Anda di halaman 1dari 13

KALIMAT EFEKTIF

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur atau penulis
secara tepat sehingga dapat dipahami oleh pendengar atau pembaca secara tepat pula. Kalimat
efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara secara tepat sehingga
pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, lengkap seperti apa
yang dimaksud oleh penulis atau pembicara. Untuk dapat mencapai keefektifan tersebut di atas,
kalimat efektif harus memahami paling tidak enam syarat berikut, yaitu adanya (1) kesatuan, (2)
kepaduan (3) keparalelan (4) ketetapan (5) kehematan (6) kelogisan.

a. Kesatuan
Yang dimaksud dengan kesatuan adalah terdapatnya satu ide pokok dalam satu
kalimat. Dengan ide kalimat boleh panjang atau pendek, menggabungkan lebih dari satu
kesatuan dapat mempertentangkan kesatuan yang satu dan yang lainnya asalkan ide atau
gagasan kalimatnya tunggal.
Contoh kalimat yang tidak jelas kesatuan gagasannya:
1) Pembangunan gedung sekolah baru pihak yayasan dibantu oleh bank memberikan kredit.
( terdapat subjek ganda dalam kalimat tunggal )
2) Dalam pembangunan sangat berkaitan dengan stubilitas politik. (memakai kata depan yang
salah sehingga gagasan kalimat menjadi kacau )
3) Berdasarkan agenda menejer personalia akan memberi pengarahan kepada pegawai baru (
tidak jelas siapa yang memberi pengarahan )
Contoh kalimat yang jelas kesatuan gagasannya:
1) Pihak yayasan dibantu oleh bank yang memberi kredit untuk membangun gedng sekolah
baru.
2) Pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik.
3) Berdasarkan agenda sekretaris manajer personalia akan memberi pengarahan kepada
pegawai baru.

b. Kepaduan (Koherensi)
Yang dimaksud dengan koherensi adalah terjadinya hubungan yang pada antara unsur-
unsur pembentuk kalimat. Unsur pembentuk kalimat adalah kata, frasa, klausa, serta tanda baca
yang membentuk S-P-O-Pel-ket dalam kalimat.
Contoh kalimat yang unsurnya tidak koheren:
1) Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi. (tidak mempunyai
subjek/subjeknya tidak jelas )
2) Saya punya rumah baru saja diperbaiki. (struktur kalimat tidak benar atau rancu )
3) Tentang kelangkaan pupuk mendapat keterangan para petani. (unsur S-P-O tidak berkaitan
erat)
4) Yang saya sudah sarankan kepada mereka adalah merevisi anggaran itu proyek. (salah
dalam pemakaian kata/frasa)
Contoh kalimat yang unsure-unsurnya koheren:
1) Setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi.

1
2) Rumah saya baru saja diperbaiki.
3) Para petani mendapat keterangan tentang kelangkaan pupuk.
4) Yang saya sudah sarankan kepada mereka adalah merevisi anggaran proyek itu.

c. Kepararelan
Kepararelan adalah terdapat unsur-unsur yang sama derajatnya, sama pola atau
susunan kata dan frasa yang dipakai di dalam kalimat. Umpamanya dalam sebuah perincian,
jika unsur pertama menggunakan verba, unsur kedua seterusnya juga harus verba. Jika unsur
pertama membentuk nomina, bentuk berikutnya juga harus nomina.
Contoh kesejajaran atau paralelisme yang salah:
1) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, membuat katalog diberi label.
2) Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha?
3) Demikianlah agar ibu maklum, dan atas pengertiannya kami ucapkan terimakasih.
4) Dalam rapat itu diputuskan tiga hal pokok, yaitu peningkatan mutu produk, memperbanyak
waktu penyiaran iklan, dan pemasaran yang lebih gencar.

d. Ketetapan
Ketetapan adalah kesesuaian atau kecocokan pemakaian unsur–unsur yang
membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti diantara semua
yang berperan dalam pembentukan kalimat, harus diakui bahwa kata memegang peranan
terpenting. Tanpa kata atau kalimat tidak akan ada, tetapi perlu diingat kadang-kadang kita
harus memilih dengan akurat satu kata, satu frasa, satu idiom, satu tanda baca dari sekian
pilihan demi terciptanya makna yang bulat dan pasti.
Perhatikan contoh di bawah ini.
Contoh penulisan kalimat yang tidak memperhatikan faktor ketetapan:
1) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi hingga petang. (salah dalam
pemakaian kata sehingga)
2) …bukan saya yang tidak mau, namun dia yang tidak suka. (salah milih kata namun sebagai
pasangan kata bukan)
Contoh penulisan kalimat yang memperhatikan faktor ketetapan:
1) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja sampai petang
Dari sekian banyak contoh bahasa lisan dan bahasa tulis yang tidak rapi dalam pemakaian
sehari-hari. Perhatikan contoh kalimat yang dimaksud.
1) bagi yang menitip sepeda motor harus dikunci
2) bagi dosen yang berhalangan hadir harap di beritahukan ke sekretariat.
3) Bebas parkir.
Ada tiga kesalahan yang dapat dideteksi dari keenam contoh di atas. Pertama, ada
kalimat yang dapat dipahami maknanya, tetapi terasa kurang tepat dan sepertinya ada yang
mengganjal. Yang termasuk dalam golongan ini adalah kalimat (1) dan (2). Kedua, makna
kalimatnya sukar di pahami karena mendua (ambigu). Contoh kalimat yang tidak efektif karena
ambigu adalah “saya melihat kelakuan anak itu bingung“.

2
e. Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan adalah adanya upaya tidak memakai kata-kata
mubazir, tidak mengulang subjek; tidak menjamankan kata yang memang sudah berbentuk
jamak.
Contoh kalimat yang tidak hemat kata
Agar supaya anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik anda harus belajar dengan rajin.
Contoh kalimat yang hemat kata:
1) saya melihat sendiri mahasiswa itu belajar seharian.
2) Agar anda memperoleh nilai ujian dengan baik, belajarlah dengan rajin.

f. Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan adalah terdapatnya arti kalimat yang logis/masuk
akal yang menuntut adanya pola pikir yang sistematis (runtut/teratur dalam perhitungan angka
dan penomoran). Sebuah kalimat sudah benar strukturnya dalam pemakaian tanda baca, kata
atau frasanya, dapat menjadi salah jika maknanya lemah dari segi logika berbahasa, perhatikan
contoh kalimat yang lemah dari segi logika berbahasa berikut ini.
1) Kambing sangat senang bermain hujan. (padahal kambing tergolong binatang anti air)
2) Kepada bapak (Dekan), waktu dan tempat kami persilahkan. (waktu dan tempat tidak perlu
diperlukan)

6. Kalimat Tidak Efektif


Dalam kehidupan bermasyarakat terkadang kita mendengar orang-orang di sekitar kita
bercakap-cakap dengan memakai kalimat yang tidak efektif. Kalau percakapan itu berlangsung
dalam situasi yang tidak formal, tentu kualitas kalimat yang dipakai tidak kita permasalahkan.
Tetapi sering terjadi orang menuturkan kalimat yang tidak efektif dalam situasi yang formal.
Hal yang sama juga terjadi dalam pemakaian bahasa tulis. Di berbagai tempat sering
terbaca oleh kita bermacam-macam produk komunikasi tulis yang bahasanya dalam kalimatnya
tidak efektif.

TURUNAN KALIMAT EFEKTIF

Secara umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di
bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk melengkapi aturan tersebut.
Jenis imbuhan
Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
a. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
b. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan –nya
2. Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
a. ber-an dan ber-i
b. di-kan dan di-i
c. diper-kan dan diper-i
d. ke-an dan ke-i

3
e. me-kan dan me-i
f. memper-kan dan memper-i
g. pe-an dan pe-i
h. per-an dan per-i
i. se-nya
j. ter-kan dan ter-i

3. Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).


a. Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
b. Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.

Awalan me-
Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
1. tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w.
Contoh: me- + luluh → meluluh, me- + makan → memakan.
2. me- → mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v.
Contoh: me- + baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me- + vonis → memvonis, me- +
fasilitas + i → memfasilitasi.
3. me- → men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*.
Contoh: me- + datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
4. me- → meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h.
Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
5. me- → menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata.
Contoh: me- + bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
6. me- → meny-, jika huruf pertama adalah s*.
Contoh: me- + sapu → menyapu*.

Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:


1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu
→ menyapu, me- + kira → mengira.
2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi →
mengklarifikasi.
3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh:
me- + konversi → mengkonversi.

Aturan khusus
Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
1. ber- + kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
2. ber- + ajar → belajar (huruf r digantikan l)
3. pe + perkosa → pemerkosa (huruf p luluh menjadi m)

4. pe + perhati → pemerhati (huruf p luluh menjadi m)

Jenis Kalimat Menurut Jumlah Klausanya


Menurut jumlah klausa pembentuknya, kalimat dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kalimat tunggal,
kalimat majemuk atau kalimat turunan.

4
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang mempunyai satu klausa. Karena klausanya yang tunggal maka
dinamai kalimat tunggal. Hal itu juga berarti hanya ada satu P(predikat) di dalam kalimat tunggal. Seperti
telah dijelaskan, unsur S dan P adalah penanda klausa. S dan p selalu wajib dalam setiap kalimat.
Adapun O, Pel, dan Ket sifatnya tidak wajib hadir di dalam kalimat, termasuk dalam kalimat tunggal.
Kehadiran O, Pel, Ket bergantung pada P. Jika P masih perlu dilengkapi, barulah unsur yang melengkapi
itu dihadirkan.
Contoh :
Kami mahasiswa Indonesia.
Jawaban anak pintar itu sangat tepat.
Mobil orang kaya itu ada delapan.
Kalimat tunggal dapt dilengkapi atau diperluas dengan menambah satu unsur O, Pel, dan Ket. Jadi kalimat
tunggal tidak harus berupa kalimat pendek.

Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang merupakan gabungan dua atau lebih kalimat tunggal. Hal itu berarti
dalam kalimat majemuk terdapat lebih dari satu klausa.
Contoh :
Seorang manajer harus mempunyai wawasan yang luas dan
S P1 O1

harus menjunjung tinggi etika profesi .


P2 O2

Anak-anak bermain layang-layang di halaman kampus ketika


S1 P1 O1 Ket

para dosen, karyawan, dan mahasiswa menikmati hari libur .


S2 P2 O2

Kalimat Majemuk Setara


Kalimat majemuk setara mempunyai ciri :
-Dibentuk dari dua atau lebih kalimat tunggal
-Kedudukan tiap kalimat sederajat

Penghubung Klausa dalam Kalimat Majemuk Setara :

5
Jenis Hubungan Fungsi Kata Penghubung
Penjumlahan menyatakan penjumlahan atau gabungan dan, serta, baik, maupun
kegiatan, keadaan, peristiwa, dan proses
Pertentangan menyatakan bahwa hal yang dinyatakan dalam tetapi, sedangkan, bukannya,
klausa pertama bertentangan dengan klausa melainkan
kedua
Pemilihan menyatakan pilihan di antara dua kemungkinan Atau

Perurutan menyatakan kejadian yang berurutan lalu, kemudian

Contoh :
Erni mengonsep surat itu dan Rini mengetiknya.
Muridnya kaya, tetapi ia sendiri miskin.
Engkau tinggal disini, atau ikut dengan saya.
Ia memarkir mobilnya di lantai 3, lalu naik lift ke lantai 7.

Kalimat Majemuk Bertingkat

Konstruksi kalimat majemuk bertingkat berbeda dengan kalimat majemuk setara. Perbedaannya terletak
pada derajat klausa pembentuknya yang tidak setara karena klausa kedua merupakan perluasan dari klausa
pertama. Karena itu, konjungtur kalimat majemuk bertingkat juga berbeda dengan konjungtur kalimat
majemuk setara.
Penghubung Klausa dalam Kalimat Majemuk Bertingkat :

Jenis Hubungan Kata Penghubung

a. waktu sejak, sedari, sewaktu, sementara, seraya, setelah, sambil,


sebelum, ketika, tatkala, hingga, sampai
b. syarat jika(lau), seandainya, andaikata, andaikan, asalkan, kalau,
bilamana, manakala
c. tujuan agar, supaya, untuk, biar
d. konsesif walau(pun), meski(pun), sekali(pun), biar(pun), kendati(pun),
sungguh(pun)
e. pembandingan seperti, bagaikan, laksana, sebagaimana, daripada, alih-alih,
f. sebab/alas an sebab, karena
g. akibat/hasil sehingga, sampai-sampai, maka
h. cara/alat dengan, tanpa
i. kemiripan seolah-olah, seakan-akan

6
j. kenyataan Padahal, nyatanya
k. penjelasan/ kelengkapan Bahwa

Contoh :
Dia datang ketika kami sedang rapat.
Lalu lintas akan teratur andaikata pemakai jalan berdisiplin tinggi.
Anda harus bekerja keras agar berhasil.
Semangat belajarnya tetap tinggi walaupun usianya sudah lanjut.
Aku memahaminya sebagaimana ia memahamiku.

DIKSI
(Pilihan Kata)

A. Pengertian Diksi atau Pilihan kata


Jika kita menulis atau berbicara, kita selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk menjadi
kelompok kata, klausa, kalimat, paragraph dan akhirnya sebuah wacana.Di dalam sebuah karangan,
diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi
bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau
menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan
sebagainya.Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang
baik harus memenuhi syarat, seperti :
1. Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan. Seorang pengarang
harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai
dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
2. Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi
sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
a. Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan teman-temanku. Udara disana sangat
sejuk. Kami bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak
lama kemudian.
b. Liburan kali ini Aku dan teman-teman berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat
senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir
angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak
mau kalah untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang
hari disana, kami pulang dengan hati senang.Kedua paragraf diatas punya makna yang
sama. Tapi dalam pemilihan diksi pada contoh paragraph kedua menjadi enak dibaca,
tidak membosankan bagi pembacanya.

7
B. Syarat-Syarat Pemilihan Kata
1. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah
makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang terkandung
sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata
makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan.
Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.

Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial,
sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata
makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu
kepada kamar yang kecil (denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam
hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata adalah makna denotatif atau
konotatif.
2. Makna Umum dan Khusus Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang-
lingkupnya. Makin luas ruang-lingkup suatu kata, maka makin umum sifatnya. Makin umum
suatu kata, maka semakin terbuka kemungkinan terjadinya salah paham dalam pemaknaannya.
Makin sempit ruang-lingkupnya, makin khusus sifatnya sehingga makin sedikit kemungkinan
terjadinya salah paham dalam pemaknaannya, dan makin mendekatkan penulis pada pilihan
kata secara tepat.
Misalnya:
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak hanya
mujair atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas.
Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan demikian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan
baronang pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata
umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti
gurame, lele, tawes, dan ikan mas.
3. Kata abstrak dan kata konkret.
Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca-indra disebut kata konkret, seperti meja,
rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap
panca-indra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak
digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara
halus gagasan yang sifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau
dihambur-hamburkan dalam suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak
cermat.
4. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi
bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak
persis sama benar.Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan
makna konotatif suatu kata.
5. Kata Ilmiah dan kata popular

8
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama dalam
tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.Yang
membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer digunakan dalam
komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan
pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada penulisan artikel, karya
tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata populer, berikut daftarnya: Kata
Ilmiah Kata populer Analogi Kiasan Final Akhir Diskriminasi perbedaan perlakuan Prediksi
Ramalan Kontradiksi Pertentangan Format Ukuran Anarki Kekacauan Biodata biografi singkat
Bibliografi daftar pustaka

C. Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa
Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk
kata baru melalui unsur serapan
1. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata. Pada bagian berikut akan diperlihatkan
kesalahan pembentukan kata, yang sering kita temukan, baik dalam bahasa lisan maupun
bahasa tulis misalnya:.
a. Penanggalan awalan meng-
b. Penanggalan awalan ber-
c. Peluluhan bunyi /c/
d. Penyengauan kata dasar
e. Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
f. Awalan ke- yang keliru pemakaian akhiran –ir
g. Padanan yang tidak serasI
h. Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada,, daripada dan terhadap
i. Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemukiman
j. Penggunaan kata yang hemat
k. Analogi
l. Bentuk jamak dalam bahasa indonesia

2. Definisi
Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau konsep istilah
tertentu. Dalam membuat definisi hal yang perlu di perhatikan adalah tidak boleh mengulang
kata atau istilah yang kita definisikan.
Contoh definisi :
Majas personifikasi adalah kiasan yang menggambarkan binatang, tumbuhan, dan
benda-benda mati seakan hidup selayaknya manusia, seolah punya maksud, sifat, perasaan dan
kegiatan seperti manusia. Definisi terdiri dari :
1) Definisi nominalis Definisi nominalis adalah menjelaskan sebuah kata dengan kata
lain yang lebih umum di mengerti. Umumnya di gunakan pada permulaan suatu
pembicaraan atau diskusi. Definisi nominalis ada enam macam, yaitu definisi

9
sinonim, definisi simbolik, definisi etimologik, definisi semantik, definisi
stipulatif, dan definisi denotatif.
2) Definisi realis adalah penjelasan tentang isi yang terkandung dalam sebuah istilah,
bukan hanya menjelaskan tentang istilah. Definisi realis ada tiga macam, yaitu :
3) Definisi esensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan perbedaan antara
penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian suatu benda (definisi analitik)
dengan penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas
genus dan diferensia (definisi konotatif).
4) Definisi diskriptif yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat khusus
yang menyertai hal tersebut dengan penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana
sesuatu hal terjadi.
5) Definisi praktis adalah penjelasan tentang sesuatu hal yang di jelaskan dari segi
kegunaan atau tujuan. Definisi praktis dibedakan atas tiga macam yaitu: Definisi
operasional, yaitu penjelasan dengan cara menegaskan langkah-langkah pengujian
serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat di amati.Definisi fungsional, yaitu
penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan kegunaan dan tujuannya. Definisi
persuasif, yaitu penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang dapat
mempengaruhi orang lain, bersifat membujuk orang lain.
6) Kata Serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai
dengan EYD. Kata serapan merupakan bagian perkembangan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia telah banyak menyerap terutama dalam unsur kosa kata. Bahasa
asing yang masuk dan memberi pengaruh terhadap kosa kata bahasa Indonesia
antara lain dari bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab, bahasa Inggris
dan ada juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan Anomali kata serapan dalam
bahasa Indonesia.
Penyerapan kata ke dalam bahasa Indonesia terdapat 2 unsur, yaitu:
- Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila kata tersebut
memiliki bunyi yang sesuai antara ejaan dengan pelafalannya.
- Penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa (anomali) : dikatakan anomali
apabila kata tersebut tidak sesuai antara ejaan dan pelafalannya.

Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau
karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.
1. Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah
makna dan relasi makna. Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu
berdiri sendiri.
Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi
alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna
leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam
kucing). Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa
makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses

10
reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna
“‘ banyak buku.”
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
Makna referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari
kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu
oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna
nonreferensial kalau tidak memiliki referen. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen).
Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial)
c. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah
leksem.
Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya
normal.
Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang
berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai
rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki
konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki
empat yg bisa dikendarai”.
e. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya
hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg
suatu yg suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam
kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah
digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa
juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di gelas, di bak
mandi atau air hujan.
g. Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu
karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata
tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti
orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
h. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase,
maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya
maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata ketakutan, kesedihan,
keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata rumah kayu
bermakna, rumah yang terbuat dari kayu. Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau
mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak,
laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa
i. Makna Kias dan Lugas

11
Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya.
Contoh: Putri malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.
Biasanya orang membuka kamus untuk mengetahui arti sebuah kata, cara penulisannya, atau
cara-cara melafalkannya. Akan tetapi, banyak juga orang yang menginginkan lebih dari itu. Mereka
ingin menemukan kata tertentu untuk mengetahui pemakaiannya secara tepat. Sudah barang tentu
seorang pembicara atau seorang penulis akan memilih kata yang "terbaik" untuk mengungkapkan pesan
yang akan disampaikan. Pilihan kata yang "terbaik" adalah yang memenuhi syarat (1) tepat
(mengungkapkan gagasan secara cermat), (2) benar (sesuai dengan kaidah kebahasaan), dan (3) lazim
pemakaiannya.
Berikut ini adalah contoh pemilihan kata yang tepat.

1. Sidik tidak mau lagi mendengarkan kata-kata temannya yang sudah terbukti suka membual. Ia
mengacuhkan janji-janji yang diobral temannya itu dan menganggapnya angin lalu.
2. Pingkan sangat senang mendengar kabar itu dan ia berkilah kepada teman-temannya dengan
bangga "Ternyata saya lulus".

Jika dilihat konteksnya, dalam kalimat (1) itu kata mengabaikan lebih tepat dari pada mengacuhkan
yang berarti 'memperhatikan' dan pada kalimat (2) kata berkata lebih tepat daripada berkilah yang
maknanya 'berdalih'. Pilihan kata yang tidak benar dapat dicontohkan seperti yang berikut ini.

1. Polisi telah berhasil menangkap pelaku pengrusakan gedung sekolah itu.


2. Kedua remaja itu telah lama saling menyinta.

Kata pengrusakan dan menyinta bukanlah kata yang berbentuk secara benar. Bentuk yang benar adalah
perusakan dan mencinta. Kata meninggal adalah kata yang baku di samping kata mati dan wafat. Akan
tetapi, ketiganya memiliki kelaziman pemakaian masing-masing. Perhatikan pemakaiannya berikut ini.

1. Petugas rumah sakit menyerahkan surat kematian yang menerangkan bahwa ayah saya telah
meninggal setelah operasi yang gagal itu.

Dalam hal itu tentu tidak lazim digunakan istilah surat kemeninggalan atau surat kewafatan,
padahal kalimat Ayah saya meninggal atau Ayah saya wafat lebih lazin dan takzim daripada Ayah
saya mati.

Contoh yang lain berkenaan dengan kata agung, akbar, dan raya yang semuanya bermakna 'besar'.
Makna 'besar' pada kata agung tidak berkenaan dengan fisik, melainkan dengan harkat, misalnya
jaksa agung. Kata akbar bermakna besar luar biasa (mahabesar). Kata raya yang juga bermakna
besar, hanya dipakai dalam hal-hal tertentu saja. Ada istilah jalan raya dan hari raya di samping
jalan besar dan hari besar, tetapi tidak lazim dikatakan jalan agung, jalan akbar, atau hari agung,
hari akbar.

Berkenan dengan kelaziman itu, pemakai bahasa memang perlu juga memperhatikan nilai rasa atau
konotasi sebuah kata. Yang dimaksud dengan konotasi ialah tautan pikiran yang menerbitkan nilai
rasa. Konotasi itu dapat bersifat pribadi dan bergantung pada pengalaman orang-seorang

12
sehubungan dengan kata atau dengan gagasan yang diacu oleh kata itu. Salah satu contoh telah
disinggung di atas.

Di samping kata mati, ada kata meninggal, gugur, wafat, mangkat, dan tewas. Kata mati digunakan
dengan pengertian yang netral dan tidak bernilai rasa hormat. Kata meninggal bernilai rasa hormat.
Oleh sebab itu, hanya digunkan untuk manusia. Untuk para pahlawan atau orang-orang yang
berjasa bagi negara yang meninggal sewaktu menjalankan tugas digunakan kata gugur. Kata wafat
digunakan untuk orang yang kita hormati.

Kata mangkat dianggap lebih takzim daripada kata wafat. Kata tewas digunakan secara netral untuk
orang yang meninggal dalam suatu musibah. Ada orang yang menggunakan kata yang tidak lazim,
misalnya kata yang berasal dari daerah, untuk menggantikan kata yang justru sudah lazim dalam
bahasa Indonesia. Sekalipun dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa hormat, tindakan itu
berlebihan dan tidaklah bijaksana. Marilah kita perhatikan kalimat pada paragraf penutup surat
berikut ini.

1. Atas segala bantuan itu, saya ucapkan terima kasih.


2. Atas kemudahan yang telah saya terima, saya sampaikan terima kasih.

Pada dasarnya kedua kalimat di atas cukup takzim sehingga kita perlu menggunakan kata haturkan,
misalnya untuk menggantikan ucapkan dan sampaikan. Selain ketiga hal di atas, keadaan kawan bicara
juga perlu diperhatikan sehingga pesan yang akan disampaikan terpahami. Marilah kita perhatikan
sebuah contoh pemilihan kata dalam sebuah sambutan pada suatu peresmian.

1. Saudara-saudara, atas nama Pemerintah, saya menyampaikan salut setinggi-tingginya atas


partisipasi aktif yang Anda berikan dengan penuh dedikasi dan penuh antusias dalam
menyelesaikan proyek irigasi ini sebagai salah satu kegiatan dari pilot proyek modernisasi dalam
semua aspek kehidupan kita, baik mental maupun spritual."

Sekalipun pemilihan katanya sudah memenuhi syarat seperti yang diuraikan di atas, jika khalayak
pendengarnya bukan golongan terpelajar dan tidak biasa dengan kata-kata yang digunakan itu, ada
kemungkinan pesan tidak terpahami dengan baik. Penggunaan kata yang digali dari khazanah bahasa
Indonesia lebih memungkinkan pemahamannya. Jika hal itu akan dilakukan, berikut ini padanannya
dalam bahasa Indonesia.

 Salut : hormat, penghormatan


 Partisipasi : peran serta
 Dedikasi : pengabdian (pengorbanan tenaga dan waktu untuk keberhasilan suatu usaha atau tujuan
mulia)
 Antusias : bersemangat
 Irigasi : pengairan (cara pengaturan pembagian air untuk sawah)
 Pilot proyek : proyek perintis, percontohan.

13

Anda mungkin juga menyukai