Dokumen Histerektomi
Dokumen Histerektomi
1.1 Pendahuluan
Porro (1876) melakukan histerektomi pada kasus infeksi intrapartal berat tanpa mengeluarkan
janin dari dalam rahim. Usahanya ini berhasil mencegah kematian ibu sehingga pada tahun
1880 diakui para sarjana secara luas. Histerektomi segera setelah sectio sesarea dahulu
semata-mata dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu akibat perdarahan dan infeksi
yang bersumber dari rahim. 3
Namun, tindakan ini sangat berpengaruh terhadap sistem reproduksi wanita. Diangkatnya
rahim, tidak atau dengan saluran telur atau indung telur akan mengakibatkan perubahan pada
sistem reproduksi wanita, seperti tidak bisa hamil, haid, dan perubahan hormon. 2
Pada beberapa kasus dan biasanya pada kasus dengan penyulit perdarahan obstetric yang
parah, tindakan histerektomi pascapartum mungkin dapat menyelamatkan nyawa. Operasi
dapat dilakukan dengan laparotomi setelah pelahiran pervaginam, atau dilakukan bersamaan
dengan sesar (disebut histerektomi sesar). 4
1.2 Definisi
Istilah histerektomi berasal dari bahasa latin histeria yang berarti kandungan, rahim, atau
uterus, dan ectomi yang berarti memotong, jadi histerektomi adalah suatu prosedur
pembedahan mengangkat rahim yang dilakukan oleh ahli kandungan. 5,6,7
Histerektomi adalah suatu prosedur operatif dimana seluruh organ dari uterus diangkat.
Histerektomi merupakan suatu prosedur non obstetrik untuk wanita di negara Amerika
Serikat.
Histerektomi adalah bedah pengangkatan rahim (uterus) yang sangat umum dilakukan. namun
organ-organ lain seperti ovarium, saluran tuba dan serviks sangat sering dihapus sebagai
bagian dari operasi.
Histeroktomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi kelainan atau gangguan
organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada wanita. Dengan demikian, tindakan ini
merupakan keputusan akhir dari penanganan kelainan atau gangguan berdasarkan hasil
pemeriksaan dokter. Namun tindakan ini sangat berpengaruh terhadap system reproduksi
wanita. Diangkatnya rahim, tidak atau dengan saluran telur atau indung telur akan
mengakibatkan perubahan pada system reproduksi wanita, seperti tidak bisa hamil, haid dan
perubahan hormone.
2. Kontraindikasi
a. Atelektasis
b. Luka infeksi
c. Infeksi saluran kencing
d. Tromoflebitis
e. Embolisme paru-paru.
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada adneksa
g. Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix) dan abses pada cul-
de-sac Douglas karenadiduga terjadi pembentukan perlekatan.
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau mengeluarkan ovarium pada
satu atau keduanya. Pada penyakit, kemungkinan dilakukannya ooforektomi unilateral
atau bilateral harus didiskusikan dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak
ada pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah sering terjadi
mikrometastase. 1
Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada histerektomi total seluruh bagian rahim
termasuk mulut rahim (serviks) diangkat. Selain itu, terkadang histerektomi total juga
disertai dengan pengangkatan beberapa organ reproduksi lainnya secara bersamaan.
Misalnya, jika organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba falopii) maka
tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua ovarium atau indung
telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang disebut histerektomi bilateral salpingo-
oophorektomi adalah pengangkatan rahim bersama kedua saluran telur dan kedua indung
telur. Pada tindakan histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan pengangkatan
bagian atas vagina dan beberapa simpul (nodus) dari saluran kelenjar getah bening, atau
yang disebut sebagai histerektomi radikal (radical hysterectomy). 2
Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu abdominal, vaginal dan
laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis
penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal tetap
merupakan pilihan jika uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain. Histerektomi
vaginal awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi saat ini juga dikerjakan pada
kelainan menstruasi dengan ukuran uterus yang relatif normal. Histerektomi vaginal memiliki
resiko invasive yang lebih rendah dibandingkan histerektomi abdominal. Pada histerektomi
laparoskopik, ada bagian operasi yang dilakukan secara laparoskopi (garry, 1998). 5,6,7
1.5 Patofisiologi
1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. USG
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan
adnexa dalam rongg apelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI,
tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG.
Untungnya leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnose jaringan.
2. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai masaa di rongga pelvis serta menilai
fungsi ginjal dan perjalanan ureter
3. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis
5. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin
darah.
6. Tes kehamilan
7. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk menyingkirkan
kemungkinan patologi pada rahim (hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium). 5,6,7
1. Histerektomi abdominal
Pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut, baik irisan vertikal maupun
horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik ini adalah dokter yang melakukan operasi
dapat melihat dengan leluasa uterus dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang
untuk melakukan pengangkatan uterus. Cara ini biasanya dilakukan pada mioma yang
berukuran besar atau terdapat kanker pada uterus. Kekurangannya, teknik ini biasanya
menimbulkan rasa nyeri yang lebih berat, menyebabkan masa pemulihan yang lebih
panjang, serta menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak.
2. Histerektomi vaginal
Dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui irisan tersebut, uterus (dan
mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan pembuluh darah di sekitarnya kemudian
dikeluarkan melalui vagina. Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri.
Kelebihan tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada
jaringan parut yang tampak.
3. Histerektomi laparoskopi
Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang dibantu laparoskop
(laparoscopically assisted vaginal hysterectomy, LAVH) dan histerektomi supraservikal
laparoskopi (laparoscopic supracervical hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan
histerektomi vagnal, hanya saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui irisan
kecil di perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta untuk membebaskan
uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak menggunakan irisan pada bagian atas vagina,
tetapi hanya irisan pada perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus
kemudian dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang
laparoskop. Kedua teknik ini hanya menimbulkan sedikit nyeri, pemulihan yang lebih
cepat, serta sedikit jaringan parut.
2. Puasa
Pada operasi kecil, tidak perlu ada perawatan khusus. Hanya perlu puasa
beberapa jam sebelum operasi dan makan makanan ringan yang mudah dicerna
malam hari sebelumnya
Pada operasi besar, pada hari akan dilakukan operasi, pasien hanya mendapatkan
terapi cairan saja. Pada persiapan praoperatif penderita malnutrisi, juga diberikan
hiperalimentasi per oral atau intravena.
Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan histerektomi abdomen karena lebih kecil
risikonya dan lebih cepat pemulihannnya. Namun demikian, keputusan melakukan
histerektomi lewat perut atau vagina tidak didasarkan hanya pada indikasi penyakit
tetapi juga pada pengalaman dan preferensi masing-masing ahli bedah.
Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti halnya bedah besar
lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa diantaranya adalah pendarahan dan
penggumpalan darah (hemorrgage/hematoma) pos operasi, infeksi dan reaksi
abnormal terhadap anestesi.
2. Komplikasi
a. Hemoragik
Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi dengan cepat
dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini diklasifikasikan dalam sejumlah cara
yaitu, berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan
waktu sejak dilakukan pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam waktu 24 jam
ketika tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10 hari sesudah kejadian dengan
disertai sepsis sekunder, perdarahan bisa interna dan eksterna.
b. Thrombosis vena
Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi membahayakan jiwa
adalah thrombosis vena dalam dengan emboli paru-paru, insiden emboli paru-paru
mungkin dapat dikurangi dengan penggunaan ambulasi dini, bersama-sama dengan
heparin subkutan profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan sebelum
mobilisasi sesudah pembedahan yang memadai.
c. Infeksi
Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen, antitoksinnya didalam darah
atau jaringan lain membentuk pus.
d. Pembentukan fistula
Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau menghubungkan 1 organ
dengan bagian luar. Komplikasi yang paling berbahaya dari histerektomi radikal
adalah fistula atau striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena
ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari peritoneum parietal, yang
dulu bisa dilakukan. Drainase penyedotan pada ruang retroperineal juga digunakan
secara umum yang membantu meminimalkan infeksi. 5,6,7
Pencegahan komplikasi
a. Pencegahan perlekatan
Perlekatan dapat dicegah dengn cara manipulasi jaringan secara lembut dan
hemostasis yang seksama. Untuk mempertahankan integritas serosa usus,
pemasangan tampon dgunakan apabila usus mengalami intrusi menghalangi
lapangan pandang operasi. Untuk mencegah infeksi, darah harus dievakuasi dari
kavum peritonei. Hal ini dapat dilakukan dengan mencuci menggunakan larutan RL
dan melakukan reperitonealisasi defek serosa dengan hati-hati
b. Drainase
Pada luka bersih (aseptic), pemasangan drain untuk mengevakuasi cairan yang
berasal dari sekresi luka dan darah berguna untuk mencegah infeksi. Pada luka
terinfeksi pemasangan drain dapat membantu evakuasi pus dan sekresi luka dan
menjaga luka tetap terbuka. System drainase ada yang bersiat pasif (drainase
penrose), aktif (drainase suction) da juga ada yang bersiat terbuka atau tertutup.
c. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli
1) Saat praoperasi, perlu dicari faktor resiko. Usahakan menurunkan berat badan
dan memperbaiki keadaan umum pasien sampai optimal. Kontrasepsi oral harus
dihentikan minimal empat minggu sebelum operasi. Mobilisasi pasien dilakukan
sedini mungkin dan diberikan terapi fisik dan latihan paru.
2) Upaya intraoperasi, dilakukan hemostasis yang teliti san pencegahan infeksi.
Selain itu, cegah juga hipoksia dan hipotensi selama pembiusan. Hindari statis
vena sedapat mungkin, terutama dengan memperhatikan posisi kaki.
3) Pada pascaoperasi, antikoagulasi farmkologis dan fisik dilanjutkan. Upaya fisik
meliputi mobilisasi dini pada 4-6 jam pertama pascaoperasi, bersamaan dengan
fisioterapi. Disamping itu bisa juga dnegan pemakaian stocking ketat dan
mengankat kaki.
1.10 Penatalaksanaan
1. Preoperative
Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur dengan sangat cermat
dan dibersihkan dengan sabun dan air (beberapa dokter bedah tidak menganjurkan
pencukuran pasien). Traktus intestinal dan kandung kemih harus dikosongkan sebelum
pasien dibawa keruang operasi untuk mencegah kontaminasi dan cidera yang tidak
sengaja pada kandung kemih atau traktus intestinal. Edema dan pengirigasi antiseptic
biasanya diharuskan pada malam hari sebelum hari pembedahan, pasien mendapat
sedative. Medikasi praoperasi yang diberikan pada pagi hari pembedahan akan
membantu pasien rileks.
2. Postoperative
Prinsip-prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah abdomen diterapkan,
dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer untuk mencegah tromboflebitis
dan TVP (perhatikan varicose, tingkatkan sirkulasi dengan latihan tungkai dan
menggunakan stoking. 5,6,7
1.11 Pemulihan dan Diet Pasca Operasi
Pemulihan dari operasi histerektomi biasanya berlangsung dua hingga enam minggu. Selama
masa pemulihan, pasien dianjurkan untuk tidak banyak bergerak yang dapat memperlambat
penyembuhan bekas luka operasi. Dari segi makanan, disarankan untuk menghindari makanan
yang menimbulkan gas seperti kacang buncis, kacang panjang, brokoli, kubis dan makanan
yang terlalu pedas. Seperti setelah operasi lainnya, makan makanan yang kaya protein dan
meminum cukup air akan membantu proses pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA