BAB I.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
A.Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)
Sejak tahun 2005 WHO merevisi International Health Regulation(IHR) th 1968,dan
diundandangkan th 2005, sehingga pengawasan terhadap penyebaran penyakit menular yang
dahulu hanya dibatasi beberapa penyakit tertentu yaitu penyakit Pes,Cholera,dan Yellow fever.
maka istilah penyakit karantina serta merta tidak digunakan lagi dan diganti dengan PHEIC
(Public Health Emergency of International Concern)sesuai yang tercantum dalam IHR th 2005.
Pelaksanaan survailans epidemiologi menjadi semakin complex,bukan hanya daerah pelabuhan
udara,laut dan daerah lintas batas saja yang diutamakan dalam pengawasan penyakit, tetapi
pengawasan dilakukan oleh seluruh jajaran institusi, baik pemerintah dan maupun swasta wajib
melapor kejadian penyakit menular segera (dalam waktu 24 jam) ke Menteri Kesehatan melalui
instansi resminya yang sudah ada (Puskesmas,Kantor Kesehatan Pelabuhan,Dinas Kesehatan
Daerah ,Direktorat Jendral PP & PL ) dan selanjut dilaporkan ke WHO.
Dengan terbitnya : Peraturan MenteriKesehatan Republik Indonesia
no:1501/MENKES/PER/2010 tentang” JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT
MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN”.
Daftar penyakit menular tersebut adalah sebagai berikut:
(1).Penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah a/l :
a.Kolera. k.Antraks.
b.Pes. l.Leptospirosis.
c.Demam Berdarah m.Hepatitis.
Dengue n.Influensa
e.Polio. Baru(H1N1)/Pandemi
f.Difteri 2009.
g.Pertusis. o.Meningitis
h.Rabies. p.Yellow Fever.
i.Malaria. q.Chikungunya
j.AvianInfluenza H5N1.
(2)Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah yang ditetapkan
Menteri Kesehatan.
1
[Type text]
Pemerintah sepenuhnya mengikuti peraturan yang ditetapkan WHO yang ditetapkan dalam
International Health Regulation (IHR) th 2005 dengan ketentuan baru yang disebut “Public
Health Emergency of International Concern (PHEIC)” yang berarti ; penyakit yang
menyebabkan dampak kesehatan masarakat yang serius yang dapat menyebar dengan cepat
keseluruh dunia.
Penyakit penyakit yang termasuk dalam PHEIC adalah :
a.Kolera.
b.Pes paru(Pneumonic Pes).
c.Demam Kuning (Yellow Fever).
d.Haemorhagic Fever yang disebabkan 0leh virus Ebola,Marburg,Lassa .
e.West Nile Fever.
f.Penyakit dengan perhatian khusus nasional/regional a/l :
Dengue Fever,
Rift Valley Fever.
Meningococcal Disease
g.Penyakit yang tidak termasuk kelompok diatas yang tidak dikenal sumbernya yang punya
potensi menimbulkan PHEIC,khusus bila ada satu kasus yang tidak terduga antara lain :
Cacar.
Influensa Manusia Subtype baru
S.A.R.S. Harus dilaporkan
KRITERIA PHEIC:
1) Adakah dampak pada kesehatan masyarakat secara serius?
2) Adakah peristiwa yang tidak biasa atau tak terduga?
3) Adakah risiko yang signifikan terhadap penyebaran secara internasional?
4) Adakah risiko yang signifikan tentang pembatasan perjalanan atau perdagangan
internasional?
2
[Type text]
New Emerging infectious diseases pada manusia 75 % berasal dari penularan penyakit
infeksi yang berasal dari binatang (zoonosis) hal ini disebabkan pengaruhi oleh:
C.Zoonosis
Penyakit menular
dari animals and human disebabkan bacteria, viruses, parasites, and fungi
ditularkan lewat binatang dan insects.
Contoh antraks, Ebola, demam berdarah dengue, Escherichia coli infeksi, penyakit Lyme, malaria,
wabah, Rocky Mountain spotted demam, Salmonelosis, dan infeksi virus West Nile.
JENIS ZOONOSIS
Berdasarkan Reservoir Berdasar cara penularan
1.ANTROPOZOONOSIS 1.Direct zoonosis
2.ZOOANTROPONOSIS 2.Cylo zoonosis
3.AMPHIXENOSIS 3.Meta zoonosis
4.Sapro zoonosis
3.Amphixenosis:
3
[Type text]
zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang cocok untuk agen
penyebab penyakit dan infeksi tetap berjalan secara bebas walaupun tanpa keterlibatan grup lain
(manusia atau hewan).
Contoh: Staphylococcosis, Streptococcosis.
Zoonosis menurut cara penularan
• Zoonosis Langsung (direct Zoonosis)
Zoonosis yang ditularkan secara lanmgsung dari vertebrata penderita ke vertebrata yang
peka.
• Cyclozoonosis :
zoonosis yg organisme penyebab penyakitnya untuk melengkapi siklus hidupnya
membutuhkan lebih dari satu organisme.
• Metazoonosis:
zoonosis yang penularannya dilakukan secara biologik dg invertebrata yg menjadi
vektor biologiknya,
• Saprozoonosis;
zoonosis yg memerlukan satu jenis hospes vetebrata disamping reservoir atau
lingkungan perkembangan yg bukan merupakan hewan, mis makanan, tanah dan
tumbuhan . Termasuk dalam golongan ini adalah berbagai jenis larva migrans dan
beberapa jenis mikosis.
D.Penyakit Menular.
I.KOLERA .
I.Identifikasi penyakit.
1. Penyakit saluran pencernaan akut berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus
menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual
2. Pada kasus yang tidak diobati (kolera gravis), CFR-nya bisa mencapai 50 %.
II.Penyebab Penyakit
4
[Type text]
1. Vibrio cholera serogrup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu Vibrio klasik dan Vibiro El Tor
dan terdiri dari serotipe Inaba, Ogawa dan Hikojima (jarang ditemui).
2. Vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal
IV.Reservoir.
1. Manusia
2. pada copepoda dan zooplankton yang hidup diperairan payau dan muara sungai
V.Masa inkubasi
Beberapa jam sampai 5 hari, biasanya 2 – 3 hari
VI. Masa Penularan
1. hasil pemeriksaan tinja positif, orang tersebut masih menular, berlangsung beberapa
hari sesudah sembuh, status sebagai carrier berlangsung beberapa bulan
VII. Kerentanan dan Kekebalan
1. Resistensi dan kerentanan seseorang sangat bervariasi
2. Kolera gravis El Tor dan Vibrio cholera O139 sering menimpa orang dengan golongan
darah O
3. daerah endemis, kebanyakan orang memperoleh antibodi pada awal masa dewasa
4. Infeksi strain O1 tidak memberi perlindungan terhadap infeksi O 139 dan sebaliknya
5. infeksi klinis Vibrio cholera O139 memberikan proteksi
VIII. Cara – cara Pencegahan
Upaya pencegahan
1. Pemberian Imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell
2. Tindakan pencegahan yang melarang atau menghambat perjalanan orang,
pengangkutan bahan makanan atau barang tidak dibenarkan
IX. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat
2. Isolasi : perawatan di rumah sakit kewaspadan enterik di perlukan pasien kolera
3. Disinfeksi serentak : terhadap tinja dan muntahan serta bahan dari kain
4. Manajemen kontak : surveilans orang yang minum dan mengkonsumsi dengan
penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir
5. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi
6. Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera : 1). Terapi
rehidrasi agresif. 2). Pemberian antibiotika yang efektif. 3). Pengobatan untuk
komplikasi
X. Penanggulangan Wabah
1. penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi untuk pengobatan bila
sakit
2. Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif
3. Lakukan tindakan darurat untuk tersediaanya fasilitas air minum yang aman.
5
[Type text]
II.DIARE AKUT
(oleh strain E.Coli)
a. STRAIN ENTEROHEMORAGIKA
(EHEC, E. coli penghasil toksin Shiga [STEC] ,E. coli O 157:H7, E. coli penghasil verotoksin) [VTEC]
b. STRAIN ENTEROTOKSIGENIK (ETEC)
c. STRAIN ENTEROINVASIVE (EIEC)
d. STRAIN ENTEROPATOGENIK (EPEC
a. DIARE DISEBABKAN STRAIN ENTEROHEMORAGIKA (EHEC)
I.Identifikasi Penyakit
E. coli dikenal tahun 1982 , KLB colitis hemoragika di Amerika Serikat serotipe yang tidak
lazim, E. coli O157:H7 yang sebelumnya tidak patogen enterik
Infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan purpura trombotik
trombositopenik (TTP).
1. Toksin Shiga 1 identik dengan toksin Shigella dysentriae 1;
II.Penyebab Penyakit
Serotipe EHEC ( E. coli 0157:H7; 026:H11; 0111:H8; 0103:H2; 0113:H21; dan 0104:H21)
III.Distribusi Penyakit
Penyakit ini dianggap masalah kesehatan masyarakat di Amerika Utara, Eropa, Afrika
Selatan, Jepang, ujung selatan Amerika Selatan dan Australia.
IV.Reservoir
6
[Type text]
7
[Type text]
5. Jika suatu KLB dicurigai berhubungan dengan susu, pasteurisasi dan masak dahulu susu
tersebut sebelum diminum
6. Pemberian antibiotik untuk pencegahan tidak dianjurkan
7. Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar; sediakan sabun dan kertas
tissue.
XII.Implikasi Bencana
Potensial bencana jika kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan tidak memadai
XIII.Tindakan Internasional
Manfaatkan Pusat kerja sama WHO
I.Identifikasi Penyakit
1. Penyebab utama “travelers diarrhea” orang di negara maju berkunjung ke negara
berkembang mirip Vibrio cholerae menyebabkan diare akut
2. penyebab utama dehidrasi pada bayi dan anak di negara berkembang
II.Penyebab Penyakit
ETEC enterotoksin tidak tahan panas (a heat labile enterotoxin = LT
toksin tahan panas ( a heat stable toxin = ST) atau (LT/ST).
Penyebab lain serogroup O yaitu: O6, O8, O15, O20, O25, O27, O63, O78, O80, O114,
O115, O128ac, O148, O153, O159 dan O167
III.Distribusi Penyakit
1. Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan, hampir semua anak-anak di negara
berkembang
2. Infeksi pelancong yang berasal dari negara maju yang berkunjung ke negara
berkembang.
IV.Reservoir
1. Manusia.
V.Cara Penularan Penyakit
1. Melalui makanan yang tercemar dan jarang, air minum yang tercemar.
2. Penularan melalui kontak langsung tangan yang tercemar tinja jarang terjadi.
VI.Masa inkubasi
1. Masa inkubasi terpendek adalah 10 – 12 jam strain LT dan ST tertentu.
2. ETEC yang memproduksi sekaligus toksin ST dan LT adalah 24-72 jam.
VII.Masa Penularan
Selama ada ETEC patogen bisa berlangsung lama
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Imunitas serotipik spesifik terbentuk setelah infeksi ETEC.
2. Infeksi ganda serotipe berbeda dibutuhkan imunitas yang broad-spectrum ETEC
8
[Type text]
IX.Upaya pencegahan
1. Pencegahan penularan fecal oral
2. Pelancong dewasa dapat dipertimbangkan pemberian antibiotikka profilaksis;
norfloxacin 400 mg sehari hasil efektif
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan jika terjadi wabah diare wajib dibuat oleh negara-negara
2. Isolasi: kewaspadaan enterik dilakukan jika ada kasus-kasus yang dicurigai
3. Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap tinja dan benda-benda yang tercemar
4. Karantina: Tidak ada.
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada.
I.Penanggulangan Wabah
Investigasi epidemiologis perlu dilakukan untuk mengetahui cara-cara terjadinya penularan.
XIIImplikasi Bencana
Tidak ada.
C.DIARE DISEBABKAN STRAIN ENTEROINVASIVE (EIEC)
I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit EIEC dari E. coli yang mirip sekali dengan Shigella
2. Organisme memperbanyak diri didalam sel epitel
3. watery diarrhea disebabkan oleh EIEC sering terjadi daripada disentri
4. EIEC dicurigai ditemukan lekosit pada sediaan usap lendir tinja ditemukan juga pada
shigellosis
II.Penyebab Penyakit
1. Serogroup O utama dimana EIEC termasuk : O28ac, O29, O112, O124, O136, O143,
O144, O152, O164 dan O167
III.Distribusi Penyakit
1. Infeksi EIEC endemis di negara berkembang dan kira-kira 1%-5% penderita diare
2. KLB diare disebabkan EIEC dilaporkan terjadi di negara maju.
IVReservoir
Manusia.
V.Cara Penularan Penyakit
Dari kejadian menunjukkan bahwa EIEC ditularkan melalui makanan yang tercemar.
VI.Masa inkubasi
antara 10 – 18 jam.
VII.Masa Penularan
Selama strain EIEC masih ditemukan dalam tinja
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Sedikit sekali yang diketahui tentang kerentanan dan kekebalan terhadap EIEC
IX.Upaya pencegahan
9
[Type text]
I.Identifikasi penyakit.
1. Kategori tertua dari E. coli penyebab diare serotipe O:H
2. KLB diare pada tempat perawatan bayi dan KLB diare yang menimpa bayi di masyarakat
3. Bayi-bayi berumur kurang dari setahun menderita “watery diarrhea” dengan lendir,
demam dan dehidrasi
4. EPEC menyebabkan disolusi mikrovili enterosit dan memacu melekat enterosit
II.Penyebab penyakit.
Serogroup EPEC O utama yaitu O55, O86, O111, O119, O125, O126, O127, O128ab dan
O142.
III.Distribusi penyakit.
EPEC masih sebagai penyebab utama diare pada bayi di beberapa Negara berkembang
IV.Reservoir.
Manusia.
V.Cara penularan
1. Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi.
VI.Masa incubasi
1.9 – 12 jam di kalangan dewasa.
2.Tidak diketahui masa inkubasi juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah
VII.Masa penularan.
Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat berlangsung lama.
VIII.Kerentanan dan kekebalan
1. fakta menunjukkan mereka yang rentan terhadap infeksi adalah bayi
2. Infeksi EPEC jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI).
IX.Upaya pencegahan
1.Menganjurkan asi eksklusif sampai dengan usia 4 – 6 bulan
2.Lakukan perawatan dalam satu kamar bagi ibu dan bayi di rumah bersalin, kecuali ada indikasi
medis.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
10
[Type text]
I.Identifikasi Penyakit
Adalah penyakit sistemik demam insidius berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan
lemah, anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali, kulit putih 25% adanya “rose spot”
penderita dewasa banyak terjadi konstipasi dibandingkan diare.
II.Penyebab Penyakit
1. Demam tifoid disebabkan oleh S. Typhi, basil Tifoid.
2. Untuk studi epidemiologis prosedur pemeriksaan laboratorium “phage typing” dan
“pulsed field gel electrophoresis” dari S.Typhi mempunyai nilai yang tinggi
3. Untuk demam paratifoid dikenal ada 3 serovarians S. enterica yaitu : S. Paratyphi A, S.
Paratyphi B, S. Paratyphi C.
4. Dikenal beberapa macam “phage types”.
III.Distribusi Penyakit
1. Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia.
2. Insidensi penyakit demam tifoid mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian
sebanyak 600.000 orang
3. Paratifoid B adalah yang paling sering ditemukan, paratifoid A lebih jarang dan yang
paling jarang adalah paratifoid C.
IV.Reservoir
1. Manusia merupakan reservoir bagi tifoid maupun paratifoid
V.Cara Penularan Penyakit
1. melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin dari penderita
atau carrier
2. Penularan terjadi karena kerang-kerangan dari air tercemar, buah-buahan, sayur-
sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang
terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang tidak teridentifikasi
11
[Type text]
12
[Type text]
I.Identifikasi Penyakit
1. Mengalami panas >38° C
2. Batuk-batuk (cough) atau kesulitan bernafas (breathing difficulty) dan 10 hari sebelum
timbulnya gejala - gejala mengalami satu atau lebih pemajanan
3. (exposure) berikut yaitu close contact dengan suspect atau probable case dari SARS
4. Riwayat pernah berkunjung ke daerah yang terjangkit SARS, tinggal di daerah yang
terjangkit SARS
5. Seseorang yang menderita gangguan pernapasan akut yang tidak jelas.
6. Infeksi saluran napas pada2 jenis famili virus yaitu paramyxovirus dan coronavirus.
II.Penyebab Penyakit
Coronavirus famili Coronaviridae.
Genom RNA ukuran 27-32 genom yang terbesar dari semua virus yang ada.
III.Distribusi Penyakit
1. Nopember 2002, dilaporkan dari propinsi Guangdong, Cina.
2. Radang paru atipikal dan sangat gawat , tingkat penularannya tinggi.
3. Di Hongkong dijumpai 1.108 kasus dengan 35 kematian.
4. Di Kanada telah dilaporkan ada 101 kasus dengan 10 kematian.
5. SARS yang dilaporkan dari Singapura hingga minggu ketiga bulan April 2003 adalah 186
kasus dengan 16 kematian.
IV.Reservoir
Manusia.
V.Cara Penularan Penyakit
1. Melalui udara
2. Kontak dengan host penderita
VI.Masa inkubasi
2-7 hari, bisa lebih panjang sampai 10 hari.
VII.Masa Penularan
1. 10 hari sebelum timbulnya gejala - gejala mengalami satu atau lebih pemajanan
2. Riwayat pernah berkunjung/tinggal di daerah yang terjangkit SARS
13
[Type text]
14
[Type text]
15
[Type text]
16
[Type text]
VII.Masa Penularan
1. Pada anjing dan kucing, biasanya 3-7 hari sebelum munclnya gejala klinis (jarang lebih
dari 4 hari) dan selama periode sakit
2. Kelelawar mengeluarkan virus melalui tinjanya 12 hari sebelum sakit
3. Skunk mengeluarkan virus melalui tinjanya untuk paling sedikit 8 hari sebelum
munculnya gejala klinis
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua mamalia rentan terhadap rabies dengan tingkatan yang dipengaruhi strain virus.
2. Manusia paling resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan spesies binatang.
IX.Upaya pencegahan
1. Lakukan pendaftaran, lisensi dan imunisasi semua anjing di negara enzootik
2. Pertahankan kegiatan surveilans aktif terhadap rabies pada binatang.
3. Penahanan dan observasi klinis selama 10 hari terhadap anjing atau kucing
4. Imunisasi dengan vaksin oral untuk reservoir binatang liar
5. Koordinasikan program pemberantasan rabies
6. Orang yang beresiko tinggi harus di imunisasi
7. Bunuh anjing atau kucing yang tidak diimunisasi
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan ke instansi kesehatan setempat: Kasus wajib dilaporkan di hampir seluruh
negara bagian dan negara-negara di dunia
2. Isolasi: Lakukan isolasi kontak terhadap sekret saluran pernafasan selama sakit
3. Disinfeksi serentak: disinfeksi saliva dan barang-barang yang tercemar saliva
4. Imunisasi kontak: Kontak dengan luka terbuka
5. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Cari dan temukan binatang yang menderita rabies
serta orang
XI.Penanggulangan Wabah
1. Membentuk wilayah penanggulangan dibawah otoritas hukum setempat
2. Lakukan imunisasi terhadap anjing dan kucing dengan biaya dan digerakkan oleh
pemerintah
3. Penerapan peraturan yang diberlakukan untuk penangkapan, penahanan serta
pembunuhan terhadap anjing-anjing tanpa pemilik yang berkeliaran di jalanan
4. Imunisasi terhadap binatang liar dengan umpan berisi vaksin
XII.Implikasi Bencana
1. Masalah besar apabila rabies muncul di wilayah yang belum pernah ada kasus rabies.
2. Masalah apabila rabies merupakan penyait enzootik dimana banyak binatang liar dan
anjing liar
XIII.Tindakan Internasional
17
[Type text]
VII.MALARIA .
I.Identifikasi Penyakit
1. Jenis malaria menyerang manusia adalah Tropicana, vivax (tertiana benigna),
malariae (quartana), dan ovale
II.Penyebab Penyakit
1. Plasmodium vivax,
2. P. malariae, P. falciparum dan
3. P. ovale;
III.Distribusi Penyakit
1. Tidak dijumpai di negara yang mempunyai iklim dingin dan subtropis
2. Transmisi malaria yang tinggi di daerah pinggiran hutan di Amerika selatan (Brasil), Asia
Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika.
3. Malaria ovale terdapat terutama di Sub Sahara Afrika
4. Plasmodium falciparum yang resisten, ditemukan di negara-negara tropis sukar
disembuhkan dengan 4- aminoquinolines (seperti chloroquine) dan obat anti malaria
lainnya (seperti sulfa-pyrimethamine kombinasi dan mefloquine)
IV.Reservoir
1. Manusia menjadi reservoir terpenting untuk malaria.
2. Primata secara alamiah terinfeksi berbagai jenis malaria termasuk P. knowlesi, P.
brazilianum, P. inui, P. schwetzi dan P. simium yang dapat menginfeksi manusia ,
jarang terjadi penularan/transmisi secara alamiah
V.Cara Penularan Penyakit
1. Melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif
2. Bentuk eksoeritrositik pada P. vivax dan P. ovale mengalami bentuk tidak aktif
(hipnosoit) yang dalam sel-sel hati menjadi matang dalam waktu beberapa bulan atau
beberapa tahun yang menimbulkan relaps
3. Malaria juga dapat ditularkan melalui injeksi atau transfusi darah
4. Penularan kongenital jarang sekali terjadi tetapi bayi lahir mati dari ibu-ibu yang
terinfeksi seringkali terjadi.
VI.Masa inkubasi
18
[Type text]
19
[Type text]
2. Lakukan penyemprotan terhadap pesawat udara, kapal laut dan alat transportasi yang
lain pada saat kedatangan sesuai dengan kewenangan dan peraturan kesehatan
setempat
XIV.Tes laboratorium.
1.Diagnose malaria ditentukan oleh tes darah ditemukan parasite malaria.
2.Tes antibody terhadap malaria.
20
[Type text]
Amerika Serikat, Ornithodoros bermsi dan O. Turicata di O. Rudis dan Amerika Tengah
dan Selatan O. Talafe di, O. Moubata dan Afrika O. Hispanica di dan Timur Tengah dan
Timur Dekat o. Tholozani
VI.Masa inkubasi
Dari 5 sampai 15 hari, biasanya 8 hari.
VII.Masa Penularan
1. Tungau (louse) infektif 4-5 hari setelah menghisap darah dari orang yang terinfeksi dan tetap
infektif selama hidupnya (20-40 hari).
2. Kutu (tick) yang terinfeksi dapat hidup beberapa tahun tanpa makan; mereka tetap
infektif selama hidupnya dan terjadi penularan secara transovarian kepada
keturunannya.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap penyakt ini.
2. Lama dan tingkat imunitas tidak diketahui
3. Infeksi ulangan dapat terjadi.
IX.Upaya pencegahan
1. Berantas tungau untuk louseborne typhus fever (lhat typhus fever, Epidemic louseborne
2. Berantas kutu untuk Rocky mountain spotted fever
3. Gunakan perlindungan diri , repellent dan permethrin pada baju dan tempat tidur
4. Chemoprophylaxis dengan tetracycline digunakan setelah terpajan (gigitan serangga)
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporkan kepada instansi kesehatan setempat disease under surveillance oleh WHO
2. Lakukan kewaspadaan universal terhadap darah/cairan tubuh
3. Tidak perlu disinfeksi bila disinfeksi dilakukan dengan tepat.
4. Tickborne temukan kasus infeksi dan sumbernya
5. louseborne, taburkan preparat lousicidal kepada kontak yang terinfestasi kutu
XI.Penanggulangan Wabah
1. Disinfeksi dilakukan dengan tepat.
XII.Implikasi Bencana
1. Di wilayah infestasi tungau (louse) sangat padat maka potensi terjadi penularan sangat besar.
2. KLB sering terjadi peningkatan pediculosis. hunian yang padat, penduduk malnutrisi ,
sanitasi lingkungan yang jelek.
XIII.Tindakan Internasional
1. Bila terjadi KLB louseborne relapsing fever, sebelumnya belum pernah dilaporkan ada kasus
maka segera dilaporkan kepada WHO dan disampaikan kepada negara tetangga .
2. louseborne relapsing fever tidak masuk dalam penyakit yang tercantum di IHR
penyakit ini masuk dalam daftar disease under surveillance yang tetapkan oleh WHO.
IX.INFLUENZA
21
[Type text]
I.Identifikasi Penyakit
1. Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran pernafasan , sembuh 2-7 hari
2. Gambaran klinis Common cold, Croup, bronchiolitis, pneumonia
3. Anak mengalami gejala gastrointestinal , 25% anak-anak pada KLB yang terjadi di sekolah
disebabkan influenza B dan A (H1N1)
II.Penyebab Penyakit
Tiga tipe virus influenza yaitu: A, B dan C.
1. Tipe A terdiri dari 3 subtipe (H1N1, H2N2 dan H3N2) yang dikaitkan dengan terjadinya
epidemi dan pandemi yang luas.
2. Tipe B jarang sekali menyebabkan terjadinya KLB regional atau yang menyebar luas
3. Tipe C dikaitkan dengan timbulnya kasus sporadis dan KLB kecil yang terlokalisir
III.Distribusi Penyakit
1. Muncul sebagai Pandemi, Epidemi, KLB setempat atau sebagai kasus sporadis.
2. Attack Rate wabah antara 10%-20% dan Attack rate sampai lebih dari 50% pada
populasi di asrama sekolah atau perumahan perawat
3. tahun 1918, 1957 dan 1968 berisi segmen gen yang kaitannya dengan virus influenza
pada burung
IV.Reservoir
1. Manusia merupakan reservoir utama
2. reservoir mamalia seperti babi dan burung nerupakan sumber subtipe baru pada
manusia yang muncul karena pencampuran gen (gen reassortment).
3. Subtipe baru dengan surface antigens mengakibatkan pandemik influenza yang
menyebar kepada masyarakat yang rentan.
V.Cara penularan penyakit
1. melalui udara terutama terjadi pada daerah yang padat penduduk pada ruangan tertutup.
2. virus influenza dapat hidup berjam-jam diluar tubuh manusia, khususnya di daerah
dingin dan kelembaban yang rendah.
VI.Masa inkubasi
Pendek, biasanya 1-3 hari
VII.Masa Penularan
1. Masa penularan selama 3-5 hari sejak gejala klinis orang dewasa; sampai 7 hari anak muda.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. semua anak dan orang dewasa rentan
2. Infeksi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik
3. lamanya antibodi bertahan dan luasnya spektrum kekebalan tergantung pada tingkat perubahan
antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya
IX.Upaya pencegahan
1. penyuluhan kepada masyarakat dan tenaga pelayanan kesehatan tentang kebersihan
perorangan saat batuk
22
[Type text]
23
[Type text]
Sahara Afrika dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta ada di Amerika Latin
dan
665.000 di AS. AIDS menyebabkan 14 juta kematian, 2,5 juta di tahun 1998
6. Indonesia, Desember 2006
Jumlah kasus dilaporkan: 13.424 Estimasi : 90.000-130.000, >50% usia remaja
IV.Reservoir
Manusia
V.Cara penularan penyakit
1. melalui kontak seksual
2. penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi
3. transfusi darah atau komponen-komponennya yang terinfeksi
4. transplantasi dari organ dan jaringan yang terinfeksi HIV
VI.Masa inkubasi
Terdeteksi1 – 3 bulan
Waktu dari tertular HIV hingga terdiagnosa AIDS sekitar < 1 tahun hingga 15 tahun atau lebih
VII.Masa Penularan
Tidak diketahui
Diperkirakan berlangsung sesudah infeksi HIV dan seumur hidupnya
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Tidak diketahui
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan kesehatan
2. Tidak melakukan hubungan seks pra nikah
3. Menyediakan fasilitas konseling bagi penderita HIV
4. Menganjurkan wanita hamil untuk tes HIV
5. Donor darah di periksa antibodinya
6. Sikap hati-hati dalam penanganan penderita HIV
7. Imunisasi bagi anak-anak yang mendertita HIV
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat untuk kasus HIV
2. Isolasi (kewaspadaan universal)
3. Desinfeksi utuk alat-alat kesehatan dengan klorin
4. Karantina tidak diperlukan
5. Imunisasi untuk orang yang kontak dengan penderita
6. Investigasi kontak den sumber kontak infeksi
7. Pengobatan yang spesifik untuk penderita
XI.Penanggulangan Wabah
HIV saat ini sudah pandemik, dengan jumlah penderita
yang sangat besar di laporkan di Amerika, Eropa, Afrika dan Asia Tenggara.
XII.Implikasi Bencana
1.Prosedur kewaspadaan Universal
2. Masker, kacamata pelindung dan pakaian pelindung yang dapat mencegah percikan
24
[Type text]
3. Transfusi darah sebaiknya menggunakan darah donor yang diskrining antibodi HIV
XIII.Tindakan Internasional
1. Program pencegahan dan pengobatan global dikoordinasi WHO tahun 1987
2. Tahun 1995, program AIDS global dikoordinasikan UNAIDS
XIV.Tes laboratorium
1.TES - PCR (POLIMERASE CHAIN REACTION)
TES KUALITATIF (PCR DNA)untuk deteksi DNA ditubuh manusia
TES KUANTITATIF(REAL TIME –PCR)untuk mendeteksi RNA
Tes PCR + 11-16 hari setelah terinfeksi HIV
(tes sangat peka , tes umumnya hanya untuk bayi(mahal & tk kesulitan tinggi)
2.TES - ANTIBODY
2.1.TES ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
tes mendeteksi antibody HIV-1.
hasil – ve berarti HIV negative (kecuali pasangan nya + HIV) tes + harus diulang lagi.
2.2.TES Western blot or,immunofluorescence assay (IFA)).
(Hanya spesimen yang berulang kali reaktif dengan ELISA)
ELISA + dan Western blot +/IFA + HIV +
3.TES -antigen
antigen HIV (P24) memicu timbulnya antibody thd HIV.
(jarang digunakan karena sensitivity rendah)
I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit disebabkan mikrobakterium tb
2. 90 – 95% mengalami infeksi awal memasuki fase laten dengan reaktivasi seumur hidup
3. TB ekstrapulmoner jarang terjadi dibandingkan TB paru
4. Anak dan orang dengan imunodefisiensi pada penderita HIV/AIDS lebih mudah terkena TB
ekstrapulmoner
5. M. africanum atau M. bovis akan memberikan hasil tes tuberkulosis dengan reaksi intermedier
6. Diagnosa presumptive penderita TB aktif ditemukan BTA positif dari sputum atau sediaan dari
cairan tubuh lainnya.
7. Alur deteksi dini pada anak
25
[Type text]
II.Penyebab Penyakit
1. Penyebab infeksi adalah kompleks M. tuberculosis
2. Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M. africanum dari manusia dan M. bovis dari sapi
3. Etiologi penyakit di identifikasi dengan kultur
4. Analisis genetic sequence menggunakan teknik PCR membantu identifikasi non kultur.
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar diseluruh dunia di Negara industri
2. tahun 1994 di AS insidensi TBC menurun 9,4/100.000 (lebih dari 24.000 kasus).
3. tahun 1989 - 1990 erjadi KLB – MDR yang cukup ekstensif terutama terhadap rifampisin dan INH
yang banyak penderita HIV yang dirawat.
IV.Reservoir
1. Manusia berperan sebagai reservoir,
2. Jarang pada primata, dibeberapa daerah terjadi infeksi yang menyerang ternak seperti sapi, babi
dan mamalia lain.
V.Cara penularan penyakit
1. Melalui udara yang mengandung basil TB
2. Percikan ludah yang dari penderita TB paru atau TB laring waktu batuk
3. Bersin waktu bernyanyi
4. Petugas kesehatan waktu melakukan otopsi, bronkoskopi atau waktu mereka melakukan
intubasi
5. Kontak jangka panjang dengan penderita TB menyebabkan risiko tertulari
6. Infeksi melalui selaput lendir atau kulit yang lecet bisa terjadi namun sangat jarang
7. Orang terpajan dengan sapi yang menderita TB
VI.Masa inkubasi
1. Gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif 2 – 10 minggu.
2. Risiko TB paru dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer terjadi tahun pertama
dan kedua.
3. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup.
26
[Type text]
XIII.Tindakan Internasional
27
[Type text]
Tindakan yang dianjurkan bagi imigran dengan prevalensi TBC tinggi melakukan skrining
foto thorax, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur terhadap orang dengan tes PPD positif yang
disertai gejala klinis.
XIV.Tes laboratorium
1.Uji tuberkulin ( Mantoux) (penyuntikan intra kutan). Pembacaan 48-72 jam
Uji tuberkulin positif indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk.
uji tuberkulin positif, adanya infeksi TBC dan kemungkinan ada TBC aktif .
uji tuberkulin negatif pada TBC berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dll).
Jika meragukan dilakukan uji ulang.
28
[Type text]
4. KLB di Amerika Serikat dan Eropa dikaitkan penggunaan obat terlarang dengan jarum suntik
maupun tanpa jarum suntik dikalangan para pecandu
5. Penularan melalui transfunsi darah dan faktor pembekuan darah berasal dari donor viremik
dalam masa inkubasi
VI.Masa inkubasi
1. Masa inkubasi 15 sampai 50 hari . Rata-rata 28-30 hari
VII.Masa Penularan
1. Epidemiologis menunjukkan infektivitas maksimum pada hari terakhir masa inkubasi dan terus
sampai beberapa hari setelah timbulnya ikterus (atau pada puncak aktivitas aminotransferase
pada kasus anicteric).
2. Sebagian besar kasus tidak menular pada minggu pertama setelah ikterus, meskipun ekskresi
virus berlangsung lebih lama (sampai 6 bulan) terjadi pada bayi dan anak-anak.
3. Ekskresi kronis HAV dalam tinja tidak pernah dilaporkan terjadi.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi.
2. Penyakit ini pada bayi dan anak-anak prasekolah jarang sekali menunjukkan gejala klinis, sebagai
bukti infeksi ringan dan anicteric umum terjadi.
3. Imunitas homologous mengalami infeksi berlangsung seumur hidup.
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan kepada masyarakat tentang sanitasi yang baik dan higiene yang baik
2. Fasilitas pengolahan air yang baik dan sistem pembuangan limbah yang baik
3. Menganjurkan vaksinasi hepatitis A
4. Vaksinasi wiasatawan yang bepergian di daerah endemis
5. Tiram, kerang-kerangan dari daerah tercemar dipanaskan pada suhu 85°- 90°C (185°-194°F)
selama 4 menit atau diuapkan selama 90 detik sebelum dimakan.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Semua negara bagian di Amerika Serikat dan di Kanada, meskipun laporan di banyak tidak
diperlukan negara
2. Bagi yang positif hepatitis A, dilakukan kewaspadaan enterik selama 2 minggu pertama
3. Pembuangan tinja, urin dan darah dilakukan dengan cara yang saniter
4. Imunisasi pasif IG (IM) 0.02 ml/kg BB, setelah terpajan, selama 2 minggu
5. Cari kasus yang hilang dan lakukan surveilans kontak pada keluarga pasien secara terus menerus
6. Pengobatan spesifik: Tidak ada.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Selidiki penularan terjadi dari orang ke orang atau dengan cara ”Common source” dan carilah
populasi yang terpajan
2. Pemberian vaksin hepatitis A secara efektif dalam KLB di masyarakat
3. Meningkatkan sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan untuk mengurangi
kontaminasi makanan dan air dengan tinja.
4. Upaya pencegahan massal dengan pemberian IG dan dipertimbangkan juga pemberian
imunisasi
29
[Type text]
XII.Implikasi Bencana
1. Kepadatan hunian, sanitasi dan suplai air yang buruk; kebutuhan air bersih yang aman.
2. Pemberian IG secara massal tidak dapat menggantikan upaya penanganan lingkungan.
XIII.Tindakan Internasional
Tidak ada.
XIV.Tes laboratorium.
Tes antibody : anti-HAV (hepatitis A antibody)
B. VIRUS HEPATITIS B
(Hepatitis tipe B, serum hepatitis, homologous serum jaundice, Australia antigen hepatit is, HB)
I.Identifikasi Penyakit
1. Hanya sedikit terinfeksi hepatitis B (HBV) akut menunjukkan gejala klinis kurang dari 10% pada
anak-anak dan 30%-50% pada orang dewasa dengan infeksi virus hepatitis b (HBV) akut akan
berkembang menjadi penyakit dengan icteric.
2. Gejala insidious, anorexia, gangguan abdominal yang samar-samar, mual dan muntah, disertai
arthralgia dan rash, sering berkembang menjadi jaundice
3. Infeksi HBV fulminan pada wanita hamil dan bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
4. Adanya HbsAg dalam darah
II.Penyebab Penyakit
1. Virus hepatitis b (HVB), termasuk hepadnavirus
2. Berukuran 42 nm double stranded DNA virus terdiri nucleocapsid core (HBc Ag)
3. Tidak ada perbedaan manifestasi gejala klinis pada subtipe yang berbeda
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebat di seluruh dunia.Endemis dengan variasi musiman
2. WHO memperkirakan 2 milyar orang terinfeksi HBV (termasuk 350 juta dengan infeksi kronis)
3. Setiap tahun 1 juta orang meninggal akibat infeksi HBV dan 4 juta kasus klinis akut terjadi
4. Penggunaan jarum suntik yang tidak steril menyebabkan terjadinya KLB hepatitis B
5. Penularan hepatitsi B terjadi di klinik akupungtur dan tempat-tempat tattoo.
IV.Reservoir
1. Manusia berperan sebagai reservoir.
2. Simpanse rentan terhadap infeksi, reservoir pada binatang di hutan tidak ditemukan.
3. Virus yang mirip hepadnavirus ditemukan pada woodchuck (sejenis marmut), itik dan binatang
lainnya
V.Cara penularan penyakit
Memungkinkan penularan HBV adalah darah dan produk darah, air ludah, cairan cerebrospinal,
peritoneal, pleural, cairan pericardial dan synovial; cairan amniotik, semen, cairan vagina, cairan
bagian tubuh lainnya yang berisi darah, organ dan jaringan tubuh yang terlepas
VI.Masa inkubasi
1. Masa inkubasi 45 – 180 hari, rata-rata 60-90 hari.
2. Diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HbsAg dalam darah, dan jarang
sekali sampai selama 6-9 bulan
30
[Type text]
3. Perbedaan masa inkubasi dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain jumlah virus dalam
inoculum, cara-cara penularan dan faktor pejamu.
VII.Masa Penularan
1. Semua orang dengan HBsAg positif berpotensi untuk menular.
2. Darah dari sukarelawan yang diinfeksi menjadi infektif beberapa minggu sebelum timbulnya
gejala dan tetap infektif selama perjalanan klinis akut dari penyakit tersebut.
3. Tingkat penularan infeksi kronis berbeda mulai dari sangat menular (positif HBeAg) sampai
dengan infeksius ringan (positif anti-HB)
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi umum.
2. Penyakit lebih ringan dan sering anicteric pada anak-anak, dan pada bayi biasanya asimtomatis.
3. Kekebalan protektif terbentuk setelah terjadi infeksi apabila terbentuk antibodi terhadap HBsAg
(anti-HBs) dan HBsAg negatif.
4. Seseorang dengan sindroma Down, penyakit lymphoproliferative, infeksi HIV dan hemodialisis
lebih mudah infeksi kronis.
IX.Upaya pencegahan
1. Vaksin hepatitis B yang efektif
2. Melakukan skrining terhadap wanita hamil untuk menemukan HbsAg
3. Memberikan imunisasi hepatitis B rutin untuk bayi
4. Memberikan imunisasi susulan (catch-up) untuk anak
5. Orang dengan risiko tinggi harus menerima imunisasi pra pajanan hepatitis B
6. Lakukan sterilisasi terhadap semua alat suntik dan jarum
7. Semua darah di bank di lakukan pemeriksaan HBV
8. Tenaga medis dan dokter gigi yang tertular HBV tidak boleh melakukan tindakan invasif
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan wajib di Amerika Serikat,saat ini diwajibkan di banyak negara didunia
2. Isolasi; Kewaspadaan universal untuk mencegah pajanan pada darah dan cairan tubuh.
3. Dilakukan disinfeksi pada semua peralatan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh
4. Tersedia produk untuk pencegahan pasca pajanan seperti HBIG dan vaksin hepatitis B.
5. Investigasi kontak dan sumber infeksi
6. Pengobatan spesifik: Tidak ada Pengobatan spesifik tersedia untuk hepatitis B akut.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Apabila ditemukan dua atau lebih kasus timbul karena pola penularan Common source lakukan
investigasi menemukan kasus tambahan.
2. Terapkan teknik aseptik setiap melakukan tindakan yang berisiko terjadi penularan.
3. Apabila derivat plasma seperti faktor antihemofili, fibrinogen pooled plasma atau thrombin
sebagai sumber infeksi tarik semua produk darah dengan segera.
4. lakukan pelacakan terhadap resipien yang menerima derivat plasma dati lot yang sama, cari dan
temukan kasus tambahan resipien
XII.Implikasi Bencana
Apabila kewaspadaan terhadap konsep aseptik dikendorkan dan pemakaian darah tanpa
skrining meningkat maka akan terjadi peningkatan jumlah kasus.
31
[Type text]
C. VIRUS HEPATITIS C
(Hepatitis non-A dan non-B yang ditularkan secara parenteral [PT-NANB], hepatitis non- B yang
berkaitan dengan transfusi, hepatitis non-A dan non-B pasca transfusi, infeksi HCV).
I.Identifikasi Penyakit
1. Perjalanan penyakit ini insidious, gejalanya disertai anoreksia, gangguan abdominal
tidak jelas, mual dan muntah, menjadi icterus (jaundice) jarang
dibandingkan hepatitis B
2. infeksi pertama asimtomatis (lebih dari 90% kasus) ringan, sebagian besar (diantara 50%
dan 80%) menjadi kronis.
3. orang yang mengalami infeksi kronis, separuh berkembang menjadi cirrhosis atau
kanker hati.
4. ditemukannya antibodi virus hepatitis C (anti-HCV).
II.Penyebab Penyakit
1. Virus hepatitis C adalah virus RNA diklasifikasikan ke genus berbeda (Hepacavirus) dari
familia Flaviviridae
2. 6 genotipe berbeda lebih dari 90 subtipe HCV yang diketahui
3. Tidak diketahui mengenai perbedaan gejala klinis, sampai terjadi sirosis atau kanker
hati pada orang yang terinfeksi oleh genotipe berbeda.
Yang berbeda adalah respons HCV dengan genotipe berbeda terhadap terapi antiviral
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar diseluruh dunia.
2. HCV berhubungan dengan prevalensi yang menggunakan jarum suntik
3. Menurut WHO, akhir tahun 1990 diperkirakan 1% penduduk dunia terinfeksi oleh HCV
4. Di Eropa dan Amerika Utara prevalensi hepatitis C 0,5%-2,4%, di Afrika prevalensinya 4%
IV.Reservoir
1. Manusia sebagai reservoir
2. Hasil penelitian eksperimen tes ternyata virus dapat ditularkan pada simpanse
V.Cara penularan penyakit
1. Cara penularan HCV adalah secara parenteral.
2. Penularan melalui hubungan seksual pernah dilaporkan terjadi, namum kurang efisien
dibandingkan penularan melalui cara parenteral.
VI.Masa inkubasi
1. Berkisar 2 minggu sampai 6 bulan.Biasanya 6-9 minggu.
32
[Type text]
2. Infeksi kronis sampai 20 tahun sebelum timbulnya gejala cirrhosis atau hepatoma
VII.Masa Penularan
1. Penularan terjadi seminggu atau lebih sebelum timbulnya gejala klinis pertama
2. Penularan berlangsung lama pada kebanyakan orang.
3. Puncak konsentrasi virus dalam darah mempunyai koreksi dengan puncak aktivitas ALT.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi.
2. Tingkat kekebalan yang timbul setelah infeksi tidak diketahui
3. Infeksi ulang HCV ditemukan pada binatang percobaan simpanse.
IX.Upaya pencegahan
1. Langkah-langkah penanggulangan secara umum terhadap infeksi HBV berlaku bagi HCV
2. Pemberian IG profilaksis tidak efektif
3. Seluruh darah donor harus diskrining secara rutin terhadap anti-HCV
4. Lakukan inaktivasi virus dari plasma
5. Berikan konseling cara-cara mengurangi risiko untuk orang yang belum tertular tetapi berisiko
tinggi (contoh petugas pelayanan kesehatan)
6. Pertahankan kegiatan pengendalian infeksi nosokomial.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Upaya pemberantasan yang dilakukan terhadap HBV berlaku juga untuk HCV
2. Tindakan profilaksis pasca pajanan dengan IG tidak efektif dalam pencegahan infeksi
3. Pengobatan dengan alpha interferon memberi hasil baik sekitar 25% kasus hepatitis C kronis
4. Pemberian kortikosteroid dan acyclovir tidak efektif.
5. Penelitian penderita diberi kombinasi ribavirin dan interferon memberikan hasil baik dengan
angka response 40% -50%
XI.Penanggulangan Wabah
sama seperti upaya penanggulangan wabah untuk hepatitis B.
XII.Implikasi Bencana
Sama dengan hepatitis B.
XIII.Tindakan Internasional
Lakukan pengawasan terhadap semua produk-produk biologis yang diperdagangkan secara
internasional telah dilakukan inaktivasi terhadap virus.
XIV.Tes laboratorium imunologi
Adanya antibody ,anti HCV.
D. VIRUS HEPATITIS D
(Hepatitis D karena virus, Virus hepatitis Delta, Δ hepatitis, Delta agent hepatitis, hepatitis yang
berkaitan dengan Delta)
I.Identifikasi Penyakit
1. Timbul mendadak, dengan tanda dan gejala mirip hepatitis B, gejalanya mungkin parah dan
selalu bersamaan dengan infeksi virus hepatitis B.
2. Hepatitis delta dapat sembuh dengan sendirinya atau berkembang menjadi hepatitis kronis
33
[Type text]
3. Virus hepatitis Delta (HDV) dan virus hepatitis B (HBV) menyerang bersamaan, atau infeksi virus
delta menyerang orang dengan infeksi HBV kronis
4. Infeksi kronis sering terjadi pada orang dengan super infeksi
5. Ditemukannya antibodi total HDV (anti-HDV)
6. Apabila titer IgM positif berati virus sedang replikasi
II.Penyebab Penyakit
1. HDV merupakan virus yang berukuran 35-37 nm terdiri satu lapisan pelindung seperti HbsAg dan
antigen yang khas dinamakan antigen delta
2. HDV tidak dapat menginfeksi sel sendiri, memerlukan koinfeksi dengan HBV untuk
melangsungkan siklus replikasi yang lengkap
3. Ada tiga jenis genotipe HDV yang ditemukan yaitu :
a. Genotipe I yang prevalen dan tersebar luas,
b. Genotipe II oleh dua isolat dari Jepang dan Taiwan
c. Genotipe III ditemukan di lembah Amazon, yang menyebabkan hepatitis fulminan berat
dengan steatosis mikrovesikuler(spongiositosis)
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi yang bervariasi
2. Diperkirakan 10 juta penduduk terinfeksi virus hepatitis D dan dibantu virus HBV
3. KLB terjadi di Amerika selatan tropis (Brasilia, Venezuela, Kolombia), di Republik Afrika Tengah
diantara para pecandu obat-obatan terlarang di Worcester, Massachusetts (Amerika Serikat).
IV.Reservoir
1. Manusia sebagai reservoirnya.
2. Virus ditularkan secara eksperimental pada simpanse dan pada woodchuck sejenis marmut yang
terinfeksi oleh HBV dan virus hepatitis woodchuck secara bersamaan.
V.Cara penularan penyakit
cara penularannya mempunyai kesamaan dengan HBV – yaitu oleh karena pajanan dengan
darah yang terinfeksi dan cairan serous tubuh, jarum semprit yang terkontaminasi, turunan
plasma yang terinfeksi seperti faktor antihemofili dan penularan melalui hubungan seksual.
VI.Masa inkubasi
Rata-rata 2-8 minggu.
VII.Masa Penularan
1. Darah potensial menular selama fase aktif infeksi hepatitis delta.
2. Puncak penularan terjadi pada saat sakit akut pada saat partikel yang berisi antigen delta sudah
terdeteksi didalam darah.
3. Saat berikutnya, viremia menurun secara cepat sampai pada tingkat terendah atau sampai tidak
terdekteksi sama sekali.
4. HDV ditularkan pada simpanse dengan bahan yang berasal dari darah pasien kronis dimana
partikel yang berisi antigen delta tidak dapat dideteksi.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi HBV atau orang dengan HBV kronis dapat tertular HDV.
2. Penyakit berat dapat terjadi meskipun pada usia anak-anak.
34
[Type text]
IX.Upaya pencegahan
1. Untuk orang yang rentan infeksi HBV, upaya pencegahannya sama untuk hepatitis B
2. Pencegahan infeksi HBV dengan vaksin hepatitis B mencegah infeksi oleh HDV.
3. HBIG, IG dan vaksin hepatitis B tidak dapat melindungi seseorang dengan HBV kronis yang
terkena infeksi HDV
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Sama seperti untuk hepatitis B
XI.Penanggulangan Wabah
Sama seperti untuk hepatitis B
XII.Implikasi Bencana
Sama seperti untuk hepatitis B
XIII.Tindakan Internasional
Sama seperti untuk hepatitis B
XIV.Tes laboratorium imunologi.
Antibodi terhadap antigen delta (anti delta).
Anti bodi terhadap HBs-ag
E. VIRUS HEPATITIS E
(Hepatitis non-A non-B yang ditularkan secara enteric [ET-NANB], hepatitis non-A non- B Epidemika,
hepatitis non-A non-B fekal-oral)
I.Identifikasi Penyakit
1. Gejala klinis penyakit mirip dengan hepatitis A, tidak ditemukan bentuk kronis
2. Case fatality rate penyakit ini mirip hepatitis A kecuali wanita hamil, mencapai 20% dari ibu-ibu
hamil yang terinfeksi selama trimester ketiga kehamilan
II.Penyebab Penyakit
1. Penyakit Virus hepatitis E (HEV), berbentuk sferis, tidak bersampul, single stranded RNA virus
yang berdiameter 32-34 nm.
2. HEV dikelompokkan ke famili Caliciviridae.
3. Struktur genome HEV berbeda mendasar dengan calicivirus yang lain
III.Distribusi Penyakit
1. HEV penyebab utama hepatitis non-A non-B enterik di seluruh dunia.
2. KLB hepatitis E dan kasus sporadis terjadi meliputi wilayah yang luas, terutama di negara dengan
sanitasi lingkungan yang kurang baik
3. KLB muncul sebagai wabah yang ditularkan melalui air
4. Di Amerika Serikat sebagian besar negara maju lainnya, kasus hepatitis E dilaporkan terjadi di
wisatawan yang kembali dari daerah endemis HEV
5. KLB ditemukan di India, Myanmar (Burma), Iran, Bangladesh, Ethiopia, Nepal, Pakistan, Republik
Asia Tengah dari bekas Uni Soviet, Algeria, Libya, Somalia, Meksiko, Indonesia dan China.
35
[Type text]
IV.Reservoir
1. Reservoir adalah binatang domestik, termasuk babi; namun, belum terbukti.
2. HEV ditularkan kepada simpanse, cynomolgus macaque, tamarin dan babi.
V.Cara penularan penyakit
1. HEV ditularkan melalui jalur fekal-oral
2. Air minum yang tercemar tinja merupakan media penularan yang sering terjadi.
3. Penularan terjadi dari orang ke orang dengan jalur fekal-oral, kasus sekunder dilingkungan
rumah tangga jarang terjadi selama KLB.
4. Dari berbagai penelitian hepatitis E merupakan infeksi zoonotic yang kebetulan menyebar
dengan manusia secara cepat.
VI.Masa inkubasi
1. Berkisar antara 15-64 hari
2. Masa inkubasi rata-rata bervariasi dari 26-42 hari pada KLB yang berbeda.
VII.Masa Penularan
1. Tidak diketahui.
2. HEV ditemukan dalam tinja 14 hari setelah timbul gejala icterus (jaundice) dan rata-rata 4
minggu setelah mengkonsumsi makanan atau air yang tercemar dan bertahan selama sekitar 2
minggu.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Tingkat kerentanan seseorang tidak diketahui.
2. Lebih 50% HEV anicteric, gejala icterus meningkat dengan bertambahnya usia.
3. Wanita pada kehamilan trimester ketiga sangat rentan terjadinya penyakit fulminan.
4. Terjadinya KLB yang terjadi pada kelompok usia dewasa muda di daerah virus enterik yang
endemis tinggi sebagian besar penduduk mendapatkan infeksi pada masa bayi.
IX.Upaya pencegahan
1. Berikan penyuluhan kesehatan perlunya pembuangan tinja secara saniter
2. Mencuci tangan dengan benar setelah buang air besar dan sebelum menjamah makanan
3. Ikuti cara prosedur dasar untuk mencegah terjadinya penularan fekal-oral
4. IG yang dibuat dari serum donor di Amerika Serikat atau Eropa dapat melindungi seseorang
terhadap hepatitis E.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan ke Instansi kesehatan setempat, Isolasi dan Disinfeksi serentak: seperti hepatitis A
2. Karantina: tidak diperlukan.
3. Imunisasi kontak: Tidak ada produk vaksin yang tersedia untuk mencegah hepatitis E.
4. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Sama seperti hepatitis A
5. Pengobatan spesifik: Tidak ada.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Lakukan penyelidikan Epidemiologis terhadap cara penularan
2. Selidiki persediaan air dan lakukan pemetaan penduduk dengan risiko tinggi untuk terinfeksi.
3. Lakukan upaya khusus untuk meningkatkan sanitasi
4. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat
36
[Type text]
XII.Implikasi Bencana
1. Bahaya penularan terjadi pada bencana, kerusuhan, dimana terjadi pengungsian, oleh karena
sanitasi yang jelek dan persediaan air yang tidak mencukupi.
2. Jika kasus terjadi, tingkatkan upaya mendesak untuk memperbaiki sanitasi lingkungan dan
penyediaan air bersih dalam jumlah yang mencukupi.
XIII.Tindakan Internasional
Tidak ada.
XIV.Tes laboratorium .
Tes serologi Hepatitis E.
deteksi IgM dan IgG anti HEV dalam serum;
tes PCR mendeteksi HEV RNA dalam serum darah dan tinja,
immunofluorescent antibody blocking assaymendeteksi antibodi terhdap HEV antigen di serum
darah dan hati
37
[Type text]
VI.Masa inkubasi
7-20 hari
VII.Masa Penularan
1. Menular pada stadium kataral awal sebelum stadium paroxysmal.
2. Tingkat penularannya menurun waktu 3 minggu , batuk spasmodic disertai
“whoop”masih tetap ada.
3. stadium menular diperluas dari awal stadium kataral sampai 3minggu munculnya
batuk paroxysmal yang khas
4. Bila diobati dengan erythromycin, masa menularnya 5 hari atau kurang setelah
pemberian terapi.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Anak-anak yang tidak diimunisasi umumnya rentan terhadap infeksi
2. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak
3. Kekebalan dalam waktu yang lama, dapat terjadi serangan kedua ( B. parapertussis).
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan kepada masyarakat, khususnya kepada orang tua bayi
2. Imunisasi dasar untuk mencegah infeksi B. pertussis direkomendasikan adalah 3 dosis
vaksin yang mengandung suspensi bakteri yang dimatikan
3. Pada kejadian luar biasa, dipertimbangkan memberikan petugas kesehatan terpajan
erythromycin 14 hari
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat
2. Isolasi: Untuk kasus yang diketahui dengan pasti dilakukan isolasi saluran pernapasan
3. Disinfeksi serentak: dilakukan discharge dari hidung dan tenggorokan, serta barang-
barang yang dipakai penderita
4. Karantina: Lakukan karantina terhadap kontak tidak pernah diimunisasi atau yang tidak
diimunisasi lengkap
5. Perlindungan terhadap kontak: Imunisasi pasif tidak efektif dan
6. Penyelidikan terhadap kontak dan sumber infeksi
Pengobatan dengan erythromycin memperpendek masa penularan
XI.Penanggulangan Wabah
1. Lakukan Pencarian kasus yang tidak terdeteksi dan yang tidak dilaporkan
2. Imunisasi dengan dosis pertama diberikan pada umur 4-6 minggu, dan dosis kedua dan
ketiga diberikan dengan interval 4 minggu, bagi anak-anak yang imunisasinya belum
lengkap, sebaiknya dilengkapi.
XII.Implikasi Bencana
Pertusis berpotensi besar dalam komunitas yang padat dengan banyak anak yang
belum diimunisasi
38
[Type text]
XIII.Tindakan Internasional
1. Bagi bayi dan anak-anak yang melakukan perjalan ke luar negeri agar yang bersangkutan
menerima imunisasi dasar lengkap.
2. Dilihat perlu dilakukan pemberian dosis booster.
3. Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO.
XIV.Tes laboratorium
XV.DIFTERIA
I.Identifikasi Penyakit
1. Difteria adalah penyakit bakteri akut yang menyerang tonsil, faring, laring, hidung,
adakalanya selaput lendir atau kulit serta konjungtiva atau vagina
2. Difteri hidung sangat ringan dan kronis salah satu rongga hidung tersumbat dan terjadi
ekskorisasi (ledes)
3. Pengaruh toksin difteria pada lesi perifer tidak jelas
4. Difteri ditemukan di membran ovula dan palatum molle pada penderita tonsillitis,
pharingitis atau limfadenopati leher atau adanya discharge serosanguinus dari hidung
II.Penyebab Penyakit
Corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis atau intermedius
III.Distribusi Penyakit
1. Penyakit ini terjadi pada bulan dengan temperatur lebih dingin di negara subtropis
2. Menyerang anak-berumur di bawah 15 tahun yang belum diimunisasi
3. Sering juga dijumpai pada remaja yang tidak diimunisasi
IV.Reservoir
MANUSIA.
V.Cara penularan penyakit
Melalui droplet,kontak langsung pada kulit yang luka.
VI.Masa inkubasi
2-5 HARI terkadang lebih lama.
VII.Masa Penularan
1. Masa penularan beragam, tetap menular dari discharge dan lesi
2. Berlangsung 2 minggu atau kurang bahkan dapat lebih dari 4 minggu.
3. Carrier kronis dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Perlindungan yang bersifat pasif pada bayi hilang sebelum bulan keenam
2. Imunitas yang didapat setelah sembuh dari penyakit atau dari infeksi yang subklinis
3. Imunisasi toxoid memberikan kekebalan cukup lama bukan kekebalan seumur hidup
39
[Type text]
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan tentang bahaya dari Diphteria
2. Imunisasi aktif secara luas misal DT, DTP-Hib
3. Memberikan imunisasi dasar kepada orang yang sering terpajan
4. Bagi anak dan orang dewasa yang immunocompromised) atau terinfeksi HIV imunisasi
diberikan dengan jadwal yang sama
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada petugas kesehatan setempat bila terjadi diphteria
2. Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal
3. Desinfeksi Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai oleh/untuk penderita
4. Karantina dilakukan terhadap dewasa yang pekerjaannya berhubungan dengan
pengolahan makanan
5. Pencarian carrier menggunakan kultur dari sampel yang diambil dari hidung dan
tenggorokan
6. Pengobatan spesifik dengan menggunakan antitoksin
XI.Penanggulangan Wabah
1. Imunisasi sebaiknya dilakukan seluas kepada kelompok yang mempunyai resiko, bayi,
dan usia prasekolah
2. Lakukan identifikasi terhadap mereka yang kontak dengan penderita dan mencari orang
yang berisiko.
XII.Implikasi Bencana
1. KLB terjadi dimana kelompok rentan berkumpul
2. Khususnya bayi dan anak-anak.
Kejadian wabah difteria terjadi oleh adanya perpindahan penduduk yang rentan terhadap
penyakit tersebut dalam jumlah banyak
XIII.Tindakan Internasional
1. Orang yang mengadakan kunjungan atau singgah di negara yang terjangkit difteria
faucial atau difteria kulit dianjurkan mendapatkan imunisasi dasar.
2. Dosis booster Tidak diberikan kepada orang yang sebelumnya telah mendapatkan
imunisasi
XIV.Tes laboratorium.
Swab dari tenggorokan,hidung,larynx,kulit dan trachea eksudat dikultur dalam medium
serum Loeffler
Pada kasus yang diduga dilakukan tes inokulasi pada binatang secara injeksi sub kutan.
Pengecatan preparat dengan Albert stain.
Tes serologi dapat pula dilakukan.
Shcik tes digunakan untuk mengetahui imunitas terhadap diphteri toxin dan
hipersensitiitas terhadap diphteri toxin.
40
[Type text]
XVI.TETANUS (Lockjaw)
I.Identifikasi Penyakit
1. Tetanus disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil tetanus yang hidup
secara anaerobic pada luka
2. Ciri khas dari tetanus adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher
kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan
3. Riwayat adanya trauma atau riwayat port d’entre tidak jelas pada penderita tetanus
4. CFR berkisar 10%-90%
5. Paling tinggi pada bayi dibandingkan pada penderita yang lebih dewasa
II.Penyebab Penyakit
1. Clostridium tetani, basil tetanus
III.Distribusi Penyakit
1. Diseluruh dunia
2. Periode 1995-1997, terdapat 124 kasus yang dilaporkan dari 33 negara bagian di AS, 60
% diantaranya terjadi di usia 20-59 tahun; 35 % pada usia di atas 60 tahun, dan 5 %
pada usia 20 tahun.
3. Angka CFR meningkat sebesar 2,3 % pada mereka yang berumur 20-39 tahun dan 18 %
pada mereka yang berumur di atas 60 tahun
4. Tetanus yang pada pecandu Napza suntik berkisar antara 11 % dari 124 kasus tetanus
dibandingkan dengan 3,6 % yang terjadi selama tahun 1991 -1994.
IV.Reservoir
1. Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya termasuk manusia,
2. Spora tetanus dapat ditemukan dimana-mana dan tersebar di lingkungan sekitar kita
dan dapat mengkontaminasi berbagai jenis luka.
V.Cara penularan penyakit
1. Spora tetanus masuk kedalam tubuh melalui luka tusuk yang tercemar
2. Spora dapat masuk melalui luka bakar atau luka lain yang sepele atau tidak di hiraukan, a
3. Melalui injeksi jarum suntik yang tercemar yang dilakukan penyuntik liar.
4. Tetanus sebagai kejadian pasca pembedahan termasuk setelah sirkumsisi.
5. Adanya jaringan nekrotik atau benda asing dalam tubuh manusia mempermudah
pertumbuhan bakteri anaerobik.
VI.Masa inkubasi
1. Biasanya 3-21 hari, bisa 1 hari sampai beberapa bulan, rata-rata 10 hari.
2. Kebanyakan terjadi dalam 14 hari.
41
[Type text]
3. Makin pendek masa inkubasi karena luka terkontaminsi berat, makin berat penyakitnya
dan makin jelek prognosisnya.
VII.Masa Penularan
Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap tetanus
2. Pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid (TT) menimbulkan kekebalan yang
dapat bertahan selama 10 tahun setelah pemberian imunisasi lengkap
3. Kekebalan pasif didapat setelah pemberian Tetanus Immunoglobin (TIG) atau setelah
pemberian tetanus antitoxin (serum kuda)
4. Bayi yang lahir dari ibu yang mendapatkan imunisasi TT lengkap terhindar dari tetanus
neonatorum
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan ke masyarakat pemberian imunisasi TT lengkap.
2. Imunisasi aktif dengan TT ke anggota masyarakat memberikan perlindungan 10 tahun
3. Upaya yang dilakukan mencegah tetanus pada penderita luka tergantung penilaian
terhadap keadaan luka sendiri dan status imunisasi penderita.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan ke Dinas Kesehatan setempat di AS, tetanus wajib dilaporkan diseluruh negara
bagian dan di banyak negara
2. Tindakan isolasi: Tidak ada
3. Tindakan disinfeksi segera: Tidak ada
4. Tindakan karantina: Tidak ada
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada
6. Lakukan investigasi untuk mengetahui derajat dan asal luka
7. Pengobatan spesifik : TIG IM dengan dosis 3.000 – 6.000 I.U. Jika TIG tidak tersedia,
berikan anti toxin tetanus (dari serum kuda) dengan dosis tunggal intravena ,
metronidazole intravena dalam dosis besar diberikan untuk jangka waktu 7 -14 hari
XI.Penanggulangan Wabah
Walaupun sangat jarang, jika terjadi KLB, lakukan penyelidikan terhadap kemungkinan
terjadinya kontaminasi pada penggunaan obat-obat terlarang dengan suntikan
XII.Implikasi Bencana
Kerusuhan sosial (konflik militer, huru hara) dan bencana alam ,kebutuhan TIG atau anti
toxin tetanus atau toxoid untuk mengobati penderita yang mengalami luka.
XIII.Tindakan Internasional
Idem diatas
XIV.Tes laboratorium
Tetanus tidak dapat dideteksi dengan tes darah.
42
[Type text]
Kondisi ini didiagnosis berdasarkan gejala yang terlihat. 'spatula test' dilakukan untuk
memeriksa tetanus,rahang kontraksi menyebabkan menggigit spatula yang dimasukkan
ke dalam mulut.
Jika tidak ada infeksi, orang akan refleks muntah normal
XVII.INTOKSIKASI (Poisoning)
43
[Type text]
IX.Upaya pencegahan
1. Beri penyuluhan kepada penjamah makanan tentang higiene makanan, bahaya terpajan
2. Pentingnya pengurangan waktu penjamahan makanan tidak lebih dari 4 jam pada suhu
kamar
3. Jauhkan orang dengan bisul, abses dan lesi bernanah pada tangan, muka atau hidung
dan mereka dilarang untuk menangani dan menjamah makanan
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan wajib dilakukan apabila terjadi KLB dari kasus suspek atau apabila terjadi KLB
dari penderita yang sudah pasti diagnosanya
2. Isolasi, Disinfeksi serentak, karantina, Imunisasi terhadap kontak dan Investigasi kontak
dan sumber infeksi : Tidak perlu.
3. Pengobatan spesifik: Penggantian cairan bila ada indikasi.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Lakukan review dengan cepat terhadap kasus yang dilaporkan, daftar makanan yang
disajikan, gambaran klinis yang menonjol dari infeksi, mengumpulkan sampel tinja dan
muntahan ke laboratorium
2. Selidiki asal dari makanan yang tercemar dan cara pengolahan
3. Cari penjamah makanan dengan infeksi kulit terutama di bagian tangan
XII.Implikasi Bencana
Bahaya potensial terjadi pada situasi dimana makanan harus disediakan secara massal
dan tidak tersedia fasilitas pendingin (lemari es) khususnya menjadi masalah
dilingkungan transportasi udara.
XIII.Tindakan Internasional
Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO
XIV. Tes labporatorium.i
KLB ditegakkan dengan ditemukannya kuman 105 atau lebih per gram makanan pada
pembiakan rutin, atau ditemukannya enterotoksin dari makanan yang tercemar
b. INTOKSIKASI MAKANAN OLEH BACILLUS CEREUS
I.Identifikasi Penyakit
1. Intoksikasi serangan mendadak berupa mual, muntah-muntah, kolik dan diare
2. Lamanya sakit < 24 jam dan jarang sekali menimbulkan kematian
Pemeriksaan enterotoksin sangat bermanfaat untuk penegakan diagnosa
II.Penyebab Penyakit
1. Bacillus cereus, kuman anaerob pembentuk spora.
44
[Type text]
2. Ada 2 jenis enterotoksin enterotoksin tahan panas (heat stable) yang menyebabkan
muntah-muntah, enterotoksin yang tidak tahan panas (heat labile) yang menyebabkan
diare.
III.Distribusi Penyakit
Bacillus cereas dikenal sebagai penyebab penyakit akibat makanan di seluruh dunia
IV.Reservoir
Organisme ini ada dimana-mana didalam tanah dan di lingkungan sekitar kita, biasanya
ditemukan pada bahan makanan mentah, makanan kering dan makanan olahan.
V.Cara penularan penyakit
1. Karena mengkonsumsi makanan yang disimpan pada suhu kamar setelah dimasak, yang
memungkinkan kuman berkembang-biak.
2. KLB yang disertai dengan muntah-muntah sering terjadi setelah memakan nasi yang
disimpan pada suhu kamar sebelum dipanaskan kembali.
3. Berbagai penyimpangan car-cara pengolahan makanan mengakibatkan terjadinya
berbagai KLB dengan diare
VI.Masa inkubasi
1. Kejadian dimana gejala yang menonjol adalah muntah-muntah, masa inkubasi berkisar
antara 1 sampai dengan 6 jam.
2. Pada Distribusi Penyakit dimana gejala yang menonjol adalah diare masa inkubasi
berkisar 6 sampai dengan 24 jam.
VII.Masa Penularan
Tidak menular dari orang ke orang
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Belum diketahui
IX.Upaya pencegahan
Makanan tidak boleh disimpan pada suhu kamar setelah dimasak, karena spora B. cereus
berada di mana-mana dan tahan pada suhu mendidih, tumbuh dan berkembang biak secara
cepat pada suhu kamar.
Segera dinginkan sisa makanan yang ada dengan cara yang tepat, panaskan kembali secepatnya
untuk mencegah berkembang biaknya mikroorganime.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus
XI.Penanggulangan Wabah
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus
XII.Implikasi Bencana
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus
45
[Type text]
XIII.Tindakan Internasional
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus
XIV. Tes laboratorium.
Harus dibuktikan adanya kuman dan entero toxinnya.
XVIII.ANTHRAX
46
[Type text]
47
[Type text]
IV.Reservoir
Saat ini virus variola hanya tersimpan didalam lemari pendingin CDC – Atlanta dan di
State Research Center of Virology and Biology di Koltsovo, Novosibirsk, Rusia.
V.Cara penularan penyakit
1. Penularan 50% dari mereka yang tidak divaksinasi akan tertulari.
2. Senjata biologis, virus disebarkan melalui udara.
VI.Masa inkubasi
1. Dari 7 – 19 hari, rata-rata 10 – 14 hari dan 2 – 4 hari lebih setelah timbul ruam
VII.Masa Penularan
1. Mulai dari waktu lesi awal sampai hilangnya semua scab (koreng); sekitar 3 minggu.
2. Penderita paling menular selama periode preeruptive melalui droplet orofaringeal.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Semua orang yang belum divaksinasi rentan terhadap infeksi virus cacar.
IX.Upaya pencegahan
Pemberantasan cacar vaksinasi dengan virus vaccinia
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Jika menemukan penderita yang menyerupai cacar dan bukan cacar air:
SEGERA LAPORKAN KEPADA DINAS KESEHATAN SETEMPAT.
XI.Penanggulangan Wabah
Vaksin cacar (vaccinia virus) dan Human Vaccinia Immune globulin untuk mengobati
efek samping vaksinasi cacar tersedia di CDC - Atlanta jaringan hotline koordinasi
penanggulangan bioterorisme di CDC – Atlanta pada nomor (404) 639-0385
XII.Implikasi Bencana
Tidak ada
XIII.Tindakan Internasional
Manfaatkan kerja sama dengan WHO
I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit infeksi virus akut durasi pendek dan tingkat mortalitas yang bervariasi
2. Kasus teringan tidak mudah ditemukan secara klinis, serangan khas dengan ciri tiba-tiba
demam, menggigil, sakit kepala, nyeri punggung, nyeri otot diseluruh badan, lelah, mual
dan muntah.
3. Denyut nadi menjadi lemah dan pelan walaupun terjadi peningkatan suhu (tanda Faget).
4. Icterus sedang ,awal penyakit dan kemudian menjadi lebih jelas
5. Ditemukan albuminuri dan terjadi anuria.
6. Lekopenia dapat timbul awal dan terlihat hari ke lima.
7. Infeksi membaik pada stadium ini.
48
[Type text]
II.Penyebab Penyakit
Virus demam kuning dari genus Flavivirus dan famili Flaviviridae
III.Distribusi Penyakit
1. Penularan dengan siklus sylvatic hanya ditemukan didaerah Afrika dan Amerika Latin
2. Di Bolivia, Brasil, Columbia, Ekuador dan Peru (70% - 90% kasus dilaporkan dari Peru dan
Bolivia)
3. Daerah utara Anggola, Zaire dan Tanzania.
4. Demam kuning pernah terjadi di Asia atau di pantai timur Afrika, demam kuning sylvatic
pernah dilaporkan terjadi di Kenya bagian barat pada tahun 1992 – 1993
IV.Reservoir
1.Di daerah perkotaan, manusia & Aedes aegypti berperan sebagai reservoir :
di hutan, reservoir adalah vertebrata selain manusia terutama monyet dan mungkin
juga marsupialia serta nyamuk hutan.
2.Penularan transovarian menyebabkan infeksi demam kuning.
3.Manusia tidak mempunyai peran dalam siklus penularan demam kuning Sylvatic
V.Cara penularan penyakit
1. Di daerah perkotaan & didaerah pedesaan penularan karena nyamuk Aedes aegypti
2. Di Afrika Timur Aedes africanus merupakan vector pada populasi kera dimana Ae.
Bromeliae dan Ae. Simpsoni (semidomestik) spesies aedes berperan menularkan dari
kera ke manusia
VI.Masa inkubasi
3-6 hari.
VII.Masa Penularan
1. Darah penderita sudah infektif terhadap nyamuk sebelum timbul demam sampai hari ke
3 –5 sakit,
2. Tidak menular melalui kontak atau benda yang tersentuh penderita.
3. 9 – 12 hari pada temperatur daerah tropis, jika sudah terinfeksi seumur hidup virus
akan terus berada di tubuh nyamuk
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Penyembuhan dari demam kuning diikuti terjadinya kekebalan seumur hidup,
2. Infeksi ringan terjadi di daerah endemis.
3. Kekebalan pasif pada bayi yang baru lahir didapat dari ibunya hingga 6 bulan.
4. Jika terjadi infeksi antibodi terbentuk di dalam darah pada permulaan minggu pertama.
IX.Upaya pencegahan
1. Buat program imunisasi aktif bagi bayi berusia 9 bulan ke atas dan manusia
2. Untuk memberantas demam kuning diperkotaan yang penting dilakukan adalah
membasmi nyamuk Ae. Aegypti.
49
[Type text]
3. Demam kuning sylvanic atau demam kuning tipe hutan ditularkan oleh Haemogogus
dan species Aedes.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan adanya penderita demam kuning diwajibkan oleh International Health
Regulation (1969)
2. Isolasi: Kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan tubuh paling sedikit sampai
dengan 5 hari setelah sakit
3. Disinfeksi tidak dilakukan
4. Karantina tidak dilakukan
5. Keluarga dan mereka yang kontak sebelumnya belum diimunisasi agar di imunisasi
6. Lakukan penyelidikan semua tempat, daerah hutan yang dikunjungi penderita 3 – 6 hari
sebelum mereka sakit.
7. Pengobatan spesifik: Tidak ada
XI.Penanggulangan Wabah
1. Demam kuning perkotaan yang ditularkan oleh Aedes aegypti: Imunisasi massal,
penyemprotan dengan insektisida, dengan 3M
2. Demam kuning Sylvatic atau demam kuning tipe hutan : imunisasi,
3. Sediakan fasilitas diagnostik untuk pemeriksaan laparatomi jaringan hati
4. Adanya kematian monyet-monyet dihutan (howler and spider monkeys) harus dicurigai
adanya demam kuning.
5. Survei imunitas terhadap populasi dihutan dengan teknik netralisasi sangat bermanfaat
dalam upaya pemetaan daerah enzootic.
XII.Implikasi Bencana
Tidak ada
XIII.Tindakan Internasional
1. Segera laporkan ke WHO dan ke negara tetangga jika ditemukan kasus pertama demam
kuning
2. Lakukan tindakan yang diatur dalam International Health Regulation (IHR), 1969
3. Lakukan karantina terhadap monyet dan primata yang datang dari daerah endemis
4. Imunisasi pengunjung ke daerah endemik
XIV.Tes laboratorium
XXI.Pes (Plague)
I.Identifikasi Penyakit
Penyakit Pes menImbulkan berbagai bentuk klinis,bubonik, pneumonic dan septicemic.
50
[Type text]
Bubonic plague:
Gejala penyakit : mendadak, getah bening (disebut buboes), gigitan kutu yang terinfeksi.
Bakteri berkembang dalam kelenjar getah bening
Septicemic plaque:
Gejala penyakit : demam, menggigil, kelemahan yang ekstrim, sakit perut, shock, dan mungkin
pendarahan ke dalam kulit dan organ lainnya.
Kulit dan jaringan lain menjadi hitam dan mati, terutama pada jari tangan, jari kaki, dan hidung.
Sebagai gejala pertama dari wabah, atau dari bubonic yang tidak diobati..
Pneumonic plague:
Gejala penyakit :Demam, sakit kepala, lemah,dan radang paru-paru yang berkembang pesat
dengan sesak napas, nyeri dada, batuk, dan kadang-kadang berdarah atau berair lendir.
Pneumonic pes berasal dari menghirup infeksi tetesan atau dari bubonic yang tidak diobati atau
septicemic pes. Bentuk paling serius penyakit yang dapat menyebar dari orang ke orang .
II.Penyebab Penyakit
Bakteri, Yersinia pestis
III.Distribusi Penyakit
Jutaan orang di Eropa selama abad pertengahan meninggal.
Antibiotik modern efektif dalam mengobati wabah manusia,wabah infeksi terus terjadi di barat
Amerika Serikat, secara signifikan kasus terbanyak terjadi di Afrika dan Asia.
Wabah di Amerika Serikat terjadi di Los Angeles pada 1924-1925.
Hampir semua kasus yang dilaporkan dalam 20 tahun terakhir telah terjadi antara orang-orang
yang tinggal di kota-kota kecil dan desa atau daerah pertanian daripada di kota-kota besar dan
kota. WHO mencatat tingkat kematian 8-10%, (WHO, 2004)
Reservoir
Banyak jenis hewan, seperti tupai batu, tikus, tupai, anjing prairie, Vole dan kelinci dapat
terkena wabah. Karnivora liar dapat terinfeksi dengan makan hewan yang terinfeksi
Cara penularan penyakit diantara hewan, disebut epizootik.
IV.Cara penularan
Gigitan pinjal (Flea bites).
Bakteri yang paling sering ditularkan oleh gigitan dari kutu yang terinfeksi.
Anjing dan kucing dapat kutu yang terinfeksi wabah ke dalam rumah.
Kontak dengan cairan terkontaminasi atau jaringan.
Manusia dapat terjangkit ketika menangani jaringan atau cairan tubuh PES septicemic.
Infectious droplets.
Radang pes paru-paru , mengeluarkan droplet yang mengandung bakteri pes ke udara.
Kucing sangat rentan dapat terinfeksi oleh makan tikus yang terinfeksi.
Di Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir akibat dari kontak dengan kucing.
V.Masa inkubasi
Bubonic plaque 1-7 HARI
PRIMARY PNEUMONI PLAGUE 2-7 HARI
51
[Type text]
VI.Masa Penularan
Selama adanya flea yang terinfeksi , menularkan pes bubo.
Pneumoni pes menular sampai penderita sembuh dan sputum tidak
mengandung kuman pes.
VII.Kerentanan dan Kekebalan
PENDERITA SEMBUH RELATIVE IMMUN
TIDAK TERLINDUNGI BILA DAPAT INOCULASI BANYAK
VIII.Upaya pencegahan
Mengurangi habitat hewan pengerat .
Hubungi departemen kesehatan lokal jika membuang binatang mati.
Menggunakan repelent selama berkemah, hiking atau bekerja di luar rumah.
IX.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1.Penderita bubonic plaque dirawat diberi antibiotika,kontak dengan penderita pes
bubo harus didesinfeksi.
2.Lapor ke health Authority (sesuai IHR )
3.Penderita pneumoni pes dikarantina,
kontak diawasi selama masa inkubasi (7 hari) dan diberikan antibiotika prophylaksis.
Bila tidak minum antibiotika kontak harus disolasi selama 7 hari.
4.Barang barang penderita pes didesinsfeksi,(sputum,discharge purulen,tanah /lantai
rumah penderita serta binatang yang mati karena pes,jenazah).
5.Pemberantasan tikus dengan ekto parasitnya.
X.Penanggulangan Wabah.
1.Pemeriksaan otopsi dan labortorium semuabinatang yg mati.
2.Case finding,pengobatan bagi kontak penderita pes.
3.Lindungi semua kontak person,dan pekerja kesehatan yang menangani penderita.
XI.Implikasi Bencana
Kondisi padat penduduk,jeleknya lingkungan
XII.Tindakan Internasional
1.Menginformasikan ke WHO dalam 24 jam.
2.Pengawasan kapal,pesawat,daerah lintas batas terhadap kedatangan dari daerah
terjangkait pes
3.Kapal,pesawat dan pelintas batas dari daerah terjangkit harus bebas infestasi vector.
4.Pendatang,turis,dari daerah pulmonary pes yang tersangka pes diisolasi selam 6 hari
5.Kapal,pesawat,orang yang datang dari daerah terjangkit harus didesinsecsi serta
diawasi selama 6 hari sejak kedatangannya.
6.Imunisasi tidak dilakukan.
52
[Type text]
XIII.Tes laboratorium
Uji serologi anti-F1 dapat membedakan antara berbagai jenis Yersinia,
PCR untuk mengidentifikasi Y. pestis.
Protein H ekor Bacteriofag Yersinia FAG L - 413 C membedaan antara Y. pestis dan
Y. pseudotuberculosis.
53
[Type text]
54
[Type text]
XVI.test laboratorium :
Infeksi virus Ebola didiagnosis dengan tes :
o enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
o antigen detection tests
o serum neutralization test
o reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) assay
o virus isolation by cell culture.
VII.Medical aspects
Prevention
Memberantas populasi Mastomys , menjaga kebersihan. Sarung tangan, masker, laboratorium mantel
dan kacamata disarankan bila kontak dengan orang yang terinfeksi..
Vaksin: tes terhadap primata berhasil, tidak ada gejala klinis.
55
[Type text]
Symptoms
CFR 10 sampai 16% dari total kasus.
Periode inkubasi enam untuk 21 hari, penyakit akut kelainan multiorgan.
gejala Non-spesifik demam, pembengkakan wajah, dan otot kelelahan, serta konjungtivitis dan
mukosa pendarahan.
Gejala lain terkena adalah:
Gastrointestinal tract :Vomiting (bloody), Diarrhea (bloody).Hepatitis
Cardiovascular system
Respiratory tract :
Pleuritis
Nervous system :Encephalitis,Meningitis,Unilateral or bilateral hearing deficit,Seizures
Differential diagnose
Sulit dibedakan dengan Ebola dan Marburg, dan dari penyakit demam umum seperti malaria.
Virus diekskresikan dalam urin selama tiga sampai sembilan minggu dan semen selama tiga bulan.
VIII.Diagnosis
ELISA tes IgM senstifitas 90%,spesifistas 88% adanya infeksi.
limfopenia , trombositopenia ,(AST) dalam darah, kelainan dalam cairan serebrospinal
IX.Prognosis
Sekitar 15% - 20% pasien mati karena penyakit.
angka kematian keseluruhan adalah 1%, selama wabah meningkat 50%.
Tingkat kematian 80% pada wanita hamil selama trimester ketiga
kematian janin juga terjadi di hampir semua kasus.Aborsi mengurangi risiko kematian ibu.
Pengobatan Ribavirin, tingkat fatalitas menurun.
X.Treatment
Semua orang dicurigai demam Lassa infeksi harus di isolasi dan cairan tubuh dan kotoran mereka dibuang
dengan benar.
Pengobatan: .Ribavirin lebih efektifdiberikan intravena
Ribavirin adalah prodrug menghambat sintesis asam nukleat RNA-dependent,
Penggantian fluida, transfusi darah
Terapi interferon intravena. Demam Lassa pada wanita hamil di akhir trimester diinduksi kehamilan .
Pengobatan dengan ST-193 sekali sehari selama 14 hari menurunkan kematian (71% hewan selamat pada
dosis rendah), sedangkan semua yang tidak diobati dengan ribavirin meninggal dalam waktu 20 hari
infeksi.
XXIV.Nipah virus
I.Identifikasi
Nipah virus menyebabkan ensefalitis atau penyakit pernafasan.
II. Penyebab Penyakit
Nipah virus dapat ditularkan kepada manusia dari binatang, langsung dari manusia-ke-manusia;
Nipah virus menyebabkan penyakit parah pada hewan domestik seperti babi.
III.Reservoir
Kelelawar buah dari famili Pteropodidae ( tuan rumah alami).Nipahvirus terkait erat dengan Hendra virus.
Keduanya genus Henipa virus baru dalam keluarga Paramyxoviridae.
56
[Type text]
IV.Epidemiology
Nipah virus pertama kali dikenali di 1999 terjadi wabah diantara babi petani di Malaysia.
V.Cara penularan.
Selama awal wabah di Malaysia dan Singapura, infeksi manusiaakibat kontak langsung dengan babi sakit
atau jaringan mereka terkontaminasi.
Transmisi diduga telah terjadi melalui pernafasan droplet , kontak dengan tenggorokan atau ingus dari
babi, atau kontak dengan jaringan hewan sakit.
Dalam wabah Bangladesh dan India, konsumsi buah-buahan atau buah produk (misalnya kurma yang
mentah juice) terkontaminasi dengan air seni atau air ludah dari kelelawar buah sumber paling mungkin
infeksi. Nipah virus menyebar langsung dari manusia-ke-manusia melalui kontak dekat dengan orang
sekresi dan excretions.
Dari tahun 2001 hingga 2008, sekitar 1/2 dari kasus di Bangladesh adalah karena transmisi manusia-ke-
manusia
VI.Gejala penyakit.
Gejala asimtomatik hingga ensefalitis.
awalnya seperti flu seperti demam, sakit kepala, myalgia , muntah dan sakit tenggorokan.diikuti oleh
pusing, kantuk, mengubah kesadaran, dan tanda-tanda neurologis yang menunjukkan akut ensefalitis.
Gejala atipikal radang paru-paru dan gangguan pernapasan akut.
Ensefalitis dan kejang terjadi dalam kasus yang parah, koma dalam waktu 24 hingga 48 jam. Kebanyakan
orang yang bertahan akut ensefalitis pulih.
Sekitar 20% yang tersisa dengan sisa konsekuensi saraf seperti kejang-kejang dan perubahan kepribadian.
Sejumlah kecil orang-orang kambuh atau berkembangmenjadi ensefalitis.
Dalam jangka panjang, disfungsi neurologis yang diamati lebih dari 15% dari orang. Kasus tingkat
kematian diperkirakan pada 40% hingga 75%;
VII. Masa inkubasi
VIII.Diagnosis
serumneutralize
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
polymerase chain reaction (PCR)
immunofluorescence asssy
virus isolation by cell culture
IX.Pengobatan
Pada saat ini tidak ada obat-obatan, atau vaksin
Perawatan suportif intensif untuk mengobati penderita.
X.Natural host:
Kelelawar dari famili Pteropodidae- spesies genus Pteropus-adalah tuan rumah alami .
Henipavirus infeksi di Pteropus kelelawar dari Australia, Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, India, Indonesia,
Madagaskar, Malaysia, Papua Nugini, Thailand dan Timor Leste.
kelelawar buah dari Afrika genus Pteropodidae, ditemukan positif untuk antibodi terhadap virus Nipah
dan Hendra.
XI.Nipah virus pada hewan domestic
Nipah virus di babi dan hewan domestik lain (kuda, kambing, domba, kucing dan anjing) dilaporkan
pertama selama awal wabah Malaysia pada tahun 1999.
Banyak babi tidak ada gejala, beberapa menderita penyakit demam akut, gangguan pernapasan dan saraf
dengan gejala seperti gemetar, kejang otot dan bergerak-gerak. Umumnya, kematian adalah rendah
kecuali anak-anak muda babi..
Nipah harus dicurigai jika babi batuk menggonggong yang tidak biasa atau jika ada kasus menderita
57
[Type text]
encephalitis.
Nipah virus sangat menular pada babi.
XII.Masa inkubasi
4 sampai 14 hari.
XIII.Pencegahan
Tidak ada vaksin terhadap Nipah virus.
Pembersihan rutin dan disinfeksi babi peternakan (dengan natrium hypochorite atau deterjen lainnya).
Jika wabah hewan lokal harus segera dikarantina.
Pemusnahan hewan yang terinfeksi pengawasan penguburan- atau Insinerasi bangkai diperlukan .
Membatasi atau melarang pemindahan hewan dari peternakan terinfeksi ke daerah lain
Memberikan peringatan dini pada dokter hewan dan health authorities.
XIV.Pencegahan
Pendidikan kesehatan masyarakat :
Mengurangi risiko penularan kelelawar-ke-manusia.
buah kurma harus direbus dan buah-buahan harus dicuci dan dikupas sebelum konsumsi.
Kontak fisik dengan orang terinfeksi virus.
Sarung tangan dan peralatan pelindung harus dipakai ketika merawat orang sakit.
Mencuci tangan teratur harus dilakukan setelah merawat atau mengunjungi orang sakit.
Pakai pelindung sewaktu menangani hewan yang sakit atau menangani produk hewan tsb , selama
penyembelihan
Pekerja kesehatan yg merawat pasien harus menerapkan tindakan pencegahan infeksi
Sampel yang diambil dari orang dan hewan dengan infeksi virus Nipah dicurigai harus ditangani oleh staf
terlatih yang bekerja di laboratorium
XXV.Hendra virus
I.Identifikasi penyakit.
Hendra virus menyebabkan penyakit pernafasan dan neurologis yang fatal.
Hendra virus dapat ditularkan dari kuda, penyakit parah dan kematian pada kuda.
Kelelawar buah ( famili Pteropodidae) adalah host alami dari Hendra virus.
II.Outbreaks
Hendra virus pertama kali 1994 merupakan wabah penyakit pernapasan akut kuda di Australia.
Dua orang terinfeksi, dan satu meninggal.
III.Transmission
Hendra virus ditransmisikan ke orang melalui kontak dengan kuda-kuda yang terinfeksi .
tidak ada transmisi manusia-ke-manusia .
IV.Signs and symptoms
Infeksi manusia ringan seperti influenza
penyakit fatal penyakit pernapasan atau neurologis.
Pembesaran kelenjar getah bening, kelesuan dan vertigo.
V.The incubation period
5 sampai 14 hari.
VI.Diagnosis
Infeksi virus Hendra didiagnosis dengan beberapa tes laboratorium :
serum neutralization;
58
[Type text]
VII.Treatment
Tidak ada obat-obatan, atau vaksin
VIII.Natural host of Hendra virus
Kelelawar buah dari famili Pteropodidae-terutama spesies Pteropus-adalah tuan rumah alami .
Hendra virus in horses
Kuda adalah satu-satunya spesies hewan domestik yang dapat secara alami terinfeksi dengan Hendra virus.
Infeksi pada kuda tanpa gejala, infeksi pernapasan dan neurologis fatal sindrom. Untuk kasus-kasus yang
fatal, rata-rata dua hari.
IX.Masa inkubasi
di kuda bervariasi antara lima dan 16 hari.
Tingkat CFR di kuda adalah sekitar 75%.
X.Prevention
Preventing transmission in horses
Pembersihan rutin dan disinfeksi kandang kuda mencegah infeksi.
Jika wabah kuda lokal harus segera dikarantina.
Eliminasi hewan yang terinfeksi dengan-pengawasan ketat pemakaman- atau pemusnahan karkas
Membatasi atau melarang gerakan kuda dari terinfeksi
Memberikan peringatan dini bagi otoritas kesehatan umum Kedokteran Hewan dan manusia.
Pendidikan kesehatan masyarakat .
Mengurangi risiko penularan kuda-ke-manusia.
Peralatan pengaman seperti sarung tangan, gaun, masker dan kacamata pelindung harus dipakai dalam
menangani hewan yang sakit atau jaringan mereka, dan selama post-mortems.
Mengurangi risiko penularan kelelawar di-kuda.
Makanan kuda dan palung air harus dipindahkan dari daerah di mana kelelawar berada.
Pengendalian infeksi mengikuti aturan Kesehatan
Pekerja kesehatan merawat pasien, penanganan spesimen ,harus menerapkan standar
kontrol tindakan laboratorium yang sesuai.
I.Overview
Rift Valley fever (RVF) adalah zoonosis virus.
Infeksi dapat menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia.
RVF virus adalah anggota genus Phlebovirus,keluarga Bunyaviridae.
Virus pertama kali diidentifikasi tahun 1931 terjadi epidemi di antara domba di sebuah
peternakan di lembah Rift Kenya.
II. Transmission in humans
Infeksi kontak langsung atau tidak langsung dengan darah dan organ-organ hewan yang
terinfeksi.
59
[Type text]
60
[Type text]
VII.RVF vectors
Beberapa spesies nyamuk mampu sebagai vektor penularan virus RVF.
RVF virus gigitan nyamuk terinfeksi, terutama Aedes spesies.
Nyamuk mentransmisi virus langsung ke keturunannya melalui telur ,
telur nyamuk ini dapat bertahan selama beberapa tahun dalam kondisi kering.
o Dilarang meng konsumsi darah segar, susu mentah atau daging binatang.
o Di daerah epizootic, semua produk hewani harus dimasak .
o perlindungan terhadap gigitan nyamuk
o Petugas kesehatan dalam merawat pasien harus melaksanakan pencegahan
standar ketika menangani spesimen dari pasien.
61
[Type text]
penanganan darah (termasuk darah kering),semua cairan tubuh, sekresi dan excretions
(tidak termasuk keringat), dan kontak dengan kulit dan selaput lendir.
X.Vector control
kontrol vektor dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk.
Larviciding bentuk paling efektif vektor kontrol .
West Nile polio (WNP), kurang dibandingkan dengan WNM atau WNE.
Sindrom kelemahan ekstremitas asimetris atau kelumpuhan
tidak kehilangan sensori.
Kelumpuhan dapat terjadi dalam tanpa gejala demam, sakit kepala, atau gejala umum
lainnya yang terkait dengan infeksi WNV.
Kelumpuhan otot pernapasan, menyebabkan kegagalan pernapasan akut, kadang-
kadang dapat terjadi.
62
[Type text]
Gigitan nyamuk (vector) tidak menginfeksi burung (host), virus berkembang biak di
burung. Manusia dan kuda adalah infeksi yang tak umum.
Virus tidak berkembang biak dalam spesies ini dan mereka dikenal sebagai end host.
Wilayah geografis; di AS, Culex pipiens (Timur AS), Culex tarsalis (Midwest dan Barat),
dan Culex quinquefasciatus(Southeast) adalah sumber utama.
Didalam burung virus berkembang biak.burung gagak dan robins, fatal dalam 5 hari.
Siklus epizootic amplifikasi virus ini mencapai puncak 15–16 hari sebelum manusia
menjadi sakit..
Di Mamalia, virus tidak berkembang dengan mudah tidak terjadi viremia tinggi selama infeksi),
dosis virus pada mamalia tidak cukup untuk infeksious, mamalia merupakan dead end host.
Diagnosis
Molekul (IgM).
Adanya gigitan nyamuk dan demam akut dengan gejala neurologis menimbulkan kecurigaan
klinis dari WNV.
Diagnosis definitif WNV deteksi virus-spesifik antibodi (IgM) dan netralisir antibodi.
Tes darah dalam 8 hari berikut onset penyakit yang tidak positif IgM, harus diulang.
Tes positif IgG dan IgM negatif menunjukkan infeksi flavavirus sebelumnya dan bukan bukti
infeksi virus West Nile akut.
Jika kasus diduga infeksi virus West Nile, spesimen harus dikumpulkan 2-3 minggu
Umumnya cross-reactions terjadi antara flaviviruses seperti TIK-Borne ensefalitis virus dan
virus Dengue (DENV), ini memerlukan perhatian ketika mengevaluasi hasil serologi flaviviral
infeksi.
WNV IgM ELISA
Dalam kasus berat , asam nukleat amplifikasi, immunohistochemistry dan virus dari otopsi
jaringan dapat dipergunakan.
Diagnostik dan serologi PCR untuk membedakan penyebab ensefalitis dan meningitis.
Pencegahan
Perlindungan mengurangi risiko digigit nyamuk terinfeksi:
Pengawasan dan pengendalian
Tes sampel darah diambil dari burung liar, anjing dan monyet , serta pengujian otak mati
burung yang ditemukan
Pengujian sampel nyamuk RT-PCR secara langsung menunjukkan adanya virus .
Bila menggunakan sera darah burung liar dan ayam ,
sampel diuji adanya antibodi WNV dengan immunohistochemistry (IHC) atau
Immunosorbent Assay (ELISA).
Dead birds, diuji untuk virus dengan RT-PCR atau IHC, virus berwarna coklat karena
reaksi substrat-enzim.
Treatment
Tidak ada pengobatan khusus untuk WNV infeksi.
63
[Type text]
Prognosis
Meskipun prognosis umum menguntungkan, West Nile Fever 60–90 hari baru pulih.
Pasien dengan WNF neuroinvasive mengalami gangguan jangka panjang ( 1 + tahun) keluhan
seperti tremor, dan disfungsi dalam keterampilan motorik dan fungsi eksekutif.
Pemulihan ini ditandai dengan kelelahan yang lama.
Epizootics penyakit di kuda terjadi di Maroko (1996), Italia (1998), Amerika Serikat (1999-2001),
dan Prancis (2000), Meksiko (2003) dan Sardinia (2011).
XXVIII.Japanese encephalitis
I.Overview
Japenese Enchephalitis sebelumnya Japenese B ensefalitis untuk membedakannya dari von
Economo ensefalitis disebabkan oleh virus J E
Virus JE dari keluarga Flaviviridae.
Babi dan burung liar (bangau) adalah reservoir virus;
manusia dapat timbul gejala yang parah.
Vektor penyakit ini adalah nyamuk Culex tritaeniorhynchus dan Culex vishnui.
Penyakit ini paling lazim di Asia Tenggara dan Timur jauh.
III.Prevention
Infeksi dengan JEV menimbulkan kekebalan seumur hidup.
Semua vaksin berasal dari genotipe III virus.
Keberhasilan pengendalian penyakit JE di Jepang, Korea, Taiwan dan Singapura.
Efek samping paling umum adalah kemerahan dan nyeri di tempat suntikan.
Risiko komplikasi neurologis autoimun sekitar 1 per juta vaksinasi.
64
[Type text]
IXIARO diproduksi in vitro kultur , efek samping sakit kepala dan mialgia.
Neutralising Antibodi dua sampai tiga tahun.Booster setiap tiga tahun untuk yang berisiko
IV.Pengobatan
tidak ada pengobatan khusus ;
Peningkatan tekanan intrakranial dengan manitol.
Tidak ada transmisi dari orang ke orang , tidak perlu diisolasi.
Identifikasi macrophage reseptor berpengaruh dalam tingkat keparahan penyakit.
monosit dan makrofag reseptor CLEC5A mempengaruhi keradangan infeksi otak.
V.Epidemiology
Reservoir alami virus JEadalah burung,
JE adalah penyebab virus ensefalitis di Asia, dengan 30, 50.000 000 kasus setiap tahunnya.
CFR : 0.3% sampai 60% dan tergantung pada populasi dan usia
Penduduk pedesaan di lokasi endemik berisiko tinggi; tidak biasa di daerah perkotaan.
Penyebaran virus di Australia Culex gelidus,
Human, cattle and horses are dead-end hosts and disease manifests as fatal encephalitis.
Babi merupakan host virus JE memiliki peran penting dalam epidemiologi .
Infeksi pada babi asimtomatik, kecuali keadaan hamil menyebabkan aborsi dan kelainan janin.
Vektor adalah Culex tritaeniorhynchus, menggigit ternak dan manusia,
Culex bitaeniorhynchus di Republik Korea
VI.Treatment
Rosmarinic asam, dan arctigenin, efektif dalam tikus
Curcumin menimbulkan neuroprotection terhadap infeksi JEV secara in vitro.
Kurkumin mungkin menyebabkan penurunan oksigen reaktif tingkat selular
Minocycline pada tikus juga mencegah kerusakan obstruksi otak.
Virology
Penyebab virus JE terkait erat dengan virus St. Louis ensefalitis dan virus West Nile.
XXIX.POLIO MYELITIS
I OVER VIEW
65
[Type text]
Polioviruses relatif bertahan untuk waktu yang lama di bawah kondisi lingkungan yang sesuai, mudah
dihancurkan oleh panas , dan klorinasi air.
Reservoir of infection
Manusia adalah reservoir infeksi poliomielytis
Foci of infection
Faring: virus ditemukan dalam sekresi orofaringeal. Usus kecil
Modes of transmission
Oral-oral infection
Faeco-oral infeksi:
Virus bertahan hidup di lingkungan yang dingin.
Kepadatan dan sanitasi jelek memberikan kesempatan untuk terkena infeksi.
Masa penularan kontak dan carrier: sekitar 2 minggu : kasus yang paling menular 7 sampai 10
hari sebelum dan sesudah timbulnya gejala.
Dalam feaces, virus diekskresikan selama 2 sampai 3 minggu, kadang-kadang 3 sampai 4 bulan.
Dalam kasus polio, penularan di foci faring sekitar satu minggu, dan usus i 6-8 minggu.
Incubation Period: 7-14 days
Susceptibility
Umur:i 95% pada bayi dan anak-anak lebih dari 50% .
Sex: tidak ada perbandingan jenis kelamin
Faktor risiko:provokatif menyebabkan lumpuh pada polio : kelelahan, trauma, suntikan ,
prosedur operasi, kehamilan, latihan otot yang berlebihan.
Kekebalandari ibu i berangsur-angsur hilang selama 6 bulan pertama .
Terinfeksi dengan jenis lain dari virus dapat terjadi.
Inapparent infection
Insiden ini adalah lebih dari 100 sampai 1000 kali kasus klinis.
Manifestasi klinis tidak ada, terkait dengan kekebalan diperoleh.
Clinical poliomyelitis
I.Abortive polio (minor illness):
II. Involvement of the CNS (major illness):
III.Paralytic poliomyelitis:
66
[Type text]
III.Paralytic poliomyelitis:
Kelumpuhan 4 hari setelah tahap preparalytic (sekitar 7-10 hari dari onset penyakit).
Gejala : demam, sakit kepala, lekas marah, dan manifestasi lumpuh kerusakan sel-sel saraf motor, tidak
sel saraf sensorik.
Forms: spinal, bulbar, and bulbospinal
Spinal polio
Saraf tulang belakang yang terkena, menyebabkan nyeri, kelemahan dan kelumpuhan otot .
Tungkai bawah biasanya terkena .
Bulbar polio
Inti saraf kranial kelemahan otot-otot yang diinervasi, dan mungkin ensefalitis.
Gejala disfagia, suara sengau, cairan regurgitasi dari hidung, sulit mengunyah, wajah kelemahan dan
diplopia, kelumpuhan otot respirasi manifestasi paling serius .
Bulbospinal polio
kombinasi bentuk bulbar dan spinal
Complications and case fatality
1. Respiratory complications: pneumonia, pulmonary edema
2. Cardiovascular complications: myocarditis, cor pulmonale.
3. Late complications: soft tissue and bone deformities, osteoporosis, and chronic distension of the
colon.
4. Case fatality: 1% sampai 10% sesuai bentuk penyakit (lebih tinggi di yg berhubungan dgn
bulbar), komplikasi dan umur (kematian meningkat dengan usia).
Diagnosis and laboratory testing
1. Isolasi virus Polio diagnosis polio.
2. Virus isolation: isolasi virus tertinggi dari faring dan rendah dari darah atau cairan tulang
belakang.
Serologic testing
Kenaikan titer spesimen akut dan penyembuhan menunjukkan infeksi virus Polio.
Cerebrospinal fluid (CSF) analysis
Peningkatan jumlah leukosit — dari 10 to 200 cells/mm3
(primarily lymphocytes) and elevated protein, 40 to 50 mg/100 ml.
III.Prevention
General prevention:
Promosi kesehatan melalui sanitasi lingkungan.
Pendidikan kesehatan (mode menyebar, pelindung nilai vaksinasi).
Seroprophylaxis oleh imunoglobulin:
dapat diberikan sebelum atau setelah paparan infeksi. (0.3 ml/kg berat badan)
67
[Type text]
Active immunization:
– Salk vaccine (intramuscular polio trivalent killed vaccine).
– Sabin vaccine (oral polio trivalent live attenuated vaccine).
Inactivated Polio VaccineTerdiri 3 serotypes of vaccine virus
Kekebalan terhadap virus Polio 50% setelah dosis 1, 90% dosis 2 , 99% kekebalan setelah 3 dosis
durasi kekebalan tidak diketahui dengan pasti
XXXFILARIASIS
Filariasis (philariasis)
penyakit parasit disebabkan nematoda (cacing) superfamili Filarioidea,
Ditransmisikan dari host to host oleh Arthropoda, terutama lalat hitam dan nyamuk.
JENIS FILARIASIS
1. Limfatik filariasis disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Dalam sistem limfatik, kelenjar getah bening, dalam kasus kronis menyebabkan kaki Gajah.
68
[Type text]
2. Subkutan filariasis disebabkan oleh Loa loa (cacing mata), Mansonella streptocerca dan
Onchocerca volvulus. Di lapisan kulit, dalam lapisan lemak zsubkutan. L. loa menyebabkan
Sungai Loa loa filariasis O. volvulus penyebab kebutaan.
3. Serous cavity filariasis disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, dalam
serous rongga perut.
VECTOR FILARIA
W. bancrofti perkotaan: culex quinquefasciatus
W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres
B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
B. timori : an. barbirostris
EPIDEMIOLOGY
Internasional
1.Limfatik filariasis 90 juta orang dan di seluruh daerah tropis dan subtropis .
2.O volvulus di khatulistiwa Afrika dan foci di Amerika Tengah dan Selatan 21 juta orang .
3. L loa kira-kira 3 juta orang di Afrika Tengah yang terinfeksi.
Pada tahun 1997, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprakarsai sebuah program global
eradikasi limfatik filariasis sebagai masalah kesehatan masyarakat.
Mortalitas/morbiditas
Filarial penyakit jarang fatal, infeksi sebagai penyebab kedua dari Cacat permanen dan jangka
panjang di dunia setelah kusta
The morbidity of human filariasis
terutama dari reaksi host microfilariae atau perkembangkan cacing di tubuh.
Predileksi ras tidak diketahui.
Seks sama-sama rentan terhadap filariasis.
Usia semua usia rentan dan berpotensi microfilaremic.
Microfilaremia meningkat dengan usia masa kanak-kanak dan dewasa awal, meskipun klinis
infeksi tidak jelas. Manifestasi filariasis akut dan kronis biasanya terjadi hanya setelah
bertahun-tahun terinfeksi di daerah endemik.
LYMPHATIC FILARIASIS
Penyakit disebabkan Wucheriaand Brugia. Larva cacing beredar di dalam darah , cacing hidup
di pembuluh limfatik
Skrining.
Sampel darah diambil di tengah malam dengan waktu puncak microfilariae kelimpahan. ELISA
tes untuk antigen parasit dalam sampel darah dikumpulkan waktu setiap hari sekarang tersedia,
lebih mudah.Kriteria penularan penyakit
mikrofilarial rate ≥ 1% pada
sample darah di sekitar kasus elephantiasis,
atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang
berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun.
Berdasarkan WHO,
mikro filarial rate ≥ 1% pada
satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis ,harus diberikan pengobatan masal
69
[Type text]
DIAGNOSIS FILARIASIS
1.Klinis
diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut ataupun kronis
2. Laboratorium
Dinyatakan sebagai penderita falariasis apabila dalam
darahnya positif ditemukan mikrofilaria.
Darah jari yang diambil pada malam hari (pukul 20.00 - 02.00).
Test ELIZA tidak perlu malam hari
Pengobatan Masal
di daerah endemis (mf rate > 1%)
Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan Albendazole
sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut seluruh penduduk yang usia > 2 tahun
Ditunda usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui
Pengobatan Selektif
Dilakukan pada orang yang mengidap mikrofilaria
anggota keluarga yang tinggal serumah
dan berdekatan dengan penderita
(hasil survey mikrofilaria <1% (non endemis)
Pengobatan Individual (penderita kronis)
Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari -10 hari sebagai perawatan terhadap organ
yang bengkak
70
[Type text]
SIMTOMATOLOGI
1.Asymptomatic: 70% asimtomatik. Gejala biasanya tidak terwujud sampai remaja atau dewasa, Kapan
cacing beban adalah biasanya yang tertinggi. Gejala limfatik filariasis terutama hasil dari kehadiran
cacing berada di limfatik.
Tiga sindrom akut di filariasis, sebagai berikut:
1.ADL .
Keradangan kelenjar getah bening ditandai dengan lymphangitis yang, membedakan dari
lymphadenitis karena kuman. Gejala biasanya mereda dalam waktu satu minggu, tetapi dapat kambuh.
2. Filarial demam: ditandai dengan demam tanpa adenitis terkait.
3. Tropical pulmonary eosinophilia (TPE)
Onchocerciasis
Nama lain : hanging groins, leopard skin, river blindness, or sowda.
Symptoms
Microfilariae di kulit gatal, benjolan subkutan, lymphadenitis, dan kebutaan. Pasien dengan
onchocerciasis dapat melaporkan gangguan visus karena kornea fibrosis.
Loiasis
The symptoms
Lloa infection umumnya subcutaneous swellings di extremitas, nyeri lokal, gatal, dan urtikaria.
Microfilaremia cenderung asymptomatis. Kadang-kadang, cacing diamati bermigrasi melalui
subconjunctiva atau jaringan lain.
XXXI.Schistosomiasis
Ekologi schistosomiasis :
Lokasi didaerah lotic (danau dan waduk) dan daerah lentic (sungai), dan berhubungan dengan perilaku
manusia dan hewan domestik yang tinggal di dekat lingkungan tersebuti.
71
[Type text]
MOLLUSCICIDES
CuSO4 kristal
senyawa ini bekerja cukup baik, terbatas pertumbuhan ganggang,
pada gilirannya nengenai pertumbuhan ikan.
Molluscicides baru
nicotinanilide,
organotin, dibromo-nitraozo-benzena, natrium pentachlorophenate, tritylmorpholine,
natrium dichloro-bromopheno,
niclosamide
acetamide
Molluscicides baru mengganti tembaga sulfat, yang lebih aman terhadap lingkungan
Niclosamide
molluscicide tersedia komersial.
niclosamide biodegradable, "efek samping" kematian banyak spesies ikan, serta populasi siput.
Obat pilihan untuk beberapa cacing pita dewasa yang menginfeksi manusia.
digunakan obat pilihan untuk schistosomiaisis
Gejala Schistosomiasis
Acute:
Cercarial dermatitis,
kulit ruam bertahan selama beberapa hari, sebab penetrasi oleh cercariae
Katayama fever
adalah reaksi sistemik hipersensitivitas terhadap schistosomulae bermigrasi.
Gejala (demam, kelelahan, mialgia, dll.) dalam beberapa minggu atau bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan pasien sembuh secara spontan setelah 2-10 minggu.
Jenis penyakit ini tidak umum penderita yang tinggal di daerah endemik .
Chronic :
Urinary schistosomiasis (S. haematobium)
Intestinal schistosomiasis,hepatik schistosomiasis dan hepatosplenic schistosomiasis (S. mansoni, S.
japonicum)
schistosomiasis ektopik:
Genital schistosomiasis (S. mansoni, S. haematobium)
Pulmonary schistosomiasis (S. mansoni)
Neuroschistosomiasis (S. japonicum, S. haematobium
Vaksin
Dalam hewan percobaan.
Vaksin generasi pertama yang ditujukan terhadap infeksi dan/atau fekunditas cacing.
Pemberian Praziquantel bila terinfeksi di air
E.NOSOCOMIAL DISEASE
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami masa inkubasi ketika pasien
yang dirawat di rumah sakit
5-10% in developed countries
10-30% IN DEVELOPING COUNTRIES
Timbulnya bervariasi antara negara,antr daerah dan bahkan di dalam rumah sakit itu sendiri, karena
72
[Type text]
73
[Type text]
74
[Type text]
I. Penyakit Menular
• Peningkatan Pengetahuan Remaja Tentang HIV AIDS
• Mendirikan klinik IMS di tempat yang diduga berisiko tinggi
• Peningkatan malaria center, penemuan kasus malaria dengan kunjungan ke
rumah
• Penyediaan Cold Cahain terutama dari Kabupaten ke Puskesmas
• Peningkatan program TB di Rumah Sakit dan TB di Swasta
II. Penyakit Tidak Menular
• Deteksi dini PTM, rerutama hipertensi,jantung,kanker,DM dan PTM umum lain
• Membuat regulasi terkait makanan fast food untuk perlindungan kesehatan
• Memperluas proteksi terhadap risiko akibat Miras dan NAPZA
• Mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat disaster
III. Penyehatan Lingkungan
• Meningkatkan Teknologi Tepat Guna untuk mendapat air bersih
• Peningkatan STBM
IV. Peningkatan Sarana dan Prasarana UPT Vertikal
V. Pengalokasian Dana Dekon sesuai Kebutuhan daerah dg memperhatikan ketentuan yg
ada dan ketersediaan pagu
75
[Type text]
76
[Type text]
KLB adalah:
salah satu status yang diterapkan di INDONESIA untuk mengklasifikasikan peristiwa
merebaknya suatu WABAH PENYAKIT
Timbulnya / meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Endemic vs Epidemic
Number of Cases of a Disease
Endemic Epidemic
Time
77
[Type text]
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit bersangkutan
7.Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebihpenderita :
a. Keracunan makanan
b. keracunan pestisida
H.SURVAILLANS EPIDEMIOLOGI
78
[Type text]
1. Morbidity
2. Mortality
3. Laboratory
4. Vaccines and drug
5. Outbreak news/ rumor
6. Vector
7. Behavior
8. Environmental
8. Demographic
Ministryof PublicHealth
District Surveillanceinformation
center
Hospitals Hospitals andclinicunder
Private hospitalsandclinics universal coverage scheme
Under MOH
And universal
coverage schemes
Important CD Diseases
Important CD Diseases
Notification within 24 hours
1 SARS and Avian Flu
2.Cholera
3. Acute severely ill or death of unknown etiology
4. Cluster of diseases with unknown etiology
5. Anthrax
6. Meningococcal meningitis
7. Food poisoning outbreak
8. Encephalitis
9. Acute flaccid paralysis (AFP)
10. Severe Adverse Events Following Immunization
๑๑ Diptheria ๑๒ Rabies
11. Measles
12. Pertussis
13. Hand Foot and Mouth Diseases
14. Influenza
15. Leptospirosis
79
[Type text]
16. Dysentery
17. Severe pneumonia of unknown etiology
18. Cluster of infectious cases
19. Dengue/DHF
“SRRT ” 1030
Surveillance and
Health services
Rapid Response
SRRTs Team
(800,000 village health volunteers
& community leaders)
Lay report
80
[Type text]
Ro = 1.5 - 2
Conclusion
1. Surveillance to safeguard the people
2. Start with priority disease reporting
3. Timeliness is most crucial
4. Detection of outbreak
5. Investigation to know the cause
Clinical Classification
81
[Type text]
Other types
3.Gestational DM (GDM)
WHO memprediksi DM di Indonesia naik dari 8,4 juta (th. 2000) menjadi 21,3 juta (th
2030). Pertambahan penduduk, tahun 2030 ada 194 juta usia di atas 20 tahun
diperkirakan terdapat 12 juta (14,7 %) DM di urban dan 8,1 juta (7,2%) di daerah rural.
Prevalensi nasional DM
82
[Type text]
Problem Statement
• Iceberg Disease
• Increased prevalence in newly industrialized and developing countries.
• Disease acquired in the most productive period of their life.
• 20% of current global diabetic population resides in the SEAR.
• Undiagnosed or inadequately treated patients develop multiple chronic complications.
• Lack of awareness about interventions for prevention and management of complications
Faktor penentu epidemiologi
1.AGENT FACTORS
Pancreatic disorders
Defects in form of insulin
83
[Type text]
Genetic defects
Autoimmunity
2.HOST FACTORS
Age,Sex,Genetic factors
Genetic markers –
HLA-B8,
Immune mechanisms
Obesity,Maternal diabetes
3.ENVIRONMENTAL FACTORS
Sedentary lifestyle
Diet,Dietary fibre,Malnutrition,Alcohol
Screening for DM
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya
84
[Type text]
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada wanita
DIAGNOSIS
tugas pokok
Pilar penatalaksanaan DM
• Edukasi
• Terapi gizi medis
• Latihan jasmani
• Intervensi farmakologis
Pencegahan
Nutrisi :
85
[Type text]
Penurunan berat badan ringan atau sedang (5-10 kg) mengontrol diabetes
pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari.
• Age ↑
• Family History / genetics ↑
• Gestational Diabetes ↑
• Obesity / fat distribution ↑
• Physical Activity / fitness ↓
• Smoking ↑
• Very low birth weight ↑
• Depression ↑
• Antipsychotic medications ↑
• Anti-Retrovial therapy ↑
• Dietary Factors
• Carbohydratess ↓,Fats ↑↓,Glycemic load ↑
• Cereal fiber / whole grain ↓,Dairy products ↓
• High fructose corn syrup ↑Sugar-sweetened bevarages ↑
• Alcohol ↓Coffee ↓
86
[Type text]
• Health Services:
– Acute care and major medical interventions
– Diffusion of new science of risk factor management
– Emphasis on quality of care
Health system adaptation
Intensive: small group, or 1:1; For 6 –12 months Extended: > 2 years
Multi-component
87
[Type text]
1. Abdominal obesity
2. Atherogenic dyslipidemia
3. Elevated blood pressure
4. Insulin resistance or glucose intolerance
5. Prothrombotic state
6. Proinflammatory state
Objectives
88
[Type text]
Clinical Implications
89
[Type text]
1. Cardiovascular disease
2. Diabetes
3. Liver Disease
4. Cognitive Function
INTERHEART (Yusuf et al. Lancet 2004;364:937-44).
1. Everything except alcohol was a significant risk factor for acute MI across all groups
2. Smoking and raised ApoB/ApoA1 ratio were two strongest predictors
3. DM, HTN, and psychosocial factors were next strongest.
4. W/H ratio stronger than BMI
Metabolic Syndrome & Hypertension
metabolic syndrome is a risk factor for cognitive decline and whether this association is
modified by inflammation(Yaffe et al . JAMA 2004;292:2237-42).
• Nonalcoholic fatty liver disease a wide spectrum of liver damage strongly associated
with type 2 diabetes, obesity, and hyperlipidemia.
• Insulin resistance affects 20% of the nondiabetic population and occurs in
association with many cardiovascular and metabolic abnormalities
• BMI correlated positively with fasting blood sugars and degree of steatosis.h
90
[Type text]
Diet
What to Treat
No specific pharmacotherapy.
Goal is to treat each individual component to help decrease CVD & DMrisk
Selective cannabinoid-1 receptor blocker that reduces body weight and improves
cardiovascular risk factors in obese patients.
91
[Type text]
CVD adalah RISK FACTORS utama dari penyakit CVD, CVA, CHF,
Tekanan darah dan risiko CVD adalah konsisten dan independen dari RFs lainnya.
Semakin tinggi Tekanan darah semakin besar CVD, Hearth Failure, stroke, dan penyakit ginjal.
Penurunan 2mm di SBP/DBP mengurangi kematian dari stroke 6%, CHD 4% and all causes 3%
• BP : 115/75mmHg, CVD risk (IHD and Stroke) kematian 2X setiap kenaikan 20/10mmHg
• BP: 130-139/85-89mmHg, lebih dari 2x risiko relatif CVD dibandingkan di bawah
120/80 mmHg
• Diastolic Hypertension (DHT) mendominasi sebelum usia 50, sendiri / kombinasi dengan
kenaikan Systolic Blood Pressure(SBP)
• Prevalensi SHT meningkat dengan usia di atas 50
DBP factor resiko CV lebih kuat daripada SBP sampai usia 50, kemudian SBP lebih penting.
Classification of HT by BP level
92
[Type text]
Classification of HT by Causes
I.Primary (essential) HT
II.Secondary HT:
• Renal: renal parenchyma dis., Reno vascular dis. , rennin producing tumor
• Drugs: OC, Corticosteroids , Liquorices< carbenoxolone, sympathomometics , NSAIDs
• Endocrin:Acromegaly, Cushing Syndrome, Primary hyperaldosteronism, Congenital
adrenal hyperplasia, Pheochromocytoma, Carcinoid tumors
• Coarctation of Aorta and Aoartitis
• Pregnancy induced HT
RECLASSIFICATION OF BP
93
[Type text]
1. Age: Kenaikan SBP terus sepanjang hidup berbeda dengan DBP yang naik sampai usia
50, cenderung tingkat off dekade berikutnya, mungkin tetap sama atau jatuh dalam
hidup.
2. Sex: di awal kehidupan, tidak ada perbedaan, pubertas laki-laki cenderung BP yang lebih
tinggi . Setelah menopause perbedaan kecil.
3. Ethnicity: Kulit hitam memiliki tingkat BP yang lebih tinggi daripada yang lain
4. SE status: inverse post-transitional populasi pra dan populasi transisi-positif Asosiasi
94
[Type text]
Risk Factors of HT
5.Body weight: kelebihan berat badan memiliki 2 - 6 kali lebih tinggi risiko memiliki HT
dibandingkan dengan berat badan normal.
7.Nutritional factors: hubungan positif Nacl asupan dan HT, negatif asupan kalium dan
HT, tidak ada hubungannya dengan nutrisi lainnya.
The incidence tergantung pada tingkat lain RFs (faktor risiko) DM, HCH, Rokok...
Prevention of HT
• Community Approach
Pencegahan primer dari HT di seluruh penduduk
95
[Type text]
4. koordinasi pemerintah dan LSM bersangkutan dalam pencegahan primer dari HT dan
mengintegrasikan Program Pencegahan , konsentrasi pada gaya hidup
Primary Prevention of HT
Goals:
Menghilangkan RFs l
D..EPIDEMIOLOGY OF CANCER
What are the goals of epidemiology ?
1. Identify the causes of cancer
2. Quantify risks
3. Identify risk groups
4. Understand mechanisms
5. Public health and health services
6. Identify syndromes
96
[Type text]
Breast Cancer(10.4%)
Colorectal Cancer(9.4%)
Lung (17.8%)
Stomach (10.4%)
Liver (8.8 %)
CAUSES OF CANCER
Environmental
1. Tobacco
2. Alcohol
3. Dietary Factors
4. Occupational exposures
5. Viruses
6. Parasites
7. Customs ,habits, Lifestyles
8. Others – sunlight, pollution,
9. drugs
Genetic
1. Retinoblastoma in Children
2. Leukemia in Mongols
Primary Prevention
97
[Type text]
Secondary Prevention
1. Cancer Registration
2. Hospital based registries
3. Population based registries
4. Early detection of cases
5. Treatment
Danger Signals
Palpation
Thermography
Mammography
SEER
Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) Program
Cancer Screening
98
[Type text]
99
[Type text]
Incidence
8,600 new cases/yr
12,400 (0 – 19 ys)
Mortality
1,500 deaths/yr
2,300 (0 – 19 ys)
rates 50% since 1973
Etiology -- poorly understood
Increasing age
Environmental factors
Genetic factors
Combinations of the above!
100
[Type text]
Ionizing Radiation
Leukemia (AML, but not CLL)
Breast,Lung,Thyroid,Head and neck cancer
101
[Type text]
Penile cancer
oropharyngeal cancer
Polyomavirus Merkel cell virus/ CLL?
HIV non-hodgkin’s lymphoma
E.EPIDEMIOLOGY OF ASTHMA
What is Asthma?
Chronic disease of the airways that may cause
Wheezing
Breathlessness
102
[Type text]
Chest tightness
Episodes are usually associated with widespread, but variable, airflow obstruction within
the lung that is often reversible either spontaneously or with treatment.
103
[Type text]
Influences of Risks
Genetic
Family History
Twin Studies
Environmental
Antenatal/Neonatal
Maternal smoking
?in utero/post natal nutrition
Neonatal illness
Environmental-Childhood
104
[Type text]
The existing burden of asthma and other allergic diseases in developing countries was
significant.
The prevalence of asthma in developing countries was likely to increase with
industrialisation and Westernisation.
Some 235 million people currently suffer from asthma. It is the most common chronic
disease among children
Global Trends
Big Picture
Increasing prevalence of diagnosed asthma
Decreasing prevalence of asthma symptoms
High prevalence in English speaking world with downward trend
Low prevalence in many developing countries with upward trend
Decreasing hospital discharges for diagnosis of asthma
Decreasing number of MORTALITY from asthma
105
[Type text]
Summary
For the majority of the population of the world, asthma is a low public heath priority.
The diversity of health-care systems and large variations in access to care management
guidelines to local needs.
More cooperation health-care officials and primary and secondary care providers
develop individualized asthma management programs at a local level
F.EPIDEMIOLOGY OF INJURY
• Unintentional injuries are the leading cause of death and acquired disability in children
from 1 - 19 years of age in the U.S.
• 33 children die every day because of injuries; 12,175 die each year
• Each year, 20-25% of children sustain an injury requiring medical attention, missed
school, and/or bedrest
• 9.2 million children age 0 -19 are seen in EDs each year for injuries
• Leading cause of childhood medical spending in U.S.
106
[Type text]
• First conceptual framework for studying injuries causes and prevention, developed by
William Haddon
• By studying a specific injury with this matrix in mind, one can identify modifiable risk
factors and identify points of intervention in the causal sequence
107
[Type text]
• Active - rely on actions taken by an individual (e.g. storing meds in high/locked cabinets)
• Passive - do not rely on the efforts of an individual to be successful (e.g. packaging meds in
nonlethal amounts/child safety caps)
Methods of Prevention - Three “Es”
• Engineering
• Environmental change
• Education
108
[Type text]
Legislative Advocacy
Unsafe behaviour, poor safety culture, perceiving risks and injury as unpredictable and inevitable
Hazardous environment
However, we cannot determine how far high injury rates are due to unsafe behaviour, lack of
regulations, absence of enforcement, unsafe environment, lack of safety training, or even
weaknesses in emergency services or trauma care
The aim of the Program – to develop sustained, well-coordinated safety system, which could
help to prevent deaths and health impairments due to injuries.
109
[Type text]
Conclusions
Multisectoral commitment to
educational,
engineering,
environmental,
legislative and enforcement interventions and
ensuring a proper allocation of resources
to prevention efforts are highly desirable at the national level as much as at the community level
to prevent accidents, violence and suicides.
BAB.IV
110
[Type text]
1. Upaya Promotif-Preventif untuk Penyakit Menular, dan (terutama) Penyakit Tidak Menular
2. Peningkatan Status Gizi Balita, terutama pengurangan masalah stunting
3. Peningkatan akses masyarakat untuk layanan kesehatan berkualitas (puskesmas perawatan,
IGD, ICU dan Kelas 3)
4. Pemenuhan kebutuhan SDM di DTPK dan daerah bermasalah kesehatan (terutama untuk
menurunkan AKI-AKB)
5. Kemandirian bahan baku obat, vaksin dan integrasi jamu ke dalam pelayanan kesehatan formal
6. Peningkatan penggunaan teknologi informasi di segala aspek pelayanan kesehatan
7. Tata manajemen birokrasi yang bersih, akurat, efektif dan efisien.
111
[Type text]
1. Sistem desentralisasi;
2. Mekanisme penganggaran program;
3. Keterbatasan SDM pengelola dan penyelenggaran program;
4. Kondisi lingkungan dan vektor;
5. Perilaku masyarakat;
6. Keterpaduan dan dukungan lintas sektor.
7. Triple Burden (new emerging, re emerging dan NCD)
Tujuan Pengelolaan Obat Program PP dan PL
Obat program PP dan PL penting dalam upaya Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Menjamin tersedianya obat program PP dan PL baik dipusat maupun di daerah dengan kondisi:
PENDAHULUAN (1)
1. Penyakit menular dan tidak menular (tertentu) masih merupakan masalah kesehatan - Double
Burden
2. Kejadian penyakit merupakan hasil interaksi antara: manusia, lingkungan, penyebab penyakit
(host, environment & agent)
3. Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan harus dijalankan secara komprehensif
berdasarkan skala prioritas dengan pertimbangan komitmen global, nasional, dan sumber daya
yang dimiliki.
112
[Type text]
• P2B2
1. P2 Malaria
2. P2 Arbovirosis (DBD & Chikungunya)
3. P2 Zoonosis (AI, Rabies, Antrax, DLL)
4. P2 Filariasis & Schistosmiasis
5. Pengendalian vektor
• P2ML
1. P2 HIV/AIDS & PMS
2. P2 TB
3. P2 ISPA
4. P2 Kusta & Frambusia
5. P2 Diare, Kecacingan Dan Infeksi Saluran Pencernaan Lainnya
• SEPIM KESMA
1. Imunisasi
2. Surveilans Epidemiologi
3. Kesehatan Haji
4. Karantina Kesehatan
5. Kesehatan Matra
• P2TM
1. P2 Jantung & Pembuluh Darah
2. P2 Kanker
3. P2 DM & Penyakit Metabolik
4. P2 Kronik & Degeneratif
5. Gangguan Akibat Kecelakaan & Cidera
• PL
1. Pengawasan kualitas air
2. ADKL
3. Pengamanan Limbah
4. Hygiene Sanitasi Bangunan Umum
5. Pengawasan Makanan & Minuman
Kegiatan Pokok Program Lingkungan Sehat Berdasarkan RPJMN 2004-2009 dan Renstra Depkes 2005-
2009
113
[Type text]
1. Program/kegiatan melalui proyek kebijakan Air Minum & Penyehatan Lingkungn berbasis
masyarakat.
WSLIC-2 = 8 Propinsi, 38 Kab, 2.500 Desa
CWSHP = 6 Propinsi, 27 Kab, 1.500 Desa
Pro Air = 1 Propinsi, 5 Kab, 100 Desa
PAMSIMAS = 15 Propinsi, 109 Kab, 5.000 Desa
SANIMAS = (100 Lokasi di perkotaan)
2. Komponen kegiatan
Pemberdayaan masyarakat
Perilaku hygiene sanitasi
Penyediaan sarana air bersih
Peningkatan ekonomi masyarakat
Manejemen
3. Karakteristik
– Dana hibah langsung ke rekening masyarakat, masyarakat pemeran utama, pendekatan
respon terhadap kebutuhan
4. Kriteria Kab/Kota terpilih:
a. Umum:Daerah miskin, Penyakit diare tinggi, Akses terhadap air rendah, Ada potensi
sumber air
a. Khusus
• Kesanggupan masyarakat, Dana pendamping daerah, Kesanggupan daerah
untuk replikasi, Anti korupsi
114
[Type text]
–
Tujuan: tersedianya sumber daya yang optimal di tingkat pusat, propinsi dan informasi
tentang vektor, bionomik dan dinamika penularan penyakit di seluruh wilayah endemis
dan potensial sebagai dasar pemberantasan penyakit bersumber binatang secara tepat
guna
– Kegiatan:
• Kajian uji kerentanan vektor dan dinamika penularan DBD, dan malaria
• Pengendalian Penyakit Tidak Menular
– Dit. Pengendalian Penyakit Tidak Menular merupakan tugas baru dari Ditjen PP & PL,
ruang lingkupnya:
• Penyakit Jantung dan pembuluh darah,
• Penyakit Kanker,
• Diabetes Mellitus dan penyakit metabolisme lainnya,
• Penyakit kronis dan degeneratif lainnya,
• Gangguan akibat kecelakaan dan cidera (Violence, Injury and Disability)
– Penyakit tidak menular merupakan komponen penyebab double burden
– Strategi dan kerangka kerja PPTM
– Peningkatan dan pemantapan jejaring/mitra kerja baik di Pusat maupun di Daerah
(Dinkes Propinsi dan Kab/Kota serta RSUD dan pusat rujukan lainnya)
• SURVEILANS PTM
– surveilans faktor risiko, registri penyakit dan surveilans kematian.
– Sbg info pengambilan keputusan yg cost effective.
• PROMOSI & PENCEGAHAN PTM
– Melalui pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat utk memacu kemandirian
– Penekanan baik pada masyarakat sehat dan yang berisiko, tidak melupakan masy. yang
berpenyakit dan masy. yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi.
• MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PTM
– Pengelolaan upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif secara profesional
115
[Type text]
PENINGKATAN IMUNISASI
• Imunisasi Rutin Yang Merata Dan Berkualitas Serta Supplement Immunization Activities (SIAs).
• Pemantapan Program Imunisasi Rutin
– Program Development (Perencanaan Yg Jelas)
– Manpower Development
– Monev
– Supply & Logistic
• P2 Malaria
– Penemuan penderita: konfirmasi laboratorium melalui pemeriksaan mikroskopis atau
dengan rapid diagnostik test (RDT)
– Penata laskanaan/pengobatan malaria:
• Plasmodium falsiparum dilakukan dengan obat Artemisinin Combination
Therapy (ACT) yaitu Artesunate + Amodiakuin (pengganti klorokuin – resisten)
• Plasmodium vivax
– Klorokuin di daerah yang masih sensitif
– Di daerah yang sudah resisten dan daerah pembebasan malaria
dilakukan dengan obat Artemisinin Combination Therapy (ACT).
• Pengobatan malaria berat
– Di lapangan dilakukan dengan obat Artemeter
– Di Rumah Sakit dilakukan dengan Artesunate injeksi
– Obat Kina injeksi alternatif pengganti 1 & 2.
• P2 TBC
– Pemantapan Strategi DOTs ( komitmen, diagnosa – mik, ketersediaan obat, PMO, SE)
– Pemantapan ketersediaan obat dengan pengadaan Pusat.
– Perubahan kebijakan Combi Pack menjadi Fixed Dose Combination secara bertahap
(kesepakatan Komisi Ahli Gerdunas TB, th 2005)
• P2 Filariasis
– Pengobatan massal:
• Di daerah endemis, minimal 5 tahun berturut-turut. Diharapkan mulai tahun
2007.
• Pusat menyediakan obat program (Albendazol, Diethyl Carbamacyn)
• Daerah diharapkan mendukung operational cost
116
[Type text]
• HIV/AIDS
– Penggunaan ARV 50% karena stigma masih tinggi & komitment LS masih kurang
– Networking Dikembangkan Di Puskesmas dan RS Kab/Kota (Methode Integrated
Management Adolescent And Adult Illness /IMAI)
– Loss of follow up 35 % karena pencacatan oleh manajer kasus belum maksimal dan
PMO/Buddies belum terkoordinir dengan baik
– Obat cyprofloxacine sudah resistens untuk IMS digantikan dengan Azitromicine 1 gr +
cefixime 400mg
• Peningkatan Sistem Surveilans Epidemiologi (SE) Nasional termasuk faktor risiko &
pengembangan community based surveilans di desa siaga
• Peningkatan Sistem karantina kesehatan nasional dan kesiapan KKP dengan akan diterapkannya
IHR tahun 2007
117