Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media.
Penyakit jenis ini masih menjadi masalah besar keesehatan karna meeningkatkan
angka kesakitan dan kematian dalam waktu yang relative singkat penyakit ini
meyerang semua lapisan masyarakat dan berdampak buruk pada kondisi social
ekonomi mengingat sifat menulkarnya yang bisa menyebabkan wabah dan
menimbulkan kerugia bedsar. Bebean penyakit global mulai berganti daripenyakit
menular kepenyakit tidak menular, namun dampak penyakit tiddak menular ini tidak
biasa diabaikan.

Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang belum dapat diselesaikan


sampai saat ini, salah satu penyakit menular itu adalah Tuberculosis, tifus, kolera,
giardiasis, dan HIV/AIDS dan lain-lain. Tifus abdominalis disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae dari genus
Salmonella, Penyakit ini merupakan penyakit umum yang terjadi di seluruh dunia
tetapi saat ini sudah jarang terjadi di banyak negara maju. Tifus abdominalis atau
Demam Tifoid atau Demam enterik awalnya diambil dari nama seorang koki asal
Irlandia, Mary Mallon disebut sebagai Typhoid Mary. Penyakit tersebut menjadi
terkenal karena kasus carrier yang dibawanya menyebabkan terjadinya banyak
kematian dan KLB tifoid di Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an. Masa
inkubasi ini bergantung pada jumlah bakteri yang tertelan dan faktor host. Bakteri
Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi. Setelah bakteri masuk ke saluran pencernaan manusia dan
sampai di lambung maka timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi
yaitu dengan adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang
dihasilkannya.

Dari perspektif masyarakat, keluarga merupakan system dasar dimana perilaku


sehat dan perawatan kesehaatan diataur, dilaksanakan dan diamanakan. Keluarga
memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama
merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh, keluarga keluarga mempunyai
tanggung jawab utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh para profesional perawatan kesehatan (pratt, 1977: 1982, dalam
friedman, 1998).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari epidemiologi?
2. Apa pengertian dari epidemiologi penyakit menular?
3. Bagaimana sejarah dari epidemiologi penyakit menular?
4. Apa istilah-istiah dari epidemiologi penyakit menular?
5. Apa pengertian dari manifestasi klinik ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari epidemiologi
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari epidemiologi penyakit menular
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dari epidemiologi penyakit menular
4. Untuk mengetahui apa istilah-istiah dari epidemiologi penyakit menular
5. Untuk mengetahui apa pengertian dari manifestasi klinik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Epidemiologi Penyakit Menular


1. Epidemiologi
a) Epidemiologi atau epidemic berasal dari bahasa yunani epic (upon) yang artinya
pada, demos (people) atau penduduk, logy (study of) alias studi atau ilmu, serta
dapat diartikan menjadi studi atau ilmu yang mempelajari penduduk. (Friis and
Sellers, 2009).
b) Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan frequensi penyakit
pada populasi manusia dan aplikasi studi ini adalah untuk control terhadap
masalah-masalah kesehatan. (Aschengrau and Seage, 2008).

2. Epidemiologi Penyakit Menular

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran


mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit
termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi mengatasi kejadian penderitaan
dan kematian akibat penyakit.

Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
agent infeksius (virus, bakteri, dan parasit) melalui transmisi agent dari orang yang
terinfeksi, hewan atau reservoir lainnya ke pejamu (host) yang rentan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui perantara seperti media air, udara, vektor,
tanaman dan sebagainya. Penyakit menular timbul akibat dari beroperasinya berbagai
factor baik dari agent dan lingkungan. Bentuk ini tergambar dalam istilah yang
dikenal luas. Yaitu penyebab majemuk (multiple causation of disease) sebagai lawan
dari penyebab tunggal (single causation). Didalam usaha para ahli untuk
mengumpulkan pengetahuan mengenai timbulnya penyakit, mereka telah melakukan
eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana penyakit itu bisa dicegah
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup penderita.
Dalam epidemiologi ada tiga factor yang dapat menerangkan penyebaran
(distribusi) penyakit atau masalah kesehatan yaitu :

a) Faktor Orang (Person)


Faktor orang adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi keterpaparan
atau kepekaan mereka terhadap penyakit. Orang yang karateristiknya mudah
terpapar terhadap penyakit akan mudah terkena penyakit. Karakteristik seseorang
biasa berupa factor genetic, umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasan dan status
social ekonomi, seorang individu yang mempunyai factor genetik dan peka
terhadap penyakit.
b) Faktor Tempat (Place)
Faktor tempat berkaitan dengan karakteristik geografis. Informasi ini dapat batas
ilmiah seperti sungai, gunung, atau bisa dengan batas administrasi dan histori.
Perbedaan menurut tempat ini memberikan petunjuk pola perbedaan penyakit
yang dapat menjadi pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang belum
diketahui.
c) Faktor Waktu (Time)
Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun.
Informasi ini bisa dijadikan pedoman tentang kejadian yang timbul dalam
masyarakat.

Epidemilogi penyakit menular adalah studi epidemiologi yang berfokus pada


distribusi dan determinan penyakit menular. Epidemiologi Penyakit menular juga
merupakan epidemiologi yang berusaha untuk mempelajari distribusi dan factor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit menular di masyarakat.

Adapun cara penularannya yaitu :


a) Media Langsung dari orang ke orang
Jenis penyakit yang ditularkan antara lain rabies, trakoma, scabies, erysipelas,
antraks serta penyakit pada kaki dan mulut.
b) Media Udara
Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak
langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai air born disease. Jenis
penyakit yang ditularkan antara lain TB Paru, Varicella, Difteri, Influenza, dan
Meningitis.
c) Melalui air
Penyakit yang ditularkan langsung melalui air minum, dimana air minum tersebut
mengandung kuman pathogen. Jenis penyakit yang ditularkan yaitu diare,
dysentri, cholera, thypoid dan hepatitis.

B. Sejarah Perkembangan Penyakit Menular


Penemuan pathogen penyebab penyakit adalah aktivitas penting dalam bidang ilmu
kedokteran. Banyak virus, bakteri, protozoa, jamur, cacing dan prion diidentifikasi
sebagai pathogen yang dikonfirmasi atau potensial. Di Amerika Serikat, program center
for disease control, dimulai pada 1995 mengidentifikasi lebih dari seratus pasien penyakit
yang mengancam jiwa yang dianggap sebagai penyebab infeksi, tetapi itu tidak dapat
dikaitkan dengan pathogen yang diketahui. Hubungan pathogen dengan penyakit bisa
menjadi proses yang kompleks dan kontrofersial, dalam beberapa kasus membutuhkan
beberapa dekade atau bahkan berabad-abad untuk dicapai.
1. Abad ke-19 ( Vibrio Cholera 1849-1884)
Bakteri Vibrio Cholera ditularkan melalui air yang terkontaminasi. Setelah
dicerna, bakteri menjajah seluruh usus inang dan menghasilkan racun yang
menyebabkan cairan tubuh mengalir melintasi lapisan usus. Kematian dapat terjadi
dalam 2-3 jam karena dehidrasi jika tidak ada perawatan yang diberikan.
Sebelum ditemukan penyebab infeksi, gejala kolera diduga disebabkan oleh
kelebihan empedu pada pasien, penyakit kolera mendapat nama dari kata Yunani
Cholera yang berarti empedu. Teori ini konsisten dengan humorisme dan mengarah
pada praktik medis seperti pertumpahan darah. Bakteri ini pertama kali dilaporkan
pada tahun 1849 oleh Gabriel Pouchet yang menemukannya dalam tinja dari pasien
dengan kolera, tetapi tidak peduli terhadap kejadian tersebut. Ilmuan pertama yang
memahami pentingnya Vibrio Cholerae adalah ahli anatomi Italia Filippo Pacini,
yang menerbitkan gambar rinci dalam “pengamatan mikroskopis dan pengurangan
patologis pada kolera” pada 1854. Dia menerbitkan makalah lebih lanjut pada tahun
1866, 1871, 1876 dan 1880, yang diabaikan oleh komunitas ilmiah. Dia dengan tepat
menggambarkan bagaimana bakteri tersebut menyebabkan diare dan
mengembangkan perawatan yang terbukti efektif. Sementara peta epidemiologi John
Snow telah dikenali dengan baik dan menyebabkan hilangnya pegangan pompa Broad
Streat, misalnya 1854 wabah kolera Broad Streat. Pada tahun 1874, perwakilan ilmiah
dari 21 negara memberikan suara bulat untuk menyelesaikan bahwa kolera
disebabkan oleh racun lingkungan dari miasmates, atau awan zat tidak sehat yang
mengambang diudara. Pada tahun 1884, Robert Koch menemukan kembali Vibrio
Cholerae sebagai unsur penyebab kolera. Beberapa ilmuwan menentang teori baru,
dan bahkan meminum kultur kolera untuk membantahnya.
Koch mengumumkan penemuan Vibrio Cholerae pada tahun 1884.
Kesimpulannya didasarkan pada penemuan konstan “koma baccilus” ditinja pasien
kolera, dan kegagalan untuk menunjukkan organisme ini dalam kotoran orang lain.
Itu tidak mungkin untuk mereproduksi kolera khas pada hewan laboratorium. Pada
saat itu “teori kuman” tentang penyakit belum mendapatkan penerimaan secara
umum, dan pengumuman Koch diterima dengan skeptic, terutama setelah ditemukan
pada waktu-waktu tertentu dikotoran orang yang tidak menderita. Kolera dan
seringkali di semua jenis lingkungan lain, air sumur dan sunga. Kita sekarang tahu
bahwa ini adalah spesies saprotrofik dari vibrio, yang mungkin dibedakan dari vibria
cholerae dengan metode cultural dan imunologis. Tetapi keberadaan pendapat Koch
secara dramatis ditunjukkan oleh Von Pettenkover dan Emmerich yang meragukan
hubungan etiologis organisme Koch dengan sengaja meminum kulturnya. Von
Pettenkofer berkembang hanya diare sementara, tetapi Emmerich menderita serangan
kolera yang khas dan parah (AT Henrici, Biologi Bakteri, Health and Company,
1939). Von Pettenkofer menganggap bukti pengalamannya bahwa Vibrio cholera
tidak berbahaya, karena ia tidak menderita kolera setelah mengonsumsinya. Antara
1849 ketika Pouchet menemukan Vibrio Cholerae dan 1891 lebih dari satu juta orang
meninggal dalam epidemi kolera di Eropa dan Rusia. Pada tahun 1995 para peneliti
menerbitkan sebuah penelitian di Science yang menjelaskan mengapa beberapa orang
dapat terinfeksi kolera tanpa gejala, mungkin menjelaskan mengapa Pettencofer tidak
jatuh sakit. Penelitian ini menunjukkan bahwa serangkaian mutasi geneetik pada
beberapa orang memberikan resistensi terhadap toksin kolera, tetapi mutasi ini ada
harganya jika terlalu banyak dari mereka terjadi pada seseorang mereka akan
mengembangkan Fibrosis Kistik, kelainan genetik yang tidak dapat disembuhkan dan
seringkali fatal.

2. Abad ke-20
a) Giardia Lamblia (1681-1975)
Giardiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Giardia Lamblia
protozoa. Infeksi ini dapat menyebabkan diare, gas, dan sakit perut pada beberapa
orang. Jika tidak diobati, infeksi ini dapat menjadi kronis. Pada anak-anak, infeksi
Giardia Lamblia kronis dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
menurunkan kecerdasan, infeksi gardia kini secara universal diakui sebagai
penyakit, dan dirawat oleh dokter dengan obat anti-protozoa.
Sejak tahun 2002, kasus gardia harus dilaporkan ke Pusat Pengadilan dan
Pencegahan Penyakit, menurut Spreadsheet penyakit yang dapat dilaporkan CDC
(Center for Disease Control and Prevention). Laboratorium Parasit
Gastrointestinal Kesehatan Nasional Amerika Serikat mempelajari Giardia
hamper secara eksklusif. Namun, Giardia muncul dalam jangka panjang, dari
penemuannya pada tahun 1681, hingga tahun 1970-an ketika diterima sepenuhnya
bahwa infeksi dengan Giardia adalah penyebab diare kronis yang dapat diobati.
Beberapa bukti pertama di Zaman mooodern patogenisitas Giardia datang
selama Perang Dunia II ketika tentara dirawat karena Malaria dengan Quinacrine
antiprotozoal, dan Diare mereka menghilang, seperti halnya Giardia dari sampel
tinja mereka. Pada tahun 1954, Dr. RC Rendtorff melakukan percobaan pada
sukarelawan tahanan, menginfeksi mereka dengan Giardia. Dalam percobaan,
meskipun beberapa tahanan mengalami perubahan kebiasaan buang air besar, ia
menyimpulkan bahwa ini tidak dapat dikaitkan dengan infeksi Giardia, dan juga
menunjukkan bahwa semua tahanan mengalami pembersihan Giardia secara
spontan.
Pada tahun 1954-1955, wabah infeksi Giardia terjadi di Oregon (AS),
yakni 50.000 orang. Hal ini didokumentasikan dalam komunikasi oleh Dr. Lyle
Veazie, yang tidak diterbitkan sampai 15 tahun kemudian di New England of
Medicine. Dalam komunikasi itu, Veazie mencatat bahwa ia tidak dapat
menemukan penerbit untuk laporannya tentang epidemic. Komunikasi tersebut
diterbitkan kembali dalam Simposium EPA tentang Penularan Giardiasis di
tempat air pada tahun 1979, dan versi tersebut menyertakan kutipan berikut dari
Direktur Dewan Kesehatan Negara Bagian Oregon, yang menyatakan bahwa diare
dari Giardia masih dikaitkan dengan penyebab lain oleh kesehatan.

b) Helicobacter pylory (1892-1982)


Infeksi dengan bakteri ini adalah penyebab dari sebagian besar bisul perut.
Penemuan ini secara umum dipercayakan ke ahli Gastroenterologi Australia, Dr.
Barry Marshall dan Dr. J Robin Warren yang mempublikasikan temuan mereka
pada tahun 1983. Pasangan ini menerima Hadiah Nobel pada tahun 2005 untuk
pekerjaan mereka. Sebelum ini, tidak ada yang benar-benar tahu apa yang
menyebabkan sakit maag, meskipun yang dipercaya bahwa stress juga berperan
dalam menyebabkan terjadinya maag.
Dalam pimpinan Dr Marshall mencatat bahwa dokter lain telah
menghasilkan bukti infeksi H Pylori pada awal 1892. Marshall menulis bahwa
laporan sebelumnya diabaikan karena mereka bertentangan dengan kepercayaan
yang ada. Deskripsi pertama tentang H Pylori dating pada tahun 1892 dari Giullo
Bizzozero, yang mengidentifikasi bakteri toleran asam yang hidup diperut anjing.
Kemudian, sebuah teori akan dikembangkan bahwa tidak ada bakteri yang bisa
hidup diperut. Walaupun teorinya tidak memiliki dasar ilmiah, teori ini akan
menjadi batu sandungan bagi para ilmuwan, membuat mereka tidak bersemangat
untuk mencari penyebab infeksi lambung yang infektif. Pada tahun 1940, dua
dokter yaitu Dr. A Stone Freeberg dan Dr. Louis E. Barron menerbitkan sebuah
makalah yang menggambarkan bakteri spiral yang ditemukan pada sekitar
setengah dari pasien Gastroenterologi mereka yang menderita sakit maag. John
Lykoudis seorang dokter Yunani adalaah salah satu dokter pertama yang
mengobati radang perut sebagai penyakit menular. Antara tahun 1960 dan 1970 ia
merawat lebih dari 10.000 pasien maag di Athena dengan antibiotic. Lykoudis
mencoba menerbitkan makalah tentang temuannya, tetapi mereka bertentangan
dengan teori tradisional dan karyanya tidak pernah diterbitkan. Pengalaman
Lykoudis diikuti pada tahun 1975 oleh publikasi lebih lanjut dimakalah Gut yang
mencakup bakteri spiral yang hidup di perbatasan ulkus duodenal. Signifikansi
medis dari temuan Steer diabaikan tetapi ia terus menerbitkan makalah tentang H
Pylori, sebagian besar sebagai hobi. H Pylori dapat menginfeksi perut sebagian
orang tanpa menyebabkan tukak lambung. Dalam menyelidiki pembawa
asimpotamik H Pylori, para peneliti mengidentifikasi sifat genetic disebut
Interleuik-1 beta-31 yang menyebabkan peningkatan produksi asam lambung,
yang menghasilkan bisul jika pasien terinfeksi. Pasien tanpa sifat tersebut tidak
mengembangkan bisul perut sebagai respons terhadap infeksi H Pylori, tetapi
sebaliknya memiliki peningkatan risiko kanker lambung jika mereka terinfeksi.
Investigasi terhadap infeksi Gastrointestinal lainnya juga menunjukkan bahwa
gejalanya merupakan hasil interaksi antara infeksi dan mutasi genetic spesifik.

c) Escherichia coli (1947-1983)


Ada berbagai jenis E-Coli, beberapa diantaranya ditemukan pada manusia
dan tidak berbahaya. Enterotoxigenic Escherichia Coli (ETEC) adalah jenis yang
ditemukan menyebabkan penyakit pada manusia, memiliki gen yang
memungkinkan untuk memproduksi zat beracun bagi manusia. Ternak kebal
terhadap efeknya tetapi ketika orang makan makanan yang terkontaminasi dengan
kotoran sapi, organisme dapat menyebabkan penyakit. Laporan E-Coli patogen
muncul dalam literatur medis pada awal 1947. Publikasi mengenai varian E-Coli
yang menyebabkan penyakit muncul secara teratur dijurnal medis sepanjang
tahun 1960-an sampai 1970-an, dengan kematian dilaporkan pada manusia dan
bayi mulai tahun 1970-an. Terlepas dari laporan sebelumnya, E-Coli yang
patogen tidak meningkat menjadi public hingga tahun 1983. Ketika peneliti
Center for Disease Control menerbitkan sebuah makalah yang mengidentifikasi
ETEC sebagai penyebab serangkaian wabah hemoragik yang tidak bdapat
dijelaskan.
d) Human Immunodeficiency Virus (1959-1984)
AIDS pertama kali dilaporkan 5 Juni 1981, ketika Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit AS mencatat sekelompok Pneumocytis carinii pneumonia
(sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh
Pneumocytis Jirovecii) pada lima pria homoseksual di Los Angeles. Penemuan
virus membutuhkan beberapa tahun penelitian, dan diumumkan pada tahun 1984
oleh Dr. Gallo dari National Cancer Institute, Dr. Luc Montagnier di Pasteur
Institute di Paris, dan Dr. Jay Levy di University of California, San Fransisco.
Namun, HIV ada jauh sebelum laporan CDC 1981. Tiga contoh infeksi HIV yang
paling awal diketahui adalah sebagai berikut :
1) Sampel plasma diambil pada tahun 1959 dari seorang pria dewasa yang
tinggal di tempat yang sekarang menjadi Republik Demokratik Kongo.
2) HIV ditemukan dalam sampel jaringan dari remaja Afrika-Amerika berusia 15
tahun yang meninggal di St. Louis pada tahun 1969.
3) HIV ditemukan dalam sampel jaringan dari seorang pelaut Norwegia yang
meninggal sekitar tahun 1976.

Dua spesies HIV menginfeksi manusia yaitu HIV-2 dan HIV-1 yang lebih
ganas dan lebih mudah menular.HIV-1 adalah sumber dari sebagian besar infeksi
HIV diseluruh dunia, sementara HIV-2 tidak mudah ditularkan dan sebagian besar
terbatas pada Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primate. Asal usul
HIV-1 adalah simpanse umum pusat (Pan troglodytes) yang ditemukan di
Kamerun Selatan. Dipastikan bahwa HIV-2 berasal dari Mangebay Jelaga
(Cercocebus atys), Monyet dunia lama Guinea-Bissau, Gabon, dan Kamerun.

Dihipotesiskan bahwa HIV mungkin ditransfer ke manusia sebagai akibat


dari kontak langsung dengan primate, misalnya selama berburu, penjagalan, atau
kontak seksual antar spesies.

e) Cyclospora (1995)
Cyclospora adalah patogen Gastrointestinal yang menyebabkan demam,
diare, muntah, dan penurunan berat badan yang parah. Wabah penyakit terjadi di
Chicago pada tahun 1989 dan daerah lain di Amerika Serikat. Tetapi penyelidikan
oleh Pusat Pengendalian Penyakit tidak dapat mengidentifikasi penyebab infeksi.
Penemuan penyebabnya dilakukan oleh Bpk. Ramachandran Rajah, Kepala
Laboratorium Klinik medis di Kathmandu, Nepal. Pak Rajah berusaha mencari
tahu mengapa penduduk dan pengunjung setempat jatuh sakit setiap musim panas.
Ia mengidentifikasi organisme yang tampak tidak biasa dalam sampel tinja dari
pasien yang sakit. Tetapi ketika klinik mengirim slide organisme ke Pusat
Pengendalian Penyakit, itu di identifikasikan sebagai ganggang biru-hujau, yang
tidak berbahaya. Banyak ahli patologi telah melihat hal yang sama sebelumnya,
tetapi menganggapnya tidak relevan dengan penyakit pasien. Kemudian
organisme akan diidentifikasi sebagai jenis parasit khusus, dan pengobatan akan
dikembangkan untuk membantu pasien dengan infeksi. Di Amerika Serikat,
infeksi Cyclospora harus dilaporkan ke Center for Disease Control sesuai dengan
Chartable Disease Chart CDC.

3. Blastocystis (2006)
Protozoa ini adalah protozoa sel tunggal yang menginfeksi usus besar. Dokter
melaporkan bahwa pasien dengan infeksi menunjukkan gejala sakit perut, sembelit
dan diare. Satu studi menemukan bahwa 43% pasien IBS teridentifikasi Blastocystis.
Sebuah studi tambahan menemukan bahwa banyak pasien IBS yang tidak dapat
diidentifikasi oleh Blastocystis menunjukkan reaksi antibody yang kuat terhadaap
organisme, yang merupakan jenis tes yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi
tertentu dan sulit dideteksi. Penelitian lain juga melaporkan bahwa teknik pengujian
khusus mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi infeksi pada beberapa orang.
Sementara beberapa ilmuwan percaya pada temuan bahwa pasien IBS membawa
infeksi protozoa menjadi signifikan, penelitian lain telah melaporkan bahwa
keberadaan infeksi tidak signifikan secara medis. Para peneliti melaporkan bahwa
infeksi dapat resisten terhadap perawatan protozoa umum dalam studi laboratorium
karena itu mengidentifikasi infeksi Blastocystis telah menjadi penyebab utama diare
protozoa di Negara itu. Blastocystisadalah infeksi protozoa yang paling sering
diidentifikasi ditemukan pada pasien dalam penelitian Kanada 2006.
C. Istilah-istilah Dalam Epidemiologi Penyakit Menular
1. Penyakit Menular (communicable Disease)
communicable Diseas adalah penyakit yang disebabkan oleh unsur/agent penyebab
menular tertentu atau hasil racunnya, yang terjadi karena perpindahan atau penularan
agent atau hasil dari orang yang terinfeksi, hewan, atau reservoir (tempat agent hidup)
lainnya (benda lain) kepada pejamu yang rentan (potensial house) baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pejamu perantara hewan (vektor) atau
lingkungan yang tidak hidup.
2. Periode Penularan (Communicable Period)
Communicable Period adalah waktu atau selama waktu tertentu dimana agent
menular dapat dipindahkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang
terinfeksi ke orang lain, dari hewan terinfeksi ke manusia atau dari orang terinfeksi ke
hewan, termasuk arthropoda.
3. Karier (carrier)
Karier adalah manusia (orang) atau hewan tempat berdiamnya agent menular spesifik
dengan adanya penyakit yang secara klinis tidak terlihat nyata tetapi dapat bertindak
sebagai sumber infeksi yang cukup penting.
Health carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam hidupnya kelihatan sehat
karena tidak menampakkan gejala klinis, tetapi membawa unsure penyebab penyakit
yang dapat ditularkan pada orang lain.
Incubatory carrier (masa tunas) ialah mereka yang masih dalam masa tunas/
inkunasi, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber
penularan.
Convalescent carrier (baru sembuh klinis) ialah mereka yang baru sembuh dari
penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penukaran penykit tertentu
yang masuk penularannya kemungkinan hanya sampai 3 bulan.

Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama


4. Kontak/ contact
Kontak/ contact adalah orang atau hewan yang telah berhubungan atau mengalami
hubungan dengan orang terinfeksi, atau lingkungan yang terkontaminasi sehingga
dapat memberikan peluang untuk memperoleh agent penyakit menular.
5. Reservoir
Reservoir agent menular adalah tempat atau habitat dimana agent biasanya hidup,
tumbuh, dan berkembangbiak seperti manusia, hewan dan lingkungan. Reservoir
dapat menjadi sumber dari mana agent ditularkan ke pejamu ataupun tidak. Misalnya
Reservoir Clostridium botulinum adalah tanah, tetapi sumber dari kebanyakan infeksi
botulisme dari makanan kaleng yang mengandung spora C. botulinum.
6. Human Reservoir
Penyakit menular umumnya memiliki reservoir manusia. Penyakit yang ditularkan
dari orang ke orang tanpa perantara termasuk penyakit menular seksual, campak,
gondok, infeksi streptokokus, dan bakteri pathogen pernafasan.
7. Zoonosis
Zoonosisi mengacu pada penyakit menular yang ditularkan secara alamiah dari hewan
vertebrata kemanusia, contohnya rabies pada anjing dan kucing tampa imunisasi
rabies
8. Portal of exit
Portal of exit adalah jalan dimana patogen meninggalkan inangnya. Portal biasanya
sesuai dengan tempat dimana patogen berada bisa saluran pernafasan, saluran sekresi
dan ekskresi, plasenta dan sebagainya.
9. Pintu masuk (portal of entry)
portal of entry mengacu pada cara patogen memasuki pejamu yang rentan. Pintu
masuk kepejamu harus melalui kejaringan tubuh dimana patogen dapat berkembang
biak atau racun dapat menyebar
10. Transmisi langsung (direct contact)
Kontak langsung adalah penularan penyakit melalui kulit kekulit ( skin to skin),
ciuman, dan hubungan seksual. Kontak langsung juga mengacu pada kontak dengan
tanah atau vegetasi
11. Transmisi tidak langsung
Transmisi tidak langsung mengacu pada penularan agent infeksius dari reservoir
kepejamu oleh partikel tersuspensi udara (airborne), benda mati (vehicle) atau vektor.
12. Airborne
Airborne merupakan penyebab secara aerosol kepintu masuk yang sesuai, biasanya
saluran pernafasan unsure aerosol adalah mengandung partikel-partikel diudara yang
terdiri dari sebagian, atau dapat seluruhnya jasa renik. Virus flu menyebarkan melalui
bersin berupa droplet diudara.
13. Vektor
Vektor merupakan binatang, paling sering antopoda (misalnya serangga), yang
menularkan zat patogen dari orang yang terinfeksi dan ditularkan ke individu yang
rentan atau berisiko.
Penyakit menular yang penularannya terutama oalh vektor dapat dibagi menurut jenis
vektornya
a. Vektor nyamuk (mosquito borne diseases) antara lain: malaria, filariasis, dan
beberapa jenis virus encephalitis, demam virus seperti demam dengue, virus
hemorrhagic seperti dengue homorrhegic fever serta yellow fever.
b. Vektor ;kutu louse (louse borne diseases) antara lain: epidemic tifus fever dan
epidemic relapshing fever.
c. Vaktor kutu flea (flea borne diseases) pada penyakit pes dan tivus murni
d. Vektor kutu mite (mite birne diseases) antara lain: scrub tifus (tsutsugamushi) dan
vasicular ricketsiosis.
e. Vektor kutu jenis tick (tick borne diseases) antara lain: spotted fever, epidemic
relapsing fever dan lain-lain
f. Penyakit oleh serangga lainnya seperti sunfly ever, lesmaniasis, barthonellosis
oleh lalat phlebotonus, onchocerciasis oleh blackflies genus simulium, serta
trypanosomiasis di afrika oleh lalat tse-tse, dan juga di amerika oleh kotoran kutu
trimatomid
14. Segitiga epidemiologi (triad epidemiologi)
Segitiga epidemiologi merupakan suatu konsep dasar dalam epidemiologi yang
menggambarkan bagaimana terjadinya penyakit menular, yang terdiri dari tiga faktor
utama yaitu agen, pejamju (host) dan lingkungan (environment.) apabila terjadi
ketidak seimbangan pada salah satu faktor tersebut, maka dappat menyebabkan
ketidakseimbangan kesehatan seseorang (status sakit).
15. Agen penular (agent)
Agen adalah suatu faktor penyebab penyakit dapat berupa unsure mati atau hidup.
Agen adalah suatu faktor seperti miikroorganisme, zat kimia atau radiasi yang ada,
keberadaannya betlebihan atau faktor yang relatife tiidak ada dalamm menimbulkan
suatu penyakit.
16. Faktor lingkungan (environment)
Environment merupakan semua faktor diluar pejamu (host) yang mempengaruhi
status kesehatan populasi. Faktor lingkungan meliputi lingkungan social ekonomi
(lingkungan kerja, keadaan perusahaan, keadaan social masyarakat, bencana alam,
kemiskinan dan lain-lain), lingkungan biologis (flora; sumber bahan makanan dan
fauna; sebagai sumber prorein) dan lingkunagn fisik (geologi, iklim, dan geografik).
17. Pejamu (host)
Pejamu (host) adalah manusia atau hewan termasuk burung dan arthropoda yang
dapat menjadi tempat perkembangbiakan agen infeksius sehingga terjadinya proses
alamiah perkembangan penyakit.
18. Infektivitas
Infektivitas merupakan kemampuan agen untuk masuk, bertahan hidup, dan
berkembang biak dalam pejamu (host). Dosis infeksi adalah jumlah yang diperlukan
untuk menyebabkan infeksi pada pejamu yang rentan.
19. Patogenenisitas
Patogenenisitas merupakan kemampuan penyakit untuk menimbulkan sesuatu
penyakit klinis, diukur dengan rasio jumlah orang yang terkena penyakit secara klinis
dengan jumlah orang yang terinfeksi dengan penyakit tertentu.
20. Virulensi
Virulensi adalah ukuran tingkat keparahan penyakit atau tingkat patogenisitas agen
memperparah kondisi suatu penyakit, yang dapat bervariasi dari yang sangat rending
hingga sangat tinggi. Atau dengn kata lain kemampuan agen penyakit untuk
menyebabkan keoarahan/ stadium lanjut atau kemmatian.
21. Antigenisitas
Antigenisitas merupakan kemampuan agen untuk merangsang reaksi pertahanan
tubuh (imunologis) dalam pejamu
22. Immunitas/ kekebalan
Immunitas/ kekebalan merupakan kekebalan yang biasanya dihubungkan dengan
adanya antibody atau hasil aksi sel-sel spesifik terhadap mikroorganisme penyebab
atau racunnya, dan yang dapat menimbulkan penyakit menular tertentu.
Imunitas pasif/Passive humoral immunity : kekebalan yang didapat dengan
pemindahan secara buatan melalui inokulasi antibodi pelindung yang spesifik; dan
yang berlangsung dengan durasi yang pendek.
Imunitas aktif/Active humoral immunity : kekebalan yang biasanya dapat berlangsung
lama sampai bertahun-tahun, didapat baik secara alamiah melalui proses infeksi,
dengan atau tanpa gejala klinis yang jelas, atau secara buatan dengan cara inokulasi
agent penyebabnya itu sendiri yang telah dimatikan, atau telah dilemahkan, atau dari
bagian protein maupun hasil produk agent penyebabnya.
23. Isolasi
Isolasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan melakukan pemisahan, selama masa
penularan terhadap orang atau hewan yang terinfeksi dari yang lain pada tempat
tertentu, serta dalam kondisi tertentu, sebagai usaha untuk mencegah maupun
membatasi penularan langsung dan tidak langsung terhadap agent menular dari
mereka yang terinfeksi kepada mereka yang rentan atau mereka yang dapat
menyebarkan agent tersebut kepada yang lain.
24. Resisten
Resisten adalah mekanisme tubuh mempertahankan diri dari perkembangbiakan agent
penyakit atau kerusakan dari penyebab lainnya seperti racun. Inherent resistence:
kemampuan untuk melawan penyakit secara genetis atau diperoleh secara permanen
atau sementara.
25. Endemik
Endemik adalah adanya penyakit atau agent menular yang tetap dalam suatu area
geografis tertentu, dapat juga berkenaan dengan adanya penyakit yang secara normal
biasa timbul dalam suatu area tertentu. Seperti DBD endemis di Indonesia, Malaria
endemis di Bangka/Belitung.
Hyperendemic : menyatakan suatu penularan hebat yang menetap (terus menerus)
Holoendemic: tingkat infeksi yang cukup tinggi sejak awal kehidupan dan dapat
mempengaruhi hampir seluruh populasi.
Common Source Epidemic (CSE) adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh
terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadinya
dalam waktu yang relatif singkat (sangat mendadak).
Propagated atau Progressive Epidemic bentuk epidemi ini terjadi karena adanya
penularan dari orang ke orang baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
udara, makanan maupun vektor. Kejadian epidemi semacam ini relatif lebih lama
waktunya sesuai dengan sifat penyakit serta lamanya masa tunas. Juga sangat
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masyarakat yang
rentan terhadap penyakit tersebut. Masa tunas penyakit tersebut di atas adalah sekitar
satu bulan sehingga tampak bahwa masa epidemi cukup lama dengan situasi
peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada saat dimana jumlah
anggota masyarakat yang rentan mencapai batas yang minimal.
26. Epidemic
Epidemic adalah kejadian atau peristiwa dalam suatu masyarakat atau wilayah dari
suatu kasus penyakit tertentu (atau suatu kasus kejadian yang luar biasa) yang secara
nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan.
27. Pandemic
Pandemic adalah Kejadian atau peristiwa luar biasa dalam suatu masyarakat atau
wilayah dari suatu penyakit tertentu yang telah menyebar ke banyak Negara secara
luas, seperti Pandemi Flu Burung pada tahun 1918.
28. Pre patogenitas
Pre patogenitas adalah Kondisi dimana gejala klinis penyakit belum terlihat.
29. Induktifitas
Induktifitas adalah kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi,
yang dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan jumlah individu
yang terpapar.
30. Wabah
Wabah adalah penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah
besar orang di daerah yang luas.

D. Manifestasi Klinik Penyakit Menular


1. Definisi Manifestasi Klinik
Manifestasi adalah, ide, konsep ataupun pemikiran, untuk mewujudkan sesuatu
secara menyeluruh. Manifestasi klinik adalah merupakan sebuah bentuk dari
perkembangan dan juga dampak yang dimana akan terdapat dari adanya sebuah
perkembangan yang ada pada penyakit yang berasal dari dalam tubuh. Sebagaimana
contohnya adalah penyakit tifus yang dimana terjadi di karenakan adanya sebuah
bakteri salmonella parathyphi dan juga thypi manifestasi yang menyebabkan adanya
kerusakan pada dinding usus.

2. Manifestasi Klinik Penyakit Menular (Tifus Abdominalis)


a) Definisi Penyakit Tifus Abdominalis
Tifus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Tifus abdominalis adalah salah satu penyakit menular yang
biasanya ditemukan di daerah beriklim tropis. Penyakit ini merupakan penyakit
umum yang terjadi di seluruh dunia tetapi saat ini sudah jarang terjadi di banyak
negara maju. Tifus abdominalis atau Demam Tifoid atau Demam enterik awalnya
diambil dari nama seorang koki asal Irlandia, Mary Mallon disebut sebagai
Typhoid Mary. Penyakit tersebut menjadi terkenal karena kasus carrier yang
dibawanya menyebabkan terjadinya banyak kematian dan KLB tifoid di Amerika
Serikat pada awal tahun 1900-an.
b) Etiologi Penyakit Tifus Abdominalis
Tifus abdominalis disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Termasuk ke dalam
famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. S. typhi merupakan bakteri
berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan
mempunyai flagella. Bakteri ini dapat bertahan hidup pada pembekuan selama
beberapa minggu namun mati pada pemanasan dengan suhu 54,4oC selama 1 jam
dan 60oC selama 15 menit. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen,
yaitu:
(1) Antigen O (Antigen dinding sel/ somatik) yang terletak pada lapisan luar
tububakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau
disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi
tidak tahan tehadap formaldehid.

(2) Antigen H (Antigen flagella) yang merupakan komponen protein dan berada
dalam flagella. Antigen ini tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan
tehadap panas dan alkohol.

(3) Antigen Vi (Virulen) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.

c) Patogenesis Penyakit Tifus Abdominalis


Masa inkubasi Tifus abdominalis umumnya 10-20 hari. Inkubasi
terpendek 3 hari dan terlama 60 hari. Masa inkubasi ini bergantung pada jumlah
bakteri yang tertelan dan faktor host. Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam
tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Setelah
bakteri masuk ke saluran pencernaan manusia dan sampai di lambung maka
timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu dengan adanya
suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Apabila bakteri
mampu mengatasi mekanisme pertahanan tubuh maka bakteri akan melekat pada
permukaan usus. Kemudian bakteri akan menembus ke epitel usus, selanjutnya
berkembang biak dan akan difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun
demikian, Salmonella typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam
fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul bakteri. Bakteri masuk ke dalam
peredaran darah melalui pembuluh limfe usus halus hingga mencapai organ hati
dan limpa. Bakteri yang tidak dihancurkan akan berkembang biak di dalam hati
dan limpa sehingga terjadi pembesaran pada organ-organ tersebut disertai rasa
nyeri pada perabaan. Kemudian bakteri Salmonella typhi masuk kembali ke
dalam peredaran darah (bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke
dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak. Tukak tersebut dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Jika demikian keadaannya maka
kotoran dan air seni penderita akan mengandung S. typhi yang siap menginfeksi
orang lain melalui makanan ataupun minuman yang dicemari. Pada penderita
yang tergolong carrier, bakteri dapat terus menerus berada di kotoran dan air seni
sampai bertahun-tahun. Oleh karena itu, apabila bakteri S. thypi masuk ke dalam
saluran cerna maka bakteri tersebut akan masuk ke dalam saluran darah dan tubuh
akan merespon dengan menunjukkan beberapa gejala seperti demam.

d) Epidemiologi Tifus Abdominalis


(1) Distribusi dan frekuensi
(a) Orang
Tifus abdominalis menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang
nyata insidensi antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan umur,
proporsi penderita Tifus abdominalis lebih sering terjadi pada anak-anak.
Pada sebagian besar orang dewasa mengalami infeksi ringan dan akan
sembuh dengan sendirinya serta akan kebal pada serangan berikutnya.
Menurut penelitian Simanjuntak, C.H (1989) di Paseh, Jawa Barat sebesar
77% penderita Tifus abdominalis terdapat pada usia 3-19 tahun dengan
puncak tertinggi pada usia 10-15 tahun dengan insidens rate 687,9 per
100.000 penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per
100.000 penduduk.
(b) Tempat dan Waktu
Tifus abdominalis tersebar di seluruh dunia. Penyebarannya tidak
dipengaruhi keadaan iklim, tetapi banyak dijumpai di negara-negara
sedang berkembang di daerah tropis.3 Pada tahun 2000, insidens rate Tifus
abdominalis di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia
tenggara 110 per 100.000 penduduk.

(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi (Determinan)


(a) Faktor host
Manusia merupakan sumber penularan Salmonella typhi.
Terjadinya penularan karena kontak langsung maupun tidak langsung
dengan seorang penderita Tifus abdominalis atau carrier kronis. Transmisi
bakteri Salmonella terutama masuk bersama makanan atau minuman yang
tercemar kotoran manusia. Selain itu, transmisi secara kongenital dapat
terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakterimia
(beredarnya bakteri dalam darah) kepada bayi dalam kandungan atau
tertular saat dilahirkan dari seorang ibu yang merupakan carrier Tifus
abdominalis dengan rute fekal oral. Seseorang yang telah terinfeksi
Salmonella typhi dapat menjadi carrier kronis dan mengekspresikan
mikroorganisme selama beberapa tahun.

(b) Faktor Agent


Tifus abdominalis disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri ini
hanya dapat menginfeksi tubuh manusia. Jumlah Salmonella typhi yang
tertelan akan mempengaruhi masa inkubasi, semakin banyak bakteri yang
tertelan maka akan semakin singkat masa inkubasi Tifus abdominalis.

(c) Faktor Environment


Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang dijumpai
secara luas di daerah tropis terutama daerah dengan kualitas sumber air
yang tidak memadai dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah.
Penyebaran penyakit akan semakin meningkat apabila disertai dengan
kondisi tepat tinggal yang tidak sehat, kepadatan penduduk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Lubis, R (2000) di RSUD DR. Soetomo
Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian Tifus
abdominalis beresiko 6,4 kali lebih besar (OR) pada kualitas air minum
yang tercemar coliform.

(d) Sumber Penularan


(i) Penderita Tifus Abdominalis
Yang menjadi sumber utama infeksi Tifus abdominalis adalah
manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang
dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada
umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung
empedu dan ginjalnya.
(ii) Karier Tifus Abdominalis
Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau
urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca Tifus
abdominalis, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita Tifus
abdominalis yang telah sembuh setelah 2-3 bulan masih dapat
ditemukan kuman Salmonella typhi di feses atau urin. Penderita ini
disebut karier pasca penyembuhan. Pada Tifus abdominalis sumber
infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi
kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi
medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi
untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.
e) Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan tersebut tidak saja antara
berbagai bagian dunia tetapi juga di daerah dari waktu ke waktu. Gambaran
penyakit juga bervariasi mulai dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis
sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Pada
minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala pada saat masuk rumah sakit
hampir sama dengan infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,
nyeri otot, badan lesu, anoreksia, mual, muntah serta diare. Pada pemeriksaan
fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh meninggi secara
bertingkat dari suhu normal sampai mencapai 38-40oC. Suhu tubuh lebih tinggi
pada sore hari dan malam hari dibandingkan pada pagi hari. Demam tinggi
biasanya disertai nyeri kepala hebat yang menyerupai gejala meningitis. Pada
saluran pencernaan terjadi gangguan seperti bibir kering dan pecah-pecah, lidah
terlihat kotor dan ditutupi selaput putih (coated tongue). Terjadi juga reaksi mual
berat sampai muntah. Hal ini disebabkan bakteri Salmonella typhi berkembang
biak di hati dan limpa. Selanjutnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung
hingga menimbulkan rasa mual. Mual yang berlebihan menyebabkan makanan
tidak dapat masuk secara sempurna dan biasanya keluar melalui mulut. Pada
beberapa kasus Tifus abdominalis, penderita disertai dengan gejala diare.

f) Diagnosis
Ada dua cara untuk mendiagnosis penyakit Tifus abdomianalis yaitu secara klinis
dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis sering tidak tepat karena gejala
klinis khas Tifus abdominalis tidak ditemukan atau gejala yang sama terdapat
pada penyakit lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratrium
untuk membantu menegakkan diagnosis Tifus abdominalis.
(1) Pemeriksaan darah tepi
Diagnosis Tifus abdominalis dengan pemeriksaan darah tepi akan
mendapatkan gambaran lekopenia dan limfositosis relatif pada permulaan
sakit. Disamping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan
trombositopenia ringan. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan
bahwa jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai
sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita Tifus abdominalis atau bukan. Akan tetapi,
adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis
Tifus abdominalis.

(2) Pemeriksaan Bakteriologis


Diagnosis pasti Tifus abdominalis dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.
typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum
atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit maka bakteri akan
lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

(3) Pemeriksaan Sorologis


Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis Tifus
abdominalis dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen
S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.

g) Komplikasi
(1) Komplikasi intestinal
(a) Perdarahan usus
Terjadi pada 10-15% , sekitar 25% penderita tifus abdominalis dapat
mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah.
Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok tetapi
tidak sembuh dengan sendirinya.
(b) Proforasi usus
Terjadi pada sekitar 1-5% dari penderita yang di rawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi pada minggu pertama. Penderita
tifus abdominalis dengan perforasi usus mengeluh nyeri perut yang hebat
dapat di sertai dengan tekanan darah turun nadi bertambah cepat bahkan
sampai syok.
(2) Komlikasi Ekstraintestinal
(a) Komplikasi kardiovaskuler, miokarditis, thrombosis, tromboflebitis, syok.
(b) Komplikasi hematologi , anemia hemolitik, koagulasi, intravaskuler
diseminata(KID), trombosiponia.
(c) Komplikasi respirasi, bronchitis, pnemeumonia, empiema, dan pleuritis.
(d) Komplikasi neuropsikiatri, delirium, ensefalopati, psikotik, meningitis,
gangguan koordinasi.
(e) Komplikasi tulang. Osteomielitis, periositis dan arthritis.
(f) Komplikasi hepar dan kandungan empedu, hepatitis, kolesistitis.
(g) Komplikasi ginjal, glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

h) Pencegahan
Pencegahan Adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit Tifus abdominalis. Pencegahan terdiri
dari beberapa tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier.
(1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tidak sakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor risikonya. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan
cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
dilemahkan, mengonsumsi makanan sehat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
(2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan kasus
secara dini, pengobatan bagi penderita dengan tepat serta mengurangi akibat-
akibat yang lebih serius. Pencegahan sekunder dapat berupa:
(a) Pencarrian penderita maupun carrier secara dini melalui peningkatan
usaha survailans tifus abdominalis.
(b) Perawatan
Penderita Tifus abdominalis perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi
dan pengobatan. Penderita harus tetap berbaring sampai minimal 17
hari demam atau kurang lebih 14 hari. Keadaan ini sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu- waktu
tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil pada penderita Tifus
abdominalis perlu diperhatikan karena dapat terjadi konstipasi dan
retensi air kemih.
(c) Diet
Penderita Tifus abdominalis sebaiknya mengonsumsi makanan yang
cukup cairan, berkalori, tinggi protein, lembut dan mudah dicerna
seperti bubur nasi. Pemberian makanan tersebut dimaksudkan untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus karena usus
perlu diistirahatkan. Tidak dianjurkan mengonsumsi bahan makanan
yang mengandung banyak serat dan mengahasilkan banyak gas.
Pemberian susu dilakukan 2 kali sehari. Jenis makanan untuk penderita
dengan kesadaran menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan
melalui pipa lambung. Untuk penderita dengan komplikasi perforasi
usus, tidak dianjurkan makanan yang dapat mengiritasi lambung seperti
makanan pedas dan asam.

(3) Pencegahan tersier


Pencegahan tersier adalah upaya untuk mengurangi keparahan atau
komplikasi penyakit yang sudah terjadi. Apabila penderita Tifus abdominalis
telah dinyatakaan sembuh, sebaiknya tetap menjaga kesehatan dan kebersihan
sehingga daya tahan tubuh dapat pulih kembali dan terhindar dari infeksi
ulang Tifus abdominalis. Disamping itu, penderita tersebut harus melakukan
pemeriksaan serologis sebulan sekali untuk mengetahui keberadaan
Salmonella typhi di dalam tubuh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epidemilogi penyakit menular adalah studi epidemiologi yang berfokus
pada distribusi dan determinan penyakit menular. Epidemiologi Penyakit menular
juga merupakan epidemiologi yang berusaha untuk mempelajari distribusi dan
factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit menular di masyarakat.
Pada Abad ke-19 (Vibrio Cholera 1849-1884) bakteri ini pertama kali
dilaporkan pada tahun 1849 oleh Gabriel Pouchet yang menemukannya dalam
tinja dari pasien dengan kolera, tetapi tidak peduli terhadap kejadian tersebut.
Ilmuan pertama yang memahami pentingnya Vibrio Cholerae adalah ahli anatomi
Italia Filippo Pacini, yang menerbitkan gambar rinci dalam “pengamatan
mikroskopis dan pengurangan patologis pada kolera” pada 1854. Dia menerbitkan
makalah lebih lanjut pada tahun 1866, 1871, 1876 dan 1880, yang diabaikan oleh
komunitas ilmiah. Dia dengan tepat menggambarkan bagaimana bakteri tersebut
menyebabkan diare dan mengembangkan perawatan yang terbukti efektif
Pada abad ke 20 Pada tahun 1954-1955, wabah infeksi Giardia terjadi di
Oregon (AS), yakni 50.000 orang. Hal ini didokumentasikan dalam komunikasi
oleh Dr. Lyle Veazie, yang tidak diterbitkan sampai 15 tahun kemudian di New
England of Medicine. Dalam komunikasi itu, Veazie mencatat bahwa ia tidak
dapat menemukan penerbit untuk laporannya tentang epidemic. Komunikasi
tersebut diterbitkan kembali dalam Simposium EPA tentang Penularan Giardiasis
di tempat air pada tahun 1979, dan versi tersebut menyertakan kutipan berikut
dari Direktur Dewan Kesehatan Negara Bagian Oregon, yang menyatakan bahwa
diare dari Giardia masih dikaitkan dengan penyebab lain oleh kesehatan.
Blastocystis (2006) Satu studi menemukan bahwa 43% pasien IBS
teridentifikasi Blastocystis. Sebuah studi tambahan menemukan bahwa banyak
pasien IBS yang tidak dapat diidentifikasi oleh Blastocystis menunjukkan reaksi
antibody yang kuat terhadaap organisme, yang merupakan jenis tes yang
digunakan untuk mendiagnosis infeksi tertentu dan sulit dideteksi, Para peneliti
melaporkan bahwa infeksi dapat resisten terhadap perawatan protozoa umum
dalam studi laboratorium karena itu mengidentifikasi infeksi Blastocystis telah
menjadi penyebab utama diare protozoa di Negara itu.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap pada pembaca agar menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik dari bentuk maupun
isinya. Maka dari itu, penulis menyarankan agar pembaca harus benar-benar
memahami isi dari makalah ini agar dapat mengetahui bagaimana sejarah
perkembangan epidemiolgi penyakit menular dan manifestasi klink.
DAFTAR PUSTAKA

Swarjana, I ketut. 2017. Ilmu Kesehatan Masyarakaat. Cv andi offset: yokyakarta.


https://www.slideshare.net/mobile/umbara81/pertemuan-1-epidemiologi-penyakit-
menular.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Penyakit_menular.
https://www.researchgate.net/publication/327860447_Sejarah_Perkembangan_Ilmu_
Epidemiologi.
https://translate.googleusercontent.com/translate_e?client=srp&depth=1&hl=id&nv=
1&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/
wiki/History_of_emerging_infectious_diseases&xid=1759,15700019,157000043,157
000186,157000191,157000256,157000259,157000262,167000265&usg=ALKJrhgbR
b4JXqPc7XVgVgsbwy4DUe0bMg.

Anda mungkin juga menyukai