Anda di halaman 1dari 44

ACTUATING

Laporan

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan


Koordinator: Setawati, SPd., S.Kp., M.Kep
Dosen Pembimbing: DR. Iin Inayah S.Kp., M.Kep

disusun oleh :
Kelompok IV F
Ketua : Imanudin Firdaus (213115024)
Scriber 1 : Neng Parida S (213115071)
Scriber 2 : Silvani Septiarini S (213114081)

Anggota

Kania Caesarraswati (213115025) Ramdani Malik (213115076)


Farida Nur Aini (213114031) Indrastaya Ardelia (213115049)
Riki Panji Aghisna (213115045) Lisa Tristanti (213115090)
Putri Israene (213115053) Chika Santika (213115111)
Nurliza (213115062) Windi Wulan Anzani (213115112)
Vika Dwi Regita C (213115068) Salma Aliyah N A (213115120)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kehadirat ALLAH SWT atas petunjuk dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Actuating”.Diharapkan
makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam kegiatan belajar guna meraih
prestasi belajar yang maksimal.

Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Tutorial yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian makalah ini.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing
tutorial atau rekan mahasiswa akan kami terima dengan senang hati, guna
penyempurnaan makalah ini berikutnya.

Penyusun,

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Batasan Masalah...........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
D. Metode Penulisan..........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Kasus.............................................................................................................5
B. Pembahasan...................................................................................................5
1. Step 1 (Klasifikasi istilah).........................................................................5
2. Step 2 (Identifikasi masalah).....................................................................5
3. Step 3 ( Analisis Masalah).........................................................................6
4. Step 4 (Hipotesis)......................................................................................8
5. Step 5 (Learning Issue)..............................................................................9
6. Step 6 (Belajar Mandiri)............................................................................9
7. Step 7 (Hasil Sintesis/Solusi/Evaluasi)...................................................10
BAB III..................................................................................................................43
PENUTUP..............................................................................................................43
A. Kesimpulan.................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini, sekarang baik individu maupun organisasi masih banyak yang belum
mampu untuk menerapkan managemen yang baik. Dalam sebuah managemen yang baik
harus memiliki empat fungsi penting dari Planning (perencanaan), Organizing
(penempatan), Actuating (pengarahan/penggerakan), dan Controlling (pengendalian).
Salah satu fungsi tidak berjalan dengan baik dapat mempengaruhi segala aspek
managemen.
Banyak individu maupun organisasi yang tidak dapat melakukan pengarahan
organisasi dengan baik. Pengarahan dalam memotivasi tiap anggotanya dan
berkomunikasi antar anggota maupun mengatasi masalah yang ada di dalam
organisasi. Pengetahuan tentang actuating (penggerakan/pengarahan) dikalangan para
remaja zaman sekarang harus ditingkatkan. Pengetahuan tentang actuating pun penting
untuk diketahui dan dipelajari. Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan akan lebih
meningkatkan pengetahuan kita mengenai penjelasan tentang Actuating .
Pengarahan dalam ilmu manajemen merupakan aspek hubungan manusiawi dalam
kepemimpinan yang mengikat para bawahan untuk bersedia mengerti dan
menyumbangkan tenaganya secara efektif dan efisien untuk mencapai sebuah tujuan.
Directing bukan saja agar pegawai melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu
kegiatan, tetapi dapat pula berfungsi mengkoordinasi kegiatan berbagai unsur organisasi
agar efektif tertuju kepada realisasi tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Salah satu fungsi
manajemen yaitu pengarahan atau actuating. Di dalam aspek pengarahan ini akan timbul
hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat bawahan untuk bersedia
mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara lebih berdaya guna untuk mencapai
tujuan.

3
B. Batasan Masalah
1. Step 1: Klasifikasi Masalah
2. Step 2: Identifikasi Masalah
3. Step 3: Analisis Masalah
4. Step 4: Hipotesis
5. Step 5: Learning issue
6. Step 6: Belajar mandiri
7. Step 7: Sintesis

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui mengenai Manajemen Konflik
2. Mahasiswa mampu mengetahui mengenai Dimensi kepuasan.
3. Mahasiswa mampu memahami mengenai Gaya kepemimpinan
4. Mahasiswa mampu memahami mengenai Teori motivasi
5. Mahasiswa mampu memahami mengenai Metode asuhan
6. Mahasiswa mampu memahami mengenai Teori komunikasi
7. Mahasiswa mampu memahami mengenai SOP KARU

D. Metode Penulisan
Penyusun mkalah ini menggunakan sistematika yaitu dengan cara mengkaji
teori dari referensi buku yang telah kami baca.

BAB II

PEMBAHASAN

4
A. Kasus

Perawat A berusia 35 tahun berpendidikan Ners pengalaman kerja 10 tahun bekerja di


sebuah rumah sakit ditempatkan diruang penyakit dalam , dan saat ini sedang diberikan
amanah sebagai menjadi kepala ruangan. Metode asuhan yang digunakan diruanagan
tersebut metode tim, terdiri dari 3 tim masing – masing tim diketuai perawat
berpendidikan ners dan anggota masing – masim 6 orang dengan latar belakang D3
keoerawatan. Kepala ruangan tersebut sering mendapatkan laporan dari ketua TIM ada
beberapa pasien yang mengeluh tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh
perawat senior. Strategi komunikasi yang digunakan oleh kepala ruangan Telling.
Berdasarkan hasil laporan tersebut kepala ruangan melakukan kajian terhadap situasi
tersebut hasilnya ada beberapa orang perawat pelaksana yang sedang bekonflik,
motivasi mulai pada menurun terlihat dari data absensi banyak perawat yang datang
terlambat pulang lebih cepat, kepala ruangan tersebut belum menyelsaikan masalah
tersebut karena masih merasa tidak enak terhadap perawat yang sedang berkonflik

B. Pembahasan

1. Step 1 (Klasifikasi istilah)


Strategi komunikasi telling (Chika)

Jawaban: Gaya komunikasi telling dengan cara memberitahu (Vika)

2. Step 2 (Identifikasi masalah)


a. Bagaimana peran KARU dalam memotivasi perawat diruangan ? (Windi)
b. Apa yang seharusnya KARU lakukan dalam menyikapi masalah tersebut? (Kania)
c. Apa yang harus dilakukan KARU untuk meningkatkan kepuasan pasien? (Putri)
d. Apa ada kesalah pada metode dan strategi yang diterapkan sehingga kinerja
perawat menurun yang menyebabkan kepuasan klien juga menurun? (Indrastata)
e. Bagaimana peran KARU dan menindak lanjuti perawat yang datang terlambat dan
pulang lebih cepat? (Nurliza)
f. Strategi komunikasi apa yang seharusnya digunakan untuk mengatasi konflik yang
terjadi antar perawat ? (Farida)

3. Step 3 ( Analisis Masalah)


a. Diperlukan motivasi implicit dengan cara :
1) Pimpinana organisasi berada ditengah – tengah para bawahannya
2) Memberikan bimbingan, intruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan.

5
3) Mengsinkronkan tujuan organiasi dengan tujuan pribadi. (Riki)
b. KARU harus bisa mengarahkan semua karyawan secara efektif dan efesiem,
memberi tugas dan penjelasn rutin mengenai pekerjaan mengarahkan visi dan misi
ruangan. (Salma)
c. Meningkatkan motivasi perawat pelaksana, melakukan kordinasi
dengan semua perawat dan staf serta melakukan bimbingan dan meningkatkan
pelayanan pada klien sehingga tingkat kepuasan klien pada pelayanan meningkat.
(Ramdani)
d. Ada, pada metode tim tidak terjalinnya kerja sama yang baiik antar perawat
pelaksana terbukti dengan adanya konflik dan menyebabkan motivasi mulai
menurun dan banyak perawat yang datang terlambat dan pulang lebih cepat.
Dalam strategi komunikasi yang digunakan kesalahnnya KARU merasa tidak
enak terhadap peawat senior yang sedang berkonflik sehingga menyebabkan
masalah belum terselsaikan. (Lisa)
Kurang pengawasan dan motivasi sehingga menyebabkan kinerja tidak maksimal
(Chika)
e. Masalah keterlambatan perawat dan pulang lebih cepat maka dilakukannya
timbang terima. (Salma)
f. Dengan strategi komunikasi participating atau berpatisipasi untuk nekrja sama
secara efektif dan efesien antar semua karyawan (Vika)

6
7
4. Step 4 (Hipotesis)

8
5. Step 5 (Learning Issue)
Mahasiswa mampu memahami:
a. Manajemen Konflik
b. Dimensi kepuasan
c. Gaya Kepemimpinan
d. Teori motivasi
e. Metode asuhan
f. Teori komunikasi
g. SOP KARU (Kepala Ruangan)

6. Step 6 (Belajar Mandiri)

Waktu Kegiatan Keterangan


Selasa , 25 Sept 2018 Step 1 – step 5 dan pembagian Seluruh mahasiswa
09.00-11.00 WIB tugas hadir.

Rabu, 26 Sept 2018 Pengumpulan materi dan Seluruh mahasiswa


pembuatan makalah hadir.

7. Step 7 (Hasil Sintesis/Solusi/Evaluasi)


a. Manajemen konflik
1) Definisi

9
Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika
keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam.
Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di dalam kelompok.
Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau
konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik
sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya
ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku
seseorang. Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk
perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat terjadi
baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok
(intragroup conflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat
adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu
taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok,
atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu bentuk
perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan usaha-
usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif
individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang
lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang
lain.
2) Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
a) Intrapersonal
Konflik yang terjadi padaindividu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah
internal untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang
terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran.
Misalnya, manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas
terhadap profesi keperawatan, loyalita terhadap pekerjaan dan loyalitas
kepada pasien.

b) Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan
keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara
konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-
perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama
manajer, atasan dan bawahannya.

10
c) Intergroup (antar kelompok)
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau
organisasi. Sumber janis konflik ini adalah hambatan dalam mencapi
kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), keterbatasan prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik
intrapersonal, interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi
konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan horizontak (Marquis
& Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi atasan dan bawahan. Konflik
horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi yang sama.
Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik
3) Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama
dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang
menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan,
eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan,
imbalan, dan masalah komunikasi.
a) Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog
rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk
interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non
verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
(1) Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak,
menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan
merusak secara agresif yang di sengaja.
(2) Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan
kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan
orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.
(3) Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang
telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
(4) Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu
organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya
stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh
stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang
menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang
lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
(5) Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk
melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik.
Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa

11
hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat
didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan
atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain
keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan
yang mengakibatkan terjadinya konflik.
(6) Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling
mengindahkan usulan-usulan diantara mereka, juga dapat
mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima
umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan
saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat
memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika
diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa
direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus
dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk
ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
(7) Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain.
Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya
sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh
profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi
kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah
melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini
telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena
telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
(8) Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki
kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini
tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam
suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah
kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan)
diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau
area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau
kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa
kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
(9) Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal
keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang
berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan,

12
masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh
peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang
harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan
sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini
sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus
dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana
yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan
melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada
individu atay kelompok.
(10) Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat
dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya
insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak
sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat
terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran
bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan
memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi
persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
(11) Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan
justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik.
Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau
perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik.
Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan
sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan
perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau
perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
(12) Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup
berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan
dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan
orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila
individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering
disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak

13
didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan
masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
(13) Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian
informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak
biacar oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga
penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan
terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
4) Proses konflik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain:
a) Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat.
Kondisi tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan
kualitas yang ada kadang tidak tamppak secara nyata atau tidak pernah
terjadi.
b) Konflik yang dirasakan (felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai
konflik “affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima
konflik tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya.
c) Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan
kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam
perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu
organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan
organisasi.
d) Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelessaian masalah dengan cara
memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-
win solution”.
e) Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang
pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera
diatasi atai dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

5) Penyelesaian Konflik

14
Langkah-langka Penyelesaian Konflik
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik
meliputi:
a) Pengkajian
(1) Analisa Situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan.
Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian
lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-
masing. Tentukan jika situasinya bisa berubah.
(2) Analisa dan Mematikan Isu yang Berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan
masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari
masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu
waktu.
(3) Menyusun Tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
b) Identifikasi
(1) Mengelola Perasaan
Hindari suaturespon emosional: marah, dimana setiap orang
mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata ekspersi dan
tindakan.
c) Intervensi
(1) Masuk pada Konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Identifikasi hasil yang
positif yang akan terjadi.
(2) Menyeleksi Metode dalam Menyelesaikan Konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda.
Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik
yang terjadi.
Strategi Penyelesaian Konflik
a) Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Enyelesaian strategi ini
sering diartikan sebagai “lose-lose situation”. Kedua unsur yang terlibat
meyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen
keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan top manajer
keperwatan (Nursalam, 2009:127).
Ketika masing-masing pihak yang berkonflik berusaha mengalah dalam
satu atau lain hal, terjadilah tindakan berbagi, yang mendatangkan
kompromi. Dalam maksud kompromis (compromising), tidak jelas

15
siapa yang menang siapa yang kalah. Alih-alih, muncul kesediaan dari
pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek konflik dan
menerima solusi meski sifatnya sementara. Karena itu ciri khas maksud
kompromis adalah bahwa masing-masing pihak rela menyerahkan
sesuatu atau megalah.contohnya bisa berupa kesediaan untuk menerima
kenaikan gaji 2 dollar per jam dan bukannnya 3 dollar, untuk menerima
kesepakatan parsial dengan sudut pandang tertentu, dan untuk mengaku
turut bertanggungjawab atas sebuah pelanggaran (Robbins, 2008:182).
b) Kompetensi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win/lose” penyelesaian konflik.
Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau
kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat
negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan keinginan
untuk perbaikan di masa mendatang. (Nursalam, 2009:127)
Ketika seseorang berusaha memperjuangkan kepentingannya sendiri,
tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik, orang
dapat kita katakan sedang bersaing (competing). Contoh dari perilaku
ini mencakup maksud untuk mencapi tujuan anda dengan
mengurbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain
bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulan ia salah, dan mencoba
membuat orang lain dipesalahkan atas suatu masalah. (Robbins,
2008:181)

c) Akomodasi
Ketika salah satu pihak berusaha menyenangkan hati lawannya, pihak
tersebut kiranya akan bersedia menempatkan kepentingan lawan diatas
kepentingannya sendiri. Dengan kata lain, agar hubungan tetap
terpelihara, salah satu pihak bersedia berkurban. Kita menyebut
maksud ini sebagai akomodatif (accommodating). Contohnya adalah
kesediaan untuk mengurbankan kepentingan Anda sehingga tujuan
pihak lain dapat tercepai, mendukung pendapat orang lain
meskipun Anda sebenarnya enggan, serta memaafka seseorang atas
suatu pelanggaran dan membuka pintu bagi pelanggaran selanjutnya.
(Robbins, 2008:182)
Istilah lain yang sering digunakan adalah “cooperative”. konflik ini
berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha

16
mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang
lain untuk menang. Masalah utama pada strategi ini sebenarnya tidak
terselesaikan strategi ini biasanya digunakan dalam politik untuk
merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya. (Nursalam,
2009:127)
d) Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi
kompnen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu
yang terlibat dalam konflik berupaya mencari kebersamaan
daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri.
Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk
konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi,tidak
dapat dipergunakan. (Nursalam, 2009:128)
e) Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidak
sepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar
daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya,
atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya . (Nursalam,
2009:128)
Seseorang mungkin mengakui adanya konflik namun ia ingin
menarik diri atau menekannya. Contoh-contoh dari perilaku
meghindar (avaiding) adalah mencoba mengabaikan sesuatu konflik dan
menghindari orang lain yang tidak bersepakat dengan anda. (Robbins,
2008:182)
f) Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Dalam kolaborasi,
kedua unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerjasama
dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan
tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing
meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi
insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat
tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak
adanya kepercayaan dari kedua kelompok atau seseorang. (Nursalam,
2009:128)

17
Ketika setiap pihak yang berkomplik berkeinginan untuk bersama-sama
memperjuangkan kepentingan kedua belah pihak, dapat dikatakan
mereka sedang bekerjasama dan mengupayakan hasil yang sama-sama
menguntungkan. Dalam bekerja sama (collaborating), maksud para
pihak adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan
ketimbang mengakomodasi sudut pandang. Contohnya adalah upaya
untuk mencari solusi menang-menang yang memungkinkan tujuan
belah pihak sepenuhnya tercapai dan pencarian kesimpulan yang
menyatakan wawasan yang valid dari kedua belah pihak. (Robbins,
2008:181-182)
6) Hasil Manajemen Konflik
Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam
meningkatkan suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasuk
konflik yang dapat diselesaikan. Pengetahuan dan keterampilan manajer
konflik yang terjadi adalah peran yang aktif dari manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan di dalam merupakan perangsang.
Yang membuat manajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli terhadap
karyawannya. Dalam surveinya ia menemukan bahwa dalam penurunan
memotivasi kinerja yang baik, memperbaiki keluaran, dan menghilangkan
pekerjaan yang tidak produktif yang dapat menimbulkan masalah moral dan
konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali di rumah sakit,
manajer perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil
kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreativitas yang positif dan
membangun bila dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu
fungsi dan menghancurkan, menghabiskan energi serta mengurangi
keefektifan organisasi dan pribadi.
Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreativitas, menyebabkan
perilaku bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya
keinginan untuk bekerja ke arah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan
jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik jangan sampai meluas.
Dapus
Nursalam, M. Nurs, (Hons). (2012). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan profesional Edisi ke tiga. Jakarta: Salemba medika
Simamora, R. (2012). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC
b. Dimensi kepuasan

18
Mutu pelayanan keperawatan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan
oleh profersi keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan pasien dalam
mempertahankan keadaan dari segi biologis, psikologis, sosial dan spiritual
pasien (Suarli Bachtiar,2012)
Mutu pelayanan keperawatan adalah asuhan keperawatan professional yang
mengacu pada 5 dimensi kulaitas pelayanan yaitu realibity, tangibles, assurance,
responsives dan emphaty) (Bauk et al 2013)
Mutu pelayanan keperawatan adalah merupakan suatu pelayanan yang
menggambarkan produk dari pelayanan keperawatan itu sendiriyang meliputi
secara biologis, psikologis, sosial dan spiritual pada individu sakit maupun yang
sehat dan dilakukan sesuai standar keperawatan (Asmuji,2012)
Berdasarkan pernyataan ketiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa
pelayanan keperawatan merupakan kegiatan atau upaya pelayanan yang dapat
dilakukan secara mandiri atau bersama sama dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara holistik.
DIMENSI Mutu Pelayanan Keperawatan Windy (2009) menyatakan
bahwa dimensi mutu dalam pelayanan keperawatan terbagi kedalam 5 macam,
diantaranya:
1) REABILITAS ( REABILITY )
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk
memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana
dalam hal ini di definisikan sebagai pelayanan keperawatan yang konsisten.
Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah:
prosedur penerimaan pasien dan pemberian perawatan yang cepat dan tepat;
jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian
makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan tidak berbelat
belit.
2) DAYA TANGGAP (RESPONSIVENESS )
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’
dan memberikan ‘pelayanan yang cepat/ tanggap’. Ketanggapan juga
didasarkan pada persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik
disekitar pasien merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena
itu ketanggapan dalam pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai
berikut: perawat memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh
pasien; kesediaan perawat membantu pasien dalam al beribadah; kemampuan

19
perawat untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan
perawat cepat dapa saat pasien membutuhkan.

3) JAMINAN ( ASSURANCE )
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga
pasien menjadi yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk
mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh
komponen; ‘kompetensi’, yang berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan peratan dalam memberikan pelayanan keperawatan;
‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap
perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai
tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan
menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien aman.
4) EMPATI ( EMPHATY )
Empati lebih merupakan ‘perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien
secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati
dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu: perawat diberikan kepada
semua pasien tanpa memandag status sosial dan lain-lain.
5) BUKTI FISIK / BUKTI LANGSUNG (TANGIBLE )
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staff keperawatan’.
Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan
melalui: kebersihan, kerapihan, dan kenyamanan ruang perawatan; penataan
ruang perawatan, kelengkapan, kesiapandan kebersihan peralatan perawatan
yang digunakan; dan kerapihan serta kebersihan penampilan perawat.
c. Gaya kepemimpinan
Tipe kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Tipe kepemimpinan yang dikenal dan diakui
keberadaanya dalam manajemen pendidikan (Marlina, 2013) yaitu:
1) Kepemimpinan Otokratik
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian
karakteristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif.
Dengan istilah lain pemimpin tipe otokratik adalah seorang yang egois.
Dengan egoismenya pemimpin otokratik melihat perananya sebagai
sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional. Seorang

20
pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang memiliki sikap
sebagai berikut:
a) Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
b) Mengindentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c) Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata
d) Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e) Tergantung pada kekuasaan formilnya
f) Dalam tindakan pengerakannya sering mempergunakan approach
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum (Fattah, 2004
dalam Marlina 2013).
Pemimpin bertindak sebagai diktator, pemimpin adalah pengerak
dan penguasa kelompok. Kewajiban bawahan atau anggota-anggotanya
hanyalah mengikuti dan menjalankan, tidak boleh membatah ataupun
mengajukan saran (Afifuddin, 2005 dalam Marlina, 2013). Dalam
kepemimpinan otokratik ini terlihat bahwa dalam melaksanakan
kepemimpinannya, pemimpin bertindak sebagai penguasa sehingga
segala tindakan dan keputusan atas suatu masalah sesuai dengan
kehendak pemimpin. Dalam tipe kepemimpinan yang seperti ini, setiap
bawahan harus taat dan patuh dengan aturan dan kebijakan yang dibuat
oleh pemimpinnya.

2) Kepemimpinan yang Laissez Faire (Masa Bodoh)


Laissez faire (kendali bebas) merupakan kebalikan dari pemimpin
otokrtatik. Jika pemimpin otokkratik selalu mendominasi organisasi maka
pemimpin laissez faire ini memberi kekuasaan sepenuhnya kepada
anggota atau bawahan. Bawahan dapat mengembangkan sarannya
sendiri, memecahkan masalahnya sendiri dan pengarahan tidak ada atau
hanya sedikit (Afifuddin, 2005 dalam Marlina, 2013). Adapun sifat
kepemimpinan laissez faire seolah-olah tidak tampak, sebab pada tipe ini
seorang pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada para
anggotanya dalam melaksanakan tugasnya. Disini seorang pemimpin
mempunyai kenyakinan bahwa dengan memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya terhadap bawahan maka semua usahanya akan cepat
berhasil. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang dipimpin
dengan gaya laissez faire semata-mata disebabkan karena kesadaran dan
dedikasi beberapa anggota kelompok dan bukan karena pengaruh dari

21
pemimpinnya (Sutikno, 2009 dalam Marlina, 2013). Dari pernyataan di
atas terlihat jelas bahwa tipe kepemimpinan jenis ini menggambarkan
pemimpin yang tidak mau berfikir keras. Hal ini terlihat bahwa pemimpin
jenis ini memberikan kuasa penuh kepada bawahannya baik dalam
melaksanakan berbagai kegiatan yang ada dalam organisasi itu, maupun
memberikan kebebasan kepada bawahannya dalam mengatasi masalah
yang ada dalam organisasi, termasuk organisasi pendidikan. Jika hal ini
dibiarkan maka proses pembelajaran yang akan berlangsung tidak akan
ada yang mengarahkannya karena setiap guru akan berbuat dan bertindak
sendiri-sendiri dalam melaksanakan proses pembelajarannya itu. Tipe
kepemimpinan yang seperti ini biasanya akan menimbulkan rasa kurang
memiliki terhadap lembaga tempat mereka bekerja karena mereka akan
bekerja sesuai dengan keinginan mereka sendiri bukan berdasarkan
kepada petunjuk atau pun keputusan dari pemimpin. Pemimpin yang
seperti inimenafsirkan demokrasi dalam arti keliru, karena demokrasi
seolaholah diartikan sebagai kebebasan bagi setiap anggota untuk
mengemukakan dan mempertahankan pendapat dan kebijakannya
masing-masing.
3) Kepemimpinan Demokratis
Dari kata “demokratis” ini tergambar bahwa apa yang akan kita putuskan
dan laksanakan itu disepakati dan dilakukan bersamasama. Tipe
demokratis berlandaskan pada pemikiran bahwa aktifitas dalam
organisasi akan dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan apabila berbagai masalah yang timbul diputuskan
bersama antara pejabat yang memimpin maupun para pejabat yang
dipimpin. Seorang pemimpin yang demokratis menyadari bahwa
organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga mengambarkan
secara jelas beragam tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi
tercapainya tujuan organisasi (Suryosubroto, 2010 dalam Marlina, 2013).
Dalam tipe kepemimpinan yang demokratis ini sangat berbeda dengan
kedua tipe kepemimpinan sebelumnya karena pada tipe kepemimpinan
demokratis ini, pemimpin tidak bertindak otoriter dan tidak pula
menyerahkan segala sesuatunya kepada bawahannya. Dalam tipe ini
terlihat bahwa antara atasan yang dalam hal ini pemimpin terhadap

22
bawahannya sama-sama bekerja sama mulai dari perencanaan sampai
pada evaluasi kegiatan yang telah dilakukan. Ini berarti bahwa setiap
pemimpin mengambil keputusan dan kebijakannya akan selalu
mendiskusikan dengan bawahannya. Bawahan akan selalu dimintai
pendapat dan saran dalam pengambilan berbagai keputusan dalam
organisasi itu. Kepemimpinan demokrasi selalu menyadari bahwa
dirinya merupakan bagian dari kelompoknya. Berhasil tidaknya suatu
pekerjaan bersama terletak pada kelompok dan pimpinan.
4) Kepemimpinan Kharismatik
Tipe kepemimpinan yang kharismatik ini pada dasarnya merupakan tipe
kepemimpinan yang didasarkan pada kharisma seseorang. Biasanya
kharisma seseorang itu dapat mempengaruhi orang lain. Dengan
kharisma yang dimiliki seseorang, orang tersebut akan mampu
mengarahkan bawahannya. Seorang pemimpin yang karismatik memiliki
karakteristik khusus yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga
mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya.
5) Kepemimpinan Tipe Militeristik
Tipe kepemimpinan yang biasa memakai cara yang lazim digunakan
dalam kemiliteran. Pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang
pemimpin yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a) Dalam mengerakan bawahan lebih sering mempergunakan system
perintah
b) Dalam mengerakan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya.
c) Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan
d) Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
e) Sukar menerima kritikan dari bawahannya
f) Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan

d. Teori motivasi
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk
melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai
rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan
hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu
tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan
untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan..

23
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat
intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang
termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan
tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga
dikatakan seorang melakukan hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut
menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun
kompensasi.
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan
untuk memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia
akan dapat menjadi seperti apa. Landy dan Becker membuat pengelompokan
pendekatan teori motivasi ini menjadi 5 kategori yaitu teori kebutuhan,teori
penguatan,teori keadilan,teori harapan,teori penetapan sasaran.

1) Teori Motivasi Abraham Maslow (1943-1970)


Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan
yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah.
Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan
Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang
lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi.
Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum
kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.

Aktualisasi diri
penghargaan
sosial
keamanan
Faali

a) Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)


b) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
c) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang
lain, diterima, memiliki)
d) Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan
mendapatkan dukungan serta pengakuan)

24
e) Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami,
dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan
keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan
menyadari potensinya.Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh,
pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang
dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang
hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika
dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan
mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam
masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari
makan, perlindungan, dan rasa aman.

2) Teori Motivasi Herzberg (1966)


Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan.
Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator
(faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari
ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan,
kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor
motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang
termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat
kehidupan, dsb (faktor intrinsik).

3) Teori Motivasi Douglas Mc Gregor


Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan
teori y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yang dipegang manajer
a) karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b) karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
c) Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d) Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang
dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat
teori Y :
a) karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat
dan bermain.

25
b) Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran.
c) Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.

4) Tori Motivasi Vroom(1964)


Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan.
Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu:
a) Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
b) Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil
dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan
outcome tertentu).
c) Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral,
atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi
harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang
diharapkan

5) Achievement TheoryTeori achievement Mc Clelland (1961),


Teori ini dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini disebut juga
sebagai Mc.Clelland’s Achievement Motivation Theory atau teori motivasi
prestasi McClelland. Dalam teorinya, McClelland (dalam Walgito, 2010)
mengemukakan bahwa motif sosial merupakan motif yang kompleks dan
merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia. Motif sosial
merupakan hal yang penting untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
individu dan kelompok. McClelland juga berpendapat bahwa individu
mempunyai cadangan energi potensial, yang mana energi ini dilepaskan dan
dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan
situasi, serta peluang yang tersedia. McClelland berpendapat bahwa motivasi
itu dapat dibedakan dalam :
a) Motivasi untuk berprestasi / Need of Achievement (n-Ach)
Motivasi untuk berprestasi merupakan dorongan untuk mengungguli,
berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

26
Individu yang mempunyai motivasi atau need ini akan meningkatkan
performance, sehingga dengan demikian akan terlihat kemampuan
berprestasinya. Menurut Koestner (dalam Frey, Hartig, & Rupp, 2009)
individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah individu motivasiya
bersifat ekstrinsik. Ciri-ciri individu yang menunjukkan orientasi tinggi
antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, senang dalam
menghadapi tugas-tugas yang sulit, keinginan untuk mendapatkan umpan
balik tentang hasil kerja mereka.
Need of Achievement atau n-Ach adalah motivasi untuk berprestasi,
karena itu individu akan berusaha mencapai prestasi tertingginya,
pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan
kemajuan dalam pekerjaan. Individu perlu mendapat umpan balik dari
lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
Ciri-ciri dari individu yang memiliki need of achievement adalah sebagai
berikut :
(1)Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
(2)Mencari feedback tentang perbuatannya.
(3)Memilih resiko yang tinggi di dalam perbuatannya.
(4)Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
b) Motivasi untuk berkuasa / Need of Power (n-Pow)
Dalam interaksi sosial, individu akan mempunyai motivasi untuk
berkuasa. Motivasi untuk berkuasa adalah motivasi yang membuat orang
lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa
tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu
untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. McClelland
menyatakan bahwa motivasi untuk berkuasa sangat berhubungan dengan
motivasi dalam mencapai suatu posisi kepemimpinan.
Need of Power atau n-Pow adalah motivasi terhadap kekuasaan.
Individu memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya,
memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk
menang. Individu yang memiliki power of need yang tinggi akan
mengadakan kontrol, mengendalikan atau memerintah orang lain, dan ini
merupakan salah satu indikasi atau salah satu manifestasi dari need of
power tersebut. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise
pribadi. Ciri-ciri dari individunya adalah :
(1) Menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan.

27
(2) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi
dimanapun dia berada.
(3) Melakukan sesuatu untuk dapat mempengaruhi orang lain dan dapat
mengekspresikan motif kekuasaannya.
(4) Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok
atau organisasi.
c) Motivasi untuk berafiliasi atau bersahabat / Need of Affiliation (nAff)
Afiliasi menunjukkan bahwa individu memiliki motivasi untuk
berhubungan dengan individu lainnya. Motivasi untuk berafiliasi adalah
hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu
merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, selalu
mencari teman dan mempertahankan hubungan yang telah dibina dengan
individu lain tersebut, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan
pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi
umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang
tinggi. Orang-orang dengan need of affiliation yang tinggi ialah orang
yang berusaha mendapatkan persahabatan. Ciri-cirinya adalah :
(1)Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaannya daripada segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan
tersebut.
(2)Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama dengan
orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.
(3)Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
(4)Lebih suka bersama dengan orang lain dan selalu berusaha
menghindari konflik.
6) Clayton Alderfer ERG
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan
pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan
(relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda
dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika
kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka
manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan
kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.

e. Metode asuhan
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam,
yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen
perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien.

28
1) Macam metode penugasan
a) Metode Fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian
tugas dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan
tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di
suatu ruangan. Model ini digambarkan sebagai keperawatan yang
berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu ditugaskan
pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat hanya melakukan 1-2 jenis
intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal. Misalnya seorang
perawat bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang yang
lain untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian
intravena, seorang lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan, yang
lain memberi bantuan mandi dan tidak ada perawat yang bertanggung
jawab penuh untuk perawatan seorang pasien.
Model fungsional ini merupakan metode praktek keperawatan yang paling
tua yang dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada saat perang
dunia kedua.
Kelebihan :
(1) Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu
singkat dengan pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik
(2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
(3) Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja
(4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai kerja.
(5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk tugas sederhana.
(6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik
yang melakukan praktek untuk ketrampilan tertentu.

Kelemahan :
(1) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga
kesulitan dalam penerapan proses keperawatan.
(2) Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas
pekerjaan.
(3) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan
ketrampilan saja
(4) Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.
(5) Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat

29
(6) Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk

30
b) Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat.
Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan
berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya
(Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh
pimpinan kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung jawab
dalam mengarahkan anggota group / tim. Selain itu ketua group bertugas
memberi pengarahan dan menerima laporan kemajuan pelayanan
keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan
tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya ketua tim melaporkan
pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan / asuhan keperawatan
terhadap klien.

Menurut Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang harus


diperhatikan:

(1) Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat


penugasan bagi
(2) Anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
(3) Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik
atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.
(4) Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan
kepada kelompok pasien.
(5) Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses.
Komunikasi meliputi: penu!isan perawatan klien, rencana perawatan
klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan tim untuk
mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik informal di antara
anggota tim.

Kelebihan:
(1) Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.
(2) Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.

31
(3) Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk
belajar.
(4) Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
(5) Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang
berbeda-beda secara efektif.
(6) Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf
secara keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan bahwa ia
mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan keperawatan yang
diberikan
(7) Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat
dipertanggungjawabkan
(8) Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama
bertugas.

Kelemahan:

(1) Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi
anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai
perawat pemimpin maupun perawat klinik

(2) Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila


konsepnya tidak diimplementasikan dengan total

(3) Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim
ditiadakan, sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.

(4) Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu tergantung
staf, berlindung kepada anggota tim yang mampu.

(5) Akontabilitas dari tim menjadi kabur.

(6) Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena


membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.

32
c) Metode Primer.
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan
beberapa konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer
merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana perawat
primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan
pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk
rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat
primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika
perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan
kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah
disusuni oleh perawat primer.

Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan
mengetahui bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab
perawat primer tertentu. Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien.
Seorang perawat primer mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan
kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat membuat
jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain

33
sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.

Metode keperawatan primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang


ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien
dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan
koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Kelebihan :

(1) Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan untuk pengembangan diri.

(2) Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi


meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat

(3) Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat


primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang
hospitalisasi.

(4) Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer


operasional dan administrasi

(5) Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan


keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat
primer adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan
ilmu pengetahuan.

(6) Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi


tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi
dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan
kliennya.

(7) Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.

(8) Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan
supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada
klien.

34
(9) Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena
terpenuhi kebutuhannya secara individu.

(10) Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.

(11) Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan


perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.

(12) Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.

(13) Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.

(14) Metode ini mendukung pelayanan profesional.

(15) Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga


keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi

Kelemahan:

(1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional


(2) Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki
akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan
asuhan keperawatan untuk klien.
(3) Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.
(4) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama.
(5) Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.

d) Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap
pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien
dengan pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan untuk perawatan khusus seperti isolasi,
intensive care, perawat kesehatan komunitas.
Kelebihan :
(1) Perawat lebih memahami kasus per kasus

35
Kekurangan :
(1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
(2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama
e) Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan
modifikasi antara tim dan primer.
Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai
dengan kondisi sumber daya manusia yang ada, antara lain adalah:
(1) Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan
keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga
perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang
berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat
melakukan riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan
(2) Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan
kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu
tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi
tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area
spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-
hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat
spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area
spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-
hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat
spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)

36
(3) Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen
utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi
metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
(4) Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKP)
merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada
model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan
dokumentasi asuhan keperawatan
f. Teori komunikasi
Istilah komunikasi atau communication dalam Bahasa Inggris berasal
dari kata Latin communis yang berarti sama, communico,
communication atau communicare yang berarti membuat sama (to make
common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering
disebut-sebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar
dari kata-kata Latin lainnya yang mirip (Mulyana, 2002: 41).
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan
dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer
menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal
tersebut, seperti dalam kalimat “Kita berbagi pikiran”, “Kita
mendiskusikan makna”, dan “Kita mengirimkan pesan”.
Banyak ahli mendefinisikan komunikasi. Menurut Carl I. Hovland,
ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan
secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap (Effendy, 2007: 10). Definisi Hovland ini
menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan
saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat
umum (public opinion) dan sikap public (public attitude) yang dalam

37
kehidupan sosial dan politik memainkan peranan yang sangat penting.
Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian
komunikasinya sendiri. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah
proses mengubah perilaku orang lain.
Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who
Says What In Which Channel To Whom With What Effect? (Effendy,
2007: 10).
Paradigm Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima
unsure sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
1) Komunikator (communicator, source, sender)
2) Pesan (message)
3) Media (channel)
4) Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
5) Effek (effect, impact, influence)

Berdasarkan paradigma Lasswell ini, komunikasi adalah proses


penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu.

g. SOP KARU
Tugas pokok : Menyelenggarakan, mengawasi serta mengendalikan
kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap yang berada di
bawah tanggung jawabnya
Uraian tugas Kepala Ruangan, yaitu :
1) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
a) Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
b) Mengawasi serah terima setiap dinas pagi
c) Membimbing dalam penerapan proses keperawatan dan
memulai pelaksanaan asuhan keperawatan
d) Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah yang ada
2) Mengkoordinir/ mengatur tenaga keperawatan
a) Membuat daftar dinas
b) Mengatur pembagian tenaga setiaphari
c) Mengatur cuti tahunan
d) Bersama Ka. SMF membuat DP3
e) Memperhatikan kesejahteraan tenaga
f) Orientasi tenaga baru
3) Mengatur pengendalikan logistic
a) Mengatur kelengkapan inventaris keuangan

38
b) Mengawasi kelengkapan kebutuhan sehari-hari termasuk
makan pasien untuk ruangan rawat inap
c) Mengajukan permintaan alat-alat ruangan dan makan pasien
dan rawat inap
d) Melaporkan sarana dan prasarana yang rusak ke IPSRS
e) Membuat laporan tahunan
4) Mengatur mengendalikan kebersihan ruangan
a) Mengatur tenaga kebersihan
b) Mengawasi perlengkapan alat-alat diruangan
c) Menilai dan melaporkan pelaksanaan kebersihan
5) Mengadakan koordinasi
a) Mengadakan rapat dengan staf ruangan satu kali sebulan dan
sewaktu-waktu bila diperlukan
b) Menciptakan dan memelihara kerja yang harmonis dengan
pasien, keluarga dan tim kesehatan
6) Pencatatan dan pelaporan
a) Membuat laporan ruangan
b) Membuat laporan harian ke kabid perawatan
c) Membuat laporan sensus harian
d) Membuat laporan-laporan berkala/ bulan
e) Mencatat dan merinci pembayaran pasien
7) Inventaris ketenagaan asuhan keperawatan
a) Ketenagaan
b) Asuhan keperawatan
c) Peserta didik
d) Infeksi nosokomial
e) Menyimpan data pegawai

Tanggung jawab kepala Ruangan

Secara garis besar,tanggung jawab kepala ruangan terbagi menjadi


empat yaitu, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan.

1) Perencanaan
Tahap perencanaan:
a) Menunjuk ketua tim bertugas di ruangan masing-masing
b) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
c) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
d) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
2) Pengorganisasian
a) Tahap pengorganisasian:
b) Merumuskan metode penugasan yang digunakan

39
c) Merumuskan tujuan metode penugasan
d) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses
dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dll
3) Pengarahan
Tahap pengarahan:
a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b) Memberimotivasi dalam peningkatan pengetahuan keterampilan
dan sikap
c) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
d) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melakukan tugasnya.

4) Pengawasan
Pengawasan terbagimenjadi 2 bagian yaitu:
a) Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun
pelaksana mengenai askep yang diberikan kepada pasien
b) Melalui supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan cara:
(1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri,
atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki
ataumengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga
(2) Pengawasan tidak langsung melalui mengecek daftar hadir
ketua tim, membaca, dan memeriksa rencana keperawatan serta
catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan
dilaksanakan
(3) Evaluasi, yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah
disusun bersama ketua tim
(4) Audit keperawatan.

40
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika


keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang
terancam.Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: intrapersonal,
interpersonal dan intergroup.Penyebab KonflikPerilaku
menentang.Proses konflik konflik laten,konflik yang dirasakan (felt
konflik),konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan,resolusi konflik
dan konflik “Aftermatch”.Penyelesaian konflik Pengkajian, identifikasi
dan intervensi. Strategi penyelesaian konflik dengan cara kompromi
atau negosiasi, kompetensi, akomodasi, smoothing, menghindar dan
kolaborasi.

Mutu pelayanan keperawatan adalah asuhan keperawatan


professional yang mengacu pada 5 dimensi kulaitas pelayanan yaitu
realibity, tangibles, assurance, responsives dan emphaty) . Dimensi
Mutu Pelayanan Keperawatan terbagi kedalam 5 macam,
diantaranya: reabilitas, daya tanggap, jaminan,empati, dan bukti fisik.

Tipe kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin


dalam mempengaruhi para pengikutnya. Macam – macam tipe
kepemimpinan kepemimpinan otokratik,kepemimpin Laissez Faire
(Masa Bodoh),kepemimpinan Demokratis, kepemimpinan kharismatik,
kepemimpinan tipe militeristik.

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang


untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Banyak teori motivasi
diantaranya teori motivasi Abraham Maslow ,teori motivasi Herzberg
dan lain – lain. Metode asuhan atau model pemberian asuhan
keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional,

41
model tim, model primer, model manajemen perawatan, dan model
perawatan berfokus pada pasien.

Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan


dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer
menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal
tersebut, seperti dalam kalimat “Kita berbagi pikiran”, “Kita
mendiskusikan makna”, dan “Kita mengirimkan pesan”.

SOP KARU,tugas pokoknya adalah menyelenggarakan,


mengawasi serta mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di
ruang rawat inap yang berada di bawah tanggung jawabnya.

DAFTAR PUSTAKA
Academia,http;//www.acedemia.edu/15055964/URAIAN_TUGAS_KEPALA_RU
ANGAN_RAWAT_INAP. (diakses pada tanggal : 26 September
2018Asmuji. 2012. Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi.
Jogjakarta: ArRuzz Media.

Academia. http://www.academia.edu/16759287/149650329-Komunikasi-Dalam-
Manajeman-Keperawatan. diakses pada tanggal 26 september 2018

42
Irina. (2015). https://www.google.co.id/http://thesis.binus.ac.id/doc/bab2/Irina/
diakses pada tanggal 25 september 2018 14:50 WIB

Marlina, L. (2013). Tipe-tipe Kepemimpinan dalam Manajemen Pendidikan.


Ta’bid Vol. XVIII, No. 02, Edisi Nopember 2013. Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Raden Fatah Palembang.

Rakhmawati, Windy. (2012) Pengawasan dan Pengendalian Dalam Pelayanan


Keperawatan. Dalam pelatihan Manajemen Keperawatan RSUD ’45
Kuningan, 11-16 Mei 2009

Repository,http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15621/6.%20
BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y (Diakses pada tanggal 27
September 2018, pukul 06.10).

Setiadi. (2015) . http://anzdoc.com/download/metode-penugasan-dalam-


pelayanan-keperawatan-by-setiadi.
Suarli, S dan Bahtiar. (2012). Manajemen keperawatan dengan pendekatan
praktis. Jakarta: Erlangga.

43

Anda mungkin juga menyukai