Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Bilik mata depan adalah ruang yang terdapat antara kornea dan iris.
Sedangkan bilik mata belakang adalah ruang yang lebih kecil yang terdapat diantara
iris dan lensa. Kedua ruangan ini diisi oleh cairan aqueous. Berbagai perubahan yang
terjadi pada mata dapat menyebabkan perubahan dari cairan aqueous dan bilik mata
depan. Karena itu gambaran klinis pada bilik mata depan dapat membantu dalam
menegakan diagnosa penyakit, juga dalam memantau respons pasien terhadap terapi.
Reaksi inflamasi iris dan badan siliar akan memberikan gambaran Anterior
chamber cell and flare di bilik mata depan. Diartikan sebagai kumpulan sel dan
peningkatan protein (flare) di aqueous humor. Kumpulan sel biasanya terdiri dari sel
darah putih, disebut juga hipopion. Kadang bisa juga terdiri dari sel darah merah,
disebut sebagai hifema. Kumpulan sel ini akan mengendap di bagian inferior,
membentuk lapisan yang dapat terlihat di bilik mata depan.1
Sel darah di bilik mata depan merupakan hasil pelepasan sel darah akibat
dilatasi pembuluh darah di iris dan badan siliar. Adanya sel di bilik mata depan
memberikan gambaran penyakit yang onsetnya akut. Sedangkan flare adalah
akumulasi dari protein di bilik mata depan. Dapat menetap, bahkan setelah sel darah
tidak ditemukan lagi. Mungkin disebabkan karena adanya kebocoran persisten dari
blood-aqueous barrier. Maka dari itu, presentasi flare sendiri tidak dapat dijadikan
pegangan sebagai gejala inflamasi yang masih aktif.2

1. 2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah
a) Untuk mengetahui definisi hipopion
b) Untuk mengetahui etiologi hipopion
2

c) Untuk mengetahui factor-faktor resiko terjadinya hipopion


d) Untuk mengathui epidemiologi hipoppion
e) Untuk mengetahui patofisiologi hipopion
f) Untuk mengetahui gejala klinis hipopion
g) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjanghipopion
h) Untuk mengetahui diagnosis hipopion
i) Untuk mengetahui diagnosis banding hipopion
j) Untuk mengetahui komplikasi hipopion
k) Untuk mengetahui penatalaksanaan hipopion
l) Untuk mengetahui prognosis hipopion

1.3 Manfaat penulisan


Manfaat yang bisa didapatkan dari penulisan ini adalah dapat mengetahui
mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang,
komplikasi, penatalaksanaan, serta prognosis dari hipopion.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi Bilik Mata Depan


Bilik mata depan atau disebut juga segmen anterior terdiri dari Uvea anterior
dan lensa mata, sedangkan di bagian anterior dibatasi oleh kornea1.

Gambar 2.1. Anataomi bola mata dan bilik mata depan10

2.1.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleraris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 12,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda. 9
4

Gambar 2.2 Anatomi Kornea10

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:

1. Lapisan epitel

 Tebalnya 40 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang


saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman
5

 Lapisan Bowman adalah lapisan yang terkuat dan terbentuk dari lapisan
fibril kolagen yang tersusun secara random.
 Ketebalan lapisan ini sekitar 8-14 mikro meter. Bila terjadi luka yang
mengenai bagian ini maka akan digantikan dengan jaringan parut karena
tidak memiliki daya regenerasi.

Gambar 2. 3. Lapisan Kornea10

3. Jaringan Stroma

 Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
6

serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. Jenis


kolagen yang dibentuk adalah tipe I, III dan VI.
 Transparansi kornea juga ditentukan dengan menjaga kandungan air di
stroma sebesar 78%.

4. Membran Descement

 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma


kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.

5. Endotel

 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.
 Sel endotel mempunyai fungsi transport aktif air dan ion yang
menyebabkan stroma menjadi relatif dehidrasi sehingga terut menjaga
kejernihan kornea
2.1.2 Uvea anterior (iris dan badan siliaris)
Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu:
 Iris dengan lubang di tengah yang disebut pupil. Pupil berfungsi
m,engendalikan cahaya yang masuk dengan mengecil (miosis) yang
merupakan suatu akibat dari aktivitas parasimpatis melalui N. III
dan juga bias melebar (midriasis) oleh aktivitas saraf simpatis.
 Badan siliaris, berfungsi untuk menghasilkan aquos humour. Aquos
humour berfungsi untuk mengendalikan tekanan bola mta (selain
7

badan kaca). Pada terapi gloukoma, yaitu dengan cara


mengendalikan badan siliaris.
 Choroid berada Di sebelah dalam dibatasi oleh membran Brunch
dan luar dibatasi oleh sclera. Retina terletak pada sebelum
membrane Brunch.
2.1.3 Lensa Mata
Berbentuk bikonveks, avaskular, dengan ketebalan 4mm dan
diameter 9mm. kekuatan refraksi lensa adalah 20 Dioptri. Lensa terdiri
darei 65% air dan 35% protein.

2.2 Definisi
Hipopion didefinisikan sebagai pus steril yang terdapat pada bilik mata depan.
Hipopion dapat terlihat sebagai lapisan putih yang mengendap di bagian bawah bilik
mata depan karena adanya gravitasi

Gambar 2. 4 Gambaran klinis Hipopion10


8

Gambar 2.5 Gambaran klinis hipopion

Derajat Jumlah Sel Efek Tyndall


0 Normal <5 sel/ lapang pandang Nola tau sedikit
1 Ringan, 5-10 sel/lapang pandang Ringan
2 Sedang, 11-20 sel/lapang pandang Sedang
3 Aagak berat, 21-50 sel/ lapang pandang Aagak berat
4 Hipopion

Tabel. 2.1 Derajat jumlah sel dan efek Tyndall pada BMD 11

2. 3 Etiologi
Hipopion merupakan reaksi inflamasi di bilik mata depan. Karena itu
semua penyakit yang berhubungan dengan uveitis anterior dapat menyebabkan
terjadinya hipopion. Hipopion dapat timbul pasca bedah, trauma dan disebabkan oleh
karena adanya infeksi. Pembedahan dengan komplikasi hipopion contohnya
keratoplasty 12.
9

Hipopion dapat timbul setelah operasi atau trauma disebabkan karena


adalanya infeksi. Misalnya pada keratitis. Bakteria, jamur, amoba maupun herpes
simplex dapat menyebabkan terjadinya hipopion. Bakteri patogen yang umumnya
ditemukan adalah Streptococcus dan Staphylococcus Aureus. Selain itu, bakteri gram
negative yang pernah dilaporkan menyebabkan infeksi pascabedah yakni Alcaligens
xylosoxidans 13. Hipopion karena infeksi jamur jarang ditemukan dan salah satunya
disebabkan oleh Candida14.
Beberapa keadaan yang dapat memberikan gambaran hipopion,
diantaranya5,6:

2.3.1 Keratitis dan Ulkus Kornea


Apabila terjadi peradangan hebat tapi belum terjadi perforasi dari
ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan
siliar, dengan melalui membran Descemet, endotel kornea ke cairan bilik mata
depan. Dengan demikian iris dan badan siliar mengalami peradangan dan
timbulah kekeruhan di cairan bilik mata depan disusul dengan terbentuknya
hipopion.

2.3.2 Uveitis Anterior


Peradangan yang terjadi dari iris dan badan siliar menyebabkan
penurunan permeabilitas dari blood-aqueous barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin dan sel radang dalam cairan aqueous. Dari proses
tersebut dapat terbentuk hipopion. Uveitis dengan hipopion antara lain dapat
didadasari oleh leprosy, leukemia, sifillis, toksokariasis, infeksi bakteri
endogen dan timbunan protein lensa1516 .

2.3.3 Endoftalmitis dan Panoftalmitis


Hipopion merupakan salah satu manifestasi klinis endoktalmitis
karena terjadinya infeksi.
10

Gambar 2.5 Hipopion pada Endoftalmitis10

Gambar 2.6 Hipopion pada Endftalmitis 10

2.3.4 Sindrom Behcet


Hipopion merupakan salah satu gejala yang termasuk dalam sindrom
behcet. Sindrom ini terdiri dari trias yang meliputi inflamasi ocular, ulkus oral
dan ulkus genital Manifestasi infestasi ocular terbanyak adalah berupa
hipopion.17

2.3.5 Rifabutin
Merupakan terapi profilaksis untuk Mycobacterium avium complex
(MAC) pada penderita dengan HIV-aids. Uveitis merupakan efek samping
yang dapat terjadi pada pemakaian Rifabutin. Selang waktu antara mulainya
terapi rifabutin den munculnya hipopion berkisar antara 2 minggu hingga 7
bulan.18

2.3.6 Trauma
Corpus alienum, toxic lens syndrome, post operasi dengan infeksi
sekunder.

2.3.7 Penyebab non infeksius


11

Selain sindrom Behcet dan penyakit lain yang mendasari hipopion


antara lain sistemik lupus eritomatosus (SLE), limfoma, leukemia,
sarkoidosis. Selain itu, hipopion juga dpat muncul sebagai salah satu dari
TASS (Toxic Anterior Segment Syndrome) yang dapat terjadi setelah proses
pembedahan. TASS muncul karena agen toksis non infeksius terkait proses
pembedahan, seperti:
 OVD (Ophthalmic Viscosurgical Devices)
 Talcum pada sarung tangan
 Salep mata topical
 Perubahan pH dan osmolaritas cairan intraokuler
 Detergen
 Lidocain gel dan gel anstetik
 Antiseptic topical
 Kontaminan pada pemasangan IOL
Di samping hal tewrsebut, hipopion juga dapat muncul setelah injeksi
intravitreal Triamsinolon asetonid seperti pada pasien Uveitis19.

2.4 Faktor resiko


Factor resiko terjadinya hipopion antara lain20.:
 Pembedahan pada mata yang melibatkan manipulasi pada segmen anterior
mata. Misanya pada PRK, LASIK (Laseer In Situ Keratomileusis), dan
operasi ekstraksi lensa dengan pemasangan IOL pada katarak
 Defek epithelial yang cukup luas
 Penggunaan kortikosteroid
 Pengguanaan bandage contact lens pascabedah.
 Penggunaan flukonazol pada terapi infeksi oprtunistik MAC dengan
Rifabutin.
12

2.5 Epidemiologi
Hipopion merupakan salah satu tanda atau gejala yang terjadi pada sindrom
Behcet yang terdiri dari trias berupa lesi pada mukosa oral, ulserasi pada genital dan
iritis hipopion terjadi pada 41% kasus keratitis bacterial14.

2. 6 Patofisiologi
Struktur yang berhubungan dengan hipopion adalah iris dan badan siliar.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan penurunan permeabilitas dari blood-
aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel radang dalam
cairan aqueous, sehingga memberikan gambaran hipopion. Hipopion juga dapat
muncul sebagai manifestasi ocular pada ALL sebagai hasil infiltrasi langsung sel
leukemik akibat dari respon hematologis yang abnormal terhadap infeksi oportunis21.
Adanya pus di bilik mata depan biasanya memberikan gambaran lapisan
putih. Karena pus bersifat lebih berat dari cairan Aquous, maka pus akan mengendap
dibagian bawah bilik mata depan. Kuantitas dari hipopion biasanya berhubungan
dengan virulensi dari organism penyebab dan daya tahan dari jarinfan yang terinfeksi
itu sendiri. Beberapa organism menghasilkan pus lebih banyak dan lebih cepat seperti
Pneumokokkus, Pseudomonas aeruginosa, Streptokokkyus pyogene, dan
Gonokokku.22. Hipopion yang berwarna kehijauan biasanya disebabkan oleh infeksi
Pseudomonas. Sedangkan hipopion yang berwarna kekuningan bisanya disebabkan
oleh jamur.
Hipopion pada ulkus fungal biasanya dapat terinfeksi karena jamur dapat
menembus membran Descemet. Bakteri memproduksi hipopion lebih cepat dari
jamur sedangkan infeksi virus tidak menyebabkan hipopion. Apabila ditemukan
hipopion pada infeksi virus, biasanya disebabkan adanya infeksi sekunder oleh
bakteri.4

2. 7 Manifestasi Klinis
13

Gejala subyektif yang biasanya menyertai hipopion adalah rasa sakit, iritasi,
gatal dan fotofobia pada mata yang terinfeksi. Beberapa mengalami penurunan visus
atau lapang pandang, tergantung dari beratnya penyakit utama yang diderita.
Gejala obyektif biasanya ditemukan aqueous cell and flare, eksudat fibrinous,
sinekia posterior dan keratitis presipitat.2,3

2. 8 Diagnosis
Diagnosis hipopion ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
menggunakan slit lamp. Pada anamnesa, ditanyakan adanya riwayat infeksi,
pemakaian lensa kontak, trauma, pemakaian obat serta riwayat operasi.
Pada pemeriksaan dengan slit lamp, ditemukan lapisan berwarna putih yang
bersifat opaque pada bagian inferior dari bilik mata depan. Jarang sekali hipopion ini
ditemukan pada bagian lain dari bilik mata depan. Aspirasi jarum pada bilik mata
depan oleh oftalmologis dapat dibutuuhkan untuk mengidentifikasi organisme
penyebab pada infeksi yang resisten.
Hipopion biasanya dinilai berdasarkan tingginya, diukur dari dasar bilik
mata depan dengan satuan milimeter. Atau bisa juga dengan hitungan kasar, misalnya.
ringan, moderat, setengah bilik mata depan dan seluruh mata depan.
 Anamnesis
Gejala subyektif yang biasanya menyertai hipopion adalah rasa
sakit, iritasi, gatal dan fotofobia pada mata yang terkena. Ada juga pasien
yang mengalami penurunan ketajman penglihatan, fotofobia, dan
penyempitan lapang pandang. Keluhan bergantung pada parahnya
penyakit yang mendasari. Kelopak mata dapat bengkak dan terdapat
kemosis pada infeksi yang berat.
 Pemeriksaan
Gejala obyektif biasanya ditemukan aqueous cell and flare,
eksudat fibrinous, sinekia posterior dan keratitis presipitat. Pada
14

pemeriksaan dengan slit lamp, ditemukan lapisan bewarna putih pada


bagian inferior dari bilik mata depan.
Hipopion biasanya dinilai berdasarkan tingginya, diukur dari
dasar bilik mata depan dengan satuan millimeter, warna, keutuhan kornea,
posisi, dan kekentalannya21. Atau dapat juga dnegan hitungan kasar,
misalnya ringan, moderat, setengah bilik mata depan dan seluruh mata
depan. Menurut posisi, hipopion dapat muncul sebagai inverse hypopyon.
Cara terbaik untuk menilai hipopion adalah dengan terlebih dahulu meminta
pasien duduk beberapa saat supaya hipopion dapat mengendap sempurna. Selanjutnya
pasien diminta melihat ke bawah dan sinar diarahkan dari bagian atas-depan iris.1,4
Hipopion dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari TASS yang teridir dari
tanda dan gejala:
 Penurunan tajam penglihatan
 Edema kornea
 Hipopion
 Pupil fixed
Hipopion dapat muncul sebagai tanda endoftalmitis infeksi maupun steril
karena injeksi Triamsinolon intravitreal. Endoftalmitis memerlukan penanganan
emergensi sedangkan hipopionsteril dapat hilang tanpa tatalaksana apapun. Karena
itu, keduanya harus dibedakan dengan Head Tilt test. Tes ini dilakukan dengan
merubah posisi kepala penderita dari tegak menjadi miring ke lateral. Setelah itu
dilakukan penilaian sebagai berikut:
 Pada hipopion karena endoftalmitis infeksi, cairan putih pada bilik mata
depan tidak berubah posisi atau berubah posisi sangat lambat
 Pada hipopionoleh inflamasi steril, terdapat perubahan posisi cairan pada
BMD.
15

2. 9 Diagnosa Banding
Hipopion harus dibedakan dari7:
2.9.1 Pseudohipopion
Pseudohipopion ditemukan pada retinoblastoma, injeksi steroid
okular dan ghost cell glaucoma. Pseudohipopion termasuk dalam
kelompok sindrom masquerade. Untuk membedakan harus dilakukan
pemeriksaan dengan pupil yang telah dilebarkan dengan midriatik.
Sindrom Masquerade disebabkan oleh iridoskisis, atrofi iris esensial,
limfoma maligna, leukemi, sarkoma sel retikulum, retinoblastoma,
pseudoeksfoliatif dan tumor metastasis.

Gambar 2.6 Pseudohipopion dan infiltrasi tumor di iris23

2.9.2 Ghost Cell Glaucoma


Merupakan glaukoma sekunder sudut terbuka dimana trabecular
meshwork mengalami obstruksi oleh sel darah merah yang terdegenerasi,
disebut “ghost cells”. Biasanya didahului oleh trauma.
16

2.9.3 Metastase
Merukapan suatu adanya metastasis, dimana metastasis tersebut
menuju ke bilik mata depan, misalnya dari leukemia dan Ca mammae.

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipopion tergantung dari ringan atau beratnya penyakit
yang mendasarinya. Sel darah putih biasanya akan di reabsorpsi. Tetapi bila hipopion
memberikan gambaran yang berat seperti pada Endoftalmitis dan tidak memberikan
resppon terhadap pemebrian kortikosteroid maka bias dilakukan Anterior Chamber
Parecentesis yang juga memiliki manfaat diagnostik.1,3
Parasentesis diagnostic dilakukan dengan cara:
1. Aplikasi anestesi topical pada kornea dan cul de sac konjungtiva
2. Sterilisasi dengan povidone iodine 5%
3. Mata distabilkan dengan forsep\
4. Parasentesis dilakukan sebanyak 0,1-0,2mL dengan menggunakan
jarum tuberculin 25G atau 30G dengan hati-hati agar tidak melukai
lensa.
Hasil aspirasi cairan BMD tersebut dapat dipakai untuk berbagai keperluan
diagnostic terutama untuk mengetahui mikroorganisme penyebab yang mungkin
terlibat sehubungan dengan penentuan antibiotic atau antifungi yang kan digunakan
utnuk terapi.
Pada kasus hipopion yang berat, terutama dengan disertai peningktan TIO,
maka dilakukan parasentesis dengan slit llamp atau posisi supine menggunakan pisau
V-lance 20 G.
Indikasi parasentesis ini adalah sebagai berikut22:
Hifema toptal tanpa nadanya tanda absorbs setelah beberapa
hari
Ulkus kornea yang tidak respons terhadap terapi konvensional
Hipopion denganm disertai gloukoma sekunder
17

Gloukoma sekunder karena katarak hipermatur, katarak traumatic dan


iridosiklitis.
Penanganan hippo[ion membutuhkan konsultasi segera ke spesialis mata.
Penangan dapat berupa drainase, antibiotic topical, intravitreal, maupun parenteral.
Terapi yang lebih spesifik biasanya bergantung dari penyakit utama yang
m,enyebabkan hipopion.
Terapi yang lebih spesifik biasanya tergantung dari penyakit utama yang
menyebabkan hipopion. Apabila terjadi inflamasi, dapat diberikan kortikosteroid.
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:
 Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
 Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau
periokuler
 Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
 Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
 Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
 Methylprednisolone acetate 20 mg
Cycloplegic dapat diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dengan
memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior
( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan
tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya
protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan
adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan
cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.8
Bila didapatkan infeksi sekunder seperti yang terjasi setelah trauma kornea,
diberikan terapi sesuai penyebab. Infeksi oleh bakteri dengan gentamisin. Infeksi
sekunder pada kornea oleh jamur lebih sulit diterapi secara topical karena antifungi
yang efektif tidak banyak, bioavailibilitas rendah, toksisitas okuler tinggi dan
kemampuan menembus kornea intak yang kurang.
18

Hipopion yang muncul akibat keratitis fungal dapat diterapi dengan


Natamicyn topical dan bila tidak berhasil maka dapat diberikan Amfoterisin B
intrakameral. Hipopion pada ulkus karena jamur memebutuhkan waktu lebih lama
untukkkk terbentuk, kental, bewarna kekuningan dan mengan dung jamur.
Penanganan hipopion pada ulkus kornea pada dasarnya adalah sama dengan
ulkus lain dan seharusnya ditangani sebagai suatu kegawatan. Pasien MRS dan diberi
antibiotic tetes atau dapat pula injeksi antibiotik subkonjungtival. Bila
memungkinkan, bandage lens dan occusert juga digunakan. Semua kasus hipopion
seharusnya mendapat terapi Atropin sulfat 1% dalam bentuk salep. Secar garis besar,
penanganan hipopion pada ulkus kornea berupa23:
 MRS
 Atropinisasi
 Kombinasi sinergis dua antibiotic berspektrum luas dalam bentuk tetes
mata
 Corneal scrapping
 Bila etiologi telah diketahui secara pasti, maka antibiotic diganti denan
pengobatan yang sesuai dengan kausanya.

2. 11 Komplikasi Klinis
Komplikasi hipopion dapat berupa endoftalmitis kronik dan kehilangan
penglihatan secara permanen. Selain itu struktur dari hipopion yang mengandung
fibrin, merupakan reaksi tubuh terhada inflamasi. Tetapi fibrin-fibrin ini dapat
menyebabkan terjadinya perlengketan antara iris dan lensa (sinekia posterior) Bila
seluruh pinggir iris melekat pada lensa disebut seklusio pupil, sehingga cairan dari
cop tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke coa, iris terdorong ke depan, disebut
iris bombe dan menyebabkan sudut coa sempit sehingga timbul glaukoma sekunder.
Peradangan di badan silier dapat juga menyebabkan kekeruhan dalam badan
kaca oleh sel-sel radang, yang tampak sebagai kekeruhan seperti debu. Peradangan ini
19

menyebabkan metabolisme lensa terganggu dan dapat menimbulkan kekeruhan lensa,


hingga terjadi katarak.
Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun mengalami jaringan
organisasi dan tampak sebagai membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan
neovaskularisasi yang berasal dari sistem retina, disebut retinitis proliferans. Bila
membrane ini mengkerut, dapat menarik retina sehingga robek dan cairan badan kaca
masuk kedalam celah retina potensial melalui robekan tersebut sehingga
mengakibatkan ablasi retina.
Bila membrana ini mengkerut, dapat menarik retina sehingga robek dan cairan
badan kaca melalui robekan itu masuk ke dalam celah retina potensial dan
mengakibatkan ablasi retina.5,6

2.12 Prognosis
Hipopion adalah gejala klinis yang muncul sebagai suatu respon inflamasi
yang berat. Sel darah putih dapat diserap sendiri atau diabsorpsi sepenuhnya. Tetapi
prognosis bergantung pada proses yang mendasari (penyakit) dan komplikasi yang
dapat terjadi.1

BAB 3. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:


 Hipopion didefinisikan sebagai pus steril yang terdapat pada bilik mata depan
yang terlihat sebagai lapisan putih yang mengendap di bagian bawah bilik
mata depan.
20

 Hipopion merupakan reaksi inflamasi di bilik mata depan. Karena itu semua
penyakit yang berhubungan dengan uveitis anterior dapat menyebabkan
terjadinya hipopion.
 Etilogi hipopion merupakan proses inflamasi baik karena trauma, bedah,
penyakit infeksi lain yang ,mendasari baik lokal seperti keratitis, ulkus kornea,
uveitis, dan endoftalmitis maupun infeksi sistemik, serta agen toksik non
infeksi dan penyakit non infksi lain seperti sindrom behcet.
 Faktor resiko timbulnya hipopion antara lain riwayat infeksi mata, riwayat
trauma dan pembedahan.
 Patofisiologi struktur yang berhubungan dengan hipopion adalah iris dan
badan siliar. Radang iris dan badan siliar menyebabkan penurunan
permeabilitas dari blood-aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan
protein, fibrin dan sel radang dalam cairan aqueous, sehingga memberikan
gambaran hipopion.
 Diagnosa hipopion ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
menggunakan slit lamp, serta pemeriksaan penunjang lain terkait penyakit lain
yang mendasari terjadinya hipopion.
 Diagnosis banding hipopion berupa pseudohipopion (merupakan tanda
keganasan), Ghost cell gloucoma, dan metastase.
 Penatalaksanaan hipopion biasanya tergantung dari jenis dan derajat penyakit
yang mendasarinya. Bila proses inflamsi akut sudah diatasi, biasanya hipopion
akan direabsorpsi. Tetapi bila hipopion memberikan gambaran yang berat
seperti pada endoftalmitis, maka dapat dilakukan parasentesis.
 Komplikasi hipopion dapa berupa endoftalmitis kronik dan kehilangan
penglihatan secara permanen. Apabila berkelanjutan, hipopion dapat
menyebabkan komplikasi berupa glaukoma sekunder, katarak, retinitis
proliferans dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan ablasi retina
21

 Prognosa dari hipopion bergantung pada proses yang mendasari dan


komplikasi-komplasi yang sudah munculdari penyakit yang menjadi keluhan
utama.

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Friedman, Neil. Kaiser, Pieter. Essentials of Ophthalmology. Ebevier Inc.


China. 2007.
2. Krachmer Jay H., Mannis Mark J, Holland Edward J. Cornea, Volume 1.
Mosby Inc. China. 2005.
3. Greenberg, Michael I. Greenberg's Text-atlas of Emergency Medicine.
Lippincot Williams & Wilkins. USA. 2005
4. Mukherjee, P. K. Pediatric Opthalmology. New Age International Publisher.
Delhi. 2005.
5. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993
6. Ilyas, Sidarta. DSM. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2001.
7. Bruce, Adrian S. Loughnan, Michael S. Anterior Eye and Therapeutics A-Z.
Elsevier Science Limted. Spain. 2003.
8. www.cerminduniakedokteran.com
9. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. 159-167

10. http://en.wikipedia.org/

11. Lang., G.K 2000. Opthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme.

12. Asfour, Wafa., Shaban, R., Hina., J., Al-ejailat, S. 2011. Suture-Related
Complications after Penetrating Keratoplasty at King Hussein Medical Center.
J Royal Med Services vol.18(1)30.33

13. Zarei, Reza, Soleimani, M., Kairusi, M.Y. 2009. Iranian J Opthalmoplogy
Vol.21(3):56-59

14. Narsani, Ashok K, dkk. 2009. Demographic Pattern, Risk Factor, Clinical And
Microbiological Characteristics Of Microbial Keratitis At A Tertiary Care
Hospital. Med Chanel Vol 16
23

15. Vaughan, Daniel., Riordan-Eva, Paul., Asbury, Taylor. 2004. Vaughan &
Ashbury’s General Opthalmology. New York: McGraw-Hill Professional

16. Prajna dan Rathinam. 2007. Hypopion in Leprosy Uveitis. J Postgrad Med
vol 53:46-47

17. Zivkovic, dkk. 2011. Anticardiolipin Antibodies in Patients with Behcet’s


Disease. Bosnian J Basic Med Sci Vol.11(1): 58-61

18. Wang, Hsin-Hui, dkk. 2007. Rifabutin-induced Hypopion Uveitis in Patients


with AIDS Infected with Mycobacterium avium Complex. J Chin Med Assoc.
Vol 70(3):136-138

19. Rinfret, Pascale. 2008. TASS: Are You Cleaning Your OR Instruments
Correctly. CSORN J Vol. 1 (1): 1-4

20. GaRG, p, DKK. 2000. Aspergillus Ffavus Keratitis After LASIK. Am J


Ophtalmology. Vol.129(6):802-803

21. Lakhtakia, Col R. 2008 Acute Billateral Hypopyon in Acute Lymphocytic


Leukaemia. MJAFI vol.64:177-178

22. Gioconi, John. 2009. Pearls of Gloucoma Management. New York: Springer.

23. http: //www. Sarawakeyecare.com/Atlasophthalmlogy

Anda mungkin juga menyukai