Anda di halaman 1dari 117

[Type text]

BAB I.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
A.Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)
Sejak tahun 2005 WHO merevisi International Health Regulation(IHR) th 1968,dan
diundandangkan th 2005, sehingga pengawasan terhadap penyebaran penyakit menular yang
dahulu hanya dibatasi beberapa penyakit tertentu yaitu penyakit Pes,Cholera,dan Yellow fever.
maka istilah penyakit karantina serta merta tidak digunakan lagi dan diganti dengan PHEIC
(Public Health Emergency of International Concern)sesuai yang tercantum dalam IHR th 2005.
Pelaksanaan survailans epidemiologi menjadi semakin complex,bukan hanya daerah pelabuhan
udara,laut dan daerah lintas batas saja yang diutamakan dalam pengawasan penyakit, tetapi
pengawasan dilakukan oleh seluruh jajaran institusi, baik pemerintah dan maupun swasta wajib
melapor kejadian penyakit menular segera (dalam waktu 24 jam) ke Menteri Kesehatan melalui
instansi resminya yang sudah ada (Puskesmas,Kantor Kesehatan Pelabuhan,Dinas Kesehatan
Daerah ,Direktorat Jendral PP & PL ) dan selanjut dilaporkan ke WHO.
Dengan terbitnya : Peraturan MenteriKesehatan Republik Indonesia
no:1501/MENKES/PER/2010 tentang” JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT
MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN”.
Daftar penyakit menular tersebut adalah sebagai berikut:
(1).Penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah a/l :

a.Kolera. k.Antraks.
b.Pes. l.Leptospirosis.
c.Demam Berdarah m.Hepatitis.
Dengue n.Influensa
e.Polio. Baru(H1N1)/Pandemi
f.Difteri 2009.
g.Pertusis. o.Meningitis
h.Rabies. p.Yellow Fever.
i.Malaria. q.Chikungunya
j.AvianInfluenza H5N1.

(2)Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah yang ditetapkan
Menteri Kesehatan.

1
[Type text]

Pemerintah sepenuhnya mengikuti peraturan yang ditetapkan WHO yang ditetapkan dalam
International Health Regulation (IHR) th 2005 dengan ketentuan baru yang disebut “Public
Health Emergency of International Concern (PHEIC)” yang berarti ; penyakit yang
menyebabkan dampak kesehatan masarakat yang serius yang dapat menyebar dengan cepat
keseluruh dunia.
Penyakit penyakit yang termasuk dalam PHEIC adalah :
a.Kolera.
b.Pes paru(Pneumonic Pes).
c.Demam Kuning (Yellow Fever).
d.Haemorhagic Fever yang disebabkan 0leh virus Ebola,Marburg,Lassa .
e.West Nile Fever.
f.Penyakit dengan perhatian khusus nasional/regional a/l :
Dengue Fever,
Rift Valley Fever.
Meningococcal Disease
g.Penyakit yang tidak termasuk kelompok diatas yang tidak dikenal sumbernya yang punya
potensi menimbulkan PHEIC,khusus bila ada satu kasus yang tidak terduga antara lain :
Cacar.
Influensa Manusia Subtype baru
S.A.R.S. Harus dilaporkan

KRITERIA PHEIC:
1) Adakah dampak pada kesehatan masyarakat secara serius?
2) Adakah peristiwa yang tidak biasa atau tak terduga?
3) Adakah risiko yang signifikan terhadap penyebaran secara internasional?
4) Adakah risiko yang signifikan tentang pembatasan perjalanan atau perdagangan
internasional?

B.New Emerging Diseases dan Re-Emerging diseases


New Emerging Diseases
Adalah penyakit infeksi yang baru diidentifikasikan atau penyakit infeksi yang sebelumnya tidak
dikenal

Re-Emerging diseases adalah :


Penyakit lama yang jumlahnya meningkat kembali.
Timbulnya New Emerging dan Re-emerging diseases sangat dipengaruhi oleh :
Perilaku yang terus berubah dan cenderung untuk mengubah lingkungan sekitarnya
sehingga mengubah dinamika epidemiologi penyakit dan membuat kita menghadapi ancaman
baru.

2
[Type text]

New Emerging infectious diseases pada manusia 75 % berasal dari penularan penyakit
infeksi yang berasal dari binatang (zoonosis) hal ini disebabkan pengaruhi oleh:

1.Perubahan demographi 6.Peperangan.


2.Meningkatnya produk produk yang berasal 7.Perubahan lingkungan memburuk.
dari hewan 8.Bioterorisme
3.Perubahan pola makan. 9.Penggunaan obat antibiotika yang tidak
4.Meningkatnya turisme semestinya dan lain lain
5.Industrialisasi yang meningkat.

C.Zoonosis
Penyakit menular
dari animals and human disebabkan bacteria, viruses, parasites, and fungi
ditularkan lewat binatang dan insects.
Contoh antraks, Ebola, demam berdarah dengue, Escherichia coli infeksi, penyakit Lyme, malaria,
wabah, Rocky Mountain spotted demam, Salmonelosis, dan infeksi virus West Nile.
JENIS ZOONOSIS
Berdasarkan Reservoir Berdasar cara penularan
1.ANTROPOZOONOSIS 1.Direct zoonosis
2.ZOOANTROPONOSIS 2.Cylo zoonosis
3.AMPHIXENOSIS 3.Meta zoonosis
4.Sapro zoonosis

JENIS ZOONOSIS (FAO/WHO)


1.Antropozoonosis:
penyakit dapat secara bebas berkembang di alam
di antara hewan liar maupun domestik.
Manusia kadang terinfeksi dan akan menjadi titik akhir dari infeksi.
Pada jenis ini, manusia tidak dapat menularkan kepada hewan atau manusia lain.
Berbagai penyakit dalam golongan ini yaitu
Rabies, Leptospirosis, tularemia, dan hidatidosis.
2.Zooantroponosis:
zoonosis merupakan penyakit manusia dan hanya kadang-menyerang hewan sebagai titik
terakhir. Termasuk dalam golongan ini yaitu
Mycobacterium tubercullosis, amebiasis dan difteri.

3.Amphixenosis:

3
[Type text]

zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang cocok untuk agen
penyebab penyakit dan infeksi tetap berjalan secara bebas walaupun tanpa keterlibatan grup lain
(manusia atau hewan).
Contoh: Staphylococcosis, Streptococcosis.
Zoonosis menurut cara penularan
• Zoonosis Langsung (direct Zoonosis)
Zoonosis yang ditularkan secara lanmgsung dari vertebrata penderita ke vertebrata yang
peka.
• Cyclozoonosis :
zoonosis yg organisme penyebab penyakitnya untuk melengkapi siklus hidupnya
membutuhkan lebih dari satu organisme.
• Metazoonosis:
zoonosis yang penularannya dilakukan secara biologik dg invertebrata yg menjadi
vektor biologiknya,
• Saprozoonosis;
zoonosis yg memerlukan satu jenis hospes vetebrata disamping reservoir atau
lingkungan perkembangan yg bukan merupakan hewan, mis makanan, tanah dan
tumbuhan . Termasuk dalam golongan ini adalah berbagai jenis larva migrans dan
beberapa jenis mikosis.

Penularan zoonosis melalui FOODBORN


Bakteri : Bacillus anthracis, Brucella abortus, Brucella melitensis,
Mycobacterium bovis, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi.
Virus: Hepatitis A Virus, Hepatitis E Virus.
Parasit : Taenia saginata, T. solium, T. asiatica, Trichinella spiralis,
''Toxoplasma''''Echinococcus granulosus'', E. multilocularis.
Prion: Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE).

Penularan zoonosis melalui AIRBORN


Bacteri : Pes (pneumonic plaque),Tularemia
Virus :Avian flue

Penularan zoonosis kontak langsung


Bacteri : Pes (bubonic plaque),Tularemia
Virus :Marburg ,Ebola,lassa

D.Penyakit Menular.
I.KOLERA .
I.Identifikasi penyakit.
1. Penyakit saluran pencernaan akut berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus
menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual
2. Pada kasus yang tidak diobati (kolera gravis), CFR-nya bisa mencapai 50 %.
II.Penyebab Penyakit

4
[Type text]

1. Vibrio cholera serogrup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu Vibrio klasik dan Vibiro El Tor
dan terdiri dari serotipe Inaba, Ogawa dan Hikojima (jarang ditemui).
2. Vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal
IV.Reservoir.
1. Manusia
2. pada copepoda dan zooplankton yang hidup diperairan payau dan muara sungai
V.Masa inkubasi
Beberapa jam sampai 5 hari, biasanya 2 – 3 hari
VI. Masa Penularan
1. hasil pemeriksaan tinja positif, orang tersebut masih menular, berlangsung beberapa
hari sesudah sembuh, status sebagai carrier berlangsung beberapa bulan
VII. Kerentanan dan Kekebalan
1. Resistensi dan kerentanan seseorang sangat bervariasi
2. Kolera gravis El Tor dan Vibrio cholera O139 sering menimpa orang dengan golongan
darah O
3. daerah endemis, kebanyakan orang memperoleh antibodi pada awal masa dewasa
4. Infeksi strain O1 tidak memberi perlindungan terhadap infeksi O 139 dan sebaliknya
5. infeksi klinis Vibrio cholera O139 memberikan proteksi
VIII. Cara – cara Pencegahan
Upaya pencegahan
1. Pemberian Imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell
2. Tindakan pencegahan yang melarang atau menghambat perjalanan orang,
pengangkutan bahan makanan atau barang tidak dibenarkan
IX. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat
2. Isolasi : perawatan di rumah sakit kewaspadan enterik di perlukan pasien kolera
3. Disinfeksi serentak : terhadap tinja dan muntahan serta bahan dari kain
4. Manajemen kontak : surveilans orang yang minum dan mengkonsumsi dengan
penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir
5. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi
6. Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera : 1). Terapi
rehidrasi agresif. 2). Pemberian antibiotika yang efektif. 3). Pengobatan untuk
komplikasi
X. Penanggulangan Wabah
1. penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi untuk pengobatan bila
sakit
2. Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif
3. Lakukan tindakan darurat untuk tersediaanya fasilitas air minum yang aman.

5
[Type text]

4. pengawasan terhadap cara pengolahan makanan dan minuman yang sehat


5. Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai syarat kesehatan
6. wabah relatif tenang, vaksin kolera oral diberikan sebagai terhadap upaya
penanggulangan wabah kolera.
XI.Implikasi bencana.
Resiko KLB sangat tinggi di daerah endemis kolera, tanpa fasilitas sanitasi yang
memadai.
XII.Tindakan Internasional
1. Pemerintah suatu negara harus melaporkan ke WHO dan negara tetangga yang
disebabkan oleh V. cholerae O1 atau O139
2. Tindakan dan prosedur mencegah penularan (International Health Regulation 2005)
3. Pelancong internasional: Imunisasi dengan suntikan vaksin kolera
XIII.Pemeriksaan laboratorium.
1.Mengkonfirmasikan diagnosis adalah mengidentifikasi bakteri dalam tinja sampel.
2.Tes dipstick cepat kolera .

II.DIARE AKUT
(oleh strain E.Coli)
a. STRAIN ENTEROHEMORAGIKA
(EHEC, E. coli penghasil toksin Shiga [STEC] ,E. coli O 157:H7, E. coli penghasil verotoksin) [VTEC]
b. STRAIN ENTEROTOKSIGENIK (ETEC)
c. STRAIN ENTEROINVASIVE (EIEC)
d. STRAIN ENTEROPATOGENIK (EPEC
a. DIARE DISEBABKAN STRAIN ENTEROHEMORAGIKA (EHEC)
I.Identifikasi Penyakit
E. coli dikenal tahun 1982 , KLB colitis hemoragika di Amerika Serikat serotipe yang tidak
lazim, E. coli O157:H7 yang sebelumnya tidak patogen enterik
Infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan purpura trombotik
trombositopenik (TTP).
1. Toksin Shiga 1 identik dengan toksin Shigella dysentriae 1;
II.Penyebab Penyakit
Serotipe EHEC ( E. coli 0157:H7; 026:H11; 0111:H8; 0103:H2; 0113:H21; dan 0104:H21)
III.Distribusi Penyakit
Penyakit ini dianggap masalah kesehatan masyarakat di Amerika Utara, Eropa, Afrika
Selatan, Jepang, ujung selatan Amerika Selatan dan Australia.

IV.Reservoir

6
[Type text]

1. Ternak merupakan reservoir EHEC terpenting


2. manusia dapat menjadi sumber penularan dari orang ke orang.
3. Terjadi peningkatan kejadian di Amerika Utara rusa dapat menjadi reservoir.
V.Cara Penularan Penyakit
1. Seperti Shigella, penularan terjadi secara langsung dari orang ke orang,
2. Penularan melalui air, KLB sehabis berenang di sebuah danau dan KLB lainnya karena
minum air PAM
VI.Masa inkubasi
2 sampai 8 hari, dengan median antara 3-4 hari
VII.Masa Penularan
 seminggu atau kurang pada orang dewasa dan
 3 minggu sepertiga dari anak-anak.
 Jarang ditemukan “carrier” yang berlarut-larut
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Dosis infeksius sangat rendah.
2. Hanya sedikit yang diketahui tentang spektrum dari kerentanan dan kekebalan.
3. Umur tua mempunyai risiko lebih tinggi,
4. hipoklorhidria menjadi faktor terkontribusi pada tingkat kerentanan.
5. Anak usia di bawah 5 tahun berisiko paling tinggi untuk mendapat HUS
IX.Upaya pencegahan
1. Mengurangi kontaminasi daging oleh kotoran binatang.
2. Pasteurisasi susu dan produk susu.
3. Radiasi daging sapi terutama daging sapi giling.
4. Masaklah daging sapi terutama daging sapi giling.
5. Lakukan pemurnian dan klorinasi air PAM; lakukan klorinasi kolam renang.
6. Kebersihan perorangan sering mencuci tangan dengan sabun dan air .
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kasus infeksi E. coli 0157:H7 keharusan di beberapa negara bagian di Amerika
Serikat dan di banyak negara
2. Isolasi: Selama penyakit akut, tindakan pencegahan dengan kewaspadaan enterik.
3. Desinfeksi dilakukan terhadap tinja dan barang-barang yang terkontaminasi
4. Karantina: tidak ada.
5. Penderita dilarang menjamah makanan dan merawat anak atau pasien sampai diare
berhenti dan hasil kultur tinja 2 kali negatif
XI.Penanggulangan Wabah
1. Laporkan ke Dinas kesehatan setempat jika ditemukan kelompok diare berdarah akut
2. Cari secara intensif media (makanan atau air) yang menjadi sumber infeksi
3. Singkirkan makanan yang dicurigai dan telusuri darimana asal makanan tersebut
4. Jika dicurigai terjadi KLB dengan penularan melalui air (waterborne) memasak air dahulu

7
[Type text]

5. Jika suatu KLB dicurigai berhubungan dengan susu, pasteurisasi dan masak dahulu susu
tersebut sebelum diminum
6. Pemberian antibiotik untuk pencegahan tidak dianjurkan
7. Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar; sediakan sabun dan kertas
tissue.
XII.Implikasi Bencana
Potensial bencana jika kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan tidak memadai
XIII.Tindakan Internasional
Manfaatkan Pusat kerja sama WHO

b.DIARE DISEBABKAN STRAIN ENTEROTOKSIGENIK (ETEC)

I.Identifikasi Penyakit
1. Penyebab utama “travelers diarrhea” orang di negara maju berkunjung ke negara
berkembang mirip Vibrio cholerae menyebabkan diare akut
2. penyebab utama dehidrasi pada bayi dan anak di negara berkembang
II.Penyebab Penyakit
ETEC enterotoksin tidak tahan panas (a heat labile enterotoxin = LT
toksin tahan panas ( a heat stable toxin = ST) atau (LT/ST).
Penyebab lain serogroup O yaitu: O6, O8, O15, O20, O25, O27, O63, O78, O80, O114,
O115, O128ac, O148, O153, O159 dan O167
III.Distribusi Penyakit
1. Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan, hampir semua anak-anak di negara
berkembang
2. Infeksi pelancong yang berasal dari negara maju yang berkunjung ke negara
berkembang.
IV.Reservoir
1. Manusia.
V.Cara Penularan Penyakit
1. Melalui makanan yang tercemar dan jarang, air minum yang tercemar.
2. Penularan melalui kontak langsung tangan yang tercemar tinja jarang terjadi.
VI.Masa inkubasi
1. Masa inkubasi terpendek adalah 10 – 12 jam strain LT dan ST tertentu.
2. ETEC yang memproduksi sekaligus toksin ST dan LT adalah 24-72 jam.
VII.Masa Penularan
Selama ada ETEC patogen bisa berlangsung lama
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Imunitas serotipik spesifik terbentuk setelah infeksi ETEC.
2. Infeksi ganda serotipe berbeda dibutuhkan imunitas yang broad-spectrum ETEC

8
[Type text]

IX.Upaya pencegahan
1. Pencegahan penularan fecal oral
2. Pelancong dewasa dapat dipertimbangkan pemberian antibiotikka profilaksis;
norfloxacin 400 mg sehari hasil efektif
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan jika terjadi wabah diare wajib dibuat oleh negara-negara
2. Isolasi: kewaspadaan enterik dilakukan jika ada kasus-kasus yang dicurigai
3. Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap tinja dan benda-benda yang tercemar
4. Karantina: Tidak ada.
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada.
I.Penanggulangan Wabah
Investigasi epidemiologis perlu dilakukan untuk mengetahui cara-cara terjadinya penularan.
XIIImplikasi Bencana
Tidak ada.
C.DIARE DISEBABKAN STRAIN ENTEROINVASIVE (EIEC)

I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit EIEC dari E. coli yang mirip sekali dengan Shigella
2. Organisme memperbanyak diri didalam sel epitel
3. watery diarrhea disebabkan oleh EIEC sering terjadi daripada disentri
4. EIEC dicurigai ditemukan lekosit pada sediaan usap lendir tinja ditemukan juga pada
shigellosis
II.Penyebab Penyakit
1. Serogroup O utama dimana EIEC termasuk : O28ac, O29, O112, O124, O136, O143,
O144, O152, O164 dan O167
III.Distribusi Penyakit
1. Infeksi EIEC endemis di negara berkembang dan kira-kira 1%-5% penderita diare
2. KLB diare disebabkan EIEC dilaporkan terjadi di negara maju.
IVReservoir
Manusia.
V.Cara Penularan Penyakit
Dari kejadian menunjukkan bahwa EIEC ditularkan melalui makanan yang tercemar.
VI.Masa inkubasi
antara 10 – 18 jam.
VII.Masa Penularan
Selama strain EIEC masih ditemukan dalam tinja
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Sedikit sekali yang diketahui tentang kerentanan dan kekebalan terhadap EIEC
IX.Upaya pencegahan

9
[Type text]

Sama seperti ETEC


X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Sama seperti ETEC
XI.Penanggulangan Wabah
Sama seperti ETEC
XII.Implikasi bencana
Sama seperti ETEC

d. DIARE DISEBABKAN STRAIN ENTEROPATOGENIK (EPEC)


( Enteritis yang disebabkan oleh Enteropatogenik E. coli)

I.Identifikasi penyakit.
1. Kategori tertua dari E. coli penyebab diare serotipe O:H
2. KLB diare pada tempat perawatan bayi dan KLB diare yang menimpa bayi di masyarakat
3. Bayi-bayi berumur kurang dari setahun menderita “watery diarrhea” dengan lendir,
demam dan dehidrasi
4. EPEC menyebabkan disolusi mikrovili enterosit dan memacu melekat enterosit
II.Penyebab penyakit.
Serogroup EPEC O utama yaitu O55, O86, O111, O119, O125, O126, O127, O128ab dan
O142.
III.Distribusi penyakit.
EPEC masih sebagai penyebab utama diare pada bayi di beberapa Negara berkembang
IV.Reservoir.
Manusia.
V.Cara penularan
1. Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi.
VI.Masa incubasi
1.9 – 12 jam di kalangan dewasa.
2.Tidak diketahui masa inkubasi juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah
VII.Masa penularan.
Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat berlangsung lama.
VIII.Kerentanan dan kekebalan
1. fakta menunjukkan mereka yang rentan terhadap infeksi adalah bayi
2. Infeksi EPEC jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI).
IX.Upaya pencegahan
1.Menganjurkan asi eksklusif sampai dengan usia 4 – 6 bulan
2.Lakukan perawatan dalam satu kamar bagi ibu dan bayi di rumah bersalin, kecuali ada indikasi
medis.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

10
[Type text]

1. Isolasi: Perlu dilakukan kewaspadaan enterik terhadap penderita yang diduga


2. Desinfeksi semua barang tercemar dan terhadap tinja
3. Karantina: Lakukan kewaspadaan enterik
4. Imunisasi kontak: Tidak dilakukan.
5. Investigasi kontak dan sumber infeksi
XI.Penanggulangan wabah
1. Semua bayi dengan diare dirawat dalam satu ruangan
2. Lakukan investigasi KLB.
XII.Implikasi bencana:
Tidak ada.

III. DEMAM TYPHOID (Demam enterik, Tifus Abdominalis)

I.Identifikasi Penyakit
Adalah penyakit sistemik demam insidius berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan
lemah, anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali, kulit putih 25% adanya “rose spot”
penderita dewasa banyak terjadi konstipasi dibandingkan diare.
II.Penyebab Penyakit
1. Demam tifoid disebabkan oleh S. Typhi, basil Tifoid.
2. Untuk studi epidemiologis prosedur pemeriksaan laboratorium “phage typing” dan
“pulsed field gel electrophoresis” dari S.Typhi mempunyai nilai yang tinggi
3. Untuk demam paratifoid dikenal ada 3 serovarians S. enterica yaitu : S. Paratyphi A, S.
Paratyphi B, S. Paratyphi C.
4. Dikenal beberapa macam “phage types”.
III.Distribusi Penyakit
1. Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia.
2. Insidensi penyakit demam tifoid mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian
sebanyak 600.000 orang
3. Paratifoid B adalah yang paling sering ditemukan, paratifoid A lebih jarang dan yang
paling jarang adalah paratifoid C.
IV.Reservoir
1. Manusia merupakan reservoir bagi tifoid maupun paratifoid
V.Cara Penularan Penyakit
1. melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin dari penderita
atau carrier
2. Penularan terjadi karena kerang-kerangan dari air tercemar, buah-buahan, sayur-
sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang
terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang tidak teridentifikasi

11
[Type text]

3. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan


VI.Masa inkubasi
1. 3 hari sampai dengan 1 bulan , rata-rata antara 8 – 14 hari.
2. Untuk gastroenteris disebabkan oleh paratifoid berkisar 1 – 10 hari
VII.Masa Penularan
1. Selama basil ditemukan didalam tinja terjadi penularan pada minggu pertama sakit
2. Penularan berlangsung antara 1 – 2 minggu) sekitar 10% dari penderita demam tifoid
yang tidak diobati selama tiga bulan , 2 – 5% penderita akan menjadi carrier kronis
3. sebagian kecil penderita paratifoid menjadi carrier permanen pada kandung empedu.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Setiap orang rentan meningkat pada orang akhlorhidria atau pada HIV.
2. Imunitas muncul setelah pemberian imunisasi.
3. Didaerah endemis ditemukan pada anak prasekolah dan usia 5 – 19 tahun.
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan ke masyarakat untuk emncuci tangan
2. Buanglah kotoran pada jamban yang saniter dan yang tidak terjangkau oleh lalat
3. Lindungi sumber air masyarakat dari kemungkinan terkontaminasi
4. Carrier dilarang menjamah makanan
5. Motivasi ibu untuk meyusui bayi dengan ASI
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Tifoid wajib dilaporkan disebagian besar negara bagian dan negara didunia
2. Isolasi: Pada waktu sakit, lakukan kewaspadaan enterik saat fase akut
3. Karantina: Tidak dilakukan
4. Imunisasi kepada keluarga yang terinfeksi
5. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi
XI.Penanggulangan Wabah
1. Lakukan pelacakan terhadap carrier sebagai sumber penularan
2. Pemusnahan makanan yang diduga sumber penularan
3. Lakukan pasteurisasi dan rebuslah susu yang akan dikonsumsi
4. Lakukan klorinisasi pada air minum yang tercemar
5. Pemberian imunisasi rutin tidak dianjurkan
XII.Implikasi Bencana
1. Di daerah/tempat penampungan pengungsi dimana persediaan air sangat terbatas
2. fasilitas pembuangan kotoran tidak memadai
3. Pemberian imunisasi bagi kelompok-kelompok tertentu
XIII.Tindakan Internasional
1. Imunisasi dianjurkan untuk para wisatawan yang berkunjung kedaerah endemis
XIV.Pemeriksaan laboratorium.

12
[Type text]

1.kultur darah, sumsum tulang, atau faeces.


2. tes Widal
3.Slide aglutinasi
4.antimikroba kerentanan pengujian

IV.S.A.R.S( SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME)

I.Identifikasi Penyakit
1. Mengalami panas >38° C
2. Batuk-batuk (cough) atau kesulitan bernafas (breathing difficulty) dan 10 hari sebelum
timbulnya gejala - gejala mengalami satu atau lebih pemajanan
3. (exposure) berikut yaitu close contact dengan suspect atau probable case dari SARS
4. Riwayat pernah berkunjung ke daerah yang terjangkit SARS, tinggal di daerah yang
terjangkit SARS
5. Seseorang yang menderita gangguan pernapasan akut yang tidak jelas.
6. Infeksi saluran napas pada2 jenis famili virus yaitu paramyxovirus dan coronavirus.

II.Penyebab Penyakit
Coronavirus famili Coronaviridae.
Genom RNA ukuran 27-32 genom yang terbesar dari semua virus yang ada.
III.Distribusi Penyakit
1. Nopember 2002, dilaporkan dari propinsi Guangdong, Cina.
2. Radang paru atipikal dan sangat gawat , tingkat penularannya tinggi.
3. Di Hongkong dijumpai 1.108 kasus dengan 35 kematian.
4. Di Kanada telah dilaporkan ada 101 kasus dengan 10 kematian.
5. SARS yang dilaporkan dari Singapura hingga minggu ketiga bulan April 2003 adalah 186
kasus dengan 16 kematian.
IV.Reservoir
Manusia.
V.Cara Penularan Penyakit
1. Melalui udara
2. Kontak dengan host penderita
VI.Masa inkubasi
2-7 hari, bisa lebih panjang sampai 10 hari.

VII.Masa Penularan
1. 10 hari sebelum timbulnya gejala - gejala mengalami satu atau lebih pemajanan
2. Riwayat pernah berkunjung/tinggal di daerah yang terjangkit SARS

13
[Type text]

VIII.Kerentanan dan Kekebalan


Semua manusia rentan.
IX.Upaya pencegahan
1. Menghindari kontak dengan penderita
2. Cuci tangan sebelum makan dan minum
3. Menghindari daerah endemik
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan wajib diberikan bila terjadi epidemi
2. Isolasi: Isolasi kontak bisa dilakukan pada bagian Anak di rumah sakit
3. Disinfeksi dilakukan terhadap peralatan makan dan minum
4. Karantina: Tidak dilakukan.
5. Imunisasi kontak: Tidak dilakukan.
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Tidak selalu dilakukan.
7. Pengobatan spesifik: Tidak ada. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional tidak
disarankan
XI.Penanggulangan Wabah
1. Tidak ada tindakan yang cukup efektif.
2. Hindari kerumuman orang
XII.Implikasi Bencana
Tidak ada
XIV.Tes laboratorium.
Tahap awal SARS-CoV titer rendah. aspirates (NP) nasofaring PCR positif <40%
Selama minggu kedua , spesimen positif .

V. DENGUE HEMORRHAGIC FEVER/ DENGUE SHOCK SYNDROME


(DHF/DSS)
I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit nyamuk endemik di negara Asia Tenggara dan Selatan, Pasifik dan Amerika
Latin; ditandai meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, hipovolemia dan gangguan
mekanisme penggumpalan darah
2. Kenaikan hematokrit sebesar 20 % dengan nilai normal atau ditemukannya efusi pleural
atau efusi abdomen dengan pemeriksaan ultrasonografi, tomografi ataupun sinar-X
3. Sindroma (Dengue Shock Sindrome, DSS) adalah penderita DHF lebih berat
II.Penyebab Penyakit
1. Flavivirus 4 serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue –1,-2,-3 dan –4). Virus yang
sama menyebabkan Demam Berdarah Dengue (DBD)
2. Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS
III.Distribusi Penyakit

14
[Type text]

1. Wabah DHF di asia tenggara,Amerila latin.


2. KLB terbesar di Vietnam pada tahun 1987, 370.000 kasus dilaporkan. Di negara Asia,
DHF/DSS menyerang anak-anak penduduk setempat berusia dibawah 15 tahun. Kasus
DF/DHF sering terjadi musim hujan dan di daerah Ae. Aegypti yang tinggi.
IV.Reservoir
1. siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di daerah perkotaan negara tropis
2. siklus monyet-nyamuk menjadi reservoir di Asia Tenggara dan Afrika Barat
V.Cara Penularan Penyakit
1. Gigitan nyamuk yang infektif, Aedes aegypti Aedes albopictus (AS dan ASIA) ditemukan
diperkotaan
2. Di Polinesia, salah satu jenis dari Ae. Scutellaris spp bertindak sebagai vector.
3. Di Malaysia, vectornya spp. Ae. Niveus
4. di Afrika Barat adalah spp. Ae. furcifer-taylori vector penularan nyamuk-monyet
VI.Masa inkubasi
Dari 3 – 14 hari, biasanya 4 – 7 hari
VII.Masa Penularan
1. Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang.
2. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk saat viremia berlangsung selama 3 – 5 hari.
3. Nyamuk menjadi infektif 8 – 12 hari sesudah mengisap darah infektif selama hidupnya.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap penyakit ini
2. anak-anak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan orang dewasa.
3. Sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas homolog
seumur hidup,tidak memberikan perlindungan serotipe lain dan bisa terjadi eksaserbasi
infeksi berikutnya
IX.Upaya pencegahan
1. Beri penyuluhan,
2. Survei kepadatan vector nyamuk,mengetahui perindukan dan habitat larva nyamuk
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat; bila terjadi KLB, laporan kasus
2. Isolasi : Kewaspadaan universal terhadap darah
3. Lakukan Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi
XI.Penanggulangan Wabah
Temukan dan musnahkan spesies Aedes di lingkungan pemukiman,
XII.Implikasi Bencana
Wabah atau KLB dapat menjadi intensif dan dapat menyerang sebagian besar penduduk
XIII.Tindakan Internasional
1. Terapkan mencegah penyebaran Ae. Aegypti melalui kapal, pesawat udara dan alat
transportasi darat dari daerah endemis atau daerah KLB.

15
[Type text]

2. Tingkatkan surveilans internasional dan lakukan pertukaran informasi antar negara.


XIV.Tes laboratorium.
Laboratorium diagnosis DF darah spesimen
isolasi virus, tes serologi, atau metode molekul.
Clinical testing algorithms of dengue:
a. MAC Elisa
b. IgG Elisa
c. Plaque Reduction and Neutralization Test (PRNT)

VI.RABIES (Hydrophobia, Lyssa)


I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit encephalomyelitis viral akut dan fatal
2. Gejala yang muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia.
3. Paresis atau paralisis, kejang otot-otot menelan, perasaan takut terhadap air
(hydrophobia), diikuti dengan delirium dan kejang
4. Diagnosa dengan pewarnaan FA spesifik jaringan otak
5. Diagnosa serologis didasarkan pada tes neutralisasi pada mencit atau kultur sel
II.Penyebab Penyakit
1. Rhabdovirus dari genus Lyssavirus
2. Lyssavirus ditemukan tahun 1996, pada spesies Flying fox dan kelelawar di Australia
telah menyebabkan dua kematian pada manusia dengan gejala penyakit seperti rabies.
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar di seluruh dunia
2. Perkiraan 35.000 – 40.000 kematian per tahun hampir semuanya terjadi di negara
berkembang.
IV.Reservoir
1. Berbagai Canidae domestik dan liar eperti anjing, serigala, coyotes, rubah, serigala serta
jackal; juga skunks, arcoon, mongoose dan mamalia menggigit lainnya
2. Populasi vampire yang terinfeksi, kelelawar frugivorous (pemakan buah) dan
insectivorous (pemakan serangga) ddi Amerika Serikat, Kanada dan sekarang di Eropa.
3. Di negara berkembang, anjing merupakan reservoir utama
V.Cara Penularan Penyakit
1. Air liur binatang sakit yang mengandung virus
2. Melalui gigitan atau cakaran
3. Transplantasi organ (cornea) dari orang yang meninggal karena virus ini
4. Penyebaran melalui udara
VI.Masa inkubasi
1. Berlangsung 3-8 mingu
2. Masa inkubasi yang panjang terjadi pada individu prepubertal

16
[Type text]

VII.Masa Penularan
1. Pada anjing dan kucing, biasanya 3-7 hari sebelum munclnya gejala klinis (jarang lebih
dari 4 hari) dan selama periode sakit
2. Kelelawar mengeluarkan virus melalui tinjanya 12 hari sebelum sakit
3. Skunk mengeluarkan virus melalui tinjanya untuk paling sedikit 8 hari sebelum
munculnya gejala klinis
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua mamalia rentan terhadap rabies dengan tingkatan yang dipengaruhi strain virus.
2. Manusia paling resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan spesies binatang.
IX.Upaya pencegahan
1. Lakukan pendaftaran, lisensi dan imunisasi semua anjing di negara enzootik
2. Pertahankan kegiatan surveilans aktif terhadap rabies pada binatang.
3. Penahanan dan observasi klinis selama 10 hari terhadap anjing atau kucing
4. Imunisasi dengan vaksin oral untuk reservoir binatang liar
5. Koordinasikan program pemberantasan rabies
6. Orang yang beresiko tinggi harus di imunisasi
7. Bunuh anjing atau kucing yang tidak diimunisasi
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan ke instansi kesehatan setempat: Kasus wajib dilaporkan di hampir seluruh
negara bagian dan negara-negara di dunia
2. Isolasi: Lakukan isolasi kontak terhadap sekret saluran pernafasan selama sakit
3. Disinfeksi serentak: disinfeksi saliva dan barang-barang yang tercemar saliva
4. Imunisasi kontak: Kontak dengan luka terbuka
5. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Cari dan temukan binatang yang menderita rabies
serta orang
XI.Penanggulangan Wabah
1. Membentuk wilayah penanggulangan dibawah otoritas hukum setempat
2. Lakukan imunisasi terhadap anjing dan kucing dengan biaya dan digerakkan oleh
pemerintah
3. Penerapan peraturan yang diberlakukan untuk penangkapan, penahanan serta
pembunuhan terhadap anjing-anjing tanpa pemilik yang berkeliaran di jalanan
4. Imunisasi terhadap binatang liar dengan umpan berisi vaksin

XII.Implikasi Bencana
1. Masalah besar apabila rabies muncul di wilayah yang belum pernah ada kasus rabies.
2. Masalah apabila rabies merupakan penyait enzootik dimana banyak binatang liar dan
anjing liar
XIII.Tindakan Internasional

17
[Type text]

Di negara-negara bebas rabies, peraturan yang ketat diterapkan kepada angkutan


umum dan terhadap wisatawan dengan hukum yang berlaku di negara tersebut
XIV.Tes laboratorium.
Tidak ada tes –untuk diagnosa sebelum terjadinya klinis penyakit,
kecuali tanda-tanda khusus rabies hydrophobia atau aerophobia,diagnosis klinis sulit.
Rabies manusia dapat dikonfirmasi intra-vitam untuk mengenal antigen atau asam
nukleat dalam jaringan yang terinfeksi (otak, kulit, air seni atau air ludah).

VII.MALARIA .
I.Identifikasi Penyakit
1. Jenis malaria menyerang manusia adalah Tropicana, vivax (tertiana benigna),
malariae (quartana), dan ovale
II.Penyebab Penyakit
1. Plasmodium vivax,
2. P. malariae, P. falciparum dan
3. P. ovale;
III.Distribusi Penyakit
1. Tidak dijumpai di negara yang mempunyai iklim dingin dan subtropis
2. Transmisi malaria yang tinggi di daerah pinggiran hutan di Amerika selatan (Brasil), Asia
Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika.
3. Malaria ovale terdapat terutama di Sub Sahara Afrika
4. Plasmodium falciparum yang resisten, ditemukan di negara-negara tropis sukar
disembuhkan dengan 4- aminoquinolines (seperti chloroquine) dan obat anti malaria
lainnya (seperti sulfa-pyrimethamine kombinasi dan mefloquine)
IV.Reservoir
1. Manusia menjadi reservoir terpenting untuk malaria.
2. Primata secara alamiah terinfeksi berbagai jenis malaria termasuk P. knowlesi, P.
brazilianum, P. inui, P. schwetzi dan P. simium yang dapat menginfeksi manusia ,
jarang terjadi penularan/transmisi secara alamiah
V.Cara Penularan Penyakit
1. Melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif
2. Bentuk eksoeritrositik pada P. vivax dan P. ovale mengalami bentuk tidak aktif
(hipnosoit) yang dalam sel-sel hati menjadi matang dalam waktu beberapa bulan atau
beberapa tahun yang menimbulkan relaps
3. Malaria juga dapat ditularkan melalui injeksi atau transfusi darah
4. Penularan kongenital jarang sekali terjadi tetapi bayi lahir mati dari ibu-ibu yang
terinfeksi seringkali terjadi.
VI.Masa inkubasi

18
[Type text]

P. falciparum 7-14 hari


P. Vivax dan P. ovale 8-14 hari, dan
P. malariae 7-30 hari
Beberapa strain P. vivax di daerah tropis incubasi memanjang 8-10 bulan
VII.Masa Penularan
1. Nyamuk dapat terinfeksi dalam darah penderita yang diisap oleh nyamuk masih ada
gametosit
2. Pada penderita ( Plasmodium malariae) tidak diobati dengan benar dapat menjadi
sumber penularan selama 3 tahun P.vivax berlangsung 1-2 tahun dan malaria
falciparum tidak lebih dari 1 tahun
3. Nyamuk tetap infektif seumur hidup
4. Penularan melalui transfuse darah juga ditemukan bentuk aseksual dalam darah
5. P. malariae dapat berlangsung sampai 40 tahun lebih. Darah yang disimpan didalam
lemari pendingin tetap infektif paling sedikit selama sebulan
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali mempunyai galur genetika spesifik
2. Daya tahan munculnya gejala klinis pada penduduk dewasa di daerah endemis
bertahun-tahun parasit dalam darah rendah
IX.Upaya pencegahan
1. Kebersihan lingkungan untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk
2. Penyemprotan menggunakan pestisida dengan efek residual terhadap nyamuk dewasa
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Wajib dilaporkan ditemukan kasus,termasuk dalam program pengamatan oleh WHO
2. Isolasi: Untuk pasien yang baru saja sembuh
3. Investigasi kontak dan sumber infeksi
4. Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria
XI.Penanggulangan Wabah
1. Pemetaan luasnya situasi KLB malaria.
2. Lakukan deteksi kasus secara intensif dan intensifkan pemberantasan vector.
3. Lakukan gerakan untuk menghilangkan tempat-perindukan nyamuk.
4. Obati semua penderita malaria; kenakan pakaian pelindung diri menghindari gigitan
nyamuk; berikan pengobatan supresif.
XII.Implikasi Bencana
1. Malaria sering merebak bersamaan dengan terjadinya peperangan dan kerusuhan sosial.
Perubahan cuaca dan perubahan lingkungan yang menyebabkan peningkatan wilayah
tempat perindukan nyamuk .
XIII.Tindakan Internasional
1. Melakukan pembebasan terhadap serangga didalam pesawat udara sebelum naik pesawat
(boarding) atau pada waktu singgah

19
[Type text]

2. Lakukan penyemprotan terhadap pesawat udara, kapal laut dan alat transportasi yang
lain pada saat kedatangan sesuai dengan kewenangan dan peraturan kesehatan
setempat
XIV.Tes laboratorium.
1.Diagnose malaria ditentukan oleh tes darah ditemukan parasite malaria.
2.Tes antibody terhadap malaria.

VIII.RELAPSING FEVER DEMAM BOLAK-BALIK


I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit spirochetal sistemik dengan demam berlangsung selama 2-9 hari diikuti dengan
periode tanpa demam selama 2-4 hari
2. Jumlah kekambuhan bervariasi dari 1-10 kali bahkan lebih
3. Periode demam berakhir dengan krisis
4. Penyakit yang ditularkan tungau (louseborne disease) rata-rata 13-16 hari
5. Penyakit yang ditularkan oleh kutu (tickborne disease) biasanya lebih lamaII.
II.Penyebab Penyakit
1. fever yang ditularkan oleh tungau (louseborne) oleh Borrelia recurrentis, sejenis spirochaeta
gram negatif.
2. relapsing fever yang ditularkan oleh kutu (tickborne) oleh berbagai strain yang berbeda
III.Distribusi Penyakit
1. Muncul epidemi bila ditularkan oleh tungau
2. Bersifat endemis bila ditularkan melalui kutu.
3. Louseborne relapsing fever terjadi di Asia, Afrika Timur (Ethiopia dan Sudan), daerah
dataran tinggi Afrika Tengah dan Amerika Selatan
4. Tickborne disease penyakit endemis di Afrika tropis, fokus ditemukan di Spanyol, Afrika
Utara, Saudi Arabia, Iran, India dan sebagian Asia tengah, begitu pula di Amerika Utara
dan Selatan.
5. KLB di sebagian barat Amerika Serikat dan Kanada bagian Barat
IV.Reservoir
1. B. Recurrentis reservoirnya adalah manusia,
2. Tickborne relapsing fever borreliae, reservoir adalah binatang pengerat liar
dan kutu argasid (lunak) melalui penularan transovarian.
V.Cara penularan penyakit
1. Ditularkan melalui vektor (vectorborne)
2. Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang
3. Louseborne relapsing fever karena orang menghancurkan tungau yang terinfeksi
4. Pediculus humanus, saat tungau menggigit sehingga mencemari luka atau cairan sendi
dari kutu argasid
5. Jenis argasid adalah :

20
[Type text]

Amerika Serikat, Ornithodoros bermsi dan O. Turicata di O. Rudis dan Amerika Tengah
dan Selatan O. Talafe di, O. Moubata dan Afrika O. Hispanica di dan Timur Tengah dan
Timur Dekat o. Tholozani
VI.Masa inkubasi
Dari 5 sampai 15 hari, biasanya 8 hari.
VII.Masa Penularan
1. Tungau (louse) infektif 4-5 hari setelah menghisap darah dari orang yang terinfeksi dan tetap
infektif selama hidupnya (20-40 hari).
2. Kutu (tick) yang terinfeksi dapat hidup beberapa tahun tanpa makan; mereka tetap
infektif selama hidupnya dan terjadi penularan secara transovarian kepada
keturunannya.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap penyakt ini.
2. Lama dan tingkat imunitas tidak diketahui
3. Infeksi ulangan dapat terjadi.
IX.Upaya pencegahan
1. Berantas tungau untuk louseborne typhus fever (lhat typhus fever, Epidemic louseborne
2. Berantas kutu untuk Rocky mountain spotted fever
3. Gunakan perlindungan diri , repellent dan permethrin pada baju dan tempat tidur
4. Chemoprophylaxis dengan tetracycline digunakan setelah terpajan (gigitan serangga)
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporkan kepada instansi kesehatan setempat disease under surveillance oleh WHO
2. Lakukan kewaspadaan universal terhadap darah/cairan tubuh
3. Tidak perlu disinfeksi bila disinfeksi dilakukan dengan tepat.
4. Tickborne temukan kasus infeksi dan sumbernya
5. louseborne, taburkan preparat lousicidal kepada kontak yang terinfestasi kutu
XI.Penanggulangan Wabah
1. Disinfeksi dilakukan dengan tepat.
XII.Implikasi Bencana
1. Di wilayah infestasi tungau (louse) sangat padat maka potensi terjadi penularan sangat besar.
2. KLB sering terjadi peningkatan pediculosis. hunian yang padat, penduduk malnutrisi ,
sanitasi lingkungan yang jelek.
XIII.Tindakan Internasional
1. Bila terjadi KLB louseborne relapsing fever, sebelumnya belum pernah dilaporkan ada kasus
maka segera dilaporkan kepada WHO dan disampaikan kepada negara tetangga .
2. louseborne relapsing fever tidak masuk dalam penyakit yang tercantum di IHR
penyakit ini masuk dalam daftar disease under surveillance yang tetapkan oleh WHO.

IX.INFLUENZA

21
[Type text]

I.Identifikasi Penyakit
1. Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran pernafasan , sembuh 2-7 hari
2. Gambaran klinis Common cold, Croup, bronchiolitis, pneumonia
3. Anak mengalami gejala gastrointestinal , 25% anak-anak pada KLB yang terjadi di sekolah
disebabkan influenza B dan A (H1N1)
II.Penyebab Penyakit
Tiga tipe virus influenza yaitu: A, B dan C.
1. Tipe A terdiri dari 3 subtipe (H1N1, H2N2 dan H3N2) yang dikaitkan dengan terjadinya
epidemi dan pandemi yang luas.
2. Tipe B jarang sekali menyebabkan terjadinya KLB regional atau yang menyebar luas
3. Tipe C dikaitkan dengan timbulnya kasus sporadis dan KLB kecil yang terlokalisir
III.Distribusi Penyakit
1. Muncul sebagai Pandemi, Epidemi, KLB setempat atau sebagai kasus sporadis.
2. Attack Rate wabah antara 10%-20% dan Attack rate sampai lebih dari 50% pada
populasi di asrama sekolah atau perumahan perawat
3. tahun 1918, 1957 dan 1968 berisi segmen gen yang kaitannya dengan virus influenza
pada burung
IV.Reservoir
1. Manusia merupakan reservoir utama
2. reservoir mamalia seperti babi dan burung nerupakan sumber subtipe baru pada
manusia yang muncul karena pencampuran gen (gen reassortment).
3. Subtipe baru dengan surface antigens mengakibatkan pandemik influenza yang
menyebar kepada masyarakat yang rentan.
V.Cara penularan penyakit
1. melalui udara terutama terjadi pada daerah yang padat penduduk pada ruangan tertutup.
2. virus influenza dapat hidup berjam-jam diluar tubuh manusia, khususnya di daerah
dingin dan kelembaban yang rendah.
VI.Masa inkubasi
Pendek, biasanya 1-3 hari

VII.Masa Penularan
1. Masa penularan selama 3-5 hari sejak gejala klinis orang dewasa; sampai 7 hari anak muda.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. semua anak dan orang dewasa rentan
2. Infeksi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik
3. lamanya antibodi bertahan dan luasnya spektrum kekebalan tergantung pada tingkat perubahan
antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya
IX.Upaya pencegahan
1. penyuluhan kepada masyarakat dan tenaga pelayanan kesehatan tentang kebersihan
perorangan saat batuk

22
[Type text]

2. Imunisasi vaksin virus tidak aktif memberikan 70%-80% perlindungan


X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. laporan terjadinya KLB dan konfirmasi laboratorium membantu surveilans penyakit
2. Isolasi: Tidak dilakukan
3. Pemberian obat seperti amantadine atau rimantadine cukup bermanfaat terhadap strain tipe A
XI.Penanggulangan Wabah
1. penyuluhan kesehatan dan membuat perencanaan kesehatan yang efektif
2. Manajemen rumah sakit mengantisipasi peningkatan kebutuhan akan pelayanan kesehatan
lainnya selama masa berlangsungnya wabah
3. Penyediaan obat antiviral dalam jumlah yang cukup mengobati penderita yang berisiko tinggi
XII.Implikasi Bencana
Apabilahunian yang berdesakan begitu virus influenza masuk maka akan terjadi KLB
XIII.Tindakan Internasional
1. Laporkan apabila terjadi wabah (epidemic) disuatu negara kepada WHO.
2. Sebutkan jenis virus penyebab KLB/wabah pada laporan dan kumpulkan 4 prototype dari strain
3. Lakukan studi epidemiologi dan laporkan segera kepada otoritas kesehatan
XIV.Tes laboratorium.
Tes Western Blotting dan tes Elisa.

X.Acquired Immunodeficiency Syndrome (Infeksi HIV, AIDS)


I.Identifikasi Penyakit
1. AIDS adalah sindroma penyakit dikenal tahun 1981
2. Beberapa minggu hingga bulan orang mengalami “self-limited mononucleosis-like” akut
yang berlangsung selama 1 atau 2 minggu
3. Menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh.
4. “Case fatality rate” dari AIDS menjadi sangat tinggi terutama dinegara berkembang
II.Penyebab Penyakit
1. Virus Human Immunodefisiensi (HIV) adalah sejenis retrovirus.
2. Ada 2 tipe :
a. tipe 1 (HIV-1)
b. tipe 2 (HIV-2).
3. Virus-virus ini secara serologis dan geografis berbeda tetapi epidemiologis yang sama.
4. Patogenisitas dari HIV-2 lebih rendah dibanding HIV-1.
III.Distribusi Penyakit
1. Gejala entitas klinis yang aneh pada tahun 1981
2. Tahun 1970 di AS Haiti, Afrika, Eropa
3. Akhir 1999, lebih dari 700.000 kasus AIDS dilaporan di AS
4. WHO memperkirakan lebih dari 13 juta kasus , 2/3 nya di negara sub-Sahara Afrika tahun 1999.
5. 33.4 juta orang hidup dengan HIV/AIDS tahun 1999 diseluruh dunia 22.5 juta di negara sub-

23
[Type text]

Sahara Afrika dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta ada di Amerika Latin
dan
665.000 di AS. AIDS menyebabkan 14 juta kematian, 2,5 juta di tahun 1998
6. Indonesia, Desember 2006
Jumlah kasus dilaporkan: 13.424 Estimasi : 90.000-130.000, >50% usia remaja
IV.Reservoir
Manusia
V.Cara penularan penyakit
1. melalui kontak seksual
2. penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi
3. transfusi darah atau komponen-komponennya yang terinfeksi
4. transplantasi dari organ dan jaringan yang terinfeksi HIV
VI.Masa inkubasi
Terdeteksi1 – 3 bulan
Waktu dari tertular HIV hingga terdiagnosa AIDS sekitar < 1 tahun hingga 15 tahun atau lebih
VII.Masa Penularan
Tidak diketahui
Diperkirakan berlangsung sesudah infeksi HIV dan seumur hidupnya
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Tidak diketahui
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan kesehatan
2. Tidak melakukan hubungan seks pra nikah
3. Menyediakan fasilitas konseling bagi penderita HIV
4. Menganjurkan wanita hamil untuk tes HIV
5. Donor darah di periksa antibodinya
6. Sikap hati-hati dalam penanganan penderita HIV
7. Imunisasi bagi anak-anak yang mendertita HIV
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat untuk kasus HIV
2. Isolasi (kewaspadaan universal)
3. Desinfeksi utuk alat-alat kesehatan dengan klorin
4. Karantina tidak diperlukan
5. Imunisasi untuk orang yang kontak dengan penderita
6. Investigasi kontak den sumber kontak infeksi
7. Pengobatan yang spesifik untuk penderita
XI.Penanggulangan Wabah
HIV saat ini sudah pandemik, dengan jumlah penderita
yang sangat besar di laporkan di Amerika, Eropa, Afrika dan Asia Tenggara.
XII.Implikasi Bencana
1.Prosedur kewaspadaan Universal
2. Masker, kacamata pelindung dan pakaian pelindung yang dapat mencegah percikan

24
[Type text]

3. Transfusi darah sebaiknya menggunakan darah donor yang diskrining antibodi HIV
XIII.Tindakan Internasional
1. Program pencegahan dan pengobatan global dikoordinasi WHO tahun 1987
2. Tahun 1995, program AIDS global dikoordinasikan UNAIDS
XIV.Tes laboratorium
1.TES - PCR (POLIMERASE CHAIN REACTION)
TES KUALITATIF (PCR DNA)untuk deteksi DNA ditubuh manusia
TES KUANTITATIF(REAL TIME –PCR)untuk mendeteksi RNA
Tes PCR + 11-16 hari setelah terinfeksi HIV
(tes sangat peka , tes umumnya hanya untuk bayi(mahal & tk kesulitan tinggi)
2.TES - ANTIBODY
2.1.TES ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
tes mendeteksi antibody HIV-1.
hasil – ve berarti HIV negative (kecuali pasangan nya + HIV) tes + harus diulang lagi.
2.2.TES Western blot or,immunofluorescence assay (IFA)).
(Hanya spesimen yang berulang kali reaktif dengan ELISA)
ELISA + dan Western blot +/IFA +  HIV +
3.TES -antigen
antigen HIV (P24) memicu timbulnya antibody thd HIV.
(jarang digunakan karena sensitivity rendah)

XII.TUBERKULOSIS (TB, Penyakit TB)

I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit disebabkan mikrobakterium tb
2. 90 – 95% mengalami infeksi awal memasuki fase laten dengan reaktivasi seumur hidup
3. TB ekstrapulmoner jarang terjadi dibandingkan TB paru
4. Anak dan orang dengan imunodefisiensi pada penderita HIV/AIDS lebih mudah terkena TB
ekstrapulmoner
5. M. africanum atau M. bovis akan memberikan hasil tes tuberkulosis dengan reaksi intermedier
6. Diagnosa presumptive penderita TB aktif ditemukan BTA positif dari sputum atau sediaan dari
cairan tubuh lainnya.
7. Alur deteksi dini pada anak

25
[Type text]

II.Penyebab Penyakit
1. Penyebab infeksi adalah kompleks M. tuberculosis
2. Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M. africanum dari manusia dan M. bovis dari sapi
3. Etiologi penyakit di identifikasi dengan kultur
4. Analisis genetic sequence menggunakan teknik PCR membantu identifikasi non kultur.
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar diseluruh dunia di Negara industri
2. tahun 1994 di AS insidensi TBC menurun 9,4/100.000 (lebih dari 24.000 kasus).
3. tahun 1989 - 1990 erjadi KLB – MDR yang cukup ekstensif terutama terhadap rifampisin dan INH
yang banyak penderita HIV yang dirawat.
IV.Reservoir
1. Manusia berperan sebagai reservoir,
2. Jarang pada primata, dibeberapa daerah terjadi infeksi yang menyerang ternak seperti sapi, babi
dan mamalia lain.
V.Cara penularan penyakit
1. Melalui udara yang mengandung basil TB
2. Percikan ludah yang dari penderita TB paru atau TB laring waktu batuk
3. Bersin waktu bernyanyi
4. Petugas kesehatan waktu melakukan otopsi, bronkoskopi atau waktu mereka melakukan
intubasi
5. Kontak jangka panjang dengan penderita TB menyebabkan risiko tertulari
6. Infeksi melalui selaput lendir atau kulit yang lecet bisa terjadi namun sangat jarang
7. Orang terpajan dengan sapi yang menderita TB
VI.Masa inkubasi
1. Gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif 2 – 10 minggu.
2. Risiko TB paru dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer terjadi tahun pertama
dan kedua.
3. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup.

26
[Type text]

4. Infeksi HIV meningkatkan risiko infeksi TB dan memperpendek masa inkubasi.


VII.Masa Penularan
1. Penderita tetap menular bila ditemukan basil TB didalam sputum
2. Tingkat penularan tergantung pada hal-hal sebagai berikut :
• Jumlah basil TB yang dikeluarkan
• Virulensi dari basil TB
• Terpajannya basil TB dengan sinar ultra violet
• Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat bernyanyi.
• Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti otopsi, intubasi atau pada waktu melakukan
bronkoskopi.
3. Anak-anak dengan TB primer biasanya tidak menular
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Risiko terinfeksi basil TB berhubungan langsung dengan tingkat pajanan
2. Periode paling kritis timbulnya gejala klinis 6–12 bulan setelah infeksi
3. Reaktivasi infeksi laten berlangsung lama sebagian besar penderita TB usia lebih tua
4. Untuk yang terinfeksi basil TB berkembang menjadi TB klinis meningkat pada penderita
HIV/AIDS, kelainan sistem imunitas, dengan gizi kurang, gagal ginjal kronis, penderita kanker,
silikosis, diabetes, postgastrektomi, pemakai NAPZA
IX.Upaya pencegahan
1. Berikan pengobatan tepat bagi penderita TB
2. Penyuluhan ke masyarakat tentang cara penularan dan cara pemberantasan TB
3. Mengurangi kondisi sosial yang mempertinggi risiko infeksi
4. Program pemberantasan TB difasilitas kesehatan
5. Pemberian INH untuk pengobatan preventif
6. Dilakukan tes Mantoux menggunakan PPD
7. Imunisasi BCG
8. Eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB bovinum
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporkan ke instansi kesehatan setempat penderita TB atau yang diduga menderita TB.
2. TB paru mencegah penularan dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera .
3. Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin
4. Imunisasi BCG bila kontak dengan penderita
5. Tes PPD direkomendasikan untuk anggota keluarga bila ada kontak.
6. Pengawasan Minum obat efektif dalam pengobatan TBC
XI.Penanggulangan Wabah
Idem diatas
XII.Implikasi Bencana
Tidakada.

XIII.Tindakan Internasional

27
[Type text]

Tindakan yang dianjurkan bagi imigran dengan prevalensi TBC tinggi melakukan skrining
foto thorax, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur terhadap orang dengan tes PPD positif yang
disertai gejala klinis.
XIV.Tes laboratorium
1.Uji tuberkulin ( Mantoux) (penyuntikan intra kutan). Pembacaan 48-72 jam
Uji tuberkulin positif indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk.
uji tuberkulin positif, adanya infeksi TBC dan kemungkinan ada TBC aktif .
uji tuberkulin negatif pada TBC berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dll).
Jika meragukan dilakukan uji ulang.

XIII. VIRUS HEPATITIS


A.VIRUS HEPATITIS A
(Infectious hepatitis, Epidemic hepatitis, Epidemic jaundice, Catarrhal jaundice, hepatitis tipe A,
I.Identifikasi Penyakit
1. Gejala hepatitis A pada orang dewasa ditandai dengan demam, malaise, anoreksia, nausea dan
gangguan abdominal, diikuti ikterus dalam beberapa hari.
2. Di negara bekembang, infeksi virus hepatitsi A pada masa kanak-kanak umumnya asimtomatis
atau dengan gejala sakit ringan sembuh dalam 1-2 minggu
3. Tidak ada infeksi kronis pada hepatitis A. Konvalesens sering berlangsung lebih lama
4. Penyakit semakin berat dengan bertambahnya umur, penyembuhan secara sempurna tanpa
gejala sisa dapat terjadi
5. Antibodi IgM terhadap virus hepatitis A (IgM anti-HAV )
II.Penyebab Penyakit
1. Penyebab penyakit adalah virus hepatitis A HAV, picornavirus berukuran 27-nm , yaitu virus
dengan positive strain RNA.
2. Virus tersebut dikelompokan ke Hepatovirus, anggota famili Picornaviridae
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar di seluruh dunia
2. Di Amerika Serikat, 33% dari masyarakat umum terbukti secara serologis sudah pernah
terinfeksi HAV
3. KLB pernah dilaporkan terjadi pada orang-orang yang bekerja dengan primata yang hidup liar
IV.Reservoir
1. Manusia sebagai reservoir
2. Jarang terjadi pada simpanse dan primata .
V.Cara penularan penyakit
1. Dari orang ke orang melalui rute fekal-oral
2. Mencapai puncak 1-2 minggu timbul gejala
3. KLB ”Common source” dikaitkan dengan air dan makanan yang tercemar

28
[Type text]

4. KLB di Amerika Serikat dan Eropa dikaitkan penggunaan obat terlarang dengan jarum suntik
maupun tanpa jarum suntik dikalangan para pecandu
5. Penularan melalui transfunsi darah dan faktor pembekuan darah berasal dari donor viremik
dalam masa inkubasi
VI.Masa inkubasi
1. Masa inkubasi 15 sampai 50 hari . Rata-rata 28-30 hari
VII.Masa Penularan
1. Epidemiologis menunjukkan infektivitas maksimum pada hari terakhir masa inkubasi dan terus
sampai beberapa hari setelah timbulnya ikterus (atau pada puncak aktivitas aminotransferase
pada kasus anicteric).
2. Sebagian besar kasus tidak menular pada minggu pertama setelah ikterus, meskipun ekskresi
virus berlangsung lebih lama (sampai 6 bulan) terjadi pada bayi dan anak-anak.
3. Ekskresi kronis HAV dalam tinja tidak pernah dilaporkan terjadi.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi.
2. Penyakit ini pada bayi dan anak-anak prasekolah jarang sekali menunjukkan gejala klinis, sebagai
bukti infeksi ringan dan anicteric umum terjadi.
3. Imunitas homologous mengalami infeksi berlangsung seumur hidup.
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan kepada masyarakat tentang sanitasi yang baik dan higiene yang baik
2. Fasilitas pengolahan air yang baik dan sistem pembuangan limbah yang baik
3. Menganjurkan vaksinasi hepatitis A
4. Vaksinasi wiasatawan yang bepergian di daerah endemis
5. Tiram, kerang-kerangan dari daerah tercemar dipanaskan pada suhu 85°- 90°C (185°-194°F)
selama 4 menit atau diuapkan selama 90 detik sebelum dimakan.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Semua negara bagian di Amerika Serikat dan di Kanada, meskipun laporan di banyak tidak
diperlukan negara
2. Bagi yang positif hepatitis A, dilakukan kewaspadaan enterik selama 2 minggu pertama
3. Pembuangan tinja, urin dan darah dilakukan dengan cara yang saniter
4. Imunisasi pasif IG (IM) 0.02 ml/kg BB, setelah terpajan, selama 2 minggu
5. Cari kasus yang hilang dan lakukan surveilans kontak pada keluarga pasien secara terus menerus
6. Pengobatan spesifik: Tidak ada.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Selidiki penularan terjadi dari orang ke orang atau dengan cara ”Common source” dan carilah
populasi yang terpajan
2. Pemberian vaksin hepatitis A secara efektif dalam KLB di masyarakat
3. Meningkatkan sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan untuk mengurangi
kontaminasi makanan dan air dengan tinja.
4. Upaya pencegahan massal dengan pemberian IG dan dipertimbangkan juga pemberian
imunisasi

29
[Type text]

XII.Implikasi Bencana
1. Kepadatan hunian, sanitasi dan suplai air yang buruk; kebutuhan air bersih yang aman.
2. Pemberian IG secara massal tidak dapat menggantikan upaya penanganan lingkungan.
XIII.Tindakan Internasional
Tidak ada.
XIV.Tes laboratorium.
Tes antibody : anti-HAV (hepatitis A antibody)

B. VIRUS HEPATITIS B

(Hepatitis tipe B, serum hepatitis, homologous serum jaundice, Australia antigen hepatit is, HB)
I.Identifikasi Penyakit
1. Hanya sedikit terinfeksi hepatitis B (HBV) akut menunjukkan gejala klinis kurang dari 10% pada
anak-anak dan 30%-50% pada orang dewasa dengan infeksi virus hepatitis b (HBV) akut akan
berkembang menjadi penyakit dengan icteric.
2. Gejala insidious, anorexia, gangguan abdominal yang samar-samar, mual dan muntah, disertai
arthralgia dan rash, sering berkembang menjadi jaundice
3. Infeksi HBV fulminan pada wanita hamil dan bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
4. Adanya HbsAg dalam darah
II.Penyebab Penyakit
1. Virus hepatitis b (HVB), termasuk hepadnavirus
2. Berukuran 42 nm double stranded DNA virus terdiri nucleocapsid core (HBc Ag)
3. Tidak ada perbedaan manifestasi gejala klinis pada subtipe yang berbeda
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebat di seluruh dunia.Endemis dengan variasi musiman
2. WHO memperkirakan 2 milyar orang terinfeksi HBV (termasuk 350 juta dengan infeksi kronis)
3. Setiap tahun 1 juta orang meninggal akibat infeksi HBV dan 4 juta kasus klinis akut terjadi
4. Penggunaan jarum suntik yang tidak steril menyebabkan terjadinya KLB hepatitis B
5. Penularan hepatitsi B terjadi di klinik akupungtur dan tempat-tempat tattoo.
IV.Reservoir
1. Manusia berperan sebagai reservoir.
2. Simpanse rentan terhadap infeksi, reservoir pada binatang di hutan tidak ditemukan.
3. Virus yang mirip hepadnavirus ditemukan pada woodchuck (sejenis marmut), itik dan binatang
lainnya
V.Cara penularan penyakit
Memungkinkan penularan HBV adalah darah dan produk darah, air ludah, cairan cerebrospinal,
peritoneal, pleural, cairan pericardial dan synovial; cairan amniotik, semen, cairan vagina, cairan
bagian tubuh lainnya yang berisi darah, organ dan jaringan tubuh yang terlepas
VI.Masa inkubasi
1. Masa inkubasi 45 – 180 hari, rata-rata 60-90 hari.
2. Diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HbsAg dalam darah, dan jarang
sekali sampai selama 6-9 bulan

30
[Type text]

3. Perbedaan masa inkubasi dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain jumlah virus dalam
inoculum, cara-cara penularan dan faktor pejamu.
VII.Masa Penularan
1. Semua orang dengan HBsAg positif berpotensi untuk menular.
2. Darah dari sukarelawan yang diinfeksi menjadi infektif beberapa minggu sebelum timbulnya
gejala dan tetap infektif selama perjalanan klinis akut dari penyakit tersebut.
3. Tingkat penularan infeksi kronis berbeda mulai dari sangat menular (positif HBeAg) sampai
dengan infeksius ringan (positif anti-HB)
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi umum.
2. Penyakit lebih ringan dan sering anicteric pada anak-anak, dan pada bayi biasanya asimtomatis.
3. Kekebalan protektif terbentuk setelah terjadi infeksi apabila terbentuk antibodi terhadap HBsAg
(anti-HBs) dan HBsAg negatif.
4. Seseorang dengan sindroma Down, penyakit lymphoproliferative, infeksi HIV dan hemodialisis
lebih mudah infeksi kronis.
IX.Upaya pencegahan
1. Vaksin hepatitis B yang efektif
2. Melakukan skrining terhadap wanita hamil untuk menemukan HbsAg
3. Memberikan imunisasi hepatitis B rutin untuk bayi
4. Memberikan imunisasi susulan (catch-up) untuk anak
5. Orang dengan risiko tinggi harus menerima imunisasi pra pajanan hepatitis B
6. Lakukan sterilisasi terhadap semua alat suntik dan jarum
7. Semua darah di bank di lakukan pemeriksaan HBV
8. Tenaga medis dan dokter gigi yang tertular HBV tidak boleh melakukan tindakan invasif
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan wajib di Amerika Serikat,saat ini diwajibkan di banyak negara didunia
2. Isolasi; Kewaspadaan universal untuk mencegah pajanan pada darah dan cairan tubuh.
3. Dilakukan disinfeksi pada semua peralatan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh
4. Tersedia produk untuk pencegahan pasca pajanan seperti HBIG dan vaksin hepatitis B.
5. Investigasi kontak dan sumber infeksi
6. Pengobatan spesifik: Tidak ada Pengobatan spesifik tersedia untuk hepatitis B akut.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Apabila ditemukan dua atau lebih kasus timbul karena pola penularan Common source lakukan
investigasi menemukan kasus tambahan.
2. Terapkan teknik aseptik setiap melakukan tindakan yang berisiko terjadi penularan.
3. Apabila derivat plasma seperti faktor antihemofili, fibrinogen pooled plasma atau thrombin
sebagai sumber infeksi tarik semua produk darah dengan segera.
4. lakukan pelacakan terhadap resipien yang menerima derivat plasma dati lot yang sama, cari dan
temukan kasus tambahan resipien
XII.Implikasi Bencana
Apabila kewaspadaan terhadap konsep aseptik dikendorkan dan pemakaian darah tanpa
skrining meningkat maka akan terjadi peningkatan jumlah kasus.

31
[Type text]

XIII.Tindakan Internasional : Tidak ada.


XIV.Tes laboratorium

C. VIRUS HEPATITIS C

(Hepatitis non-A dan non-B yang ditularkan secara parenteral [PT-NANB], hepatitis non- B yang
berkaitan dengan transfusi, hepatitis non-A dan non-B pasca transfusi, infeksi HCV).
I.Identifikasi Penyakit
1. Perjalanan penyakit ini insidious, gejalanya disertai anoreksia, gangguan abdominal
tidak jelas, mual dan muntah, menjadi icterus (jaundice) jarang
dibandingkan hepatitis B
2. infeksi pertama asimtomatis (lebih dari 90% kasus) ringan, sebagian besar (diantara 50%
dan 80%) menjadi kronis.
3. orang yang mengalami infeksi kronis, separuh berkembang menjadi cirrhosis atau
kanker hati.
4. ditemukannya antibodi virus hepatitis C (anti-HCV).
II.Penyebab Penyakit
1. Virus hepatitis C adalah virus RNA diklasifikasikan ke genus berbeda (Hepacavirus) dari
familia Flaviviridae
2. 6 genotipe berbeda lebih dari 90 subtipe HCV yang diketahui
3. Tidak diketahui mengenai perbedaan gejala klinis, sampai terjadi sirosis atau kanker
hati pada orang yang terinfeksi oleh genotipe berbeda.
Yang berbeda adalah respons HCV dengan genotipe berbeda terhadap terapi antiviral
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar diseluruh dunia.
2. HCV berhubungan dengan prevalensi yang menggunakan jarum suntik
3. Menurut WHO, akhir tahun 1990 diperkirakan 1% penduduk dunia terinfeksi oleh HCV
4. Di Eropa dan Amerika Utara prevalensi hepatitis C 0,5%-2,4%, di Afrika prevalensinya 4%
IV.Reservoir
1. Manusia sebagai reservoir
2. Hasil penelitian eksperimen tes ternyata virus dapat ditularkan pada simpanse
V.Cara penularan penyakit
1. Cara penularan HCV adalah secara parenteral.
2. Penularan melalui hubungan seksual pernah dilaporkan terjadi, namum kurang efisien
dibandingkan penularan melalui cara parenteral.
VI.Masa inkubasi
1. Berkisar 2 minggu sampai 6 bulan.Biasanya 6-9 minggu.

32
[Type text]

2. Infeksi kronis sampai 20 tahun sebelum timbulnya gejala cirrhosis atau hepatoma
VII.Masa Penularan
1. Penularan terjadi seminggu atau lebih sebelum timbulnya gejala klinis pertama
2. Penularan berlangsung lama pada kebanyakan orang.
3. Puncak konsentrasi virus dalam darah mempunyai koreksi dengan puncak aktivitas ALT.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi.
2. Tingkat kekebalan yang timbul setelah infeksi tidak diketahui
3. Infeksi ulang HCV ditemukan pada binatang percobaan simpanse.
IX.Upaya pencegahan
1. Langkah-langkah penanggulangan secara umum terhadap infeksi HBV berlaku bagi HCV
2. Pemberian IG profilaksis tidak efektif
3. Seluruh darah donor harus diskrining secara rutin terhadap anti-HCV
4. Lakukan inaktivasi virus dari plasma
5. Berikan konseling cara-cara mengurangi risiko untuk orang yang belum tertular tetapi berisiko
tinggi (contoh petugas pelayanan kesehatan)
6. Pertahankan kegiatan pengendalian infeksi nosokomial.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Upaya pemberantasan yang dilakukan terhadap HBV berlaku juga untuk HCV
2. Tindakan profilaksis pasca pajanan dengan IG tidak efektif dalam pencegahan infeksi
3. Pengobatan dengan alpha interferon memberi hasil baik sekitar 25% kasus hepatitis C kronis
4. Pemberian kortikosteroid dan acyclovir tidak efektif.
5. Penelitian penderita diberi kombinasi ribavirin dan interferon memberikan hasil baik dengan
angka response 40% -50%
XI.Penanggulangan Wabah
sama seperti upaya penanggulangan wabah untuk hepatitis B.
XII.Implikasi Bencana
Sama dengan hepatitis B.
XIII.Tindakan Internasional
Lakukan pengawasan terhadap semua produk-produk biologis yang diperdagangkan secara
internasional telah dilakukan inaktivasi terhadap virus.
XIV.Tes laboratorium imunologi
Adanya antibody ,anti HCV.

D. VIRUS HEPATITIS D
(Hepatitis D karena virus, Virus hepatitis Delta, Δ hepatitis, Delta agent hepatitis, hepatitis yang
berkaitan dengan Delta)
I.Identifikasi Penyakit
1. Timbul mendadak, dengan tanda dan gejala mirip hepatitis B, gejalanya mungkin parah dan
selalu bersamaan dengan infeksi virus hepatitis B.
2. Hepatitis delta dapat sembuh dengan sendirinya atau berkembang menjadi hepatitis kronis

33
[Type text]

3. Virus hepatitis Delta (HDV) dan virus hepatitis B (HBV) menyerang bersamaan, atau infeksi virus
delta menyerang orang dengan infeksi HBV kronis
4. Infeksi kronis sering terjadi pada orang dengan super infeksi
5. Ditemukannya antibodi total HDV (anti-HDV)
6. Apabila titer IgM positif berati virus sedang replikasi
II.Penyebab Penyakit
1. HDV merupakan virus yang berukuran 35-37 nm terdiri satu lapisan pelindung seperti HbsAg dan
antigen yang khas dinamakan antigen delta
2. HDV tidak dapat menginfeksi sel sendiri, memerlukan koinfeksi dengan HBV untuk
melangsungkan siklus replikasi yang lengkap
3. Ada tiga jenis genotipe HDV yang ditemukan yaitu :
a. Genotipe I yang prevalen dan tersebar luas,
b. Genotipe II oleh dua isolat dari Jepang dan Taiwan
c. Genotipe III ditemukan di lembah Amazon, yang menyebabkan hepatitis fulminan berat
dengan steatosis mikrovesikuler(spongiositosis)
III.Distribusi Penyakit
1. Tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi yang bervariasi
2. Diperkirakan 10 juta penduduk terinfeksi virus hepatitis D dan dibantu virus HBV
3. KLB terjadi di Amerika selatan tropis (Brasilia, Venezuela, Kolombia), di Republik Afrika Tengah
diantara para pecandu obat-obatan terlarang di Worcester, Massachusetts (Amerika Serikat).
IV.Reservoir
1. Manusia sebagai reservoirnya.
2. Virus ditularkan secara eksperimental pada simpanse dan pada woodchuck sejenis marmut yang
terinfeksi oleh HBV dan virus hepatitis woodchuck secara bersamaan.
V.Cara penularan penyakit
cara penularannya mempunyai kesamaan dengan HBV – yaitu oleh karena pajanan dengan
darah yang terinfeksi dan cairan serous tubuh, jarum semprit yang terkontaminasi, turunan
plasma yang terinfeksi seperti faktor antihemofili dan penularan melalui hubungan seksual.
VI.Masa inkubasi
Rata-rata 2-8 minggu.
VII.Masa Penularan
1. Darah potensial menular selama fase aktif infeksi hepatitis delta.
2. Puncak penularan terjadi pada saat sakit akut pada saat partikel yang berisi antigen delta sudah
terdeteksi didalam darah.
3. Saat berikutnya, viremia menurun secara cepat sampai pada tingkat terendah atau sampai tidak
terdekteksi sama sekali.
4. HDV ditularkan pada simpanse dengan bahan yang berasal dari darah pasien kronis dimana
partikel yang berisi antigen delta tidak dapat dideteksi.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap infeksi HBV atau orang dengan HBV kronis dapat tertular HDV.
2. Penyakit berat dapat terjadi meskipun pada usia anak-anak.

34
[Type text]

IX.Upaya pencegahan
1. Untuk orang yang rentan infeksi HBV, upaya pencegahannya sama untuk hepatitis B
2. Pencegahan infeksi HBV dengan vaksin hepatitis B mencegah infeksi oleh HDV.
3. HBIG, IG dan vaksin hepatitis B tidak dapat melindungi seseorang dengan HBV kronis yang
terkena infeksi HDV
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Sama seperti untuk hepatitis B
XI.Penanggulangan Wabah
Sama seperti untuk hepatitis B
XII.Implikasi Bencana
Sama seperti untuk hepatitis B
XIII.Tindakan Internasional
Sama seperti untuk hepatitis B
XIV.Tes laboratorium imunologi.
Antibodi terhadap antigen delta (anti delta).
Anti bodi terhadap HBs-ag

E. VIRUS HEPATITIS E
(Hepatitis non-A non-B yang ditularkan secara enteric [ET-NANB], hepatitis non-A non- B Epidemika,
hepatitis non-A non-B fekal-oral)
I.Identifikasi Penyakit
1. Gejala klinis penyakit mirip dengan hepatitis A, tidak ditemukan bentuk kronis
2. Case fatality rate penyakit ini mirip hepatitis A kecuali wanita hamil, mencapai 20% dari ibu-ibu
hamil yang terinfeksi selama trimester ketiga kehamilan
II.Penyebab Penyakit
1. Penyakit Virus hepatitis E (HEV), berbentuk sferis, tidak bersampul, single stranded RNA virus
yang berdiameter 32-34 nm.
2. HEV dikelompokkan ke famili Caliciviridae.
3. Struktur genome HEV berbeda mendasar dengan calicivirus yang lain
III.Distribusi Penyakit
1. HEV penyebab utama hepatitis non-A non-B enterik di seluruh dunia.
2. KLB hepatitis E dan kasus sporadis terjadi meliputi wilayah yang luas, terutama di negara dengan
sanitasi lingkungan yang kurang baik
3. KLB muncul sebagai wabah yang ditularkan melalui air
4. Di Amerika Serikat sebagian besar negara maju lainnya, kasus hepatitis E dilaporkan terjadi di
wisatawan yang kembali dari daerah endemis HEV
5. KLB ditemukan di India, Myanmar (Burma), Iran, Bangladesh, Ethiopia, Nepal, Pakistan, Republik
Asia Tengah dari bekas Uni Soviet, Algeria, Libya, Somalia, Meksiko, Indonesia dan China.

35
[Type text]

IV.Reservoir
1. Reservoir adalah binatang domestik, termasuk babi; namun, belum terbukti.
2. HEV ditularkan kepada simpanse, cynomolgus macaque, tamarin dan babi.
V.Cara penularan penyakit
1. HEV ditularkan melalui jalur fekal-oral
2. Air minum yang tercemar tinja merupakan media penularan yang sering terjadi.
3. Penularan terjadi dari orang ke orang dengan jalur fekal-oral, kasus sekunder dilingkungan
rumah tangga jarang terjadi selama KLB.
4. Dari berbagai penelitian hepatitis E merupakan infeksi zoonotic yang kebetulan menyebar
dengan manusia secara cepat.
VI.Masa inkubasi
1. Berkisar antara 15-64 hari
2. Masa inkubasi rata-rata bervariasi dari 26-42 hari pada KLB yang berbeda.
VII.Masa Penularan
1. Tidak diketahui.
2. HEV ditemukan dalam tinja 14 hari setelah timbul gejala icterus (jaundice) dan rata-rata 4
minggu setelah mengkonsumsi makanan atau air yang tercemar dan bertahan selama sekitar 2
minggu.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Tingkat kerentanan seseorang tidak diketahui.
2. Lebih 50% HEV anicteric, gejala icterus meningkat dengan bertambahnya usia.
3. Wanita pada kehamilan trimester ketiga sangat rentan terjadinya penyakit fulminan.
4. Terjadinya KLB yang terjadi pada kelompok usia dewasa muda di daerah virus enterik yang
endemis tinggi sebagian besar penduduk mendapatkan infeksi pada masa bayi.
IX.Upaya pencegahan
1. Berikan penyuluhan kesehatan perlunya pembuangan tinja secara saniter
2. Mencuci tangan dengan benar setelah buang air besar dan sebelum menjamah makanan
3. Ikuti cara prosedur dasar untuk mencegah terjadinya penularan fekal-oral
4. IG yang dibuat dari serum donor di Amerika Serikat atau Eropa dapat melindungi seseorang
terhadap hepatitis E.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan ke Instansi kesehatan setempat, Isolasi dan Disinfeksi serentak: seperti hepatitis A
2. Karantina: tidak diperlukan.
3. Imunisasi kontak: Tidak ada produk vaksin yang tersedia untuk mencegah hepatitis E.
4. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Sama seperti hepatitis A
5. Pengobatan spesifik: Tidak ada.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Lakukan penyelidikan Epidemiologis terhadap cara penularan
2. Selidiki persediaan air dan lakukan pemetaan penduduk dengan risiko tinggi untuk terinfeksi.
3. Lakukan upaya khusus untuk meningkatkan sanitasi
4. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat

36
[Type text]

XII.Implikasi Bencana
1. Bahaya penularan terjadi pada bencana, kerusuhan, dimana terjadi pengungsian, oleh karena
sanitasi yang jelek dan persediaan air yang tidak mencukupi.
2. Jika kasus terjadi, tingkatkan upaya mendesak untuk memperbaiki sanitasi lingkungan dan
penyediaan air bersih dalam jumlah yang mencukupi.
XIII.Tindakan Internasional
Tidak ada.
XIV.Tes laboratorium .
Tes serologi Hepatitis E.
deteksi IgM dan IgG anti HEV dalam serum;
tes PCR mendeteksi HEV RNA dalam serum darah dan tinja,
immunofluorescent antibody blocking assaymendeteksi antibodi terhdap HEV antigen di serum
darah dan hati

XIV.PERTUSSIS DAN PARA PERTUSSIS


(Whooping Cough, Di Indonesia disebut juga dengan batuk rejan, batuk bangkong, batuk
seratus hari, kinghus)
I.Identifikasi Penyakit
1. Adalah penyakit bakterial akut yang menyerang saluran pernapasan
2. Stadium kataral ditandai serangan batuk iritatif yang awalnya insidius menjadi
paroxysmal, selama 1-2 minggu dan berakhir dalam 1-2 bulan atau lebih
3. Serangan paroxysmai batuk keras beruntun, seperti burung gagak yang khas atau
dengan tarikan napas yang keras melengking dan diakhiri dengan lendir jernih dan liat
II.Penyebab Penyakit
1. B. pertussis,
2. Basil pertusis;
B. parapertussis adalah penyebab parapertusis
III.Distribusi Penyakit
1. Penyakit endemis yang menyerang anak-anak (khususnya usia dini) tersebar di dunia,
tidak tergantung etnis, cuaca ataupun lokasi geografis
2. KLB terjadi secara periodik
3. Angka insidensi meningkat di negara-negara cakupan imunisasi pertusis yang menurun
(antara lain di Inggris, Jepang pada awal tahun 1980 di Swedia)
IV.Reservoir
Saat ini manusia dianggap sebagai satu-satunya hospes
V.Cara penularan penyakit
Penularan melalui kontak langsung dengan discharge selaput lendir saluran pernapasan
dari orang yang terinfeksi lewat udara, kemungkinan penularan melalui percikan ludah.

37
[Type text]

VI.Masa inkubasi
7-20 hari
VII.Masa Penularan
1. Menular pada stadium kataral awal sebelum stadium paroxysmal.
2. Tingkat penularannya menurun waktu 3 minggu , batuk spasmodic disertai
“whoop”masih tetap ada.
3. stadium menular diperluas dari awal stadium kataral sampai 3minggu munculnya
batuk paroxysmal yang khas
4. Bila diobati dengan erythromycin, masa menularnya 5 hari atau kurang setelah
pemberian terapi.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Anak-anak yang tidak diimunisasi umumnya rentan terhadap infeksi
2. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak
3. Kekebalan dalam waktu yang lama, dapat terjadi serangan kedua ( B. parapertussis).
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan kepada masyarakat, khususnya kepada orang tua bayi
2. Imunisasi dasar untuk mencegah infeksi B. pertussis direkomendasikan adalah 3 dosis
vaksin yang mengandung suspensi bakteri yang dimatikan
3. Pada kejadian luar biasa, dipertimbangkan memberikan petugas kesehatan terpajan
erythromycin 14 hari
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat
2. Isolasi: Untuk kasus yang diketahui dengan pasti dilakukan isolasi saluran pernapasan
3. Disinfeksi serentak: dilakukan discharge dari hidung dan tenggorokan, serta barang-
barang yang dipakai penderita
4. Karantina: Lakukan karantina terhadap kontak tidak pernah diimunisasi atau yang tidak
diimunisasi lengkap
5. Perlindungan terhadap kontak: Imunisasi pasif tidak efektif dan
6. Penyelidikan terhadap kontak dan sumber infeksi
Pengobatan dengan erythromycin memperpendek masa penularan
XI.Penanggulangan Wabah
1. Lakukan Pencarian kasus yang tidak terdeteksi dan yang tidak dilaporkan
2. Imunisasi dengan dosis pertama diberikan pada umur 4-6 minggu, dan dosis kedua dan
ketiga diberikan dengan interval 4 minggu, bagi anak-anak yang imunisasinya belum
lengkap, sebaiknya dilengkapi.
XII.Implikasi Bencana
Pertusis berpotensi besar dalam komunitas yang padat dengan banyak anak yang
belum diimunisasi

38
[Type text]

XIII.Tindakan Internasional
1. Bagi bayi dan anak-anak yang melakukan perjalan ke luar negeri agar yang bersangkutan
menerima imunisasi dasar lengkap.
2. Dilihat perlu dilakukan pemberian dosis booster.
3. Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO.
XIV.Tes laboratorium

XV.DIFTERIA
I.Identifikasi Penyakit
1. Difteria adalah penyakit bakteri akut yang menyerang tonsil, faring, laring, hidung,
adakalanya selaput lendir atau kulit serta konjungtiva atau vagina
2. Difteri hidung sangat ringan dan kronis salah satu rongga hidung tersumbat dan terjadi
ekskorisasi (ledes)
3. Pengaruh toksin difteria pada lesi perifer tidak jelas
4. Difteri ditemukan di membran ovula dan palatum molle pada penderita tonsillitis,
pharingitis atau limfadenopati leher atau adanya discharge serosanguinus dari hidung
II.Penyebab Penyakit
Corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis atau intermedius
III.Distribusi Penyakit
1. Penyakit ini terjadi pada bulan dengan temperatur lebih dingin di negara subtropis
2. Menyerang anak-berumur di bawah 15 tahun yang belum diimunisasi
3. Sering juga dijumpai pada remaja yang tidak diimunisasi
IV.Reservoir
MANUSIA.
V.Cara penularan penyakit
Melalui droplet,kontak langsung pada kulit yang luka.
VI.Masa inkubasi
2-5 HARI terkadang lebih lama.
VII.Masa Penularan
1. Masa penularan beragam, tetap menular dari discharge dan lesi
2. Berlangsung 2 minggu atau kurang bahkan dapat lebih dari 4 minggu.
3. Carrier kronis dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Perlindungan yang bersifat pasif pada bayi hilang sebelum bulan keenam
2. Imunitas yang didapat setelah sembuh dari penyakit atau dari infeksi yang subklinis
3. Imunisasi toxoid memberikan kekebalan cukup lama bukan kekebalan seumur hidup

39
[Type text]

IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan tentang bahaya dari Diphteria
2. Imunisasi aktif secara luas misal DT, DTP-Hib
3. Memberikan imunisasi dasar kepada orang yang sering terpajan
4. Bagi anak dan orang dewasa yang immunocompromised) atau terinfeksi HIV imunisasi
diberikan dengan jadwal yang sama
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada petugas kesehatan setempat bila terjadi diphteria
2. Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal
3. Desinfeksi Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai oleh/untuk penderita
4. Karantina dilakukan terhadap dewasa yang pekerjaannya berhubungan dengan
pengolahan makanan
5. Pencarian carrier menggunakan kultur dari sampel yang diambil dari hidung dan
tenggorokan
6. Pengobatan spesifik dengan menggunakan antitoksin
XI.Penanggulangan Wabah
1. Imunisasi sebaiknya dilakukan seluas kepada kelompok yang mempunyai resiko, bayi,
dan usia prasekolah
2. Lakukan identifikasi terhadap mereka yang kontak dengan penderita dan mencari orang
yang berisiko.
XII.Implikasi Bencana
1. KLB terjadi dimana kelompok rentan berkumpul
2. Khususnya bayi dan anak-anak.
Kejadian wabah difteria terjadi oleh adanya perpindahan penduduk yang rentan terhadap
penyakit tersebut dalam jumlah banyak
XIII.Tindakan Internasional
1. Orang yang mengadakan kunjungan atau singgah di negara yang terjangkit difteria
faucial atau difteria kulit dianjurkan mendapatkan imunisasi dasar.
2. Dosis booster Tidak diberikan kepada orang yang sebelumnya telah mendapatkan
imunisasi
XIV.Tes laboratorium.
Swab dari tenggorokan,hidung,larynx,kulit dan trachea eksudat dikultur dalam medium
serum Loeffler
Pada kasus yang diduga dilakukan tes inokulasi pada binatang secara injeksi sub kutan.
Pengecatan preparat dengan Albert stain.
Tes serologi dapat pula dilakukan.
Shcik tes digunakan untuk mengetahui imunitas terhadap diphteri toxin dan
hipersensitiitas terhadap diphteri toxin.

40
[Type text]

Shick tes positif penderita peka terhadap DT.


Shick tes negative penderita imun terhadap DT.

XVI.TETANUS (Lockjaw)
I.Identifikasi Penyakit
1. Tetanus disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil tetanus yang hidup
secara anaerobic pada luka
2. Ciri khas dari tetanus adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher
kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan
3. Riwayat adanya trauma atau riwayat port d’entre tidak jelas pada penderita tetanus
4. CFR berkisar 10%-90%
5. Paling tinggi pada bayi dibandingkan pada penderita yang lebih dewasa
II.Penyebab Penyakit
1. Clostridium tetani, basil tetanus
III.Distribusi Penyakit
1. Diseluruh dunia
2. Periode 1995-1997, terdapat 124 kasus yang dilaporkan dari 33 negara bagian di AS, 60
% diantaranya terjadi di usia 20-59 tahun; 35 % pada usia di atas 60 tahun, dan 5 %
pada usia 20 tahun.
3. Angka CFR meningkat sebesar 2,3 % pada mereka yang berumur 20-39 tahun dan 18 %
pada mereka yang berumur di atas 60 tahun
4. Tetanus yang pada pecandu Napza suntik berkisar antara 11 % dari 124 kasus tetanus
dibandingkan dengan 3,6 % yang terjadi selama tahun 1991 -1994.
IV.Reservoir
1. Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya termasuk manusia,
2. Spora tetanus dapat ditemukan dimana-mana dan tersebar di lingkungan sekitar kita
dan dapat mengkontaminasi berbagai jenis luka.
V.Cara penularan penyakit
1. Spora tetanus masuk kedalam tubuh melalui luka tusuk yang tercemar
2. Spora dapat masuk melalui luka bakar atau luka lain yang sepele atau tidak di hiraukan, a
3. Melalui injeksi jarum suntik yang tercemar yang dilakukan penyuntik liar.
4. Tetanus sebagai kejadian pasca pembedahan termasuk setelah sirkumsisi.
5. Adanya jaringan nekrotik atau benda asing dalam tubuh manusia mempermudah
pertumbuhan bakteri anaerobik.
VI.Masa inkubasi
1. Biasanya 3-21 hari, bisa 1 hari sampai beberapa bulan, rata-rata 10 hari.
2. Kebanyakan terjadi dalam 14 hari.

41
[Type text]

3. Makin pendek masa inkubasi karena luka terkontaminsi berat, makin berat penyakitnya
dan makin jelek prognosisnya.
VII.Masa Penularan
Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Semua orang rentan terhadap tetanus
2. Pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid (TT) menimbulkan kekebalan yang
dapat bertahan selama 10 tahun setelah pemberian imunisasi lengkap
3. Kekebalan pasif didapat setelah pemberian Tetanus Immunoglobin (TIG) atau setelah
pemberian tetanus antitoxin (serum kuda)
4. Bayi yang lahir dari ibu yang mendapatkan imunisasi TT lengkap terhindar dari tetanus
neonatorum
IX.Upaya pencegahan
1. Penyuluhan ke masyarakat pemberian imunisasi TT lengkap.
2. Imunisasi aktif dengan TT ke anggota masyarakat memberikan perlindungan 10 tahun
3. Upaya yang dilakukan mencegah tetanus pada penderita luka tergantung penilaian
terhadap keadaan luka sendiri dan status imunisasi penderita.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan ke Dinas Kesehatan setempat di AS, tetanus wajib dilaporkan diseluruh negara
bagian dan di banyak negara
2. Tindakan isolasi: Tidak ada
3. Tindakan disinfeksi segera: Tidak ada
4. Tindakan karantina: Tidak ada
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada
6. Lakukan investigasi untuk mengetahui derajat dan asal luka
7. Pengobatan spesifik : TIG IM dengan dosis 3.000 – 6.000 I.U. Jika TIG tidak tersedia,
berikan anti toxin tetanus (dari serum kuda) dengan dosis tunggal intravena ,
metronidazole intravena dalam dosis besar diberikan untuk jangka waktu 7 -14 hari
XI.Penanggulangan Wabah
Walaupun sangat jarang, jika terjadi KLB, lakukan penyelidikan terhadap kemungkinan
terjadinya kontaminasi pada penggunaan obat-obat terlarang dengan suntikan
XII.Implikasi Bencana
Kerusuhan sosial (konflik militer, huru hara) dan bencana alam ,kebutuhan TIG atau anti
toxin tetanus atau toxoid untuk mengobati penderita yang mengalami luka.
XIII.Tindakan Internasional
Idem diatas
XIV.Tes laboratorium
Tetanus tidak dapat dideteksi dengan tes darah.

42
[Type text]

Kondisi ini didiagnosis berdasarkan gejala yang terlihat. 'spatula test' dilakukan untuk
memeriksa tetanus,rahang kontraksi menyebabkan menggigit spatula yang dimasukkan
ke dalam mulut.
Jika tidak ada infeksi, orang akan refleks muntah normal

XVII.INTOKSIKASI (Poisoning)

a. INTOKSIKASI MAKANAN KARENA STAPHYLOCOCCUS


(Staphylococcal Food intoxication)
I.Identifikasi Penyakit
1. Bisa terjadi secara tiba-tiba dan berat, dengan gejala nausea yang berat, kejang-kejang,
muntah-muntah dan lemas tak berdaya, dan sering disertai dengan diare, kadang-
kadang dengan suhu tubuh dibawah normal dan dengan tekanan darah yang rendah.
2. Kematian jarang sekali terjadi, berlangsung antara 1 sampai dengan 2 hari.
II.Penyebab Penyakit
1. Beberapa jenis enterotoksin dari Staphylococcus aureus stabil pada suhu mendidih.
2. Staphylococcus berkembang biak di dalam makanan yang tercemar dan menghasilkan
toksin.
III.Distribusi Penyakit
Keracunan makanan relatif sering terjadi dan tersebar luas diseluruh dunia, dan
merupakan salah satu jenis intoksikasi akut akibat makanan yang paling sering
Sekitar 25% penduduk adalah carrier penyebab penyakit tersebut
IV.Reservoir
1. Pada umumnya manusia,
2. Kadang-kadang sapi dengan infeksi kelenjar susu sebagai reservoir dan anjing dan
burung.
V.CARA PENULARAN
1. Mengkonsumsi produk makanan yang mengandung enterotoksin staphylococcus
2. Makanan yang tercemar adalah makanan yang diolah dengan tangan, baik yang tidak
dimasak dengan baik karena proses pemanasan atau penyimpanan yang tidak tepat
3. Kuman dapat bersumber dari manusia seperti discharge purulen pada jari dan mata
yang terinfeksi, abses, erupsi jerawat di muka, sekret nasofaring, atau dari kulit yang
kelihatan normal; atau kuman dapat berasal dari sapi yaitu dari susu dan produk susu
yang tercemar khususnya keju.
VI.Masa inkubasi :
30 menit sampai dengan 8 jam, biasanya berkisar antara 2-4 jam
VII.Masa Penularan
Tidak terjadi penularan

43
[Type text]

VIII.Kerentanan dan Kekebalan


Sebagian besar orang rentan terhadap keracunan

IX.Upaya pencegahan
1. Beri penyuluhan kepada penjamah makanan tentang higiene makanan, bahaya terpajan
2. Pentingnya pengurangan waktu penjamahan makanan tidak lebih dari 4 jam pada suhu
kamar
3. Jauhkan orang dengan bisul, abses dan lesi bernanah pada tangan, muka atau hidung
dan mereka dilarang untuk menangani dan menjamah makanan
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan wajib dilakukan apabila terjadi KLB dari kasus suspek atau apabila terjadi KLB
dari penderita yang sudah pasti diagnosanya
2. Isolasi, Disinfeksi serentak, karantina, Imunisasi terhadap kontak dan Investigasi kontak
dan sumber infeksi : Tidak perlu.
3. Pengobatan spesifik: Penggantian cairan bila ada indikasi.
XI.Penanggulangan Wabah
1. Lakukan review dengan cepat terhadap kasus yang dilaporkan, daftar makanan yang
disajikan, gambaran klinis yang menonjol dari infeksi, mengumpulkan sampel tinja dan
muntahan ke laboratorium
2. Selidiki asal dari makanan yang tercemar dan cara pengolahan
3. Cari penjamah makanan dengan infeksi kulit terutama di bagian tangan
XII.Implikasi Bencana
Bahaya potensial terjadi pada situasi dimana makanan harus disediakan secara massal
dan tidak tersedia fasilitas pendingin (lemari es) khususnya menjadi masalah
dilingkungan transportasi udara.
XIII.Tindakan Internasional
Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO
XIV. Tes labporatorium.i
KLB ditegakkan dengan ditemukannya kuman 105 atau lebih per gram makanan pada
pembiakan rutin, atau ditemukannya enterotoksin dari makanan yang tercemar
b. INTOKSIKASI MAKANAN OLEH BACILLUS CEREUS

I.Identifikasi Penyakit
1. Intoksikasi serangan mendadak berupa mual, muntah-muntah, kolik dan diare
2. Lamanya sakit < 24 jam dan jarang sekali menimbulkan kematian
Pemeriksaan enterotoksin sangat bermanfaat untuk penegakan diagnosa
II.Penyebab Penyakit
1. Bacillus cereus, kuman anaerob pembentuk spora.

44
[Type text]

2. Ada 2 jenis enterotoksin enterotoksin tahan panas (heat stable) yang menyebabkan
muntah-muntah, enterotoksin yang tidak tahan panas (heat labile) yang menyebabkan
diare.
III.Distribusi Penyakit
Bacillus cereas dikenal sebagai penyebab penyakit akibat makanan di seluruh dunia
IV.Reservoir
Organisme ini ada dimana-mana didalam tanah dan di lingkungan sekitar kita, biasanya
ditemukan pada bahan makanan mentah, makanan kering dan makanan olahan.
V.Cara penularan penyakit
1. Karena mengkonsumsi makanan yang disimpan pada suhu kamar setelah dimasak, yang
memungkinkan kuman berkembang-biak.
2. KLB yang disertai dengan muntah-muntah sering terjadi setelah memakan nasi yang
disimpan pada suhu kamar sebelum dipanaskan kembali.
3. Berbagai penyimpangan car-cara pengolahan makanan mengakibatkan terjadinya
berbagai KLB dengan diare
VI.Masa inkubasi
1. Kejadian dimana gejala yang menonjol adalah muntah-muntah, masa inkubasi berkisar
antara 1 sampai dengan 6 jam.
2. Pada Distribusi Penyakit dimana gejala yang menonjol adalah diare masa inkubasi
berkisar 6 sampai dengan 24 jam.
VII.Masa Penularan
Tidak menular dari orang ke orang
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Belum diketahui
IX.Upaya pencegahan
Makanan tidak boleh disimpan pada suhu kamar setelah dimasak, karena spora B. cereus
berada di mana-mana dan tahan pada suhu mendidih, tumbuh dan berkembang biak secara
cepat pada suhu kamar.
Segera dinginkan sisa makanan yang ada dengan cara yang tepat, panaskan kembali secepatnya
untuk mencegah berkembang biaknya mikroorganime.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus
XI.Penanggulangan Wabah
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus
XII.Implikasi Bencana
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus

45
[Type text]

XIII.Tindakan Internasional
Sama dengan intoksikasi makanan karena Staphylococcus
XIV. Tes laboratorium.
Harus dibuktikan adanya kuman dan entero toxinnya.

XVIII.ANTHRAX

(Malignant pustule, Malignant edema, Woolsorter disease, Ragpicker disease)


I.Identifikasi Penyakit
1. Adalah penyakit bakteri akut biasanya mengenai kulit, sangat jarang mengenai
orofaring, mediastinum atau saluran pencernaan.
2. Pada anthrax kulit rasa gatal pada kulit yang terpajan adalah hal yang pertama kali
terjadi, diikuti dengan lesi yang berubah menjadi papulair, kemudian vesikulair dan
selama 2 – 6 hari berubah menjadi jaringan parut hitam.
3. Gejala awal inhalasi anthrax mula-mula sangat ringan dan tidak spesifik termasuk
demam, malaise dan batuk ringan atau sakit dada. gejala akut berupa gangguan
pernapasan, gambaran sinar-x melebarnya mediastinum; demam dan syok akan terjadi
dalam 3 – 5 hari dan tidak lama kemudian akan mengakibatkan kematian.
II.Penyebab Penyakit
Bacillus anthracis, bakteri gram positif, berkapsul, membentuk spora, berbentuk batang
yang tidak bergerak.
III.Distribusi Penyakit.
1. Merupakan penyakit utama herbivora, sedangkan manusia dan karnivora merupakan
hospes insidential.
2. Infeksi anthrax pada manusia bersifat sporadis dan jarang terjadi disebagian besar
negara maju.
3. Munculnya daerah baru infeksi anthrax pada hewan ternak bisa terjadi melalui import
makanan ternak yang mengandung tulang yang terkontaminasi
IV.Reservoir
Binatang, (biasanya herbivora, ternak maupun liar), menyebarkan basil pada
saat terjadi perdarahan atau tumpahnya darah pada saat hewan disembelih atau
mati.
VI.Cara penularan penyakit
1. Infeksi kulit terjadi melalui kontak dengan jaringan binatang
VII.Masa inkubasi
Dari 1 – 7 hari. Walaupun masa inkubasi dapat mencapai 60 hari .
VIII.Masa Penularan
Penularan dari orang ke orang sangat jarang. Barang dan tanah yang terkontaminasi

46
[Type text]

spora bisa tetap infektif hingga puluhan tahun


IX.Kerentanan dan Kekebalan
Timbulnya kekebalan setelah infeksi tidak jelas; ada beberapa bukti dari infeksi yang
tidak manifest (‘inapparent”) diantara orang yang sering kontak dengan agen penyebab
penyakit; serangan ke dua dapat terjadi, tetapi jarang dilaporkan.
X.Upaya pencegahan
1. Imunisasi anthrax
2. Penyuluhan tentang anthrax
3. Membersihkan debu dan membuat ventilasi
XI.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporkan anthrax ke WHO bila terjadi wabah
2. Kewaspadaan standar kepada pasien anthrax
3. Desinfeksi alat-alat kesehatan
XII.Penanggulangan Wabah
KLB anthrax merupakan penyakit akibat kerja pada peternakan. Wabah anthrax yang
jarang terjadi di AS adalah KLB yang bersifat lokal terjadi dikalangan pekerja yang
mengolah produk binatang, terutama bulu kambing. KLB anthrax yang terjadi
berkaitan dengan penanganan dan konsumsi daging ternak yang terinfeksi terjadi di
Asia, Afrika dan bekas negara Uni Soviet
XIII.Implikasi Bencana
Tidak ada, kecuali jika terjadi banjir di daerah yang terinfeksi.
XIV.Tindakan Internasional
Sterilkan bahan pakan ternak import yang mengandung tulang sebelum digunakan
sebagai makanan ternak. Disinfeksi wol, bulu dan produk lain dari binatang jika aindikasi
terinfeksi.

XIX.SMALLPOX (Cacar, Variola)


I.Identifikasi Penyakit
1. Cacar adalah penyakit virus sistemik dengan gejala khas adanya erupsi kulit.
gambaran klinis menyerupai influenza. Sesudah 2 – 4 hari, timbul ruam yang berisi virus
yang infectious menjadi makula, papula, vesikula, pustula dan menjadi krusta akan
rontok lepas setelah 3 – 4 minggu
2. Ada dua tipe cacar Variola minor (alastrim), variola major (ordinary)
II.Penyebab Penyakit
1. Variola virus, spesies Orthopoxvirus.
III.Distribusi Penyakit
Awalnya penyakit ini tersebar diseluruh dunia; sejak tahun 1978 tidak pernah lagi
ditemukan penderita cacar pada manusia.

47
[Type text]

IV.Reservoir
Saat ini virus variola hanya tersimpan didalam lemari pendingin CDC – Atlanta dan di
State Research Center of Virology and Biology di Koltsovo, Novosibirsk, Rusia.
V.Cara penularan penyakit
1. Penularan 50% dari mereka yang tidak divaksinasi akan tertulari.
2. Senjata biologis, virus disebarkan melalui udara.
VI.Masa inkubasi
1. Dari 7 – 19 hari, rata-rata 10 – 14 hari dan 2 – 4 hari lebih setelah timbul ruam
VII.Masa Penularan
1. Mulai dari waktu lesi awal sampai hilangnya semua scab (koreng); sekitar 3 minggu.
2. Penderita paling menular selama periode preeruptive melalui droplet orofaringeal.
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
Semua orang yang belum divaksinasi rentan terhadap infeksi virus cacar.
IX.Upaya pencegahan
Pemberantasan cacar vaksinasi dengan virus vaccinia
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Jika menemukan penderita yang menyerupai cacar dan bukan cacar air:
SEGERA LAPORKAN KEPADA DINAS KESEHATAN SETEMPAT.
XI.Penanggulangan Wabah
Vaksin cacar (vaccinia virus) dan Human Vaccinia Immune globulin untuk mengobati
efek samping vaksinasi cacar tersedia di CDC - Atlanta jaringan hotline koordinasi
penanggulangan bioterorisme di CDC – Atlanta pada nomor (404) 639-0385
XII.Implikasi Bencana
Tidak ada
XIII.Tindakan Internasional
Manfaatkan kerja sama dengan WHO

XX.DEMAM KUNING (YELLOW FEVER)

I.Identifikasi Penyakit
1. Penyakit infeksi virus akut durasi pendek dan tingkat mortalitas yang bervariasi
2. Kasus teringan tidak mudah ditemukan secara klinis, serangan khas dengan ciri tiba-tiba
demam, menggigil, sakit kepala, nyeri punggung, nyeri otot diseluruh badan, lelah, mual
dan muntah.
3. Denyut nadi menjadi lemah dan pelan walaupun terjadi peningkatan suhu (tanda Faget).
4. Icterus sedang ,awal penyakit dan kemudian menjadi lebih jelas
5. Ditemukan albuminuri dan terjadi anuria.
6. Lekopenia dapat timbul awal dan terlihat hari ke lima.
7. Infeksi membaik pada stadium ini.

48
[Type text]

II.Penyebab Penyakit
Virus demam kuning dari genus Flavivirus dan famili Flaviviridae
III.Distribusi Penyakit
1. Penularan dengan siklus sylvatic hanya ditemukan didaerah Afrika dan Amerika Latin
2. Di Bolivia, Brasil, Columbia, Ekuador dan Peru (70% - 90% kasus dilaporkan dari Peru dan
Bolivia)
3. Daerah utara Anggola, Zaire dan Tanzania.
4. Demam kuning pernah terjadi di Asia atau di pantai timur Afrika, demam kuning sylvatic
pernah dilaporkan terjadi di Kenya bagian barat pada tahun 1992 – 1993
IV.Reservoir
1.Di daerah perkotaan, manusia & Aedes aegypti berperan sebagai reservoir :
di hutan, reservoir adalah vertebrata selain manusia terutama monyet dan mungkin
juga marsupialia serta nyamuk hutan.
2.Penularan transovarian menyebabkan infeksi demam kuning.
3.Manusia tidak mempunyai peran dalam siklus penularan demam kuning Sylvatic
V.Cara penularan penyakit
1. Di daerah perkotaan & didaerah pedesaan penularan karena nyamuk Aedes aegypti
2. Di Afrika Timur Aedes africanus merupakan vector pada populasi kera dimana Ae.
Bromeliae dan Ae. Simpsoni (semidomestik) spesies aedes berperan menularkan dari
kera ke manusia
VI.Masa inkubasi
3-6 hari.
VII.Masa Penularan
1. Darah penderita sudah infektif terhadap nyamuk sebelum timbul demam sampai hari ke
3 –5 sakit,
2. Tidak menular melalui kontak atau benda yang tersentuh penderita.
3. 9 – 12 hari pada temperatur daerah tropis, jika sudah terinfeksi seumur hidup virus
akan terus berada di tubuh nyamuk
VIII.Kerentanan dan Kekebalan
1. Penyembuhan dari demam kuning diikuti terjadinya kekebalan seumur hidup,
2. Infeksi ringan terjadi di daerah endemis.
3. Kekebalan pasif pada bayi yang baru lahir didapat dari ibunya hingga 6 bulan.
4. Jika terjadi infeksi antibodi terbentuk di dalam darah pada permulaan minggu pertama.
IX.Upaya pencegahan
1. Buat program imunisasi aktif bagi bayi berusia 9 bulan ke atas dan manusia
2. Untuk memberantas demam kuning diperkotaan yang penting dilakukan adalah
membasmi nyamuk Ae. Aegypti.

49
[Type text]

3. Demam kuning sylvanic atau demam kuning tipe hutan ditularkan oleh Haemogogus
dan species Aedes.
X.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan adanya penderita demam kuning diwajibkan oleh International Health
Regulation (1969)
2. Isolasi: Kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan tubuh paling sedikit sampai
dengan 5 hari setelah sakit
3. Disinfeksi tidak dilakukan
4. Karantina tidak dilakukan
5. Keluarga dan mereka yang kontak sebelumnya belum diimunisasi agar di imunisasi
6. Lakukan penyelidikan semua tempat, daerah hutan yang dikunjungi penderita 3 – 6 hari
sebelum mereka sakit.
7. Pengobatan spesifik: Tidak ada
XI.Penanggulangan Wabah
1. Demam kuning perkotaan yang ditularkan oleh Aedes aegypti: Imunisasi massal,
penyemprotan dengan insektisida, dengan 3M
2. Demam kuning Sylvatic atau demam kuning tipe hutan : imunisasi,
3. Sediakan fasilitas diagnostik untuk pemeriksaan laparatomi jaringan hati
4. Adanya kematian monyet-monyet dihutan (howler and spider monkeys) harus dicurigai
adanya demam kuning.
5. Survei imunitas terhadap populasi dihutan dengan teknik netralisasi sangat bermanfaat
dalam upaya pemetaan daerah enzootic.
XII.Implikasi Bencana
Tidak ada

XIII.Tindakan Internasional
1. Segera laporkan ke WHO dan ke negara tetangga jika ditemukan kasus pertama demam
kuning
2. Lakukan tindakan yang diatur dalam International Health Regulation (IHR), 1969
3. Lakukan karantina terhadap monyet dan primata yang datang dari daerah endemis
4. Imunisasi pengunjung ke daerah endemik
XIV.Tes laboratorium

XXI.Pes (Plague)
I.Identifikasi Penyakit
Penyakit Pes menImbulkan berbagai bentuk klinis,bubonik, pneumonic dan septicemic.

50
[Type text]

Bubonic plague:
Gejala penyakit : mendadak, getah bening (disebut buboes), gigitan kutu yang terinfeksi.
Bakteri berkembang dalam kelenjar getah bening
Septicemic plaque:
Gejala penyakit : demam, menggigil, kelemahan yang ekstrim, sakit perut, shock, dan mungkin
pendarahan ke dalam kulit dan organ lainnya.
Kulit dan jaringan lain menjadi hitam dan mati, terutama pada jari tangan, jari kaki, dan hidung.
Sebagai gejala pertama dari wabah, atau dari bubonic yang tidak diobati..
Pneumonic plague:
Gejala penyakit :Demam, sakit kepala, lemah,dan radang paru-paru yang berkembang pesat
dengan sesak napas, nyeri dada, batuk, dan kadang-kadang berdarah atau berair lendir.
Pneumonic pes berasal dari menghirup infeksi tetesan atau dari bubonic yang tidak diobati atau
septicemic pes. Bentuk paling serius penyakit yang dapat menyebar dari orang ke orang .
II.Penyebab Penyakit
Bakteri, Yersinia pestis
III.Distribusi Penyakit
Jutaan orang di Eropa selama abad pertengahan meninggal.
Antibiotik modern efektif dalam mengobati wabah manusia,wabah infeksi terus terjadi di barat
Amerika Serikat, secara signifikan kasus terbanyak terjadi di Afrika dan Asia.
Wabah di Amerika Serikat terjadi di Los Angeles pada 1924-1925.
Hampir semua kasus yang dilaporkan dalam 20 tahun terakhir telah terjadi antara orang-orang
yang tinggal di kota-kota kecil dan desa atau daerah pertanian daripada di kota-kota besar dan
kota. WHO mencatat tingkat kematian 8-10%, (WHO, 2004)

Reservoir
Banyak jenis hewan, seperti tupai batu, tikus, tupai, anjing prairie, Vole dan kelinci dapat
terkena wabah. Karnivora liar dapat terinfeksi dengan makan hewan yang terinfeksi
Cara penularan penyakit diantara hewan, disebut epizootik.
IV.Cara penularan
Gigitan pinjal (Flea bites).
Bakteri yang paling sering ditularkan oleh gigitan dari kutu yang terinfeksi.
Anjing dan kucing dapat kutu yang terinfeksi wabah ke dalam rumah.
Kontak dengan cairan terkontaminasi atau jaringan.
Manusia dapat terjangkit ketika menangani jaringan atau cairan tubuh PES septicemic.
Infectious droplets.
Radang pes paru-paru , mengeluarkan droplet yang mengandung bakteri pes ke udara.
Kucing sangat rentan dapat terinfeksi oleh makan tikus yang terinfeksi.
Di Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir akibat dari kontak dengan kucing.
V.Masa inkubasi
Bubonic plaque 1-7 HARI
PRIMARY PNEUMONI PLAGUE 2-7 HARI

51
[Type text]

VI.Masa Penularan
Selama adanya flea yang terinfeksi , menularkan pes bubo.
Pneumoni pes menular sampai penderita sembuh dan sputum tidak
mengandung kuman pes.
VII.Kerentanan dan Kekebalan
PENDERITA SEMBUH RELATIVE IMMUN
TIDAK TERLINDUNGI BILA DAPAT INOCULASI BANYAK
VIII.Upaya pencegahan
Mengurangi habitat hewan pengerat .
Hubungi departemen kesehatan lokal jika membuang binatang mati.
Menggunakan repelent selama berkemah, hiking atau bekerja di luar rumah.
IX.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1.Penderita bubonic plaque dirawat diberi antibiotika,kontak dengan penderita pes
bubo harus didesinfeksi.
2.Lapor ke health Authority (sesuai IHR )
3.Penderita pneumoni pes dikarantina,
kontak diawasi selama masa inkubasi (7 hari) dan diberikan antibiotika prophylaksis.
Bila tidak minum antibiotika kontak harus disolasi selama 7 hari.
4.Barang barang penderita pes didesinsfeksi,(sputum,discharge purulen,tanah /lantai
rumah penderita serta binatang yang mati karena pes,jenazah).
5.Pemberantasan tikus dengan ekto parasitnya.

X.Penanggulangan Wabah.
1.Pemeriksaan otopsi dan labortorium semuabinatang yg mati.
2.Case finding,pengobatan bagi kontak penderita pes.
3.Lindungi semua kontak person,dan pekerja kesehatan yang menangani penderita.
XI.Implikasi Bencana
Kondisi padat penduduk,jeleknya lingkungan
XII.Tindakan Internasional
1.Menginformasikan ke WHO dalam 24 jam.
2.Pengawasan kapal,pesawat,daerah lintas batas terhadap kedatangan dari daerah
terjangkait pes
3.Kapal,pesawat dan pelintas batas dari daerah terjangkit harus bebas infestasi vector.
4.Pendatang,turis,dari daerah pulmonary pes yang tersangka pes diisolasi selam 6 hari
5.Kapal,pesawat,orang yang datang dari daerah terjangkit harus didesinsecsi serta
diawasi selama 6 hari sejak kedatangannya.
6.Imunisasi tidak dilakukan.

52
[Type text]

XIII.Tes laboratorium
Uji serologi anti-F1 dapat membedakan antara berbagai jenis Yersinia,
PCR untuk mengidentifikasi Y. pestis.
Protein H ekor Bacteriofag Yersinia FAG L - 413 C membedaan antara Y. pestis dan
Y. pseudotuberculosis.

XXII.EBOLA-MARBURG VIRAL DISEASES


( African haemorhagic fever,Marburg virus disease,Ebola virus haemorrhagic fever)
I.Identifikasi Penyakit
Onset penyakit acute dan ditandai demam, sakit kepala, sendi dan nyeri otot, sakit
tenggorokan, dan kelemahan, diikuti oleh diare, muntah, dan sakit perut. Ruam, mata merah,
cegukan dan pendarahan internal dan eksternal pada beberapa pasien..
Mendiagnosa Ebola HF sulit pada gejala awal, mata merah dan ruam kulit, tidak
spesifik .
Demam berdarah Ebola (Ebola HF) sering fatal pada manusia dan primata (monyet, gorila, dan
simpanse) secara sporadis sejak tahun 1976.
II.Penyebab Penyakit
Virus RNA -Filoviridae.Empat dari lima menyebabkan penyakit pada manusia:
Ebola-Zaire, Ebola-Sudan, Pantai Gading Ebola dan Ebola-Bundibugyo.
Ebola-Reston, menyebabkan penyakit pada primata bukan manusia
III.Distribusi Penyakit
Kususnya di Afrika Tengah
V.Reservoir
Di Afrika, infeksi melalui penularan pada simpanse, gorila, kelelawar buah, monyet, kijang
hutan dan landak yang ditemukan mati atau sakit di hutan.
VI.Cara penularan penyakit
Infeksi virus Ebola Karena reservoir alami virus tidak diketahui,
Penularan melalui kontak langsung dengan darah dan/atau sekresi dari orang yang terinfeksi,
kontak dengan benda seperti jarum, yang terkontaminasi .
Transmisi nosokomial, pasien yang dirawat tanpa masker,gaun,atau sarung tangan.
VII.Diagnosis
Diferensial diagnosis : malaria, demam tipus, shigellosis, kolera, leptospirosis, wabah,
rickettsiosis, demam relapsing, meningitis, hepatitis dan VHFs lain.
VIII.Masa inkubasi
Masa inkubasi antara 2 sampai 21 hari.
IX.Masa Penularan
Selama darah dan secret dari tubuh masih mengandung virus.
Lebih dari 30% penderita yang sembuh masih menular.

53
[Type text]

X.Kerentanan dan Kekebalan


Semua manusia rentan
XI.Upaya pencegahan
Pencegahan primer .
Kondisi ekonomi dan sosial mendukung penyebaran epidemi
Fasilitas kesehatan,pe layanan kesehatan harus mampu mengenali kasus Ebola H.
Memiliki kemampuan untuk tes diagnostik dan tindakan pencegahan isolasi
memakai pakaian pelindung, masker, sarung tangan, gaun dan kacamata; Sterilisasi peralatan
Isolasi Ebola HF pasien dari orang-orang yang tidak dilindungi..
Pencegahan zoonosis Ebola.
Mengendalikan Ebola Reston di hewan domestik , tidak ada vaksin hewan
Pembersihan rutin dan desinfeksi peternakan babi atau monyet (dengan Natrium hipoklorit
atau deterjen lainnya) ,hewan sakit dikarantina.
Pemusnahan hewan yang terinfeksi,.
Membatasi atau melarang mobilisasi hewan daerah lain.
Melakukan surveilans aktif kesehatan hewan untuk mendeteksi kasus baru
XII.Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
Terapi obat baru telah menunjukkan hasil dalam penelitian laboratorium .
Beberapa vaksin sedang diuji.
Natural host of Ebola virus
Di Afrika, kelelawar buah, genus Hypsignathus monstrosus, Epomops franqueti dan Myonycteris
torquata, dianggap reservoir alami Ebola virus.
primata non-manusia adalah sumber infeksi untuk manusia, tidak dianggap reservoir .
Sejak 1994, wabah dari spesies Zaire dan Pantai Gading ditemukan di simpanse dan gorila.
Ebola Reston telah menyebabkan wabah VHF monyet (Macaca fascicularis) di Filipina dan di
monyet yang diimpor dalam 1989, 1990 dan 1996 ke Amerika Serikat dan pada tahun 1992 di
monyet yang diimpor ke Italia dari Filipina.
Sejak 2008, virus Ebola Reston menyebabkanwabah penyakit mematikan pada babi.
XIII.Penanggulangan Wabah
Ebola tidak adanya pengobatan yang efektif dan vaksin manusia,
Menghindari penularan satwa liar dengan kelelawar buah yang terinfeksi atau monyet kera dan
konsumsi daging mentah .
Hewan harus ditangani dengan sarung tangan dan pakaian pelindung lain
Produk darah dan daging harus dimasak secara menyeluruh sebelum dikonsumsi.
kontak fisik dengan Ebola pasien harus dihindari. Sarung tangan dan peralatan perlindungan
dipakai ketika mengambil contoh sampel penderita....
XIV.Implikasi Bencana
Tindakan pencegahan standar untuk mengurangi risiko penularan bloodborne dan patogen .
Tindakan pencegahan standar dianjurkan dalam perawatan dan pengobatan semua pasien
XV.Tindakan Internasional
Kerja sama WHO

54
[Type text]

XVI.test laboratorium :
Infeksi virus Ebola didiagnosis dengan tes :
o enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
o antigen detection tests
o serum neutralization test
o reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) assay
o virus isolation by cell culture.

XXIII Lassa Fever


I. Identifikasi Penyakit
Lassa fever / Lassa hemorrhagic fever (LHF)
Demam berdarah virus akut disebabkan oleh Lassa virus, tahun 1969 di kota Lassa, Nigeria.
Mirip dengan Ebola, kasus klinis penyakit dikenal selama satu dekade tetapi belum patogen,
endemik di negara-negara Afrika Barat,
II.Penyebab Penyakit
Virusadalah famili virus arenaviridiae.
300, 000–500, 000 kasus setiap tahunnya, dengan sekitar 5.000 kematian.
III. Distribusi Penyakit
Wabah di Nigeria, Liberia, Sierra Leone, Guinea, dan Republik Afrika Tengah, juga ada di
Republik Demokratik Kongo, Mali dan Senegal.
insiden, demam lassa telah menjadi masalah besar di wilayah Afrika
IV. Reservoir
Hewan utama Natal Mouse Multimammate (Mastomys natalensis), hewan asli untuk sebagian
besar Afrika sub-Sahara.
V. Cara penularan penyakit
Virus ditransmisikan kotoran atau urin hewan
VI.Epidemiologi
Vectors
Lassa virus zoonosis menyebar ke manusia dari mammate tikus (Mastomys natalensis).
Matomys infeksi keadaan asimtomatik . Virus aerosol dari kotoran dan air kencing .
Dalam kasus fatal, ditandai gangguan atau imunitas selular yang terlambat sehingga timbul fulminant
viremia. Bahan infektif (aerosol) diyakini paling signifikan .
Melalui kulit rusak atau selaput lendir yang secara langsung terkena infektif materi.
Transmisi dari orang ke orang melalui air susu ibu ,melalui kontak seksual belum jelas.
Prevalensi antibodi populasi: Sierra Leone 8–52% Guinea 4–55% Nigeria sekitar 21%

VII.Medical aspects
Prevention
Memberantas populasi Mastomys , menjaga kebersihan. Sarung tangan, masker, laboratorium mantel
dan kacamata disarankan bila kontak dengan orang yang terinfeksi..
Vaksin: tes terhadap primata berhasil, tidak ada gejala klinis.

55
[Type text]

Symptoms
CFR 10 sampai 16% dari total kasus.
Periode inkubasi enam untuk 21 hari, penyakit akut kelainan multiorgan.
gejala Non-spesifik demam, pembengkakan wajah, dan otot kelelahan, serta konjungtivitis dan
mukosa pendarahan.
Gejala lain terkena adalah:
Gastrointestinal tract :Vomiting (bloody), Diarrhea (bloody).Hepatitis
Cardiovascular system
Respiratory tract :
Pleuritis
Nervous system :Encephalitis,Meningitis,Unilateral or bilateral hearing deficit,Seizures
Differential diagnose
Sulit dibedakan dengan Ebola dan Marburg, dan dari penyakit demam umum seperti malaria.
Virus diekskresikan dalam urin selama tiga sampai sembilan minggu dan semen selama tiga bulan.

VIII.Diagnosis
ELISA tes IgM senstifitas 90%,spesifistas 88% adanya infeksi.
limfopenia , trombositopenia ,(AST) dalam darah, kelainan dalam cairan serebrospinal

IX.Prognosis
Sekitar 15% - 20% pasien mati karena penyakit.
angka kematian keseluruhan adalah 1%, selama wabah meningkat 50%.
Tingkat kematian 80% pada wanita hamil selama trimester ketiga
kematian janin juga terjadi di hampir semua kasus.Aborsi mengurangi risiko kematian ibu.
Pengobatan Ribavirin, tingkat fatalitas menurun.

X.Treatment
Semua orang dicurigai demam Lassa infeksi harus di isolasi dan cairan tubuh dan kotoran mereka dibuang
dengan benar.
Pengobatan: .Ribavirin lebih efektifdiberikan intravena
Ribavirin adalah prodrug menghambat sintesis asam nukleat RNA-dependent,
Penggantian fluida, transfusi darah
Terapi interferon intravena. Demam Lassa pada wanita hamil di akhir trimester diinduksi kehamilan .
Pengobatan dengan ST-193 sekali sehari selama 14 hari menurunkan kematian (71% hewan selamat pada
dosis rendah), sedangkan semua yang tidak diobati dengan ribavirin meninggal dalam waktu 20 hari
infeksi.

XXIV.Nipah virus
I.Identifikasi
Nipah virus menyebabkan ensefalitis atau penyakit pernafasan.
II. Penyebab Penyakit
Nipah virus dapat ditularkan kepada manusia dari binatang, langsung dari manusia-ke-manusia;
Nipah virus menyebabkan penyakit parah pada hewan domestik seperti babi.
III.Reservoir
Kelelawar buah dari famili Pteropodidae ( tuan rumah alami).Nipahvirus terkait erat dengan Hendra virus.
Keduanya genus Henipa virus baru dalam keluarga Paramyxoviridae.

56
[Type text]

IV.Epidemiology
Nipah virus pertama kali dikenali di 1999 terjadi wabah diantara babi petani di Malaysia.
V.Cara penularan.
Selama awal wabah di Malaysia dan Singapura, infeksi manusiaakibat kontak langsung dengan babi sakit
atau jaringan mereka terkontaminasi.
Transmisi diduga telah terjadi melalui pernafasan droplet , kontak dengan tenggorokan atau ingus dari
babi, atau kontak dengan jaringan hewan sakit.
Dalam wabah Bangladesh dan India, konsumsi buah-buahan atau buah produk (misalnya kurma yang
mentah juice) terkontaminasi dengan air seni atau air ludah dari kelelawar buah sumber paling mungkin
infeksi. Nipah virus menyebar langsung dari manusia-ke-manusia melalui kontak dekat dengan orang
sekresi dan excretions.
Dari tahun 2001 hingga 2008, sekitar 1/2 dari kasus di Bangladesh adalah karena transmisi manusia-ke-
manusia
VI.Gejala penyakit.
Gejala asimtomatik hingga ensefalitis.
awalnya seperti flu seperti demam, sakit kepala, myalgia , muntah dan sakit tenggorokan.diikuti oleh
pusing, kantuk, mengubah kesadaran, dan tanda-tanda neurologis yang menunjukkan akut ensefalitis.
Gejala atipikal radang paru-paru dan gangguan pernapasan akut.
Ensefalitis dan kejang terjadi dalam kasus yang parah, koma dalam waktu 24 hingga 48 jam. Kebanyakan
orang yang bertahan akut ensefalitis pulih.
Sekitar 20% yang tersisa dengan sisa konsekuensi saraf seperti kejang-kejang dan perubahan kepribadian.
Sejumlah kecil orang-orang kambuh atau berkembangmenjadi ensefalitis.
Dalam jangka panjang, disfungsi neurologis yang diamati lebih dari 15% dari orang. Kasus tingkat
kematian diperkirakan pada 40% hingga 75%;
VII. Masa inkubasi
VIII.Diagnosis
serumneutralize
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
polymerase chain reaction (PCR)
immunofluorescence asssy
virus isolation by cell culture
IX.Pengobatan
Pada saat ini tidak ada obat-obatan, atau vaksin
Perawatan suportif intensif untuk mengobati penderita.
X.Natural host:
Kelelawar dari famili Pteropodidae- spesies genus Pteropus-adalah tuan rumah alami .
Henipavirus infeksi di Pteropus kelelawar dari Australia, Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, India, Indonesia,
Madagaskar, Malaysia, Papua Nugini, Thailand dan Timor Leste.
kelelawar buah dari Afrika genus Pteropodidae, ditemukan positif untuk antibodi terhadap virus Nipah
dan Hendra.
XI.Nipah virus pada hewan domestic
Nipah virus di babi dan hewan domestik lain (kuda, kambing, domba, kucing dan anjing) dilaporkan
pertama selama awal wabah Malaysia pada tahun 1999.
Banyak babi tidak ada gejala, beberapa menderita penyakit demam akut, gangguan pernapasan dan saraf
dengan gejala seperti gemetar, kejang otot dan bergerak-gerak. Umumnya, kematian adalah rendah
kecuali anak-anak muda babi..
Nipah harus dicurigai jika babi batuk menggonggong yang tidak biasa atau jika ada kasus menderita

57
[Type text]

encephalitis.
Nipah virus sangat menular pada babi.
XII.Masa inkubasi
4 sampai 14 hari.
XIII.Pencegahan
Tidak ada vaksin terhadap Nipah virus.
Pembersihan rutin dan disinfeksi babi peternakan (dengan natrium hypochorite atau deterjen lainnya).
Jika wabah hewan lokal harus segera dikarantina.
Pemusnahan hewan yang terinfeksi pengawasan penguburan- atau Insinerasi bangkai diperlukan .
Membatasi atau melarang pemindahan hewan dari peternakan terinfeksi ke daerah lain
Memberikan peringatan dini pada dokter hewan dan health authorities.
XIV.Pencegahan
Pendidikan kesehatan masyarakat :
Mengurangi risiko penularan kelelawar-ke-manusia.
buah kurma harus direbus dan buah-buahan harus dicuci dan dikupas sebelum konsumsi.
Kontak fisik dengan orang terinfeksi virus.
Sarung tangan dan peralatan pelindung harus dipakai ketika merawat orang sakit.
Mencuci tangan teratur harus dilakukan setelah merawat atau mengunjungi orang sakit.
Pakai pelindung sewaktu menangani hewan yang sakit atau menangani produk hewan tsb , selama
penyembelihan
Pekerja kesehatan yg merawat pasien harus menerapkan tindakan pencegahan infeksi
Sampel yang diambil dari orang dan hewan dengan infeksi virus Nipah dicurigai harus ditangani oleh staf
terlatih yang bekerja di laboratorium

XXV.Hendra virus
I.Identifikasi penyakit.
Hendra virus menyebabkan penyakit pernafasan dan neurologis yang fatal.
Hendra virus dapat ditularkan dari kuda, penyakit parah dan kematian pada kuda.
Kelelawar buah ( famili Pteropodidae) adalah host alami dari Hendra virus.
II.Outbreaks
Hendra virus pertama kali 1994 merupakan wabah penyakit pernapasan akut kuda di Australia.
Dua orang terinfeksi, dan satu meninggal.
III.Transmission
Hendra virus ditransmisikan ke orang melalui kontak dengan kuda-kuda yang terinfeksi .
tidak ada transmisi manusia-ke-manusia .
IV.Signs and symptoms
Infeksi manusia ringan seperti influenza
penyakit fatal penyakit pernapasan atau neurologis.
Pembesaran kelenjar getah bening, kelesuan dan vertigo.
V.The incubation period
5 sampai 14 hari.
VI.Diagnosis
Infeksi virus Hendra didiagnosis dengan beberapa tes laboratorium :
 serum neutralization;

58
[Type text]

 enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA);


 polymerase chain reaction (PCR) assay;
 immunofluorescence assay;
 virus isolation by cell culture.

VII.Treatment
Tidak ada obat-obatan, atau vaksin
VIII.Natural host of Hendra virus
Kelelawar buah dari famili Pteropodidae-terutama spesies Pteropus-adalah tuan rumah alami .
Hendra virus in horses
Kuda adalah satu-satunya spesies hewan domestik yang dapat secara alami terinfeksi dengan Hendra virus.
Infeksi pada kuda tanpa gejala, infeksi pernapasan dan neurologis fatal sindrom. Untuk kasus-kasus yang
fatal, rata-rata dua hari.
IX.Masa inkubasi
di kuda bervariasi antara lima dan 16 hari.
Tingkat CFR di kuda adalah sekitar 75%.
X.Prevention
Preventing transmission in horses
Pembersihan rutin dan disinfeksi kandang kuda mencegah infeksi.
Jika wabah kuda lokal harus segera dikarantina.
Eliminasi hewan yang terinfeksi dengan-pengawasan ketat pemakaman- atau pemusnahan karkas
Membatasi atau melarang gerakan kuda dari terinfeksi
Memberikan peringatan dini bagi otoritas kesehatan umum Kedokteran Hewan dan manusia.
Pendidikan kesehatan masyarakat .
Mengurangi risiko penularan kuda-ke-manusia.
Peralatan pengaman seperti sarung tangan, gaun, masker dan kacamata pelindung harus dipakai dalam
menangani hewan yang sakit atau jaringan mereka, dan selama post-mortems.
Mengurangi risiko penularan kelelawar di-kuda.
Makanan kuda dan palung air harus dipindahkan dari daerah di mana kelelawar berada.
Pengendalian infeksi mengikuti aturan Kesehatan
Pekerja kesehatan merawat pasien, penanganan spesimen ,harus menerapkan standar
kontrol tindakan laboratorium yang sesuai.

XXVI.Rift Valley fever

I.Overview
Rift Valley fever (RVF) adalah zoonosis virus.
Infeksi dapat menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia.
RVF virus adalah anggota genus Phlebovirus,keluarga Bunyaviridae.
Virus pertama kali diidentifikasi tahun 1931 terjadi epidemi di antara domba di sebuah
peternakan di lembah Rift Kenya.
II. Transmission in humans
Infeksi kontak langsung atau tidak langsung dengan darah dan organ-organ hewan yang
terinfeksi.

59
[Type text]

Virus dapat ditularkan ke manusia melalui penanganan pemotongan , membantu kelahiran,


pembuangan karkas atau janin.
Kelompok penggembala, petani, pekerja rumah jagal, dan dokter hewan berisiko tinggi .
Virus menginfeksi manusia melalui inokulasi, melalui luka dari pisau terinfeksi atau inhalasi
aerosol , transmisi aerosol menyebabkan infeksi pada pekerja laboratorium.
 Terinfeksi dengan RVF menelan susu dipasteurisasi atau mentah dari hewan yang
terinfeksi.
 Infeksi dari gigitan nyamuk terinfeksi, paling sering Nyamuk Aedes.
 Transmisi RVF virus oleh lalat hematophagous (darah-feeding).
 Tidak ada transmisi manusia-ke-manusia RVF ,
 Tidak ada wabah RVF di daerah perkotaan.
III.Clinical features in humans
Bentuk ringan dari RVF pada manusia
inkubasi RVF - 2-6 hari
 gejala tidak terdeteksi / bentuk ringan seperti flu Leher kaku, sensitif terhadap cahaya,
kehilangan nafsu makan dan muntah;
dalam tahap awal, mungkin keliru untuk meningitis.
 Gejala RVF biasanya berakhir dari empat sampai tujuh hari, respon imun terdeteksi
munculnya antibodi dan virus secara bertahap menghilang dari darah.

Bentuk berat RVF pada manusia


o Ocular form: (0,5-2% ),
Gejala yang biasanya ringan disertai lesi retina.
Terjadi satu sampai tiga minggu setelah gejala pertama.
Pasien mengeluh penglihatan kabur, sembuh setelah 10 hingga 12 minggu.
Bila terjadi lesi di makula, 50% pasien akan kehilangan penglihatan permanen..
o Meningoencephalitis form: (kurang dari 1%)
Terjadi meningoencephalitis biasanya terjadi satu sampai empat minggu setelah
gejala pertama dari RVF muncul gejala timbul setelah 60 hari.
Angka kematian rendah, meskipun sisa gangguan neurologis, mungkin parah..
o Haemorrhagic fever form: (kurang dari 1%).
Gejala penyakit muncul dua sampai empat hari , mulai gangguan hati yang
berat, seperti penyakit kuning, tanda-tanda perdarahan seperti muntah darah,
darah dalam tinja,purpuric atau ecchymoses , perdarahan dari hidung atau gusi,
menorrhagia dan perdarahan dari venepuncture.
o Rasio kasus kematian pasien tinggi di sekitar 50%.
Kematian tiga sampai enam hari setelah onset gejala.
Virus dapat dideteksi dalam darah hingga 10 hari, pada pasien dengan bentuk
hemoragik icterus RVF.
CFR kurang dari 1% kematian terjadi pada kondisi penyakit icterus.
IV.Diagnosis
Serological tes ("ELISA" atau "EIA" metode) IgM antibodi .
Virus dalam darah selama fase awal / post-mortem kultur sel/ bagian dari hewan).
Antigen deteksi tes dan RT-PCR

60
[Type text]

V.Treatment and vaccines


RVF relatif ringan dan pendek, tidak ada perawatan khusus.
Vaksin ini tidak berlisensi dan tidak tersedia secara komersial
digunakan untuk hewan dan pekerja laboratorium yang berisiko tinggi untuk RVF.
VI.RVF virus in host animals
Sapi, domba, unta dan kambing.
Domba lebih rentan daripada ternak lainnya.
Umur muda rentanan terhadap penyakit:
90% dari anak-anak domba yang terinfeksi mati ,
mortalitas di antara domba dewasa rendah 10%.
Tingkat aborsi yang terinfeksi adalah hampir 100%.
Wabah RVF pada hewan sering aborsi merupakan sinyal awal sebuah epidemi.

VII.RVF vectors
Beberapa spesies nyamuk mampu sebagai vektor penularan virus RVF.
RVF virus gigitan nyamuk terinfeksi, terutama Aedes spesies.
Nyamuk mentransmisi virus langsung ke keturunannya melalui telur ,
telur nyamuk ini dapat bertahan selama beberapa tahun dalam kondisi kering.

VIII.Prevention and control


Controlling RVF in animals
Wabah RVF pada hewan dicegah vaksinasi berkelanjutan, satu kali dosis vaksin hidup
memberikan kekebalan jangka panjang
vaksin yang digunakan dapat mengakibatkan aborsi spontan pada hewan hamil.
Vaksin inactivated virus tidak memiliki efek samping
Vaksinasi hewan tidak dapat dilaksanakan waktu wabah karena ada risiko tinggi
mengintensifkan wabah.
Membatasi atau melarang gerakan ternak
Bila terjadi wabah RVF pada hewan, pengawasan kesehatan hewan aktif untuk
mendeteksi kasus baru, peringatan dini bagi otoritas kesehatan umum Kedokteran
Hewan dan manusia.
IX.Public health education and risk reduction
Selama wabah RVF, hindari kontak dekat dengan binatang,
terutama dengan cairan tubuh , baik secara langsung maupun melalui aerosol mencegah
gigitan nyamuk Sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya harus dipakai ketika
menangani hewan yang sakit atau ketika menyembelih hewan.

o Dilarang meng konsumsi darah segar, susu mentah atau daging binatang.
o Di daerah epizootic, semua produk hewani harus dimasak .
o perlindungan terhadap gigitan nyamuk
o Petugas kesehatan dalam merawat pasien harus melaksanakan pencegahan
standar ketika menangani spesimen dari pasien.

61
[Type text]

penanganan darah (termasuk darah kering),semua cairan tubuh, sekresi dan excretions
(tidak termasuk keringat), dan kontak dengan kulit dan selaput lendir.

X.Vector control
kontrol vektor dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk.
Larviciding bentuk paling efektif vektor kontrol .

XXVII.WEST NILE FEVER


Signs and symptoms
Periode inkubasi : 2 dan 15 hari.
WNV, meningitis, encephalitis, menigoencephalitis , sakit kepala adalah indikator yang
berguna dari penyakit neuroinvasive
West Nile fever (WNF),
 20 % dari kasus, gejala flu sindrom akut yang ringan 3-6 hari .
Kurang dari 30% pasien timbul ruam.
West Nile neuroinvasive disease (WNND),
Kurang dari 1 % dari kasus,
meningitis, encephalitis, meningoencephalitis atau sindrom seperti polio-
WNND pada neuroimaging normal, meskipun ada kelainan otak, termasuk basal
ganglia, thalamus, otak kecil, dan batang otak.
West Nile virus encephalitis (WNE)
adalah manifestasi paling umum neuroinvasive(WNND).
Gejala utama WNE adalah kelemahan otot (30 sampai 50 persen pasien dengan
ensefalitis), tidak ada kelainan sensorik.
WNV penyebab epidemi ensefalitis di Amerika Serikat,

West Nile polio (WNP), kurang dibandingkan dengan WNM atau WNE.
Sindrom kelemahan ekstremitas asimetris atau kelumpuhan
tidak kehilangan sensori.
Kelumpuhan dapat terjadi dalam tanpa gejala demam, sakit kepala, atau gejala umum
lainnya yang terkait dengan infeksi WNV.
Kelumpuhan otot pernapasan, menyebabkan kegagalan pernapasan akut, kadang-
kadang dapat terjadi.

Nonneurologic komplikasi infeksi WNV jarang terjadi


termasuk fulminant hepatitis, pankreatitis, myocarditis, rhabdomyolysis, orchitis,
Nefritis, neuritis optik dan dysrhythmias jantung dan demam dengan koagulopati.
Chorioretinitis juga mungkin lebih umum daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Manifestasi kulit ruam khusus, tidak biasa pada pasien terinfeksi WNV; erythematous ,
makula, papular,
Transmission
Cyclus hidup Virus West Nile hidup di nyamuk dan jenis burung.

62
[Type text]

Gigitan nyamuk (vector) tidak menginfeksi burung (host), virus berkembang biak di
burung. Manusia dan kuda adalah infeksi yang tak umum.
Virus tidak berkembang biak dalam spesies ini dan mereka dikenal sebagai end host.
Wilayah geografis; di AS, Culex pipiens (Timur AS), Culex tarsalis (Midwest dan Barat),
dan Culex quinquefasciatus(Southeast) adalah sumber utama.
Didalam burung virus berkembang biak.burung gagak dan robins, fatal dalam 5 hari.
Siklus epizootic amplifikasi virus ini mencapai puncak 15–16 hari sebelum manusia
menjadi sakit..

Di Mamalia, virus tidak berkembang dengan mudah tidak terjadi viremia tinggi selama infeksi),
dosis virus pada mamalia tidak cukup untuk infeksious, mamalia merupakan dead end host.

Diagnosis
Molekul (IgM).
Adanya gigitan nyamuk dan demam akut dengan gejala neurologis menimbulkan kecurigaan
klinis dari WNV.
Diagnosis definitif WNV deteksi virus-spesifik antibodi (IgM) dan netralisir antibodi.
Tes darah dalam 8 hari berikut onset penyakit yang tidak positif IgM, harus diulang.
Tes positif IgG dan IgM negatif menunjukkan infeksi flavavirus sebelumnya dan bukan bukti
infeksi virus West Nile akut.
Jika kasus diduga infeksi virus West Nile, spesimen harus dikumpulkan 2-3 minggu
Umumnya cross-reactions terjadi antara flaviviruses seperti TIK-Borne ensefalitis virus dan
virus Dengue (DENV), ini memerlukan perhatian ketika mengevaluasi hasil serologi flaviviral
infeksi.
WNV IgM ELISA
Dalam kasus berat , asam nukleat amplifikasi, immunohistochemistry dan virus dari otopsi
jaringan dapat dipergunakan.
Diagnostik dan serologi PCR untuk membedakan penyebab ensefalitis dan meningitis.
Pencegahan
Perlindungan mengurangi risiko digigit nyamuk terinfeksi:
Pengawasan dan pengendalian
Tes sampel darah diambil dari burung liar, anjing dan monyet , serta pengujian otak mati
burung yang ditemukan
Pengujian sampel nyamuk RT-PCR secara langsung menunjukkan adanya virus .
Bila menggunakan sera darah burung liar dan ayam ,
sampel diuji adanya antibodi WNV dengan immunohistochemistry (IHC) atau
Immunosorbent Assay (ELISA).
Dead birds, diuji untuk virus dengan RT-PCR atau IHC, virus berwarna coklat karena
reaksi substrat-enzim.
Treatment
Tidak ada pengobatan khusus untuk WNV infeksi.

63
[Type text]

Prognosis
Meskipun prognosis umum menguntungkan, West Nile Fever 60–90 hari baru pulih.
Pasien dengan WNF neuroinvasive mengalami gangguan jangka panjang ( 1 + tahun) keluhan
seperti tremor, dan disfungsi dalam keterampilan motorik dan fungsi eksekutif.
Pemulihan ini ditandai dengan kelelahan yang lama.
Epizootics penyakit di kuda terjadi di Maroko (1996), Italia (1998), Amerika Serikat (1999-2001),
dan Prancis (2000), Meksiko (2003) dan Sardinia (2011).

XXVIII.Japanese encephalitis
I.Overview
Japenese Enchephalitis sebelumnya Japenese B ensefalitis untuk membedakannya dari von
Economo ensefalitis disebabkan oleh virus J E
Virus JE dari keluarga Flaviviridae.
Babi dan burung liar (bangau) adalah reservoir virus;
manusia dapat timbul gejala yang parah.
Vektor penyakit ini adalah nyamuk Culex tritaeniorhynchus dan Culex vishnui.
Penyakit ini paling lazim di Asia Tenggara dan Timur jauh.

II.Signs and symptoms


Masa inkubasi 5-10 hari
Sebagian besar infeksi asimtomatik:
Beberapa kasus menderita mual, sakit kepala, demam, muntah dan kadang-kadang
pembengkakan buah pelir,hanya 1 di 250 menjadi ensefalitis.
Demam, sakit kepala dan malaise adalah gejala non-spesifik 1 dan 6 hari.
Kematian dari penyakit lebih tinggi pada anak-anak.
Penyebaran transplacental pernah dilaporkan.
Cacat neurologis seumur hidup seperti tuli, emosional lability, dan hemiparesis .
Mikroglia mengeluarkan sitokin, interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α),
dapat menyebabkan efek toksik di otak.
Faktori neurotoxins, merangsang neurotransmiter, prostaglandin, reaktif oksigen dan nitrogen
yang disekresikan oleh mikroglia.
Induksi sitokin pro-inflamasi dan chemokines dari daerah otak selama infeksi JEV .
Microglial menghasilkan autotoxic menimbulkan kerusakan saraf hewan, termasuk Infertilitas
dan aborsi pada babi, penyakit saraf di kuda,demam, kelesuan, dan anoreksia.

III.Prevention
Infeksi dengan JEV menimbulkan kekebalan seumur hidup.
Semua vaksin berasal dari genotipe III virus.
Keberhasilan pengendalian penyakit JE di Jepang, Korea, Taiwan dan Singapura.
Efek samping paling umum adalah kemerahan dan nyeri di tempat suntikan.
Risiko komplikasi neurologis autoimun sekitar 1 per juta vaksinasi.

64
[Type text]

IXIARO diproduksi in vitro kultur , efek samping sakit kepala dan mialgia.
Neutralising Antibodi dua sampai tiga tahun.Booster setiap tiga tahun untuk yang berisiko
IV.Pengobatan
tidak ada pengobatan khusus ;
Peningkatan tekanan intrakranial dengan manitol.
Tidak ada transmisi dari orang ke orang , tidak perlu diisolasi.
Identifikasi macrophage reseptor berpengaruh dalam tingkat keparahan penyakit.
monosit dan makrofag reseptor CLEC5A mempengaruhi keradangan infeksi otak.

V.Epidemiology
Reservoir alami virus JEadalah burung,
JE adalah penyebab virus ensefalitis di Asia, dengan 30, 50.000 000 kasus setiap tahunnya.
CFR : 0.3% sampai 60% dan tergantung pada populasi dan usia
Penduduk pedesaan di lokasi endemik berisiko tinggi; tidak biasa di daerah perkotaan.
Penyebaran virus di Australia Culex gelidus,
Human, cattle and horses are dead-end hosts and disease manifests as fatal encephalitis.
Babi merupakan host virus JE memiliki peran penting dalam epidemiologi .
Infeksi pada babi asimtomatik, kecuali keadaan hamil menyebabkan aborsi dan kelainan janin.
Vektor adalah Culex tritaeniorhynchus, menggigit ternak dan manusia,
Culex bitaeniorhynchus di Republik Korea

VI.Treatment
Rosmarinic asam, dan arctigenin, efektif dalam tikus
Curcumin menimbulkan neuroprotection terhadap infeksi JEV secara in vitro.
Kurkumin mungkin menyebabkan penurunan oksigen reaktif tingkat selular
Minocycline pada tikus juga mencegah kerusakan obstruksi otak.
Virology
Penyebab virus JE terkait erat dengan virus St. Louis ensefalitis dan virus West Nile.

XXIX.POLIO MYELITIS

I OVER VIEW

Ditandai akut onset FLACCID PARALYSE. sangat menular


Fase akut polio dapat dibedakan:
Penyakit demam non-spesifik (penyakit ringan)
sebagian kecil meningitis aseptik dan/atau lumpuh (penyakit utama).
Rasio kasus inapparent infeksi penyakit lumpuh berkisar dari 100: 1 sampai 1000: 1.
Pola epidemiologi tergantung sosial ekonomi dan layanan kesehatan .
Polioviruses memiliki tiga antigenically memberikan kekebalan tidak saling melindungi:
Tipe I: "Leon"; mungkin di epidemic
Tipe II: "Berlinhide"; jenis berlaku di daerah endemik.
Tipe III: "Lansing"; kadang-kadang penyebab epidemi

65
[Type text]

Polioviruses relatif bertahan untuk waktu yang lama di bawah kondisi lingkungan yang sesuai, mudah
dihancurkan oleh panas , dan klorinasi air.
Reservoir of infection
Manusia adalah reservoir infeksi poliomielytis
Foci of infection
Faring: virus ditemukan dalam sekresi orofaringeal. Usus kecil
Modes of transmission
Oral-oral infection
Faeco-oral infeksi:
Virus bertahan hidup di lingkungan yang dingin.
Kepadatan dan sanitasi jelek memberikan kesempatan untuk terkena infeksi.
Masa penularan kontak dan carrier: sekitar 2 minggu : kasus yang paling menular 7 sampai 10
hari sebelum dan sesudah timbulnya gejala.
Dalam feaces, virus diekskresikan selama 2 sampai 3 minggu, kadang-kadang 3 sampai 4 bulan.
Dalam kasus polio, penularan di foci faring sekitar satu minggu, dan usus i 6-8 minggu.
Incubation Period: 7-14 days
Susceptibility
Umur:i 95% pada bayi dan anak-anak lebih dari 50% .
Sex: tidak ada perbandingan jenis kelamin
Faktor risiko:provokatif menyebabkan lumpuh pada polio : kelelahan, trauma, suntikan ,
prosedur operasi, kehamilan, latihan otot yang berlebihan.
Kekebalandari ibu i berangsur-angsur hilang selama 6 bulan pertama .
Terinfeksi dengan jenis lain dari virus dapat terjadi.
Inapparent infection
Insiden ini adalah lebih dari 100 sampai 1000 kali kasus klinis.
Manifestasi klinis tidak ada, terkait dengan kekebalan diperoleh.

Clinical poliomyelitis
I.Abortive polio (minor illness):
II. Involvement of the CNS (major illness):
III.Paralytic poliomyelitis:

I.Abortive polio (minor illness):


Mayoritas dengan manifestasi sistemik .
Demam ringan, faringitis dan sakit tenggorokan: muntah, sakit perut dan diare.
II. Involvement of the CNS (major illness):
Sebagian kecil dari kasus klinis, dan muncul beberapa hari .
bentuk: nonparalytic dan lumpuh polio.
Nonparalytic polio :
demam, sakit kepala, mual, muntah, dan sakit perut.
Tanda meningeal sign, meningitis aseptik pulih /lolos dari kelumpuhan,
bentuk nonpralytic dianggap "tahap preparalytic".

66
[Type text]

III.Paralytic poliomyelitis:
Kelumpuhan 4 hari setelah tahap preparalytic (sekitar 7-10 hari dari onset penyakit).
Gejala : demam, sakit kepala, lekas marah, dan manifestasi lumpuh kerusakan sel-sel saraf motor, tidak
sel saraf sensorik.
Forms: spinal, bulbar, and bulbospinal

Spinal polio
Saraf tulang belakang yang terkena, menyebabkan nyeri, kelemahan dan kelumpuhan otot .
Tungkai bawah biasanya terkena .
Bulbar polio
Inti saraf kranial kelemahan otot-otot yang diinervasi, dan mungkin ensefalitis.
Gejala disfagia, suara sengau, cairan regurgitasi dari hidung, sulit mengunyah, wajah kelemahan dan
diplopia, kelumpuhan otot respirasi manifestasi paling serius .
Bulbospinal polio
kombinasi bentuk bulbar dan spinal
Complications and case fatality
1. Respiratory complications: pneumonia, pulmonary edema
2. Cardiovascular complications: myocarditis, cor pulmonale.
3. Late complications: soft tissue and bone deformities, osteoporosis, and chronic distension of the
colon.
4. Case fatality: 1% sampai 10% sesuai bentuk penyakit (lebih tinggi di yg berhubungan dgn
bulbar), komplikasi dan umur (kematian meningkat dengan usia).
Diagnosis and laboratory testing
1. Isolasi virus Polio diagnosis polio.
2. Virus isolation: isolasi virus tertinggi dari faring dan rendah dari darah atau cairan tulang
belakang.
Serologic testing
Kenaikan titer spesimen akut dan penyembuhan menunjukkan infeksi virus Polio.
Cerebrospinal fluid (CSF) analysis
Peningkatan jumlah leukosit — dari 10 to 200 cells/mm3
(primarily lymphocytes) and elevated protein, 40 to 50 mg/100 ml.

III.Prevention
General prevention:
Promosi kesehatan melalui sanitasi lingkungan.
Pendidikan kesehatan (mode menyebar, pelindung nilai vaksinasi).
Seroprophylaxis oleh imunoglobulin:
dapat diberikan sebelum atau setelah paparan infeksi. (0.3 ml/kg berat badan)

67
[Type text]

Active immunization:
– Salk vaccine (intramuscular polio trivalent killed vaccine).
– Sabin vaccine (oral polio trivalent live attenuated vaccine).
Inactivated Polio VaccineTerdiri 3 serotypes of vaccine virus
Kekebalan terhadap virus Polio 50% setelah dosis 1, 90% dosis 2 , 99% kekebalan setelah 3 dosis
durasi kekebalan tidak diketahui dengan pasti

Vaccine-Associated Paralytic Polio


Peningkatan risiko pada orang 18 tahun, peningkatan risiko dengan immunodeficiency
Penggunaan OPVpada kasus anak yang sehat dan kontak
Contraindications and Precautions:Reaksi alergi yang parah
Control of patient, contacts and the immediate environment:
Kesehatan lokal: wajib laporan kasus kasus lumpuh
Isolasi: Enterik pencegahan di rumah sakit untuk penyakit virus liar;
Desinfeksi: tenggorokan discharge, kotoran . i
Karantina: isolasi dari masyarakat .
Perlindungan kontak: imunisasi keluarga dan kontak dianjurkan kontak rentan pada saat awal
kasus ditemukani.
Epidemic measures:
satu kasus polio harus sekarang dianggap KLB, memerlukan imunisasi tambahan
Disaster implications
Kepadatan penduduk non-imun dan rendahnya infrastruktur saniter
International measures:
Polio adalah penyakit di bawah pengawasan oleh WHO dan ditargetkan untuk pemberantasan
tahun 2005
Polio Eradication
1. Last case in United States in 1979
2. Western Hemisphere certified polio free in 1994
3. Last isolate of type 2 poliovirus in India in October 1999
4. Global eradication goal

XXXFILARIASIS

Filariasis (philariasis)
penyakit parasit disebabkan nematoda (cacing) superfamili Filarioidea,
Ditransmisikan dari host to host oleh Arthropoda, terutama lalat hitam dan nyamuk.

JENIS FILARIASIS
1. Limfatik filariasis disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Dalam sistem limfatik, kelenjar getah bening, dalam kasus kronis menyebabkan kaki Gajah.

68
[Type text]

2. Subkutan filariasis disebabkan oleh Loa loa (cacing mata), Mansonella streptocerca dan
Onchocerca volvulus. Di lapisan kulit, dalam lapisan lemak zsubkutan. L. loa menyebabkan
Sungai Loa loa filariasis O. volvulus penyebab kebutaan.
3. Serous cavity filariasis disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, dalam
serous rongga perut.
VECTOR FILARIA
W. bancrofti perkotaan: culex quinquefasciatus
W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres
B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris.
B. timori : an. barbirostris
EPIDEMIOLOGY
Internasional
1.Limfatik filariasis 90 juta orang dan di seluruh daerah tropis dan subtropis .
2.O volvulus di khatulistiwa Afrika dan foci di Amerika Tengah dan Selatan 21 juta orang .
3. L loa kira-kira 3 juta orang di Afrika Tengah yang terinfeksi.
Pada tahun 1997, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprakarsai sebuah program global
eradikasi limfatik filariasis sebagai masalah kesehatan masyarakat.

Mortalitas/morbiditas
Filarial penyakit jarang fatal, infeksi sebagai penyebab kedua dari Cacat permanen dan jangka
panjang di dunia setelah kusta
The morbidity of human filariasis
terutama dari reaksi host microfilariae atau perkembangkan cacing di tubuh.
Predileksi ras tidak diketahui.
Seks sama-sama rentan terhadap filariasis.
Usia semua usia rentan dan berpotensi microfilaremic.
Microfilaremia meningkat dengan usia masa kanak-kanak dan dewasa awal, meskipun klinis
infeksi tidak jelas. Manifestasi filariasis akut dan kronis biasanya terjadi hanya setelah
bertahun-tahun terinfeksi di daerah endemik.

LYMPHATIC FILARIASIS
Penyakit disebabkan Wucheriaand Brugia. Larva cacing beredar di dalam darah , cacing hidup
di pembuluh limfatik
Skrining.
Sampel darah diambil di tengah malam dengan waktu puncak microfilariae kelimpahan. ELISA
tes untuk antigen parasit dalam sampel darah dikumpulkan waktu setiap hari sekarang tersedia,
lebih mudah.Kriteria penularan penyakit
mikrofilarial rate ≥ 1% pada
sample darah di sekitar kasus elephantiasis,
atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang
berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun.
Berdasarkan WHO,
mikro filarial rate ≥ 1% pada
satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis ,harus diberikan pengobatan masal

69
[Type text]

selama 5 tahun berturut-turut.

1.Gejala dan tanda klinis akut :


Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam hilang bila istirahat timbul lagi setelah bekerja berat
Pembengkakan kelenjar getah bening
(tanpa ada luka) di daerah lipatan paha,ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
Radang saluran kelenjar getah bening
terasa panas dan sakit yang menjalardari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan
Abses filaria
akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan darah serta
nanah
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan alat kelamin perempuan dan laki-laki
yang tampak kemerahan dan terasa panas.

2. Gejala dan tanda klinis kronis :


Limfedema :
Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,
vulva vagina dan payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki dan lengan
dibawah lutut / siku à lutut dan siku masih normal
Hidrokel :
Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe, dapat sebagai
indikator endemisitas filariasis bancrofti
Kiluria : Kencing seperti susu à kebocoran sel limfe di ginjal,

DIAGNOSIS FILARIASIS
1.Klinis
diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut ataupun kronis
2. Laboratorium
Dinyatakan sebagai penderita falariasis apabila dalam
darahnya positif ditemukan mikrofilaria.
Darah jari yang diambil pada malam hari (pukul 20.00 - 02.00).
Test ELIZA tidak perlu malam hari
Pengobatan Masal
di daerah endemis (mf rate > 1%)
Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan Albendazole
sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut seluruh penduduk yang usia > 2 tahun
Ditunda usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui
Pengobatan Selektif
Dilakukan pada orang yang mengidap mikrofilaria
anggota keluarga yang tinggal serumah
dan berdekatan dengan penderita
(hasil survey mikrofilaria <1% (non endemis)
Pengobatan Individual (penderita kronis)
Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari -10 hari sebagai perawatan terhadap organ
yang bengkak

70
[Type text]

SIMTOMATOLOGI
1.Asymptomatic: 70% asimtomatik. Gejala biasanya tidak terwujud sampai remaja atau dewasa, Kapan
cacing beban adalah biasanya yang tertinggi. Gejala limfatik filariasis terutama hasil dari kehadiran
cacing berada di limfatik.
Tiga sindrom akut di filariasis, sebagai berikut:
1.ADL .
Keradangan kelenjar getah bening ditandai dengan lymphangitis yang, membedakan dari
lymphadenitis karena kuman. Gejala biasanya mereda dalam waktu satu minggu, tetapi dapat kambuh.
2. Filarial demam: ditandai dengan demam tanpa adenitis terkait.
3. Tropical pulmonary eosinophilia (TPE)

Onchocerciasis
Nama lain : hanging groins, leopard skin, river blindness, or sowda.
Symptoms
Microfilariae di kulit gatal, benjolan subkutan, lymphadenitis, dan kebutaan. Pasien dengan
onchocerciasis dapat melaporkan gangguan visus karena kornea fibrosis.
Loiasis
The symptoms
Lloa infection umumnya subcutaneous swellings di extremitas, nyeri lokal, gatal, dan urtikaria.
Microfilaremia cenderung asymptomatis. Kadang-kadang, cacing diamati bermigrasi melalui
subconjunctiva atau jaringan lain.

M ozzardi, M perstans, and M streptocerca


Mansonella infeksi biasanya asimtomatik.
Jika ada gejala, demam, gatal, benjolan kulit, lymphadenitis, dan sakit perut.
Timbul cairan asites,cacing dewasa ditemukan di dalam abdomen

XXXI.Schistosomiasis
Ekologi schistosomiasis :
Lokasi didaerah lotic (danau dan waduk) dan daerah lentic (sungai), dan berhubungan dengan perilaku
manusia dan hewan domestik yang tinggal di dekat lingkungan tersebuti.

Tidak ada metode tunggal mengontrol schistosomiasis,


pengendalian infeksi telah terbukti efektif di tingkat masyarakat:
1. kontrol siput,
2. pendidikan kesehatan masyarakat,
3. sanitasi, dan
4. kemoterapi berbasis komunitas dengan obat praziquantel.

71
[Type text]

MOLLUSCICIDES
CuSO4 kristal
senyawa ini bekerja cukup baik, terbatas pertumbuhan ganggang,
pada gilirannya nengenai pertumbuhan ikan.
Molluscicides baru
nicotinanilide,
organotin, dibromo-nitraozo-benzena, natrium pentachlorophenate, tritylmorpholine,
natrium dichloro-bromopheno,
niclosamide
acetamide
Molluscicides baru mengganti tembaga sulfat, yang lebih aman terhadap lingkungan

Niclosamide
molluscicide tersedia komersial.
niclosamide biodegradable, "efek samping" kematian banyak spesies ikan, serta populasi siput.
Obat pilihan untuk beberapa cacing pita dewasa yang menginfeksi manusia.
digunakan obat pilihan untuk schistosomiaisis

Gejala Schistosomiasis
Acute:
Cercarial dermatitis,
kulit ruam bertahan selama beberapa hari, sebab penetrasi oleh cercariae
Katayama fever
adalah reaksi sistemik hipersensitivitas terhadap schistosomulae bermigrasi.
Gejala (demam, kelelahan, mialgia, dll.) dalam beberapa minggu atau bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan pasien sembuh secara spontan setelah 2-10 minggu.
Jenis penyakit ini tidak umum penderita yang tinggal di daerah endemik .
Chronic :
Urinary schistosomiasis (S. haematobium)
Intestinal schistosomiasis,hepatik schistosomiasis dan hepatosplenic schistosomiasis (S. mansoni, S.
japonicum)
schistosomiasis ektopik:
Genital schistosomiasis (S. mansoni, S. haematobium)
Pulmonary schistosomiasis (S. mansoni)
Neuroschistosomiasis (S. japonicum, S. haematobium
Vaksin
Dalam hewan percobaan.
Vaksin generasi pertama yang ditujukan terhadap infeksi dan/atau fekunditas cacing.
Pemberian Praziquantel bila terinfeksi di air

E.NOSOCOMIAL DISEASE
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami masa inkubasi ketika pasien
yang dirawat di rumah sakit
5-10% in developed countries
10-30% IN DEVELOPING COUNTRIES
Timbulnya bervariasi antara negara,antr daerah dan bahkan di dalam rumah sakit itu sendiri, karena

72
[Type text]

1) kompleks praktik 3) lokal 2) agresif pengobatan pasien

TYPES OF NCI BY SITE


1. Urinary tract infections (UTI)
2. Surgical wound infections (SWI)
3. Lower respiratory infections (LRI)
4. Blood stream infections (BSI)

Average Incidence - 5% to 10%, up to 28% in ICU


Urinary Tract Infection - usually catheter related -28%
Surgical Site Infection or wound infection -19%
Pneumonia -17%
Blood Stream infection - 7% to 16%

F.PROGRAM DITJEN PP DAN PL

(PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN)

FOKUS PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2010-2014

1. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita


2. Perbaikan status gizi masyarakat
3. Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular,diikuti penyehatan
lingkungan
4. Pengembangan sumber daya manusia kesehatan
5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat serta
pengawasan obat dan makanan
6. Pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
7. Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan
8. Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier

PROGRAM PRIORITAS KEMENKES TAHUN 2012

1. Upaya Promotif-Preventif untuk Penyakit Menular, dan (terutama) Penyakit Tidak


Menular
2. Peningkatan Status Gizi Balita, terutama pengurangan masalah stunting
3. Peningkatan akses masyarakat untuk layanan kesehatan berkualitas (puskesmas
perawatan, IGD, ICU dan Kelas 3)
4. Pemenuhan kebutuhan SDM di DTPK dan daerah bermasalah kesehatan (terutama untuk
menurunkan AKI-AKB)
5. Kemandirian bahan baku obat, vaksin dan integrasi jamu ke dalam pelayanan kesehatan
formal
6. Peningkatan penggunaan teknologi informasi di segala aspek pelayanan kesehatan
7. Tata manajemen birokrasi yang bersih, akurat, efektif dan efisien

73
[Type text]

PROGRAM YANG HARUS DILAKSANAKAN KEMENKES BERSAMA LINTAS SEKTOR.

1. Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B)


2. Kluster 4 : Kemeterian Kelautan dan Perikananan (KKP)
a. Peningkatan Kehidupan Nelayan
b. Program Air Bersih untuk Rakyat
c. Peningkatan Kehidupan Masyarakat Pinggir Perkotaan
4. Penanggulangan daerah pasca bencana (Merapi, Mentawai dan Wasior) : BNPB
5. Pengentasan daerah tertinggal
6. Pelayanan Kesehatan daerah DTPK
7. Peningkatan Pelayanan Kesehatan daerah Perbatasan
8. Pelayanan Kesehatan Berbasis Gender
9. Pelayanan Kesehatan Pemuda dan Olah Raga

TUGAS POKOK & FUNGSI DITJEN PP & PL


( SKMENKES NO. 1144/2010)
TUGAS POKOK :
MERUMUSKAN, MELAKSANAKAN KEBIJAKAN & STANDARISASI TEKNIS BID PP & PL
FUNGSI :
• PERUMUSAN & PELAKSANAAN KEBIJAKAN BID SIMKARKESMA, P2ML, P2B2, PL & PPTM
• PENYUSUNAN NSPK
• PEMBERIAN BIMTEK & EVA
• PELAKSANAAN ADM

Sasaran program pencegahan & pemberantasan penyakit


• Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) : 98%.
• Angka Case Detection Rate penyakit TB : 70% dan angka keberhasilan pengobatan TB
di atas 85%.
• Angka Acute Flaccid Paralysis (AFP) : < 2/100.000 anak usia kurang dari 15 tahun.
• Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditangani : 80%.
• Penderita malaria yang diobati : 100%.
• CFR diare pada saat KLB < 1,2%
• ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) mendapat pengobatan ART : 100%

KEBIJAKAN UMUM PROGRAM PP DAN PL 2012


1. Memenuhi komitmen nasional dan internasional (RKP, MDGs, IHR, dll);
2. Pengendalian faktor risiko;
3. Peningkatan surveilans epidemiologi dan SKD KLB;
4. Penyelenggaraan respon cepat terhadap permasalahan yang ada (KLB, dll);
5. Penguatan SDM pengelola dan penyelenggara program;
6. Penyelenggaraan jejaring dan kemitraan;
7. Penyelenggaraan kegiatan wajib/prioritas kementerian;
8. Penguatan dan sinergitas dukungan sumber dana DN dan LN

74
[Type text]

KEGIATAN WAJIB TA. 2012 PROGRAM PP DAN PL

I. Penyakit Menular
• Peningkatan Pengetahuan Remaja Tentang HIV AIDS
• Mendirikan klinik IMS di tempat yang diduga berisiko tinggi
• Peningkatan malaria center, penemuan kasus malaria dengan kunjungan ke
rumah
• Penyediaan Cold Cahain terutama dari Kabupaten ke Puskesmas
• Peningkatan program TB di Rumah Sakit dan TB di Swasta
II. Penyakit Tidak Menular
• Deteksi dini PTM, rerutama hipertensi,jantung,kanker,DM dan PTM umum lain
• Membuat regulasi terkait makanan fast food untuk perlindungan kesehatan
• Memperluas proteksi terhadap risiko akibat Miras dan NAPZA
• Mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat disaster
III. Penyehatan Lingkungan
• Meningkatkan Teknologi Tepat Guna untuk mendapat air bersih
• Peningkatan STBM
IV. Peningkatan Sarana dan Prasarana UPT Vertikal
V. Pengalokasian Dana Dekon sesuai Kebutuhan daerah dg memperhatikan ketentuan yg
ada dan ketersediaan pagu

PERMASALAHAN UTAMA PENYELENGGARAAN PROGRAM PP dan PL


1. Sistem desentralisasi;
2. Mekanisme penganggaran program;
3. Keterbatasan SDM pengelola dan penyelenggaran program;
4. Kondisi lingkungan dan vektor;
5. Perilaku masyarakat;
6. Keterpaduan dan dukungan lintas sektor.
7. Triple Burden (new emerging, re emerging dan NCD)

75
[Type text]

76
[Type text]

G.Kejadian Luar Biasa (KLB)


(Status KLB diatur PerMenKes RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004)

Kejadian Luar Biasa

KLB adalah:
salah satu status yang diterapkan di INDONESIA untuk mengklasifikasikan peristiwa
merebaknya suatu WABAH PENYAKIT
Timbulnya / meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Endemic vs Epidemic
Number of Cases of a Disease

Endemic Epidemic

Time

Kriteria KLB Keputusan Dirjen No. 451/91


1.Timbulnya peny. menular
yang sebelumnya tidak ada / tidak dikenal
2.Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama
3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis peny. (jam, hari, minggu)
3.Peningkatan kejadian peny./kematian
2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode sebelumnya (jam, hari, minggu,
bulan, tahun).
4.Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih
bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5.Case fatality rate
dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% atau lebih dibanding dengan cfr dari sebelumnya
6.Penyakit khusus (kholera dan dhf/dss) :
a.Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)

77
[Type text]

b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit bersangkutan
7.Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebihpenderita :
a. Keracunan makanan
b. keracunan pestisida

UPAYA PENANGGULANGAN WABAH


1.PENGAMATAN/PENYELIDIKAN PENYAKIT (SURVAILANSE EPIDEMIOLOGY)
a. Mengetahui sebab penyakit
b. Menentukan faktor penyebab
c. Mengetahui kelompok masyarakat yang terkena wabah
d. Menentukan penanggulangan
Melalui kegiatan : pengumpulan data kesakitan dan kematian, pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium,
dan penegakan diagnosis, pemeriksaan terhadap mahluk hidup lain dan benda yang diduga
mengandung penyebab penyakit
2.PENGOBATAN,PERAWATAN,ISOLASI,TINDAKAN KARANTINA
3.PENCEGAHAN DAN PENGEBALAN (IMUNISASI)
4.PEMUSNAHAN PENYEBAB PENYAKIT
5.PENANGANAN JENASAH AKIBAT WABAH
6.PENYULUHAN KESEHATAN DLL
Pencatatan/pelaporan
1. Puskesmas :
W1 puskesmas dalam 24 jam dan W2 mingguan
2. Dinas kesehatan Kab/ kota :
W1 Kab/ kota dalam 24 jam dan W3 bulanan
3. Dinas Kesehatan Propinsi :
W1 Prop dalam 24 jam dan W 3 bulanan

H.SURVAILLANS EPIDEMIOLOGI

The main purpose of Surveillance


Surveillance for
• Knowledge of the distribution of health events
• Rapid detection of outbreak
• Public health planning and evaluation
Surveillance System: How it work?
Collection
• Record and report
Collation:
• data analysis
Information synthesis
Dissemination
• timely
• action oriented
Source of information

78
[Type text]

1. Morbidity
2. Mortality
3. Laboratory
4. Vaccines and drug
5. Outbreak news/ rumor
6. Vector
7. Behavior
8. Environmental
8. Demographic

Organization of Surveillance System

Ministryof PublicHealth

Depof Disease Control


International Organization

Regional Disease Bureauof Epidemiology


Control Center
Provincial Epidemiological Unit

District Surveillanceinformation
center
Hospitals Hospitals andclinicunder
Private hospitalsandclinics universal coverage scheme
Under MOH
And universal
coverage schemes

Important CD Diseases
Important CD Diseases
Notification within 24 hours
1 SARS and Avian Flu
2.Cholera
3. Acute severely ill or death of unknown etiology
4. Cluster of diseases with unknown etiology
5. Anthrax
6. Meningococcal meningitis
7. Food poisoning outbreak
8. Encephalitis
9. Acute flaccid paralysis (AFP)
10. Severe Adverse Events Following Immunization
๑๑ Diptheria ๑๒ Rabies
11. Measles
12. Pertussis
13. Hand Foot and Mouth Diseases
14. Influenza
15. Leptospirosis

79
[Type text]

16. Dysentery
17. Severe pneumonia of unknown etiology
18. Cluster of infectious cases
19. Dengue/DHF

Surveillance and Rapid Response Team (SRRT)


• Tsunami
• Avian influenza
• Cholera outbreak
• Dengue

AI provincial Team (Human and Animal)

MoPH assigned “Mr. Bird Flu”


Governor

“SRRT ” 1030
Surveillance and
Health services
Rapid Response
SRRTs Team
(800,000 village health volunteers
& community leaders)

Lay report

80
[Type text]

Early pandemic Operational criteria for action:


Alert phase 4 “5 or more cases within 10 days”
• Epidemiological linkage
• Human-to-human
• Evidence of viral change

• Isolation & treat


• Antiviral prophylaxis
for all contacts
• Stop work /class
in affected area

Ro = 1.5 - 2

Conclusion
1. Surveillance to safeguard the people
2. Start with priority disease reporting
3. Timeliness is most crucial
4. Detection of outbreak
5. Investigation to know the cause

BAB III.EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

A.EPIDEMIOLOGY OF DIABETES MELLITUS

Diabetes adalah sekelompok penyakit heterogen, ditandai dengan hiperglikemia kronis,


dihasilkan dari keragaman etiologies, lingkungan dan genetic, bertindak bersama-sama

Clinical Classification

1.Diabetes Mellitus (DM)

Insulin-dependent DM (IDDM, Type 1)

81
[Type text]

Non Insulin dependent DM (NIDDM, Type 2)

Malnutrition related DM (MRDM)

Other types

2.Impaired Glucose Tolerance (IGT)

3.Gestational DM (GDM)

Prevalence of Diabetes Mellitus

2000 – 171 million

2030 – 366 million

WHO memprediksi DM di Indonesia naik dari 8,4 juta (th. 2000) menjadi 21,3 juta (th
2030). Pertambahan penduduk, tahun 2030 ada 194 juta usia di atas 20 tahun

diperkirakan terdapat 12 juta (14,7 %) DM di urban dan 8,1 juta (7,2%) di daerah rural.

RISET KESEHATAN DASAR th 2007.

Prevalensi nasional DM

pemeriksaan gula darah pada penduduk

usia >15 tahun diperkotaan 5,7%.

Prevalensi nasional Obesitas

usia >= 15 tahun  10.3% ( 12 prov. diatas nasional),

Prevalensi nasional Obesitas sentral

Usia >= 15 tahun  18,8 % (17 prov. diatas nasional).

Prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

usia >15 tahun di perkotaan  10.2% (13 provinsi diatas nas)

Proporsi penyebab kematian akibat DM

usia 45-54 tahun di perkotaan ranking ke-2 yaitu 14,7%.

Dan daerah pedesaan, ranking ke-6 yaitu 5,8%

82
[Type text]

Age-Wise Distribution of Diabetes Mellitus

Problem Statement

• Iceberg Disease
• Increased prevalence in newly industrialized and developing countries.
• Disease acquired in the most productive period of their life.
• 20% of current global diabetic population resides in the SEAR.
• Undiagnosed or inadequately treated patients develop multiple chronic complications.
• Lack of awareness about interventions for prevention and management of complications
Faktor penentu epidemiologi

1.AGENT FACTORS
Pancreatic disorders
Defects in form of insulin

Destruction of beta cells

Decreased insulin sensitivity

83
[Type text]

Genetic defects

Autoimmunity

2.HOST FACTORS

Age,Sex,Genetic factors

Genetic markers –

HLA-B8,

B15, HLA DR3 & DR4

Immune mechanisms

Obesity,Maternal diabetes

3.ENVIRONMENTAL FACTORS

Sedentary lifestyle

Diet,Dietary fibre,Malnutrition,Alcohol

Viral infections,Chemical agents,Stress,Others

Screening for DM

Urine Examination:2 hrs after meal(Lack of sensitivity)

Blood Sugar Testing:fasting, PPBS, RBS

Why Study the Epidemiology

1. Long term disease


2. Global epidemic
3. Modifiable risk factors
4. Multiple complications
5. Contributes to 5.2% of total deaths
Kecurigaan adanya DM bila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya

84
[Type text]

Keluhan lain dapat berupa:

lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada wanita

DIAGNOSIS

Efek jangka panjang

a. Menyebabkan stroke & serangan jantung


b. Menyebabkan kebutaan
c. Peredaran darah ke tungkai atau lengan terganggu, luka sukar sembuh
d. Ginjal menjadi rusak dan gagal berfungsi
e. Gangguan sel saraf, sehingga reaksi terhadap rangsang terganggu
f. Gangguan fungsi seksual
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular

tugas pokok

memandirikan masyarakat untuk hidup sehat melalui

pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular,

khususnya penyakit DM yang mempunyai faktor risiko bersama

Pilar penatalaksanaan DM

• Edukasi
• Terapi gizi medis
• Latihan jasmani
• Intervensi farmakologis
Pencegahan

Nutrisi :

85
[Type text]

Kurangi total lemak terutama lemak jenuh.

Penurunan berat badan ringan atau sedang (5-10 kg) mengontrol diabetes

Penurunan berat badan dicapai dengan

penurunan asupan energi yang moderat dan

peningkatan pengeluaran energi.

pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari.

Dietary factors as independent diabetes risk factors

• Characteristics of fat intake


• Whole grain / cereal fibers
• Dairy
• Glycemic load
• “Western diet”
• Fast food intake
• Soda intake
• Alcohol intake
• Coffee consumption
Summary: Risk Factors for Type 2 Diabetes

• Age ↑
• Family History / genetics ↑
• Gestational Diabetes ↑
• Obesity / fat distribution ↑
• Physical Activity / fitness ↓
• Smoking ↑
• Very low birth weight ↑
• Depression ↑
• Antipsychotic medications ↑
• Anti-Retrovial therapy ↑
• Dietary Factors
• Carbohydratess ↓,Fats ↑↓,Glycemic load ↑
• Cereal fiber / whole grain ↓,Dairy products ↓
• High fructose corn syrup ↑Sugar-sweetened bevarages ↑
• Alcohol ↓Coffee ↓

86
[Type text]

What has worked in secondary prevention?

• Health Services:
– Acute care and major medical interventions
– Diffusion of new science of risk factor management
– Emphasis on quality of care
Health system adaptation

• Health Promotion and Health Protection


– Improved education/awareness of diabetes control.
– Improved CVD risk factor education and awareness.
– Reduced Tobacco / tobacco legislation
– Less directly atherogenic food supply
Characteristics of Successful Lifestyle Interventions

Intensive: small group, or 1:1; For 6 –12 months Extended: > 2 years

Multi-component

Reduced total intake, reduced fat intake

Exercise, Increased fiber intake

Strongly integrated behavioral principles

Moderate weight loss:

5-7% weight loss,

3-4% long-term weight loss maintenance

87
[Type text]

B.EPIDEMIOLOGY OF Metabolic Syndrome


Group of Metabolic Risk Factors

1. Abdominal obesity
2. Atherogenic dyslipidemia
3. Elevated blood pressure
4. Insulin resistance or glucose intolerance
5. Prothrombotic state
6. Proinflammatory state
Objectives

1. Defining and classifying metabolic syndrome


2. Understanding the basic science
3. Learning the prevalence and incidence
4. Reviewing the clinical relevance
5. Discussing treatment options
WHO Criteria 1999 Metabolic syndrome

 Insulin resistance (type 2 diabetes, IFG, IGT)


 Plus any 2 of the following:
1. Elevated BP (>140/90 or drug Rx)
2. Plasma TG >150 mg/dL
3. HDL <35 mg/dL in men and 40 in women
4. BMI >30 and/or W/H ratio >0.9 men and 0.85 women
5. Urinary albumin >20mcg/min or Alb/Cr >30mcg/g

88
[Type text]

AHA Guidelines for Diagnosis

Three of More of the Following Components:

1. Elevated waist circumference:


Men — Equal to or greater than 40 inches (102 cm)
Women — Equal to or greater than 35 inches (88 cm)
2. Elevated triglycerides:Equal to or greater than 150 mg/dL
3. Reduced HDL cholesterol:Men — Less than 40 mg/dL;Women — Less than 50 mg/dL
4. Elevated blood pressure:Equal to or greater than 130/85 mm Hg
5. Elevated fasting glucose:Equal to or greater than 100 mg/dL

3rd National Health and Nutrition Examination Survey (data1988-1994)

 3 or more of the following criteria:


1. Abdominal obesity: waist circumference >102cm in men and >88cm win women
2. Hypertriglyceridemia: >150mg/dL
3. HDL <40 in men and <50 in women
4. High blood pressure: >130/85 mm Hg
5. High fasting glucose: >110mg/dL
Prevalence of Metabolic Syndrome

Results indicated 22-24% prevalence

6.7% among 20-29 year olds

43% among 60-69 year olds

Similar for men and women: 24 and 23.4%

African American women compared to men had a 57% higher prevalence

Mexican American women compared to men had a 26% increase

Using these numbers, approximately 47 million US residents have metabolic syndrome

Clinical Implications

89
[Type text]

1. Cardiovascular disease
2. Diabetes
3. Liver Disease
4. Cognitive Function
INTERHEART (Yusuf et al. Lancet 2004;364:937-44).

1. Everything except alcohol was a significant risk factor for acute MI across all groups
2. Smoking and raised ApoB/ApoA1 ratio were two strongest predictors
3. DM, HTN, and psychosocial factors were next strongest.
4. W/H ratio stronger than BMI
Metabolic Syndrome & Hypertension

Metabolic syndrome was an independent predictor of both cardiac and cerebrovascular


events.(Schillaci et al. J. Am. Coll. Cardiol., May 2004; 43: 1817 – 1822)

Metabolic Syndrome + Aortic Stenosis

In multivariate analysis, MS was found to be a strong independent predictor of both


stenosis progression (p = 0.006) and event-free survival odd (p < 0.001)

(Briand et al. Journal of American College of Cardiology 2006; 47:2229.)

Metabolic Syndrome, Inflammation, and Cognitive Decline

metabolic syndrome is a risk factor for cognitive decline and whether this association is
modified by inflammation(Yaffe et al . JAMA 2004;292:2237-42).

Insulin Resistance, Metabolic Syndrome and NASH

• Nonalcoholic fatty liver disease a wide spectrum of liver damage strongly associated
with type 2 diabetes, obesity, and hyperlipidemia.
• Insulin resistance affects 20% of the nondiabetic population and occurs in
association with many cardiovascular and metabolic abnormalities
• BMI correlated positively with fasting blood sugars and degree of steatosis.h

90
[Type text]

• BMI correlated inversely with total and HDL cholesterol.


• Serum ALT and AST highly correlated with steatosis.
• 4 components of metabolic syndrome significantly correlated with grade of fatty
infiltration.
• W/H measurements was significant interaction among fasting blood sugars, WHR,
and relative risk of steatosis hepatitis.

Diet

Main dietary omega-3-fatty acids intake, reduction of saturated and trans-fats,


consumption of a diet high in fruits, vegetables, nuts, and whole grains and low in
refined grains

What to Treat

No specific pharmacotherapy.

Goal is to treat each individual component to help decrease CVD & DMrisk

1. Metformin (UKPDS, DPP) ↓ diabetes, obesity and BP


2. Acarbose (Stop-NIDDM) ↓ diabetes, BP, CVD, Lipids
3. Ramipril (HOPE) ↓ diabetes, CVD
4. Pravastatin(WOSCOPS) ↓ diabetes, CVD, stroke
5. Losartan (LIFE) ↓ diabetes, BP, CVD, Lipids
6. Niaspan (HATS) ↓ CVD, TG, ↑ HDL
Glitazones

1. Improve insulin sensitivity


2. Decrease blood sugar
3. Increase healthy fats (HDL, adiponectin)
4. Antiinflammatory, anticlotting, antiproliferating (CRP, PAI-1, MMP9)
5. Improve endothelial dysfunction
 However, may also increase the risk of weight gain, edema, and CHF
Rimonabant

Selective cannabinoid-1 receptor blocker that reduces body weight and improves
cardiovascular risk factors in obese patients.

side effects: depression, anxiety, and nausea.

91
[Type text]

Rimonabant at 20mg a significant reduction in weight, waist circumference, increase in


HDL, reduction in triglycerides. increased adiponectin levels.

C.EPIDEMIOLOGY OF HYPERTENSION (HT)


HYPERTENSI

CVD adalah RISK FACTORS utama dari penyakit CVD, CVA, CHF,

Tekanan darah dan risiko CVD adalah konsisten dan independen dari RFs lainnya.

Semakin tinggi Tekanan darah semakin besar CVD, Hearth Failure, stroke, dan penyakit ginjal.

Tekanan darah tinggi kematian sekitar 25% populasi dewasa

75% hipertensi individu tidak menyadari berpenyakit

50% hipertensi pasien tahu pencegahan yang terbaik bukan pengobatannya.

Untuk mencapai HT terkontrol menghindari komplikasi CV mengendalikan HT ringan utama.

Penurunan 2mm di SBP/DBP mengurangi kematian dari stroke 6%, CHD 4% and all causes 3%

• BP : 115/75mmHg, CVD risk (IHD and Stroke) kematian 2X setiap kenaikan 20/10mmHg
• BP: 130-139/85-89mmHg, lebih dari 2x risiko relatif CVD dibandingkan di bawah
120/80 mmHg
• Diastolic Hypertension (DHT) mendominasi sebelum usia 50, sendiri / kombinasi dengan
kenaikan Systolic Blood Pressure(SBP)
• Prevalensi SHT meningkat dengan usia di atas 50
DBP factor resiko CV lebih kuat daripada SBP sampai usia 50, kemudian SBP lebih penting.

Classification of HT by BP level

• Normotensive <140 and <90


• Mild HT 140-180 or 90-105
• Subgroup, Borderline HT 140-160 or 90-95
• Mod. And Severe HT >180 or >105

92
[Type text]

• Isolated SHT >140 and <90


• Borderline SHT 140-160 and <90

Classification of HT by Target Organ Damage:

• Stage I: Manifestasi tidak


• Stage II: salah satu dari berikut:
1.LVH

2.Gen. or Focal narrowing of retinal arteries

3.Microalbuminuria; proteinuria: and /or slight

increase in serum creatinin level (1.2-2 mg/dl)

4.U/S or radiology evidence of plaque in aorta,

carotid, iliac, or femoral arteries

 Stage III: Appearance of symptoms or signs


Heart: AP, MI,HF
Brain: Stroke,TIA, HT encephalopathy,Vascular dementia
Optic fundi: Retinal Hmg. And exudates +/- papilloedema
Kidney:S.creatinin level > 2 mg/dl
Vessels: Dissecting aneurysm,Symptomatic occlusive disease

Classification of HT by Causes
I.Primary (essential) HT

II.Secondary HT:

• Renal: renal parenchyma dis., Reno vascular dis. , rennin producing tumor
• Drugs: OC, Corticosteroids , Liquorices< carbenoxolone, sympathomometics , NSAIDs
• Endocrin:Acromegaly, Cushing Syndrome, Primary hyperaldosteronism, Congenital
adrenal hyperplasia, Pheochromocytoma, Carcinoid tumors
• Coarctation of Aorta and Aoartitis
• Pregnancy induced HT

RECLASSIFICATION OF BP

93
[Type text]

CLASSIFICATION OF BP FOR ADULTS

• Prehipertensi bukanlah kategori penyakit, memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi


risiko berkembangnya HT
• prehipertensi yang memiliki penyakit DM atau ginjal harus dipertimbangkan untuk
pengobatan yang tepat
• Jika modifikasi gaya hidup gagal BP harus diusahakan tensi 130 80mmHg atau kurang.
Semua pasien dengan tahap 1 atau 2 harus diperlakukan dan tujuannya adalah untuk
mengurangi BP dalam HT pasien hingga < 140/90

Factors influencing BP level

1. Age: Kenaikan SBP terus sepanjang hidup berbeda dengan DBP yang naik sampai usia
50, cenderung tingkat off dekade berikutnya, mungkin tetap sama atau jatuh dalam
hidup.
2. Sex: di awal kehidupan, tidak ada perbedaan, pubertas laki-laki cenderung BP yang lebih
tinggi . Setelah menopause perbedaan kecil.
3. Ethnicity: Kulit hitam memiliki tingkat BP yang lebih tinggi daripada yang lain
4. SE status: inverse post-transitional populasi pra dan populasi transisi-positif Asosiasi

94
[Type text]

Risk Factors of HT

1.Hereditary factors : positive family history

2.Genetic factors: certain genes as ACE gene

3.Early life exposure to certain events: as LBW

4.Certain childhood predictors: as BP response to exercise, weight gain, LV mass…

5.Body weight: kelebihan berat badan memiliki 2 - 6 kali lebih tinggi risiko memiliki HT
dibandingkan dengan berat badan normal.

6.Central Obesity and Metabolic Syndrome: rasio pinggang/pinggul tinggi positif


dikaitkan dengan HT

7.Nutritional factors: hubungan positif Nacl asupan dan HT, negatif asupan kalium dan
HT, tidak ada hubungannya dengan nutrisi lainnya.

8.Alcohol intake : menyebabkan peningkatan akut dan kronis di BP tingkat

9.Physical Inactivity : memiliki 20-50% kelebihan risiko memiliki HT

10.Heart rate : HT pasien memiliki HR idaripada individu yang normotensive

11.Psychological factors: akut stres mental penyebab kenaikan tingkat BP


12.Environmental factors: noise, air pollution

Organ Damage Associated With HT

The incidence tergantung pada tingkat lain RFs (faktor risiko) DM, HCH, Rokok...
Prevention of HT

• Community Approach
Pencegahan primer dari HT di seluruh penduduk

• High risk Approach


(manajemen kasus individu) Identifikasi individu dengan BP tinggi dengan
komplikasi

Needs of HT control Strategy

95
[Type text]

1. Data koleksi: prevalensi HT, RFs HT dan

2. CVD deteksi dini: peningkatan kesadaran masyarakat

3.Pelayanan kesehatan: menanggapi kebutuhan pasien HT, dan menyediakan diagnostik


dan fasilitas pengobatan

4. koordinasi pemerintah dan LSM bersangkutan dalam pencegahan primer dari HT dan
mengintegrasikan Program Pencegahan , konsentrasi pada gaya hidup

5. Partisipasi Seluruh Masarakat:

6. pendidikan kesehatan (medical audit) untuk memantau proses dan kualitas


perawatan pasien dengan HT

Primary Prevention of HT

1.Mengurangi RFs (dimodifikasi)

2. promosi pelindung faktor mempertahankan kewajaran BP

3. pengurangan risiko komplikasi dengan mengubah norma dan perilaku penduduk

Goals:

Meningkatkan populasi sadar bahwa HT adalah masalah utama PH

Bantuan dalam deteksi HT pasien atau mereka berisiko menderitaHT

Menghilangkan RFs l

D..EPIDEMIOLOGY OF CANCER
What are the goals of epidemiology ?
1. Identify the causes of cancer
2. Quantify risks
3. Identify risk groups
4. Understand mechanisms
5. Public health and health services
6. Identify syndromes

Problem Statement World

96
[Type text]

• Every year- 10 million diagnosed 6 million die


Worldwide -

Lung Cancer (12.3 %)

Breast Cancer(10.4%)

Colorectal Cancer(9.4%)

Death from cancer –

Lung (17.8%)

Stomach (10.4%)

Liver (8.8 %)

CAUSES OF CANCER

Environmental

1. Tobacco
2. Alcohol
3. Dietary Factors
4. Occupational exposures
5. Viruses
6. Parasites
7. Customs ,habits, Lifestyles
8. Others – sunlight, pollution,
9. drugs
Genetic

1. Retinoblastoma in Children
2. Leukemia in Mongols
Primary Prevention

1. Control of tobacco & alcohol consumption


2. Personal Hygiene
3. Radiation
4. Occupational Exposures
5. Immunisation
6. Foods & drugs
7. Air pollution
8. Treatment of precancerous lesion
9. Legislation
10. Cancer Education

97
[Type text]

Secondary Prevention

1. Cancer Registration
2. Hospital based registries
3. Population based registries
4. Early detection of cases
5. Treatment
Danger Signals

1. A lump or a hard area in breast


2. A change in wart or mole
3. A persistent change in bowel habits
4. A persistent cough or hoarseness
5. Excessive loss during menstrual periods or loss of blood outside usual dates.
6. Blood loss from any natural orifice
7. A swelling that does not get better
8. Unexplained loss of weight
Screening of cancer cervix – Pap Smear

Screening of breast cancer

Breast self examination(BSE)

Palpation

Thermography

Mammography

Screening of lung cancer

Chest radiograp, Sputum Cytology

SEER
Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) Program

1. incidence and survival,


2. patient demographics,
3. primary tumor site,
4. tumor morphology and stage at diagnosis,
5. first course of treatment,
6. and follow-up for vital status comprehensive source of population-based information

Cancer Screening

98
[Type text]

1. Pre malignant lesion can be identified


2. Most cancers are localized in initial stages
3. 75% occurs at accessible body sites
Mass Screening by comprehensive cancer detection examination

Mass Screening at single sites

Selective screening - for those at special risk

Childhood Cancers (< 14 ys)

99
[Type text]

Incidence
8,600 new cases/yr
12,400 (0 – 19 ys)
Mortality
1,500 deaths/yr
2,300 (0 – 19 ys)
rates  50% since 1973
Etiology -- poorly understood

What are the general risk factors for cancer?

 Increasing age
 Environmental factors
 Genetic factors
 Combinations of the above!

100
[Type text]

Ionizing Radiation
Leukemia (AML, but not CLL)
Breast,Lung,Thyroid,Head and neck cancer

Non-Ionizing Radiation (UV/sun)


1. Basal cell
2. Squamous cell
3. Melanoma

What are some dietary risk factors?


High fat Colon,breast
High calories Uterine
Low fiber Colon
Micronutrients Lung (?)
Diet contaminents Liver

Newer viral hypotheses


Virus Human Cancer (hypothesized)
HCV hepatocellular cancer
NHL
EBV NPC
Hodgkin’s lymphoma
leiomyosarcoma
KSHV (HHV8) Kaposi’s sarcoma
HPV-16, -18, -33, -39 Vulvo-vaginal cancer
Anal cancer

101
[Type text]

Penile cancer
oropharyngeal cancer
Polyomavirus Merkel cell virus/ CLL?
HIV non-hodgkin’s lymphoma

All Cancer is due to the Genetic changes


All cancer cells exhibit changes in their DNA that are passed on and maintain
the ‘malignant phenotype

Lung Cancer Risk and Family History


Family member OR (95% CI)*
Mother 2.11 (1.11-4.41)
Father 1.37 (1.01-1.87)
Sibling 1.53 (1.10-2.12
Any family member 1.57 (1.25-1.98)

E.EPIDEMIOLOGY OF ASTHMA

 What is Asthma?
 Chronic disease of the airways that may cause
Wheezing

Breathlessness

102
[Type text]

Chest tightness

Nighttime or early morning coughing

 Episodes are usually associated with widespread, but variable, airflow obstruction within
the lung that is often reversible either spontaneously or with treatment.

Population Disparities in Asthma


1. Current asthma prevalence is higher among
a. children than adults
b. boys than girls
c. women than men
2. Asthma morbidity and mortality is higher among
 African Americans than Caucasians

103
[Type text]

Influences of Risks
 Genetic
 Family History
 Twin Studies
 Environmental
 Antenatal/Neonatal
 Maternal smoking
 ?in utero/post natal nutrition
 Neonatal illness
Environmental-Childhood

1. House dust mite exposure


2. Parental smoking
3. Lower socioeconomic group
4. Pets
5. Air pollutants
6. Climate
7. Diet
8. Hygiene Hypothesis

Precipitants of asthma attack

104
[Type text]

1. Allergens: animals, house dust mite, mould spores, pollen etc


2. Infection
3. Air pollution: Indoor and outdoor
4. Physical stimuli: cold air
5. Exercise
6. Emotional factors
7. Chemicals: e.g. Tartrazine dye
8. Drugs: e.g. Aspirin

Possible causes for increased asthma prevalence

1. Lifestyle changes (indoors)


2. Increased atopy (influenced by pollution)
3. Diet changes (reduced breast feeding, lowered antioxidant intake, increased salt)
4. Reduced exposure to childhood illness
 Global trends in asthma

Results of WHO surveys:

 The existing burden of asthma and other allergic diseases in developing countries was
significant.
 The prevalence of asthma in developing countries was likely to increase with
industrialisation and Westernisation.
 Some 235 million people currently suffer from asthma. It is the most common chronic
disease among children

Global Trends

 Big Picture
 Increasing prevalence of diagnosed asthma
 Decreasing prevalence of asthma symptoms
 High prevalence in English speaking world with downward trend
 Low prevalence in many developing countries with upward trend
 Decreasing hospital discharges for diagnosis of asthma
 Decreasing number of MORTALITY from asthma

Barriers to Reducing the Burden of Asthma

 Poverty; inadequate resources


 Low public health priority

105
[Type text]

 Poor health-care infrastructure


 Difficulties in implementing guidelines developed in wealthier countries
 Limited availability of and access to medication

Barriers to Reducing the Burden of Asthma

 Lack of patient education


 Environmental factors
 Tobacco
 Pollution
 Occupational exposure
 Poor patient compliance

Summary

 For the majority of the population of the world, asthma is a low public heath priority.
 The diversity of health-care systems and large variations in access to care management
guidelines to local needs.
 More cooperation health-care officials and primary and secondary care providers
develop individualized asthma management programs at a local level

F.EPIDEMIOLOGY OF INJURY

Epidemiology of Childhood Injuries - United States

• Unintentional injuries are the leading cause of death and acquired disability in children
from 1 - 19 years of age in the U.S.
• 33 children die every day because of injuries; 12,175 die each year
• Each year, 20-25% of children sustain an injury requiring medical attention, missed
school, and/or bedrest
• 9.2 million children age 0 -19 are seen in EDs each year for injuries
• Leading cause of childhood medical spending in U.S.

106
[Type text]

Global Problem of Injuries to Children and Adolescents

• Nearly 1 million deaths annually


• >98.4% of the world’s childhood drowning occur in low- and middle-income countries
– US: 1.53 per 100,000 population
– Bangladesh age 1 to 4: 156.4 per 100,000

Basics of Injury Prevention

• INJURIES ARE NOT ACCIDENTS


• Injuries are often understandable, predictable, and preventable
• Specific injuries share similar characteristics of person, place , and time
• By understanding injuries, interventions can be developed and implemented to prevent
or limit the extent of a given injury

William Haddon and the Phase Factor Matrix

• First conceptual framework for studying injuries causes and prevention, developed by
William Haddon
• By studying a specific injury with this matrix in mind, one can identify modifiable risk
factors and identify points of intervention in the causal sequence

Phase-Factor Matrix cont.

• Much like an infectious disease:


– Host=person experiencing injury
– Vector=e.g. a bicycle or car
– Environment=physical and socioeconomic condition surrounding event
• Three Phases during which each factor must be evaluated:
– pre-event phase
– event phase
– post-event phase

HOST VECTOR ENVIRONTMENT


PRE EVENT
EVENT
POST EVENT

107
[Type text]

HOST(CHILD) VECTOR(MEDICINE) ENVIRONTMENT(HOME)


PRE EVENT AGE OF CHILD HOW LETHAL WHERE BOTTLE STORED
EVENT MANUAL DEXTERITY CHLID PROOF PAKAGE SUPERVISION
POST EVENT OTHER MEDICAL HOW QUICKELY PROXIMITY TO
PROBLEM ABSORB

Strategies for Prevention

Intervention or countermeasures are classified based on requirements for behavior change

• Active - rely on actions taken by an individual (e.g. storing meds in high/locked cabinets)
• Passive - do not rely on the efforts of an individual to be successful (e.g. packaging meds in
nonlethal amounts/child safety caps)
Methods of Prevention - Three “Es”

• Engineering
• Environmental change
• Education

Primary Care Based Injury Prevention Counseling

• American Academy of Pediatrics - injury prevention counseling is standard of care


• Residency Review Committee - among educational goals

Effectiveness of office-based counseling

• Comprehensive review of the literature shows positive results


• increased knowledge
• improved behavior
• decreases in number of certain injuries (Bass et.al.)
• Cost effective
• for each dollar invested in effective program, return $13 (Miller and Gailbraith)

TIPP(The Injury Prevention Program )

• introduces and reinforces safety concepts in an organized manner


• emphasizes those injuries most important developmentally to help parents anticipate and
prevent injuries
• Injuries covered: MV, burns, falls, firearms, drowning, poisoning, choking, bike safety, pedestrian
safety

108
[Type text]

Legislative Advocacy

• Window guard legislation - Deaths fell by 50% in 2 years


• Aspirin packaging - Ingestion rates fell by 50% in 2 years
• Seat Belt laws enforced - Fatality rates dropped 20% vs. 8% in control states
• State booster seat law NY- traffic injuries in children ages 4 to 6 dropped 18

What are the reasons?

 Political, social and economic transition during last decades


- exposure to risks (increased availability of motor vehicles and greater traffic flows etc.)

- insufficient policy development, legislation, implementation and enforcement to manage effthe


changing environment

- socio-economic level and inequalities within the country

 Unsafe behaviour, poor safety culture, perceiving risks and injury as unpredictable and inevitable
 Hazardous environment
 However, we cannot determine how far high injury rates are due to unsafe behaviour, lack of
regulations, absence of enforcement, unsafe environment, lack of safety training, or even
weaknesses in emergency services or trauma care

National Accident Prevention Program

The aim of the Program – to develop sustained, well-coordinated safety system, which could
help to prevent deaths and health impairments due to injuries.

Strategy of the Program targeted at the three types of the prevention

 Accident prevention or active prevention

109
[Type text]

 Prevention of the harm on health or passive prevention


 Prevention of the death and disability
However…

 The focus is on the health care in cases of injuries


 Poorly funded

Conclusions

 Multisectoral commitment to
 educational,
 engineering,
 environmental,
 legislative and enforcement interventions and
 ensuring a proper allocation of resources
to prevention efforts are highly desirable at the national level as much as at the community level
to prevent accidents, violence and suicides.

BAB.IV

PROGRAM DIRJEN PP-PL DEPKES RI.

FOKUS PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2010-2014

1. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita


2. Perbaikan status gizi masyarakat
3. Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular,diikuti penyehatan lingkungan
4. Pengembangan sumber daya manusia kesehatan
5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat serta
pengawasan obat dan makanan
6. Pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
7. Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan
8. Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier

PROGRAM PRIORITAS KEMENKES TAHUN 2012

110
[Type text]

1. Upaya Promotif-Preventif untuk Penyakit Menular, dan (terutama) Penyakit Tidak Menular
2. Peningkatan Status Gizi Balita, terutama pengurangan masalah stunting
3. Peningkatan akses masyarakat untuk layanan kesehatan berkualitas (puskesmas perawatan,
IGD, ICU dan Kelas 3)
4. Pemenuhan kebutuhan SDM di DTPK dan daerah bermasalah kesehatan (terutama untuk
menurunkan AKI-AKB)
5. Kemandirian bahan baku obat, vaksin dan integrasi jamu ke dalam pelayanan kesehatan formal
6. Peningkatan penggunaan teknologi informasi di segala aspek pelayanan kesehatan
7. Tata manajemen birokrasi yang bersih, akurat, efektif dan efisien.

PROGRAM YANG HARUS DILAKSANAKAN KEMENKES BERSAMA LINTAS SEKTOR

1. Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B)


2. Kluster 4 : Kemeterian Kelautan dan Perikananan (KKP)
a. Peningkatan Kehidupan Nelayan
b. Program Air Bersih untuk Rakyat
c. Peningkatan Kehidupan Masyarakat Pinggir Perkotaan
4. Penanggulangan daerah pasca bencana (Merapi, Mentawai dan Wasior) : BNPB
5. Pengentasan daerah tertinggal
6. Pelayanan Kesehatan daerah DTPK
7. Peningkatan Pelayanan Kesehatan daerah Perbatasan
8. Pelayanan Kesehatan Berbasis Gender
9. Pelayanan Kesehatan Pemuda dan Olah Raga

UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT)


DITJEN PP DAN PL

• 49 Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dengan 343 Wilayah Kerja (Wilker)


• 10 Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan-Pemberantasan Penyakit Menular
(B/BTKL-PPM) dengan konsep regional

KEBIJAKAN UMUM PROGRAM PP DAN PL 2012

1. Memenuhi komitmen nasional dan internasional (RKP, MDGs, IHR, dll);


2. Pengendalian faktor risiko;
3. Peningkatan surveilans epidemiologi dan SKD KLB;
4. Penyelenggaraan respon cepat terhadap permasalahan yang ada (KLB, dll);
5. Penguatan SDM pengelola dan penyelenggara program;
6. Penyelenggaraan jejaring dan kemitraan;
7. Penyelenggaraan kegiatan wajib/prioritas kementerian;
8. Penguatan dan sinergitas dukungan sumber dana DN dan LN

111
[Type text]

PERMASALAHAN UTAMA PENYELENGGARAAN PROGRAM PP dan PL

1. Sistem desentralisasi;
2. Mekanisme penganggaran program;
3. Keterbatasan SDM pengelola dan penyelenggaran program;
4. Kondisi lingkungan dan vektor;
5. Perilaku masyarakat;
6. Keterpaduan dan dukungan lintas sektor.
7. Triple Burden (new emerging, re emerging dan NCD)
Tujuan Pengelolaan Obat Program PP dan PL

Obat program PP dan PL penting dalam upaya Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Menjamin tersedianya obat program PP dan PL baik dipusat maupun di daerah dengan kondisi:

• Mutu yang terjamin,


• Sesuai kebutuhan program
• Tersedia secara teratur dan merata disetiap unit
• Mudah diperoleh berdasarkan tempat dan waktu.

Overview Obat Program PP dan PL

1. Ketersediaan dan kecukupan obat PP dan PL komponen esensial target PP dan PL


2. Alokasi kebutuhan obat program P2 dan vaksin meningkat dan jauh diatas alokasi yang ada
3. Kebutuhan obat program dihitung oleh pelaksana program PP dan PL (Subdit) berasarkan
data/fakta lapangan
a. Di beberapa tempat tidak sesuai dengan kebutuhan daerah
b. Beberapa daerah menolak menerima
c. Berlebih di satu daerah dan Kekurangan di daerah lainnya
4. Daerah dapat mengadakan sendiri obat program PP dan PL meskipun secara terbatas jika:
a. Alokasi pusat tidak adekuat
b. Kebutuhan spesifik lokal

KEBIJAKAN PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN BIDANG PP & PL

PENDAHULUAN (1)

1. Penyakit menular dan tidak menular (tertentu) masih merupakan masalah kesehatan - Double
Burden
2. Kejadian penyakit merupakan hasil interaksi antara: manusia, lingkungan, penyebab penyakit
(host, environment & agent)
3. Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan harus dijalankan secara komprehensif
berdasarkan skala prioritas dengan pertimbangan komitmen global, nasional, dan sumber daya
yang dimiliki.

112
[Type text]

PROGRAM DAN KEGIATAN DI LINGKUNGAN DITJEN PP & PL

• P2B2
1. P2 Malaria
2. P2 Arbovirosis (DBD & Chikungunya)
3. P2 Zoonosis (AI, Rabies, Antrax, DLL)
4. P2 Filariasis & Schistosmiasis
5. Pengendalian vektor
• P2ML
1. P2 HIV/AIDS & PMS
2. P2 TB
3. P2 ISPA
4. P2 Kusta & Frambusia
5. P2 Diare, Kecacingan Dan Infeksi Saluran Pencernaan Lainnya
• SEPIM KESMA
1. Imunisasi
2. Surveilans Epidemiologi
3. Kesehatan Haji
4. Karantina Kesehatan
5. Kesehatan Matra
• P2TM
1. P2 Jantung & Pembuluh Darah
2. P2 Kanker
3. P2 DM & Penyakit Metabolik
4. P2 Kronik & Degeneratif
5. Gangguan Akibat Kecelakaan & Cidera
• PL
1. Pengawasan kualitas air
2. ADKL
3. Pengamanan Limbah
4. Hygiene Sanitasi Bangunan Umum
5. Pengawasan Makanan & Minuman
Kegiatan Pokok Program Lingkungan Sehat Berdasarkan RPJMN 2004-2009 dan Renstra Depkes 2005-
2009

6. Penyediaan Sarana Air Bersih & Sanitasi Dasar


7. Pemeliharaan & Pengawasan Kualitas Lingkungan
8. Pengendalian Dampak Risiko Pencemaran Lingkungan
9. Pengembangan Wilayah Sehat
Kegiatan Pokok Program Pencegahan Dan Pemberatasan Penyakit Berdasarkan
RPJMN 2004-2009 dan Renstra Depkes 2005-2009

1. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;


2. Peningkatan imunisasi;
3. Penemuan dan tatalaksana penderita;

113
[Type text]

4. Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah;


5. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit

Sasaran Pembangunan Kesehatan Bidang PP & PL (1)

Meningkatnya keluarga menghuni rumah yang memenuhi syarat kesehatan 75%

Meningkatnya keluarga menggunakan air bersih menjadi 85%.

Meningkatnya keluarga menggunakan jamban memenuhi syarat kesehatan 80%.

Meningkatnya tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan 80%.

PENYEDIAAN SARANA AIR BERSIH & SANITASI DASAR

1. Program/kegiatan melalui proyek kebijakan Air Minum & Penyehatan Lingkungn berbasis
masyarakat.
 WSLIC-2 = 8 Propinsi, 38 Kab, 2.500 Desa
 CWSHP = 6 Propinsi, 27 Kab, 1.500 Desa
 Pro Air = 1 Propinsi, 5 Kab, 100 Desa
 PAMSIMAS = 15 Propinsi, 109 Kab, 5.000 Desa
 SANIMAS = (100 Lokasi di perkotaan)
2. Komponen kegiatan
 Pemberdayaan masyarakat
 Perilaku hygiene sanitasi
 Penyediaan sarana air bersih
 Peningkatan ekonomi masyarakat
 Manejemen
3. Karakteristik
– Dana hibah langsung ke rekening masyarakat, masyarakat pemeran utama, pendekatan
respon terhadap kebutuhan
4. Kriteria Kab/Kota terpilih:
a. Umum:Daerah miskin, Penyakit diare tinggi, Akses terhadap air rendah, Ada potensi
sumber air
a. Khusus
• Kesanggupan masyarakat, Dana pendamping daerah, Kesanggupan daerah
untuk replikasi, Anti korupsi

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FAKTOR RISIKO

• Pengendalian Vektor penyebab penyakit potensial wabah

114
[Type text]


Tujuan: tersedianya sumber daya yang optimal di tingkat pusat, propinsi dan informasi
tentang vektor, bionomik dan dinamika penularan penyakit di seluruh wilayah endemis
dan potensial sebagai dasar pemberantasan penyakit bersumber binatang secara tepat
guna
– Kegiatan:
• Kajian uji kerentanan vektor dan dinamika penularan DBD, dan malaria
• Pengendalian Penyakit Tidak Menular
– Dit. Pengendalian Penyakit Tidak Menular merupakan tugas baru dari Ditjen PP & PL,
ruang lingkupnya:
• Penyakit Jantung dan pembuluh darah,
• Penyakit Kanker,
• Diabetes Mellitus dan penyakit metabolisme lainnya,
• Penyakit kronis dan degeneratif lainnya,
• Gangguan akibat kecelakaan dan cidera (Violence, Injury and Disability)
– Penyakit tidak menular merupakan komponen penyebab double burden
– Strategi dan kerangka kerja PPTM
– Peningkatan dan pemantapan jejaring/mitra kerja baik di Pusat maupun di Daerah
(Dinkes Propinsi dan Kab/Kota serta RSUD dan pusat rujukan lainnya)

STRATEGI UTAMA PPTM

• SURVEILANS PTM
– surveilans faktor risiko, registri penyakit dan surveilans kematian.
– Sbg info pengambilan keputusan yg cost effective.
• PROMOSI & PENCEGAHAN PTM
– Melalui pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat utk memacu kemandirian
– Penekanan baik pada masyarakat sehat dan yang berisiko, tidak melupakan masy. yang
berpenyakit dan masy. yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi.
• MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PTM
– Pengelolaan upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif secara profesional

115
[Type text]

– Ketersediaan pelayanan kesehatan PTM yang berkualitas dan terjangkau oleh


masyarakat.

PENINGKATAN IMUNISASI

• Imunisasi Rutin Yang Merata Dan Berkualitas Serta Supplement Immunization Activities (SIAs).
• Pemantapan Program Imunisasi Rutin
– Program Development (Perencanaan Yg Jelas)
– Manpower Development
– Monev
– Supply & Logistic

PENEMUAN DAN TATALAKSANA PENDERITA

• P2 Malaria
– Penemuan penderita: konfirmasi laboratorium melalui pemeriksaan mikroskopis atau
dengan rapid diagnostik test (RDT)
– Penata laskanaan/pengobatan malaria:
• Plasmodium falsiparum dilakukan dengan obat Artemisinin Combination
Therapy (ACT) yaitu Artesunate + Amodiakuin (pengganti klorokuin – resisten)
• Plasmodium vivax
– Klorokuin di daerah yang masih sensitif
– Di daerah yang sudah resisten dan daerah pembebasan malaria
dilakukan dengan obat Artemisinin Combination Therapy (ACT).
• Pengobatan malaria berat
– Di lapangan dilakukan dengan obat Artemeter
– Di Rumah Sakit dilakukan dengan Artesunate injeksi
– Obat Kina injeksi alternatif pengganti 1 & 2.

PENEMUAN DAN TATALAKSANA PENDERITA

• P2 TBC
– Pemantapan Strategi DOTs ( komitmen, diagnosa – mik, ketersediaan obat, PMO, SE)
– Pemantapan ketersediaan obat dengan pengadaan Pusat.
– Perubahan kebijakan Combi Pack menjadi Fixed Dose Combination secara bertahap
(kesepakatan Komisi Ahli Gerdunas TB, th 2005)
• P2 Filariasis
– Pengobatan massal:
• Di daerah endemis, minimal 5 tahun berturut-turut. Diharapkan mulai tahun
2007.
• Pusat menyediakan obat program (Albendazol, Diethyl Carbamacyn)
• Daerah diharapkan mendukung operational cost

116
[Type text]

• HIV/AIDS
– Penggunaan ARV 50% karena stigma masih tinggi & komitment LS masih kurang
– Networking Dikembangkan Di Puskesmas dan RS Kab/Kota (Methode Integrated
Management Adolescent And Adult Illness /IMAI)
– Loss of follow up 35 % karena pencacatan oleh manajer kasus belum maksimal dan
PMO/Buddies belum terkoordinir dengan baik
– Obat cyprofloxacine sudah resistens untuk IMS digantikan dengan Azitromicine 1 gr +
cefixime 400mg

PENINGKATAN S.E. DAN PENANGGULANGAN WABAH

• Peningkatan Sistem Surveilans Epidemiologi (SE) Nasional termasuk faktor risiko &
pengembangan community based surveilans di desa siaga
• Peningkatan Sistem karantina kesehatan nasional dan kesiapan KKP dengan akan diterapkannya
IHR tahun 2007

117

Anda mungkin juga menyukai