Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dapat terpapar beberapa logam berat dari lingkungan sehari-
hari. Paparan dapat disebabkan oleh lingkungan yang kadar logam beratnya
cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air dan udara. Paparan terhadap
logam berat dapat menyebabkan keracunan pada manusia (Meyer et al, 2003).
Timbal (plumbum/Pb) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat
yang lebih banyak di lingkungan dibanding kebanyakan logam toksik lainnya.
Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan dan
berbagai penggunaannya dalam industri. Timbal berupa serbuk berwarna abu-
abu gelap digunakan antara lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi,
komponen pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan
pipa, pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik, tube atau
container, juga dalam proses mematri. Keracunan dapat berasal dari timbal
dalam mainan, debu ditempat latihan menembak, pipa ledeng, pigmen pada
cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang dicat, limbah tukang emas,
industri rumah, baterai dan percetakan. Makanan dan minuman yang bersifat
asam seperti air tomat, air buah apel dan asinan dapat melarutkan timbal yang
terdapat pada lapisan mangkuk dan panci. Sehingga makanan atau minuman
yang terkontaminasi ini dapat menimbulkan keracunan (DR. P.V Chadha,
1995).
Pengaruh timbal pada kesehatan anak sangat banyak, termasuk
diantaranya mengurangi perkembangan IQ, hiperaktif, susah dalam belajar,
masalah dalam bersikap seperti kurang peduli dan agresif, rusak alat
pendengaran dan lemah pertumbuhan (Meyer et al, 2003). Kandungan timbal
dalam darah lebih dari 50 ug/dL bisa menyebabkan rusaknya ginjal dan
anemia. Konsentrasi timbal 100 micrograms per deciliter dalam darah anak
bisa menyebabkan penyakit serius, koma, sawan atau kematian (Kessel I &
O’Connor, 1997).

1
Keracunan timbal dapat dicegah apabila masyarakat memiliki
pengetahuan yang baik mengenai keracunan timbal, efeknya dan cara
mengatasinya. Oleh karena itu, pada referat kali ini akan dibahas mengenai
keracunan timbal.

B. Tujuan Penulisan
1. Memberikan penjelasan mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis keracunan timbal.
2. Memberikan pengetahuan tentang ciri-ciri dan bahaya keracunan timbal
3. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana mencegah keracunan timbal

C. Manfaat Penulisan
1. Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Menambah ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap kajian keracunan
timbal

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Keracunan timbal terjadi apabila terdapat penumpukan timbal dalam
tubuh yang biasanya dalam periode berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun
(Suherni, 2010).

B. Etiologi
Sumber keracunan timbal bisa berasal dari kenderaan yang menggunakan
bahan bakar bertimbal dan juga dari biji logam hasil pertambangan,
peleburan, pabrik pembuatan timbal atau recycling industri, debu, tanah, cat,
mainan, perhiasan, air minum, permen, keramik, obat tradisional dan
kosmetik (DHOCNY 2007).
Timbal masuk ke dalam tubuh manusia ketika bernafas, makan, menelan,
atau meminum zat apa saja yang mengandung timbal. Air terkontaminasi
dengan timbal ketika air mengalir melalui pipa atau keran kuningan yang
mengandung timbal (DHOCNY 2007).
Timbal yang berada dalam cat umumnya memiliki rasa yang manis yang
di sukai anak-anak untuk di telan atau di letakkan di mulut mereka. Selain itu,
timbal yang berasal dari bahan bakar bisa mengkontaminasi tanah dan bila
terjadi kontak bisa meningkatkan kandungan timbal dalam darah pada anak-
anak di daerah perkotaan(CHW & HCHN 2008).

C. Epidemiologi
Antara tahun 1976 dan 1980, lebih dari 85% anak usia prasekolah di
Amerika Serikat mempunyai kadar timbal darah ≥10 μg/dL, mempunyai
kadar timbal darah ≥10 μg/dL, Amerika. Pada tahun 2000, anak usia
prasekolah di Amerika Serikat yang mempunyai kadar timbal darah tinggi
hanya 3% (Lubis et al, 2013). Sebuah penelitian yang di lakukan di Jakarta,
menemukan bahwa seperempat dari anak-anak sekolah di Jakarta memiliki

3
kandungan timbal dalam darah berkisar 10-14.9 ug/dL. Penelitian lainnya
yang dilakukan di Surabaya menemukan bahwa kandungan timbal dalam
darah antara anak-anak masih berada dalam range 10 ug/dL atau lebih rendah
dari pada itu (Suherni, 2010)

D. Patofisiologi
Timbal atau timah hitam dengan nama kimia plumbum (Pb) merupakan
logam yang mempunyai empat bentuk isotop, berwarna kebiru-biruan atau
abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih pada 1740
ºC di atmosfer. Secara kimiawi, timbal mempunyai titik uap yang rendah dan
dapat menstabilkan senyawa lain sehingga berguna pada ratusan produk
industri. Secara klinis, timbal merupakan bahan toksik murni, tidak ada
organisme yang fungsinya bergantung pada timbal. Kontaminasi timbal pada
anak sebagian besar melalui tertelannya bahan mengandung timbal seperti
mainan dan debu, hal ini juga dimungkinkan karena kebiasaan anak
memasukkan tangan ke mulut. Tubuh anak mengarbsorsi timbal lebih banyak
dibanding orang dewasa, sehingga paparan timbal yang lebih rendah dapat
menimbulkan keracunan pada anak. Anak dapat mengabsorpsi lebih dari 50%
timbal yang tertelan, sedang orang dewasa hanya 35 sampai 50% saja. Jumlah
timbal yang diserap pada saluran cerna tergantung beberapa faktor, seperti
ukuran partikel, pH, zat lain di saluran cerna, dan status nutrisi esensial.
Absorpsi timbal yang tertelan pada kondisi lambung kosong lebih tinggi
dibanding jika tertelan bersama makanan. Keberadaan besi dapat mengurangi
absorpsi timbal dengan cara kompetisi langsung pada tempat ikatan, kondisi
kekurangan besi menyebabkan peningkatan absorpsi, retensi, dan keracunan
timbal. Setelah diserap, 99% timbal terikat pada eritrosit, dan 1% menyebar
bebas ke dalam jaringan lunak dan tulang, sehingga kadar timbal dalam darah
menggambarkan kadar timbal dalam tubuh. Total beban timbal darah
tersimpan dalam empat kompartemen, yaitu darah (waktu paruh 35 hari),
jaringan lunak (waktu paruh 40 hari), tulang trabekular (waktu paruh 3
sampai 4 tahun), dan komponen kortikal tulang (waktu paruh 16 sampai 20

4
tahun). Timbal mempunyai berbagai efek pada sel. Timbal terikat pada
enzim, dapat mengubah dan menghilangkan efek enzim. Timbal menghambat
enzim asam δ-aminolevulinat dehidrase dan ferrokelatase, sehingga enzim
asam δ-aminolevulinat dehidrase (ALAS) tidak dapat mengubah
porfobilinogen akibatnya besi tidak dapat memasuki siklus protoporfi rin.
Perkursor heme, erythrocyte protophorphyrin yang digantikan menjadi zinc
protophorphyrin, menjadi meningkat dan pembentukan heme menurun (Lubis
et al, 2013).

E. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala keracunan timbal terlihat pada system pencernaan
berupa muntah muntah, nyeri kolik abdomen, rasa logam dan garis biru pada
gusi, konstipasi kronis. Pada sistem syaraf pusat berupa kelumpuhan (wrist
drop, foot drop, biasanya terdapat pada pria dewasa). Sistem sensoris hanya
sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering ditemukan pada
anak-anak. Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan peredaran darah
berupa anemia, basofilia pungtata, retikulosis, berkurangnya trombosit dan
sel polimorfonuklear, hipertensi dan nefritis, artralgia (rasa nyeri pada sendi).
Gejala pada bagian kandungan dan kebidanan berupa gangguan menstruasi,
bahkan dapat terjadi abortus (DR. P.V Chadha, 1995).
Akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein dapat
menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembentukan
hemoglobin.
a) Gejala keracunan akut terjadi bila tertelan dalam jumlah besar yang dapat
menimbulkan sakit perut, muntah atau diare akut.
b) Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan,
konstipasi, lelah, sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan,
kejang dan gangguan penglihatan, dapat menimbulkan gangguan
neurologi (encephalopati, ataxia, stupor dan koma), gangguan fungsi
ginjal, gangguan reproduksi dan gangguan darah (Priyanto, 2009).

5
Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan urine (jumlah
koproporfirin III meningkat). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang
paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal. Kadar
timbal dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika
kadarnya diatas 0,2 mikrogram /liter, dianggap sudah cukup bermakna untuk
diagnosis keracunan timbal. Pemeriksaan sinar-x pada anak-anak untuk
melihat garis yang radio-opak pada metafisis tulang-tulang panjang bisa
digunakan untuk menegakkan diagnosis keracunan timbal (Homan, 2003)

F. Pencegahan
Prinsip pertama untuk mencegah terkena timbal di tempat kerja adalah
dengan menerapkan CONTROL YANG HIRARKI antara lain:
a) Mengganti timbal yang berbahaya dengan benda lain yang resiko
bahayanya rendah
Gantikan material yang berasala dari timbal dengan material yang
tidak mengandung timbal adalah salah satu cara yang sangat efektiv
untuk mencegah terkena timbal di lingkungan kerja. Akan tetapi,
penggantian material memerlukan keamanan dan tidak mengandung
material yang berbaya (NSW WorkCover, 2008).
b) Pindahkan timbal yang berbahaya dari orang-orang yang mungkin
beresiko terkena timbal
Pindahkan timbal yang berbahaya, contohnya: uap yang berada
dalam lemari makan, dimana pekerja bisa membawa keluar pekerjaannya
tanpa harus tekena kontak langsung dengan uap (NSW WorkCover,
2008).
c) Kurangi resiko timbal secara keteknikan
Kotrol bagian keteknikan dalam rangka mengurangi terkena timbal
termasuk di dalamnya meningkatkan tempat ventilasi di lingkungan
kerja, dan memodifikasi proses pekerjaan untuk mngurangi terkena
timbal(NSW WorkCover, 2008).

6
d) Kurangi resiko timbal secara akademis
Secara administrasi berarti mengurangi terkena timbal:
meningkatkan kesadaran pekerja tentang bahayanya timbal di tempat
kerja. Termasuk didalamnya memberikan pendidikan dan training
tentang kemanan dalam prosedur kerja, memperbaiki peralatan,
memisahkan daerah makan dengan tempat kerja, menyediakan fasisilitas
yang bagus untuk mandi dan mencuci tangan, dan berilah nasehat tentang
pentingnya kebersihan, seperti tidak menggigit kuku atau mengunyah
permen selama bekerja, mencuci tangan sebelum makan atau minum,
memindahkan pakaian kerja dan mandilah sebelum pulang ke rumah
(NSW WorkCover, 2008).
e) Sediakan peralatan yang bisa melindungi diri dari timbal
Peralatah haruslan digunakan di lingkungna kerja untuk
mengurangi terkena timbal. Peralatan ini termasuk didalamnya baju
safety dan masker yang dicuci dangan teratur dan masih berada dalam
kondisi yang bagus (NSW WorkCover, 2008).

G. Penatalaksanaan
Jika menemukan gejala-gejala keracunan timbal, masyarakat dapat
memberi pertolongan pertama untuk sedapat mungkin menekan risiko dan
dampaknya pada penderita. Untuk keracunan akut melalui saluran pencernaan
misalnya, pasien sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi
dengan timbal. Bilas mulutnya dan berikan rangsangan untuk muntah (untuk
penderita yang sadar). Rujuklah segera ke bagian perawatan medis (Hendry,
2009).
Kasus-kasus keracunan kronis dapat ditekan dengan berbagai cara
dengan merujuk factor-faktor yang memungkinkan terjadinya keracunan
tersebut. Misalnya, mengurangi kadar timbal dalam bensin untuk mengurangi
pemaparan timbal melalui pernafasan. Dengan demikian dapat diharapkan
terjadi penurunan kadar timbal dalam darah manusia (Hendry, 2009).

7
Keracunan yang biasa terjadi karena tumpahan timbal di lingkungan
industri-industri besar dapat dihindari dengan membersihkan tumpahan
dengan hati-hati (untuk tumpahan sedikit), atau dilakukan secara landfills
(untuk tumpahan yang banyak) (Hendry, 2009).

H. Komplikasi
a) Masalah perilaku atau perhatian
b) Gangguan pendengaran
c) Kerusakan ginjal
d) Gangguan pada IQ
e) Pada anak dapat menyebabkan pertumbuhan lambat
(Suherni, 2010)

I. Prognosis
a) Keracunan akut
Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut
dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa
haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut (Meyer et al, 2003).
b) Keracunan sub akut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun
dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala
pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot,
vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan
diikuti dengan kejang-kejang dan koma (Meyer et al, 2003).
c) Keracunan kronis
Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga
menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat
pertumbuhan janin (Meyer et al, 2003).

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Timbal (Pb) merupakan logam lunak berwarna abu-abu kebiruan
mengkilat yang secara alami terdapat pada lapisan kerak bumi. Timbal (Pb)
jarang ditemukan dalam bentuk logam tunggal tetapi biasanya ditemukan
bergabung dengan dua atau lebih logam lainnya dalam satu komposisi.
Timbal adalah logam yang tidak berbahaya apabila tidak digunakan dalam
takaran yang berlebihan. Logam timbal (Pb) digunakan dalam industri
baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, bahan
untuk penyolderan, sebagai formulasi penyambung pipa. Kemampuan timbal
(Pb) membentuk alloy dengan berbagai jenis logam lain juga dapat membuat
kabel listrik, kabel telpon, pewarnaan cat, dan lain-lain. Bahkan alat-alat
rumah tangga pun banyak yang dibuat dari bahan timbal.
Timbal dapat ditemukan dalam udara, air, batuan, tumbuhan, dan masih
banyak lagi. Oleh karena itu, kasus keracunan timbal pada manusia banyak
ditemukan. Timbal dalam tubuh dengan jumlah yang besar dapat
menyebabkan kelainan sampai kematian. Keracunan Pb terhadap manusia
dapat bersifat akut maupun kronis. Walaupun pengaruh toksisitas akut agak
jarang dijumpai tetapi pengaruh toksisitas kronis sering ditemukan. Pengaruh
toksisitas kronis sering ditemukan pada pekerja di pertambangan dan pabrik
pemurnian logam, pabrik mobil pada proses pengecatan sistem semprot,
pengolahan baterai, pencetakan, pembuatan keramik dan pelapisan logam.
Keracunan kronis yang sangat patut kita waspadai adalah pada orang-orang
yang bekerja di pinggir jalan seperti polisi lalu lintas, pekerja kebersihan
jalan, pekerja taman, pedagang kakilima, penjaga toko dan lain-lain yang
sehari-hari menghirup udara yang tercemar Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra
Methyl Lead (TML) yang dilepaskan oleh gas buang kendaraan bermotor.
Sehingga penting sekali menggunakan alat pelindung diri saat bekerja.

9
Timbal (Pb) dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan
sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam
serum. Timbal (Pb) dapat menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran
klinis yang timbul adalah rasa malas, mudah tersinggung, sakit kepala,
tremor, halusinasi, mudah lupa, sulit konsentrasi dan menurunnya kecerdasan.
Gangguan terhadap fungsi ginjal Timbal (Pb) dapat menyebabkan tidak
berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel
tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Gangguan terhadap
neurologi Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Timbal
(Pb) dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Gangguan
terhadap sistem reproduksi Logam Timbal (Pb) dapat menyebabkan
gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian
janin. Berbagai sistem dapat terkena dampak cemaran timbal. Keracunan
timbal sampai mengakibatkan kematian rata-rata terjadi apabila paparannya
terus-menerus atau bersifat kronik.

B. Saran
Refrat akan lebih baik apabila dilakukan dengan lebih aktif. Kami harap
pada pertemuan selanjutnya akan lebih baik lagi partisipasi dari mahasiswa

10
DAFTAR PUSTAKA

CHW & HCHN (Kids Health, The Children’s Hospital at Westmead (CHW) &
Kaleidoscope, Hunter Children's Health Network (HCHN), (2008) Fact
sheet: Lead, Kids Health, The Children’s Hospital at Westmead &
Kaleidoscope, Hunter Children's Health Network,
www.chw.edu.au/parents/kidshealth/safety_factsheets/pdf/lead.pdf

DR. P.V Chadha. 1995. Timbal, Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi 5. Jakarta:
Penerbit Widya Medika

DHOCNY (Department of Health Otsego County, New York) (2007) Lead


Poisoning Prevention: What is Lead? Published by Department of Health
Otsego County, New York,
www.otsegocounty.com/depts/doh/LeadPrevention.htm

Hendry, Matthew MD. 2009. Treatment of Common Acute Poisoning. 4th edition.
Edinburgh: Churchill Livingstone, 152 – 153

Homan CS, Brogan GX. 2003. Lead Toxicity, in : Viccellio P, (Editor ).


Handbook of Medical Toxicology, First edition, Little, Brown and Co.
Boston. 271 – 284

Kessel, Irene and O’Connor, John T. 1997. Getting the Lead out: The Complete
Resource on How to Prevent and Cope with Lead Poisoning. New York:
Plenum Trade.

Lubis, Bidasari., Nelly Rosdiana., Selvi Nafi Anti., Olga Rasyianti., dan Flora
Mindo Panjaitan. 2013. Hubungan Keracunan Timbal dengan Anemia
Defisiensi Besi pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran, Volume 40, No 1

Meyer, Pamela A. McGeehin, Michael A. dan Falk, Henry. 2003. A global


approach to childhood lead poisoning prevention. International Journal
Hygiene Environmental Health. 206, 363-369.

NSW (New South Wales) WorkCover (2008) MANUAL HANDLING:


HIERARCHY OF CONTROLS, September 2008.
www.workcover.nsw.gov.au/formspublications/publications/Documents/hie
rarchy_of_controls_5620.pdf
Priyanto (2009) Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko,
Leskonfi, Jawa Barat.

11
Suherni. 2010. Keracunan Timbal di Indonesia diambil dari
http://www.lead.org.au/Keracunan_Timbal_di_Indonesia_20100916.pdf
pada tanggal 10 Maret 2017 pukul 19.00 WIB

12

Anda mungkin juga menyukai