Anda di halaman 1dari 9

ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No.

3 Juli 2014

Avaliable online at
www.ilmupangan.fp.uns.ac.id

Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan


Universitas Sebelas Maret

Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) DIMODIFIKASI


SECARA HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT) DENGAN VARIASI SUHU

The Study On Physicochemical Characteristics Yam Bean Flour Pachyrhizus erosus) Modified By Heat
Moisture Treatment (HMT) Temperature Variation

Yunita Dian Pangesti*), Nur Her Riyadi Parnanto*), Achmad Ridwan A*)
*)
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Received 1 Mei 2014 accepted 20 Juni 2014; published online 1 Juli 2014

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi suhu (80oC, 90oC, 100oC dan 110oC) terhadap karakteristik
fisik (derajat putih), kimia (kadar air), fisikokimia (daya serap air, swelling power, kelarutan dan amilografi) dari tepung bengkuang
yang dimodifikasi dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) serta dibandingkan tepung bengkuang kontrol. Metode
penelitian menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu variasi suhu. Tiap perlakuan dilakukan 3
kali pengulangan sampel dan 2 kali analisis. Hasil analisis statistik sifat fisik (derajat putih) menunjukan variasi suhu HMT
berpengaruh dalam menurunkan derajat putih tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT). Sifat kimia (kadar air)
menunjukan variasi suhu HMT berpengaruh dalam menurunkan kadar air tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT). Sifat
fisikokimia (daya serap air, swelling power dan kelarutan) menunjukan variasi suhu HMT tidak berpengaruh dalam menurunkan
daya serap air tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT) namun berpengaruh dalam menurunkan swelling power dan
kelarutan tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT). Sifat amilografi tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT)
mampu meningkatkan suhu gelatinisasi namun juga menurunkan viskositas balik.

Kata kunci : Heat Moisture Treatment (HMT), Tepung Bengkuang, Sifat Fisikokimia, Sifat Amilografi

ABSTRACT

The purpose of this research is to study the effect of temperature variation (80 oC, 90oC, 100oC and 110oC) on physical
characteristic (whiteness), chemical characteristics (water content), physicochemical characteristics (water absorption, swelling
power, solubility and amilograph characteristics) of yam bean flour to be modified Heat Moisture Treatment (HMT) also compared
with controls yam bean flour. The research had been performed using Factorial Completely Randomized Design (CDR) with one
factor, i.e. : temperature variation of Heat Moisture Treatment (HMT). Each handling was done for three times of sample iteration
by twice analysis. The result of analysis statistical physical characteristic (whiteness), showed that temperature variation HMT had
significant effect on decreasing whiteness Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour. Chemical characteristic (water content)
showed that temperature variation HMT had significant effect on decreasing water content Heat Moisture Treatment (HMT) yam
bean flour. Physicochemical characteristic (water absorbtion, swelling power and solubility) showed that temperature variation
HMT had no significant effect on decreasing absorbtion Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour however had significant
effect on decreasing swelling power and solubility Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour. Amilograph characteristics
Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour able increasing temperature of gelatinization however to decreasing set back
viscosity.

Keyword: Heat Moisture Treatment (HMT), Yam Bean Flour, Physicochemical Characteristic, Amilograph Characteristic.

72
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

*)
Corresponding author: [diisi alamat email salah satu penulis]
PENDAHULUAN sehingga tidak meninggalkan residu (Siwi, 2013).
Konsumsi terigu di Indonesia setiap tahunnya Ketertarikan terhadap produk pangan natural yang
meningkat, menurut Asosiasi Produsen Tepung bebas aditif kimia membuat metode modifikasi
Terigu Indonesia (Aptindo), 2011 permintaan tepung secara fisik seperti dengan proses Heat Moisture
terigu dalam negeri pada tahun 2009 mencapai Treatment (HMT) (Syamsir, 2012).
3.900.000 ton, pada tahun 2010 mencapai 4.400.000 Perlakuan HMT didefinisikan sebagai
ton dan pada tahun 2011 mencapai 4.750.000 ton. modifikasi pati secara fisika yang dilakukan pada
Untuk memperkecil impor gandum, maka dapat granula pati dengan kadar air kurang dari 35%
disubstitusi dengan produk tepung-tepungan dengan selama 15 menit sampai dengan 16 jam, dan pada
menggunakan komoditas lokal salah satunya yaitu suhu 84°C sampai dengan 120°C (Gunaratne and
bengkuang. Hoover, 2002 dalam Sumarlin, 2011). Menurut
Bengkuang adalah salah satu buah yang Purwani et al,. (2006) perlakuan HMT membuat pati
berbentuk umbi akar. Kulit buahnya tipis berwarna menjadi lebih stabil pada saat pemasakan, akibatnya
kuning pucat atau coklat muda membungkus daging kualitas tanak yang dihasilkan menjadi lebih baik.
buah yang keras dan berwarna putih (Putriyanti, Penelitian modifikasi tepung dengan cara fisik
2009). Tanaman bengkuang (Pachyrrhizus erosus) menggunakan metode Heat Moisture Treatment
merupakan salah satu tanaman yang memiliki (HMT) pada penelitian sebelumnya dilakukan pada
potensi untuk dikembangkan sebagai sumber serat. tepung ubi jalar putih (Siwi, 2013). Suhu pemanasan
Total total serat pangan dari bengkuang sebesar merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
695g/kg. Sehingga dimungkinkan serat bengkuang modifikasi tepung dengan menggunakan metode
dapat dijadikan salah satu alternatif penyusun Heat Moisture Treatment (HMT). Oleh karna itu,
makanan fungsional (Hayashi et al., 2001) dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Harmayani, 2011). Bengkuang mengandung serat variasi suhu terhadap karakteristik fisikokimia dari
yang tinggi, sehingga baik untuk pencernaan. Dari tepung bengkuang yang dimodifikasi dengan metode
hasil analisis 100 g umbi segar bengkuang memiliki Heat Moisture Treatment (HMT).
kandungan energi sebesar 55 kkal, dan karbohidrat
12,8 g (DKBM, 2005). METODE PENELITIAN
Untuk memperpanjang umur simpan dan Alat
meningkatkan nilai jual, umbi bengkuang dapat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
diolah menjadi tepung bengkuang. Akan tetapi pisau, alat slicing, cabinet dryer, alat penepung,
tepung alami masih memiliki kelemahan yaitu tidak blender kering, ayakan mesh, baskom, loyang,
tahan terhadap pemanasan suhu tinggi. Untuk alumunium foil, refrigerator, alat penyemprot,
mengatasi kelemahan sifat tepung alami dalam pengaduk, timbangan analitik, chromameter minolta,
memenuhi kebutuhan terhadap pati bagi industri krus, oven (Memmert), desikator, penjepit cawan,
pangan dapat dilakukan dengan cara dimodifikasi. kertas saring, erlenmeyer, corong, waterbath,
Tepung dimodifikasi dengan tujuan untuk sentrifuse, tabung sentrifuse, penjepit kayu, spatula,
menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat spindle tipe, sample chamber alat viscometer DV-II
sebelumnya atau untuk menghasilkan beberapa sifat Pro, sirkulator pemanas/pendingin TC-112P.
yang diharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan Bahan
tertentu. Selain itu juga untuk mempermudah Bahan utama yang digunakan pada penelitian
penggunaannya dalam industri pangan, lebih stabil ini adalah umbi bengkuang yang diperoleh dari pasar
dalam proses pemasakan, dan lebih baik teksturnya Gede. Bahan untuk modifikasi dan analisis yaitu
(Honestin, 2007). aquades.
Ada berbagai metode modifikasi, yaitu secara
fisik, kimia dan enzimatis. Dari ketiga jenis Tahapan Penelitian
modifikasi, yang paling efisien untuk diterapkan Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu pembuatan
adalah modifikasi secara fisik, yaitu dengan tepung bengkuang dan modifikasi tepung bengkuang
menggunakan panas lembab atau Heat Moisture dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT).
Treatment (HMT). Metode ini tergolong murah dan
aman sebab tidak menggunakan bahan kimia
73
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

1. Pembuatan tepung bengkuang (dengan metode 75,889%, sedangkan derajat putih tepung
Subandoro, 2013 dengan dimodifikasi pada bahan bengkuang dengan modifikasi Heat Moisture
baku, proses pencucian dan waktu pengeringan). Treatment (HMT) yaitu antara 49,872-
Tahapan dalam pembuatan tepung 67,609%. Semakin tinggi suhu modifikasi
bengkuang adalah pencucian pertama, HMT maka semakin rendah derajat putih
pengupasan, lalu dilakukan pencucian tahap II, tepung bengkuang HMT yang dihasilkan
pengirisan dengan ketebalan ± 1 mm, kemudian sehingga warna tepung menjadi semakin
di blanching air panas suhu 900C selama 1 menit, tidak cerah. Hal ini dikarenakan pada saat
dikeringkan pada cabinet dryer suhu 600C selama HMT terjadi proses pemanasan yang dapat
16 jam, didapatkan chip kering kemudian mengakibatkan terjadinya reaksi Maillard.
digiling, dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Menurut Winarno (2002) Reaksi maillard
2. Pembuatan modifikasi tepung bengkuang Heat merupakan reaksi antara gula pereduksi dari
Moisture Treatment (HMT) (dengan metode karbohidrat bengkuang sebesar 12,8 g,
Siwi, 2013 dengan modifikasi pada bahan baku dengan gugus amino primer dari protein
dan suhu HMT). bengkuang sebesar 1,4 g. Salah satu faktor
Tepung bengkuang yang telah mencapai yang mempengaruhi terjadinya reaksi
kadar air 30% selanjutnya ditempatkan di dalam pencoklatan (maillard) adalah suhu
petridish dalam keadaan tertutup dan dilapisi (Sultanary dan Kaseger, 2005 dalam Putri,
alumunium foil. Tepung bengkuang didiamkan 2012). Reaksi Maillard dapat terlihat pada
dalam refrigerator pada suhu 4-5oC selama satu suhu 37°C, dapat terjadi secara cepat 100°C,
malam untuk penyeragaman kadar air. Petridish dan tidak terjadi pada 150°C (Kusumadewi,
yang berisi tepung bengkuang basah dipanaskan 2011). Pada saat modifikasi HMT suhu yang
dalam oven bersuhu 80oC, 90oC, 100oC, dan digunakan 80oC - 110oC karena suhu yang
110oC selama 3 jam. Setelah didinginkan, tepung digunakan diatas suhu mulai terjadinya reaksi
termodifikasi kembali ditempatkan dalam loyang maillard (37oC) maka dapat terlihat bahwa
tanpa tutup dan dikeringkan dalam oven selama 5 semakin tinggi suhu HMT, maka warna
jam pada suhu 50oC. Tepung bengkuang tepung modifikasi yang dihasilkan semakin
termodifikasi HMT selanjutnya dianalisis coklat.
karakteristik sifat fisikokimia Penelitian mengenai derajat putih tepung-
tepungan telah banyak diteliti, misalnya pada
Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Fisikokimia derajat putih tepung ubi jalar putih
Analisis sifat fisik derjat putih (Hunter (Dedi, modifikasi heat moisture treatment bekisar
Fardiaz dkk, 1992). Sifat kimia dengan metode antara 62,03 – 63,40% (Siwi, 2013), Derajat
thermogravimetri (Sudarmadji dkk., 1997). Sifat putih tepung bengkuang cenderung
fisikokimia meliputi daya serap air pengujian mendekati derajat putih tepung uji jalar putih.
sederhana (Fardiaz dkk, 1992), swelling power
Leach (Artiani dan Yohanita, 2010), kelarutan B. Karakteristik Sifat Kimia Tepung Bengkuang
pengujian sederhana (Fardiaz dkk, 1992), Termodifikasi
Amilografi Rapid Visco Analyzer. 1) Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang
HASIL DAN PEMBAHASAN terkandung dalam bahan yang dinyatakan
A. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Bengkuang dalam persen (Winarno, 1997). Kadar air
Termodifikasi tepung bengkuang tanpa HMT sebesar
1) Derajat putih 10,974%, sedangkan kadar air tepung
Derajat putih suatu bahan merupakan bengkuang HMT berkisar antara 9,129%-
kemampuan memantulkan cahaya dari bahan 10,208%. Semakin tinggi suhu HMT maka
tersebut terhadap cahaya yang mengenai semakin rendah kadar air tepung modifikasi
permukaannya (Indrasti, 2004). Derajat putih yang dihasilkan, karena selama HMT terjadi
tepung bengkuang tanpa HMT (kontrol) yaitu penguapan air akibat pemanasan.

74
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

Tabel 1 Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Fisikokimia Tepung Bengkuang
dengan Modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)
Suhu
Derajat putih Kadar air Daya serap air Swelling Power Kelarutan
Modifikasi
(%) (% wb) (g/g) (g/g) (%)
HMT
Kontrol 75,899 ± 0,077e 10,974 ± 0,307d 3.683 ± 0.145b 5,966 ± 0,118d 12,749 ± 0,834d
80oC 67,609 ± 0,016d 10,208± 0,117c 2.978 ± 0.249a 4,935 ± 0,149c 12,559 ± 0,965d
90oC 62,198 ± 0,308c 9,830 ± 0,075b 2.892 ±0.025a 4,160 ± 0,328b 10,625 ± 0,567c
100oC 51,615 ± 0,132b 9,642 ± 0,097b 2.931 ± 0.163a 4,042 ± 0,092b 8,970 ± 0,394b
110oC 49,872 ± 0,151a 9,129 ± 0,028 a 2.916 ± 0.203a 3,629 ± 0,139a 7,620 ± 0,552a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 0,

Menurut Haryadi (1999) dalam Puung kecenderungan daya serap air semakin rendah.
(2012), pada saat modifikasi HMT granula Kemampuan penyerapan air pada pati
pati yang telah membengkak cenderung dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil yang
memiliki rongga yang lebih besar sehingga terdapat pada molekul pati. Bila jumlah gugus
akan mengakibatkan air menjadi lebih mudah hidroksil dalam molekul pati sangat besar,
menguap pada saat pengeringan. Hal yang maka kemampuan menyerap air sangat besar
sama juga didukung oleh Sumarlin (2011), (Alsuhendra, 2009).
perlakuan suhu HMT cenderung Dimana gugus hidroksil terletak pada
mengakibatkan kadar air pati menjadi lebih salah satu ujung rantai amilosa dan pada ujung
rendah bila dibandingkan dengan pati rantai pokok amilopektin berperan dalam
alaminya. Hal ini karena suhu yang tinggi penarikan air oleh pati karena gugus hidroksil
menyebabkan air yang terikat pada pati dari pati akan tarik menarik dengan gugus
menguap, sehingga kadar air menjadi rendah. hidrogen dari air. Semakin rendah amilosa dan
Semakin tinggi kadar air bahan pangan, amilopektin pada pati maka gugus
maka semakin cepat rusaknya, baik akibat hidroksilnya akan turun sehingga akan
adanya aktivitas biologis internal maupun menyebabkan gaya tarik-menarik antara pati
masuknya mikroba perusak. Mikroorganisme dengan air menjadi kecil (Hildayanti, 2012).
membutuhkan air untuk pertumbuhan dan Pada saat modifikasi HMT ikatan hidrogen
perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan pada pati terputus atau hilang pada saat
dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme pemanasan HMT berlangsung dalam waktu
akan diperlambat (Buckle, 1985). Menurut yang relatif lama. Dengan demikian, semakin
data BSN yaitu SNI 3751:2009 disebutkan sedikit jumlah gugus hidroksil dari molekul
bahwa kadar air pada tepung terigu maksimal pati semakin rendah kemampuan granula
sebesar 14,5%. Sehingga kadar air tepung menyerap air (Herawati, 2009).
bengkuang HMT dan tanpa HMT masih 2) Swelling Power
berada dalam standar mutu yang ada. Daya kembang pati atau swelling power
didefinisikan sebagai pertambahan volume dan
C. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung berat maksimum yang dialami pati dalam air
Bengkuang Termodifikasi (Balagopalan, 1988 dalam Rahman 2007).
1) Daya serap air Swelling power tepung bengkuang kontrol
Menurut Suarni (2009) daya serap air (tanpa HMT) yaitu 5,966 (g/g). Sedangkan
tepung menunjukkan kemampuan tepung swelling power tepung bengkuang dengan
tersebut dalam menyerap air. Daya serap air modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)
tepung bengkuang kontrol (tanpa HMT) yaitu yaitu antara 3,629 – 4,935 (g/g). Semakin
3,683 (g/g). Sedangkan daya serap air tepung tinggi suhu modifikasi maka swelling power
bengkuang dengan modifikasi Heat Moisture tepung HMT yang dihasilkan semakin rendah.
Treatment (HMT) yaitu antara 2,892 – 2,977 Modifikasi HMT menyebabkan molekul
(g/g). Semakin tinggi suhu HMT maka granula pati tersusun menjadi lebih rapat

73
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

sehingga kemmapuan membengkak menjadi 4) Sifat Amilografi Tepung Bengkuang


terbatas. Oleh sebab itu tepung HMT Termodifikasi
mengalami penurunan nilai swelling power Uji amilografi bertujuan mengetahui
dibandingkan tepung alami. karakteristik pati dan viskositasnya. Pengujian
Adebowale et al. (2005) berpendapat amilografi ini meliputi suhu gelatinisasi dan
bahwa rendahnya kekuatan pengembangan viskositas balik.
pati setelah HMT berhubungan dengan Tabel 2 Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Sifat
Amilografi Tepung Bengkuang
pembatasan masuknya air ke dalam pati dan
dengan Modifikasi Heat Moisture
membuat pati menjadi lebih terbatas saat Treatment (HMT)
membengkak. Penurunan swelling power Suhu
akibat HMT juga terjadi pada pati sorgum Viskositas
No Perlakuan Gelatinisasi
Balik (Cp)
merah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh (oC)
1 Kontrol 70,0 815,0
Miyoshi (2001) dalam Ahmad (2009) pati 2 HMT suhu 80oC 94,1 105,0
yang dimodifikasi HMT struktur patinya 3 HMT suhu 90oC 93,7 55,0
mengalami perubahan. Perubahan ini 4 HMT suhu 100oC n.d 5,0
5 HMT suhu 110oC n.d n.d
kemungkinan menyebabkan pembentukan
Keterangan :
ikatan hidrogen antara air yang berada diluar n.d = data tidak terbaca
granula dengan molekul pati baik amilosa a) Suhu Gelatinisasi
maupun amilopektin menjadi sulit, sehingga Menurut Winarno (2002), Suhu pada saat
kemampuan granula membengkak menjadi granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi.
Suhu gelatinisasi tepung bengkuang kontrol
tebatas.
(tanpa HMT) yaitu 70oC, sedangkan suhu
3) Kelarutan gelatinisasi tepung bengkuang modifikasi
Kelarutan merupakan suatu kemampuan HMT antara 93,7oC - 94,1oC. Pada HMT
bahan untuk larut dalam air (Prabowo, 2010). suhu 100oC dan 110oC suhu gelatinisasinya
Kelarutan menunjukkan karektiristik sifat pati tidak terbaca. Hal ini dikarenakan
setelah dilakukan pemanasan. Kelarutan kemungkinan pada perlakuan sebelumnya
tepung kontrol (tanpa HMT) sebesar sampel sudah mengalami pemanasan yang
12,7489%. Kelarutan tepung bengkuang HMT berlebih sehingga sampel terdenaturasi dan
berkisar antara 7,620 - 12,559%. Kelarutan rata-rata sifat pati berubah setelah
mengalami penurunan dari suhu HMT 80oC menggalami pemanasan yang berlebih.
hingga suhu 110oC. Semakin tinggi suhu HMT Sehingga pada saat pengukuran suhu
maka semakin rendah kelarutan tepung HMT gelatinisasi, suhu gelatinisasinya tidak
yang dihasilkan. terdeteksi.
Penurunan kelarutan pada tepung Peningkatan suhu gelatinisasi ini juga
modifikasi HMT terjadi karena ikatan dapat terjadi karena selama proses
hidrogen pada pati HMT terputus atau hilang modifikasi terbentuk ikatan baru yang lebih
pada saat pemanasan HMT berlangsung dalam kompleks antara amilosa pada bagian
waktu yang relatif lama. Hilangnya gugus amorpous dengan amilopektin pada bagian
hidroksil bebas menyebabkan kecilnya kristalin, sehingga menghasilkan formasi
kelarutan pati HMT, sehingga pati juga akan kristalin baru yang memiliki ikatan lebih
sulit menyerap air dan tidak terjadi kuat dan rapat (Takahashi et al, 2005 dalam
pengembangan (swelling) yang terlalu besar Indrawuri, 2009).
(Sumarlin, 2012). Daya serap air, swelling b) Viskositas balik
power dan kelarutan merupakan suatu Viskositas balik (Setback viscosity)
kesatuan yang memiliki kecenderungan sama adalah parameter yang dipakai untuk
yang berbanding lurus. melihat kecenderungan retrogradasi.
Viskositas balik tepung bengkuang kontrol
(tanpa HMT) yaitu 815 Cp, sedangkan
73
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

tepung bengkuang HMT memiliki


Time
Time(minutes)
(minutes)
viskositas balik yang lebih rendah yaitu Modifikasi HMT suhu 80oC
antara 5 Cp - 105 Cp. Pada HMT suhu
110oC viskositas baliknya tidak terdeteksi.
Hal ini menunjukkan bahwa pada HMT
suhu 110oC tidak mudah terretrogradasi.

Viscosity (Cp)
Hal yang sama juga dialami oleh penerapan
HMT pati ubi jalar varietas papua salosa
pada perlakuan suhu HMT 110oC kadar air
20% tidak terdeteksi adanya viskositas
balik (Pranoto, 2011).
Viskositas setback yang tinggi
menunjukkan kemudahan pati untuk
mengalami retrogradasi, dibandingkan pati
dengan setback yang rendah (Collado et al.,
2001). Nilai viskositas balik yang tinggi Time (minutes)
menunjukkan bahwa gel cenderung
mengeras pada akhir proses pemasakan,
sehingga produk olahannya tidak mudah
hancur (Munarso, 2004). Modifikasi HMT suhu 90oC
Semakin tinggi suhu modifikasi HMT
Modifikasi HMT suhu 80oC
maka nilai viskositas balik tepung
Viscosity (Cp)
bengkuang HMT semakin menurun. Hal ini 0oC
terjadi karena penggunaan suhu yang
semakin tinggi berakibat pada kerusakan
integritas dan granula. Setelah pengrusakan
granula selesai maka viskositas balik pati
akan menurun. Viskositas balik yang
menurun berarti kecenderungan mengalami
retrogradasi rendah. Dalam penelitian
Haryanto (2012). Viskositas balik semakin
rendah, seiring dengan peningkatan lama
pengukusan bertekanan berhubungan Time (minutes)
dengan kerusakan granula selama proses
pengukusan bertekanan.
c) Kurva Amilografi
Berikut ini adalah gambar grafik Modifikasi HMT suhu 100oC
amilografi tepung bengkuang kontrol Modifikasi HMT suhu 80oC
dan tepung bengkuang HMT.
0oC
Viscosity (Cp)

Tepung Bengkuang Kontrol


Viscosity (Cp)

Time (minutes)

74
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

dengan tepung kontrol. Sehingga tepung


o
Modifikasi HMT suhu 110 C HMT 80oC dan HMT 90oC kecenderungan
terjadinya retrogradasi lebih rendah bila
dibandingkan tepung kontrol.
Menurut Kusnandar (2006),
Viscosity (Cp)

karakterisik pati yang tahan panas dan


kecenderungan retrogradasi rendah cocok
untuk diaplikasikan kedalam produk saus.
Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka saus
yang dihasilkan selama waktu pemasakan
akan semakin kental. Karena dengan
adanya modifikasi HMT membuat tepung
menjadi tahan panas selama pemasakan
Time (minutes) pada suhu tinggi.

KESIMPULAN
Gambar amilografi tepung bengkuang Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
kontrol, HMT suhu 80oC, HMT 90oC, HMT
1. Semakin tinggi suhu modifikasi Heat Moisture
100oC dan HMT 110oC diatas termasuk Treatment (HMT) maka semakin rendah derajat
dalam kurva amilografi tipe C. Kurva putih tepung bengkuang Heat Moisture
amilografi tipe C ditandai dengan Treatment (HMT) yang dihasilkan.
kemampuan pengembangan terbatas yang 2. Semakin tinggi suhu modifikasi Heat Moisture
ditunjukkan dengan tidak memperlihatkan Treatment (HMT), maka semakin rendah kadar
viskositas maksimum tetapi viskositasnya air tepung bengkuang Heat Moisture Treatment
(HMT) yang dihasilkan.
cenderung dapat dipertahankan bahkan
3. Semakin tinggi suhu modifikasi Heat Moisture
dapat meningkat jika dipertahankan pada Treatment (HMT) maka semakin rendah daya
suhu tinggi serta memiliki swelling volume serap air, swelling power, kelarutan, suhu
dan kelarutan yang terbatas (Chen, 2003). gelatinisasi dan viskositas balik tepung
Selain itu Bengkuang merupakan salah satu bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT)
anggota suku leguminoseae (LIPI, 1977). yang dihasilkan.
4. Kurva amilografi tepung bengkuang kontrol,
Pati yang termasuk dalam kategori kurva
HMT suhu 80oC dan suhu 90oC, 100oC dan
amilografi tipe C adalah pati Leguminosae 110oC termasuk tipe C.
dan pati modifikasi (Schoch and Maywald, 5. Hasil analisis tepung bengkuang Heat Moisture
1968 dalam Collado et al., 2001). Treatment (HMT) dilihat dari karakteristik fisik
Berdasarkan suhu gelatinisasi diatas (derajat putih), kimia (kadar air) dan fisikokimia
dapat diketahui bahwa suhu gelatinisasi (daya serap air, swelling power, kelarutan, dan
tepung bengkuang HMT suhu 80oC dan viskositas balik) mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan tepung bengkuang kontrol
HMT 90oC lebih tinggi bila dibandingkan
(alami). Akan tetapi pada suhu gelatinisasi
kontrol. Sehingga dapat diketahui bahwa mengalami kenaikan bila dibandingkan tepung
tepung HMT 80oC dan HMT 90oC kontrol (alami).
memiliki sifat yang tahan terhadap panas A. Saran
bila dibandingkan tepung kontrol. Selain itu Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
nilai viskositas balik tepung 80oC dan HMT mengenai kandungan amilosa, amilopekin serta
90oC lebih rendah bila dibandingkan ukuran granula.

75
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

Fakultas teknologi pertanian, universitas gajah


mada.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto. 2012. Kajian Pengaruh Pengukusan
Bertekanan (Steam Pressure Treatment)
Adebowale, K.O,. B.I. Olu-Owolabi, O,O. Olayinka Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Jagung. J.
and O.S. Lawal. 2005. Effect of Heat Moisture Teknol dan Industri Pangan Vol. XXIII, No.1
Treatment and Annealing on Psicochemical of Th 2012. Universitas PGRI Banyuwangi.
Red Sorghum Starch. African Journal of Hayashi, K., Hara H., Asvarujanon P., Aoyama Y
Biotechnologi. and Luangpituksa P. 2001. Ingestion Od
Ahmad, Lisna. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung Insoluble Dietary Fiber Increased Zinc And
Dan Aplikasinya Untuk Perbaikan Kualitas Mi Iron Absorbsion And Restored Growth Rate
Jagung. Dissertations and Theses. Institut And Zinc Absorbtion Suppressed By Dietary In
Pertanian Bogor. Rats. British journal of nutrition 86: 443-451.
Alsuhendra dan Ridawati. 2009. Pengaruh Herawati, Dian. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan
Modifikasi Secara Pregelatinisasi, Asam, dan Teknik Heat Moisture Treatment (HMT) dan
Enzimatis Terhadap Sifat Fungsional Tepung Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas
Umbi Gembili (Dioscorea esculenta). Bihun. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Universitas Negeri Jakarta. Jakarta. Bogor.
Aptindo. 2011. Tepung Terigu. Hildayanti. 2012. Studi Pembuatan Flakes Jewawut
http://www.aptindo.or.id. Diakses pada (Setaria Italica). Skripsi. Jurusan Teknologi
tanggal 18 Januari 2014. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Artiani, Pungky Ayu dan Yohanita Ratna Avrelina. Hasanuddin Makassar.
2010. Modifikasi Cassava Starch Dengan Honestin, Trifena. 2007. Karakterisasi Sifat
Proses Acetylasi Asam Asetat Untuk Produk Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
Pangan. Jurnal Teknik Kimia Universitas Batatas). Departemen Ilmu Dan Teknologi
Diponegoro. Semarang. Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Balagopalan, C., Padmaja, G., Nanda, S.K and Pertanian Bogor.
Moorthy, S.N. 1988. Cassava in Food, Feed, Indrasti, F. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas
and Industry. Florida: CRC Press, Baco Raton. Belitung (Xanthosoma saginifolium) dalam
Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. UI.Press. Jakarta. Pembuatan Cookies. Skripsi Fakultas
Chen, Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Potato Starches and Their Aplication in Bogor.
Noodle Product. Ph.D Thesis. Wageningen Indrawuri, Isnaini. 2010. Peranan Tepung Jagung
University, The Netherlands. Termodifikasi Terhadap Mutu Dan
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). 2005. Penerimaan Konsumen Mi Jagung. Skripsi.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Bogor. Bogor.
Collado LS., Mabesa LB., Oates CG and Corke H. Kusnandar, F. 2006. Modifikasi Pati dan
2001. Bihon-Type Of Noodles From Heat- Aplikasinya pada Industri Pangan. Food
Moisture Treated Sweetpotato Starch. Journal Review Indonesia Vol 1 (3): 26-31.
Food Science 66(4): 604-609. Kusumadewi, Meilly. 2011. Karakterisasi Sifat
Gunaratne, A and Hoover, R. 2002. Effect Of Heat Fisikokimia Kecap Manis Komersial
Moisture Treatment On The Structure And Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Physicochemical Properties Of Tuber And Bogor.
Root Starches. Carbohydrate Polymers, 49, LIPI – Lembaga Biologi Nasional. 1977. Umbi-
425-437. umbian. Balai Pustaka, Jakarta.
Harmayanti, Eni. 2011. Potensi Tepung Serat Miyoshi, E. 2001. Effect of Heat-Moisture
Bengkuang (Sebagai Prebiotik Pada Treatment and Lipids on Gelatinization and
Bifidobacterium Longnum dan Lactobacillus Retrogradation of Maize and Potato Starches.
Acidophilus. Seminar nasional PATPI 2011. Cereal Chem, 79(1); 72-77.

76
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014

Munarso, S. Joni, 2004. Perubahan Sifat moisture treatment Effects on Sweetpotato


Fisikokimia dan Fungsional Tepung Beras Starches
Akibat Proses Modifikasi Ikat-Silang. Siwi, Kharinda Septyaning. 2013. Studi Perubahan
J.Pascapanen 1(1) 2004: 22-28. Balai Besar Sifat Fisik Kimia Tepung Ubi Jalar Putih
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen (Ipoema batatas Var. Sukuh) sebagai Efek
Pertanian. Bogor. Modifikasi Menggunakan Metode Heat
Operating Instructions Manual No. M/03-165- Moisture Treatment. Universitas Brawijaya,
A0404, Brookfield DV-II Programmable Malang.
Viscometer, 2005. SNI. 2009. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan.
Prabowo, Bimo. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Badan Standarisasi Nasional. SNI 3751:2009.
Tepung Millet Kuning dan Tepung Millet Suarni dan Patong. 1999, dalam Danik. 2009.
Merah. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Kecambah Dalam Pembuatan Cookies. IPB-
Surakarta Press. Bogor.
Pranoto, Yudi dan Haryadi. 2011. Penerapan Heat Subandoro, Rendra Hardian. 2013. Pemanfaatan
Moisture Treatment Pati Ubi Jalar Var. Papua Tepung Millet Kuning Dan Tepung Ubi Jalar
Salosa Untuk Pembuatan Sohun. Jurusan Kuning Sebagai Subtitusi Tepung Terigu
Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Dalam Pembuatan Cookies Terhadap
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Karakteristik Organoleptik Dan Fisikokimia.
Gadjah Mada. Prosiding Seminar Nasional Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
APTA, 23-24 November 2011. Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Jurnal
Purwani, EY., Widaningrum., Thahir R, dan Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013.
Muslich. 2006. Effect Of Heat Moisture Sudarmadji, S., Haryono, B dan Suhardi, 1997,
Treatment Of Sago Starch On Its Noodle Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Quality. Indonesian J. of Agric. Scienannawce Pertanian, Liberty, Yogyakarta.
7(1): 8–14. Sumarlin. 2011. Karakterisasi Pati Biji Durian
Putriyanti, Dian. 2009. 100% Cantik Dibalik Buah (Durio Zibethinus Murr.,) Dengan Heat
dan Sayur. Yogyakarta. Penerbit Best Moisture Treatment (HMT). Teknologi Hasil
Publisher. Hal. 36. Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Putri, Annisa Risdianika. 2012. Pengaruh Kadar Air Riau.
Terhadap Tekstur dan Warna Keripik Pisang Sultany, Rubianty dan Berty Kaseger. 1985. Kimia
Kepok (Musa Parasidiaca Formatypica). Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi
Skripsi. Program Studi Keteknikan Pertanian Negeri Indonesia Bagian Timur.
Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Syamsir, Elvaria. 2012. Pengaruh Proses Heat
Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Moisture Treatment (HMT) Terhadap
Puung, Victoria Fransiska. Widya Dwi Rukmi Putri Karakteristik Fisikokimia Pati. Institut
dan Dian Widya Ningtyas. 2012. Karakterisasi Pertanian Bogor. J.teknologi dan Industri
Sifat Fisiko-Kimia Pati Ubi Jalar Ungu Pangan Vol. XXIII No. 1.
(Ipomoea Batatas L.) Varietas yamurasaki Takahashi T., Miuora M., Ohisa N., Mori K and
Termodifikasi Proses Perendaman dan Heat Kobayashi S. 2005. Heat Treatment Of Milled
Moisture Treatment (HMT). Jurusan Rice and Properties Of The Flour. Cereal
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Chemistry. 82(2):228-232.
Pertanian Universitas Brawijaya. Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT
Rahman, Muhammad Adie. 2007. Mempelajari Gramedia Pustaka, Jakarta.
Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia
Tapioka dan Mocal (Modified Cassava Flour) Pustaka Utama. Jakarta.
Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk
Kacang Salut. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Schoch, T.J. dan Maywald, E.C. 1968. Di dalam
Collado, L.S. dan Corke, H. 2001. Heat-
77

Anda mungkin juga menyukai