Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS INDONESIA

KOMUNIKASI PADA PELAYANAN KESEHATAN

MAKALAH KELOMPOK
HOME GROUP 4

Ananda Kukuh Adishabri


Des Anggraeni Runiasiwi
Fauziah Dwi Ramadhanti
Lisa Maisyurah

RUMPUN ILMU KESEHATAN

DEPOK
OKTOBER 2017
Komunikasi pada Pelayanan Kesehatan

A. Pendahuluan
Terdapat beragam komunikasi pada pelayanan kesehatan, komunikasi yang dilakukan
dengan cara yang salah dapat menyebabkan terjadinya konflik atau tidak akan
tersampaikannya pesan dengan baik. Oleh karena itu, kita harus mengetahui jenis-jenis
komunikasi pada pelayanan kesehatan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dan dihindari
dalam melakukan komunikasi pada pelayanan kesehatan.

B. Pembahasan
Komunikasi Kelompok pada Pelayanan Kesehatan
Kelompok terdiri dari beberapa orang. Kelompok memiliki suatu tujuan yang
melibatkan interaksi dari para anggotanya. Jadi, kelompok adalah kumpulan
beberapa orang yang melakukan interaksi dengan tujuan yang sama. Menurut
Cartwight dan Zander (1968); Lewin (1948) , kelompok adalah kumpulan dari
dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan mereka saling bergantung dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan tujuan bersama sehingga satu sama lain saling
memengaruhi. Sehingga komponen yang ada dalam suatu kelompok diantaranya
adalah kumpulan orang, interaksi, dan tujuan yang sama.

Dalam komunikasi kelompok, diperlukan peraturan (rules) dan peran (roles) yang
harus dijalankan oleh setiap anggota kelompok. Peraturan yaitu seperangkat
aturan yang disepakati bersama, berisi apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
dalam kelompok (Adler, 2006). Sedangkan peran anggota kelompok yaitu pola
tindakan yang diharapkan dilakukan oleh anggota kelompok (Adler, 2006). Cara
pengambilan keputusan dalam kelompok ada beragam. Diantaranya meliputi
konsensus (cosensus), kontrol mayoritas (majority control), opini ahli (expert
opinion), kontrol minoritas (minority control), dan peraturan otoritas (authority
rule) (Adler, 2006). Konsensus dapat terjadi apabila semua anggota kelompok
mendukung keputusan yang akan diambil. Contohnya musyawarah. Lalu kontrol
mayoritas muncul dari kepercayaan bahwa jumlah pengikut yang banyak
memiliki posisi superior dalam pengambilan keputusan. contohnya voting.
Selanjutnya, opini ahli dipandang tepat jika sebuah kelompok terdiri dari
profesional di bidang yang berbeda. Maka keputusan tindakan yang akan diambil
dipercayakan pada anggota yang ahli dalam hal tersebut. Kemudian kontrol
minoritas yaitu keputusan diambil oleh sebagian kecil anggota. Terakhir,
peraturan otoritas yaitu keputusan diambil oleh sosok yang memiliki kekuasaan
paling tinggi. Dalam konteks komunikasi antar anggota tim kesehatan, perlu
diperhatikan bahwa tiap profesi perlu berkolaborasi dan bekerjasama satu sama
lain dengan tujuan kesembuhan pasien (Berry, 2007).

Hal-hal yang harus dilakukan dalam komunikasi kelompok


 Membangkitkan perhatian begitu komunikasi dimulai
 Berbicara dengan jelas dan serius
 Menjaga kontak mata selama berkomunikasi
 Menggunakan intonasi yang tepat
 Memperbaiki postur tubuh saat berkomunikasi
 Mendengarkan anggota lain yang sedang berbicara
 Klarifikasi pernyataan yang belum jelas
 Mengemukakan fakta dan opini yang logis

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam komunikasi kelompok


 “Ngotot”
 Emosional
 Mengkritik secara destruktif
 Bicara berbelit-belit
 Tidak memelihara kontak pribadi
 Mengggunakan intonasi yang datar
 Menyampaikan pesan untuk kepentingan komunikator semata-mata
 Posisi duduk yang tidak efektif

Hambatan dalam komunikasi kelompok


 Latar belakang anggota kelompok yang berbeda
 Ukuran kelompok yang terlalu besar
 Kohesi dalam kelompok yang kecil
 Sikap anggota kelompok yang apatis atau mendominasi
 Tempat yang berisik
 Waktu yang kurang untuk berkomunikasi

Komunikasi interprofesional pada pelayanan kesehatan


Berbicara dengan teman sejawat akan erat kaitannya dengan kemitraan. Menurut
Depkes (2006) dalam promosi kesehatan Online mengemukakan bahwa Kemitraan
adalah hubungan (kerja sama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat). Kemitraan
kesehatan sendiri adalah hubungan kerjasama antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan dan memberikan
manfaat bagi masyarakat mengenai kesehatan.Menurut Ansarul Fahruda, dkk
(2005), untuk membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal
berikut :
a. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan,
b. Saling mempercayai dan saling menghormati
c. Tujuan yang jelas dan terukur
d. Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang
lain
Komunikasi Interprofesional adalah komunikasi yang terjadi antar multidisiplin
ilmu mengenai praktik keprofesian yang berkolaborasi guna meningkatkan
kerjasama dan pelayanan kesehatan (Barr: 2002). Komunikasi Interprofesional
pada pelayanan kesehatan dengan teman sejawat dapat diartikan sebagai suatu
bentuk komunikasi tentang kesehatan antara dua orang atau lebih dengan keahlian
atau profesi yang sama. Komunikasi interprofesional pada pelayanan kesehatan
dapat dilakukan oleh tenaga medis, sebagai contoh dokter, dokter gigi, perawat,
ahli gizi, apoteker, dll.

Ada beberapa cara untuk menciptakan komunikasi interprofesional dengan teman


sejawat yang dapat dilakukan, yaitu berkomunikasi dengan detail,cepat, akurat,
serta disertai dengan bukti. Komunikasi dengan detail dapat dilakukan seperti
melakukan pertukaran informasi tentang pasien secara terperinci. Sebagai contoh,
antara sesama perawat dapat saling mengkaji informasi tentang kondisi pasien
secara lebih terperinci.

Pada saat melakukan komunikasi, tidak hanya dibutuhkan komunikasi yang detail,
tetapi juga dibutuhkan komunikasi yang cepat dan akurat. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi kemungkinan kejadian buruk. Sebagai contoh saat ada pasien
gawat darurat, antara sesama dokter dibutuhkan komunikasi yang cepat dan akurat
dalam membuat keputusan untuk menangani kondisi pasien.Hal-hal yang perlu
dilakukan dalam komunikasi interprofesional dengan teman sejawat , di antaranya.
- Mendengarkan mitra kerja
- Menghargai pendapat mitra kerja
- Memberi respon positif pada mitra
- Memerhatikan kepentingan mereka
- Prinsip kesetaraan  menganggap semua sama-sama dibutuhkan, memang tidak
selalu sama, namun saling menghargai.

Selain hal-hal yang perlu dilakukan, terdapat hal-hal yang perlu dihindari,
diantaranya :
- Mendominasi percakapan
- Berbicara saat seharusnya mendengarkan
- Hanya mau mendengar yang ingin kita dengar, bukan apa adanya
- Tidak memperhatikan (melakukan hal lain, berprasangka, sibuk dg diri sendiri,
memberi label pada orang lain/stero-type)
- Menganggap remeh teman sejawat dan/atau teman interprofesi.
-Setiap tenaga kesehatan, harus menciptakan komunikasi yang efektif kepada
teman sejawatnya.

Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi kesehatan


dengan rekan sejawat (Dila & Rochmah, 2015), antara lain :
1. Mengatur arus informasi (regulating information flow) meliputi pengaturan
komunikasi guna menjamin arus informasi yang optimal kepada pimpinan
sehingga meniadakan hambatan “beban layak komunikasi”
2. Mendorong terciptanya rasa saling percaya (encouraging mutual trust) antara
pimpinan dan bawahan karena seringnya tekanan waktu yang memperkecil
kemungkinan adanya tindak lanjut komunikasi dan timbal balik
3. Menyimak secara efektif (listening) agar mendorong pegawai untuk
menyampaikan perasaan, kritik dan saran serta memanfaatkan umpan balik
(utilizing feedback) yang menyediakan saluran bagi tanggapan penerima yang
meningkatkan komunikator untuk menentukan apakah pesan sudah diterima dan
menghasilkan tanggapan yang diinginkan atau tidak.

Teknik SBAR merupakan salah satu teknik komunikasi interprofesional bentuk


Hands Over/Hands Off. SBAR sendiri merupakan sebuah teknik agar satu tim
pelayanan kesehatan dapat bekerja sama dengan baik. Komunikasi yang
disampaikan memiliki informasi-informasi yang harus dilipti. Informasi yang
diliputi :
• Situation : Apa yang sedang terjadi pada pasien
• Background : Bagaimana penggambaran klinis yang melatarbelakangi kondisi
pasien
• Assessment : Apa analisis masalahnya
• Recommendation : Rekomendasi diri sendiri

SBAR sendiri digunakan pada saat :


a. Laporan
b. Ko ass ke residen
c. Residen ke supervisor
d. Dokter umum kepada dokter spesialis
e. Operan
f. Perawat ke perawat
g. Perawat ke dokter
h. Nakes lain ke dokter
i. Dokter ke dokter
Pelaksanaan:
Tata cara melaksanakan teknik SBAR :
1. Pastikan semua informasi tentang pasien yang relevan sudah didapat
sebelum menghubungi konsulen (dokter)
1) Nama
2) Nomor rekam medis
3) Usia
4) Diagnosis
5) Obat yang diberikan
6) Riwayat alergi
7) Tanda vital
8) Hasil lab
9) Tindakan selanjutnya
2. sudah diakukan pemeriksaan fisik : melihat dan memeriksa sendiri serta
memastikan daftar konsulen
3. (S) Situation : Situasi apa yang membuat perlu menepon. Perkenalkan diri,
institusi, dan nama pasien. Berikan penjeasan singkat mengenai masaahnya.
4. (B) Background : Latar belakang klinis yang relevan dengan permasalahan
pasien.
5. (A) Assessment : Sampaikan penilaian sendiri berdasarkan data yang telah
didapat.
6. (R) Recoendation : Apa yang ingin disarankan kepada dokter konsulen. Hal
yang diharapkan dapat dilakukan oleh dokter konsulen.

Komunikasi publik pada pelayanan kesehatan


Komunikasi publik adalah salah satu bentuk komunikasi yang melibatkan banyak
orang atau pendengar. Dalam komunikasi publik terjadi komunikasi yang tidak
seimbang, yaitu satu orang menjadi pembicara dan yang lainnya bertindak sebagai
pendengar. Baik pembicara maupun pendengar saling bertatap muka dan tetap
mengirim serta menerima rangsangan komunikasi. Komunikasi publik yang
dilakukan oleh pelayan kesehatan berperan penting dalam rangka meningkatkan
kesehatan masyarakat. Dengan adanya komunikasi publik ini, masyarakat dapat
mengetahui berbagai informasi, pengetahuan, ataupun pengalaman baru mengenai
dunia kesehatan. Melalui komunikasi publik, seorang atau sekelompok ahli
kesehatan dapat melakukan promosi serta pencegahan suatu permasalahan dalam
kesehatan.
Terdapat tiga tujuan dasar dalam komunikasi publik, yang pertama adalah untuk
menghibur. Hal ini dapat dilakukan dengan menyajikan komunikasi yang interaktif
dan inovatif serta tidak membosankan agardapat menghibur para pendengar.
Selanjutnya adalah untuk penyampaian informasi. Pembicaraan yang bersifat
informatif dapat dikategorikan berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan isi dan tujuan
komunikasi tersebut. Menurut isinya, komunikasi informatif dibagi menjadi pidato
mengenai objek (apresiasi atau demonstrasi), proses, kejadian, dan konsep (ide).
Sedangkan, menurut tujuannya komunikasi dapat dibagi menjadi deskripsi terhadap
suatu benda, penjelasan (ide atau konsep), dan instruksi terhadap sesuatu. Tujuan
dasar yang terakhir adalah untuk membujuk atau persuasif. Membujuk adalah proses
memotivasi atau mengajak seseorang melalui komunikasi untuk mengubah
kepercayaan, tingkah laku, atau pun sifat yang dimiliki.
Selain itu, dalam komunikasi publik terdapat tujuan-tujuan spesifik untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, yaitu marketing, sosial, dan edukasi.
Kemampuanmemasarkan suatu produk untuk membujuk publik agar bersedia
menggunakan atau mengonsumsi produknya merupakan tujuan spesifik marketing.
Tujuan sosial artinya melakukan kegiatan sosial yang bertujuan untuk masyarakat
luas atau khalayak publik. Salah satu contohnya adalah bakti sosial yang bertujuan
untuk mensejahterakan masyarakat. Terakhir, tujuan edukasi adalah untuk
memberikan pengetahuan kepada masyarakat atau publik agar lebih mengetahui dan
memahami informasi atau pengetahuan dalam bidang kesehatan. Contohnya dapat
berupa kegiatan promosi atau penyuluhan kesehatan.
Kesuksesan komunikasi publik dalam bidang kesehatan dijamin dengan dua elemen
yang harus selalu diatur, yaitu:
1. Pembicara
Pembicara merupakan faktor penentu keberhasilan penyampaian informasi
dalam komunikasi publik. Pembicara yang baik tentu harus mendapat kepercayaan
dari pendengar dan dapat menarik perhatian mereka. Kepercayaan ini berkaitan
dengan persepsi pendengar yang didasarkan pada kredibilitas pembicara. Kredibilitas
sejalan dengan ketersediaan pendengar untuk mempercayai sesuatu yang dikatakan
dan dilakukan oleh pembicara. Misalkan dalam sosialisasi Tuberkulosis, masyarakat
akan lebih percaya apabila pembicaranya adalah Dokter spesialis paru daripada
seorang pengacara, polisi, atau profesi lainnya yang tidak menunjukkan kredibilitas
dalam penyakit Tuberkulosis. Namun demikian, sesungguhnya, kredibilitas tidak
berpengaruh banyak pada pemahaman pendengar, tetapi hanya sekedar meyakinkan
pendengar.
Terdapat dua dimensi kredibilitas, yaitu:
 Kredibilitas Intrinsik
Kredibilitas intrinsik diartikan sebagai citra yang diciptakan pembicara
sebagai hasil langsung pidatonya. Hal ini berkaitan dengan cara pembicara
menyampaikan informasi kepada publik, mulai dari gaya bahasa, gaya bicara,
sikap, ekspresi hingga bahasa tubuh. Terdapat variabel untuk meningkatkan
kredibilitas intrinsik individu diantaranya adalah penyampaian yang efektif,
jelas, menggunakan bukti yang relevan, terstruktur, dan juga humor.
 Kredibilitas Ekstrinsik
Kredibilitas ekstrinsik merupakan kredibilitas yang dianggap telah kian
melekat pada pembicara sebelum ia menyampaikan pidato kepada pendengar.
Kredibilitas ini dipengaruhi oleh status pembicara seperti kepopuleran,
kepandaian, gelar, jabatan, prestasi, dan lain-lain.
2. Pendengar
Pendengar diartikan sebagai pihak yang menerima informasi dari pembicara.
Sebaik apapun konsep dan pelaksanaan kegiatan tersebut dan sekredibel apapun
pembicaranya, akan menjadi sia-sia jika pendengar tidak mampu menangkap
informasi yang disampaikan. Untuk meningkatkan penerimaan tersebut, maka
terlebih dahulu harus dilakukan analisis khalayak. Ada dua jenis analisis khalayak,
yaitu:
 Analisis Demografi
Analisis ini dilakukan dengan menganalisis umur, jenis kelamin, latar
belakang geografis, pekerjaan, tingkat sosial ekonomi, pendidikan agama, dan
variabel lainnya yang dapat memberikan gambaran mengenai keyakinan,
sikap, dan nilai yang dianut oleh khalayak. Hal ini sebagai landasan untuk
menyesuaikan penyampaian informasi agar mudah diterima oleh khayalak
tanpa mengubah arah tujuan penyampaian informasi.
 Analisis Berorientasi
Analisis ini dikaitkan dengan tujuan yang akan dicapai. Misalnya, jika
petugas pelayanan kesehatan ingin memberikan penyuluhan mengenai gizi
buruk di suatu desa, maka ia harus memiliki data mengenai jumlah dan
perkembangan gizi buruk di desa tersebut. Termasuk juga hipotesis-hipotesis
penyebab gizi buruk di desa tersebut
Selain analisis khayalak, pembicara juga harus memperhatikan keterbujukan
pendengar, ditinjau dari jenis kelamin, kepribadian, dan faktor lain yang relevan. Hal
ini dapat digunakan untuk merancang strategi persuasi atau ajakan yang akan
dilakukan. Strategi persuasi ini meliputi perhatian, kebutuhan, kepuasan, visualisasi,
dan tindakan.
Berikut hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam
komunikasi publik/ masyarakat :
DO DON’T
Bahasa yang digunakan harus yang sudah Menggunakan istilah istilah ilmiah dalam
umum berbicara
Berbicara dengan suara lantang Berbicara dengan suara yang kecil
Menyampaikan topik yang akan digunakan Berbicara tentang hal di luar topik
dengan mendetail
Mengungkapkan fakta fakta dalam topik Memberikan gambaran sesuatu yang tak
yang disampaikan dan dapat dilihat hasilnya nyata dalam komunikasi
Memahami dengan baik nilai kebudayaan Terlalu banyak membuat gerakan yang
masyarakat setempat yang menjadi penerima mendistraksi fokus pendengar
pesan
Memberikan saran dan motivasi Menyinggung dan menghina pendengar
Memberikan kesan antusias dalam Terbawa emosi (marah) yang akan
penyampaian informasi kepada masyarakat menganggu pendengar
Pidato bias menggunakan penggambaran atau Memulai penyampaian dengan informasi
visualisasi dengan menggunakanalat agar yang kompleks/rumit
lebih jelas dan menarik perhatian publik

Terdapat 5 langkah dalam komunikasi publik yang terbagi dalam 2 fase:


1. Fase Penelitian Formatif
Fokus dalam fase ini adalah pada perencanaan komunikasi, yaitu kebutuhan untuk
mengumpulkan informasi dan menganalisa situasi.
- Menganalisis Situasi. Analisis situasi adalah awal yang penting untuk proses
komunikasi publik.
- Menganalisis Publik. Pada langkah ini, Anda mengidentifikasi dan
menganalisis publik yang terdiri berbagai kelompok yang nantinya akan
berinteraksi dengan Anda mengenai masalah yang sedang dihadapi. Langkah ini
mencakup analisis public dalam hal keinginan, kebutuhan dan harapan mereka
mengenai masalah ini, keterlibatan publik dalam komunikasi dan dengan
berbagai media, dan berbagai trensosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.
yang mungkin mempengaruhi mereka.
2. Fase Strategi / Perencanaan
Fase ini berurusan dengan pembuatan keputusan yang berhubungan dengan dampak
yang diharapkan dari komunikasi, serta sifat komunikasi itu sendiri.
- Menetapkan Tujuan. Langkah ini berfokus tujuan yang ingin dicapai oleh
pembicara, yang dalam konteks ini adalah layanan kesehatan. Langkah ini
membantu Anda mengembangkan tujuan yang jelas, spesifik dan terukur yang
mengidentifikasi dampak yang diharapkan.
- Merumuskan Strategi dalam Respon. Berbagai kemungkinan respon bias
terjadi di setiap komunikasi publik, dan pada langkah ini Anda
mempertimbangkan apa yang mungkin Anda lakukan dalam berbagai situasi.
- Merancang Komunikasi yang Efektif. Langkah ini membahas berbagai
keputusan tentang apa yang ingin disampaikan, seperti siapa yang akan
menyampaikan pesan tersebut kepada publik, isi pesan, nada dan gaya
penyampaian, isyarat verbal dan nonverbal, dan isu-isu terkait.

Komunikasi massa pada pelayanan kesehatan


Komunikasi massa adalah suatu jenis komunikasi yang dilakukan oleh komunikator
dan ditujukan kepada audiens yang luas, banyak dan tersebar, dengan menggunakan
teknologi pembagi berupa media massa cetak maupun elektronik agar pesan yang
sama dapat diterima secara serentak. Komunikasi massa merupakan komunikasi satu
arah yang merupakan kebalikan dari komunikasi tatap muka dua arah.

Perbedaan antara komunikasi massa dengan komunikasi antarpersonal yakni


 Pertama, dalam menyampaikan informasinya kepada audiens, sumber mempunyai
tugas yang berat dikarenakan audiens sangat heterogen.
 Komunikasi massa sukar mendapat feedback atau umpan balik
 Audiens dalam komunikasi massa memiliki kemungkinan lebih besar dalam
menyalahartikan pesan daripada komunikasi antar personal
 Komunikasi massa memiliki sistem yang lebih rumit karena bisa jadi dalam suatu
sumber memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda-beda. Oleh karena itu
pesan dalam komunikasi massa merupakan produk bersama
Karakteristik komunikasi massa:
 Disusun dalam suatu organisasi atau lembaga yang formal
 Berhubungan langsung dengan audiens yang luas
 Mengarah kepada kepentingan publik, sehingga pesan yang akan disampaikan
relatif informal dan tidak terstruktur
 Audiens adalah majemuk dengan kondisi dan tingkah laku yang berbeda-beda dan
berada di area yang luas atau terpisah-pisah satu sama lain
 Media massa dapat mengembangkan kontak yang serentak dengan jumlah audiens
banyak dan jarak yang jauh dari sumber
 Hubungan antara komunikator bersifat unik dan kolektif.

Tujuan mengapa media sangat diperlukan dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan


antara lain:
 Media dapat mempermudah penyampaian komunikasi
 Media dapat menghindari kesalahan presepsi
 Media dapat memperjelas informasi
 Media dapat mempermudah pengertian
 Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik
 Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap oleh mata
 Media dapat memperlancar komunikasi

Sebagai saluran pesan dalam komunikasi kesehatan, media dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Media cetak yang mengutamakan pesan-pesan visual yang terdiri dari kata,
gambar atau foto dalam tata warna. Seperti booklet,leaflet,flyer, flip chart, rubric
atau tulisan pada majalah, poster, dan foto.
2. Media elektronik yaitu media yang dapat didengar dan dapat dilihat serta
bergerak dinamis, dan penyampaiannya melalui alat elektronika Sebagai contoh
yaitu VCD, televise, video, film dan,radio.
3. Media luar ruang yaitu media yang dipergunakan dalam penyampaian pesannya
berada di luar ruang seperti spanduk, pameran, spanduk, banner, televisi layar
lebar dan papan reklame.

Kegiatan-kegiatan komunikasi massa biasanya dilakukan untuk menggugah


awareness atau mengembalikan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, namun
belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan tingkah laku atau gaya hidup
seseorang. Bentuk-bentuk komunikasi massa pada pelayanan kesehatan dapat berupa
media cetak dan media elektronik. Media cetak bisa menggunakan majalah, koran,
flyer, booklet, spanduk, poster yang bertema kesehatan, sedangkan media elektronik
contohnya seperti iklan non-komersil atau iklan layanan masyarakat milik
pemerintah, forum diskusi online, tanya jawab melalui radio atau quiz di televisi,
tulisan-tulisan di website atau sosial media, dan lain-lain.
Menurut Smolensky dan Haar (1972) efektivitas komunikasi dengan media massa
dipengaruhi oleh hal-hal berikut, yaitu:
1. Kredibilitas. Sumber komunikasi harus kompeten sehingga sasaran mempercayai
pesan pelayanan kesehatan yang disampaikannya.
2. Konteks. Materi kesehatan yang disampaikan relevan dengan kondisi sasaran.
3. Isi. Nilai-nilai yang dapat diambil dari pesan yang disampaikan.
4. Kejelasan. Sasaran mengerti pesan kesehatan yang disampaikan.
5. Kesinambungan. Pesan dasar cukup konsisten sehingga sasaran tidak bingung.
6. Saluran. Pesan disampaikan melalui saluran komunikasi yang telah biasa
dipergunakan oleh sasaran.
7. Kemampuan. Sasaran mampu melakukan hal yang diminta sesuai dengan isi
pesan.

Menggunakan media massa untuk mempublikasikan informasi dan aktivitas yang


lebih luas mengenai komunikasi kesehatan dapat membantu memperluas jangkauan
program ke umum. Segera setelah informasi dipublikasikan, tetaplah penting dalam
mengawasi respon dari banyak pihak. Agar respon yang diterima sesuai, terdapat
beberapa hal boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam komunikasi
massa menurut (Shoemaker dan Reese, 1991):

Hal yang boleh dilakukan:


1. Tanggung jawab
Tanggung jawab yang berdampak positif
2. Kebebasan pers
Kebebasan yang bertanggung jawab
3. Masalah etis
Bebas dari kepentingan, mengikuti kode etik jurnalistik
4. Ketepatan dan Objektivitas
Menyebarkan informasi dengan tepat dan objektif
5. Tindakan adil untuk semua orang8
Media massa mencakup kepentingan umum, bukan kepentingan individua tau
kelompok

Hal yang tidak boleh dilakukan:


1. Tidak menuduh
Saat menyebarkan informasi sebaiknya tidak yang bersifat menyalahkan
seseorang ataupun kelompok
2. Hindari bersikap tertutup
Saat menyebarkan informasi, pihak yang menyebarkan harus bersikap terbuka
terhadap informasi yang tidak diketahuinya
3. Tidak melakukan kecurangan
Menyebarkan informasi dengan sebenar-benarnya dan tidak membuat infomasi
palsu
Dalam pelaksanaannya, promosi kesehatan di Indonesia memiliki 3 sasaran, yaitu
sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier. Sasaran primer promosi
kesehatan di Indonesia adalah pasien, individu sehat, dan keluarga sebagai komponen
dari masyarakat. Mereka diharapkan dapat mengubah perilaku hidup yang tidak
bersih dan kurang sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Sasaran
sekunder promosi kesehatan di Indonesia adalah para pemuka masyarakat, baik
formal (petugas kesehatan, pejabat dalam pemerintahan, dll) maupun informal
(pemuka agama, pemuka adat, dll). Mereka diharapkan dapat menjadi panutan dalam
mempraktikkan PHBS, turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS, dan
menciptakan suasana yang kondusif dan mendukung untuk berlangsungnya PHBS.
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan untuk publik berupa perundang-
undangan di bidang kesehatan. Mereka diharapkan dapat memberlakukan kebijakan
yang mendukung terciptanya PHBS dan membantu menyediakan sumber daya
(sarana, dana, dll) yang mampu mempercepat terciptanya PHBS masyarakat.

Terdapat tiga dimensi efek dari komunikasi massa, yaitu efek kognitif, efek afektif,
dan efek konatif.
1. Efek Kognitif
Efek kognitif merupakan akibat yang muncul pada diri komunikan yang bersifat
informatif bagi diri komunikan. Melalui media massa, kita memperoleh informasi
mengenai orang, tempat, atau benda yang belum kita ketahui sebelumnya.
2. Efek Afektif
Efek afektif berkaitan dengan emosi, sikap, dan perasaan komunikan. Tujuan
komunikasi massa bukan hanya sekedar menyampaikan informasi, tapi juga
diharapkan khalayak dapat merasakannya.
3. Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang muncul pada diri khalayak berupa
perilaku atau tindakan.

Strategi Promosi Kesehatan di Indonesia terdiri dari (1) pemberdayaan, yang


didukung (2) bina suasana dan (3) advokasi, dilandasi semangat (4) kemitraan.
Pemberdayaan merupakan pendampingan dan pemberian informasi dalam
melakukan pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan agar mesyarakat
tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS. Bina suasana merupakan
pembentukan lingkungan sosial yang kondusif untuk praktik PHBS. Advokasi
merupakan pendekatan terhadap pihak tertentu yang dapat mendukung
keberhasilan pembinaan PHBS. Sedangkan kemitraan harus digalang untuk
membangun kerjasama dan mendapat dukungan.

 Penutup
Dalam melakukan komunikasi pada pelayanan kesehatan, terdapat empat jenis
komunikasi yang harus diperhatikan, diantaranya komunikasi pada kelompok,
komunikasi interprofesional, komunikasi pada masyarakat, dan komunikasi massa.
Keempat hal ini akan dilakukan pada saat akan melakukan pelayanan kesehatan,
didalamnya terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dan hal-hal yang harus dihindari
saat melakukan komunikasi agar komunikasi dapat berjalan dengan baik dan dapat
mencapai tujuan dari komunikasi tersebut.
Referensi

 Liliweri, Alo. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


 Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana
 Putri, Pitaloka H dan Achmad Fanani.2013.Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Merkid
Press
 Suprapto, Tommy.2009.Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi.Yogyakarta:
MedPress
 Setiyowati, Wahyu. 2015. Komunikasi Massa pada Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
 Efendi, Ferry. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta. Penerbit: Salemba Medika.

 Schiavo, R. (2007). Health Communication: From Theory to Practice. San Francisco:


Jossey-Bass
 Binus Library. Bentuk Komunikasi [Internet]. Jakarta: Binus University; [updated not
stated; cited 2012]. Tersedia di: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-
01272-MC%20Bab2001.pdf
 Sidharta J. Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Etika Komunikasi Pers (Media) [Internet].
Tangerang: Universitas Multimedia Nusantara; [updated not stated; cited 2015]. Tersedia
di:
http://www.academia.edu/28016529/Kebebasan_Tanggung_Jawab_dan_Etika_Komunik
asi_Pers_Media_

 McQuail D, Windahl S(1985). Model-Model Komunikasi. New York: Longman Inc.


 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011). Promosi Kesehatan di Daerah
Bermasalah Kesehatan. Jakarta: Kemenkes.
 Effendi, O. (1992). Ilmu Komunikasi : teori dan praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
 Tutiasri, R. (2016). Channel. Komunikasi dalam Komunikasi Kelompok, 4, 81-90,
Diakses dari journal.uad.ac.id
 Berry, Dianne. (2007). Health communication theory and practice. England: McGraw-
Hill.
 Schiavo, Renata. (2007). Health communication from theory to practice. San Fransisco:
Wiley.
 Van Servellen, Gwen. (2009). Communication Skills for the Health Care Professional:
Concepts, Practice, and Evidence. Sudbury: Jones and Bartlett Publishers. Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=V-
n5OSPkxhsC&pg=PA295&dq=health+communication+in+groups&hl=en&sa=X&ved=0
ahUKEwissvutwrDWAhWB6Y8KHR_YB084MhDoAQhOMAg#v=onepage&q=health
%20communication%20in%20groups&f=false pada tanggal 19 September 2017 pukul
11.00 WIB.
 Arifin, A. (1984). Strategi Komunikasi. Armico: Bandung.
 Curtis, D., Floyd, J., Winsor, J. (2006). Komunikasi Bisnis dan Profesional (8th ed).
Jakarta: Rosda.
 Burgoon, M., Ruffner, M. (1978). Human Communication. Holt: Rinehart and Winston
 Adler, R., Rodman, G. (2006). Understanding Human Communication (9th ed). New
 York: Oxford University.
 Porteus, A., Howe, N., Woon, T. (2004). Facilitating Group Discussion. Stanford:
Stanford University. Retrieved from
https://web.stanford.edu/group/resed/resed/staffresources/RM/training/facilguide.html
 Adler, Ronald B dan Rodman George. (2006). Understanding Human Communication 9th
ed. New York: Oxford University Press
 Berry, Dianne. (2007). Health Communication: Theory and Practice. UK: Open
University Press
 Drs. Jalaluddin Rakhmat, M. (1999). Psikologi Komunikasi (2nd Edition ed.). (T.
Sujarman, Ed.) Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
 Ini, A. (n.d.). Retrieved September 18, 2017, from
http://www.academia.edu/4626796/Definisi_Kelompok

Anda mungkin juga menyukai