Anda di halaman 1dari 10

MODEL ADAPTASI STRESS STUART TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN

KESEHATAN JIWA

Disusun oleh : Rofi Istiyani


Mahasiswa kelas A Ekstensi 2018 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Email: rofiistiyanii21@gmail.com

Model adaptasi stress Stuart tentang asuhan keperawatan jiwa mengintegrasi aspek
biologis, psikologis, sosial budaya, legal, etik, kebijakan dan advokasi tentang asuhan klien
kedalam kerangka yang utuh dalam praktik keperawatan. Gail Stuart mengembangkan model
adaptasi ini sebagai sintesis dari berbagai tubuh pengetahuan dari berbagai perspektif
keperawatan kesehatan jiwa yang sama pentingnya sebagai suatu penerapan pengetahuan pada
praktik klinis. Model ini didasarkan pada lima asumsi teoritis.

Asumsi teoritis.

Asumsi pertama dari model stress Stuart adalah bahwa alam diatur dalam suatu hirarki
sosial dari unit tersederhana hingga yang paling kompleks. Individu adalah bagian dari keluarga,
kelompok, komunitas, masyarakat, dan lingkungan yang lebih besar. Tingkat yang paling dasar
dari tindakan keperawatan adalah pada individu. Jadi saat bekerja, perawat harus
mempertimbangkan bagaimana manusia berhubungan secara keseluruhan dengan yang lain.

Asumsi kedua dari model adalah asuhan keperawatan diberikan dalam konteks biologis,
psikologis, sosial budaya, legal, etik, kebijakan dan advokasi. Perawat harus mampu memberikan
asuhan keperawatan kesehatan jiwa secara holistik dan kompeten. Landasan teoritis praktik
keperawatan kesehatan jiwa bertolak dari ilmu keperawatan, ilmu perilaku, sosial, dan biologis.
Kisaran teori yang digunakan oleh perawat kesehatan jiwa mencakup keperawatan, psikologi
perkembangan, neurobiologi, farmakologi, psikopatologi, pembelajaran, sosiobudaya, kognitif,
perilaku, ekonomi, organisasi, politik, legal, etik, interpersonal, kelompok, keluarga dan
lingkungan.

Asumsi ketiga dari model adalah sehat/sakit dan adaptasi/maladaptasi merupakan dua
rentang yang berbeda:

- Rentang sehat/sakit berasal dari pandangan dunia medis.


- Rentang adaptasi/maladaptasi berasal dari pandangan dunia keperawatan

Dari asumsi ini berarti bahwa seseorang yang secara medis didiagnosis sakit bisa
beradaptasi dengan baik terhadap penyakit. Sebaliknya seseorang tanpa di diagnosis sakit secara
medis mungkin memiliki respon koping yang maladaptif. Dua rentang ini mencerminkan sifat
komplementari dari model praktik keperawatan dan medis.

Asumsi keempat yaitu model mencakup pencegahan, tritmen, dan pemulihan dengan
menguraikan empat tahap asuhan kesehatan jiwa: krisis, akut, mempertahankan kesehatan, dan
promosi kesehatan.

Asumsi kelima dari model adalah berbasis penggunaan proses keperawatan dan standar
asuhan serta kinerja profesional perawat kesehatan jiwa.

Uraian Tentang Kesehatan Jiwa Dan Gangguan Jiwa.

Perawat kesehatan jiwa harus secara hati-hati mempertimbangkan makna perilaku


individu dan konteksnya, karena mencerminkan suatu adaptasi terhadap isu dalam kehidupan
individu dan kehidupan sosial serta lingkungan budaya seseorang. Tiap orang harus dilihat
secara baik di dalam konteks kelompok maupun dalam konteks individual. Isu ini bukan tentang
bagaimana baiknya seseorang berdasarkan standar sosial budaya, tetapi lebih pada apa alasan
yang sesuai dalam situasi kehidupan mereka.

Definisi Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan kebahagiaan,


kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, atau harapan. Beberapa pendapat menyatakan
bahwa kesehatan jiwa bukanlah konsep yang sederhana atau hanya tentang satu dan aspek dari
perilaku. Sebaliknya, kesehatan jiwa melibatkan sejumlah kriteria yang terdapat dalam suatu
rentang. Berikut ini enam kriteria sebagai indikator sehat jiwa:

1. Sikap positif terhadap diri sendiri


2. Berkembang, aktualisasi diri dan ketahanan diri
3. Integrasi
4. Otonomi
5. Persepsi sesuai realitas
6. Penguasaan lingkungan

Definisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh individu
yang menyebabkan distress, disfungsi, dan menurunkan kualitas kehidupan. Ini mencerminkan
disfungsi psikobiologis bukan sebagai akibat dari penyimpangansosial atau konflik dengan
masyarakat. Tingkat keparahan gangguan jiwa menyebabkan ketegangan dan mempengaruhi
individu, keluarga mereka, komunitas dan sistem pelayanan kesehatan yang lebih luas. Terdapat
peningkatan resiko kematian prematur mulai dari yang bersifat alamiah hingga tidak alamiah
pada orang yang mengalami gangguan jiwa. Terdapat lima masalah kesehatan jiwa (1).
Gangguan depresi mayor, (2). Penggunaan alkohol, (3). Skizofrenia, (4) cedera karena diri
sendiri, (5). Gangguan bipolar.

Komponen Biopsikososial

Model Adaptasi Stres Stuart dari asuhan keperawatan kesehatan jiwa memandang
perilaku manusia dari perspektif holistik yang mengintegrasikan aspek biologis, psikologis, dan
sosial budaya dalam asuhan keperawatan. Sebagai contoh, seorang laki-laki yang mengalami
infark miokardial juga mungkin mengalami depresi berat karena ia takut akan kehilangan
kemampuannya untuk bekerja dan memuaskan kebutuhan seksual isterinya. Ia juga mungkin
memiliki riwayat keluarga dengan depresi. Begitu pula, klien akan mencari tritmen untuk
mengatasi depresi yang dialaminya, atau bahkan mungkin menderita tukak lambung yang di-
picu oleh depresi yang dialaminya. Sifat holistik dari praktik keperawatan kesehatan jiwa
memeriksa semua aspek individu, keluarga, komunitas dan lingkungan.

Komponen biopsikososial yang spesifik dari Model Adaptasi Stres


Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi merupakan faktor risiko dan protektif yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat digunakan seseorang untuk mengatasi stres. Faktor predisposisi terdiri dari
aspek biologis, psikologis dan sosial budaya.

 Predisposisi biologis meliputi latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis,
kesehatan secara umum, dan ketepaparan pada racun.
 Predisposisi psikologis meliputi inteligensi, keterampilan verbal, moral, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi, pertahanan psikologis, dan lokus
kendali, atau suatu perasaan pengendalian terhadap nasib diri sendiri.
 Predisposisi sosial budaya meliputi usia, gender, pendidikan, penghasilan, pekerjaan,
latar belakang budaya, keyakinan religi, afiliasi politik, pengalaman sosialisasi, dan
tingkat integrasi sosial atau keterhubungan

Stresor Presipitasi

Stresor presipitasi adalah stimulus yang menantang, mengancam, atau menuntut individu.
Mereka memerlukan energi tambahan dan mengakibatkan suatu ketegangan dan stres. Stresor ini
dapat bersifat biologis, psikologis, atau sosial budaya. Stimulus ini bisa berasal baik dari
lingkungan internal atau lingkungan eksternal manusia. Juga penting untuk mengkaji waktu
stresor, yang mencakup kejadian stresor, berapa lama seseorang terpapar pada stresor, dan
seberapa sering terjadi. Faktor terakhir adalah jumlah stresor yang dialami individu dalam masa
tertentu karena kejadian yang menimbulkan stres mungkin lebih sulit diatasi apabila terjadi
beberapa kali dalam waktu berdekatan.

Peristiwa Kehidupan yang Menimbulkan Stres. Hubungan antara peristiwa kehidupan yang
menimbulkan stres dengan penyebab, onset, sekuensi, dan akibat dari gangguan kesehatan jiwa
telah menjadi fokus banyak penelitian. Fokus pada sifat kejadian dan jumlah perubahan yang
diperlukan.

Ada tiga cara untuk mengkategorikan peristiwa kehidupan:

1. Melalui kegiatan sosial. Hal ini meliputi krisis keluarga, pekerjaan, pendidikan sosial,
kesehatan, finansial, legal, atau komunitas.
2. Melalui lahan sosial. Peristiwa ini didefinisikan sebagai pintu masuk dan keluar. Pintu
masuk adalah pengenalan orang baru ke dalam lahan sosial individu; pintu keluar adalah
pemberangkatan orang yang berarti dari lahan sosial seseorang.
3. Melalui keinginan sosial. Dalam norma sosial, peristiwa dapat dipandang secara umum
sebagai sesuatu yang diinginkan, seperti promosi, pertunangan, dan pernikahan, atau
secara umum tidak menyenangkan, seperti kematian, masalah finansial, dipecat dan
perceraian

Sebagai perawat kesehatan jiwa haru memikirkan norma dan nilai sosial budaya apa yang harus
dipertimbangkan ketika mengevaluasi dampak potensial dari peristiwa kehidupan yang
menimbulkan stress.

Ketegangan dan Kesulitan Hidup. Teori peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres
dibangun dari pandangan tentang perubahan dalam merespons peristiwa penting. Ketegangan
kehidupan sering terjadi dalam 4 hal :

1. Konflik perkawinan
2. Isu yang berkaitan dengan orang tua mengasuh anak remaja dan dewasa muda
3. Keuangan rumah tangga
4. Ketidakpuasan dengan tugas dan pekerjaan

Kesulitan menimbulkan iritasi, frustrasi atau distres yang terjadi dalam kehidupan sehari hari.
Hal ini dapat mencakup ketidaksepakatan, kekecewaan, dan kejadian yang tidak menyenangkan.
Hasil riset menunjukkan bahwa kesulitan sehari hari mungkin lebih baik untuk memprediksi
kesehatan psikologis dan fisik daripada peristiwa kehidupan utama. Peristiwa besar memberikan
pengaruh jangka panjang, namun pengaruh ini mungkin berhubungan dengan kesulitan hidup
sehari hari yang terkait dengan mereka. Memang benar bahwa jumlah stres tertentu diperlukan
untuk bertahan hidup, dan tingkat stres tersebut dapat menantang individu untuk mengembangan
cara-cara baru. Walaupun demikian, stres yang berlebihan pada waktu yang tidak tepat dapat
meningkatkan tuntutan bagi individu untuk mengatasinya dengan fungsi yang terintegrasi.
Pertanyaan yang diajukan adalah : Berapa banyak stres yang dianggap terlalu banyak, dan apa
yang dimaksud dengan peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres? Pertanyaan-pertanyaan ini
menggiring perawat untuk menggali pentingnya peristiwa kehidupan ketika dihubungkan dengan
sistem nilai individu.

Penilaian terhadap stressor. Penilaian adalah suatu evaluasi tenang makna suatu peristiwa
terkait kesejakteraan seseorang. Stressor mengandung arti, intensitas dan penting dengan
interpretasi yang unik dan bermakna yang diberikan seseorang yang beresiko sakit. Hal ini
termasuk respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial.

Respon Kognitif. Respons kognitif merupakan bagian penting dari model ini (Monat dan
Lazarus, 1991). Faktor kognitif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Penilaian kognitif
memediasi secara fisiologis antara manusia dan lingkungan pada saat menghadapi stres. Kondisi
ini berarti bahwa kerusakan atau potensi kerusakan dari suatu situasi ditentukan berdasarkan
pemahaman seseorang tentang suatu situasi yang dapat membahayakan serta ketersediaan
sumber yang dimiliki seseorang untuk menetralisir atau mentoleransi bahaya. Tiga jenis respons
kognitif terhadap stres adalah sebagai berikut;

1. Bahaya/kehilangan yang sudah terjadi


2. Ancaman tentang antisipasi bahaya atau bahaya yang akan terjadi
3. Tantangan yang lebih berfokus pada potensi pertumbuhan, atau penguasaan daripada
risiko yang mungkin terjadi

Persepsi tentang tantangan berperan penting pada kekuatan, beban psikologis atau
ketahanan terhadap stres. Orang yang mampu bertahan dan kuat tidak mudah untuk sakit
sebagai akibat dari peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres (Alim et al, 2008). Karakteristik
orang yang mampu bertahan dan kuat sebagai berikut:

 Komitmen - kemampuan melibatkan diri sendiri pada apa yang sedang dilakukannya
 Tantangan - keyakinan yang berubah terhadap stabilitas yang diharapkan dalam
kehidupan, maka suatu kejadian dilihat lebih sebagai stimulus bukan ancaman
 Kontrol - kecenderungan untuk merasakan dan meyakini bahwa manusia mengendalikan
peristiwa, bukan merasa putus asa dalam menghadapi masalah kehidupan

Ringkasnya, orang yang mampu bertahan atau ketahaanan terhadap stres memiliki sikap positif
terhadap kehidupan, keterbukaan pada perubahan, perasaan keterlibatan pada apapun yang
dilakukannya, dan mampu mengendalikan kejadian. Mereka yang memandang stres sebagai
tantangan cenderung membalikkan peristiwa menjadi sesuatu yang menguntungkan sehingga
mengurangi tingkat stres. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan cara yang pasif,
bermusuhan, menyalahkan dan menghindar, atau menyalahkan diri sendiri, sumber stres, akan
cenderung tidak dapat mengatasinya.

Respons Afektif. Respons afektif adalah suatu perasaan yang muncul. Pada penilaian stresor,
respons afektif yang utama adalah reaksi gembira, sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya,
antisipasi atau takjub.

Emosi juga diuraikan menurut jenis, lama dan intensitas-karakteristik yang berubah setiap saat
dan sebagai dampak dari kejadian. Sebagai contoh, apabila emosi berlangsung dalam waktu yang
lama, dapat diklasifikasikan sebagai suasana hati; apabila emosi berlangsung lebih lama lagi
dapat dipandang sebagai sikap. Penghayatan, optimis, dan sikap positif dalam menghadapi
peristiwa kehidupan dapat mengarahkan pada perasaan sejahtera yang lebih besar, dan
bahkan mungkin kehidupan yang lebih panjang (Lazarus, 1991)

Respons Fisiologis. Respons fisiologis merefleksikan interaksi dari beberapa akses


neuroendokrin yang melibatkan pertumbuhan hormon, prolactin, hormon adrenokortikotropik
(ACTH), hormon luteinizing, hormon stimulasi folikel, hormon stimulasi tiroid, vasopressin,
oksitoksin, insulin, epinefrin, norepinefrin, dan berbagai neurotransmiter lain di otak. Respons
fisiologis fight-or-flight menstimulasi divisi simpatetik sistem saraf otonom dan meningkatkan
aktifitas aksis pituitari -adrenal. Sebagai tambahan, telah dibuktikan bahwa stres memengaruhi
sistem kekebalan tubuh, sehingga memengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan penyakit.

Respons Perilaku. Respons perilaku sebagai hasil dari respons fisiologis dan emosional, begitu
juga analisis kognitif dari suatu situasi yang menimbulkan stres. Caplan (1981) menguraikan
empat fase respons perilaku individu terhadap peristiwa yang menimbulkan stres:

 Fase 1 adalah perilaku yang mengubah lingkungan yang menimbulkan stres atau
memungkinkan individu untuk menghindarinya.
 Fase 2 adalah perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah lingkungan
eksternal dan hasilnya.
 Fase 3 adalah perilaku intrapsikik yang berguna untuk mempertahankan suasana emosi
yang tidak menyenangkan.
 Fase 4 adalah perilaku intrapsikik yang membantu seseorang untuk memahami kejadian
melalui penyesuaian internal.

Respons Sosial. Pada akhirnya, respons sosial yang mungkin ditampilkan terhadap stres dan
penyakit cukup banyak dan dibagi pada tiga aktifitas (Mechanic, 1977):

1. Mencari makna, individu mencari informasi tentang masalah mereka. Hal ini diperlukan
untuk menyiapkan strategi koping, karena hanya dengan memiliki pandangan tentang apa
yang terjadi, seseorang dapat berespons dengan cepat.
2. Atribusi sosial, di mana seseorang mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi pada situasi. Klien yang melihat masalah mereka sebagai akibat dari
pengabaian mereka sendiri yang kemungkinan "menghambat" penggunaan koping yang
tepat. Mereka cenderung melihat masalah mereka sebagai tanda dari kegagalan pribadi
mereka dan menyalahkan diri sendiri serta berperilaku pasif, pesimis, dan menarik diri.
3. Perbandingan sosial, di mana orang membandingkan keterampilan dan kapasitas dengan
orang lain yang mempunyai masalah yang sama. Pengkajian diri seseorang sangat
tergantung pada hal-hal yang mereka bandingkan. Hasilnya adalah evaluasi terhadap
kebutuhan dukungan dari jejaringan sosial atau sistem dukungan. Faktor predisposisi,
seperti usia, tingkat perkembangan, dan latar belakang budaya, serta karakteristik stresor
presipitasi, menentukan keutuhan yang dipersepsikan untuk dukungan sosial.

Ringkasnya, cara seseorang menilai suatu kejadian merupakan kunci psikologis untuk
memahami upaya koping dan sifat serta intensitas stres. Masih banyak perawat dan tenaga
kesehatan lain mengabaikan fakta ini sehingga hanya memberikan asuhan yang bersifat rutinitas
meskipun mereka menyadari stresor tententu yang akan memengaruhi klien. Praktik ini tidak
hanya mendepersonalisasi klien namun juga mengabaikan dasar asuhan keperawatan. Penilaian
kepada klien tentang stresor kehidupan, meliputi komponen kognitif, afektif, fisiologis, perilaku
dan sosial, harus menjadi bagian dari pengkajian perawat kesehatan jiwa
Sumber Koping

Sumber koping merupakan pilihan atau strategi yang membantu menentukan apa yang dapat
dilakukan dan apa yang beresiko. Sumber koping adalah faktor pelindung. Hal yang termasuk
sumber koping adalah aset finansial atau kemampuan ekonomi, kemampuan dan keterampilan,
dukungan sosial, dan motivasi, serta gabungan semua tingkat hirarki sosial. Hubungan antara
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat penting dalam model ini. Sumber koping
lain diantaranya; keyakinan spiritual, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial,
modal material, pengetahuan dan intelegensi, identitas ego yang kuat, komitmen pada jaringan
sosial, stabilitas budaya, sistem nilai dan keyakinan yang stabil, serta orientasi kesehatan yang
bersifat preventif.

Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah semua upaya yang diarahkan untuk mengelola sress yang dapat
bersifat konstruktif atau destruktif. Tiga jenis utama mekanisme koping yaitu;

1. Mekanisme koping berfokus pada masalah. Melibatkan tugas dan upaya langsung
untuk mengatasi ancaman. Contohnya; negosiasi, konfrontasi, dan mencari saran.
2. Mekanisme koping berfokus secara kognitif. Mengendalikan makna dari suatu masalah
lalu menetralisirnya. Contohnya; perbandingan positif, ketidaktahuan selektif, substitusi
penghargaan, dan devaluasi objek yang diinginkan.
3. Mekanisme koping berfokus pada emosi. Diorientasikan langsung untuk mengurangi
distres emosionalnya. Contohnya; penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti denial,
supresi, atau proyeksi

Mekanisme koping bersifat konstruktif ketika asietas digunakan sebagai tanda peringatan dan
individu menerimanya sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah. Mekanisme koping
yang destruktif mematikan peringatan ansietas dan tidak menyelesaikan konflik, dan
mungkin menggunakan mekanisme koping yang menghindari resolusi. (Stuart, 2016)
Daftar Pustaka

Stuart, G. W. (2016). Principles and Practice of PSYCHIATRIC NURSING. (10 ed.). China:
ELSEVIER.

Anda mungkin juga menyukai