Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

P1A1 Post Ekstraksi Forceps dan Post Rehecting Ruptur Perineum Grade IV

Tugas Kepanitraan Klinik


Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Jayapura
Periode 31 Januari 2017 - 8 April 2017

Pembimbing:
1. dr. Daniel H. Usmany, SpOG
2. dr. Ariel Timy Chiprion

Disusun oleh :
Kurnia Sari
0110840044

DEPARTEMEN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
RSUD JAYAPURA
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Ilmu Kandungan dan Kebidanan dengan judul :


P1A1 Post Ekstraksi Forceps dengan Ruptur Perineum Grade IV

Nama : KURNIA SARI (0110840044)

Telah diterima dan disetujui oleh Dr. Daniel H. Usmany, SpOG

Hari :
Tanggal :

Sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan di Rumah Sakit Umum Daerah
Jayapura

Jayapura, 2017

..................................................
Dr. Daniel H. Usmany, SpOG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus kepaniteraan klinik ilmu kandungan dan
kebidanan yang berjudul P1A1 Post Ekstraksi Forceps dengan Ruptur Perineum
Grade IV.
Adapun penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi tugas yang diberikan
pada kepaniteraan klinik di RSUD Kota Jayapura, dan juga membantu penyusun,
untuk memahami lebih lanjut mengenai laporan kasus ini.
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Daniel H.Usamny,
SpOG selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar hingga
akhirnya laporan kasus ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada dokter residen, dr.
Aril dan dr. Sulaeman yang telah meluangkan waktu, ilmu dan tenaga dalam
penyelesain laporan kasus ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada orangtua dan
teman- teman yang telah memberikan dukungan selama kami menjalan kepaniteraan
klinik di RSUD Kota Jayapura.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini
yang menyebabkan laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun kami harapkan dari berbagai pihak. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Jayapura, 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan tindakan merupakan prosedur kebidanan dimana tindakan aktif


diambil oleh penolong untuk menyelesaikan persalinan, apabila proses persalinan
tidak dapat berjalan secara normal.

Proses persalinan dipengaruhi oleh bekerjanya tiga faktor yang berperan yaitu
kekuatan mendorong janin keluar (power) yang meliputi his (kekuatan uterus),
kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma dan ligamentum action, faktor lain
adalah faktor janin (passager) dan faktor jalan lahir (passage). Apabila ketiga faktor
ini dalam keadaan baik, sehat dan seimbang, maka proses persalinan akan
berlangsung secara normal/spontan. Namun apabila salah satu dari ketiga faktor
tersebut mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan kekuatan his
tidak adekuat, kelainan pada bayi atau kelainan jalan lahir maka persalinan tidak
dapat berjalan secara normal.

Setiap persalinan mempunyai risiko baik pada ibu maupun janin, berupa
kesakitan sampai pada risiko kematian. Apabila ibu maupun janin dalam kondisi yang
menyebabkan terjadinya penyulit persalinan, maka untuk segera menyelamatkan
keduanya, perlu segera dilakukan persalinan dengan tindakan yaitu persalinan
pervaginam dengan suatu tindakan alat bantu tertentu, seperti dengan forsep, ekstraksi
vakum, atau tindakan perabdominam yaitu seksio sesarea.

Persalinan tindakan pervaginam dengan forsep atau ekstraksi vakum dilakukan


apabila syarat persalinan pervaginam dipenuhi dan apabila ada indikasi antara lain :
gawat janin, kelelahan ibu, partus tidak maju pada kala II, preeklamsia berat, eklamsia
mengancam. Sedangkan persalinan seksio sesarea dilakukan apabila ada indikasi
disproporsi kepala panggul, plasenta previa, malposisi dan malpresentasi, serta
riwayat obstetri buruk. Sampai saat ini data mengenai persalinan dengan tindakan
secara nasional belum banyak diketahui. Data yang ada mengenai hal tersebut
terdapat pada hasil penelitian di sebagian rumah sakit pendidikan di Indonesia.
Persalinan dengan tindakan menunjukkan adanya faktor penyulit ataupun komplikasi
persalinan. Sebagian besar persalinan dengan tindakan disebabkan karena persalinan
lama atau macet. Hal ini sering disebabkan oleh disproporsi kepala panggul, kelainan
letak dan gangguan kontraksi uterus (his yang tidak adekuat).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ekstraksi forceps adalah suatu persalinan buatan untuk melahirkan janin
dengan tarikan pada kepala dengan menggunakan alat yang disebut cunam atau
forcep.1,2 Cunam dipakai untuk membantu atau mengganti his, akan tetapi sekali-
kali tidak boleh digunakan untuk memaksa kepala janin melewati rintangan dalam
jalan lahir yang tidak dapat diatasi oleh kekuatan his yang normal. Jika ini tidak
diindahkan, maka ekstraksi dengan cunam akan mengakibatkan luka pada ibu dan
terutama pada anak. Cunam ialah suatu alat yang sangat berguna untuk melahirkan
janin, akan tetapi berbahaya bagi ibu dan janin apabila disalahgunakan. Kesalahan
yang dibuat dalam hal ini ialah tidak diindahkannya syarat-syarat yang harus
dipenuhi dan kesalahan dalam cara pemasangan dan ekstraksi. Cunam yang banyak
dipakai di Indonesia adalah cunam Naegele yang mempunyai lengkungan kepala,
lengkungan panggul, dan sejenis kunci yang menghubungkan kedua sendok dalam
dalam posisi yang tetap. 1,3

B. SEJARAH
Riwayat Cunam Obstetrik teramat panjang, sekitar tahun 1500 SM sudah
terdapat tulisan bahasa sansekerta yang mengulas tentang alat ini.
Cunam Obstetrik modern yang digunakan untuk janin hidup diperkenalkan
pertama kali oleh Peter Chemberlen (1600) dan setelah itu dikenal lebih dari 700
jenis cunam obstetrik.
William Smellie (1745) memberikan penjelasan tentang rincian aplikasi
cunam yang benar pada kepala janin dalam panggul.
Sir James Simpson (1845) mengembangkan jenis cunam obstetrik yang
sesuai dengan lengkungan kepala dan lengkungan panggul.
Joseph DeLee (1920) membuat modifikasi dari cunam obstetrik yang telah
ada dan menyarankan sebuah tindakan yang disebut sebagai Prophylactic
Forceps Delivery.
Pada praktek obstetrik modern, dimana sudah dikenal tranfusi darah dan
berbagai jenis antibiotika serta semakin langkanya ahli obstetri yang memiliki
ketrampilan melakukan ekstraksi cunam maka ekstraksi cunam sebagai alternatif
persalinan pervaginam nampaknya semakin jarang digunakan dan digantikan
dengan tindakan seksio sesar.
Pada tahun 1980, beberapa penelitian menunjukkan bahwa persalinan cunam
tengah (mid forceps delivery) seringkali menimbulkan adanya efek samping
jangka panjang terhadap anak. Faktor-faktor ini menyebabkan banyak ahli obstetri
yang semakin enggan menggunakan persalinan ekstraksi cunam.

C. BENTUK CUNAM OBSTETRIK


Cunam Obstetrik terdiri dari sepasang sendok yang masing-masing terdiri dari :

Daun Penahan

Tangkai (leher) Pegangan (handle)

Kunci

Pemasangan cunam sendok kiri dan kanan harus dikerjakan secara terpisah.
Daun cunam :
Fenestrated ( berlubang)
Solid ( tidak qberlubang)
Tangkai (leher ) cunam:
Terbuka (cunam Simpson)
Tertutup (cunam Kielland)

Cunam Kielland dengan ciri-ciri tertentu : Kunci geser, lengkungan pelvik minimal
dan ringan

D. KLASIFIKASI PERSALINAN CUNAM OBSTETRIK


Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi cunam EC dan ekstraksi vakum EV
berdasarkan Americian College Of Obstetricians and
Gynecologists dan American Academy of Pediatrics 2002 :

Tabel 1 : Klasifikasi Persalinan Ekstraksi Cunam dan Ekstraksi Vakum


berdasarkan desensus dan putar paksi dalam.
PROSEDUR KRITERIA

Kulit kepala terlihat pada introitus tanpa


melakukan tindakan memisahkan labia
Tengkorak kepala sudah mencapai dasar panggul

Sutura sagitalis berada pada diameter

Ekstraksi Cunam anteroposterior ; oksiput berada di kanan atau kiri

OUTLET depan atau di posterior


Kepala janin berada pada perineum

Putar paksi dalam tidak lebih dari 450


Bagian terendah kepala berada pada station +2
Ekstraksi Cunam
dan tidak didasar panggul
LOW
Putar paksi dalam 450(oksiput kiri atau kanan
depan menjadi oksiput anterior ; oksiput kiri atau
kanan belakang menjadi oksiput posterior)
Putar paksi dalam > 450
Ekstraksi Cunam
Stasion diatas + 2cm ; tetapi kepala sudah engage
mid pelvic
Ekstraksi Cunam
Tidak termasuk dalam kriteria
HIGH

Dari : American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians


and Gynecologists (2002)

Sejumlah ahli menyarankan agar pembagian panggul menggunakan


terminologi station 1+ , 2+ dan 3+ yang sesuai dengan jarak 2 cm , 4 cm dan 5
cm dibawah spina ischiadica.
Kriteria persalinan ekstraksi cunam dibedakan menjadi :
1. Persalinan Ekstraksi Cunam Out-let
2. Persalinan Ekstraksi Cunam Rendah
3. Persalinan Ekstraksi Cunam Tengah (mid- pelvik)

Persalinan cunam tinggi yang dilakukan sebelum engagemen kepala (berarti


diatas station 0) sudah tidak digunakan lagi dalam obstetri modern.
E. FUNGSI DAN PEMILIHAN JENIS CUNAM OBSTETRIK
Fungsi cunam obstetrik terutama adalah traksi, namun pada kasus oksiput
melintang atau oksiput posterior, fungsi cunam selain traksi adalah untuk rotator.
Cunam Obstetrik jenis Simpson biasanya digunakan untuk melahirkan anak
dengan kepala yang sudah mengalami molase pada nullipara. Cunam Obstetrik
jenis Tucker Mc Lane digunakan untuk kepala anak yang bundar pada multipara.

F. INDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM


Indikasi Ibu:
1. Penyakit Jantung
2. Penyakit Pulmonar
3. Infeksi Intrauterin
4. Gangguan Neurologik
5. Kelelahan Ibu
6. Kala II memanjang
7. Mempersingkat kala II : pre eklampsia, eklampsia
Indikasi Anak:
1. Gawat janin
2. Prolapsus talipusat dengan kepala sudah didasar panggul
3. After coming head
Persalinan ekstraksi cunam profilaksis seperti pada persalinan preterm tidak
terbukti memberikan manfaat bagi perkembangan anak.

G. KONTRAINDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM


1. Terdapat kontra-indikasi berlangsungnya persalinan pervaginam.
2. Pasien menolak tindakan ekstraksi cunam obstetrik.
3. Dilatasi servik belum lengkap.
4. Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas.
5. Kegagalan ekstraksi vakum.
6. Fasilitas pemberian analgesia yang memadai tidak ada.
7. Fasilitas peralatan dan tenaga pendukung yang tidak memadai.
8. Operator tidak kompeten.
H. SYARAT TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM
1. Pasien dan keluarga sudah paham dan menyetujui tindakan ini serta
bersedia menandatangani "informed consent"
2. Tidak terdapat CPD-cephalo pelvic disproporsion sehingga janin
diperkirakan dapat lahir pervaginam.
3. Kepala sudah engage :
Pembentukan caput atau molase berlebihan sering menyulitkan
penilaian derajat desensus kepala janin.
Kesalahan dalam menilai derajat desensus akan menyebabkan
kesalahan penafsiran dimana tindakan yang semula dianggap sebagai
Ekstraksi Cunam Rendah sebenarnya adalah Ekstraksi Cunam
Tengah.
1. Presentasi belakang kepala, letak muka dengan dagu didepan atau after
coming head pada persalinan sungsang pervaginam.
2. Posisi kepala janin dalam jalan lahir dapat diketahui secara pasti oleh
operator.
3. Dilatasi servik sudah lengkap.
4. Kepala janin dapat dicekap dengan baik oleh kedua daun cunam.
5. Selaput ketuban sudah pecah.

I. TEHNIK PERSALINAN CUNAM OBSTETRIK OUT LET


1. Pemasangan Cunam
Pemasangan cunam obstetrik yang dilakukan: melintang
kepala dan melintang panggul.
Pemasangan atau penempatan daun sendok cunam yang ideal di dalam
panggul

a) PERSALINAN CUNAM OUT-LET DENGAN UBUN-UBUN KECIL DI


ANTERIOR ( oksiput anterior )
1. Persiapan untuk pasien, operator dan instrumen medis yang akan
digunakan
2. Ibu dalam posisi lithotomi dan dilakukan disinfeksi sekitar perineum.
3. Kosongkan kandung kemih.
4. Berikan Anaesthesia Ketamin 1 2 mg / kg BB (kontra indikasi pada
pasien hipertensi).
5. Operator berdiri didepan pasien dengan memegang cunam obstetrik dalam
keadaan terkunci dan membayangkan bagaimana cunam kelak akan
dipasang dalam jalan lahir (ghosting)
Cunam akan dipasang melintang kepala dan melintang panggul :

Cunam dalam keadaan terkunci, dipegang operator yang berdiri didepan


vulva sambil membayangkan posisi cunam kelak didalam jalan lahir

Tehnik pemasangan cunam :


1. Tangkai sendok kiri dipegang tangan kiri seperti memegang pensil
yaitu dengan ujung ibu jari dan jari telunjuk, pegangan pada tangkai
cunam dalam keadaan tegak lurus didepan vulva
2. Dua (atau lebih) jari tangan kanan operator dimasukkan pada sisi kiri
belakang vulva disamping kepala anak.
3. Ujung daun sendok kiri dimasukkan vagina antara kepala anak dan sisi
palmar jari-jari tangan kanan operator; dengan dorongan ibu jari tangan
kanan dan tuntunan jari-jari tangan kanan melalui gerakan horisontal
sendok cunam ditempatkan disamping kiri kepala anak ( gambar bawah )
Pemasangan daun sendok kiri pada sisi kiri panggul ibu ; Jari telunjuk dan
tengah tangan kanan dimasukkan vagina. Ibu jari diarahkan keatas. Daun
sendok diluncurkan sepanjang jari telunjuk tangan kanan dengan menekan
tangkai cunam.

4. Tangan kanan dikeluarkan dan sendok kiri yang telah terpasang


dipegang oleh asisten
5. Dengan cara yang sama, daun sendok kanan ditempatkan disamping
kanan kepala anak

Pemasangan sendok kanan : Sendok kiri yang sudah terpasang dipegang


oleh asisten (atau ditahan dengan kelingking tangan kiri). Ibu jari , jari
telunjuk dan jari tengah tangan kanan menuntun pemasangan sendok
kanan yang tangkainya dipegang tangan kanan.

6. Dilakukan reposisi sendok cunam bilamana diperlukan untuk memudahkan


penguncian cunam :

Penguncian ; Masing-masing tangan memegang tangkai cunam. Kedua


ibu jari saling berdekatan diatas gagang cunam. ; Kunci harus dipasang
tanpa paksaan, bila perlu dapat dilakukan reposisi daun sendok untuk
memudahkan penguncian.

7. Setelah pengucian, dilakukan pemeriksaan ulangan untuk mengetahui


apakah :
a. Kedua daun cunam sudah dipasang secara benar.
b. Terdapat bagian anak selain kepala atau jalan lahir ibu yang terjepit.
8. Setelah cunam terpasang dan dikunci dengan benar, dilakukan traksi
percobaan

Traksi Percobaan ; Tangan kiri mencekap cunam diatas kunci ; Telunjuk


kanan digunakan untuk mengetahui apakah kepala anak ikut tertarik saat
melakukan traksi percobaan.

9. Setelah traksi percobaan menunjukkan bahwa pemasangan dan penguncian


cunam sudah dilakukan dengan benar, maka tindakan ini dilanjutkan
dengan traksi definitif.
Traksi definitif : Tangan kanan ditempatkan dileher cunam dekap dengan
kepala janin. Tangan kiri operator disebelah distal tangan kanan.

Arah traksi yang sesuai dengan jenis klasifikasi ekstraksi cunam ; Pada
cunam out-let, arah traksi elevasi tangkai cunam sedikit kearah atas.
10. Traksi definitif diawali dengan tarikan horisontal secara intermiten sampai
perineum teregang. Episiotomi dikerjakan saat perineum teregang.
11. Setelah oksiput meregang vulva, tangkai cunam dielevasi dengan cara
meletakkan empat jari tangan diatas permukaan atas pegangan cunam dan
dorongan ibu jari dan sisi belakang permukaan bawah pegangan cunam
12. Setelah vulva teregang dan dahi teraba pada perineum, lahirnya kepala anak
selanjutnya dapat dilakukan dengan cunam yang masih terpasang atau
cunam yang sudah dibuka (dilepas) dan selanjutnya kepala anak dilahirkan
dengan maneuver Ritgen.
Melakukan ekstraksi kepala dengan tangan kanan sambil menahan

perineum dengan tangan kiri agar tidak regangan perineum yang


berlebihan

13. Persalinan tubuh anak lebih lanjut dilakukan seperti pertolongan persalinan
presentasi belakang kepala seperti biasanya.
14. Setelah bayi lahir, dilakukan manual plasenta sambil melakukan eksplorasi
jalan lahir untuk melihat adanya cedera pada jalan lahir.

J. PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL KIRI


DEPAN
( posisi oksipitalis kiri depan )
1. Dengan tangan kanan, operator menentukan posisi telinga kiri janin yang berada
disebelah kiri posterior.
2. Dengan tuntunan jari-jari kanan dalam vagina, tangan kiri memasang cunam
kiri setinggi telinga kiri janin.
3. Sendok cunam kiri yang sudah terpasang ditahan oleh asisten atau dibiarkan
saja dan hendaknya berada pada kedudukannya tanpa paksaan.
4. Dua jari tangan kiri masuk pada sisi kanan belakang vagina dan sendok kanan
yang dipegang dengan tangan kanan dimasukkan vagina dengan tuntunan jari-
jari tangan kiri tersebut dan segera digeser kedepan untuk ditempatkan
setinggi telinga depan janin, sehingga sendok kanan berada pada posisi yang
tepat berhadapan dengan sendok kiri yang sudah terpasang sebelumnya.
5. Setelah kedua sendok dikunci, maka posisi masing-masing sendok cunam
berada didepan dan dibelakang (pada diameter oblique pelvik).

K. PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL KANAN


DEPAN
(Posisio Oksipitalis kanan depan)
Pemasangan sendok cunam dilakukan dengan cara yang sama, tetapi
dengan arah yang berbeda.

Pada keadaan ini, telinga kanan janin adalah telinga posterior dan sendok kanan
harus dipasang lebih awal.

Penguncian hanya dapat dilakukan setelah tangkai sendok cunam


kanan DISILANGKAN dan ditempatkan DIATAS tangkai sendok kiri.

L. PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL


MELINTANG
Jenis cunam obstetrik yang tepat digunakan adalah cunam Tucker Mc
Lane atau cunam Kielland.

Pemasangan tidak berbeda, sendok pertama yang dipasang adalah sendok yang
akan ditempatkan setinggi telinga posterior dan sendok kedua dipasang setinggi
telinga depan (setelah digeser kedepan).

Dengan pemasangan diatas, satu sendok akan berada didepan sacrum dan satu
sendok lagi dibelakang simfisis pubis.
M. PERSALINAN CUNAM RENDAH DENGAN UBUN-UBUN KECIL
POSTERIOR
POSISI OKSIPITALIS POSTERIOR KIRI ATAU KANAN :
Tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal.

Pada beberapa kasus, tindakan vaginal toucher saat menentukan lokasi telinga
posterior dapat menyebabkan occiput berputar spontan kedepan dengan
sendirinya.

Agar occiput berada di sebalah depan, maka dapat dilakukan tindakan:

Rotasi manual.

Pemutaran dengan cunam Kielland.

Rotasi manual :

Bila occiput berada disebelah kiri belakang, operator menggunakan tangan


kanannya untuk memutar kepala ; dan sebaliknya bila occiput disebelah kanan
belakang maka operator menggunakan tangan kirinya untuk memutar kepala.

Gerakan pronasi lebih mudah dikerjakan dibandingkan gerakan supinasi.

Tehnik :
1. Persiapan persalinan dengan ekstraksi cunam.
2. Tangan yang sesuai dimasukkan vagina dan mencekap sinsiput, jari-jari berada
pada satu sisi telinga dan ibu jari pada sisi telinga yang lain.
3. Tangan luar mencari bahu depan anak dan menghelanya kedepan bersamaan
dengan gerakan tangan untuk memutar kepala dari dalam.
4. Tangan dalam memutar kepala sehingga occiput berada disebelah depan.
5. Pada posisi kepala seperti itu diharapkan dapat terjadi persalinan spontan atau
dengan ekstraksi cunam (dengan cunam Kielland).
Rotasi manual dari posisio oksipitalis posterior kiri : (A) . Tangan kiri operator
ditempatkan diatas abdomen dan menarik bahu kanan kearah kanan ibu. ; Secara
serentak, tangan kanan operator memegang kepala janin pada diameter biparietal
dan memutarnya dengan gerak pronasi sejauh 180 0 ; (B) : pada akhir tindakan,
oksiput janin berada disebelah anterior

POSISI OKSIPITALIS POSTERIOR


Bila tak dapat melakukan rotasi manual, maka persalinan pervaginam dapat
diusahakan dengan bantuan ekstraksi cunam.

Persalinan dengan cunam dapat dilakukan dengan occiput tetap di posterior atau
occiput di anterior
Tehnik :
1. Dikerjakan traksi horisontal sampai pangkal hidung berada dibawah simfisis.
2. Dilakukan gerakan elevasi pada pegangan cunam secara perlahan sampai oksiput
secara bertahap muncul didepan perineum
3. Mengarahkan pegangan cunam kebawah dan lahirlah pangkal hidung, muka dan
dagu didepan vulva.
4. Tindakan ini memerlukan episotomi yang cukup luas.

Persalinan cunam rendah


pada posisio occipitalis
posterior
PERSISTEN : Gambar
panah menunjukkan titik
saat kepala mengalami
fleksi setelah bregma
melewati arcus
pubis ; Pada saat ini
harus dicegah terjadinya
ruptura perinei yang luas
dengan episiotomi luas
N. PERSALINAN CUNAM RENDAH PADA PRESENTASI MUKA
Hanya dapat dikerjakan pada kasus presentasi muka MENTO ANTERIOR.

Pada awalnya dilakukan traksi curam bawah sampai dagu nampak dibawah
simfisis.

Kemudian dilakukan traksi elevasi keatas, setelah dagu nampak dibawah


simfisis maka secara berurutan lahir hidung, mata, dahi dan oksiput ditepi
anterior perineum.

O. KOMPLIKASI
Morbiditas Maternal:

Angka kejadian morbiditas persalinan dengan ekstraksi cunam harus dibandingkan


dengan persalinan dengan setio caesar atau persalinan operatif pervaginam lain dan
tidak dengan persalinan spontan pervaginam.

Carmon dkk (1995) : persalinan dengan cunam out-let elektif dengan rotasi tidak
lebih dari 450 tidak menyebabkan peningkatan angka kejadian morbiditas maternal
yang bermakna.
Hankins dan Rowe (1996) : cedera maternal meningkat bila rotasi lebih dari 45 0 dan
pada station kepala yang tinggi.
Sherman dkk ( 1993) : kebutuhan tranfusi darah pada ekstraksi cunam 4.2%, pada
ekstraksi vakum 6.1% dan sectio caesar 1.4% .
1. Laserasi jalan lahir:
Robekan servik dapat terjadi bila dilatasi belum lengkap atau terjepit diantar
daun cunam dengan kepala janin.
Ruptur perineum

Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak


kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana
mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat
dan episiotomi (Wiknjosastro, 2000). Perdarahan karena robekan jalan lahir
banyak dijumpai pada
2. Simfisiolisis.
3. Perdarahan.

4. Infeksi.
5. Inkontinensia urinae dan inkontinensia alvi.
Morbiditas Anak:

Persalinan operatif pervaginam khususnya yang dikerjakan pada panggul tengah


cenderung meningkatkan kenaikan morbiditas neonatal:

1. Nilai Apgar rendah.


2. Cephal hematoma.
3. Cedera pada daerah wajah .
4. Erb paralysa.
5. Fraktura klavikula.
6. Kenaikan kadar bilirubin.
7. Perdarahan retina.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. F
Umur : 23 tahun
Alamat : Arso VII
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/ Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk RS: 06 Februari 2017 pukul: 23.00 WIT
Keluar RS : 11 Februari 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien rujukan dari RS Keerom, dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah ingin melahirkan sejak pagi hari.

Riwayat Kehamilan Sekarang :


Pasien merupakan rujukan dari RS Keerom, pasien mengaku pergi ke RS Keerom
sejak pukul 09.00 WIT. Pasien mengaku hamil 9 bulan dengan HPHT: 12-05-2016
TP: 19-02-2017 ~ hamil 39-40 minggu. Selama ini pasien memeriksakan
kehamilan di Puskesmas Arso 8x dan mendapatkan suntikan TT 2x. Pasien datang
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan sejak pagi hari. Keluar
air-air ada 8 jam SMRS, keluar lendir darah sejak 18 jam SMRS, gerakan janin
dirasakan aktif. Adanya riwayat keputihan disangkal. Keluhan lain pandangan
kabur tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Riwayat
penggunaan obat-obatan pada saat awal kehamilan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi disangkal, asma disangkal, diabetes disangkal, alergi disangkal,
TBC disangkal, hepatitis disangkal, HIV disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi disangkal, asma disangkal, diabetes disangkal, alergi disangkal,
TBC disangkal, hepatitis disangkal, HIV disangkal.

BAB/BAK biasa

Riwayat Obstetri
1. Riwayat Kehamilan
1) Kehamilan pertama tahun 2015, post abortus usia kehamilan 1 bulan.
Tidak dilakukan kuretase
2) Kehamilan ini
2. Riwayat Menstruasi
Haid pertama dialami pada usia 14 tahun dengan siklus yang teratur dan
lamanya haid setiap siklus adalah 7 hari. HPHT 12 Mei 2016, taksiran tanggal
persalinan 19 Februari 2017.
3. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC)
ANC 8x dilakukan di Puskesmas Arso dan 2x dilakukan suntikan TT.
4. Riwayat Menikah
Pasien menikah 1 kali. Pernikahan ini sudah berlangsung 2 tahun.
5. Keluarga Berencana
Pasien tidak pernah mengikuti KB

III. STATUS GENERALIS


Keadaan umum : sakit ringan Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan : 145 cm Berat Badan : 55 kg
Tanda-tanda vital : TD : 133/78 mmHg N: 79 x/m
RR: 24 x/m SB: 36,20C
Kepala : Mata : Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Pupil : isokor +/+
Hidung : sekret -/-
Mulut : sekret -/-
Telinga : sekret -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Jantung : BJ I-II regular
Paru : Ves +/+, Rh -/-, Whe -/-
Abdomen : Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, anemis (-), udem (-)
Refleks : Refleks fisiologis normal, refleks patologis (-)

IV. STATUS OBSTETRI


Pemeriksaan Luar
Inspeksi : fluksus (+), fluor (-) v/v: tak ada kelainan
TFU : 30 cm
Letak janin : memanjang, punggung kiri, 4/5
DJJ : 140 dpm
His : 3-4x /10/ 20-25
TBBJ : 2945 gr

Inspekulo

v/v : tidak ada kelainan, valsava (+), pooling (+)


Portio : tidak teraba

Pemeriksaan Dalam
v/v : tidak ada kelainan, valsava (+), pooling (+)
Portio : tidak teraba
Pembukaan : lengkap
Ketuban : (-) putih keruh, mekonium (+)
Presentasi : kepala H-IV, caput (+)

Pemeriksaan Panggul
Tidak dilakukan

V. DIAGNOSA SEMENTARA
G2P0A1 hamil 39 - 40 minggu inpartu kala I fase aktif + gawat janin. Janin
presentasi kepala tunggal hidup.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11,7 g/dL
PLT : 207 x 103 / uL
DDR : negatif
b. USG
Tidak sempat dilakukan
c. Foto Rontgen
Tidak dilakukan

VII.RESUME MASUK
G2P0A1, 23 tahun MRS tanggal 06 Februari 2017 dengan keluhan utama nyeri
perut bagian bawah ingin melahirkan. Pelepasan lendir campur darah ada,
pelepasan air dari jalan lahir ada, pergerakan janin dirasakan aktif SMRS. Nyeri
ulu hati disangkal, nyeri kepala disangkal, pandangan kabur disangkal. Riwayat
penyakit darah tinggi, jantung, ginjal, paru, kencing manis, asam urat disangkal.
BAB/BAK lancar. ANC dilakukan 8x di puskesmas Arso. HPHT: 12 Mei 2016
TTP: 19 Februari 2017.

VIII. DIAGNOSA KERJA


G2P0A1 hamil 39 - 40 minggu inpartu kala II + gawat janin. Janin presentasi
kepala tunggal hidup.

IX. RENCANA TERAPI


Diharapkan partus pervaginam
Observasi KU, TTV, DJJ, His tiap 15 menit
Observasi gawat janin dengan melakukan resusitasi intrauterin
Konseling sterilisasi postpartum
Lapor konsulen

X. OBSERVASI PERSALINAN
Jam His DJJ TD N R SB Ket
23.30 3x/10/40 126 120/90 80 20 37,0
23.45 3x/10/40 112 110/70 88 20 37,6

Pemeriksaan Dalam
v/v : tidak ada kelainan
Portio : tipis, lunak, arah axial
: lengkap
Ket : (-) mekonium (+)
Presentasi : kepala, H IV, caput (+)
Diagnosis Kerja :
G2P0A1 hamil 39 - 40 minggu inpartu kala II memanjang + gawat janin. Janin
presentasi kepala tunggal hidup.
Rencana Kerja:
Rencana partus pervaginam percepat kala II
Observasi KU, TTV, DJJ, His tiap 5 menit
Observasi gawat janin dengan melakukan resusitasi intrauterin
Konseling sterilisasi postpartum
Lapor konsulen, advis : percepat kala II dengan ekstraksi forceps.

XI. LAPORAN PERSALINAN


Jam Observasi
00.05 Pasien dibaringkan dalam posisi litotomi, kandung kemih dikosongkan.
Dilakukan tindakan disinfeksi dengan kapas Lysol pada daerah vulva
dan sekitarnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam: pembukaan
lengkap, ketuban (-) sisa putih keruh, PP kepala HIII-IV UUK depan.
Forceps dipegang di depan vulva sebagaimana mestinya akan dipasang,
forceps biparietal terhadap kepala dan miring terhadap panggul.
Forceps yang akan dipasang lebih dahulu adalah forceps kiri. Tangan
kanan membuka labia mayora, empat jari penolong dimasukkan ke
dalam antara kepala anak dan dengan dinding vagina. Gagang forceps
dipegang seperti memegang pensil dan forceps dimasukkan di mana
gagang forceps dibawa ke lipat paha ibu, sementara itu daun forceps
dimasukkan ke dalam vagina antara kepala dan empat jari sebagai rel
dan daun forceps didorong oleh ibu jari masuk ke dalam vagina.
Gagang forceps dibawa ke tengah dan ke bawah. Setelah daun forceps
kiri terpasang, gagang forceps dipegang oleh asisten, selanjutnya labia
mayora dibuka dengan tangan kiri dan keempat jari tangan kiri
dimasukkan ke dalam vagina, antara dinding vagina dan kepala bayi.
Gagang forceps dipegang seperti memegang pensil. Daun forceps
kanan dimasukkan ke dalam vagina dan empat jari tangan kiri penolong
sebagai rel, sementara daun forceps didorong oleh ibu jari masuk ke
dalam vagina. Gagang forceps di bawa ke tengah dan ke bawah,
kemudian dilakukan penguncian.
Setelah daun forceps terkunci dilakukan pemeriksaan dalam apakah ada
jaringan vagina yang terjepit, ternyata tidak ada. Dilakukan traksi
percobaan ternyata kedua daun forceps telah mencekap kepala bayi
dengan baik.
Dilakukan episiotomy mediolateral dan dilakukan traksi definitif
dengan arah tarikan ke atas, setelah batas rambut kepala berada
dibawah simpisis, penolong berpindah tempat ke samping kanan pasien
kemudian gagang forceps dipegang dengan tangan kiri sementara itu
asisten menyokong perineum agar tidak robek.
Gagang forceps digerakkan kearah perut ibu sehingga dengan demikian
lahirlah berturut-turut dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu. Setelah
kepala lahir, forceps dibuka dengan memasukkan jari IV dan V kiri di
antara kedua gagang sehingga forceps terbuka. Setelah itu dilakukan
putaran paksi luar sesuai punggung janin, kemudain dilakukan traksi ke
bawah untuk melahirkan bahu depan dan traksi ke atas untuk
melahirkan bahu belakang. Jadi telunjuk dikaitkan pada ketiak bayi
secara hati-hati untuk melahirkan seluruh badan.
00.10 lahir bayi , BBL = 2800 g, PB = 46 cm, AS = 7-8, anus (+), cacat (-)
Setelah bayi lahir, tali pusat dijepit dengan cunam kocher I 3 cm dari
insersionya kemudian diurut ke arah ibu 7 cm, dijepit dengan cunam
kocher II lalu dipotong diantaranya.
Injeksi oxytocyn 1 amp/IM
00.15 Lahir plasenta lengkap dengan selaputnya. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan jalan lahir, tampak ruptur perineum grade IV, dilakukan
hecting jelujur situasi. Perdarahan kala III-IV 200 cc
Rencana hecting ruptur perineum grade IV di kamar operasi besok pagi
XII. LAPORAN KALA IV (Post Partum 2 jam)
Jam TD N R SB Ket
01.30 110/70 96 24 37,2
06.00 100/60 88 20 37,5

XIII. LAPORAN OPERASI


Jam Observasi
10.00 Pasien terlentang diatas meja operasi dalam spinal anstesi.
Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik daerah vulva perineum dan
vagina. Dilakukan explorasi, dilakukan penjahitan dengan inreptuel
menggunakan vicryl no 3.0.
Dilakukan penjahitan pada musculus ani interna dengan mutras
menggunakan vicryl no 2.0
Dilakukan penjahitan pada musculus ani externa dengan mutras
menggunakan vicryl no 2.0
Selanjutnya dilakukan perineorafi dengan jahitan intreptuel
menggunakan vicryl no 2.0
10.32 Operasi selesai

XIV. DIAGNOSA AKHIR


P1A1, post ekstraksi forceps atas indikasi kala II memanjang dan post rehecting
ruptur perineum grade IV

XV. RENCANA TERAPI POST PARTUM


- Kontrol tanda-tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan
- Infus RL : D5% = 2 : 2 20 gtt/menit
- Inj ceftriaxone 1x2 gr
- Inj metronidazole

XVI. FOLLOW UP
07 Februari 2017
S: keluhan tidak ada
O: KU = cukup kes = CM
TD = 92/55 N= 84x/m R=18x/m S=36,60C
St. purpuralis = Mammae : laktasi -/-
Abdomen : TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi : baik
Vulva : oedem ()
Perineum : terawat
Lochia : rubra
Infus D5 %
DC (+) dipertahankan selama 2 hari
A: P1A1, post ekstraksi forceps atas indikasi kala II memanjang dan
post rehecting ruptur perineum grade IV
P: - Observasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan
- Asi on demand
- Rawat perineum
- Injeksi metronidazole 500 mg
- Injeksi ceftriaxone 1x2 gr
08 Februari 2017
S: Keluhan tidak ada
O: KU = cukup kes = CM
TD = 100/70 N= 80x/m R=20x/m S=36,20C
St. purpuralis = Mammae : laktasi -/-
Abdomen : TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi : baik
Vulva : oedem ()
Perineum : terawat
Lochia : rubra
Infus RL 500 cc
DC (+) dipertahankan
A: P1A1, post ekstraksi forceps atas indikasi kala II memanjang dan
post rehecting ruptur perineum grade IV
P: - Observasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan
- Asi on demand
- Rawat perineum
- Terapi injeksi lanjut
- Terapi oral (+)
09 Februari 2017
S: Keluhan tidak ada
O: KU = cukup kes = CM
TD = 110/80 N= 78x/m R=20x/m S=36,00C
St. purpuralis = Mammae : laktasi -/-
Abdomen : TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi : baik
Vulva : oedem ()
Perineum : terawat
Lochia : rubra
Infus RL 500 cc
DC (+) dipertahankan
A: P1A1, post ekstraksi forceps atas indikasi kala II memanjang dan
post rehecting ruptur perineum grade IV
P: - Observasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan
- Rawat perineum
- Terapi injeksi lanjut
- Terapi oral (+)
10 Februari 2017
S: Keluhan tidak ada
O: KU = cukup kes = CM
TD = 120/90 N= 88x/m R=18x/m S=37.00C
St. purpuralis = Mammae : laktasi -/-
Abdomen : TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi : baik
Vulva : oedem ()
Perineum : terawat
Lochia : rubra

A: P1A1, post ekstraksi forceps atas indikasi kala II memanjang dan


post rehecting ruptur perineum grade IV
P: - Observasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan
- Aff infus dan DC
- Aff tampon dan aff Kasa
- Terapi oral (+)
- rencana BPL besok
11 Februari 2017
S: Keluhan tidak ada, BAB & BAK spontan
O: KU = cukup kes = CM
TD = 120/70 N= 80x/m R=20x/m S=36,20C
St. purpuralis = Mammae : laktasi -/-
Abdomen : TFU : 2 jari di bawah pusat
Kontraksi : baik
Vulva : oedem ()
Perineum : terawat
Lochia : rubra
A: P1A1, post ekstraksi forceps atas indikasi kala II memanjang dan
post rehecting ruptur perineum grade IV
P: - Terapi oral (+)
- BPL
- Konsul poli kebidanan tgl 13-02-2017
BAB III
DISKUSI

Dalam diskusi ini akan dibahas mengenai:


1. Diagnosis
2. Penanganan
3. Komplikasi
4. Prognosis
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kebidanan,
pemeriksaan laboratorium, serta observasi persalinan, maka pasien didiagnosis
dengan: G1P0A1, 23 tahun, hamil 39-40 minggu inpartu kala II memanjang, janin
presentasi kepala tunggal hidup.
Dari anamnesis didapatkan bahwa ini adalah kehamilan kedua dari pasien.
Hari pertama haid terakhir tanggal 12 Mei 2016. Os datang atas rujukan dari RS
Keerom atas indikasi post date, saat datang, sudah mulai terlihat adanya tanda-tanda
inpartu seperti his dirasakan mulai teratur, adanya pelepasan lendir campur darah serta
adanya pelepasan air dari jalan lahir. Ada riwayat keputihan disangkal. Keluhan lain
pandangan kabur tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Riwayat
penggunaan obat-obatan pada saat awal kehamilan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, tampak keadaan umum baik, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 133/178 mmHg. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan DJJ 140
dpm, His 3x/10/30. Setelah dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan portio tidak
teraba, pembukaan lengkap, sudah ada pelepasan air ketuban berwarna hijau
mekonium dengan caput (+). Oleh karena itu, ditegakkan diagnosis kala II
memanjang + gawat janin dimana hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa diagnosis kala II memanjang ditegakkan jika median durasi kala
II adalah lebih dari 80 menit untuk nulipara dan 30 menit untuk multipara. Selain itu
didapatkan gawat janin dalam persalinan akibat persalinan yang berlangsung lama
dengan gejala dan tanda yaitu, mekonium kental berwarna hijau yang terdapat di
cairan ketuban pada letak kepala, DJJ abnormal.
Pada kasus ini faktor predisposisi dari gawat janin yaitu persalinan yang
berlangsung lama. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa faktor
predisposisi dari terjadinya gawat janin antara lain adalah persalinan berlangsung
lama, induksi persalinan dengan oksitosin (kontraksi hipertonik), terjadi perdarahan
atau infeksi, dan insufisiensi plasenta (postterm atau preeklampsia).
Pada pasien diambil sikap dari awal yaitu partus pervaginam dengan percepat
kala II dengan cara ekstraksi forcepss. Langkah ini diambil berdasarkan indikasi dari
ibu dan janin. Indikasi dari ibu yaitu kala II memanjang dan indikasi janin yaitu gawat
janin. Pada ibu dengan kala II memanjang dipilih ekstraksi forceps dengan
memperhitungakan keuntungannya yaitu ibu tidak perlu mengejan.
Teknik pemasangan cunam dan ekstraksinya yaitu ibu dalam posisi litotomi,
dilakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan telah lengkap. Kandung
kencing dikosongkan Setelah itu prekonstruksi di depan vulva sesuai kepala janin.
Pada posisi ubun-ubun kecil (UUK) di depan, kanan lintang, kanan depan, dan kiri
belakang, dipasang cunam kiri terlebih dahulu. Sedangkan pada posisi UUK di kiri
lintang, kiri depan, dan kanan belakang, dipasang cunam kanan terlebih dahulu. Pada
kasus ini presentasi belakang kepala dengan UUK di depan. Empat jari tangan kanan
penolong dimasukkan ke dalam vagina sebelah kiri. Sendok kiri dengan tangkainya di
kanan atas yang dipegag oleh ibu jari, jari telunjuk, serta jari tengah tangan kiri seperti
memegang pensil, dimasukkan dengan daunnya ke sebelah kiri vagina. Sambil
menurunkan tangkai, daun terus dimasukkan ke dalam antara kepala janin dan empat
jari tangan penolong dengan bantuan ibu jari. Tangkai cunam kiri dipegang oleh
asisten dan kemudia daun cunam kanan dimasukkan dari kiri atas dengan cara yang
sama ke dalam vagina sebelah kanan dengan melewati depan sendok kiri. Sesudah itu
cunam dikunci lalu dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bahwa tidak ada
jaringan lunak ibu terjepit antara cunam dan kepala janin. Kini cunam dalam posisi
bilateral terhadap kepala janin dan melintang terhadap panggul ibu. Selanjutnya
dilakukan tarikan percobaan untuk mengetahui apakah kepala janin terpegang baik
oleh cunam. Jika tarikan percobaan gagal, cunam dibuka kemudian dipasang kembali.
Setelah tarikan percobaan berhasil, barulah dilakukan esktraksi. Penolong
melakukan penarikan dengan kekuatan terkendali. Jurusan tarikan mengikui arah
sumbu panggul. Apabila kepala janin sudah di dasar panggul, cunam ditarik mendatar
sampai tampak batas rambut kepala janin di bawah simpisis; kemudian sambil dengan
satu tangan menahan perineum, cunam digerakkan ke atas untuk melahirkan ubun-
ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, muka, dan dagu. 1,3
Sesudah kepala lahir, cunam dibuka, dan sendok dilepas satu persatu. Setelah
muka dan hidung dibersihkan, bayi selanjutnya dilahirkan seperti biasa dan jalan lahir
diperiksa untuk mengetahui ada atau tidak ada luka yang berarti. 1,3
Penanganan aktif berupa ekstraksi forceps dilakukan berdasarkan indikasi ibu
dan indikasi janin. Berdasarkan kepustakaan, ekstraksi dengan forceps untuk
mengakhiri persalinan dilakukan apabila keadaan ibu atau janin memerlukan
penyelesaian waktu singkat. Penyakit jantung, preeklampsi/eklampsi, seksio sesarea
pada persalinan sebelumnya, merupakan antara lain indikasi dari ibu. 4
Penanganan aktif berupa terminasi kehamilan.
Cara terminasi kehamilan:4
a. Belum inpartu
1. Induksi persalinan
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop 6
2. Seksio sesarea bila syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra
indikasi tetes oksitosin, atau bila 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin
belum masuk kedalam fase aktif.
b. Sudah inpartu
Kala I
Fase laten: Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop 6
Fase aktif: Dilakukan amniotomi, bila his tidak adekuat diberikan tetes
oksitosin dan bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi
pembukaan lengkap, dilakukan seksio sesarea.
Kala II
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.

Pada pasien ini telah dilakukan rencana partus pervaginam dengan percepat
kala II menggunakan partus buatan yaitu ekstraksi forcepss.

Komplikasi
Komplikasi yang biasa ditemukan pada ibu akibat ekstraksi forceps yaitu
perlukaan jalan lahir, perdarahan, dan infeksi. Sedangkan pada bayi yaitu tejadinya
fraktur pada tengkorak, perlukaan pada kepala janin, dan paresis nervus fasialis. 3
Pada kasus ini komplikasi pada ibu yaitu ruptur perineum grade IV dan pada
bayi yaitu perlukaan ringan pada sisi depan kepala.

Prognosis
Pada kasus ini keadaan ibu dan bayi setelah persalinan tidak terlalu baik,
dimana terdapat perlukaan ruptur perineum grade IV yang ditangani di kamar operasi
serta dan adanya perlukaan ringan pada sisi depan kepala bayi. Tetapi selama
perawatan 5 hari di ruangan kondisi ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Maka
prognosisnya adalah dubia ad bonam.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis ekstraksi forceps atas indikasi
kala II memanjang + gawat janin berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta observasi persalinan.
2. Dasar diagnosis kala II memanjang untuk kasus ini yaitu durasi median
kala II lebih dari 80 menit, serta diagnosis gawat janin berdasarkan tanda
mekonium kental berwarna hijau yang terdapat di cairan ketuban pada letak
kepala.
3. Penanganan dengan ekstraksi forceps atas indikasi ibu yaitu kala II
memanjang dan indikasi janin yaitu gawat janin.
4. Komplikasi akibat penanganan ekstraksi forceps pada ibu yaitu ruptur
perineum grade IV dan pada bayi yaitu perlukaan ringan pada sisi depan
kepala bayi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Roshni P, Deirdre M. Forceps Delivery in Modern Obstetric Pratice. In:
British Medical Journal. 1302-5 : 2004.
2. Tim Pengajar Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran UNSRAT. Manado: 36-38.1996.
3. Wiknjosastro, Hanifa. Usaha Melahirkan Janin Hidup per Vaginam. Dalam:
Buku Ilmu Kebidanan, edisi ketiga cetakan kesembilan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 808-853: 2007.
4. Tim Pengajar Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT. Pedoman diagnosis dan
terapi Obstetri dan Ginekologi. Manado: Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UNSRAT. Manado; 67-78 1996.
5. Wiknjosastro H. Partus Lama. Dalam: Buku Ilmu kebidanan. Edisi ketiga
cetakan kesembilan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
281-300: 2007.
6. Roeshadi R. Gawat Janin. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi
perdana. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 494-499: 2004.
7. Mochtar R. Partus Lama. Dalam: Lutan G, editor. Sinopsis Obstetri jilid I.
Jakarta: EGC. 207: 1998.

Anda mungkin juga menyukai