tertuju kepada Allah.inilah yang di sebut al-syauq.perasaan rindu

123
Al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim, hlm 296
124
Qs. Al-Baqarah 218
124
M.iqbal irham,akhlak tasawuf,pustaka al-ihsan,2012 hlm 148
yang di tunjukkan kepada Allah ini ,dijadikan sebagi pendorong untuk selalu bergerola
ingin selalu bersama Allah .

Karena itulah timbul kerinduan untuk mengetahuinya dan rindu itu akan
berakhir di hari akherat kelak,hal itu akan berupa ru’yah(melihat tuhan),liqa,(bertemu
Allah)dan musyhadah(menyaksikan Allah).125

Abu Ali Daqaq mengatakan “Syauq adalah dorongan hati untuk bertemu dengan yang
dicintai dan kuatnya dorongan sesuai dengan kuatnya cinta dan cinta baru berakhir
setelah melihat dan bertemu.

Setiap denyutan jantung, detak kalbu dan desah nafas, ingatan hanya tertuju kepada
Allah Swt itulah yang disebut Al-Syauq. Perasaan inilah yang menjadi pendorong sufi
agar selalu berada sedekat mungkin dengan Allah.126

Menurut Al Sarraj orang yang merindu itu terbagi atas tiga golongan.

a. pertama adalah mereka yang merindu kepada janji Allah atas para kekasih-Nya
tentang pahala, karamah, keutamaan, dan keridlaan-Nya.

b. Kedua, mereka yang rindu kepada kekasihnya karena cintanya yang mendalam dan
bersemayamnya rindu itu hendak bertemu dengan kekasihnya.

c. Ketiga, mereka yang menyaksikan kedekatan Allah terhadap dirinya, Allah


senantiasa hadir tidak pernah pergi, maka hatinya merasa senang walau hanya
menyebut nama-Nya saja.127

11. Al- AHWAL BAGIAN II

125
M.iqbal irham,akhlak tasawuf,pustaka al-ihsan,2012 hlm 148
126
Miswar, AKHLAK TASAWUF: Membangun Karakter Islam, (Perdana Publishing: 2016), h. 184
127
Jafar, GERBANG TASAWUF: Dimensi Teoritis Dan Praktis Ajaran Kaum Sufi, (Perdana Publishing:
2016), h. 89
5. Uns (Intimacy)

Al-Uns atau rasa keakraban adalah suatu kondisi mental atau keadaan jiwa dan
seluruh perasaan yang tertuju pada suatu titik sentral, yaitu Allah. Dalam kondisi ini,
hanya Allah saja yang menjadi pusat perhatian, perasaan, harapan dan ingatan. Tidak
ada yang ingin dirasa, tidak ada yang diingat, tidak ada yang diharapkan kecuali Allah.
Segenap jiwa raganya terpusat bulat sehingga ia seakan-akan tidak menyadari dirinya
lagi dan berada dalam situasi hilang ingatan terhadap alam sekitarnya.

Sedemikian kuatnya rasa Uns ini, Dzu an-Nun al-Mishri menggambarkan


bahwa seandainya seorang sufi itu dilemparkan ke neraka, ia tidak akan merasakan
panasnya. Atau sebagaimana yang digambarkan oleh al-Junaid bahwa bila tubuh
seorang sufi dalam kondisi uns ditusuk dengan pedang, maka ia tidak akan merasakan
sakitnya.128

Seorang hamba yang merasakan Uns dibedakan menjadi tiga kondisi. Pertama,
seorang hamba yang merasakan suka cita berzikir mengingat Allah dan merasa gelisah
di saat lalai. Kedua, seorang hamba yang merasa senang dengan Allah dan gelisah
terhadap bisikan-bisikan hati, pikiran dan segala sesuatu selain Allah yang akan
menghalanginya untuk dekat dengan Allah. Ketiga, yaitu kondisi yang tidak lagi
melihat suka citanya karena adanya wibawa, kedekatan, kemuliaan dan mengagungkan
disertai dengan suka cita.129

Ada orang yang merasa sepi dalam keramaia. Ia adalah orang yang selalu
memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta, seperti halnya sepasang pemuda
dan pemudi. Ada pula orang yang merasa bising dalam kesepian. Ia adalah orang yang
selalu memikirkan atau merencanakan tugas pekerjaan semata-mata. Adapun engkau,
selalu merasa berteman dengan Allah artinya engkau selalu berada dalam
pemeliharaan-Nya.130

128
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 148.
129
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf,hlm 270.
130
Taufiq,Imam,Tasawuf Krisis,Yogyakarta : Pustaka pelajar,2001.
6. Musyahada (Contemplation)

Secara etimologi (harfiah), Al-Musyahadah berarti menyaksikan dengan mata


epala sendiri, sedangkan menurut terminology sikalangan sufi, al-musyahadah
diartikan dengan menyaksikan secra jelas dan sadar apa yang dicarinya itu. Dalam
hubungan ini apa yang dicarinya itu adalah Allah SWT. Jadi, seseorang sufi telah
merasakan berjumpa dengan Allah.

Selanjutnya al-kalabazi mengemukakan bahwa dalam musyahda ini, sering kali


diungkapkan beberapa istilah yang mengandung maksud tertendu atau bertujuan
memberikan penjelasan tentang musyahadah, yaitu istilah muhadhara, mukasyafa,
ghibah, syahwu, dan sakar.131

Perpaduan antara pengetahuan dan rasa cinta yang mendalam lagi dengan
adanya perjumpaan secara langsung, maka tertanamlah dalam qalb perasaan yang
mantap tentang Allah. Perasaan mantapnya pengetahuan yang diperoleh dari
pertemuan secara langsung itulah yang dinamakan al-yaqin. 132

Jadi, al-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa
cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan
secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid, yaqin adalah tetapnya
ilmu di dalam hati, tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Dengan
demikian, yaqin adalah kepercayaan yang kokoh, tak tergoyahkan tentang kebenaran
pengetahuan yang dimiliki.133

7. Thuma’ninah (Tranguillity)

Secara etimologi (harfiah), Thuma’ninah berati tenang, damai dan tentram.


Tidak ada rasa was-was atau khawatir, tidak ada yang dapat mengganggu perasaan dan
pikiran, karna seorang sufi sudah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi.

131
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 149.
132
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf, hlm 271
133
Ibid,hlm 272.
Setelah sekian lama ia berjalan, sekian berat perjuangan yang dihadapi, akhirnya
sampailah ia keujung perjalanan, yaitu berkomunikasi secara langsung dengan Allah
yang dicari, yang dicintai dan dirindui. Ia mampu mengadakan dialog secara langsung
kerena sudah dekat dengan Allah, Karenanya ia merasa tenang bahagia, damai dan
tentram.134

Seseorang yang telahmencapai Thuma’ninah, ia telah kuat akalnya, kuat imanya dan
ilmunya serta bersih ingatanya.

Thuma’ninah dibagi menajadi tingkatan.

a. ketenangan bagi kaum awan.

b. ketenangan bagi orang yang khusus.

c. ketenangan bagi orang-orang yang paling khusus.135

Dalam ibadah, berzikir, salat dan berdoa diperlukan sikap thuma’ninah agar
ibadah yang dilakukan ldapat terfokus dan dapat mencapai ke-khusyu’an. Sebgaiman
yang ditegaskan dalam al-qur’an “ maka kami memperkenankan doanya dan kami
anugrahkan kepadanya Yahya dan kami jadikan istrinya dapat mengandung.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan
cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami”.136

8. Yaqin (Certainty)

Al-yaqin secara harfiah merupakan keyakinan. Jelas, kepastian suatu perkara


yang jelas, pasti kebenarannya. Di kalangan sufi terdapat ungkapan bahwa yakin itu
adalah perasaan mantapnya pengetahuan yang diperoleh dari pertemuan secara
langsung dengan Allah. Dengan demikian, al-yaqin adalah kepercayaan yang kokoh

134
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 150.
135
Ahmad Budiyono, ”Pengertian dan Tahapan Maqamat dan Ahwal”,hlm 170
136 136
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 151.
dan tak tergoyahkan tentang kebenaran pengetahuan yang ia miliki, karena ia sendiri
telah menyaksikannya dengan segenap jiwa dan telah merasakannya dengan seluruh
ekspresinya serta dipersaksikan oleh segenap eksistensialnya.

Perpaduan antara pengetahuan yang luas dan mendalam kepada Allah dengan
rasa cinta dan rindu yang bergelora ditambah lagi dengan perjumpaan secara langsung
dengan Allah, maka tertanam dan tumbuhlah perasaan yang mantap dalam jiwa bahwa
dialah yang dicari itu. Perasaan mantapnya pengetahuan yang diperoleh dari pertemuan
secara langsung tersebut, inilah yang disebut al-yaqin.137

Belum sampai pada satu tingkat keimanan yang meyakinkan sehingga-ketika itu-
masih ada semacam pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benak beliau.
Kalaupun ketika itu beliau telah yakin, itu baru sampai pada tingkat ‘Ilm al-Yakin,
belum ‘Ain al-Yakin, apalagi Haqq al-Yakin. Beliau baru sampai pada tingkat
keyakinan yang sempurna setelah malakut as-Samawati wa al-Ardh ditunjukkan
kepadanya oleh Allah, sebagaimana firmannya di atas.138

Seseorang yang ingin mencapai tahap keyakinan harus berusaha menghilangkan setiap
kerancuan yang menyelinap ke dalam benak, dan hatinya. Ini ditempuh dengan jalan
mendekatkan diri kepada Allah, mempelajari hukum-hukum yang ditetapkannya serta
mengamalkannya dan pengetahuan yang terakhir ini mengantar ia sampai kepada
keyakinan, dan ini pada gilirannya mengantar ia dengan mantap berkata bahwa tidak
ada yang lebih baik daripada Allah dalam menetapkan hukum.139

137
Iqbal Irham, Akhlak Tasawuf,Pustaka Al-Ihsan,hlm 151.
138
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 3, hal 511.
139
Ibid, hlm 146.

Anda mungkin juga menyukai