Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

Penggunaan teknik “cupping” untuk persalinan sudah diawali pada abad


ke-18. Profesor Young Simpson tahun 1849 memperkenalkan satu alat bantu
persalinan yang dinamakan ekstraksi vakum – Ekstraksi Vakum (EV). Pada tahun
1956 Malmstrom mengenalkan instrumen ekstraktor vakum modern yang terbuat
dari “stainless steel” namun akibat sejumlah komplikasi maka alat ini lambat laun
ditinggalkan.

EV kembali digunakan setelah dikenalkannya jenis cawan penghisap


sekali pakai yang relatif lunak. Inovasi dalam desain instrumen dan keterampilan
aplikasi cawan penghisap telah meningkatkan keamanan penggunaan EV. Secara
progresif, EV telah menggeser penggunaan ekstraksi cunam – EC dalam proses
persalinan.

Saat ini EC masih populer di kalangan dokter senior karena alasan


konservatif. Meski pun memang untuk kelainan presentasi janin tertentu masih
terlihat keunggulan penggunaan EC dibandingkan EV. Tindakan EV menjadi
semakin terkenal akibat mudahnya penggunaan, rendahnya morbiditas ibu dan
tingginya keamanan bagi ibu meskipun masih ada sejumlah komplikasi serius
pada neonatus. Masalah dalam penggunaan EV harus diatasi dengan menentukan
indikasi, teknik aplikasi ekstraksi vakum secara tepat.
2

Semakin banyaknya ahli obstetri ginekologi senior yang pensiun,


penyelenggaraan pelatihan persalinan operatif per vaginam yang terkendala,
masalah mediko-legal dan perubahan perubahan praktis lain termasuk juga
dengan semakin tingginya angka seksio sesar – SS merupakan faktor yang
menyebabkan tidak jelasnya kelanjutan berbagai macam tindakan persalinan
operatif pervaginam termasuk diantaranya adalah EV.

Sebenarnya, dengan memperhatikan indikasi, syarat, kontraindikasi serta


tehnik aplikasi, persalinan operatif per vaginam dengan menggunakan alat seperti
misalnya EC atau EV masih diperlukan untuk mengatasi tingginya biaya serta
resiko tindakan operasi.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetrik operatif untuk melahirkan kepala


janin dengan menggunakan “mangkuk hampa udara” yang ditempelkan pada kulit
kepala janin dari seorang parturien yang masih memiliki tenaga meneran. Ekstaksi
vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala
pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh
karena itu, kerja sama dan kemampuan ibu untuk mengekspresikan banyinya,
merupakan faktor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga
dorongan dengan tarikan ke arah yang sama. Tarikan apada kulit kepala bayi,
dilakukan dengan membuat cengkraman yang dihasilkan dari aplikasi tenaga
negatif ( vakum ). Mangkuk logam atau silastik akan memegang kulit kepala yang
akibatkan tekanan vakum, menjadi kaput artifisial. Mangkuk dihubungkan dengan
kuas penarik ( yang dipegang oleh penolong persalinan ), melalui seutas rantai.
Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan intrauterin ( oleh
kontraksi ) tekanan ekspresi eksternal ( tenaga mengedan ) dan gaya tarik
( ekstraksi vakum ).

B. PRASYARAT TINDAKAN EKSTRAKSI VAKUM

1. Informed Consent

Pada setiap tindakan medik diperlukan informed consent yang harus


dilihat sebagai bagian dari suatu proses dan bukan sekedar selembar formulir
yang harus diisi dan ditanda tangani oleh penderita dan atau keluarganya.

Informed Consent berisi penjelasan mengenai perlunya satu tindakan


medis harus dilakukan, manfaat serta resiko yang mungkin terjadi serta
4

bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Selain itu harus disampaikan pula


berbagai alternatif tindakan medis lain untuk menyelesaikan masalah medik
yang terjadi. Pada saat menjelaskan mengenai hal-hal tersebut diatas, pasien
dan keluarganya harus diberi kesempatan untuk memperoleh penjelasan lebih
lanjut mengenai semua hal yang mereka masih belum mengerti.

Pembahasan rutin mengenai kemungkinan akan dilakukannya intervensi


tindakan medis lebih awal ( yang dilakukan saat kunjungan antenatal atau
sebelum persalinan ) adalah hal yang penting dengan menyadari betapa
sulitnya pengambilan satu keputusan medis penting disaat yang amat genting.

2. Persiapan Operator

Dokter harus faham tentang instrumen EV yang dipilih, indikasi dan


tehnik melakukan EV. Keputusan untuk melakukan tindakan EV harus
dilandasi dengan analisa proses persalinan, pemeriksaan vagina , penentuan
posisi dan derajat penurunan (“station”) janin serta kapasitas panggul.

3. Persiapan Pasien

a. Persiapan terpenting adalah “informed consent” .


b. Selaput ketuban pecah atau sudah dipecahkan.
c. Kandung kemih kosong atau dikosongkan secara spontan atau melalui
kateterisasi.
d. Dilatasi servik lengkap.
e. Kepala sudah engage.
f. Janin diperkirakan dapat lahir per vaginam.

Bila posisi dan derajat penurunan janin masih belum jelas maka dapat
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau transperineal
terlebih dulu. Ultrasonografi dapat digunakan pula untuk menentukan
ketepatan aplikasi cawan penghisap.
5

Posisi kepala ditentukan dengan melihat kedudukan orbita janin dan


identifikasi karakteristik anatomi intrakranial (falx cerebri, fossa posterior)
dan station kepala janin ditentukan berdasarkan pemeriksaan
utrasonografi translabial. Pemeriksaan konfirmatif dengan ultrasonografi
ini memerlukan pengalaman dan dilakukan secara “bedside”.

4. Analgesia dan anaesthesia

Persalinan EV - outlet dapat dilakukan tanpa anastesia atau analgesia.


Bila diperlukan dapat diberikan anastesia regional (blok pudenda) atau
yang lebih sering (dan lebih efektif ), dilakukan anastesia spinal.

C. INDIKASI EKSTRAKSI VAKUM

1. Kala II memanjang
o Pada Nulipara 2 jam
o Pada Multipara 1 jam
2. Mempersingkat Kala II :
o Kelainan jantung
o Kelainan serebrovaskuler
o Kelainan neuromuskuler
o Ibu lelah
3. Gawat janin

D. KONTRAINDIKASI EKSTRAKSI VAKUM

1. Dokter tidak memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan EV


2. Aplikasi cawan penghisap secara tepat tidak dapat dilakukan
3. Riwayat gangguan kemajuan persalinan kala I yang nyata
4. Indikasi tindakan EV tidak jelas
5. Posisi dan penurunan kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas
6. Terdapat dugaan gangguan imbang sepalopelvik
7. Kelainan letak (letak muka, letak dahi)
8. Diduga atau terdapat gangguan faal pembekuan darah pada janin.
6

E. KONTRA INDIKASI RELATIF :

1. Kehamilan preterm : Masih lunaknya kepala dan rentannya vaskularisasi


kepala janin prematur.
2. Riwayat pengambilan darah dari kulit kepala janin sebelumnya.
3. Aplikasi cunam sebelumnya gagal : Struktur dan konsistensi kepala janin
pasca aplikasi cunam yang sudah berubah. Selain itu, kegagalan aplikasi
tersebut dapat membuktikan bahwa terdapat gangguan imbang
sepaloelvik.
4. Molase dan pembentukan caput succadenum yang berlebihan : Keadaan
ini sering terjadi pada kasus gangguan imbang sepalopelvik.
5. Dugaan makrosomia (Berat badan janin > 4.5 kg).
6. Janin mati : Oleh karena tidak dapat terbentuk caput succadeneum.

F. KLASIFIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI VAKUM BERDASARKAN


“FETAL STATION” DAN “CRANIAL POSTION”.

JENIS DESKRIPSI KLASIFIKASI*


TINDAKAN

Kepala sudah di perineum ; tanpa menyisihkan labia


sudah terlihat kulit kepala pada introitus ; tengkorak
Ekstraksi Vakum kepala janin sudah didasar panggul.
– “Outlet” Sutura sagitalis berada pada diameter antero posterior
panggul ( posisi oksiput anterior – kiri atau kanan ;
posisi oksiput posterior – kiri atau kanan )
Esktraksi vakum Posisi / station kepala tidak memenuhi kriteria EV
– “ Low” outlet ; station + 2 ( 5 cm ) namun belum mencapai
dasar panggul.
Posisi oksiput anterior (OA, LOA, ROA).
Subdivisi
Posisi oksiput posterior (OP, LOP, ROP) atau
transversal (LOT, ROT).
Esktraksi Vakum Station < +2 ( 5 cm ) , kepala sudah engage namun
– “Mid Pelvic” kriteria ekstraksi vakum rendah tak terpenuhi
Posisi oksiput anterior (OA, LOA, ROA).
Subdivisi
7

Posisi oksiput posterior (OP, LOP, ROP) atau


transversal (LOT, ROT).
Persalinan Seksio
Sesar dibantu Tehnik yang tidak spesifik
dengan EV
Ekstraksi vakum Tehnik EV yang tidak spesifik
khusus
Ekstraksi Vakum Prosedur tindakan EV yang tidak memenuhi klasifikasi
Tinggi diatas

Keterangan :

OA: occipitoanterior; ROA: right occipitoanterior; LOA: left occipitoanterior;

OP: occipitoposterior; LOP: left occipitoposterior; ROP: right occipitoposterior;

LOT: left occipitotransverse; ROT: right occipitotransverse

G. DESAIN INSTRUMEN EKSTRAKSI VAKUM

1. Instrumen ekstraksi vakum


Berbagai model baru dari
instrumen EV merupakan
modifikasi dari bentuk yang sudah
ada seperti misalnya bentuk pompa
tangan, katub pelepas tekanan dan
perubahan lain. Cawan penghisap
baru terbuat dari berbagai material seperti polietilene atau silastik plastik.

Desain cawan penghisap yang kaku dan terbuat dari “stainless


steel” ditemukan pada berbagai model dari Malmstrom yang sudah
dikenal sejak tahun 1960an. Sekarang ini di produksi berbagai cawan
penghisap yang menyerupai model Malmstrom namun terbuat dari bahan
plastik yang lunak atau kaku. Model ini pertamakali digunakan pada kasus
posisi kepala defleksi atau pada posisio osipito posterior namun saat ini
8

peralatan tersebut sudah lazim digunakan pada berbagai jenis persalinan


pervaginam.

2. Perbandingan berbagai peralatan

Cawan penghisap lunak sering menyebabkan kegagalan EV


dibandingkan dengan penggunaan cawan penghisap kaku (pastik atau
metal ) atau EC. Hal ini terutama disebabkan oleh mudahnya cawan
penghisap lunak tersebut lepas (“pop off”) dari kepala saat dilakukan
traksi. Akan tetapi, aplikasi cawan penghisap lunak ini lebih jarang
menyebabkan cedera pada kepala janin meskipun daya cengekeramnya
lebih kurang dibandingkan cawan yang kaku.

Masalah lain adalah bahwa sebagian desain alat ekstraktor yang


terbuat dari plastik memiliki tabung penghubung yang kaku sehingga
menyulitkan aplikasi cawan penghisap secara tepat khususnya pada letak
defleksi atau posisio osipitalis posterior dan ini merupakan faktor
penyebab kegagalan EV. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka EV
dilakukan dengan menggunakan instrumen Malmstrom klasik dan
menggantikan cawan penghisap dengan bahan yang terbuat dari bahan
silastik atau plastik yang rigid.

3. Tehnik ekstraksi vakum

Tehnik aplikasi yang tepat diperlukan agar tindakan EV dapat


dilakukan dengan aman dan berhasil.

1. Akurasi aplikasi cawan penghisap


2. Pemilihan kasus yang tepat
3. Tehnik traksi : Kekuatan traksi, Vektor ( arah tarikan ), dan Metode
aplikasi kekuatan yang intermiten.
9

H. APLIKASI CAWAN PENGHISAP

Setelah prasyarat tindakan EV dipenuhi maka harus kembali dilakukan


pemeriksaan vaginal untuk menentukan ulang posisi, derajat penurunan
(station) dan sikap (habitus) janin serta lebih dulu memeriksa persiapan
instrumen yang akan digunakan.

Mesin vakum Diagram tabung penghubung

Cawan penghisap

I. PROSEDUR TINDAKAN EV

1. Ghosting

Pasien dalam posisi litothomi didepan operator. Operator memegang


cawan penghisap didepan pasien dan membayangkan bagaimana
kedudukan cawan penghisap pada kepala janin nantinya didalam jalan
lahir. Posisi janin dapat dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan
ultrasonografi transperineal.
10

2. Insersi

Cawan penghisap dilumuri dengan jelly atau cairan pelicin. Bila


menggunakan cawan penghisap lunak, maka sebagian cawan penghisap
dapat dikempiskan dengan tangan operator dan dimasukkan jalan lahir
diantara labia. Bila sifat cawan penghisap yang digunakan kaku, maka
insersi kedalam jalan lahir dilakukan secara miring setelah kedua labia
disisihkan. Setelah berada dalam jalan lahir maka cawan penghisap
ditempatkan pada kepala janin.

Aplikasi cawan penghisap secara tepat :

o Setelah cawan penghisap sudah berada pada posisi yang tepat,


dibuat tekanan vakum secukupnya agar cawan tidak bergeser dan
dipastikan bahwa tidak ada bagian jalan lahir yang terjepit
11

o Pusat diameter cawan penghisap harus berada di satu titik penentu


berupa titik imajiner anatomis yang berada di sutura sagitalis kira
kira 6 cm di belakang ubun ubun besar atau 1 – 2 cm di depan
ubun ubun kecil ( titik fleksi atau “ pivot point” )

o Semakin jauh titik pusat cawan penghisap bergeser dari sutura


sagitalis semakin besar pula kegagalan tindakan ekstraksi vakum
dan semakin besar pula tenaga yang diperlukan untuk melakukan
traksi oleh karena arah tarikan miring akan menyebabkan
terjadinya defleksi kepala janin.
o Ultrasonografi transperineal dapat digunakan untuk melihat
ketepatan pemasangan cawan penghisap.

3. Traksi

a. Bila pemasangan cawan penghisap sudah tepat, maka diberikan tekanan


vakum sebesar 550 – 600 mmHg dan dilakukan traksi bersamaan
dengan adanya kontraksi uterus dan usaha ibu untuk meneran. Traksi
tidak perlu menunggu sampai terbentuknya chignon.
12

b. Arah tarikan berubah sesuai dengan penurunan kepala dalam jalan lahir.

c. Bila kontraksi uterus mereda maka tekanan vakum diturunkan sampai


sekitar 200 mmHg dan traksi dihentikan, traksi kepala diluar kontraksi
uterus akan memperbesar cedera pada kepala janin.

d. Bila kontraksi uterus mulai timbul kembali, tekanan dinaikkan sampai


besaran yang telah ditentukan dan dilanjutkan dengan traksi kepala janin.

e. Selama traksi, tangan kiri ( “non dominan hand” ) ditempatkan dalam


vagina dengan ibu jari pada cawan dan satu atau dua jari pada kepala janin.
Aktivitas ini dilakukan untuk mencegah terlepasnya cawan dari kepala.

f. Umumnya dengan traksi pertama sudah dapat diketahui apakah kepala


janin semakin turun atau tidak. Bila tidak maka operator dapat melakukan
satu kali tarikan lagi untuk memastikan apakah tindakan ekstraksi vakum
dapat dilanjutkan atau dihentikan
13

J. LANGKAH KLINIK EKSTRAKSI VAKUM

PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN KLINIK EKSTRAKSI VAKUM


LANGKAH / KEGIATAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
1. Sapa pasien dan keluarganya, perkenalkan bahwa anda petugas yang akan melakukan
tindakan medik
2. Jelaskan tentang diagnosis dan penatalaksanaan Kala II lama
3. Jelaskan bahwa setiap tindakan medik mengandung risiko, baik yang telah diduga
sebelumnya maupun tidak
4. Pastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti dengan jelas tentang penjelasan
tersebut diatas
5. Beri kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk mendapat penjelasan ulang,
apabila ragu atau belum mengerti
6. Setelah pasien dan keluarganya mengerti dan memberikan persetujuan untuk dilakukan
tindakan ini, mintakan persetujuan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani
formulir yang telah disediakan
7. Masukan lembar persetujuan medik yang telah diisi dan ditandatangani ke dalam catatan
medik pasien
8. Serahkan kembali catatan medik pasien setelah penolong memeriksa kelengkapannya,
catatan kondisi pasien dan pelaksanaan instruksi
PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
A. PASIEN
9. Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan
dengan air dan sabun
10. Uji pungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner
11. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki, dan penutup perut bawah
12. Medikamantosa:
a. oksitosin
b. ergometrin
c. prokain
13. Larutan antiseptik (providon iodin 10%)
14. Oksigen dengan regulator
14

15. Instrumen
a. partus set: 1 set
b. vakum ekstraltor: 1 set
c. klem ovum: 2
d. cunam tampon: 1
e. tabung 5 ml dan jarum suntik no.23 (sekali pakai):2
f. spikulum sims’s atau L dan kateter karet: 2 dan 1
B. PENOLONG (Operator dan asisten)
16. Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata pelindung : 1 set
17. Sarung tangan DTT sterilL: 2 pasang
18. Alas kaki (sepatu “boot” karet): 1pasang
19. Instrumen:
a.
b. monoaural stetoskop dan stetoskop, tensimeter: 1
C. ANAK
20. Instrumen
a. penghisap lendir dan sudep/penekan lidah: 1 set
b. kain penyeka muka dan badan: 2
c. meja bersih, kering dan hangat (untuk tindakan): 1
d. inkubator: 1 set
e. pemotong dan pengikat tali pusat: 1 set
f. tabung 20 ml dan jarum suntik no 23/insulin (sekali pakai): 2
g. katetern intravena atau jarum kupu-kupu: 2
h. popok dan selimut: 1
PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN
21. Cuci tangan dan lengan (hingga siku) dengan sabun di bawah air mengalir
22. Keringkan tangan dengan handuk DTT
23. Pakai baju dan alas kaki kamar tindakan, masker dan kacamata pelindung
24. Pakai sarung tangan DTT/steril
25. Pasien dengan posisi litotomi, pasangkan alas bokong, sarung, kaki, dan penutup perut
bawah, fiksasi dengan klem kain
15

26. Instruksikan asisten untuk menyiapkan ekstraktor vakum dan pastikan petugas dan alat
untuk menolong bayi telah siap
27. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan terpenuhinya persyaratan ekstraksi
vakum (presentasi belakang kepala, tidak prematur, pembukaan lengkap, Hodge
IV/didasar panggul)
28. Masukkan tangan ke dalam wadah yang mengandung larutan klorin 0,5%, bersihkan
darah dan cairan tubuh yang melekat pada sarung tangan, lepaskan secara terbalik dan
rendam dalam larutan tersebut
29. Pakai sarung tangan DTT steril yang baru
PEMASANGAN MANGKUK VAKUM
30. Masukkan mangkuk vakum melalui introitus vagina secara miring dan setelah
melewati introitus, pasangkan pada kepala bayi (perhatikan agar tepi mangkuk tidak
terpasang pada bagian yang tidak rata/moulage di daerah ubun-ubun kecil)
31. Dengan jari tengah dan telunjuk tangan kiri, tahan mangkuk pada posisinya dan dengan
jari tengah dan telunjuk tangan kiri, lakukan pemeriksaan di sekeliling tepi mangkuk,
untuk memastikan tidak ada bagian vagina atau portio yang terjepit diantara mangkuk
dan kepala
32. Setelah hasil pemeriksaan ternyata baik, keluarkan jari tangan kiri, jari tangan kanan
tetap menahan mangkuk pada posisinya, instruksikan asisten untuk mulai menaikkan
tekanan negatif dalam mangkuk vakum secara bertahap
33. Pompa hingga tekanan 100 mmHg (skala 10 atau -0,2 kg/sm2 pada jenis Malmstroom
klasik) setelah 2 menit, naikkan hingga 400 mmHg (skala 40 atau -0,4 kg/sm2
Malmstroom klasik). Tekanan maksimal adalah 600 mmHg (skala 60 atau -0,6 kg/sm2
Malmstroom), hanya dipakai bila his kurang kuat/memerlukan tarikan kuat (ingat:
jangan menggunakan tekanan maksimal pada kepala bayi, lebih dari 8 menit)
34. Sambil menunggu his, jelaskan pada pasien bahwa pada his puncak (fase acme) pasien
harus mengedan sekuat & selama mungkin. Tarik lipat lutut dengan lipat siku agar
tekanan abdomen menjadi lebih efektif.
PENARIKAN
35. Pada fase acme (puncak) dari his, minta pasien untuk mengejan seperti tersebut diatas,
lakukan penarikan dengan pengait mangkuk, dengan arah sejajar lantai (tangan kanan
menarik pengait, ibu jari tangan kiri menahan mangkuk, telunjuk dan jari tengah pada
kulit kepala bayi)
16

36. Bila belum berhasil pada tarikan pertama, ulangi lagi pada tarikan kedua. Episiotomi
(pada primi atau pasien dengan perineum kaku) dilakukan saat kepala mendorong
perineum: bila tarikan kedua dilakukan dengan benar dan bayi belum lahir, sebaiknya
pasien dirujuk (ingat: penatalaksaan rujukan)
37. Saat suboksiput berada di bawah simfisis, arahkan tarikan ke atas hingga lahir berturut-
turut dahi, muka, dan dagu.
LAHIRKAN BAYI
38. Kepala bayi dipegang biparietal, gerakan ke bawah untuk melahirkan bahu depan,
kemudian gerakan ke atas untuk melahirkan bahu belakang, kemudian lahirkan bayi
39. Bersihkan muka (hidung dan mulut) bayi dengan kain bersih, potong tali pusat dan
serahkan bayi kepada petugas bagian anak
LAHIRKAN PLASENTA
40. Tunggu tanda lepasnya plasenta, lahirkan plasenta dengan menarik tali pusat dan
mendorong ke arah dorsokranial
41. Periksa kelengkapan plasenta (perhatikan bila terdapat bagian-bagian yang lepas atau
tidak lengkap)
42. Masukkan plasenta ke dalam tempatnya
EKSPLORASI JALAN LAHIR
43. Masukkan spekulum sim’s/L atas dan bawah pada vagina
44. Perhatikan apakah terdapat robekan perpanjangan luka episiotomo atau robekan pada
dinding vagina di tempat lain
45. Ambil klem ovum sebanyak 2 buah, lakukan penjepitan secara bergantian ke arah
samping, searah jarum jam, perhatikan ada tidaknya robekan portio
46. Bila terjadi robekan di luar luka episiotomi, lakukan penjahitan
PENJAHITAN EPISIOTOMI (UNTUK PRIMIPARA)
47. Pasang penopang bokong (beri atas kain). Suntikan prokain 1% (yang telah disiapkan
dalam tabung suntik) pada sisi dalam luka episiotomi (otot, jaringan, submukosa dan
subkutis) bagian atas dan bawah. Uji hasil infiltrasi dengan menjepit kulit perineum
yang dianestesi dengan pinset bergigi
48. Masukkan tampon vagina kemudian jepit tali pengikat tampon dan kain penutup perut
bawah dengan kocher
49. Dimulai dari luka episiotomi bagian dalam, jahit luka bagian dalam secara jelujur
17

bersimpul ke arah luar, kemudian tautkan kembali luka kulit dan mukosa secara
subkutikuler atau jelujur matras
50. Tarik tali pengikat tampon vagina secara perlahan-lahan hingga tampon dapat
dikeluarkan, kemudian kosongkan kandung kemih
51. Bersihkan noda darah, cairan tubuh dan air ketuban dengan kapas yang telah diberi
larutan antiseptik
52. Pasang kassa yang dibasahi dengan providon iodine pada tempat jahitan episiotomi
DEKONTAMINASI
53. Sementara masih menggunakan sarung tangan, kumpulkan instrumen dan masukkan ke
dalam wadah yang berisi cairan klorin 0,5%
54. Masukkan sampah bahan habis pakai ke tempat yang tersedia
55. Benda atau bagian yang tercemar darah atau cairan tubuh dibubuhi dengan klorin 0,5%
56. Masukkan tangan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%, bersihkan darah
atau cairan tubuh pasien yang melekat pada sarung tangan, lepaskan terbalik dan
rendam dalam wadah tersebut
CUCI TANGAN PASCA TINDAKAN
57. Cuci tangan dan lengan hingga ke siku dengan sabun, dibawah air mengalir
58. Keringkan tangan dengan handuk/tissue yang bersih
PERAWATAN PASCA TINDAKAN
59. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan beri instruksi lanjut
apabila diperlukan
60. Catat kondisi pasien pasca tindakan, dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang
tersedia pada status pasien
61. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien (pertahankan infus
bila diperlukan. Bila keadaan umum cukup baik, lepaskan infus)
62. Beritahukan pada pasien bahwa tindakan telah selesai dilaksanakan dan pasien masih
memerlukan perawatan lanjutan
63. Bersama petugas yang akan melakukan perawatan, jelaskan jenis dan lama perawatan
serta laporkan pada petugas tersebut jika ada keluhan/gangguan pascatindakan
64. Tegaskan pada petugas yang merawat untuk melaksanakan instruksi perawatan dan
pengobatan serta laporkan segera bila pada pemantauan lanjutan terjadi perubahan-
perubahan seperti yang ditulis dalam catatan pascatindakan
18

K. KOMPLIKASI

Pada Ibu :

 Perdarahan
 Infeksi jalan lahir
 Trauma jalan lahir

Pada anak :

 Ekskoriasi dan nekrosis kulit kepala


 Cephal hematoma
 Subgaleal hematoma
 Perdarahan intrakranial
 Perdarahan subconjuntiva, perdarahan retina
 Fraktura klavikula
 Distosia bahu
 Cedera pada syaraf cranial ke VI dan VII
 Erb paralysa
 Kematian janin

Keunggulan ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:

1. Tehnik pelaksanaan relatif lebih mudah


2. Tidak memerlukan anaesthesia general
3. Ukuran yang akan melewati jalan lahir tidak bertambah (cawan
penghisap tidak menambah ukuran besar bagian anak yang akan
melwati jalan lahir)
4. Trauma pada kepala janin relatif rendah

Kerugian ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:

1. Proses persalinan membutuhkan waktu yang lebih lama.


19

2. Tenaga traksi pada ekstraktor vakum tidak sekuat ekstraksi cunam.


3. Pemeliharaan instrumen ekstraktor vakum lebih rumit.
4. Ekstraktor vakum lebih sering menyebabkan icterus neonatorum.

Berbagai rekomendasi berkaitan dengan tindakan ekstraksi vakum :

1. Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi vakum hendaknya


menggunakan klasifikasi yang sama dengan ekstraksi cunam.
2. Indikasi dan kontraindikasi yang dipakai dalam ekstraksi cunam
hendaknya juga digunakan pada ekstraksi vakum.
3. Ekstraksi vakum tidak boleh dilakukan pada kepala yang masih belum
engage atau diatas station 0.
4. Operator hendaknya memiliki pengalaman yang cukup dalam
menggunakan peralatan ekstraksi vakum.
5. Operator harus segera menghentikan usaha persalinan pervaginam
dengan ekstraksi vakum bila cawan penghisap terlepas sampai 3 kali
saat melakukan traksi.

L. CEDERA PERSALINAN

a. Cedera pada Neonatus

Tidak ada satu tindakan persalinan operatif per vaginam yang tidak
disertai peningkatan resiko ibu dan atau anak. Angka kejadian kematian janin atau
cedera neonatus yang berat akibat EV sangat rendah dan berada pada rentang
0.1 – 3 kasus per 1000 tindakan EV.

Secara klinik, cedera kulit kepala terutama disebabkan oleh sifat fisik
cawan penghisap yang digunakan. Saat diberikan tekanan negatif, kulit kepala
akan masuk kedalam cawan penghisap sehingga terjadi chignon. Traksi yang
terlalu kuat akan menyebabkan terpisahnya kulit kepala dari dasarnya sehingga
meski jarang namun dapat menyebabkan perdarahan (cephalohematoma dan
hemoragia subgaleal ).
20

Resiko lain yang dapat terjadi pada tindakan EV adalah :

 Laserasi kulit kepala


 Hemoragia retina
 Fraktura kranium
 Perdarahan subarachnoid

Laserasi kulit kepala janin

Akibat EV sering terjadi ekimosis dan laserasi kulit kepala dan ini
umumnya terjadi bila cawan penghisap dengan tekanan tinggi berada diatas kulit
kepala janin dalam waktu yang relatif lama ( 20 – 30 menit ).

Cawan penghisap bukan suatu alat yang di masksudkan sebagai rotator ;


usaha melakukan rotasi kepala dengan menggunakan EV akan menyebabkan
cedera pada kulit kepala janin. Bila operator menghendaki terjadi rotasi kepala
21

maka hal itu dilakukan secara manual tanpa paksaan dan bukan dengan
menggunakan cawan penghisap.

Outcome neonatus jangka panjang

Tidak terdapat perbedaan outcome jangka panjang antara anak yang lahir
secara spontan dengan yang dilahirkan melalui EV atau EC.

Pengamatan outcome jangka panjang dalam berbagai penelitian dilakukan


sampai usia 18 tahun dan skoring dibuat atas kemampuan sekolah, berbicara,
perawatan diri sendiri dan status neurologi.

b. Cedera maternal

Resiko cedera ibu pada tindakan ekstraksi vakum lebih rendah dibandingkan
dengan tindakan ekstraksi cunam atau seksio sesar.

Laserasi jalan lahir

Laserasi perineum adalah komplikasi paling sering terjadi pada persalinan


operatif pervaginam. Seringkali terjadi robekan perineum berkaitan dengan
episiotomi. Ruptura perinei tingkat III dan IV pada tindakan EV berkisar antara
5 – 30% .

Angka kejadian ruptura perinei pada tindakan EV lebih rendah


dibandingkan tindakan ekstraksi cunam. Tindakan ekstraksi cunam sering
menyebabkan ruptura perinei totalis. Episiotomi elektif merupakan predisposisi
terjadinya ruptura perinei tingkat IV dan banyak ahli berpendapat bahwa
episiotomi sebaiknya dikerjakan bila perineum yang tegang mengganggu jalannya
persalinan. Jenis episiotomi sebaiknya dari jenis medio lateral yang meskipun
rekosntruksinya lebih sulit namun jarang meluas sehingga menyebabkan ruptura
perinei tingkat IV ( ruptura perinei totalis ).
22

c. Inkontinensia urine dan inkontinensia alvi


Predisposisi genetik, distosia, persalinan spontan pervaginam, laserasi
obstetrik, multiparitas dan cara persalinan dapat menyebabkan cedera permanen
atau reversibel pada jaringan ikat panggul. Cedera pada struktur penyangga pelvik
merupakan resiko tak terhindarkan pada persalinan spontan per vaginam atau
persalinan operatif pervaginam.Organ visera panggul bergantung dari atas dan
disangga dari bawah. Keutuhan struktur penyangga tersebut tergantung pada
faktor intergritas otot, fascia dan persyarafan dari struktur terkait.

Struktur penggantung merupakan struktur pseudoligamen longgar yang


dinamakan ligamentum panggul. Jaringan ikat yang loggar tersebut bersama
dengan struktur pembuluh darah berada disekitar servik. Struktur penyangga
uterus adalah struktur komplek muskulofascial berupa diafrgama pelvik dan
diafragma urogenital. Diafragma pelvik terutaja terbentuk dari muskulevator ani.
Diafragma urogenitalis terdiri dari berbagai otot kecil dan jaringan ikat yang
terbentang dari “central perineal body” menyebar secara radial dan melekat pada
berbagai tulang dan ligamentum pada dinding lateral panggul.

Perjalanan janin melalui jalan lahir akan menyebabkan distorsi dan cedera
jaringan panggul. Selama proses persalinan per vaginam, ligamentum dan otot
panggul mengalami robekan kecil yang juga menyebabkan trauma syaraf.
Berbagai laserasi spontan atau ekstensi dari luka episiotomi dapat menyebabkan
cedera lebih lanjut antara lain cedera sfingter rektum.
23

BAB III

KESIMPULAN

EV merupakan persalinan operatif pervagina, yang efektif dan aman. Operator


harus menggunakan peralatan ini dengan hati hati untuk membatasi terjadinya
cedera maternal atau fetal. Penggunaan instrumen vakum untuk persalinan
operatif per vaginam harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman dan
kompeten.

1. Persiapkan informed consent


2. Batasi traksi sampai maksimal 5 kali
3. Batasi lepasnya vakum sampai 3 kali
4. Traksi pertama sudah disertai dengan penurunan bagian terendah janin
5. Tindakan jangan melampaui waktu 20 menit
6. Hindari tindakan ekstraksi vakum pasca tindakan cunam yang gagal
7. Jangan paksakan tindakan bila terasa sulit
8. Catat semua prosedur tindakan dengan baik.
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Acuan Nasional. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2. Benson RC, Pernoll ML.1994. Hand book of Obstetric & Gynaecology.
Mc Graw-Hill.
3. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gan NF et al. 1997. Williams
Obstetrics, 20 th ed. Appleton and Lange.
4. Widjanarko,Bambang, 2010. Ekstraksi Vakum.
File:///G:/ekstraksi vakum/INFORMASI REPRODUKSI EKSTRAKSI VAKUM.htm. .
Diakses tanggal 28 Maret 2012. Jam 21.20
5. Soni,2010. Ekstraksi Vakum.
http://www.asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc/2010/02/ekstraksi
vakum.html.
Diakses tanggal 28 Maret. Jam 21.40
6. Marzanie, Hanifa dan Desy Kurniawati. 2009. Obgynacea.Yogyakarta,
Indonesia.
7. Wiknjosastro H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
8. Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
9. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
10. Supono. 1983. Ilmu Kebidanan Bagian Tindakan. Palembang: Bagian
Obgyn RSMH FK Unsri.
25

Anda mungkin juga menyukai