Anda di halaman 1dari 20

Makalah Keperawatan Jiwa

Tentang
Asuhan Keperawatan pada Klien TB Paru dengan Diagnosis
Keperawatan HDR

Oleh :

Apridina Syahira 1706038696


Arini Salsabila R 1706977935
Destia A Rahmawati 1706977986
Maria Kristina Ukago 1706103524
Melati Nabilah Johan 1706978130
Annisa Nur Ulandini 1706977922

Universitas Indonesia
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas terstruktur kelompok
pada mata ajar konsep dasar keperawatan. Makalah ini membahas tentang konsep
dan analisis analisis kasus problem based learning II dimana pada kasus
tercantum masalah harga diri rendah situasional.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Giur selaku fasilitator
kelas Keperawatan Jiwa C yang telah memfasilitasi kami dalam menyelesaikan
tugas makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
maka kritik dan saran yang sifatnya membangun akan sangat kami hargai dalam
upaya penyempurnaan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini akan
memberikan pengetahuan baru yang bermanfaat untuk kedepannya.

Depok, 21 November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

ISI ............................................................................................................................ 3

2. Harga Diri Rendah Situsional....................................................................... 3

2.1 Definisi Harga Diri Rendah Situasional ................................................ 3

2.2 Proses terjadinya Harga Diri Rendah Situasional ................................. 3

2.3 Etiologi HDR Situasional ...................................................................... 5

2.4 Batasan Karakteristik HDR Situasional ................................................ 5

2.5 Asuhan Keperawatan ............................................................................. 8

BAB III ................................................................................................................. 15

PENUTUP ............................................................................................................. 15

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini
berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pewarnaan oleh karena itu disebut pula sebagai basil Tahan Asam (BTA) (Depkes
RI, 2008). Di Indonesia Tuberkulosis paru merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru di Indonesia merupakan ke-3
terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita sekitar 10 %
dari total jumlah penderita Tuberkulosis Paru di dunia. Di perkirakan pada tahun
2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi
kasus Tuberkulosis Paru BTA positif sekitar 110 penduduk. (Depkes RI, 2008).
Untuk mengatasi masalah tersebut, peran serta keluarga sangat
dibutuhkan, dimana keluarga sebagai unit pertama dalam masyarakat. Apabila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit Tuberkulosis Paru akan brpengaruh
terhadap anggota keluarga yang lain. Untuk memujudkan keluarga yang sehat
terhindar dari resiko penularan, maka harus ditunjang dengan pengetahuan tentang
Tuberkulosis Paru. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi tindakan keluarga
untuk bertindak dalam hal pencegahan penularan dan proses kesembuhan
penderita. Sebaliknya makin rendah pengetahuan keluarga tentang bahaya
penyakit Tuberkulosis Paru, makin besar pula resiko terjadi penularan dan proses
kesembuhan penderita kurang optimal ( Pira Mitha, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Harga Diri Rendah Situasional?
2. Apa patofisiologi dari Harga Diri Rendah Situasional?
3. Apa etiologi dari Harga Diri Rendah Situasional?

1
4. Apa saja batasan karakteristik dari Harga Diri Rendah Situasional?
5. Bagaimana asuhan keperawatan terkait dengan kasus PBL II?

1.3 Tujuan Penulisan

Dibuatnya makalah ini agar penulis dan pembaca dapat mempelajari


konsep teoritis mengenai harga diri rendah situasional serta dapat mengetahui
batasan karakteristik yang tepat agar penulis mudah dalam menentukan intervensi
yang tepat untuk pasien/klien.

2
BAB II

ISI

2. Harga Diri Rendah Situsional


Manusia dalam menjalani kehidupannya memiliki peristiwa-peristiwa
traumatik, konflik berkepanjangan, dan juga hambatan yang berdampak pada
psikologis. Hal ini dapat menyebabkan manusia memiliki konsep diri yang
negatif. Setiap orang harus sadar akan kemampuan dan berpikir realistis terhadap
pencapaiannya. Hal ini sangat mempengaruhi harga diri seseorang. Harga diri
adalah penilaian, kesadaran individu tentang kemampuan dan keterbatasannya
(Videbeck, 2011).

2.1 Definisi Harga Diri Rendah Situasional


Harga diri rendah situasional dikemukakan oleh beberapa tokoh yang berbeda.
Harga diri rendah situasional didefinisikan sebagai suatu perkembangan persepsi
negatif terhadap harga diri individu sebagai respon terhadap situasi tertentu
misalnya akibat menderita suatu penyakit, kondisi ini dapat disebabkan akibat
adanya gangguan citra tubuh, kegagalan dan penolakan, perasaan kurang
penghargaan, proses kehilangan, dan perubahan pada peran sosial yang dimiliki
(Wilkinson & Ahern, 2009). Harga diri rendah situsional adalah keadaan dimana
individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (Fitria, 2009). Jadi dapat
disimpulkan bahwa harga diri rendah situasional adalah pikiran dan cara
memandang diri sendiri secara negatif yang disebabkan karena adanya kondisi
yang tidak nyaman bagi individu.

2.2 Proses terjadinya Harga Diri Rendah Situasional


Harga diri rendah situasional terjadi karena beberapa faktor yang dapat
menjadikan patofisiologi, yaitu faktor predisposisi, presipitasi, penilaian stresor,
serta mekanisme dan sumber koping. Pertama, faktor predisposisi termasuk faktor
biologi, psikologi, dan sosial budaya. Faktor biologi meliputi riwayat genetik,

3
status nutrisi, status kesehatan secara umum, sensitivitas biologi, dan terpapar
racun (Stuart, 2013). Gangguan kesehatan seperti Tuberkulosis (TBC) yang
dialami oleh Nn. B menjadi faktor terganggunya kesehatan yang menjadi
penyebab terjadinya harga diri rendah situasional. Faktor psikologis yaitu adanya
stigma- stigma pada kasus Nn. B yang dapat memberikan tekanan pada kondisi
psikologisnya seperti menjadi takut, ansietas akan dikucilkan, dihina dan ditolak
oleh lingkungannya. Faktor sosial budaya dapat berupa perubahan penampilan
peran, ketidakmampuan menjalankan peran, dan konflik peran dimana
kesemuanya terjadi akibat dirawat, pengaruh sosial ekonomi khususnya masalah
finansial dalam program pengobatan, juga dapat mengakibatkan pasien menglami
harga diri rendah. Nn. B mengaku bahwa semenjak sakit klien terpaksa berhenti
bekerja sebagai karyawati, Nn. B merasa sedih karena terpaksa harus berhenti
bekerja. Kedua, faktor presipitasi adalah stimulus yang merubah atau menekan
sehingga memunculkan gejala saat ini (Stuart, 2013). Stresor pada orang yang
dirawat didapat dari proses penyakit dan dirawat (Coben, 2000 dalam (Stuart,
2013)). Stresor presipitasi ini bisa saja dialami dalam waktu yang lama oleh
pasien sehingga kehilangan kemampuan untuk mengatasi faktor pencetus tersebut.
Stresor presipitasi yang menyebabkan terjadinya harga diri rendah adalah trauma
(Stuart, 2013). Ketiga, penilaian stresor yang merupakan respon individu terhadap
stresor presipitasi yang dihadapi. Respon yang dilakukan individu dapat berupa
respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku maupun sosial (Stuart, 2013). Respon
kognitif terjadi ketika penurunan neurotransmitter norepinefrin dan serotonin pada
Nn. B karena penyakit TB paru sehingga mempengaruhi lobus frontal otak. Lobus
frontal otak berfungsi untuk proses berpikir seseorang (Stuart, 2013). Respon
afektif, yang dimana peningkatan neurotransmitter asetilkolin mempengaruhi
fungsi korteks serebral, sistem limbik, dan basal ganglia (Fontaine, 2009).
Perubahan fungsi dari sistem limbik ini, menyebabkan perubahan emosi pada
Nn.B seperti malu, sedih, khawatir, serta tanda dan gejala harga diri rendah
situasional lainnya. Respon fisiologis, yang merupakan penurunan harga diri yang
disebabkan terganggunya fungsi hipothalamus. Fungsi hipothalamus berfungsi
sebagai pengatur nafsu makan, siklus tidur sehat, mood, motivasi, dan regulasi
tanda vital dari individu (Stuart, 2013). Respon perilaku, yang dimana menurut

4
(Stuart, 2013) kortes serebral dan basal ganglia berfungsi dalam mengatur
perilaku individu. Respon sosial, diakibatkan karena adanya tekanan atau stresor
yang mempengaruhi individu. Keempat, mekanisme koping dan sumber koping
yang dimana semakin sehat individu, semakin baik juga kopingnya terhadap stress
karena penyakit yang diderita.

2.3 Etiologi HDR Situasional


Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Banyak faktor-faktor
yang dapat menyebabkan seseorang memiliki harga diri rendah. Faktor
predisposisi meliputi adanya penolakan dari orangtua, kurangnya pujian dan
pengakuan dari keluarga maupun orang dekat, sikap over-protecting, dll. Faktor
presipitasi atau stresor pencetus yaitu gangguan fisik dan mental salah satu
anggota keluarga sehingga keluarga merasa malu dan rendah diri, pengalaman
taumatik seperti penganiayaan seksual, kecelakaan, bencana, dan faktor perilaku
yang dapat dilihat dari pengkajian pasien, seperti penampilan klien, kebersihan,
pakaian, dan pandangan klien tentang gambaran dirinya (Suliswati, 2014). Faktor
terkait lainnya yang berhubungan dengan harga diri rendah situasiaonal adalah
perubahan citra tubuh, pola ketidakberdayaan, ekspetasi yang tidak realistis
(Herdman & Kamitsuru, 2018) serta kondisi yang baru terdiagnosis.

2.4 Batasan Karakteristik HDR Situasional


Perawat harus mengkaji kondisi pasien, termasuk tanda dan gejalanya.
Tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri, pandangan hidup
yang pesimis, penurunan produktivitas, menarik diri (Keliat et al., 2012). Batasan
karakteristik yang lain menurut (Herdman & Kamitsuru, 2018) adalah klien tidak
berdaya, perilaku tidak tegas, tanpa tujuan, merasa malu/bersalah, dan melebih-
lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri.
Sesuai kasus yang terdapat dalam problem based learning dapat kita
ketahui diagnosa keperawatannya adalah gangguan konsep diri, yaitu harga diri
rendah situasional dengan definisi pengembangan persepsi negatif tentang harga
diri dalam menanggapi situasi saat ini (Herdman & Kamitsuru, 2018). Faktor
penyebab sesuai dengan kasus yaitu :

5
1. Predisposisi
- Adanya penolakan dari orangtua dan kurang pujian, yaitu keluarga
masih menganggap penyakit TB paru merupakan penyakit yang
memalukan dan merupakan aib bagi keluarga sehingga klien merasa
tidak diakui dan tidak disemangati untuk melewati rintangan hidupnya.
- Kebiasaan naik motor tanpa menggunakan masker, menyebabkan klien
mengalami TB paru dengan DIH (drug induced hepatitis)
2. Presipitasi
- Penyakit TB paru yang dimiliki oleh klien menyebabkan klien malu,
rendah diri, keluarga menolak, dll. (Penyakit fisik)
3. Perilaku atau batasan karakteristik
- Klien cenderung murung, pasif, dan malu dengan penyakit TB paru.
- Klien menyembunyikan penyakitnya dan memilih menyebutkan
penyakit lain jika ditanya.
- Klien merasa sedih karena terpaksa berhenti bekerja.
- Klien malu karena tidak produktif dan cemas akan masa depannya.
4. Psikodinamika
Teori psikodinamika adalah teori yang menjelaskan hakikat perkembangan
kepribadian (Stuart, 2013). Model psikodinamika terdiri dari:
a. Psikoanalitis dikenalkan oleh sigmund freud menjelaskan tentang
hakikat sifat manusia dan mekanisme pertahanan ego. Terdiri dari id,
superego, dan ego.
b. Interpersonal dikenalkan oleh sulivan dan peplau menjelaskan tentang
mengurangi gejala gangguan jiwa dengan hubungan interpersonal.
Rasa takut yang mendasar adalah rasa takut penolakan. Perilaku
berasas dari kepuasaan dan rasa nyaman.
c. Sosial dan lingkungan menimbulkan stres dan ansietas
d. Eksitensial dikenalkan oleh frankl, ellis, peris, glasser fokus pada
masa depan dan kehidupan bermakna jika manusia penuh menerima
dirinya sendiri.
e. Suportif fokus pada dukungan

6
f. Keluarga pola asuh dan pola keluarga sangat mempengaruhi jiwa
seseorang
g. Medis dikenalkan franzs akibat dari penyakit biologis
h. Keperawatan berupa orem dengan self-care, roy dengan adaptasi, dan
henderson dengan kebutuhan dasar.
Pada kasus 4 dapat disimpulkan bahwa Nn.B mengalami gangguan
kejiwaan dengan model psikodinamika hubungan interpersonal dan
suportif. Pada kasus dijelaskan bahwa Nn.B terlihat murung dan malu
semenjak didiagnosis medis TB paru dengan HID. Klien merasa
kenyamanan nya terganggu, mengalami ketakutan penolakan dari
lingkungan sekitar, dan merasa penyakitnya ialah aib. Selain itu
keluarganya pun memiliki pandangan yang sama bahwa penyakitnya ialah
aib.
5. Respon Stressor
Berdasarkan kasus diatas, respon stressor yang dialami oleh pasien yaitu
Respon Maladaptive. Respon Maladaptif merupakan koping yang bersifat
merusak (destruktif) dan respon individu dalam menghadapi masalah
dimana individu dimana pasien tidak mampu memecahkan masalah
tersebut. Respon maladaftifnya adalah : Harga diri rendah adalah individu
yang cenderung untuk menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih
rendah dari orang lain. Seperti individu menghindar dari orang lain atau
mengurung diri dan tidak mau mengurus diri (Stuart, 2013). Harga diri
rendah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana aktivitas
merupakan bentuk hukuman atau punishment (stuart dan laraia, 2005).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah berbagai usaha yang dilakukan individu untuk
menanggulangi stress yang dihadapinya. Menurut Nursalam (2009)
mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima. Mekanisme koping juga merupakan
setiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping termasuk pertahanan

7
koping jangka pendek maupun jangka panjang serta penggunaan
mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam
menghadapi persepsi diri yang menyakitkan (Stuart & Gail, 2007).
Pertahanan jangka pendek yang biasa dilakukan oleh pasien yang
mengalami HDR Situasional, yaitu aktivitas yang memberikan pelarian
sementara dari krisis identitas diri (menonton tv secara obsesif , konser
musik, bekerja keras), aktivitas yang memberikan identitas pengganti
sementara (ikut serta dalam klub sosial, politik, agama, kelompok),
aktivitas sementara yang menguatkan atau meningkatkan perasaan diri
yang tidak menentu (prestasti akademik, kontes untuk mendapatkan
popularits, dan olahraga yang kompetitif), dan aktivitas yang merupakan
upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari hidup yang tidak
bermakna saat ini (penyalahgunaan obat). Sedangkan pertahanan jangka
panjang yang biasa dilakukan oleh pasien yang mengalami HDR
Situasional, yaitu Pertama penutupan identitas-adopsi prematur yang
diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi,
atau potensi diri individu. Kedua, Identitas negatif, asumsi identitas yang
tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat.
Berdasarkan kasus, Nn. B dapat melakukan mekanisme koping jangka
pendek maupun jangka panjang, tergantung dengan koping yang dipilih
klien.

2.5 Asuhan Keperawatan


Kasus 4
Klien adalah Nn. B, berusia 20 tahun, pendidikan SLTA, belum menikah,
pekerjaan sebelum sakit adalah karyawati, namun semenjak sakit klien terpaksa
berhenti bekerja. Klien masuk rumah sakit dengan diagnosa medis TB paru
dengan DIH (Drug Induced Hepatitis). Keluhan utama klien saat masuk RS adalah
mual, kadang-kadang muntah, tidak nafsu makan yang telah berlangsung selama
dua minggu sebelum masuk RS. Keluhan ini dirasakan klien sejak mengkonsumsi
obat paru-paru (OAT) yang diperolehnya dari Puskesmas. Klien memiliki
kebiasaan pulang malam (sehabis bekerja sebagai penjaga toko) dengan

8
menggunakan kendaraan bermotor tanpa menggunakan masker udara. Ketika
berinteraksi dengan perawat, klien cenderung murung dan pasif, mengatakan
merasa malu tentang penyakit paru-paru yang diderita, tidak berani menceritakan
tentang penyakitnya kepada orang lain, cenderung menyembunyikan tentang
penyakitnya dan memilih menyebutkan jenis penyakit lain jika ada yang bertanya
tentang penyakit. Klien juga mengatakan merasa sedih karena terpaksa harus
berhenti bekerja akibat menderita penyakit ini. Kondisi ini juga membuat klien
merasa malu karena menjadi tidak produktif dan merasa khawatir akan masa
depannya kelak. Klien dan keluarganya juga masih memandang bahwa penyakit
TB paru merupakan penyakit yang memalukan dan merupakan suatu aib bagi
keluarga.

A. Pengkajian Data Keperawatan


1. Identitas Klien
a. Nama : Nn. B
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Pendidikan : SLTA
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Karyawati
Dx medis : TB paru dengan DIH (Drug Induced Hepatitis)

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
 Mual, kadang-kadang muntah, tidak nafsu makan yang
berlangsung selama 2 minggu sebelum masuk RS.

3. Pola Aktivitas Sehari-hari


a. Klien bekerja sebagai karyawati
b. Klien memiliki kebiasaan pulang malam (sehabis bekerja sebagai
penjaga toko) dengan menggunakan kendaraan bermotor tanpa
menggunakan masker udara

9
4. Data Klien
a. Data subjektif
 Merasa malu
 Tidak berani menceritakan tentang penyakitnya kepada
orang lain
 Merasa sedih karena terpaksa harus berhenti bekerja
 Merasa khawatir dengan masa depannya
b. Data Objektif
 Murung
 Pasif

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Klien : Nn.B Tgl Masuk RS : 19-10-18


Umur : 20 tahun Tgl Pengkajian: 19-10-18
Jenis kelamin : Perempuan No.Registrasi : -
Ruangan : Melati 307
Dx Medis : TB Paru dengan DIH

No/ Rencana Keperawatan


Dx Keperawatan
Tgl Tujuan Intervensi Evaluasi

10
Pada Klien
Mengidentifikasi
kemampuan dan
aspek positif
yang dimiliki
klien. Berhasil
HDR Situasional
Pada Klien
Data subjektif S: Pasiennya berubah,
Klien mampu
 Merasa malu Membantu klien pasien mengatakan
mengidentifikasi
 Tidak berani menilai bahwa sudah dapat
kemampuan dan
menceritakan kemampuan menerima
aspek positif
tentang yang dapat penyakitnya.
yang dimiliki
penyakitnya digunakan
kepada orang
1/ lain
19-  Merasa sedih
10- karena terpaksa
18 harus berhenti
bekerja
Klien mampu O: Pasien tampak
 Merasa Melatih klien
melakukan sudah memakai
khawatir dalam
keterampilan masker, ketika batuk
dengan masa melakukan
positif untuk pasien sudah bisa
depannya keterampilan
meningkatkan menutup mulut
Data Objektif positif
harga diri dengan tisu
 Murung
Klien mampu Membantu Klien
 Pasif
menyadari menyadari
hubungan positif hubungan positif
A: Masalah teratasi
antara harga diri antara harga diri
dan kesehatan dan kesehatan
fisik fisik.
Klien mampu Membantu P: Anjurkan pasien

11
melakukan Pasien untuk control pada hari yang
pemecahan memecahkan telah ditentukan
masalah masalah yang
dihadapi klien
Membantu klien
memilih/meneta
pkan kegiatan
Klien mampu yang akan
melatih kegiatan dilatih.
yang sudah
Melatih
dipilih sesuai
kegiatan/kemma
kemampuan
puan yang telah
dipilih klien

Membantu

Membantu menyusun

menyusun jadwal

jadwal pelaksanaan

pelaksanaan kemampuan

kemampuan yang telah

yang dilatih dilatih.

Pada Keluarga Pada Keluarga

Keluarga Diskusikan

membantu klien masalah yang

mengidentifikasi dihadapi
kemampuan keluarga dalam

yang dimiliki merawat klien.


klien

Keluarga Jelaskan kepada

12
memfasilitasi keluarga tentang
pelaksanaan harga diri rendah
kemampuan yang ada pada
yang masih klien.
dimiliki klien

Diskusikan
dengan keluarga
kemampuan
yang dimiliki
klien dan
memuji klien
atas

Keluarga kemampuannya.

memotivasi
klien untuk
Jelaskan cara-
melakukan
cara merawat
kegiatan yang
klien dengan
sudah dilatih dan
harga diri
memberikan
rendah.
pujian atas
keberhasilan Demonstrasikan
klien cara merawat
klien dengan
harga diri
rendah.

13
Beri kesempatan
kepada keluarga
untuk
mempraktikkan
cara merawat
Keluarga
klien dengan
mampu menilai
harga diri rendah
perkembangan
seperti yang
perubahan
telah perawat
kemampuan
demonstrasikan
klien
sebelumnya.

Bantu keluarga
menyusun
rencana kegiatan
klien dirumah.

14
BAB III
PENUTUP

Pada kasus 4 pasien mengalami diagnosis keperawatan HDR situasional. Batasan


karakteristiknya merasa tidak berdaya, malu, membandingkan diri dengan orang
lain. Pada kasus ketika Nn.B mengalami TB paru dengan DIH pasien merasa malu
dengan penyakitnya, pasien merasa sedih dan berhenti bekerja, serta khawatir
dengan masa depannya. Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan pasien agar
semangat menjalani kehidupannya kembali, seperti mampu beperilaku positif,
menggali kemampuan untuk meningkatkan harga diri, dan keluarga juga perlu
memberikan dukungan penuh kepada pasien.

15
Daftar Pustaka

Depkes. R.I. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan


Kedua. Jakarta: Bakti Husada.
Deswani. 2011. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba
Medika.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2006). Nursing care plans
(7th ed.). USA: F.A. Davis Company.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plans.
(K. D. Mackey, Ed.) (8th ed., Vol. 8). USA: F.A. DAVIS COMPANY.
Fitria, N. (2009). Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fontaine. (2009). Mental health nursing care plan (6th ed). New Jersey: Pearson
Prentice Hall.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification. (S. Hodgson, Ed.) (11th ed.). Canada: Thieme.
Keliat, Budi, A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2007). Keperawatan
kesehatan jiwa komunitas. Jakarta: EGC.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course). (M. Ester & D.
Yulianti, Eds.) (1st ed.). Jakarta: EGC.
Nursalam. (2009). Manajemen keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pira, M.S.A. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Tuberkulosis
Paru dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas
Lidah Kulon Surabaya: Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan
Masyarakat Surabaya.
Stuart, G., and Laraia, M., (2005) The Principle and Practise of Psychiatric
Nursing. Elsevier Mosby, St Louis Missouri.
Stuart & Gail, W. (2007). Buku saku keperawatan jiwa. 5th Edition. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 5. EGC, Jakarta
Stuart, G. (2013). Principles and practice od psychiatric nursing (8th ed.). St.
Louis: Mosby Year Book.

16
Suliswati, et al. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric-Mental Health Nursing. (J. Rodenberger, Ed.)
(5th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.
Wilkinson, J., & Ahern, N. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan (9th ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai