Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan aneka industri yang menggunakan berbagai macam bahan

kimia di Indonesia kini kian pesat. Hal ini sangat berpotensi sebagai faktor

penyebab meningkatnya insidens dermatitis kontak alergi di tengah masyarakat.

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita

dermatitis kontak alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya

sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh

penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergi kira-kira hanya 10-

20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergi di perkirakan terjadi pada 0,21%

dari populasi penduduk. Secara umum usia tidak mempengaruhi timbulnya

sesitisasi namun dermatitis kontak alergi jarang dijuampai pada anak. Bila dilihat

dari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat dibanding pada

laki-laki. Selain itu, bangsa kaukasian lebih sering terkena dermatitis kontak alergi

dari pada ras bangsa lain.

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan

ulang dengan bahan luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau

mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang sebelumnya telah

tersensitasi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Menurut Siregar (2004) dermatitis kontak alergi (DKA) adalah suatu dermatitis
(peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses
sensitisasi. Menurut National Occupational Health and Safety Commision (2006)
DKA adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi
alergi.6

II.2 ETIOLOGI

Dermatitis kontak alergi dapat disebabkan oleh sejumlah besar alergen yang
berada di dalam lingkup kerja atau dalam kehidupan pribadi. Reaksi alergi yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Seringkali alergen adalah
haptens seperti nikel, komponen obat lokal diterapkan atau kosmetik, atau beberapa
jenis bahan kimia yang ditambahkan ke pakaian dan sepatu. Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya : potensi sensitisasi allergen, dosis per
unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologi
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).3,4

2
Tabel 1. 10 paparan alergen yang tersering, penatalaksanaan dan pencegahan9

II.3 PATOGENESIS

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun
yang di perantarai oleh sel (cell-mediated immune response) atau reaksi imunologi
tipe IV, suatu hipersensitivitias tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu
fase sensitisasi dan fase elisitasi.4

3
1.Fase Sensitisasi

Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati stratum korneum akan


ditangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi
oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi
antigen lengkap. Pada awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya
berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Akan
tetapi, setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan
melepaskan sitokin (Interleukin-1) yang akan mengaktifkan sel langerhans sehingga
mampu menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel langerhans
dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu serta ekspresi molekul permukaan sel
termasuk Major Histocompability Complex kelas I dan II, Intercellular Adhesion
Molecule 1, Lymphocyte Function Associated Antigen 3 dan B7. Sitokin proinflamasi
lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF-α, yang dapat mengaktifasi sel –T,
makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan pelepasan
sitokin juga meningkatkan MHC kelas I dan II, Tumor Necrosis Factor‒α menekan
prouksi E-cadherin yang mengikat sel langerhans pada epidermis, juga menginduksi
aktifitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel langerhans melewati membran
basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Di dalam
saluran limfe, sel langerhans menerjemahkan kode yang diberikan sehingga
memproses dan mempresentasikan kepada sel-T Helper.4

Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2
dan mengeskspresi reseptor IL-2. Sitokin kemudian akan menstimulasi proliferasi sel
T spesifik, dan kemudian akan membentuk sel-T memori, fase ini berlangsung selama
2-3 minggu. Sensitasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal
dari alergen kontak, karena sinyal antigenik hapten cenderung menyebabkan toleransi
sedangkan sinyal iritan memicu sensitasi.4

4
2.Fase elisitasi

Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang
alergen (hapten). Seperti pada pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel
langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh Human
Leucocyte Antigen -DR kemudian diekspresikan di permukaan sel. Selanjutnya,
kompleks HLA-DR antigen akan dipresentasikan kepada sel-T yang terlah
tersensitisasi (sel-T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi
proses aktifasi. Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang menyebabkan proliferasi dan
ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan Interferon-γ
yang mengaktifkan keratinosit mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR, adanya
ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit
yang mengekspresi molekul Lymphocyte function-associated antigen 1, sedangkan
HLA-DR memungkinan keratinosit berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan
juga memungkinkan presentasi antigen kepada sel tersebut. HLA-DE juga dapat
merupakan target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga
sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-α dan Granulocyte macrophage colony-
stimulating factor, semuanya dapat mengaktivasi sel-T, IL-1 dapat menstimulasi
keratinosit dan eikosanoid yang menghasilkan sitokin dan sel mas, sel mas ini yang
akan melepaskan histamin dan berbagai jenis faktor kemotaktik yang menyebabkan
dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas sehingga komplemen dapat
berdifusi masuk kedalam dermis dan epidermis. Kejadian tersebut akan menimbulkan
respon klinik DKA. Fase ini berlansung antara 24-48 jam.4

5
Gambar 1. Respon imun pada dermatitis kontak alergi8

Gambar 2. Patogenesis DKA4

II.4 GEJALA KLINIS


Penderita umumnya mengeluhkan gatal. Tingkat keparahan ditentukan oleh

intensitas paparan dan tingkat kesensitifitas seseorang. Tanda utama pada pasien,

DKA akut adalah eritema, edema, papul, vesikel, krusta dan apabila keadaan akut

yang terus berlangsung maka dapat terbentuk bula dan keluhan tersering adalah gatal.

Pada DKA kronik, bisa saja penderita. Pada yang kronis terlihat kulit kering,

berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan

6
ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya

campuran.1,3,6

GAMBAR 3. Gambar dermatitis kontak alergi 4

Tanda yang khas pada kulit pasien yaitu kulit menjadi kering, berisisik dan

menebal sebagai hasil dari ankanthosis, hiperkeratosis, edema, hiperpigmentasi,

infiltrasi sel hingga ke dermis, Iikenifikasi dan pecah-pecah.1,3,6

7
II.5 DIAGNOSIS

A.Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditanyakan mengenai kontaktan yang dicuriga

didasarkan kelainan kulit, selain itu ditanyakan pula riwayat pekerjaan, hobi, obat

topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang

diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik

dari yang bersangkutan maupun keluarganya.4

B.Pemeriksaan Fisik

Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi.

Pada kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan macula dan papula eritema,

vesikel, atau bula, tergantung pada intensitas dari respon alergi. Namun, dalam DKA

akut di daerah tertentu dari t ubuh, seperti kelopak mata, penis, dan skrotum, eritema

dan edema biasanya mendominasi dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis

umumnya tidak tegas. DKA pada wajah dapat mengakibatkan pembengkakan

periorbital yang menyerupai angioedema. Pada fase subakut, vesikel kurang

menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan lichenifikasi dini bisa saja terjadi. Pada

DKA kronis hampir semua kulit muncul scaling, lichenifikasi, dermatitis yang pecah-

pecah (membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi yang menyertainya.


2,3

8
C.Pemeriksaan Penunjang

Uji Tempel

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang

secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila

dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan

bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo,

pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air

diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui

bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi.

Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji

tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air

garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan

memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa

hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk

menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.4

Gambar 4. Aplikasi Uji temple4

9
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas Pembacaan pertama

dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah

menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut (Sularsito, 2010)

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)


2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=non tested)

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setela aplikasi,

biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk

membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi

lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96

jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu

terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.4

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan

setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara

pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++(reaksi

tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe

decrescendo).4

10
Pemeriksaan Histopalogi

Pemeriksaan histopatologi pada dermatitis kontak dapat ditemukan gambaran

sebagai berikut4 :

a) Epidermis: Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum

korneum, hiperplastik, akantosis yang luas serta spongiosis, yang

kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai dengan penonjol dari

jembatan antar sel di lapisan spinosus kemudian ada

epidermotropism dari limfosit yang muncul normal.

b) Dermis: Limfosit perivesikuler, eosinofil: bervariasi, muncul awal

dan karena sebab alergi serta edema

Gambar 5. Histopatologik dermatitis kontak alergi4

II.6 DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis kontak iritan

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orna gdari berbagai golongan

umur, ras, dan jenis kelamin. Penyebab munculnya dermatitis ini, misalnya

11
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.Gejala

klinis dapat berupa eritema, vesikel, bula, nekrosis, kulit kering, skuama,

hiperkeratosis, likenifikasi, kulit kering, fisur.1,2,4

2. Dermatitis Atopi

Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya

sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, berhubungan dengan

peningkatan kadar Imunoglobulin-E dalam serum dan riwayat atopi pada

keluarga atau penderita. Kelainan kulit penderita umumnya kering, kehilangan

air lewat epidermis meningkat, pruritus, papul, likenifikasi, eritema erosi,

eksoriasi, eksudasi, dan krusta.1,2,4

3. Dermatitis Numularis

Lesi berbentuk uang logam (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan

efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah

(oozing). Penyebabnya stafilokokus dan mikrokokus.Kulit penderita dermatitis

numulare cenderung kering, hidrasi stratum korneum rendah. Gejala klinis:

pruritus lesi berupa vesikel dan papulovesikel, kemudian membesar dengan

cara berkonfluensi atau meluas kesamping, membentuk satu lesi karakteristik

seperti uang logam (koin), eritematosa, sedikit edematous, dan berbatas

tegas.1.2.4

4. Dermatitis Seboroik

Kelainan kulit dermatitis seboroik terdiri atas eritema dan skuama yang

berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis yang

ringan hanyak mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai

12
sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dan skuama-

skuama yang halus dan kasar atau disebut ketombe (pitiriasis sika). Bentuk

yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuamadan berminyak

disertai eksudasi dan krusta tebal.1,2,4

5. Psoriasis

Effloresensi kulit pada pasien psoriasis terdiri atas bercak-bercak eritema yang

meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata,

besar kelainan bervariasi : lentikular, numular atau plakat, dapat

berkonfluensi.1.2.4

II.7 PENATALAKSANAAN

1. Medika mentosa

Dermatitis akut dalam bentuk apapun baik diobati dengan kompres lembab

aluminium asetat 5% kompres diterapkan 15 - 30 menit 2-4 kali sehari dan

kortikosteroid topikal potensi pertengahan atau tinggi. Dalam kasus yang parah,

diberikan kortikosteroid oral (sistemik), pemakaian dengan dosis 35-50

mg/hari, tapering selama 7-10 hari diperlukan. Kasus lebih kronis dapat diobati

dengan kortikosteroid topikal potensi rendah, dan antihistamin sebagai anti

pruritus.1,2

2. Non Medika mentosa

Langkah yang paling penting adalah menghindari pencetus. Dengan demikian,

pencetus atau alergen harus diketahui secara tepat dan pasien diberitahukan

13
untuk berhati-hati apabila menemui atau kontak dengan alergen. Beberapa

alergen seperti nikel atau kromat sangat sulit untuk dihindari. Dalam beberapa

kasus, pasien harus merelakan pekerjaan mereka.1,2

II.8 PROGNOSIS
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.

Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis

oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau

terpajan oleh alergen yang tidak mungkin terhindari, misalnya berhubungan dengan

pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.4

14
BAB III

IDENTITAS PASIEN

III.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. EW

Umur : 46 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Melayu

Pekerjaan : IRT

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 10 mei 2016

III.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Bercak merah yang menebal dan bersisik di pergelangan tangan dan


punggung kaki kiri dan kanan.

Keluhan Tambahan : Gatal

Riwayat Penyakit Sekarang :

15
Pasien Perempuan berusia 46 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Siak dengan keluhan timbul bercak merah yang menebal dan bersisik hampir di
pergelangan tangan dan kaki kiri kanan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 5 bulan
yang lalu dan awalnya berupa kemerahan pada kulit dengan awal mula kelainan kulit
yang kecil. Pasien merasakan gatal pada bagian kemerahan tersebut. Bercak
kemudian bertambah luas sampai mengikuti bagian pola benda yang dipakai seperti
pada kaki yaitu sendal, kedua lengan tangan juga begitu. Pasien belum pernah berobat
kulit sebelumnya. Riwayat alergi makanan sebelumnya disangkal, riwayat penyakit
diabetes militus dan alergi lainnya disangkal.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti yang
dialami saat ini. Tidak ada riwayat alergi (makanan, obat-obatan), tidak ada riwayat
atopi.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama pada kelurga pasien disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat kulit sebelumnya

III.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis :
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan Darah : 120/90 mmHg
- Nadi : 85x/menit
- Suhu : 36,5C
- Pernapasan : 22x/menit

16
- Kelainan Selaput/Mukosa : Tidak Ada Kelainan
- Kelainan Mata : Tidak Ada Kelainan
- Kelainan Kuku : Tidak Ada Kelainan
- Kelainan Rambut : Tidak Ada Kelainan
- Kelainan KGB : Tidak Ada Kelainan
- Pemeriksaan penunjang : Tidak dilakukan

Gambar 5. Gambaran lesi DKA pada pasien

Status Dermatologis : Ditemukan di Regio carpal dekstra dan di Regio dorsum pedis
dekstra at sinistra efloresensi berupa macula eritema dengan skuama tebal berlapis
warna putih di atasnya, multiple, bentuknya teratur, berbatas tegas, ukurannya
numular sampai plakat.

17
Resume :

Pasien Perempuan berusia 46 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Siak dengan keluhan timbul bercak merah yang menebal dan bersisik di pergelangan
tangan dan kaki pada bagian kiri dan kanan, sejak 5bulan yang lalu.Pasien merasakan
gatal pada bagian kemerahan tersebut. Bercak kemudian bertambah luas sampai
mengikut lingkar pergelangan tangan dan pada bagian kaki pada kanan kiri. Pasien
belum pernah mengalami keluham serupa sebelumnya. Pasien belum pernah berobat
kulit sebelumnya. Riwayat alergi makanan sebelumnya disangkal, riwayat penyakit
diabetes militus dan alergi lainnya disangkal. Dari pemeriksaan fisik Tekanan Darah
120/90. Status Dermatologis pada daerah carpal dekstra et sinistra, dorsum desktra et
sinistra terdapat macula eritema region, sirkumskrip, bentuk teratur, ukuran numular,
plakat dengan Skuama tebal berlapis berwarna putih diatasnya.

III.5 Diagnosis Banding :


1. Dermatitis kontak iritan
2. Dermatitis atopic
3. Psoariasis

III.6 Diagnosis Kerja : dermatitis kontak alergi

III.7 Penatalaksanaan :
Medikamentosa :
1.Topikal.
- Carmed cream 10 % 3x1
2.Sistemik
- Metil Prednisolon tab 2x16 mg
- Cetirizin tab 1x10 mg

18
Non-medikamentosa :
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini tidak menular, penyakit ini
dapat kambuh apabila kontak dengan benda penyebab alergi secara berulang.
- Menjelaskan pada pasien untuk menghindari menggunakan benda-benda yang
menimbulkan pemicu alergi.
- Jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan
menyebabkan infeksi

III.8 Prognosis :
- Quo Ad Sanationam : Dubia
- Quo Ad Vitam : Bonam
- Quo Ad Fungsionam : Bonam
- Quo Ad Kosmetikum : Bonam

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis dermatitis kontak alergi pada kasus ini ditegakkan berdasarkan


anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah
seorang perempuan berumur 46 tahun. Berdasarkan kepustakaan yang ada disebutkan
bahwa dermatitis ini menyerang segala usia dikalangan masyarakat. Anamnesis
didapatkan keluhan timbul bercak merah yang menebal dan bersisik disertai gatal di
pergelangan tangan dan kaki pada bagian kiri dan kana sejak 5 bulan yang lalu. Status
Dermatologis pada daerah carpal dan dorsum dekstra et sinistra terdapat Plak Eritema
region, sirkumskrip, bentuk teratur, ukuran numular, plakat dengan Skuama tebal
berlapis berwarna putih diatasnya.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk lebih memastikan diagnosis


dermatitis kontak alergi dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan
kepustakaan, disarankan untuk melakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang
uji temple. Pada pemeriksaan uji temple Tempat untuk melakukan uji tempel
biasanya di punggung. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit,
misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu.
Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau
minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh
diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan
yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil
bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet,
atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan
sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan

20
standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena
iritasi.

Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan uji temple dan pemeriksaan uji
lainnya. Ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis kepada pasien, diberikan
pengobatan dengan terapi carmed, cetirizine, methyl prednisolone, cefixim,
ketoconazole + forderm. Penderita di sarankan untuk menghindari penggunaan
deterjen dan sandal karet.

Satu minggu setelah pengobatan pasien konsul sudah mengalami perbaikan


namun masih terlihat eritema dengan diatasnya skuama disertai gatal.

Pasien menjaga daerah lesi tetap kering terhindar dari keringat dan

kelembaban. Bila terkena air keringkan dengan handuk. Ketika gatal Jangan digaruk

karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan menyebabkan infeksi. Hindari

kegiatan yang menyebabkan trauma karena dapat memperluas lesi.Gunakan pakaian

yang terbuat dari bahan yang dapat mengurangi pelebaran lesi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1.Wolff K, AG L, IK S, AG B, SP A, JL D. Fitzpatrick’s Dermatology in general


medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.
2. Tony B, B S, C N, G C. Rook’s Textbook Of Dermatology. 7th ed.
3. Brehmer EA. Dermatopathology, A Resident's Guide. New York; 2006.
4. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: A D, H M, S A, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran UniversitaS
Indonesia; 2007. p. 133-38.
5.Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
6. B Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

7. Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI

8. Buxton PK. ABC of Dermatology. 4th ed. London: tovistock square; 2003
9. Elise MH, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis in Children, Prevention,
Diagnosis, and Management. 2011.

22

Anda mungkin juga menyukai