Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KOMUNIKASI KESEHATAN

Oleh Kelompok 2:

1. Aisya Safira Nisa 1806268826


2. Angga Bagus Pratama 1806268875
3. Dyah Nursmarastri S 1806269013
4. Faridah Sani 1806269035
5. Ghariza A Samara 1806269096
6. Kartika Sari Wanodya 1806269165
7. Senja Arum W. 1806269410

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
EKSTENSI SEMESTER I
TAHUN 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5
2.1 Komunikasi Kelompok Pada Pelayanan Kesehatan......................................................... 5
1. Definisi Kelompok ........................................................................................................... 5
2. Cara Melakukan Komunikasi Pada Kelompok ................................................................ 6
3. Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Harus Diperhatikan dalam
Komunikasi Kelompok di Pelayanan Kesehatan ............................................................. 6
2.2 Komunikasi Interprofesional Pada Pelayanan Kesehatan ................................................ 6
1. Definisi Mitra Kerja dalam Bidang Kesehatan ................................................................ 6
2. Cara Melakukan Komunikasi Interprofesional Dalam Bidang Kesehatan ...................... 8
3. Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Harus Diperhatikan dalam
Komunikasi Interprofesional ............................................................................................ 9
2.3 Komunikasi pada Masyarakat atau Publik di Pelayanan Kesehatan .............................. 11
1. Definisi Komunikasi Publik ........................................................................................... 11
2. Cara Melakukan Komunikasi Publik di Pelayanan Kesehatan ...................................... 18
3. Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Perlu Diperhatikan Pada
Komunikasi Publik di Pelayanan Kesehatan .................................................................. 19
2.4 Komunikasi Massa Pada Pelayanan Kesehatan ............................................................. 20
1. Definisi Komunikasi Massa ........................................................................................... 20
2. Cara Melakukan Komunikasi Massa.............................................................................. 24
3. Hal yang Boleh Dilakukan dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Harus
Diperhatikan dalam Komunikasi Massa pada Pelayanan Kesehatan ............................. 29
BAB III ......................................................................................................................................... 33

1
PENUTUP..................................................................................................................................... 33
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 33
3.2 Saran .................................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 35

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Menurut


Lawrence dalam Cangara (1998), komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada
gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Dalam berinteraksi tentunya
manusia tidak lepas dari komunikasi, sehingga komunikasi sangat penting dalam berbagai
aspek termasuk pelayanan kesehatan.

Menurut Schiavo (2007), komunikasi kesehatan adalah pendekatan yang beraneka


ragam dan multidisiplin untuk menjangkau audiens yang berbeda dan berbagi informasi yang
berhubungan dengan kesehatan dengan tujuan memengaruhi, melibatkan, dan mendukung
individu, komunitas, profesional kesehatan, kelompok khusus, pembuat kebijakan dan
masyarakat agar dapat menjadi lebih baik, dapat memperkenalkan, mengadopsi, atau
mempertahankan perilaku, praktik, atau kebijakan yang akhirnya akan meningkatkan
kesehatan . Komunikasi pada pelayanan kesehatan yang tidak sepaham antara komunikator
dan komunikan dapat dikatakan sebagai komunikasi yang buruk, hal ini akan menyebabkan
hambatan dalam pemberian pelayanan terhadap pasien sehingga pelayanan yang diberikan
menjadi tidak maksimal.

Komunikasi dalam proses pelayanan kesehatan terbagi menjadi komunikasi


kelompok, komunikasi interprofesi (mitra kerja), komunikasi masyarakat atau publik, dan
komunikasi massa. Setiap jenis komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam
mencapai proses pelayanan kesehatan yang maksimal atau seperti yang diharapkan. Oleh
karena itu makalah yang berjudul “Peran Komunikasi Kelompok, Interprofesional (Mitra
Kerja) ,Publik dan Massa dalam Proses Pelayanan Kesehatan” ini dibuat guna dapat

3
meningkatkan kualitas komunikasi dalam proses pelayanan kesehatan sehingga lebih efektif
dan maksimal seperti yang diharapkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana komunikasi kelompok pada pelayanan kesehatan?


2. Bagaimana komunikasi interprofessional (mitra kerja) dalam pelayanan kesehatan?
3. Bagaimana komunikasi masyarakat atau public pada pelayanan kesehatan?
4. Bagaimana komunikasi massa pada pelayanan kesehatan?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetauhi komunikasi kelompok pada pelayanan kesehatan


2. Mengetauhi komunikasi interprofessional (mitra kerja) dalam pelayanan kesehatan
3. Mengetauhi komunikasi masyarakat atau public pada pelayanan kesehatan
4. komunikasi massa pada pelayanan kesehatan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi Kelompok Pada Pelayanan Kesehatan

1. Definisi Kelompok
Perkembangan ilmu komunikasi dalam promosi kesehatan telah menjadi komponen
utama. Dalam hal komunikasi kesehatan pada pelayanan kesehatan primer harus dimulai
dengan dialog atau diskusi antara berbagai pihak seperti petugas kesehatan dan warga
lokal. Tantangan utama dalam komunikasi kesehatan terutama dalam promosi kesehatan
adalah bagaimana cara merangkul pelayanan primer dalam mensukseskan promosi
kesehatan yang diberikan. Komunikasi kelompok pelayanan kesehatan baik antara dokter
dan pasien merupakan komponen paling penting dan merupakan poin penting dalam
memberikan pelayan terhadap pasien. Keefektifan komunikasi yang baik antara dokter dan
pasien akan menciptakan keberhasilan dalam proses perawatan pasien, pengobatan yang
diberikan bertujuan untuk meningkatan status kesehatan pasien. (Liansyah, dkk. 2015).
Menurut Homan dalam Arishanti tahun 2005 kelompok adalah sejumlah individu
berkomunikasi satu dengan yang lain dalam jangka waktu tertentu yang jumlahnya tidak
terlalu banyak, sehingga tiap orang dapat berkomunikasi dengan semua anggota secara
langsung. Kelompok adalah sejumlah orang yang terikat oleh kegiatan bersama dan saling
berinteraksi satu sama lain secara kontinyu. (Soejono, 2013).
Hodgetts dan Casio dalam Rohima tahun 2013 menyatakan bahwa bentuk dan jenis
pelayanan kesehatan tersebut terbagi menjadi dua yaitu :
1) Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok yaitu pelayanan kedokteran
(medical service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat berdiri sendiri
(solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution). Tujuan
utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
5
2) Pelayanan kesehatan masyarakat yaitu pelayanan kesehatan yang termasuk dalam
kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan
cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit dan sasaran utamanya adalah untuk kelompok dan masyarakat.

2. Cara Melakukan Komunikasi Pada Kelompok


Cara efektif yang dapat digunakan dalam komunikasi kelompok adalah dengan
cara berdiskusi atau Focus Group Discussion (FGD), FGD biasa juga disebut sebagai
metode dan teknik pengumpulan data kualitatif dengan cara melakukan wawancara
kelompok. Guna memperoleh pengertian yang lebih saksama, kiranya FGD dapat
didefinisikan sebagai suatu metode dan teknik dalam mengumpulkan data kualitatif di
mana sekelompok orang berdiskusi tentang suatu fokus masalah atau topik tertentu
dimana terdapat satu moderator dan sati fasilitator (Indrizal, 2014).

3. Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Harus Diperhatikan
dalam Komunikasi Kelompok di Pelayanan Kesehatan

Sebagai tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang terbaik berkaitan


dengan kesehatan bagi pasien. Tenaga kesehatan dilarang berkomunikasi dengan
menggunakan handphone saat bekerja kecuali jika tentang masalah pekerjaan. Saat
melakukan pelayanan kesehatan wajib memberikan informasi yang benar kepada rekan
kerja maupun kepada pasien selain itu pekerja pelayanan kesehatan dilarang
membocorkan data dari pasien.

2.2 Komunikasi Interprofesional Pada Pelayanan Kesehatan

1. Definisi Mitra Kerja dalam Bidang Kesehatan

Komunikasi interprofesional adalah komunikasi yang terjadi antar multidisiplin


ilmu mengenai praktik keprofesian yang berkolaborasi guna meningkatkan kerjasama dan

6
pelayanan kesehatan (Barr, 2002). Komunikasi interprofessional adalah bentuk interaksi
untuk bertukar pikiran, opini dan informasi yang melibatkan dua profesi atau lebih dalam
upaya untuk menjalin kolaborasi interprofesi.

Menurut Promkes Depkes RI, kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi


dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak
merupakan ”mitra” atau ”partner”. WHO (1999) mendeskripsikan kemitraan kesehatan
sebagai berikut:

”Bring together a set of actors for the common goal of improving the health of
populations based on mutually agreed roles and principles”

Komunikasi interprofessional terjadi ketika penyedia layanan kesehatan


berkomunikasi satu sama lain, dengan orang dan keluarga mereka, dan dengan komunitas
dalam suatu terbuka, kolaboratif, dan bertanggung jawab. Jenis ini komunikasi
membangun kepercayaan di antara orang, keluarga mereka dan anggota tim.
Kemitraan dalam upaya kesehatan (partnership for health) adalah kebersamaan
dari sejumlah pelaku untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat yang didasarkan atas kesepakatan tentang peranan dan prinsip masing-masing
pihak. Kolaborasi interprofessional bekerja di profesi kesehatan untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengintegrasikan pelayanan dalam tim untuk memastikan perawatan
yang terus menerus dan dapat diandalkan (IOM, 2003).
Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui komunikasi
interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga kesehatan dari
kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error.

Komunikasi interprofesi yang sehat menimbulkan terjadinya pemecahan masalah,


berbagai ide, dan pengambilan keputusan bersama (Potter dan Perry, 2005). Bila
komunikasi tidak efektif terjadi di antara profesi kesehatan, keselamatan pasien menjadi
taruhannya. Beberapa alasan yang dapat terjadi yaitu kurangnya informasi yang kritis,
salah mempersepsikan informasi, perintah yang tidak jelas melalui telepon, dan
melewatkan perubahan status atau informasi (O‟Daniel and Rosenstein, 2008).

7
2. Cara Melakukan Komunikasi Interprofesional Dalam Bidang Kesehatan

Lingkungan saling menghormati sangat penting untuk komunikasi


interprofessional. Rasa hormat membantu memfasilitasi lingkungan yang positif untuk
menetapkan tujuan bersama, buat rencana kolaboratif, membuat keputusan, dan berbagi
tanggung jawab. Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor
yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui
komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga kesehatan
dari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error.

Komunikasi interprofessional yang baik bergantung pada interaksi yang


transparan dan jujur. Komunikasi ini membantu memperagakan dan membangun
kepercayaan. Setiap anggota perawatan kesehatan tim memfasilitasi dengan baik
komunikasi interprofessional oleh:

1. Aktif mendengarkan dan memperhatikan komunikasi non-verbal


2. Menjadi umum pemahaman tentang perawatan keputusan
3. Secara efektif menggunakan informasi dan teknologi komunikasi
4. Mempertimbangkan apakah negosiasi, konsultasi, interaksi, diskusi atau debat
adalah yang terbaik
Berikut ini adalah karakter dalam komunikasi interprofesi kesehatan yang kami
temukan melalui serangkaian penelitian ilmiah bersama dengan profesi dokter, perawat,
apoteker dan gizi kesehatan dan telah mendapatkan validasi oleh pakar komunikasi dari
Indonesia maupun Eropa (Claramita, et.al, 2012):
1) Mampu menghormati (Respect) tugas, peran dan tanggung jawab profesi kesehatan
lain, yang dilandasi kesadaran/sikap masing-masing pihak bahwa setiap profesi
kesehatan dibutuhkan untuk saling bekerjasama demi keselamatan pasien (Patient-
safety) dan keselamatan petugas kesehatan (Provider-safety).
2) Membina hubungan komunikasi dengan prinsip kesetaraan antar profesi kesehatan.

8
3) Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antar petugas kesehatan
yang berbeda profesi
4) Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersama profesi kesehatan lain.
5) Pembahasan mengenai masalah pasien dengan tujuan keselamatan pasien bisa
dilakukan antar individu ataupun antar kelompok profesi kesehatan yang berbeda.
6) Mampu menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi kesehatan yang
lain.
7) Mampu membicarakan dengan profesi kesehatan yang lain mengenai proses
pengobatan (termasuk alternatif/ tradisional)
8) Informasi yang bersifat komplimenter/ saling melengkapi: kemampuan untuk
berbagi informasi yang appropriate dengan petugas kesehatan dari profesi yang
berbeda (baik tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal).
9) Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antar profesi kesehatan sesuai
dengan tugas, peran dan fungsi profesi masing-masing.
10) Negosiasi: Kemampuan untuk mencapai persetujuan bersama antar profesi kesehatan
mengenai masalah kesehatan pasien.
11) Kolaborasi: Kemampuan bekerja sama dengan petugas kesehatan dari profesi yang
lain dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

3. Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Harus Diperhatikan
dalam Komunikasi Interprofesional

Komunikasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang dapat mendukung


komunikasi dalam tim. Menurut Kumala (1995) prinsip-prinsip tersebut ialah:

1) Setiap individu dalam tim memiliki hak untuk mengemukakan dan menjelaskan
pendapatnya atau pandangan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan.
2) Pesan yang diberikan, dalam bentuk lisan maupun tulisan, harus dinyatakan dengan
menggunakan bahasa serta ungkapan yang jelas dan mudah dimengerti oleh semua
individu dalam tim tersebut.
3) Setiap individu dalam tim menghindari perselisihan dan pertentangan sesama
individu dalam tim agar komunikasi atau hubungan yang terjalin lebih baik.
9
Menurut Potter dan Perry (2005) keefektifan komunikasi interprofesi dipengaruhi
oleh beberapa faktor :

1) Persepsi yaitu suatu pandangan pribadi atas hal-hal yang telah terjadi. Persepsi
terbentuk apa yang diharapkan dan pengalaman. Perbedaan persepsi antar profesi
yang berinteraksi akan menimbulkan kendala dalam komunikasi;
2) Lingkungan yang nyaman membuat seseorang cenderung dapat berkomunikasi
dengan baik. Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapat membuat
kebingunan, ketegangan atau ketidaknyamanan;
3) Pengetahuan yaitu suatu wawasan akan suatu hal. Komunikasi interprofesi dapat
menjadi sulit ketika lawan bicara kita memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda.
Keadaan seperti ini akan menimbulkan feedback negatif, yaitu pesan menjadi akan
tidak jelas jika kata-kata yang digunakan tidak dikenal oleh pendengar

Konflik antar petugas kesehatan sangat penting karena pada gilirannya akan
mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien. Ada 3 penyebab yang dapat
berdampak terhadap hubungan antar petugas kesehatan, yakni:

1) Role Stress
Menghadapi pasien setiap hari bukanlah suatu hal yang mudah. Petugas
kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
nyawa seseorang, misalnya menentukan diagnosis penyakit fatal, menjelaskan
pengobatan yang kadang-kadang tidak menjanjikan kesembuhan,
menginformasikan prognosis yang tidak baik atau harus memberikan obat yang
harganya sulitdijangkau oleh pasien. Hal-hal ini sedikit banyak akan
mempengaruhi suasana hati dokter dan dapat mempengaruhi komunikasi
verbal dan non-verbalnya dengan sesamapetugas. Ada 2 hal yang termasuk
dalam role stress, yakni role conflict dan role overload.
a. Lack of interprofessional understanding. Kita mengharapkan semua
petugas kesehatan memahami perannya masing-masing dalam lingkungan
kerjanya. Dalam praktiknya, ternyata tidak demikian.Walaupun telah ada
kemajuan dalam memahami peran petugas lainnya, kebingungan atau

10
kesalahtafsiran tentang peran dari masingmasing petugas masih sering
terjadi.
b. Autonomy Struggles. Faktor ketiga adalah masalahotonomi, yakni “the
freedom to be self-governing or selfdirecting”.Pentingnya otonomi
digarisbawahi oleh Conway, yang menyatakan bahwa kapasitas untuk
melakukan otonomi sangat penting agar petugas dapat memenuhi peran
profesinya.Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan dapat
memacu ketegangan interpersonal.Perawat misalnya sering menyatakan
kekesalannya karena rendahnya otoritas mereka untuk pengambilan
keputusan yang sederhana tetapi penting bagi keamanan atau kenyamanan
pasien.Di dalam menghadapi tantangan globalisasi, setiap petugas
kesehatan memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya
masing-masing.
2) Lack of Interprofessional Understanding,
3) Autonomystruggles
Dalam komunikasi interprofesi sebaiknya menghindari persaingan
pribadi, tujuan pribadi dan perbedaan prioritas, tidak mau menerima pendapat
atau merasa benar, menggunakan kata kata atau singkatan istilah yang belum
disepakati agar tidak terjadi miskomunikasi. Contohnya petugas rekam medis
akan melakukan pengkodean diagnosa untuk klaim BPJS, namun petugas tidak
dapat membaca tulisan dokter tersebut , sehigga petugas harus memastikannya
ke dokter yang bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan.

2.3 Komunikasi pada Masyarakat atau Publik di Pelayanan Kesehatan

1. Definisi Komunikasi Publik

a) Pengertian masyarakat secara umum adalah sekumpulan individu-individu yang


hidup bersama. Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab dengan kata
"syaraka". Syaraka, yang artinya ikut serta (berpartisipasi). Sedangkan dalam bahasa

11
Inggris, masyarakat disebut dengan "society" yang pengertiannya adalah interaksi
sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan.
b) Menurut The Lexicon Webster Dictionary cetakan tahun 1978, kata publik diserap
dari bahasa inggris public yang secara etimologis berasal dari bahasa latin, publicus
yang berarti for populicus dan populicus berasal dari kata populus yang berarti
people. Selanjutnya kata publik diartikan sebagai bukan perorangan, meliputi orang
banyak, berkaitan dengan atau mengenai suatu Negara, bangsa, atau masyarakat.
c) Menurut Herbert Blumer, pengertian publik adalah sekelompok orang yang
dihadapkan pada suatu permasalahan dengan berbagai pendapat menegenai
pemecahan persoalan tersebut, serta terlibat dalam diskusi mengenai persoalan
tersebut.
d) Menurut Emery Bogardus, mendefinisikan publik adalah sejumlah orang yang
bersatu dalam satu ikatan dan mempunyai pendirian sama terhadap suatu
permasalahan sosial.
e) Menurut Emile Durkheim, masyarakat adalah suatu objektif dari individu-individu
yang merupakan anggotanya.
f) Menurut Karl Marx adalah suatu struktur yang mengalami ketegangan organisasi
maupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok – kelompok
yang terpecah secara ekonomi
g) Menurut M. J. Herkovits adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan
mengikuti suatu cara hidup tertentu
h) Menurut J. L. Gillin dan J.P. Gillin adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan
persatuan yang sama
i) Menurut Max Weber adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan
oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya
j) Menurut Selo Soemardjan adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan
k) Menurut Paul B. Horton adalah sekumpulan manusia yang relatif mandiri dengan
hidup bersama dalam jangka waktu cukup lama, mendiami suatu wilayah tertentu
dengan memiliki kebudayaan yang sama, dan sebagian besar kediatan dalam
kelompok itu

12
l) Secara umum masyarakat atau publik adalah sekumpulan individu pada suatu
wilayah atau daerah.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, hidup
bersama-sama cukup lama, mendiami suatu wilayah mandiri, memiliki kebudayaan
yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut
(Damsar dan Indrayani, 2016).

Masyarakat pada dasarmnya adalah suatu kelompok manusia di bawah


tekanan kebutuhan dan pengaruh kepercayaan, ideal dan tujuan, tersatukan dalam
suatu rangkaian kehidupan bersama. Masyarakat secara umum memiliki unsur dasar
berupa (Darwis dan Mas’ud, 2017) :

1) Interaksi antar individu tindakan yang saling berkaitan


2) Hubungan antar individu terbentuk dalam satu komunikasi yang saling
ketergantungan (interdependensi)
3) Menempati wilayah ukuran kecil maupun sangat luas
4) Adaptasi budaya daya/kekuatan internal masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan sosial
5) Memiliki identitas
6) Merupakan kelompok perkumpulan secara formal

Komunikasi publik dapat disebut sebagai komunikasi pidato, komunikasi


kolektif, komunikasi retorika, public speaking dan komunikasi khalayak (audience
communication). Dari nama-nama tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi
publik adalah suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh
pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar (Cangara,
1998).
Komunikasi publik di masyarakat contohnya adalah kuliah umum, khotbah,
rapat akbar, pengarahan, ceramah, dan semacamnya. Komunikasi publik yang dapat
terjadi pada pelayanan kesehatan contohnya adalah penyuluhan dari pihak puskesmas
yang diisi oleh dokter atau tenaga kesehatan lain terkait pencegahan dan pengendalian
penyakit kepada masyarakat, seminar kesehatan yang diisi oleh ahli kesehatan untuk

13
masyarakat, pelajar atau tenaga kesehatan lain, sosialisasi oleh kesehatan masyarakat
kepada siswa untuk mencuci tangan, dan masih banyak lagi. Dengan melakukan
komunikasi publik diharapkan penyampaian informasi, baik dengan tujuan informatif,
argumentatif, persuasif, dan ekspositif dapat dilakukan dengan efektif.
Menurut Hart, et al (1975) dalam Tubbs dan Moss (1996) mengemukakan
terdapat tiga aspek pengalaman komunikasi publik yaitu :
1) Komunikasi publik cenderung terjadi di tempat-tempat yang biasanya dianggap
sebagai tempat publik –auditorium, kelas, dan sejenisnya- daripada di tempat
tersendiri seperti di rumah, di kantor, dan di tempat khusus lainnya.
2) Pembicaraan publik lebih merupakan “kesempatan mengemukakan masalah
sosial” daripada kesempatan mengemukakan masalah-masalah informal dan tidak
terstruktur. Dimana pembicaraan publik telat direncanakan lebih dulu, mungkin
terdapat agenda dan acara lain dapat mendahului dan mengikuti penampilan
pembicara.
3) Komunikasi publik melibatkan normal perilaku yang relatf jelas.

Menurut Arni Muhammad, ada empat prinsip komunikasi public yang harus
diperhatikan yaitu:

1) Komunikasi publik berorientasi kepada pembicara


2) Komunikasi publik melibatkan sejumlah besar pendengar
3) Kurang terdapat interaksi antara pembicara dan pendengar
4) Bahasa yang digunakan lebih umum agar dapat dipahami oleh pendengar

Sedangkan menurut Richard Zeoli, 7 (tujuh) prinsip dasar dalam


komuniaksi publik:
1) Perception
2) Perfection
3) Visualization
4) Dicipline
5) Description
6) Inspiration

14
7) Anticipation

Komunikasi publik dalam pelayanan kesehatan adalah komunikasi yang


dilakukan oleh satu orang pembicara kepada sekelompok orang atau publik dimana
pesan yang disampaikan oleh pembicara berkaitan dengan kesehatan.

1) Ciri-ciri Komunikasi Publik


Komunikasi publik memiliki ciri yaitu (Cangara, 1998) :
a. Komunikasinya dilakukan secara tatap muka
b. Penyampaiannya berlangsung secara kontinu
c. Dapat diidentifikasi siapa yang berbicara (sumber) dan siapa
pendengarnya
d. Interaksi antara sumber dan penerima sangat terbatas, karena waktu yang
digunakan relatif terbatas
e. Pesan yang disampaiakan tida spontanitas namun terencana dan
dipersiapkan lebih awal

2) Komunikasi publik dipengaruhi oleh beberapa elemen yaitu:


a. Pembicara
Dalam komunikasi publik pembicara merupakan kunci utama
keberhasilan penyampaian informasi. Informasi yang disampaikan dapat
sampai pada pendengar atau audience apabila pembicara telah
memperoleh kepercayaan dari pendengar. Kepercayaan yang diperoleh
oleh pembicara dapat dilihat dari kemampuan, pengetahuan, dan
kredibilitas pembicara dalam menyampaikan informasi. Terdapat dua jenis
kredibilitas, yaitu:

b) Kredibilitas instrinsik
Merupakan citra yang diciptakan pembicara sebagai hasil dari
penyampaian informasinya.

15
c) Kredibilitas ekstrinsik
Kredibilitas yang telah melekat pada pembicara, bahkan sebelum
pembicara menyampaikan informasi. Terutama komunikasi pada
pelayanan kesehatan, pendukung penyampaian informasi kesehatan
dapat menjadi efektif apabila pembicara memiliki pengetahuan,
kemampuan dan kredibilitas. Apabila pembicara tidak memiliki
kemampuan dan pengetahuan tentang informasi kesehatan yang akan
disampaikan kepada publik, maka komunikasi tersebut tidak dapat
berhasil.

b. Pendengar
Pendengar adalah pihak yang menerima informasi yang diberikan
oleh pembicara. Kemampuan pembicara dalam menyampaikan informasi
dapat menjadi sia-sia pabila pendengar tidak dapat menagkap atau
memahami informasi yang disampaikan tersebut dengan baik. Oleh karena
itu pembicara harus dapat menganalisis masyarakat atau publik sebagai
penerima informasi yang akan disampaikan. Terdapat 2 analisis khalayak,
yaitu:

a) Analisis Demografi
Analisis ini dilakukan agar pembicara dapat menyesuaikan
informasi yang akan disampaikan sehingga lebih mudah untuk
diterima oleh pendengar tanpa mengubah arah tujuan dari
penyampaian informasi tersebut. Contoh dari analisis demografi
adalah analisis umur, jenis kelamin, latar belakang geografis.

b) Analisis berorientasi tujuan

16
Merupakan analisis pendengar yang dikaitkan dengan tujuan
yang akan dicapai. Contonya adalah data pendukung untuk
menyampaikan informasi.

Menurut Hart, et al (1975) dalam Tubbs dan Moss (1996)


terdapat sepuluh tuntutan unik dalam komunikasi publik antara lain :

1) Pesan harus relevan dengan kelompok sebagai suatu


keseluruhan, tidak hanyabagi satu atau segelintir individu dalam
kelompok itu. Dalam komunikasi publik, “kepentingan yang
sama” harus terus-menerus diusahakan oleh pembicara.
2) Bahasa “publik” lebih terbatas, yaitu kurang luwes ,
menggunakan lebih banyak bahasa yang sudah dikenal umum,
lebih sedikit ungkapan pribadi, dan mengandung lebih sedikit
konotasi daripada percakapan “pribadi”.
3) Umpan balik lebih terbatas. Dalam banyak kasus, umpan balik
tersebut terbatas pada respons nonverbal yang terselubung.
4) Khalayak yang dihadapi lebih beraneka-ragam. Dalam
komunikasi publik, kita menghadapi kesulitan memasuki
banyak “dunia perseptual” secara serentak.
5) Meningkatnya jumlah khalayak pendengar memperbesar
kemungkinan kesalahan menafsirkan umpan balik, karena
banyaknya reaksi pendengar yang harus diamati.
6) Pembicara harus membuat persiapan pidato yang lebih lengkap,
karena hanya sedikit kesempatan mendapat umpan balik
langsung yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembicaranya.
7) Persoalan adaptasi menjadi hal terpenting karena sebuah pesan
harus sesuai untuk banyak orang yang berbeda-beda.

17
8) Analisis khalayak pendengar lebih sulit dan lebih tidak akurat
karena pembicara berinteraksi dengan banyak orang secara
serentak.
9) Terkadang susah untuk memusatkan perhatian pendengar
karena banyak yang menarik perhatian publik.
10) Jumlah perubahan pesan relatif banyak karena diterima oleh
lebih banyak orang.

Menurut Muhammad (2008) terdapat empat prinsip


komunikasi publik, yaitu :

1) Komunikasi publik berorientasi kepada pembicara


2) Komunikasi publik melibatkan sejumlah besar pendengar
3) Pada komunikasi publik kurang terdapat interaksi antara
pembicara dan pendengar
4) Bahasa yang digunakan lebih umum supaya dapat dipahami
oleh pendengar

2. Cara Melakukan Komunikasi Publik di Pelayanan Kesehatan

Beberapa langkah yang dilalui dalam komunikasi publik adalah sebagai


berikut (Mediarsy, et al, 2016) :

1. Mempersiapkan topik pembicaraan kesehatan yang akan disampaiakan


2. Menentukan tujuan umum (dasar pelaksanaan komunikasi) dan tujuan khusus
(hal yang ingin dicapai dalam masyarakat). Sebagai contoh tujuan umum
yaitu mengajak masyarakat untuk hidup sehat, dengan tujuan khususnya yaitu
memberi informasi dan mempengaruhi masyarakat untuk cuci tangan
sebelum makan atau makan makanan yang bergizi seimbang.
3. Menganalisis atau mempelajari kondisi masyarakat dan lingkungan
pelaksanaan komunikasi. Unsur-unsurnya yaitu : latar belakang, gender, usia,
waktu dan tempat pelaksanaan.

18
4. Mengumpulkan topik pembicaraan, informasi dapat diperoleh dari
mediainternet yang memiliki kredibilitas yang baik dan dari sumber buku.
5. Mengorganisasi materi agar penyampaiannya menjadi lebih terstruktur.
6. Memakai perangkat bantu, seperti alat peraga, grafik, diagram, dll.
7. Memperhatikan aspek nonverbal yang mencakup aspek visual (penampilan,
postur, kontak mata, gerakan-gerakan tubuh, dan ekspresi wajah) dan audio
(volume suara, artikulasi, intonasi, kecepatan bicara).

3. Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Perlu
Diperhatikan Pada Komunikasi Publik di Pelayanan Kesehatan

Bentuk pelaksanaan komunikasi ini disesuaikan dengan tujuan dan


kondisi pendengar. Contoh komunikasi masyarakat pada pelayanan kesehatan
adalah penyuluhan. Dalam kegiatan penyuluhan penyampaian informasi
dilakukan secara vertical kebawah, dimana pendengar dianggap awam.

Dalam melakukan komunikasi publik, tenaga kesehatan perlu


memerhatikan beberapa poin-poin penting yang harus dilakukan, yaitu
(Mediarsy, et al, 2016) :

a. Memuat topik pembicaraan menjadi mudah untuk didengarkan.


b. Memahami dengan baik nilai kebudayaan masyarakat setempat yang
menjadi penerima pesan.
c. Menyampaiakan informasi kesehatan dalam bahasa yang jelas dan lebih
mudah dipahami.
d. Memberikan kesan antusias dalam penyampaian informasi kepada
masyarakat.
e. Memberikan saran dan motivasi.
f. Pidato bisa menggunakan penggambaran atau visualisasi dengan
menggunakan alat agar lebih jelas dan menarik perhatian publik.
g. Menyampaiakan hal-hal yang dibutuhkan masyarakat.

19
Dalam penyampaian informasi pada komunikasi publik di pelayanan
kesehatan tetap harus menghindari beberapa hal sebagai berikut (Mediarsy, et al,
2016) :

a. Terlalu banyak membuat gerakan yang mendistraksi fokus pendengar


b. Menyinggung dan menghina pendengar
c. Terbawa emosi (marah) yang akan mengganggu pendengar
d. Menyampaikan informasi diluar topik atau informasi yang berlebihan
e. Memulai penyampaian dengan informasi yang komplek/rumit

Selain hal tersebut menyampaiakan berita hoax juga dilarang karena


akan membahayakan pendengar apalagi jika berkaitan dengan kesehatan.

2.4 Komunikasi Massa Pada Pelayanan Kesehatan

1. Definisi Komunikasi Massa

Menurut Devito (1978) pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang


ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti
bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua
orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada
umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi
yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan/atau visual. Komunikasi massa
barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefiniskan menurut bentuknya:
televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita.

Menggunakan media massa untuk mempublikasikan pesan inti dan kegiatan


komunikasi kesehatan yang lebih besar atau intervensi kesehatan masyarakat dapat
membantu memperluas jangkauan program ke audiens. Media massa juga dapat
membantu menciptakan massa yang kritis untuk mendukung perilaku kesehatan yang
direkomendasikan atau perubahan sosial (Schiavo, 2007).

20
Komunikasi massa adalah proses untuk memproduksi dan mensosialisasi atau
institusionalisasi (difusi, membagi) pesan/ informasi dari sebuah sumber kepada sasaran
penerima, (Liliweri). Ada dua ciri khas utama dari komunikasi massa yaitu karakteristik
MEDIA dan MASSA. Istilah media meliputi perangkat keras/industri pembagi informasi,
dan istilah massa digunakan untuk menerangkan sifat dari sasaran komunikasi massa
yaitu luas, kelompok yang “tidak teridentifikasi” dengan mudah, dan berada pada area
geografis yang berbeda. Unsur-unsur komunikasi massa meliputi pengirim pesan, media,
penerima, dampak, gangguan, dan konteks.

Teori-teori dasar komunikasi massa terdiri dari formula Lasswell, pendekatan


transmisional, dari Shannon dan Weaver, dan pendekatan Psikologi-sosial, (Sendjaja).
Formula Lasswell merupakan cara sederhana untuk memahami proses komunikasi massa
dengan menjawab pertanyaan (siapa, berkata apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dan
dengan efek apa). Pendekatan transmisional menjelaskan suatu proses komunikasi
dengan melihat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya dan rangkaian
aktivitas yang terjadi antara satu komponen dengan komponen lainnya (terutama
mengalirnya pesan/informasi). Pendekatan psikologi-sosial berfokus pada komunikasi
antarkelompok dalam masyarakat yang berlangsung secara intensif dan dua arah.

Kekuatan media massa terus meningkat. Bagian dari kekuatan ini berasal dari
pengaruh media pada opini publik dan keputusan sehari-hari masyarakat. Seringkali
masyarakat umum melihat media massa sebagai sumber informasi yang obyektif. Faktor
penting lainnya yaitu terkait dengan hubungan media dengan pengambil keputusan dan
pemangku kepentingan di seluruh dunia, termasuk pemerintah dan organisasi multilateral
serta sektor nirlaba dan bisnis. Selain daya tarik media hiburan, kedua faktor ini telah
berkontribusi pada peningkatan kekuatan media massa. Karena media massa adalah
saluran utama komunikasi massa di masyarakat barat, persaingan untuk liputan media
cukup sengit. Orang mengandalkan media sebagai sumber berita utama mereka dan
semakin dikondisikan dalam pilihan kesehatan, politik, atau kehidupan mereka dengan
apa yang mereka dengar atau baca (Fog, 1999).

Dalam kesehatan masyarakat, media dapat memengaruhi persepsi orang tentang


keparahan penyakit, pandangan mereka tentang potensi risiko tertular penyakit, atau

21
perasaan mereka tentang perlunya pencegahan atau pengobatan. Liputan media juga dapat
memengaruhi apa yang orang makan atau lakukan di waktu senggang mereka. Ini dapat
membantu mengurangi stigma yang terkait dengan banyak penyakit atau memutus siklus
kesalahan informasi dan tentang kondisi kesehatan yang kurang terdiagnosis, kurang, atau
tidak dilaporkan. Media dapat membantu meyakinkan pembuat kebijakan untuk
mengembangkan kebijakan pencegahan atau pengobatan baru. Singkatnya, terutama di
Amerika Serikat dan sebagian besar Eropa, di mana ada budaya media yang tersebar luas,
media massa dapat memiliki dampak besar pada perilaku kesehatan masyarakat. Bahkan,
di rumah rata-rata AS, “waktu per hari TV itu menyala 7 jam dan 40 menit” (TV-Turnoff
Network, 2005).

Masyarakat saat ini tidak sering bertemu dengan teman-teman mereka, sehingga
media dapat menjadi lebih berpengaruh daripada orang-orang yang sebenarnya.
Kampanye media massa telah terbukti efektif dalam membantu meningkatkan tingkat
imunisasi (Porter dan lain-lain, 2000; Paunio dan lain-lain, 1991), pengetahuan vaksinasi
(McDivitt, Zimicki, dan Hornik, 1997), skrining kanker serviks di antara wanita Hispanik
(Ramirez dan lainnya, 1999), kesadaran akan risiko yang terkait dengan merokok
(Murray, Prokhorov, dan Harty, 1994), dan penggunaan tembakau (Centers for Disease
Control, 1994b). Daftar pengaruh media (positif atau negatif) pada keyakinan dan
perilaku kesehatan sangat besar. Media massa telah mendefinisikan konsep kesehatan dan
kebugaran dengan menggunakan contoh seperti selebriti yang sehat dan bugar. Kadang-
kadang media massa seperti ini digunakan untuk tujuan yang benar (misalnya, mendorong
orang untuk berolahraga atau mengingatkan tentang pemeriksaan medis tahunan mereka),
tetapi kadang mereka mempromosikan perilaku tidak sehat seperti merokok.

Komunikasi massa dalam Sendjaja, memiliki pengaruh terhadap individu,


masyarakat dan budaya. Terdapat tiga saluran efektif untuk mempengaruhi individu yaitu
stimulus respons, merupakan prinsip belajar yang sederhana yang mana efek merupakan
reaksi terhadap stimuli tertentu dan memiliki tiga elemen, pesan (stimulus), penerima, dan
efek. Kedua, two step flow yaitu media massa tidak bekerja dalam suatu situasi
kevakuman sosial, tetapi memiliki suatu akses ke dalam jaringan hubungan sosial yang
sangat kompleks, dan bersaing dengan sumber-sumber gagasan, pengetahuan, dan

22
kekuasaan lainnya. Ketiga difusi inovasi adalah komunikasi dua tahap, di dalamnya di
kenal pula adanya pemula pendapat atau agen perubahan dan sangat menekankan pada
sumber non-media (sumber personal, tetangga, ahli, dan teman). Sedangkan pendekatan
teori untuk mempengaruhi masyarakat yaitu teori agenda-setting yang mengungkapkan
bahwa audiens tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya dari media
massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu cara
media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Teori kedua yaitu
dependensi mengenai efek komunikasi massa, merupakan pendekatan struktur sosial
yang mana media massa dianggap sebagai sistem informasi yang berperan penting dalam
proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau
individu dalam aktivitas kelompok. Teori ketiga adalah spiral of silence, menjelaskan
bahwa individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian
mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Teori keempat yaitu information gaps,
menjelaskan meningkatnya informasi akan menghasilkan melebarnya celah/jurang
pengetahuan daripada mempersempitnya.

Karakteristik sebuah media massa yaitu tersusun dalam suatu organisasi yang
formal dan kompleks, berhubungan langsung dengan audiens luas, mengarah kepada
kepentingan publik karena isinya terbuka untuk umum dan oleh karena itu pesan media
dibagi kepada publik yang relatif tidak terstruktur dan informal. Karakteristik selanjutnya
yaitu audiens, audiens disini bersifat majemuk, ada banyak kondisi di kalangan audiens
yang berbeda, mereka ada dalam suatu area yang luas dan terpisah satu sama lain.
Berikutnya yaitu media massa yang dapat mengembangkan kontak yang serentak dengan
jumlah orang banyak dalam jarak yang jauh dari sumber berita meskipun mereka terpisah
satu sama lain. Karakteristik terakhir adalah hubungan antara komunikator bersifat unik
dan kolektif.

Dari keenam karakteristik di atas, tujuan media dalam komunikasi massa kesehatan
yaitu menciptakan iklim bagi penerimaan dan perubahan nilai, sikap, dan perilaku
kesehatan. Kemudian mengajarkan keterampilan mendengarkan, membaca, menulis hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan, untuk pengganda sumber daya pengetahuan,
kenikmatan dan anjuran tindakan kesehatan, dapat membentuk pengalaman baru terhadap

23
perilaku hidup sehat dari statis ke dinamis. Tujuan berikutnya, meningkatkan aspirasi di
bidang kesehatan, mengajarkan masyarakat menemukan norma dan etika penyebarluasan
informasi di bidang kesehatan atau layanan komunikasi kesehatan. Berpartisipasi dalam
keputusan atas hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, mengubah struktur kekuasaan
antara produsen dan konsumen di bidang kesehatan, dan menciptakan rasa
kebanggaan/kesetiaan terhadap produk, dan lain-lain.

2. Cara Melakukan Komunikasi Massa

Menurut Arifin (1984) strategi dalam melakukan komunikasi massa adalah sebagai
berikut :

a. Mengenal Khalayak
Khalayak merupakan orang banyak yang menjadi sasaran pidato atau media
massa yang disebut dengan Massa.mengenal khalayak merupakan langkah pertama
bagi komunikator dalam usaha komunikasi yang efektif. Khalayak tu sama sekali
tidak pasif, tetapi aktif, sehingga antara komunikator dan komunikan bukan bukam
sakja terjadi saling hubungan, tetapi juga saling mempengaruhi.
Dalam proses komunikasi, baik komunikator maupun khalayak,
mempunyai kepentingan yang sama. Tanpa persamaan kepentingan, komunikasi
tak mungkin berlangsung. Justru itu, untuk berlangsungnya suatu komunikasi dan
kemudian tercapainya hasil yang positif, maka komunikator harus menciptakan
persamaan kepentingan dengan khalayak terutama dalam pesan, metoda, dan
media.
Untuk menciptakan persamaan kepejntingan tersebut, maka komunikator
harus mengerti dan memahami kerangka pengalaman dan kerangka referensi
khalayak secara tepat dan seksama, yang meliputi:
1) Kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri dari:
a) Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan
b) Kemampuan khalayak untuk menerima pesan-pesan lewat media yang
digunakan
c) Pengetahuan khalayak terhadap perbendaharaan kata-kata yang digunakan

24
d) Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan norma-norma
kelompok dan masyarakat yang ada
e) Situasi di mana khalayak itu berada
Dengan sendirinya hal-hal tersebut dapat diketahui melalui orientasi,
penjajakan atau penelitian. Kesemuanya ini merupakan usaha untuk mengadakan
identifikasi mengenai publik.

b. Menyusun Pesan
Setelah mengenal khalayak dan situasinya, maka langkah selanjutnya dalam
perumusan starteg, ialah menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi.
Syarat utama dalam mempengaruhi khalayak dari pesan tersebut, ialah mempu
membangkitkan perhatian.
Dalam masalah ini, Wilbur Scaramm (1995) mengajukan syarat-syarat
untuk berhasilnya pesan tersebut sebagai berikut:
a. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga pesan
itu dapat menarik perhatian sasaran yang dituju.
b. Pesan haruslah menggunakan tanda-tanda yang didasarkan pada pengalaman
yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga kedua pengertian itu bertemu.
c. Pesan harus membengkitkan kebutuhan pribadi daripada sasaran dan
menyarankan cara-cara untuk mencapai kebutuhan itu.
d. Pesan harus menyaran kan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang
layak bagi situasi kelompok di mana kesadaran pada saat digerakkan untuk
memberikan jawaban yang dikehendaki.
Menurut Arifin (1984) isi pesan yang menarik perhatian tidak lain daripada
yang memuat kebutuhan pribadi dan kebutuhan kelompok.

c. Menetapkan Metoda

Dalam komunikasi pada metode penyampaian/mempengaruhi itu dapat dilihat


dari dua aspek yaitu: menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya. Hal
tersebut dapat diuraikan lebih lanjut, bahwa yang pertama, semata-mata melihat

25
komunikasi itu dari segi pelaksanaannya dengan melepaskan perhatian dari isi
pesannya. Sedang yang kedua, yaitu melihat komunikasi itu dari segi bentuk
pernyataann atau bentuk pesan dan maksud yang dikandung. Oleh karena itu yang
(menurut cara pelaksanaannya), dapat diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu metoda
redundancy (repetition) dan Canalizing. Sedang yang kedua (menurut bentuk isinya)
di kenal metoda-metoda : informatif, persuasif, edukatif, dan kursif.

d. Seleksi dan Penggunaan Media


Sebagaimana menyusun pesan dari suatu komunikasi yang ingin
dilancarkan, kita harus selektif, dalam arti menyesuaikan keadaan dan kondisi
khalayak , maka dengan sendirinya dalam penggunaan media pun, harus demikian
pula. Justru itu selain kita harus berpikir dalam jalinan faktor-faktor komunikasi
sendiri harus dalam hubungannya dengan situasi sosial-psikologis, harus
diperhitungkan pula. Hal ini karena masing-masing medium tersebut mempunyai
kemampuan dan kelemahan-kelamahannya tersendiri sebagai alat. Menurut Arifin
(1984) ada 4 jenis media pada komunikasi massa yaitu :

1. Pers
Pers adalah semua barang cetakan seperti buku, majalah, buletin, surat
kabar, brosur, pamflet, dan lain-lainnya, yang isinya mengandung idea atau
pemberitahuan kepada umum. Brosur, folder, leaflet atau pamflet merupakan
informasi tertulis mengenai subyek khusus yang panjangnya bervariasi. Hal
tersebut dikelompokkan sebagai jenis komunikasi media massa karena
dipersiapkan dalam jumlah banyak untuk disebarluaskan. Brosur, leaflet, dan
booklet sebagai media komunikasi grafis dianggap paling efektif, karena ketiga
bentuk media cetak ini dirancang untuk dapat langsung ke pembaca (Yayan,
2010:71). Media cetak (misalnya, Siaran pers, artikel yang diedit, surat ke
editor, surat kabar nasional, cetak pengumuman layanan publik, media
majalah) peringatan

26
2. Radio
Radio memperoleh lambang-lambang komunikasi yang berbunyi yang
diterima oleh telinga (bersifat audial). Jadi radio masuk pada jenis media
berbentuk ucapan atau bunyi (the spoken words).
Lambang-lambang komunikasi yang berbunyi yang diterima oleh
pesawat penerima radio dipancarkan atau disiarkan dari studio radio. Dari
studio radio inilah disiarkan program radio (berita, musik, reportase, dan lain-
lain), yang serentak dapat diterima oleh ratusan ribu orang pada tempat yang
relatif tak terbatas melalui pesawat radio. Ini dilakukan atas
bantuangelombang-gelombang radio yang didasarkan pada tenaga listrik.
Demikianlah medium ini, sehingga kelihatan bahwa radio lebih dinamis
dari surat kabar, dan kini telah merupakan medium komunikasi massa yang
penting. Apalagi dewasa ini telah dapat sampai di pelosok-pelosok, di
gunung-gunung dan di mana saja, karena adanya radio transistor dengan
baterai yang tak perlu lagi bergantung pada aliran listrik. Pada hakekatnya
radio adalah alat komunikasi massa dalam arti saluran pernyataan manusia
yang umuma tau terbuka dan meyalurkan lambang-lambang yang berbunyi
berupa program-program yang teratur, yang isinya aktual dan meliputi segala
segi perwujudan kehidupan masyarakat.
Program media massa di radio (siaran berita Radio lokal dan nasional,
layanan radio publik stasiun radio) yaitu seperti pengumuman dan wawancara
langsung dengan ahli (melalui telepon atau di studio).

3. Film
Film dapat ditonton oleh beribu-ribu manusia secara berangsur-angsur,
atsu diputar beberapa bioskop dengan jalan membuat beberapa kopy film.
Dengan demikian penonton film tetp bersifat massal. Film pada hakekatnya
adalah alat komunikasi massa dalam arti saluran pernyataan manusia yang
umum atau terbuka, dan menyalurkan lambang-lambang dalam bentuk
bayangan-bayangan hidup di atas layar putih yang isinya perwujudan
kehidupan masyarakat.

27
4. Televisi
Televisi adalah alat komunikasi massa dalam arti saluran pernyataan
manusia yang umum atau terbuka dan menyalurkan lambang-lambang yang
berbentuk bayangan-bayangan hidup dan bersuara, yang isinya aktual
meliputi perwujudan kehidupan masyarakat (Arifin. 1984).
Rupanya medium paling unik, dan boleh dikatakan paling sempurna,
ialah televisi, yang lahir kemudian diantara ketiga medium di atas. Pendek
kata, keunikan-keunikan radio dan film, mengumpul seluruhnya pada televisi
ini sedang sebaliknya kekurangan-kekurangan pada radio dan film, pada
televisi sudah tidak dijumpai. Kecuali kelebihan-kelebihan yang terdapat
dalam surat kabar atau baran bercetak lainnya, kita tidak dapat dijumpai
dalam televisi ini (Arifin. 1984).
Program televisi sebagai media massa contohnya siaran pers nasional,
siaran berita video, stasiun TV lokal, pengumuman layanan publik (Schiavo,
2007).

Untuk mencapai tujuan promosi kesehatan, dibutuhkan strategi dalam


pelaksanaanya. Menurut (Depkes RI, 2006) dalam (Ferry dan Makhfudli,
2009), ada tiga strategi yang dapat ditempuh. Pertama, advokasi yaitu
pendekatan pimpinan dengan tujuan untuk mengembangkan kebijakan publik
yang berwawasan ke kesehatan. Tindakan konkretnya melalui lobi, dialog,
negosiasi, debat, petisi, mobilisasi, mobilisasi, dan seminar. Kedua bina
suasana yaitu penciptaan situasi kondusif untuk memberdayakan perilaku hidup
bersih dan sehat. Ketiga yaitu gerakan pemberdayaan masyarakat, gerakan dari,
oleh, dan untuk masyarakat mengenali dan memelihara masalah kesehatan
sendiri serta untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya,
(Ferry dan Makhfudli, 2009).

Media yang dapat digunakan untuk promosi kesehatan antara lain media
elektronik, media cetak, dan media lain. Media elektronik meliputi radio,

28
televisi, internet, telepon, telepon genggam, dan teleconference. Media
selanjutnya yaitu media cetak seperti, majalah, koran, selebaran (leaflet dan
flyer), booklet, papan besar (billboard), spanduk, poster, flannelgraph, bulletin
board. Media lain dapat menggunakan surat. Setelah dipilih metode yang
sesuai, kemudian tentukan media yang akan digunakan untuk dalam pendidikan
kesehatan tersebut. Media yang dapat digunakan antara lain media elektronik
meliputi radio, televisi, internet, telepon, telepon genggam, dan teleconference.
Media selanjutnya yaitu media cetak seperti, majalah, koran, selebaran (leaflet
dan flyer), booklet, papan besar (billboard), spanduk, poster, flannelgraph,
bulletin board. Media lain dapat menggunakan surat. Beberapa media promosi
kesehatan juga digunakan sebagai alat peraga jika pendidik kesehatan bertemu
langsung dengan partisipan dalam proses promosi kesehatan. Misalnya media
poster dapat dianggap sebagai alat peraga sebagai gambar. (Ferry dan
Makhfudli, 2009).

3. Hal yang Boleh Dilakukan dan Tidak Boleh Dilakukan Serta Hal yang Harus
Diperhatikan dalam Komunikasi Massa pada Pelayanan Kesehatan

a. Hal yang Boleh Dilakukan dalam Komunikasi Massa Pada Pelayanan Kesehatan
1. Pesan yang disampaikannya kepada komunikan harus komunikatif dalam arti
dapat diterima secara rohani dan inderawi (Effendy 1985)
2. Pesan yang disampaikan melalui media massa bersifat umum (Effendy 1985).
3. Dalam mengenali kerentanan orang dewasa muda dan remaja terhadap pesan
media yang mendorong perilaku merokok, maka ada pembatasan bentuk iklan atau
kegiatan yang akan secara langsung menargetkan kelompok usia ini (Schiavo,
2007)

b. Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Komunikasi Massa Pada Pelayanan Kesehatan
1. Pesan yang disampaian tidak boleh bertentangan dengan agama, adat kebiasaan,
dan sebagainya (Effendy 1985).
2. Tidak ditunjukkan kepada perseorangan dan kelompok orang tertentu (Effendy
1985).

29
3. Menggunakan istilah teknis dalam menulis siaran pers dan berbicara dengan
wartawan (ESRC, 2005b).

c. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi massa adalah :
1. Mengenali Sasaran Komunikasi

a. Faktor Kerangka Referensi


Kerangka referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari
paduan pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial,
ideologi, cita-cita, dan sebagainya.
Lebih sulit lagi mengenal kerangka referensi para komunikan dalam
komunikasi massa sebab sifatnya heterogen. Oleh karena itu, pesan yang
disampaikan kepada khalayak melalui media massa hanya yang bersifat
informatif dan umum, yang dapat dimengerti semua orang, mengenai hal yang
menyangkut kepentingan semua orang (Effendy, 1992).
Kerentanan terhadap kekuatan media massa dan beberapa perilaku tidak
sehat yang mungkin secara sadar atau tidak sadar media terkait dengan banyak
faktor, termasuk tingkat pendidikan, pengetahuan atau pengalaman sebelumnya
tentang subjek, usia, kondisi sosial ekonomi, pengalaman pribadi, dan status
psikologis . Misalnya, dalam mengenali kerentanan orang dewasa muda dan
remaja terhadap pesan media yang mendorong perilaku merokok, pemerintah
AS pada tahun 1998 membatasi bentuk iklan atau kegiatan yang akan secara
langsung menargetkan kelompok usia ini (Centers for Disease Control, 1999;
Pusat Sumber Daya Hukum Periklanan, 2006) dengan pesan positif tentang
merokok. Demikian pula, di banyak negara, iklan dilarang untuk resep obat dan
jenis produk yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan penyakit serius
(DES Action Canada, 2006; Mintzes dan Baraldi, 2006; Mintzes dan lain-lain,
2002).

30
b. Faktor situasi dan kondisi
Yang dimaksud situasi dan kondisi ialah situasi komunikasi pada saat
komunikan akan menerima pesan yang disampaikan. Situasi yang bisa
menghambat jalannya komunikasi dapat diduga sebelumnya, dapat juga datang
tiba-tiba pada saat komunkasi dilancarkan (Effendy, 1992)..

2. Pemilihan media komunikasi


Untuk mencapai sasaran komunikasi kita dapat memilih salah satu atau
gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang
akan disampaikan, dan teknik yang akan dipergunakan. Mana yang terbaik dari sekian
banyak media komunikasi itu tidak dapat ditegaskan dengan pasti sebab masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sebagai contoh, pesan melalui media tulisan
atau cetakan dan media visual dapat dikaji berulan-ulang dan disimpan sebagai
dokumentasi (Effendy, 1992).

3. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi


Pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Ini menetukan teknik yang
harus diambil, apakah itu teknik informasi, teknik persuasi, atau teknik instruksi.
Pesan komunikasi terdiri dari isi pesandan lambang. Isi pesan komunikasi bisa satu,
tetapi lambang yang digunakan bisa macam-macam, lambang yang biasa
dipergunakan untuk menyampaikan isi komunikasi ialah bahasa, gambar, warna, kial
(gesture), dan sebagainya (Effendy, 1992).
Lambang yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi ialah bahasa.
Bahasa terdiri atas kata atau kalimat yang mengandung pengertian denotatif dan
pengertian konotatif. Perkataan yang mengandung pengertian denotatif ialah yang
maknanya sebagaimana dirumuskan dalam kamus, yang diterima secar umum oleh
kebanykan orang bahasa dan kebudayaan yang sama. Sedangkan perkataan yang
mengandung konotatif ialah maknanya dipengaruhi emosi atau evaluasi disebabkan
oleh latar belakang dan pengalaman seseorang (Effendy, 1992).

31
Menurut Smolensky dan Harr (1972) dalam (Ferry dan Makhfudli, 2009)
efektivitas media massa dipengaruhi oleh tujuh faktor. Pertama, kredibilitas yang
artinya sumber komunikasi harus kompeten dan dapat dipercaya. Kedua, konteks
yaitu pesan pendidikan kesehatan relevan dengan sasaran dan memberikan
kesempatan bagi sasaran untuk berpartisipasi. Ketiga, yaitu isi, pesan benar-benar
harus memiliki isi. Keempat yaitu kejelasan, sasaran mengerti pesan kesehatan yang
disampaikan. Kelima yaitu kesinambungan, artinya meskipun diulang dengan
berbagai variasi, pesan dasar cukup konsisten sehingga sasaran tidak bingung.
Keenam yaitu media, pesan disampaikan melalui media massa yang sering digunakan
oleh sasaran. Terakhir yaitu kemampuan, jadi sasaran mampu melakukan yang
diminta sesuai dengan isi pesan dengan usaha seminimal mungkin.

32
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Komunikasi kelompok pada pelayanan kesehatan masyarakat (public health service)


ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit dan sasaran utamanya adalah untuk kelompok dan masyarakat.
Cara efektif yang dapat digunakan dalam komunikasi kelompok adalah dengan cara
berdiskusi atau Focus Group Discussion (FGD).
2. Komunikasi interprofessional terjadi ketika penyedia layanan kesehatan berkomunikasi
satu sama lain, dengan orang dan keluarga mereka, dan dengan komunitas dalam suatu
terbuka, kolaboratif, dan bertanggung jawab. Jenis ini komunikasi membangun
kepercayaan di antara orang, keluarga mereka dan anggota tim.
3. Komunikasi publik adalah suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan
oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar (Cangara,
1998). Cara melakukan komunikasi publik yaitu mempersiapkan topik pembicaraan
kesehatan, menentukan tujuan umum (dasar pelaksanaan komunikasi) dan tujuan
khusus, menganalisis atau mempelajari kondisi masyarakat, mengumpulkan topik, dan
pengorganisasi materi.
4. komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang
audio dan/atau visual. Media massa dapat membantu menciptakan massa yang kritis
untuk mendukung perilaku kesehatan yang direkomendasikan atau perubahan sosial.
Cara melakukan komunikasi massa yaitu, mengenal khayalak, menyusun pesan,
menetapkan metoda, dan seleksi dan penggunaan media.

3.2 Saran

1. Pada saat melakukan komunikasi kelompok sebaiknya tenaga kesehatan dilarang


berkomunikasi dengan menggunakan handphone saat bekerja kecuali jika tentang
masalah pekerjaan, memberikan informasi yang benar kepada rekan kerja maupun
kepada pasien, dan dilarang membocorkan data dari pasien.

33
2. Dalam komunikasi interprofesi sebaiknya menghindari persaingan pribadi, tujuan
pribadi dan perbedaan prioritas, tidak mau menerima pendapat atau merasa benar,
menggunakan kata kata atau singkatan istilah yang belum disepakati agar tidak terjadi
miskomunikasi.
3. Dalam melakukan komunikasi publik sebaiknya memperhatikan poin-poin penting
yang harus dilakukan yaitu memahami nilai kebudayaan masyarakat setempat,
menyampaikan informasi kesehatan yang jelas dan mudah dipahami, memberikan
kesan antusias pada masyarakat.
4. Dalam melakukan komunikasi massa sebaiknya mengenali sasaran komunikasi,
melakukan pemilihan media komunikasi, dan melakukan pengkajian tujuan pesan
komunikasi,

34
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. Strategi Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Bandung: Armico. 1984

Arishanti. 2005. Psikologi Kelompok. Jakarta; Universitas Gunadarma (diunduh pada 24


Setember 2018 pukul 09.12)

Ananda Putri, Rohima. 2013. Pengaruh Sikap Tenaga Kesehatandan Ketersediaan Obat
Terhadap Tingkat Kepuasan Masyarakat Pemegan Kartu Jamkesmas Rumah Sait
Ahmad Ripin Kabupaten Muaro Jambi. Jambi; Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta
( diunduh pada 25 September 2018 pukul 13.05)

Barr, H. 2002. Interprofessional education. John Wiley & Sons, Ltd.

Berridge, E.-J., Mackintosh, N.J. & Freeth, D.S. (2010). Supporting patient safety: examining
communication within delivery suite teams through contrasting approaches to research
observation. Midwifery, 26(5), pp.512-9. Accesed on 25 September, 2018 From
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20696506

Centers for Disease Control and Prevention. Addressing Emerging Infectious Disease Threats:
A Prevention Strategy for the United States. Atlanta, Ga.: Public Health Service, 1994a.

Daniel., Rosenstein. (2008). Professional Communication and Team Collaboration. Accesed


on 25 September 2018. From https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2637/

DES Action Canada and Working Group on Women and Health Protection. “Protecting Our
Health: New Debates.” http://www.whp-apsf.ca/ pdf/dtca.pdf. Retrieved Jan. 2006

Damsar dan Indrayani. (2016). Pengantar Sosiologi Pedesaan Edisi Pertama. Jakarta :
Kencana.

Darwis dan Mas’ud, H. (2017). Kesehatan Masyarakat dalam Perspektif Sosioantropologi.


Makasar : CV Sah Media.

Deviti, Joseph A. Comunicology: An Introductiom To Study Of Communication, Harper & Row


Publishers, York-London. 1978

35
Depkes RI. (2006). Kemitraan Dan Peran Serta, promosi kesehatan . Accesed on 25 September
2018 From webmaster@ promokes.qo.id.

Economic and Social Research Council. “Top Ten Tips.”


http://www.esrcsocietytoday.ac.uk/ESRCInfoCentre/Support/Communications_Toolk
it/media_relations/top_ten_tips/index.aspx?ComponentId=
1539andSourcePageId=1609. RetrievedDec. 2005b.

Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
1992

FK UGM (2014). Buku Acuan Umum CHC IPE. Accesed on 25 September, 2018 From
gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.../Buku%20Acuan%20Umum-CFHC%20IPE-2014.pdf

Fog, A. Cultural Selection. Norwell, Mass.: Kluwer, 1999.

Hafied, C. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo.

Indrizal, Edi. 2014 Diskusi Kelompok Terarah Focus Group Discusion (FGD). Padang; Jurnal
Universitas Andalas (diunduh pada 25 September 2018 pukul 13;34)

Kumala, P. 1995. Manajemen pelayanan kesehatan primer. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122823-S-5461-Gambaran%20kemitraan
Tinjauan%20literatur.pdf

Liansyah, Tita dkk. 2015. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan Primer. Aceh;
Jurnal Universitas Syiah Kuala (diunduh pada 24 September 2018 pukul 11.36)

Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Staka Pelajar

McDivitt, J. A., Zimicki, S., and Hornik, R. C. “Explaining the Impact of a Communication
Campaign to Change Vaccination Knowledge and Coverage in the Philippines.” Health
Communication, 1997, 9, 95–118.

36
Mediarsy, A, et al. (2016). Komunikasi Kesehatan.
https://www.academia.edu/28629685/Komunikasi_Interproffesional.docx.
Diakses pada 25 September 2018.

Mintzes, B., and Baraldi, R. “Direct-to-Consumer Prescription Drug Advertising: When Public
Health Is No Longer a Priority.” http://www. whp-
apsf.ca/en/documents/dtca_priority.html. Retrieved Jan. 2006.

Mintzes, B., and others. “Influence of Direct to Consumer Pharmaceutical Advertising and
Patients’ Requests on Prescribing Decisions: Two Site Cross Sectional Survey.” British
Medical Journal, 2002, 324, 278–279.

Muhammad, A. (2008). Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Murray, D. M., Prokhorov, A. V., and Harty, K. C. “Effects of a Statewide Antismoking


Campaign on Mass Media Messages and Smoking Beliefs.” Preventive Medicine,
1994, 23(1), 54–60.

Paunio, M., and others. “Increase of Vaccination Coverage by Mass Media and Individual
Approach: Intensified Measles, Mumps, and Rubella Prevention Program in Finland.”
American Journal of Epidemiology, 1991, 133(11), 1152–1160.

Potter., Perry. (2005). Funamentals of nursing. Acessed on 25 September, 2018. From


http://shenaclark.prv.pl/exam-lica7/fundamentals-of-nursing-potter-perry.html

Porter, R. W., and others. “Role of Health Communications in Russia’s Diphtheria


Immunization Program.” Journal of Infectious Diseases, 2000, 181(Supp. 1), S220-7.

Ramirez, A. G., and others. “Advancing the Role of Participatory Communication in the
Diffusion of Cancer Screening Among Hispanics.” Journal of Health Communication,
1999, 4(1), 31–36.

Sendjaja, Djuarsa. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka

37
Severin, Werner J., dan Tankard, Jr.,James W., Communicatin Theories, Origins Methodes.
Uses, Hasting House, Publishers, New York, 1979.

Tubbs, S. L. dan Moss, S. (1996). Human Communicaton : Konteks-konteks Komunikasi.

TV-Turnoff Network. “Facts and Figures About Our TV Habit.”http://


www.tvturnoff.org/images/factsandfigs/factsheets/FactsFigs.pdf. Retrieved Nov.2005.
World Health Organization. (1999). WHO Guidelines on Collaborations and Partnership with
Commercial Enterprise. Geneva

38

Anda mungkin juga menyukai