4664 8806 1 SM PDF
4664 8806 1 SM PDF
3 Juli 2014
Avaliable online at
www.ilmupangan.fp.uns.ac.id
The Study On Physicochemical Characteristics Yam Bean Flour Pachyrhizus erosus) Modified By Heat
Moisture Treatment (HMT) Temperature Variation
Yunita Dian Pangesti*), Nur Her Riyadi Parnanto*), Achmad Ridwan A*)
*)
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Received 1 Mei 2014 accepted 20 Juni 2014; published online 1 Juli 2014
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi suhu (80oC, 90oC, 100oC dan 110oC) terhadap karakteristik
fisik (derajat putih), kimia (kadar air), fisikokimia (daya serap air, swelling power, kelarutan dan amilografi) dari tepung bengkuang
yang dimodifikasi dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) serta dibandingkan tepung bengkuang kontrol. Metode
penelitian menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu variasi suhu. Tiap perlakuan dilakukan 3
kali pengulangan sampel dan 2 kali analisis. Hasil analisis statistik sifat fisik (derajat putih) menunjukan variasi suhu HMT
berpengaruh dalam menurunkan derajat putih tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT). Sifat kimia (kadar air)
menunjukan variasi suhu HMT berpengaruh dalam menurunkan kadar air tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT). Sifat
fisikokimia (daya serap air, swelling power dan kelarutan) menunjukan variasi suhu HMT tidak berpengaruh dalam menurunkan
daya serap air tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT) namun berpengaruh dalam menurunkan swelling power dan
kelarutan tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT). Sifat amilografi tepung bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT)
mampu meningkatkan suhu gelatinisasi namun juga menurunkan viskositas balik.
Kata kunci : Heat Moisture Treatment (HMT), Tepung Bengkuang, Sifat Fisikokimia, Sifat Amilografi
ABSTRACT
The purpose of this research is to study the effect of temperature variation (80 oC, 90oC, 100oC and 110oC) on physical
characteristic (whiteness), chemical characteristics (water content), physicochemical characteristics (water absorption, swelling
power, solubility and amilograph characteristics) of yam bean flour to be modified Heat Moisture Treatment (HMT) also compared
with controls yam bean flour. The research had been performed using Factorial Completely Randomized Design (CDR) with one
factor, i.e. : temperature variation of Heat Moisture Treatment (HMT). Each handling was done for three times of sample iteration
by twice analysis. The result of analysis statistical physical characteristic (whiteness), showed that temperature variation HMT had
significant effect on decreasing whiteness Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour. Chemical characteristic (water content)
showed that temperature variation HMT had significant effect on decreasing water content Heat Moisture Treatment (HMT) yam
bean flour. Physicochemical characteristic (water absorbtion, swelling power and solubility) showed that temperature variation
HMT had no significant effect on decreasing absorbtion Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour however had significant
effect on decreasing swelling power and solubility Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour. Amilograph characteristics
Heat Moisture Treatment (HMT) yam bean flour able increasing temperature of gelatinization however to decreasing set back
viscosity.
Keyword: Heat Moisture Treatment (HMT), Yam Bean Flour, Physicochemical Characteristic, Amilograph Characteristic.
72
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014
*)
Corresponding author: [diisi alamat email salah satu penulis]
PENDAHULUAN sehingga tidak meninggalkan residu (Siwi, 2013).
Konsumsi terigu di Indonesia setiap tahunnya Ketertarikan terhadap produk pangan natural yang
meningkat, menurut Asosiasi Produsen Tepung bebas aditif kimia membuat metode modifikasi
Terigu Indonesia (Aptindo), 2011 permintaan tepung secara fisik seperti dengan proses Heat Moisture
terigu dalam negeri pada tahun 2009 mencapai Treatment (HMT) (Syamsir, 2012).
3.900.000 ton, pada tahun 2010 mencapai 4.400.000 Perlakuan HMT didefinisikan sebagai
ton dan pada tahun 2011 mencapai 4.750.000 ton. modifikasi pati secara fisika yang dilakukan pada
Untuk memperkecil impor gandum, maka dapat granula pati dengan kadar air kurang dari 35%
disubstitusi dengan produk tepung-tepungan dengan selama 15 menit sampai dengan 16 jam, dan pada
menggunakan komoditas lokal salah satunya yaitu suhu 84°C sampai dengan 120°C (Gunaratne and
bengkuang. Hoover, 2002 dalam Sumarlin, 2011). Menurut
Bengkuang adalah salah satu buah yang Purwani et al,. (2006) perlakuan HMT membuat pati
berbentuk umbi akar. Kulit buahnya tipis berwarna menjadi lebih stabil pada saat pemasakan, akibatnya
kuning pucat atau coklat muda membungkus daging kualitas tanak yang dihasilkan menjadi lebih baik.
buah yang keras dan berwarna putih (Putriyanti, Penelitian modifikasi tepung dengan cara fisik
2009). Tanaman bengkuang (Pachyrrhizus erosus) menggunakan metode Heat Moisture Treatment
merupakan salah satu tanaman yang memiliki (HMT) pada penelitian sebelumnya dilakukan pada
potensi untuk dikembangkan sebagai sumber serat. tepung ubi jalar putih (Siwi, 2013). Suhu pemanasan
Total total serat pangan dari bengkuang sebesar merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
695g/kg. Sehingga dimungkinkan serat bengkuang modifikasi tepung dengan menggunakan metode
dapat dijadikan salah satu alternatif penyusun Heat Moisture Treatment (HMT). Oleh karna itu,
makanan fungsional (Hayashi et al., 2001) dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Harmayani, 2011). Bengkuang mengandung serat variasi suhu terhadap karakteristik fisikokimia dari
yang tinggi, sehingga baik untuk pencernaan. Dari tepung bengkuang yang dimodifikasi dengan metode
hasil analisis 100 g umbi segar bengkuang memiliki Heat Moisture Treatment (HMT).
kandungan energi sebesar 55 kkal, dan karbohidrat
12,8 g (DKBM, 2005). METODE PENELITIAN
Untuk memperpanjang umur simpan dan Alat
meningkatkan nilai jual, umbi bengkuang dapat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
diolah menjadi tepung bengkuang. Akan tetapi pisau, alat slicing, cabinet dryer, alat penepung,
tepung alami masih memiliki kelemahan yaitu tidak blender kering, ayakan mesh, baskom, loyang,
tahan terhadap pemanasan suhu tinggi. Untuk alumunium foil, refrigerator, alat penyemprot,
mengatasi kelemahan sifat tepung alami dalam pengaduk, timbangan analitik, chromameter minolta,
memenuhi kebutuhan terhadap pati bagi industri krus, oven (Memmert), desikator, penjepit cawan,
pangan dapat dilakukan dengan cara dimodifikasi. kertas saring, erlenmeyer, corong, waterbath,
Tepung dimodifikasi dengan tujuan untuk sentrifuse, tabung sentrifuse, penjepit kayu, spatula,
menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat spindle tipe, sample chamber alat viscometer DV-II
sebelumnya atau untuk menghasilkan beberapa sifat Pro, sirkulator pemanas/pendingin TC-112P.
yang diharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan Bahan
tertentu. Selain itu juga untuk mempermudah Bahan utama yang digunakan pada penelitian
penggunaannya dalam industri pangan, lebih stabil ini adalah umbi bengkuang yang diperoleh dari pasar
dalam proses pemasakan, dan lebih baik teksturnya Gede. Bahan untuk modifikasi dan analisis yaitu
(Honestin, 2007). aquades.
Ada berbagai metode modifikasi, yaitu secara
fisik, kimia dan enzimatis. Dari ketiga jenis Tahapan Penelitian
modifikasi, yang paling efisien untuk diterapkan Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu pembuatan
adalah modifikasi secara fisik, yaitu dengan tepung bengkuang dan modifikasi tepung bengkuang
menggunakan panas lembab atau Heat Moisture dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT).
Treatment (HMT). Metode ini tergolong murah dan
aman sebab tidak menggunakan bahan kimia
73
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014
1. Pembuatan tepung bengkuang (dengan metode 75,889%, sedangkan derajat putih tepung
Subandoro, 2013 dengan dimodifikasi pada bahan bengkuang dengan modifikasi Heat Moisture
baku, proses pencucian dan waktu pengeringan). Treatment (HMT) yaitu antara 49,872-
Tahapan dalam pembuatan tepung 67,609%. Semakin tinggi suhu modifikasi
bengkuang adalah pencucian pertama, HMT maka semakin rendah derajat putih
pengupasan, lalu dilakukan pencucian tahap II, tepung bengkuang HMT yang dihasilkan
pengirisan dengan ketebalan ± 1 mm, kemudian sehingga warna tepung menjadi semakin
di blanching air panas suhu 900C selama 1 menit, tidak cerah. Hal ini dikarenakan pada saat
dikeringkan pada cabinet dryer suhu 600C selama HMT terjadi proses pemanasan yang dapat
16 jam, didapatkan chip kering kemudian mengakibatkan terjadinya reaksi Maillard.
digiling, dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Menurut Winarno (2002) Reaksi maillard
2. Pembuatan modifikasi tepung bengkuang Heat merupakan reaksi antara gula pereduksi dari
Moisture Treatment (HMT) (dengan metode karbohidrat bengkuang sebesar 12,8 g,
Siwi, 2013 dengan modifikasi pada bahan baku dengan gugus amino primer dari protein
dan suhu HMT). bengkuang sebesar 1,4 g. Salah satu faktor
Tepung bengkuang yang telah mencapai yang mempengaruhi terjadinya reaksi
kadar air 30% selanjutnya ditempatkan di dalam pencoklatan (maillard) adalah suhu
petridish dalam keadaan tertutup dan dilapisi (Sultanary dan Kaseger, 2005 dalam Putri,
alumunium foil. Tepung bengkuang didiamkan 2012). Reaksi Maillard dapat terlihat pada
dalam refrigerator pada suhu 4-5oC selama satu suhu 37°C, dapat terjadi secara cepat 100°C,
malam untuk penyeragaman kadar air. Petridish dan tidak terjadi pada 150°C (Kusumadewi,
yang berisi tepung bengkuang basah dipanaskan 2011). Pada saat modifikasi HMT suhu yang
dalam oven bersuhu 80oC, 90oC, 100oC, dan digunakan 80oC - 110oC karena suhu yang
110oC selama 3 jam. Setelah didinginkan, tepung digunakan diatas suhu mulai terjadinya reaksi
termodifikasi kembali ditempatkan dalam loyang maillard (37oC) maka dapat terlihat bahwa
tanpa tutup dan dikeringkan dalam oven selama 5 semakin tinggi suhu HMT, maka warna
jam pada suhu 50oC. Tepung bengkuang tepung modifikasi yang dihasilkan semakin
termodifikasi HMT selanjutnya dianalisis coklat.
karakteristik sifat fisikokimia Penelitian mengenai derajat putih tepung-
tepungan telah banyak diteliti, misalnya pada
Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Fisikokimia derajat putih tepung ubi jalar putih
Analisis sifat fisik derjat putih (Hunter (Dedi, modifikasi heat moisture treatment bekisar
Fardiaz dkk, 1992). Sifat kimia dengan metode antara 62,03 – 63,40% (Siwi, 2013), Derajat
thermogravimetri (Sudarmadji dkk., 1997). Sifat putih tepung bengkuang cenderung
fisikokimia meliputi daya serap air pengujian mendekati derajat putih tepung uji jalar putih.
sederhana (Fardiaz dkk, 1992), swelling power
Leach (Artiani dan Yohanita, 2010), kelarutan B. Karakteristik Sifat Kimia Tepung Bengkuang
pengujian sederhana (Fardiaz dkk, 1992), Termodifikasi
Amilografi Rapid Visco Analyzer. 1) Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang
HASIL DAN PEMBAHASAN terkandung dalam bahan yang dinyatakan
A. Karakteristik Sifat Fisik Tepung Bengkuang dalam persen (Winarno, 1997). Kadar air
Termodifikasi tepung bengkuang tanpa HMT sebesar
1) Derajat putih 10,974%, sedangkan kadar air tepung
Derajat putih suatu bahan merupakan bengkuang HMT berkisar antara 9,129%-
kemampuan memantulkan cahaya dari bahan 10,208%. Semakin tinggi suhu HMT maka
tersebut terhadap cahaya yang mengenai semakin rendah kadar air tepung modifikasi
permukaannya (Indrasti, 2004). Derajat putih yang dihasilkan, karena selama HMT terjadi
tepung bengkuang tanpa HMT (kontrol) yaitu penguapan air akibat pemanasan.
74
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014
Tabel 1 Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Fisikokimia Tepung Bengkuang
dengan Modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)
Suhu
Derajat putih Kadar air Daya serap air Swelling Power Kelarutan
Modifikasi
(%) (% wb) (g/g) (g/g) (%)
HMT
Kontrol 75,899 ± 0,077e 10,974 ± 0,307d 3.683 ± 0.145b 5,966 ± 0,118d 12,749 ± 0,834d
80oC 67,609 ± 0,016d 10,208± 0,117c 2.978 ± 0.249a 4,935 ± 0,149c 12,559 ± 0,965d
90oC 62,198 ± 0,308c 9,830 ± 0,075b 2.892 ±0.025a 4,160 ± 0,328b 10,625 ± 0,567c
100oC 51,615 ± 0,132b 9,642 ± 0,097b 2.931 ± 0.163a 4,042 ± 0,092b 8,970 ± 0,394b
110oC 49,872 ± 0,151a 9,129 ± 0,028 a 2.916 ± 0.203a 3,629 ± 0,139a 7,620 ± 0,552a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 0,
Menurut Haryadi (1999) dalam Puung kecenderungan daya serap air semakin rendah.
(2012), pada saat modifikasi HMT granula Kemampuan penyerapan air pada pati
pati yang telah membengkak cenderung dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil yang
memiliki rongga yang lebih besar sehingga terdapat pada molekul pati. Bila jumlah gugus
akan mengakibatkan air menjadi lebih mudah hidroksil dalam molekul pati sangat besar,
menguap pada saat pengeringan. Hal yang maka kemampuan menyerap air sangat besar
sama juga didukung oleh Sumarlin (2011), (Alsuhendra, 2009).
perlakuan suhu HMT cenderung Dimana gugus hidroksil terletak pada
mengakibatkan kadar air pati menjadi lebih salah satu ujung rantai amilosa dan pada ujung
rendah bila dibandingkan dengan pati rantai pokok amilopektin berperan dalam
alaminya. Hal ini karena suhu yang tinggi penarikan air oleh pati karena gugus hidroksil
menyebabkan air yang terikat pada pati dari pati akan tarik menarik dengan gugus
menguap, sehingga kadar air menjadi rendah. hidrogen dari air. Semakin rendah amilosa dan
Semakin tinggi kadar air bahan pangan, amilopektin pada pati maka gugus
maka semakin cepat rusaknya, baik akibat hidroksilnya akan turun sehingga akan
adanya aktivitas biologis internal maupun menyebabkan gaya tarik-menarik antara pati
masuknya mikroba perusak. Mikroorganisme dengan air menjadi kecil (Hildayanti, 2012).
membutuhkan air untuk pertumbuhan dan Pada saat modifikasi HMT ikatan hidrogen
perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan pada pati terputus atau hilang pada saat
dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme pemanasan HMT berlangsung dalam waktu
akan diperlambat (Buckle, 1985). Menurut yang relatif lama. Dengan demikian, semakin
data BSN yaitu SNI 3751:2009 disebutkan sedikit jumlah gugus hidroksil dari molekul
bahwa kadar air pada tepung terigu maksimal pati semakin rendah kemampuan granula
sebesar 14,5%. Sehingga kadar air tepung menyerap air (Herawati, 2009).
bengkuang HMT dan tanpa HMT masih 2) Swelling Power
berada dalam standar mutu yang ada. Daya kembang pati atau swelling power
didefinisikan sebagai pertambahan volume dan
C. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung berat maksimum yang dialami pati dalam air
Bengkuang Termodifikasi (Balagopalan, 1988 dalam Rahman 2007).
1) Daya serap air Swelling power tepung bengkuang kontrol
Menurut Suarni (2009) daya serap air (tanpa HMT) yaitu 5,966 (g/g). Sedangkan
tepung menunjukkan kemampuan tepung swelling power tepung bengkuang dengan
tersebut dalam menyerap air. Daya serap air modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)
tepung bengkuang kontrol (tanpa HMT) yaitu yaitu antara 3,629 – 4,935 (g/g). Semakin
3,683 (g/g). Sedangkan daya serap air tepung tinggi suhu modifikasi maka swelling power
bengkuang dengan modifikasi Heat Moisture tepung HMT yang dihasilkan semakin rendah.
Treatment (HMT) yaitu antara 2,892 – 2,977 Modifikasi HMT menyebabkan molekul
(g/g). Semakin tinggi suhu HMT maka granula pati tersusun menjadi lebih rapat
73
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014
Viscosity (Cp)
Hal yang sama juga dialami oleh penerapan
HMT pati ubi jalar varietas papua salosa
pada perlakuan suhu HMT 110oC kadar air
20% tidak terdeteksi adanya viskositas
balik (Pranoto, 2011).
Viskositas setback yang tinggi
menunjukkan kemudahan pati untuk
mengalami retrogradasi, dibandingkan pati
dengan setback yang rendah (Collado et al.,
2001). Nilai viskositas balik yang tinggi Time (minutes)
menunjukkan bahwa gel cenderung
mengeras pada akhir proses pemasakan,
sehingga produk olahannya tidak mudah
hancur (Munarso, 2004). Modifikasi HMT suhu 90oC
Semakin tinggi suhu modifikasi HMT
Modifikasi HMT suhu 80oC
maka nilai viskositas balik tepung
Viscosity (Cp)
bengkuang HMT semakin menurun. Hal ini 0oC
terjadi karena penggunaan suhu yang
semakin tinggi berakibat pada kerusakan
integritas dan granula. Setelah pengrusakan
granula selesai maka viskositas balik pati
akan menurun. Viskositas balik yang
menurun berarti kecenderungan mengalami
retrogradasi rendah. Dalam penelitian
Haryanto (2012). Viskositas balik semakin
rendah, seiring dengan peningkatan lama
pengukusan bertekanan berhubungan Time (minutes)
dengan kerusakan granula selama proses
pengukusan bertekanan.
c) Kurva Amilografi
Berikut ini adalah gambar grafik Modifikasi HMT suhu 100oC
amilografi tepung bengkuang kontrol Modifikasi HMT suhu 80oC
dan tepung bengkuang HMT.
0oC
Viscosity (Cp)
Time (minutes)
74
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014
KESIMPULAN
Gambar amilografi tepung bengkuang Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
kontrol, HMT suhu 80oC, HMT 90oC, HMT
1. Semakin tinggi suhu modifikasi Heat Moisture
100oC dan HMT 110oC diatas termasuk Treatment (HMT) maka semakin rendah derajat
dalam kurva amilografi tipe C. Kurva putih tepung bengkuang Heat Moisture
amilografi tipe C ditandai dengan Treatment (HMT) yang dihasilkan.
kemampuan pengembangan terbatas yang 2. Semakin tinggi suhu modifikasi Heat Moisture
ditunjukkan dengan tidak memperlihatkan Treatment (HMT), maka semakin rendah kadar
viskositas maksimum tetapi viskositasnya air tepung bengkuang Heat Moisture Treatment
(HMT) yang dihasilkan.
cenderung dapat dipertahankan bahkan
3. Semakin tinggi suhu modifikasi Heat Moisture
dapat meningkat jika dipertahankan pada Treatment (HMT) maka semakin rendah daya
suhu tinggi serta memiliki swelling volume serap air, swelling power, kelarutan, suhu
dan kelarutan yang terbatas (Chen, 2003). gelatinisasi dan viskositas balik tepung
Selain itu Bengkuang merupakan salah satu bengkuang Heat Moisture Treatment (HMT)
anggota suku leguminoseae (LIPI, 1977). yang dihasilkan.
4. Kurva amilografi tepung bengkuang kontrol,
Pati yang termasuk dalam kategori kurva
HMT suhu 80oC dan suhu 90oC, 100oC dan
amilografi tipe C adalah pati Leguminosae 110oC termasuk tipe C.
dan pati modifikasi (Schoch and Maywald, 5. Hasil analisis tepung bengkuang Heat Moisture
1968 dalam Collado et al., 2001). Treatment (HMT) dilihat dari karakteristik fisik
Berdasarkan suhu gelatinisasi diatas (derajat putih), kimia (kadar air) dan fisikokimia
dapat diketahui bahwa suhu gelatinisasi (daya serap air, swelling power, kelarutan, dan
tepung bengkuang HMT suhu 80oC dan viskositas balik) mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan tepung bengkuang kontrol
HMT 90oC lebih tinggi bila dibandingkan
(alami). Akan tetapi pada suhu gelatinisasi
kontrol. Sehingga dapat diketahui bahwa mengalami kenaikan bila dibandingkan tepung
tepung HMT 80oC dan HMT 90oC kontrol (alami).
memiliki sifat yang tahan terhadap panas A. Saran
bila dibandingkan tepung kontrol. Selain itu Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
nilai viskositas balik tepung 80oC dan HMT mengenai kandungan amilosa, amilopekin serta
90oC lebih rendah bila dibandingkan ukuran granula.
75
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014
76
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014