PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media.
Penyakit jenis ini masih menjadi masalah besar keesehatan karna meeningkatkan
angka kesakitan dan kematian dalam waktu yang relative singkat penyakit ini
meyerang semua lapisan masyarakat dan berdampak buruk pada kondisi social
ekonomi mengingat sifat menulkarnya yang bisa menyebabkan wabah dan
menimbulkan kerugia bedsar. Bebean penyakit global mulai berganti daripenyakit
menular kepenyakit tidak menular, namun dampak penyakit tiddak menular ini tidak
biasa diabaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari epidemiologi?
2. Apa pengertian dari epidemiologi penyakit menular?
3. Bagaimana sejarah dari epidemiologi penyakit menular?
4. Apa istilah-istiah dari epidemiologi penyakit menular?
5. Apa pengertian dari manifestasi klinik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari epidemiologi
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari epidemiologi penyakit menular
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dari epidemiologi penyakit menular
4. Untuk mengetahui apa istilah-istiah dari epidemiologi penyakit menular
5. Untuk mengetahui apa pengertian dari manifestasi klinik
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
agent infeksius (virus, bakteri, dan parasit) melalui transmisi agent dari orang yang
terinfeksi, hewan atau reservoir lainnya ke pejamu (host) yang rentan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui perantara seperti media air, udara, vektor,
tanaman dan sebagainya. Penyakit menular timbul akibat dari beroperasinya berbagai
factor baik dari agent dan lingkungan. Bentuk ini tergambar dalam istilah yang
dikenal luas. Yaitu penyebab majemuk (multiple causation of disease) sebagai lawan
dari penyebab tunggal (single causation). Didalam usaha para ahli untuk
mengumpulkan pengetahuan mengenai timbulnya penyakit, mereka telah melakukan
eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana penyakit itu bisa dicegah
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup penderita.
Dalam epidemiologi ada tiga factor yang dapat menerangkan penyebaran
(distribusi) penyakit atau masalah kesehatan yaitu :
2. Abad ke-20
a) Giardia Lamblia (1681-1975)
Giardiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Giardia Lamblia
protozoa. Infeksi ini dapat menyebabkan diare, gas, dan sakit perut pada beberapa
orang. Jika tidak diobati, infeksi ini dapat menjadi kronis. Pada anak-anak, infeksi
Giardia Lamblia kronis dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
menurunkan kecerdasan, infeksi gardia kini secara universal diakui sebagai
penyakit, dan dirawat oleh dokter dengan obat anti-protozoa.
Sejak tahun 2002, kasus gardia harus dilaporkan ke Pusat Pengadilan dan
Pencegahan Penyakit, menurut Spreadsheet penyakit yang dapat dilaporkan CDC
(Center for Disease Control and Prevention). Laboratorium Parasit
Gastrointestinal Kesehatan Nasional Amerika Serikat mempelajari Giardia
hamper secara eksklusif. Namun, Giardia muncul dalam jangka panjang, dari
penemuannya pada tahun 1681, hingga tahun 1970-an ketika diterima sepenuhnya
bahwa infeksi dengan Giardia adalah penyebab diare kronis yang dapat diobati.
Beberapa bukti pertama di Zaman mooodern patogenisitas Giardia datang
selama Perang Dunia II ketika tentara dirawat karena Malaria dengan Quinacrine
antiprotozoal, dan Diare mereka menghilang, seperti halnya Giardia dari sampel
tinja mereka. Pada tahun 1954, Dr. RC Rendtorff melakukan percobaan pada
sukarelawan tahanan, menginfeksi mereka dengan Giardia. Dalam percobaan,
meskipun beberapa tahanan mengalami perubahan kebiasaan buang air besar, ia
menyimpulkan bahwa ini tidak dapat dikaitkan dengan infeksi Giardia, dan juga
menunjukkan bahwa semua tahanan mengalami pembersihan Giardia secara
spontan.
Pada tahun 1954-1955, wabah infeksi Giardia terjadi di Oregon (AS),
yakni 50.000 orang. Hal ini didokumentasikan dalam komunikasi oleh Dr. Lyle
Veazie, yang tidak diterbitkan sampai 15 tahun kemudian di New England of
Medicine. Dalam komunikasi itu, Veazie mencatat bahwa ia tidak dapat
menemukan penerbit untuk laporannya tentang epidemic. Komunikasi tersebut
diterbitkan kembali dalam Simposium EPA tentang Penularan Giardiasis di
tempat air pada tahun 1979, dan versi tersebut menyertakan kutipan berikut dari
Direktur Dewan Kesehatan Negara Bagian Oregon, yang menyatakan bahwa diare
dari Giardia masih dikaitkan dengan penyebab lain oleh kesehatan.
Dua spesies HIV menginfeksi manusia yaitu HIV-2 dan HIV-1 yang lebih
ganas dan lebih mudah menular.HIV-1 adalah sumber dari sebagian besar infeksi
HIV diseluruh dunia, sementara HIV-2 tidak mudah ditularkan dan sebagian besar
terbatas pada Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primate. Asal usul
HIV-1 adalah simpanse umum pusat (Pan troglodytes) yang ditemukan di
Kamerun Selatan. Dipastikan bahwa HIV-2 berasal dari Mangebay Jelaga
(Cercocebus atys), Monyet dunia lama Guinea-Bissau, Gabon, dan Kamerun.
e) Cyclospora (1995)
Cyclospora adalah patogen Gastrointestinal yang menyebabkan demam,
diare, muntah, dan penurunan berat badan yang parah. Wabah penyakit terjadi di
Chicago pada tahun 1989 dan daerah lain di Amerika Serikat. Tetapi penyelidikan
oleh Pusat Pengendalian Penyakit tidak dapat mengidentifikasi penyebab infeksi.
Penemuan penyebabnya dilakukan oleh Bpk. Ramachandran Rajah, Kepala
Laboratorium Klinik medis di Kathmandu, Nepal. Pak Rajah berusaha mencari
tahu mengapa penduduk dan pengunjung setempat jatuh sakit setiap musim panas.
Ia mengidentifikasi organisme yang tampak tidak biasa dalam sampel tinja dari
pasien yang sakit. Tetapi ketika klinik mengirim slide organisme ke Pusat
Pengendalian Penyakit, itu di identifikasikan sebagai ganggang biru-hujau, yang
tidak berbahaya. Banyak ahli patologi telah melihat hal yang sama sebelumnya,
tetapi menganggapnya tidak relevan dengan penyakit pasien. Kemudian
organisme akan diidentifikasi sebagai jenis parasit khusus, dan pengobatan akan
dikembangkan untuk membantu pasien dengan infeksi. Di Amerika Serikat,
infeksi Cyclospora harus dilaporkan ke Center for Disease Control sesuai dengan
Chartable Disease Chart CDC.
3. Blastocystis (2006)
Protozoa ini adalah protozoa sel tunggal yang menginfeksi usus besar. Dokter
melaporkan bahwa pasien dengan infeksi menunjukkan gejala sakit perut, sembelit
dan diare. Satu studi menemukan bahwa 43% pasien IBS teridentifikasi Blastocystis.
Sebuah studi tambahan menemukan bahwa banyak pasien IBS yang tidak dapat
diidentifikasi oleh Blastocystis menunjukkan reaksi antibody yang kuat terhadaap
organisme, yang merupakan jenis tes yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi
tertentu dan sulit dideteksi. Penelitian lain juga melaporkan bahwa teknik pengujian
khusus mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi infeksi pada beberapa orang.
Sementara beberapa ilmuwan percaya pada temuan bahwa pasien IBS membawa
infeksi protozoa menjadi signifikan, penelitian lain telah melaporkan bahwa
keberadaan infeksi tidak signifikan secara medis. Para peneliti melaporkan bahwa
infeksi dapat resisten terhadap perawatan protozoa umum dalam studi laboratorium
karena itu mengidentifikasi infeksi Blastocystis telah menjadi penyebab utama diare
protozoa di Negara itu. Blastocystisadalah infeksi protozoa yang paling sering
diidentifikasi ditemukan pada pasien dalam penelitian Kanada 2006.
C. Istilah-istilah Dalam Epidemiologi Penyakit Menular
1. Penyakit Menular (communicable Disease)
communicable Diseas adalah penyakit yang disebabkan oleh unsur/agent penyebab
menular tertentu atau hasil racunnya, yang terjadi karena perpindahan atau penularan
agent atau hasil dari orang yang terinfeksi, hewan, atau reservoir (tempat agent hidup)
lainnya (benda lain) kepada pejamu yang rentan (potensial house) baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pejamu perantara hewan (vektor) atau
lingkungan yang tidak hidup.
2. Periode Penularan (Communicable Period)
Communicable Period adalah waktu atau selama waktu tertentu dimana agent
menular dapat dipindahkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang
terinfeksi ke orang lain, dari hewan terinfeksi ke manusia atau dari orang terinfeksi ke
hewan, termasuk arthropoda.
3. Karier (carrier)
Karier adalah manusia (orang) atau hewan tempat berdiamnya agent menular spesifik
dengan adanya penyakit yang secara klinis tidak terlihat nyata tetapi dapat bertindak
sebagai sumber infeksi yang cukup penting.
Health carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam hidupnya kelihatan sehat
karena tidak menampakkan gejala klinis, tetapi membawa unsure penyebab penyakit
yang dapat ditularkan pada orang lain.
Incubatory carrier (masa tunas) ialah mereka yang masih dalam masa tunas/
inkunasi, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber
penularan.
Convalescent carrier (baru sembuh klinis) ialah mereka yang baru sembuh dari
penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penukaran penykit tertentu
yang masuk penularannya kemungkinan hanya sampai 3 bulan.
(2) Antigen H (Antigen flagella) yang merupakan komponen protein dan berada
dalam flagella. Antigen ini tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan
tehadap panas dan alkohol.
(3) Antigen Vi (Virulen) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.
Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan tersebut tidak saja antara
berbagai bagian dunia tetapi juga di daerah dari waktu ke waktu. Gambaran
penyakit juga bervariasi mulai dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis
sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Pada
minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala pada saat masuk rumah sakit
hampir sama dengan infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,
nyeri otot, badan lesu, anoreksia, mual, muntah serta diare. Pada pemeriksaan
fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh meninggi secara
bertingkat dari suhu normal sampai mencapai 38-40oC. Suhu tubuh lebih tinggi
pada sore hari dan malam hari dibandingkan pada pagi hari. Demam tinggi
biasanya disertai nyeri kepala hebat yang menyerupai gejala meningitis. Pada
saluran pencernaan terjadi gangguan seperti bibir kering dan pecah-pecah, lidah
terlihat kotor dan ditutupi selaput putih (coated tongue). Terjadi juga reaksi mual
berat sampai muntah. Hal ini disebabkan bakteri Salmonella typhi berkembang
biak di hati dan limpa. Selanjutnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung
hingga menimbulkan rasa mual. Mual yang berlebihan menyebabkan makanan
tidak dapat masuk secara sempurna dan biasanya keluar melalui mulut. Pada
beberapa kasus Tifus abdominalis, penderita disertai dengan gejala diare.
f) Diagnosis
Ada dua cara untuk mendiagnosis penyakit Tifus abdomianalis yaitu secara klinis
dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis sering tidak tepat karena gejala
klinis khas Tifus abdominalis tidak ditemukan atau gejala yang sama terdapat
pada penyakit lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratrium
untuk membantu menegakkan diagnosis Tifus abdominalis.
(1) Pemeriksaan darah tepi
Diagnosis Tifus abdominalis dengan pemeriksaan darah tepi akan
mendapatkan gambaran lekopenia dan limfositosis relatif pada permulaan
sakit. Disamping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan
trombositopenia ringan. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan
bahwa jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai
sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita Tifus abdominalis atau bukan. Akan tetapi,
adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis
Tifus abdominalis.
g) Komplikasi
(1) Komplikasi intestinal
(a) Perdarahan usus
Terjadi pada 10-15% , sekitar 25% penderita tifus abdominalis dapat
mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah.
Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok tetapi
tidak sembuh dengan sendirinya.
(b) Proforasi usus
Terjadi pada sekitar 1-5% dari penderita yang di rawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi pada minggu pertama. Penderita
tifus abdominalis dengan perforasi usus mengeluh nyeri perut yang hebat
dapat di sertai dengan tekanan darah turun nadi bertambah cepat bahkan
sampai syok.
(2) Komlikasi Ekstraintestinal
(a) Komplikasi kardiovaskuler, miokarditis, thrombosis, tromboflebitis, syok.
(b) Komplikasi hematologi , anemia hemolitik, koagulasi, intravaskuler
diseminata(KID), trombosiponia.
(c) Komplikasi respirasi, bronchitis, pnemeumonia, empiema, dan pleuritis.
(d) Komplikasi neuropsikiatri, delirium, ensefalopati, psikotik, meningitis,
gangguan koordinasi.
(e) Komplikasi tulang. Osteomielitis, periositis dan arthritis.
(f) Komplikasi hepar dan kandungan empedu, hepatitis, kolesistitis.
(g) Komplikasi ginjal, glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
h) Pencegahan
Pencegahan Adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit Tifus abdominalis. Pencegahan terdiri
dari beberapa tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier.
(1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tidak sakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor risikonya. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan
cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
dilemahkan, mengonsumsi makanan sehat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
(2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan kasus
secara dini, pengobatan bagi penderita dengan tepat serta mengurangi akibat-
akibat yang lebih serius. Pencegahan sekunder dapat berupa:
(a) Pencarrian penderita maupun carrier secara dini melalui peningkatan
usaha survailans tifus abdominalis.
(b) Perawatan
Penderita Tifus abdominalis perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi
dan pengobatan. Penderita harus tetap berbaring sampai minimal 17
hari demam atau kurang lebih 14 hari. Keadaan ini sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan kesadaran
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu- waktu
tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil pada penderita Tifus
abdominalis perlu diperhatikan karena dapat terjadi konstipasi dan
retensi air kemih.
(c) Diet
Penderita Tifus abdominalis sebaiknya mengonsumsi makanan yang
cukup cairan, berkalori, tinggi protein, lembut dan mudah dicerna
seperti bubur nasi. Pemberian makanan tersebut dimaksudkan untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus karena usus
perlu diistirahatkan. Tidak dianjurkan mengonsumsi bahan makanan
yang mengandung banyak serat dan mengahasilkan banyak gas.
Pemberian susu dilakukan 2 kali sehari. Jenis makanan untuk penderita
dengan kesadaran menurun adalah makanan cair yang dapat diberikan
melalui pipa lambung. Untuk penderita dengan komplikasi perforasi
usus, tidak dianjurkan makanan yang dapat mengiritasi lambung seperti
makanan pedas dan asam.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap pada pembaca agar menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik dari bentuk maupun
isinya. Maka dari itu, penulis menyarankan agar pembaca harus benar-benar
memahami isi dari makalah ini agar dapat mengetahui bagaimana sejarah
perkembangan epidemiolgi penyakit menular dan manifestasi klink.
DAFTAR PUSTAKA